• Tidak ada hasil yang ditemukan

Surat Edaran Dirjen Pajak, SE - 16/PJ.43/1998

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Surat Edaran Dirjen Pajak, SE - 16/PJ.43/1998"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SURAT EDARAN SE

4 Juni 1998

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 16/PJ.43/1998

TENTANG

PETUNJUK PEMUNGUT PPh PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 450/KMK.04/1997 tanggal 26 Agustus 1997 dan Nomor : 549/KMK.04/1997 tanggal 3 November 1997 tentang Petunjuk Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagai pengganti dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 599/KMK.04/1994 dan Nomor : 147/KMK.04/1995, maka dirasa perlu untuk memberikan petunjuk pelaksanaan lebih lanjut dari keputusan Menteri Keuangan dimaksud sebagai berikut :

1.

Pemungut Pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1994 adalah :

1.1. Bank Devisa dan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;

1.2. Direktorat Jenderal Anggran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah yang melakukan pembayaran dan

pembelian barang;

(2)

Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pembayaran atas

pembelian barang yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah;

1.4. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas,

industri baja, dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

1.5. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis Premix dan Gas, atas penjualan hasil

produksinya.

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(3)

1.6. Badan Urusan Logistik (BULOG), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu.

2.

Besarnya pungutan PPh Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut :

2.1. Atas impor :

2.1.1. Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;

2.1.2. Yang tidak menggunakan API sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;

2.1.3. Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5%

(tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

2.1.4. Atas pembelian barang

sebagaimana dimaksud pada angka 1.2. dan angka 1.3. adalah sebesar 1,5%(satu setengah persen) dari harga pembelian;

2.2. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost

Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang- undangan pabean di bidang impor.

(4)

dalam butir 1.4 tarif dan besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut adalah sebagai berikut :

2.3.1. KEP-69/PJ/1995 tanggal 14 Agustus 1995 : untuk penjualan hasil produksi kertas di dalam negeri;

2.3.2. KEP-70/PJ/1995 tanggal 14 Agustus 1995 : untuk penjualan hasil produksi industri semen di dalam negeri;

2.3.3. KEP-01/PJ/1996 tanggal 15 Januari 1996 : untuk penjualan hasil produksi industri baja di dalam negeri;

2.3.4. KEP-24/PJ/1997 tanggal 31 Januari 1997 : untuk penjualan hasil produksi industri rokok di dalam negeri.

2.4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan oleh Pertamina dan BULOG diatur ketentuan sebagai berikut :

2.4.1. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis Premix dan Gas ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya; dan

2.4.2. Badan Urusan Logistik (BULOG) ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu.

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(5)

2.5. Berdasarkan ketentuan pada 2.4.1. dan 2.4.2. di atas maka :

1. Pertamina wajib memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya berupa premium, solar, pelumas, gas, dan minyak tanah;

2. Perusahaan-Perusahaan Penyedia Premix (P3 Premix) wajib memungut PPh Pasal 22 atas penjualan Premix;

3. Bulog wajib memungut PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu;

terhadap seluruh pembelinya, baik kepada penyalur/agen/dealer/grosir maupun kepada pembeli lainnya (misalnya pabrikan).

2.6. Sifat pemungutan Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 450/KMK.04/1997 diatur bahwa sifat pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang bersifat final dalam hal :

a. Pertamina, atas penjualan hasil produksinya sebagaimana tersebut pada butir 2.5.1.

kepada penyalur/agennya;

b. Badan Usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis Premix (P3 Premix), atas penjualan hasil produksinya sebagaimana tersebut pada butir 2.5.2. kepada penyalur/agennya;

c. Badan Urusan Logistik (BULOG), atas penyerahan gula pasir dan/atau tepung terigu sebagaimana tersebut butir 2.5.3.

kepada penyalur/grosirnya.

(6)

dipungut oleh BULOG, Pertamina, dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis Premix yaitu :

a. Gula Pasir

Penyerahan kepada

penyalur Rp. 380,00/kuintal

Penyerahan kepada grosir Rp. 270,00/kuintal --- Rp. 650,00/kuintal

Penyerahan kepada

pembeli lainnya Rp. 650,00/kuintal

b. Tepung Terigu

Penyerahan kepada

penyalur Rp. 53,00/zak

Penyerahan kepada grosir Rp. 38,00/zak --- Rp. 91,00/zak

Penyerahan kepada

pembeli lainnya Rp. 91,00/zak

c. SPBU

SwastanisasiSPBU Pertamina

Premium 0,3% x

penjualan 0,25% x penjualan

Solar 0,3% x

penjualan 0,25% x penjualan

Premix/Super TT

0,3% x

penjualan 0,25% x penjualan

d. Minyak Tanah 0,3% x penjualan

e. Gas LPG 0,3% x penjualan

f. Pelumas 0,3% x penjualan

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(7)

2.8. Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya

a. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam butir 2.4. di atas, dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang ("delivery order").

b. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam butir 2.4. di atas, dilaksanakan dengan cara pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang disetor oleh pembeli atau penerima penyerahan barang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

c. Bentuk formulir yang dipergunakan untuk menyetor PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam butir 2.4.

adalah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (Formulir bentuk KP.PDIP.5.1-98) sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-107/PJ/1998 tanggal 26 Mei 1998 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.

2.9. Sebelum surat perintah pengeluaran barang ("delivery order") diterbitkan, terlebih dahulu pembeli atau penerima penyerahan barang melunasi PPh Pasal 22 dan menunjukkan bukti setoran Pajak Penghasilan Pasal 22 berupa SSP (Formulir bentuk KP.PDIP.5.1-98) sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP- 107/PJ/1998 tanggal 26 Mei 1998 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.

3.

Bulog/Dolog, Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar jenis Premix yang ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.

4.

Dengan terbitnya Surat Edaran ini, maka ketentuan dalam Surat Edaran Nomor : SE-19/PJ.41/1995 tanggal 25 April 1995 dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk diketahui agar Surat Edaran ini dapat Saudara sebarluaskan kepada Instansi dan badan usaha yang ditunjuk sebagai Wajib Pungut di wilayah kerja Saudara.

DIREKTUR JENDERAL

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan telah selesainya prosedur pengesahan dan penyampaian instrumen pengesahan Multilateral Convention to Implement Tax Treaty Related Measures to Prevent Base Erosion

Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) terhadap Wajib Pajak dari unit kantor baru yang pada saat beroperasinya belum dilaksanakan oleh unit kantor lama, harus dibatalkan dan

Perbandingan realisasi penerimaan PBB tahun 1998/1999 dengan tahun 1997/1998 dalam periode Triwulan II dapat dilihat pada tabel berikut :..

2.1.Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 bagi karyawan- karyawan tertentu dalam suatu bulan takwim dari suatu tahun pajak, kelebihan pemotongan tersebut diperhitungkan dengan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (5) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan Pasal 15 ayat

Namun demikian atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pemerintah kepada Badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut pajak dalam Surat Keputusan Menteri

Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri di Celah Timor berupa Laba Usaha dikenakan pajak oleh

Apabila orang/badan sebagaimana dimaksud dalam butir b tidak lagi sebagai Wajib Pajak dalam negeri negara treaty partner yang menerbitkan Surat Keterangan Domisili yang