i
EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI MINYAK BIJI JENGGER AYAM (CELOSIA ARGENTEA VAR. CRISTATA)
Extraction and Characterization of Cockscomb (Celosia argentea Var. Cristata) Seed Oil
Oleh :
Novenda Pramesti Ayuningtyas 652016005
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA 2020
ii
iii
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Skripsi yang telah dilaksanakan bertujuan agar penulis mampu menerapkan ilmu yang diperoleh di Perguruan Tinggi pada dunia kerja, selain itu juga dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan, memperoleh pengalaman dalam dunia kerja dan melatih keterampilan kerja.
Saya mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah memberikan dukungan berupa dukungan, saran dan kritik sehingga saya dapat melaksanakan dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik, khususnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-Nyya sehingga saya diberikan kelancaran dalam meyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Kedua orang tua saya yang selama ini terus mendo’akan, memberikan dukungan berupa materi sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
3. Ibu Dra. Hartati Soetjipto M.Sc selaku dosen pembimbing pertama yang selama ini banyak membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran selama penelitian hingga tugas akhir selesai.
4. Bapak November Rianto Aminu, S.Si. M.Sc. selaku dosen pembimbing pendamping yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan memotivasi.
5. Bapak Lutiono Ginting, S.Si selaku pembimbing lapangan yang selalu membimbing dan memberikan pengarahan selama saya melaksanakan skripsi.
6. Teman jurusan kimia angkatan 2016 sebagai sahabat seperjuangan yang saling mendukung selama melaksanakan skripsi.
Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca bagi perbaikan penulis. Akhirnya apabila dalam penulisan tugas akhir ini adakata-kata yang kurang berkenan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Salatiga, 29 April 2020 Penulis,
Novenda Pramesti Ayuningtyas
vii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….…………i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT………...………ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES………..…….iii
SURAT PERNYATAAN………iv
LEMBAR PENGESAHAN………..v
KATA PENGANTAR……….vi
SKRIPSI………1
1
Ekstraksi dan Karakterisasi Minyak Biji Jengger Ayam (Celosia argentea Var.Cristata) Extraction and Characterization of Cockscomb (Celosia argentea Var.Cristata) Seed Oil
Novenda Pramesti Ayuningtyas*, Hartati Soetjipto**, dan November Rianto Aminu
*Mahasiswa Program Studi Kimia, FSM, UKSW Salatiga, Indonesia
**Dosen Program Studi Kimia,FSM, UKSW Salatiga, Indonesia Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jln. Diponegoro No. 52 – 60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia [email protected]
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
C.argentea merupakan tumbuhan herba tahunan anggota famili Amaranthaceae. Tumbuhan mempunyai tinggi 1-2 m tumbuh di beberapa negara seperti Nigeria, China dan India daun C.argentea digunakan sebagai obat tradisional (Mastuti et al., 2014). Bagian bunga majemuknya banyak digunakan untuk mengobati muntah darah serta keputihan, sedangkan bijinya dapat mengobati radang kornea mata (keratitis), hepatitis, hipertensi, dan untuk meningkatkan pengelihatan mata (Miguel, 2018). Di Indonesia, tanaman C.argentea tumbuh tersebar di berbagai daerah dan belum banyak dimanfaatkan bijinya.
Penelitian Malik dkk., (2014) menyatakan bahwa ekstrak tanaman herba boroco (C.argentea L) dengan pelarut metanol mengandung flavonoid total sebesar 2,57%.
Pada penelitian Gaibimei et al., (2018) diperoleh hasil bahwa ekstrak tanaman C.argentea Var. Cristata dengan pelarut etanol mengandung pati, selulosa, flavonoid, tanin, fenol, terpenoid, steroid dan saponin. Pada penelitian Babu & Adupa (2014) diperoleh hasil ekstrak tanaman C.argentea L dengan pelarut etanol mengandung karbohidrat, alkaloid, glikosida, fitosterol, terpenoid, flavonoid, saponin, tanin, senyawa fenolik, minyak dan lemak tetap.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperoleh minyak nabati yaitu dengan rendering (dry rendering serta wet rendering) maupun dengan pengepresan mekanik (Adhani dkk., 2016). Metode yang banyak digunakan untuk mengekstrak minyak dalam skala laboratorium yaitu ekstraksi berkelanjutan menggunakan alat soxhlet serta cara maserasi. Prinsip dari metode ini adalah minyak nabati dimasukkan ke dalam bahan pelarut organik yang mudah menguap agar larut, menggunakan pelarut non polar seperti heksana, petroleum eter dan dietil eter (Soetjipto dkk., 2018)a.
2
Pemilihan metode ekstraksi dapat mempengaruhi komponen minyak dari ekstrak tumbuhan (Daryono dkk., 2014).
Sebelum menentukan pelarut untuk ekstraksi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti toksisitas, sifat tidak mudah terbakar, rendahnya suhu kritis untuk meminimalkan biaya operasi dan reaktivitas. Pelarut yang paling sering digunakan untuk ekstraksi minyak nabati adalah n-heksana (Soetjipto dkk., 2018)b.
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Memperoleh dan menentukan rendemen minyak biji jengger ayam (C.argentea Var. Cristata) sebelum dan sesudah pemurnian.
2. Menentukan sifat fisiko-kimia minyak biji jengger ayam (C.argentea Var.
Cristata) sebelum dan sesudah pemurnian.
BAB II
METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi soxhlet, rotary evaporator (Buchi R0114, Swiss), waterbath (Memmert WNB 14, Memmert GmbH+KG, Germany), neraca analitis dengan ketelitian 0,0001 gram (Ohaus PA124, USA), neraca analitis dengan ketelitian 0,01 gram (Ohaus TAJ602, USA), dan grinder.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi biji jengger ayam yang diperoleh dari daerah Salatiga dan sekitarnya. Pelarut kimia yang digunakan berstandar pro analysis dari Smart lab Indonesia meliputi n-heksana, kloroform, asam asetat glasial, asam klorida, kalium iodida, kalium hidroksida, natrium tiosulfat, asam fosfat, dan natrium hidroksida.
3.3. Metode
3.3.1 Preparasi Sampel
Biji jengger ayam yang telah dipisahkan dari kelopaknya dihaluskan menggunakan grinder, diayak dengan ayakan 60 mesh, disimpan di dalam wadah kering, dan siap untuk diekstraksi.
3
3.3.2 Ekstraksi minyak biji jengger ayam (C.argentea Var. Cristata) menggunakan Metode Ekstraksi Berkelanjutan (Soetjipto dkk., 2018 dengan modifikasi)
Biji jengger ayam yang sudah dihaluskan sebanyak 50 gram diekstraksi menggunakan pelarut n-heksana sebanyak 250 mL dengan cara soxhletasi pada suhu waterbath 80oC sampai bening (9 jam). Hasil ekstrak dengan pelarut n-heksana dipekatkan dengan alat rotary evaporator sampai diperoleh minyak bebas pelarut.
3.3.3 Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Jengger Ayam (C.argentea Var. Cristata)
Penentuan warna dan aroma dilakukan secara organoleptik, sedangkan penentuan secara kuantitatif dilakukan untuk penentuan rendemen, massa jenis, kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, serta bilangan penyabunan.
3.3.3.1 Rendemen (AOCS Aa 4-38, 1998)
Penentuan rendemen dilakukan secara gravimetri dengan menggunakan neraca dengan ketelitian 0,0001 gram. Rumus Rendemen minyak :
% Rendemen minyak = massa minyak
massa sampel x 100%
3.3.3.2 Massa Jenis (AOCS Cc 10A-25, 2005)
Minyak biji jengger ayam 1 mL diukur, ditimbang dengan neraca ketelitian 0,0001 gram. Massa jenis dinyatakan dalam g/mL.
3.3.3.3 Kadar Air (SNI 01-3555-1998)
Sampel biji jengger ayam sejumlah 5 gram ditimbang dan dimasukkan kedalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator selama 25 menit, kemudian timbang. Dilakukan pengulangan sampai diperoleh berat konstan sebanyak 3 kali.
3.3.3.4 Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)
Minyak biji jengger ayam 0,5 gram ditimbang, dimasukkan ke erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan etanol 95%
netral sebanyak 5 mL, indikator PP sejumlah 3 tetes, lalu titrasi
4
menggunakan standar KOH 0,05 N sampai warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik), dilakukan secara duplo.
Bilangan asam kemudian dihitung dengan rumus berikut : Bilangan asam =𝑉.𝑇.56,1
𝑚
Keterangan :
V : Volume KOH penitra yang dibutuhkan (mL) T : Normalitas KOH
m : Berat minyak (gram)
3.3.3.5 Bilangan peroksida (SNI 01-3555-1998)
Minyak biji jengger ayam 0,5 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Campuran 10 mL larutan yang terdiri dari 5 mL asam asetat glasial, 6,25 mL etanol 95% dan 13,75 mL kloroform ditambahkan. Ditambahkan kristal kalium iodida sejumlah 1 gram dan disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit. Sejumlah 50 mL akuades ditambahkan. Saat proses titrasi, Natrium tiosulfat 0,07 N digunakan sebagai larutan standar dengan penambahan larutan pati sebagai indikator.
Pengukuran yang sama dilakukan terhadap blanko. Nilai peroksida dalam contoh kemudian dihitung dengan rumus :
Bilangan peroksida(mgrek/kg) =(𝑉1 − 𝑉0). 𝑇
𝑚 × 1000
Keterangan :
V1 : Volume Na2S2O3 (mL)
V0 : Volume Na2S2O3untuk blanko (mL)
T : Normalitas larutan standar Na2S2O3 yang digunakan m : Berat contoh dalam gram
3.3.3.6 Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1998)
Minyak biji jengger ayam 0,3 gram ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Sebanyak 2,5 mL KOH 0,5 N (dalam etanol 95%) ditambahkan dengan menggunakan pipet. Fenolftalein ditambahkan sebanyak 1 tetes ke dalam larutan tersebut dan dititrasi dengan asam klorida
5
(HCI) 0,1 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Penetapan dilakukan secara duplo.
Perhitungan :
Bilangan penyabunan = (𝑉0 − 𝑉1). 𝑇. 56,1 𝑚
Keterangan :
V0 : Volume HCl 0,1 N yang diperlukan pada penitaran blanko (mL) V1 : Volume HCl 0,1 N yang diperlukan pada penitaran contoh (mL) T : Normalitas HCl 0,1 N
m : Berat contoh dalam gram
3.3.3.7 Pemurnian Minyak Biji Jengger Ayam (C.argentea Var. Cristata) a. Degumming (AOCS, 1989 dengan modifikasi)
Minyak biji jengger ayam 5 gram ditimbang, ditambahkan H3PO4 85% sejumlah 0,2% dari berat minyak. Campuran diaduk pada suhu 75°C menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 400 rpm selama 45 menit. Campuran tersebut didinginkan dan ditambahkan akuades hangat dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 2.600 rpm selama 10 menit untuk memisahkan gum.
Selanjutnya minyak dibilas dengan akuades hingga bebas dari asam dan minyak siap dinetralisasi.
b. Netralisasi (AOCS, 1989 dengan modifikasi)
Larutan NaOH (12,6 gram larutan NaOH 9,5%) ditambahkan dalam miyak biji jengger ayam, dipanaskan pada suhu 65°C selama 30 menit, kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer. Sampel didinginkan dan ditambahkan akuades hangat, kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan 2.600 rpm, selama 10 menit.
Dilakukan pencucian dengan menambahkan akudes berulang hingga pH cucian minyak menjadi netral.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Minyak Biji Jengger Ayam (C.argentea Var. Cristata) Hasil rendemen minyak biji jengger ayam disajikan pada Tabel 2.
6
Tabel 2. Hasil Rataan Rendemen (% ± SE) Minyak Biji Jengger Ayam (C.argentea Var. Cristata)
Rendemen Sebelum Pemurnian Setelah Pemurnian 𝑥̅ ± SE (% b/b) 6,79 ± 0,27% 1,88 ± 0,01%
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat rendemen minyak biji jengger ayam sebelum pemurnian yaitu 6,79 ± 0,27% (%b/b). Rendemen minyak biji jengger ayam (C.argentea Var. Cristata) dalam penelitian ini tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan hasil penelitian Babu & Adupa (2014) yang menyatakan rendemen minyak C.argentea Linn 7,48% maupun Diemeleou et al., (2014) rendemen minyak biji C.argentea 7,82%. Setelah pemurnian, rendemen minyak biji jengger ayam (C.argentea Var. Cristata) mengalami penurunan dari 6,79 ± 0,27% menjadi 1,88 ± 0,01%. Hal ini disebabkan penambahan H3PO4 pada saat proses degumming akan mengubah senyawa fosfolipida (gum) yang tidak larut dalam air (non hydratable) menjadi larut dalam air (hydratable) (Prasetyo & Afriyansah, 2017). Fosfatida hydratable akan mengendap dan tercuci saat penambahan akuades yang menyebabkan pengurangan rendemen pada minyak (Soetjipto dkk., 2018)b. Dalam penelitian ini terjadi penurunan jumlah rendemen yang sangat signifikan, minyak biji jengger ayam (C.argentea Var. Cristata) banyak mengandung fosfolipida, sehingga banyak fosfatida yang terbentuk dan akan larut tercuci dalam air, akibatnya rendemen minyak menurun drastis. Hasil penelitian (Estiasih dkk., 2013) menyatakan bahwa kadar fosfatida yang larut tercuci bersama air akan menyebabkan menurunnya rendemen pada minyak.
Reaksi degumming dapat dilihat pada Gambar 2. Proses degumming dilakukan sebelum proses netralisasi, karena sabun yang terbentuk dari reaksi antara asam lemak dengan NaOH pada saat netralisasi akan menyerap getah maupun lendir yang menghambat pemisahan sabun dari minyak. Gum ini harus dihilangkan terlebih dahulu karena akan menghambat pemisahan minyak dengan sabun. Selain itu gum juga dapat berperan sebagai emulsifier yang akan meng-emulsi minyak sehingga dapat menyebabkan berkurangnya rendemen minyak (Prasetyo & Afriyansah, 2017).
Gambar 2. Reaksi Degumming (Hendrix, 1990)
7
4.2 Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Jengger Ayam (C.argentea Var. Cristata)
Hasil perbandingan sifat fisiko-kimia minyak biji jengger ayam (C.argentea Var.
Cristata) sebelum dan setelah pemurnian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Perbandingan Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Jengger Ayam (C.argentea Var. Cristata) sebelum dan setelah Pemurnian
Parameter Sebelum Pemurnian Setelah Pemurnian Standar SNI 3741 : 2013 Minyak Goreng Aroma
Warna
Khas Khas Normal
Normal Kuning Kecoklatan Kuning
Kadar Air (%) 0,54 ± 0,16 0,410 ± 0,04 Maks 0,15
Massa Jenis (g/mL) 0,82 ± 0,00 0,830 ± 0,00 (-)
Bilangan Asam (mg KOH/g)
5,64 ± 0,17 0,530 ± 0,00 Maks 0,6
Bilangan Peroksida (mequiv O2/g)
0,32 ± 0,04 0,162 ± 0,04 Maks 1,00 Bilangan Penyabunan
(mg KOH/g)
257,48 ± 1,14 182,474 ± 0,89 (-)
Minyak biji jengger ayam yang dihasilkan memiliki aroma khas tanaman biji jengger ayam serta berwarna kuning kecoklatan sebelum pemurnian dan kuning setelah pemurnian.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pemurnian mempengaruhi sifat fisiko-kimia minyak biji jengger ayam. Standar SNI untuk aroma dan warna yaitu normal yang berarti apabila minyak memiliki bau khas minyak, maka hasil dinyatakan normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak biji jengger ayam memiliki aroma yang khas tanaman biji jengger ayam, sedangkan untuk warna, apabila berwarna kuning hingga kuning pucat maupun warna lain yang sesuai dengan jenis minyak, maka hasil dinyatakan normal. Sesuai dengan standar SNI, minyak biji jengger ayam setelah pemurnian memiliki warna kekuningan (Gambar 3).
(a) (b)
Gambar 3. Minyak Biji Jengger Ayam (C.argentea var. cristata) sebelum dan setelah
8
Pemurnian (Sumber: Koleksi Pribadi)
(a) Minyak sebelum Pemurnian (b) Minyak setelah Pemurnian
Perubahan warna dari kuning kecoklatan menjadi kuning disebabkan adanya penambahan NaOH saat netralisasi yang dapat mengurangi zat warna pada minyak. Warna kuning kecoklatan dari minyak disebabkan oleh adanya kandungan pigmen xantofil maupun hasil dekomposisi senyawa kimia yang terdapat dalam minyak. Penambahan NaOH akan bereaksi mengikat xantofil dan senyawa lain hasil dekomposisi, selain itu bisa juga disebabkan adanya reaksi Browning yang terjadi antara molekul karbohidrat dengan gugus aldehid atau amin dari protein karena aktivitas enzim, akan hilang saat pencucian dengan akuades (Ketaren, 1986). Reaksi perubahan warna pada minyak dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Reaksi perubahan warna pada minyak (Ketaren, 1986)
Kadar air merupakan salah satu parameter uji kualitas minyak. Kadar air minyak biji jengger ayam setelah pemurnian mengalami penurunan (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas minyak yang dihasilkan setelah pemurnian lebih baik dibandingkan sebelum pemurnian. Penurunan kadar air tersebut terjadi saat degumming, dengan menggunakan H3PO4
karena air yang terdapat dalam minyak akan masuk ke dalam larutan H3PO4, sehingga kandungan air yang terdapat dalam minyak akan turun. Selain itu juga penggunaan agensia pengering Na2SO4 anhydrat pada minyak hasil pemurnian ikut berperan dalam mengurangi kadar air minyak. Semakin tinggi kadar air dalam minyak, maka semakin rendah kualitas minyak (Handajani dkk., 2010).
Massa jenis minyak biji jengger ayam sebelum dan setelah pemurnian relatif sama atau mengalami sedikit kenaikan yaitu dari 0,82 ± 0,00 gr/mL menjadi 0,83 ± 0,00 gr/mL, hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa massa jenis minyak C.argentea adalah 0,92 ± 0,01 gr/mL (Diemeleou et al., 2014). Hal ini dikarenakan minyak yang telah dimurnikan akan kehilangan pengotor serta asam lemak bebas. Massa jenis minyak dipengaruhi oleh berat molekul rata-rata asam lemak penyusunnya, sehingga setiap jenis minyak mempunyai massa jenis yang berbeda-beda tergantung pada komponen penyusunnya (Handajani dkk., 2010).
9
Pada Tabel 3 setelah minyak dimurnikan, bilangan asam minyak biji jengger ayam mengalami penurunan dari 5,64 ± 0,17 mg KOH/g menjadi 0,53 ± 0,00 mg KOH/g. Standar Standar SNI minyak goreng yaitu 0,6 jika dibandingkan dengan minyak hasil pemurnian maka memenuhi standar. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pada saat penambahan NaOH (netralisasi), asam lemak bebas akan terikat pada NaOH sehingga akan terbuang pada saat pencucian dengan akuades akibatnya jumlah bilangan asam akan berkurang (Meilano dkk., 2017). Semakin besar nilai bilangan asam, maka semakin rendah kualitas minyak (Purwaningsih, 2015).
Bilangan peroksida merupakan bilangan yang menunjukkan derajat kerusakan pada lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Bilangan peroksida yang tinggi pada minyak dapat disebabkan oleh panas atau udara, karena asam lemak umumnya sangat reaktif dengan adanya oksigen sehingga terjadi reaksi antara minyak dengan oksigen. Apabila nilai dari bilangan peroksida mengalami peningkatan, maka minyak tidak lama akan berbau tengik (Murtiningrum dkk., 2015). Setelah minyak dimurnikan, bilangan peroksida minyak biji jengger ayam mengalami penurunan dari 0,32 ± 0,04 mequiv O2/g menjadi 0,16 ± 0,04 mequiv O2/g (Tabel 3). Standar SNI bilangan peroksida minyak goreng yaitu 1,00 jika dibandingkan, maka minyak hasil pemurnian memenuhi standar. NaOH yang ditambahkan akan bereaksi dengan asam lemak bebas maupun senyawa peroksida, sehingga bilangan peroksida akan mengalami penurunan (Taufik & Seftiono 2018).
Reaksi pembentukan peroksida dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Reaksi pembentukan peroksida pada minyak (Prarudiyanto dkk., 2015) Setelah minyak dimurnikan, bilangan penyabunan minyak biji jengger ayam mengalami penurunan dari 257,48 ± 1,14 mg KOH/g menjadi 182,47 ± 0,89 mg KOH/g (Tabel 3), hal ini sejalan dengan menurunnya bilangan asam. Penurunan ini menunjukkan bahwa kualitas
10
minyak baik. Besarnya nilai penyabunan tergantung dari massa molekul minyak, semakin besar massa molekul maka semakin rendah nilai penyabunannya (Wijayanti dkk., 2012)
BAB IV KESIMPULAN
1. Rendemen minyak biji jengger ayam (C.argentea Var. Cristata) sebelum dan setelah pemurnian berturut-turut yaitu 6,791 ± 0,278% dan 1,887 ± 0,016%
2. Proses pemurnian menyebabkan perubahan warna pada minyak biji jengger ayam (C.argentea Var. Cristata) yang awalnya berwarna kuning kecoklatan menjadi kuning, menurunkan kadar air dari 0,54 ± 0,16% menjadi 0,41 ± 0,04%; perubahan massa jenis dari 0,82 ± 0,00 g/mL menjadi 0,83 ± 0,00 g/mL; menurunkan bilangan asam dari 5,64
± 0,17 mg KOH/g menjadi 0,53 ± 0,00 mg KOH/g; menurunkan bilangan peroksida dari 0,32 ± 0,04 mequiv O2/g menjadi 0,16 ± 0,04 mequiv O2/g; dan menurunkan bilangan penyabunan dari 257,48 ± 1,14 mg KOH/g menjadi 182,47 ± 0,89 mg KOH/g.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini didanai oleh KemenRistek Dikti melalui Program Hibah PDUPT periode 2019-2020
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, M. N., M., I., & I., W. (2014). Karakterisasi Minyak Biji Labu Kuning (Curcubita pepo L.) Hasil Ekstraksi dengan Alat Soxhlet. Jurnal Farmasi Galenika, 1(1), 1–7.
Adhani, L., Aziz, I., Nurbayti, S., & Oktaviana, C. O. (2016). Pembuatan Biodiesel dengan Cara Adsorpsi dan Transesterifikasi dari Minyak Goreng Bekas. Jurnal Kimia Valensi, 2(15), 71–80.
American Oil Chemist Society. (1989). Official Methods and Recommended Pratices of the American Oil Chemists' Society.
American Oil Chemist Society. (1998a). Official Methods and Recommended Pratices of the American Oil Chemists' Society (p. Aa 4-38).
American Oil Chemist Society. (2005). Official Methods and Recommended Pratices of the American Oil Chemists' Society (p. Cc 10A-25).
11
Amiarsi, D., Yulianingsih, & Sabari, S. D. (2006). Pengaruh Jenis dan Perbandingan Pelarut terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Atsiri Mawar. J. Hort, 16(1), 356–359.
Arita, S., Anindya, S. A., & Hiranda, W. (2009). Pengaruh Penambahan Asam pada Proses Pemurnian Minyak Jarak Pagar Kasar. Jurnal Teknik Kimia, 16(2).
Ayu, D. F., Diharmi, A., & Akhyar, A. (2019). Karakteristik Minya Ikan dari Lemak Abdomen hasil samping Pengasapan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). JPHPI, 22, 187–197.
Babu, S. H., & Adupa, S. kumar. (2014). Phytochemical Screening and Hepatoprotective Activity of Celosia argentea Linn . Journal of Pharmacy Research, 8(8), 405–409.
https://doi.org/http://jprsolutions.
Daryono, E. D., Pursitta, A. T., & Isnaini, A. (2014). Ekstraksi Minyak Atsiri pada Tanaman Kemangi dengan Pelarut N-Heksana. Jurnal Teknik Kimia, 9(1), 1–7.
Diemeleou, C. A., Zoue, L. Y., & Niamke, S. L. (2014). Physicochemical and Nutritive Characterization of Linoleic Acid-rich Oil from Seeds of Celosia argentea. Chiang Mai J.
Sci, 41(5.1), 1157–1170. Retrieved from http://epg.science.cmu.ac.th/ejournal/
Estiasih, T., Ahmadi, K., Ginting, E., & Deny, K. (2013). Optimasi Rendemen Ekstraksi Lestisin dari Minyak Kedelai Varietas Anjasmoro dengan Water Degumming. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, 24, 97–104. https://doi.org/10.6066/jtip.2013.24.1.97
Gaibimei, P., Yousuf, O., Singh, A., & Devi, N. M. (2018). A Study on Phytochemical Screening of Celosia argentea var . cristata Inflorescence Extract. The Pharma Innovation Journal, 7(10), 284–287.
Gamel, T. H., Mesallam, A. S., & Damir, A. A. (2007). Characterization of Amaranth Seed
Oils. Journal of Food Lipids, 14(3), 323–334.
https://doi.org/https://doi.org/10.1111/j.1745-4522.2007.00089.x
García-Teresa, R., Jiménez-martínez, C., Cardador-martínez, A., Campo, S. T. M., Galicia- luna, L. A., Téllez-medina, D. I., & Dávila-ortiz, G. (2017). Squalene Extraction by Supercritical Fluids from Traditionally Puffed Amaranthus hypochondriacus Seeds.
Journal of Food Quality, 2017, 8. https://doi.org/lume 2017, https://doi.org/10.1155/2017/6879712 Research
Handajani, S., Manuhara, G. J., Baskara, R., & Anandito, K. (2010). Pengaruh suhu ekstraksi terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensoris minyak wijen. Jurnal Agritech, 30(2),
12 116–122.
Hendrix, B. (1990). Netralization I : Theory and Practice of Conventional Caustic (NaOH) Refining. World Converence Proceeding. America Oil Chemists. Illnois USA, Pp, 94–
100. https://doi.org/10.1016/B978-0-9818936-0-0.50012-3
Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.
Malik, A., Edward, F., & Waris, R. (2014). Skrining Fitokimia dan Penetapan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Metanolik Herba Broco (Celosia argentea L.). Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 1(1), 1–5.
Mastuti, R., Laras, E., & Arubil, A. (2015). Genetic Diversity of Celosia Variants in East Java Based on Polyphenol Oxidase-PPO Genes. Procedia Chemistry, 14, 361–366.
https://doi.org/10.1016/j.proche.2015.03.049
Meilano, A. R., Soetjipto, H., & Cahyanti, M. N. (2017). Pengaruh Proses Degumming dan Netralisasi terhadap Sifat Fisiko Kimia dan Profil Asam Lemak Penyusun Minyak Biji Gambas (Luffa acutangula Linn.). Chimica et Natura Acta, 5(2), 50–56.
https://doi.org/https://doi.org/10.24198/cna.v5.n2.14604 Abstrak:
Miguel, M. G. (2018). Betalains in Some Species of the Amaranthaceae Family : A Review, (Figure 1), 1–33. https://doi.org/10.3390/antiox7040053
Murtiningrum, S, K., Suprihatin, & Kaseno. (2015). Ekstraksi minyak dengan metode wet rendering dari buah pandan (Pandanus conoideus L). Jurnal Teknik Industri Pertanian, 15(1), 28–33.
Nurhasnawati, H., Sukarni, & Handayani, F. (2017). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.). Jurnal Ilmiah Manuntung, 3(1), 91–95.
Prarudiyanto, A., Basuki, E., Alamsyah, A., & Dody, H. (2015). Karakteristik Kimia dan Organoleptik Minyak Goreng Bekas Hasil Penyaringan dengan Penambahan Vitamin E.
Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian Dan Biosistem, 3(1), 102–111.
Prasetyo, J., & Afriyansah, M. R. (2017). Optimasi Kebutuhan H3PO4 pada Pembuatan PPO Nyamplung untuk Biofuel. Ilmiah Teknik Kimia UNPAM, 1(2).
Prasetyowati, Pratiwi, R., & Fera, T. O. (2010). Pengambilan Minyak Biji Alpukat ( persea
13
americana mill ) dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia, 17(2), 16–24.
Purwaningsih, I. (2015). Perbandingan kadar bilangan asam minyak goreng sawit curah yang ditambahkan ekstrak wortel dengan yang tidak. Jurnal Vokasi Kesehatan, 1, 59–63.
Siburian, A. M., Pardede, A. S. D., & Pandia, S. (2014). Pemanfaatan Adsorben dari Biji Asam Jawa untuk Menurunkan Bilangan Peroksida pada CPO (Crude Palm Oil). Jurnal Teknik Kimia USU, 3(4), 12–17.
SNI 01-3555-1998 dalam Standar Nasional Indonesia, Cara Uji Minyak dan Lemak
Soetjipto, H., Tindage, A., & Novian Cahyanti, M. (2018). Pengaruh Pemurnian Degumming dan Netralisasi terhadap Profil Minyak Biji Labu Kuning (Cucurbita moschata D.). Jurnal
Konversi UMJ, 7(1), 49–56. Retrieved from
https://doi.org/https://doi.org/10.24853/konversi.7.1.8
Soetjipto, Hartati, Anggreini, T., & Cahyanti, N. (2018). Profil Asam Lemak dan Karakterisasi Minyak Biji Labu Kuning (Cucurbita moschata D.). Jurnal Kimia Dan Kemasan, 40(2), 79–86. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24817/jkk.v40i2.3797
Sudaryanto, Herwanto, T., & Selly, H. P. (2016). Aktivitas Antioksidan pada Minyak Biji Kelor (Moringa Oleifera L.) dengan Metode Sokletasi menggunakan Pelarut N-Heksan, Metanol, dan Etanol. Jurnal Teknotan, 10(2).
Syahwiranto, G., & Theresih, K. (2016). Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Biji Mahoni (swietenia mahagoni JACQ.) Metode Ekstraksi Soklet Pelarut Etanol. Jurnal Kimia Dasa, 7(4), 184–190.
Taufik, M., & Seftiono, H. (2018). Karakteristik Fisik dan Kimia Minyak Goreng Sawit HasilL Proses Penggorengan dengan Metode DEEP-FAT. Jurnal Teknologi, 10(2).
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.24853/jurtek.10.2.123-130
Westerman, D., Santos, R. C. D., Bosley, J. A., Rogers, J. S., & Al-duri, B. (2006). Extraction of Amaranth seed oil by supercritical carbon dioxide. Journal of Supercritical, 37(1), 38–
52. https://doi.org/10.1016/j.supflu.2005.06.012
Wijayanti, H., Nora, H., & Rajihah, A. (2012). Pemanfaatan Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu Ulin untuk Meningkatkan Kualitas Minyak Goreng Bekas. Jurnal Konversi, 1(1), 26–32. https://doi.org/10.20527/k.v1i1.106
14