• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT JL. GUDANG UTARA NO. 25-26, BANDUNG

PERIODE 1 - 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

OLEH :

TITIK NURDAYANI, S.Farm.

1206313791

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK

JUNI 2013

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT JL. GUDANG UTARA NO. 25-26, BANDUNG

PERIODE 1 - 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

OLEH :

TITIK NURDAYANI, S.Farm.

1206313791

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK

JUNI 2013

(3)

ALAMAN PENGESAHAN

(4)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad).

Tugas Khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mencapai gelar profesi Apoteker. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas Apoteker di Industri Farmasi. Adapun pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lafi Ditkesad ini berlangsung mulai dari tanggal 1 – 30 April 2013.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada :

1. Kolonel Ckm Drs. Hidayatul Rachman, Apt., M.Si, selaku Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

2. Letnan Kolonel Ckm Tantri Murdoyo, S.Si., Apt., selaku Perwira Ahli Manajemen Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat, selaku Koordinator Praktek Kerja Mahasiswa di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

3. Letnan Kolonel Ckm (K) Dra. Nur Laila, Apt., M.Si., selaku Kepala Bagian Administrasi dan Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

4. Prof. Dr. Yahdiana Harahap Apt.,M.S. Selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.

5. Dr. Harmita, Apt. Selaku Kepala Program Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.

(5)

Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.

7. Seluruh Staf dan karyawan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat serta semua pihak yang telah membantu selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lafi Ditkesad.

8. Seluruh Staf dan karyawan Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.

9. Rekan-rekan PKPA selama di Lafi Ditkesad dari UMP, UMS, UNAND, UNPAD, UNJANI, USB, UAD, STFB, dan Poltekkes TNI AU atas cerita indahnya selama kurang lebih satu bulan.

10. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materiil sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.

Namun demikian harapan penulis semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengabdian penulis di masa mendatang dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para pembaca.

Bandung, April 2013

Penulis

(6)

KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Titik Nurdayani, S.Farm.

NPM : 1206313791

Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas : Farmasi

Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Laporan Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung Periode 1 – 30 April 2013”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : Juni 2013

Yang menyatakan

(Titik Nurdayani)

(7)

Halaman

COVER ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR TABEL ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 3

II. TINJAUAN UMUM ... 4

2.1. Industri Farmasi... .. 4

2.1.1. Pengertian Industri Farmasi ... 4

2.1.2. Persyaratan Usaha Industri Farmasi ... 4

2.1.3. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ... 5

2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ... 5

2.2.1. Manajemen Mutu ... 6

2.2.2. Personalia ... 7

2.2.3. Bangunan dan Fasilitas ... 8

2.2.4. Peralatan ... 8

2.2.5. Sanitasi dan Higiene ... 9

2.2.6. Produksi ... 9

2.2.7. Pengawasan Mutu ... 10

2.2.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 11

2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 12

2.2.10. Dokumentasi ... 13

2.2.11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... ... 13

2.2.12. Kualifikasi dan Validasi ... . 13

(8)

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT ... 15

3.1. Perkembangan Lafi Ditkesad ... 15

3.2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Lafi Ditkesad... ... 16

3.2.1. Tugas (melaksanakan Fungsi Utama) ... 17

3.2.2. Tugas (melaksanakan Fungsi Organik Militer) ... ... 17

3.2.3. Tugas (melaksanakan Fungsi Organik Pembinaan) ... 17

3.3. Struktur Organisasi dan Ketenagaan ... 17

3.3.1. Struktur Organisasi ... 17

3.3.2. Kualifikasi Tenaga Kerja di Lafi Ditkesad ... 18

3.3.3. Tugas dan Tanggung Jawab Personil ... 19

3.4. Sertifikasi CPOB ... 23

3.4.1. Sediaan Betalaktam ... 23

3.4.2. Sediaan Non Betalaktam ... 23

3.5. Kegiatan Lafi Ditkesad ... 23

3.5.1. Perencanaan dan Pengadaan Barang ... 24

3.5.2. Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)... 25

3.5.3. Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang) ... 27

3.5.4. Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod) ... 27

3.5.5. Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan) ... 36

3.5.6. Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Instalhar dan Sisjang) ... 38

3.5.7. Dokumentasi ... 44

IV. PEMBAHASAN ... 45

4.1. Manajemen Mutu... 46

4.2. Personalia ... 46

4.3. Bangunan dan Fasilitas ... 47

4.4. Peralatan ... 50

4.5. Sanitasi dan Higiene ... 51

4.6. Produksi ... 51

4.7. Pengawasan Mutu ... 52

(9)

4.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali

Produk dan Produk Kembalian... ... … 54

4.10. Dokumentasi ... 55

4.11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... .... 55

4.12. Kualifikasi dan Validasi ... .... 56

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1. Kesimpulan ... 59

5.2. Saran ... 59

DAFTAR ACUAN ... 60

(10)

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi Ditkesad ... 61

Lampiran 2. Struktur Organisasi Lafi Ditkesad ... 62

Lampiran 3. Sistem Pengawasan Mutu Lafi Ditkesad ... 63

Lampiran 4. Blanko Catatan Pengujian Bahan Baku ... 64

Lampiran 5. Blanko Hasil Pengujian Laboratorium ... 65

Lampiran 6. Blanko Catatan Pengujian Tablet/Kapsul ... 66

Lampiran 7. Blanko Catatan Pengujian Larutan/Sirup/Injeksi/Salep/Krim... 67

Lampiran 8. Label Karantina, Diluluskan, dan Ditolak ... 68

Lampiran 9. Alur Proses Produksi Sediaan Tablet ... 69

Lampiran 10. Alur Proses Produksi Sediaan Kapsul ... 70

Lampiran 11. Alur Proses Produksi Sediaan Sirup ... 71

Lampiran 12. Alur Proses Produksi Sirup Kering ... 72

Lampiran 13. Alur Sistem Pengolahan Air ... 73

Lampiran 14. Denah Instalasi Pengolahan Air Limbah ... 74

Lampiran 15. Instalasi AHU Lafi Ditkesad ... 75

Lampiran 16. Alur Proses Penerimaan dan Pengeluaran Barang di Instalasi Penyimpanan ... 76

Lampiran 17. Sertifikat CPOB ... 77

Lampiran 18. Produk Lafi Ditkesad ... 78

Lampiran 19. Daftar Produk Obat Lafi Ditkesad ... 79

\

(11)

Halaman Tabel 1. Kualifikasi Personel Lafi Ditkesad ... 18

(12)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) merupakan salah satu bagian dari elemen militer bangsa. Aspek kesehatan di lingkungan militer dapat mempengaruhi kinerja pertahanan serta perlawanan terhadap berbagai bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri. Dalam menjalankan tugasnya sebagai benteng pertahanan negara maka aspek kesehatan dari para anggota militer TNI AD juga harus senantiasa diperhatikan.

Dalam rangka menjamin tersedianya sarana kesehatan yang baik bagi prajurit TNI AD, Pemerintah kemudian membentuk suatu lembaga yang disebut sebagai Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Ditkesad) yang mana salah satu bagiannya adalah Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad). Adapun fungsi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) adalah memproduksi obat-obatan yang bermutu, aman dan berkhasiat yang dibutuhkan oleh seluruh prajurit, PNS TNI AD, dan keluarganya di seluruh indonesia.

Industri farmasi di Indonesia harus mampu menciptakan produk yang bermutu, aman dan berkhasiat agar dapat bersaing serta dapat diterima oleh masyarakat luas. Langkah utama untuk menjamin mutu dari produk obat yang dihasilkan adalah dengan menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).

Mutu dari produk obat yang dihasilkan tidak dapat hanya mengandalkan hasil pengujian akhir saja tetapi yang terpenting adalah bahwa mutu harus dibangun ke dalam produk (built in quality). Lafi Ditkesad sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia, merupakan industri yang secara berkesinambungan memerlukan inovasi, organisasi dan sistem distribusi yang baik, serta pengaturan produk yang ketat.

Sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), setiap industri farmasi harus berusaha menjamin mutu obat yang

(13)

dihasilkan dalam seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi sehingga memenuhi syarat mutu yang ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan antara lain pengadaan bahan baku, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan serta personalia yang terlibat dalam proses pembuatan obat tersebut.

Pelaksanaan pedoman CPOB di industri farmasi membutuhkan peranan Apoteker, sehingga seorang Apoteker dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Tuntutan tersebut dapat diperoleh salah satunya melalui praktek kerja di industri farmasi yang telah melaksanakan produksi sesuai dengan pedoman CPOB.

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi merupakan salah satu sarana bagi mahasiswa calon Apoteker untuk mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di industri farmasi. Mahasiswa calon Apoteker tentunya telah dibekali pengetahuan tentang teori yang ada di industri farmasi, namun itu saja tidak cukup. Mahasiswa calon Apoteker harus mengetahui juga bagaimana praktek yang ada di lapangan sebenarnya, sehingga ketika menjadi Apoteker bisa menerapkan ilmu dan pengalaman yang dimiliki di dalam industri farmasi. Pembekalan berupa praktek kerja di industri farmasi secara langsung sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawab Apoteker di industri farmasi, yang mana hal ini berkaitan dengan penerapan CPOB. Untuk mendukung kondisi di atas, Universitas Indonesia mengadakan kerjasama dengan Lafi Ditkesad dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). PKPA ini berlangsung pada tanggal 1 - 30 April 2013. Diharapkan melalui kegiatan ini dapat dipelajari kondisi-kondisi khusus yang tidak ditemui dalam teori atau ilmu yang telah didapatkan di perguruan tinggi.

(14)

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi bertujuan agar :

1. Mahasiswa profesi Apoteker dapat melihat secara langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi.

2. Mahasiswa profesi Apoteker dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan yang lebih luas tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad).

3. Mahasiswa profesi Apoteker dapat memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas serta pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas Apoteker di industri farmasi.

(15)

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.

245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri bahan baku adalah industri yang memproduksi bahan baku dimana bahan baku tersebut adalah semua bahan baik bahan berkhasiat ataupun bahan tambahan yang digunakan dalam proses pengolahan obat.

2.1.2 Persyaratan Usaha Industri Farmasi

Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1799/Menkes/Per/XII/2010, Usaha Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Badan usaha berupa perseroan terbatas

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

d. Memiliki secara tepat paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanghung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu: dan

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasiaan.

Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Izin Usaha Industri Farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat dan

(16)

Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. I tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya.

Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup, yaitu memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB.

2.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal:

a. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan usaha tanpa memiliki izin.

b. Tidak menyampaikan laporan mengenai perkembangan industri selama tiga kali berturut-turut atau menyampaikan informasi yang tidak benar.

c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu.

d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.

e. Tidak memiliki ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan "Good Manufacturing Practices" dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

(17)

Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat essensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.

Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut (built in quality). Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.

CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai.

Saat ini industri obat diwajibkan untuk melaksanakan produksi sesuai aturan CPOB edisi 2006. Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi: manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.

Berikut ini dijelaskan mengenai masing-masing aspek yang diatur dalam CPOB edisi 2006.

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang

(18)

didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya

b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu. CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar, oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.

Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.

Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB, tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.

Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain.

(19)

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat. Bangunan serta fasilitas hendaklah dibersihkan dan perlu didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan.

Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat pasokan.

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.

Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksi sesuai dengan tujuannya.

Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

(20)

Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Pembersihan peralatan dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan, peralatan.

Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi personalia sampai dengan pengemasan.

(21)

Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi.

Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.

Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai bagian pengawasan mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan.

Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan

(22)

sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan Inspeksi Diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek poduksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program Inspeksi Diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Inspeksi Diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya juga bila menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi Diri hendaklah dilakukan secara rutin dan disamping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan Catatan Inspeksi Diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Pada aspek–aspek Inspeksi Diri hendaklah dibuat daftar periksa Inspeksi Diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar periksa Inspeksi Diri ini hendaklah mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang meliputi personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.

Inspeksi Diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai kebutuhan pabrik, namun Inspeksi Diri yang dilaksanakan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi Inspeksi Diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap Inspeksi Diri.

Penyelenggaraan Audit Mutu berguna sebagai pelengkap Inspeksi Diri.

Audit Mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem

(23)

manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit Mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit Mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek samping yang merugikan atau masalah efek terapetik. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan produk dari peredaran dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut.

Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan.

Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk harus disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang.

(24)

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari Pemastian Mutu.

Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil penerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, Prosedur, Metode dan instruksi, Laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen sangat penting.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Kontrak tertulis harus dibuat meliputi pembuatan dan atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan. Kontrak hendaklah mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Pelulusan akhir dalam analisis berdasarkan kontrak harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) pemberi kontrak.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang

(25)

dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi;

ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.

Protokol Validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.

Laporan harus dibuat mengacu pada Protokol Kualifikasi dan/atau Protokol Validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.

Kualifikasi terdiri dari:

a) Kualifikasi Desain b) Kualifikasi Instalasi c) Kualifikasi Operasional d) Kualifikasi Kinerja

e) Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah Operasional

Validasi terdiri dari:

a) Validasi Proses b) Validasi Pembersihan c) Validasi Ulang

d) Validasi Metode Analisis

(26)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

3.1 Perkembangan Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada saat itu pemerintah Belanda mendirikan sebuah lembaga yang dinamakan Militaire Scheikundig Laboratorium (MSL). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obat kebutuhan tentara Belanda. Setelah zaman kemerdekaan, lembaga ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan mengalami beberapa kali penggantian nama dan perubahan fungsi hingga pada tahun 1985 dilakukan reorganisasi dari Lafi Ditkesad dan Dopusbekkes yang difungsikan menjadi Lafi Ditkesad hingga tahun 2005. Mulai 1 April 2005 sampai sekarang dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II (Gupus II) Ditkesad.

Berdasarkan Keputusan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat No.Kep/11/2004 Tanggal 30 Januari 2004 tentang Organisasi dan Tugas Lembaga Farmasi Angkatan Darat, Lafi Ditkesad telah mengalami perkembangan dan perubahan mengenai struktur organisasi yang bertujuan untuk lebih mengotimalkan kinerja personil dalam rangka menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Struktur organisasi ini telah diterapkan sejak bulan April 2006.

Departemen Kesehatan pada tahun 1992 melakukan audit dan menyatakan bahwa Lafi Ditkesad belum memenuhi persyaratan CPOB. Pada tahun 1997 Departemen Pertahanan memberikan bantuan dana untuk mendirikan bangunan atau pabrik baru yang dilaksanakan dalam tiga tahap pembangunan yaitu tahap I pembangunan Betalaktam, Wastu dan Utility, tahap II pembangunan Non Betalaktam dan gedung pengelola, tahap III pembangunan Sefalosporin. Pada tahun 2000 dikeluarkan 4 sertifikat CPOB Betalaktam (tablet biasa antibiotika penisilin dan turunannya, tablet salut antibiotika penisilin dan turunannya, kapsul keras antibiotika penisilin dan turunannya dan suspensi kering oral antibiotika

(27)

penisilin dan turunannya). Tanggal 18 Juni 2001 diberikan sertifikat CPOB Betalaktam (serbuk steril injeksi antibiotika penisilin dan turunannya). Tanggal 20 Mei 2006 dikeluarkan 5 sertifikat CPOB Non Betalaktam (tablet biasa non antibiotika, tablet salut non antibiotika, kapsul keras non antibiotika, serbuk oral non antibiotika dan cairan obat luar non antibiotika).

Kegiatan produksi Lafi Ditkesad pada mulanya bertempat di Jl. Gudang Utara No. 25 Bandung. Namun seiring dengan tuntutan penerapan CPOB di setiap industri farmasi yang dikeluarkan oleh Dirjen POM Depkes RI, maka dilakukan pembangunan gedung baru di Jl. Gudang Utara No 26 Bandung yang disesuaikan dengan persyaratan CPOB dan perkembangan industri farmasi. Surat keputusan Dirjen POM Depkes RI No 02/01/2/4/96/665 tanggal 28 Februari 1996 menyatakan persetujuan terhadap Rencana Induk Pembangunan (RIP) dalam rangka sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad, sehingga pembangunan gedung baru dapat dilaksanakan.

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menyediakan obat-obatan bagi TNI-Angkatan Darat, Lafi Ditkesad memiliki visi menjadi satu-atunya lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu bagi TNI.

Seperti halnya dengan lembaga pemerintahan lain, Lafi Ditkesad juga mempunyai misi, yaitu :

1. Mampu memenuhi kebutuhan obat Dukkes dan Yankes TNI AD 2. Pusat Litbang dan Informasi obat TNI AD

3. Mampu menjadi mitra industri farmasi lain dalam memenuhi kebutuhan nasional.

3.2 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Lafi Ditkesad

Lafi Ditkesad adalah badan pelaksana yang berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad). Lafi Ditkesad mempunyai tugas pokok membantu Dirkesad menyelenggarakan pembinaan dan menyelenggarakan produksi, penelitian serta pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas pokok Ditkesad.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Lafi Ditkesad menyelenggarakan tugas-tugas sebagai berikut :

(28)

3.2.1 Tugas (melaksanakan Fungsi Utama)

a. Fungsi penelitian dan pengembangan, meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan dibidang penelitian dan pengembangan produk, sistem metode, dan personil dalam rangka penyelenggaraan produksi obat.

b. Fungsi produksi, meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan dibidang produksi obat.

c. Fungsi pengawasan mutu, meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan pemeriksaan fisik, kimia, mikrobiologi, terhadap bahan baku, bahan pendukung produksi, pengawasan selama proses produk antara produk ruah dan produk jadi.

d. Fungsi pemeliharaan, meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan dibidang pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, pengawasan mutu, dan sistem penunjang.

e. Fungsi penyimpanan, meliputi segala usaha, pekerjaaan, dan kegiatan di bidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan pendukung produksi, peralatan dan obat jadi.

3.2.2 Tugas (melaksanakan Fungsi Organik Militer)

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan dibidang intelijen, operasi, personil, logistik, teritorial, perencanaan dan pengawasan serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.

3.2.3 Tugas (melaksanakan Fungsi Organik Pembinaan)

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang latihan, kesatuan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.

3.3 Struktur Organisasi dan Ketenagaan 3.3.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi Lafi Ditkesad berdasarkan Peraturan Kasad No.

Perkasad/219/XII/2007, tanggal 10 Desember 2007 dapat dilihat pada Lampiran1.

(29)

Organisasi Lafi Ditkesad disusun sebagai berikut:

a. Eselon Pimpinan, terdiri dari:

1) Kepala Lafi Ditkesad (Kalafi Ditkesad).

2) Wakil Kepala Lafi Ditkesad (Wakalafi Ditkesad).

b. Eselon Pembantu Pimpinan, terdiri dari:

1) Perwira Ahli Lembaga Farmasi (Paahli Lafi Ditkesad).

2) Bagian Administrasi dan Logistik (Bagminlog).

c. Eselon Pelayanan

Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam (Situud).

d. Eselon Pelaksana, terdiri dari:

1) Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang).

2) Instalasi Produksi (Instalprod).

3) Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu).

4) Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Instalhar dan Sisjang).

5) Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan).

3.3.2 Kualifikasi Tenaga Kerja di Lafi Ditkesad

Berdasarkan statusnya, personil Lafi Ditkesad terdiri atas personil militer dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan keahliannya personil tersebut terdiri dari Magister Farmasi, Apoteker, Sarjana Kimia, Sarjana Muda Kimia, Sarjana Muda Analis Farmasi, Asisten Apoteker, Analis, Perawat Umum, SMU dan tenaga lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kualifikasi Pendidikan Militer dan PNS LAFI DITKESAD per Bulan Januari 2013

No Kualifikasi Pendidikan Militer PNS Jumlah

1 S2 Farmasi 4 1 5

2 S2 Managemen 1 0 1

3 Apoteker 6 3 9

4 S1 Kimia

3 2 5

5 S1 Farmasi 6 Sarjana Lain-lain

(30)

7 SM. Kimia 1 1 2

8 D.3 Analis Medis/Kesehatan/Komp 2 2 4

9 Asisten Apoteker 4 5 9

10 Analis 1 2 3

11 Perawat Umum/Bidan 2 0 2

12 STM alkes/ SMF 0 0 0

13 SLTA (SMA, SMEA, STM, MAN) 26 70 97

14 SLTP (SMP, ST, SMEP) 1 16 17

15 SD 0 3 3

Jumlah 51 105 156

3.3.3 Tugas dan Tanggung Jawab Personil

Tanggung jawab personil di lingkungan Lafi Ditkesad telah ditentukan sesuai surat Peraturan Kasad No. Perkasad/219/XII/2007 tanggal 10 Desember 2007 adalah sebagai berikut:

a. Eselon Pimpinan

i. Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Kalafi Ditkesad)

Kalafi Ditkesad dijabat oleh Perwira Menengah (Pamen) TNI AD, berpangkat Kolonel Ckm yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Kesehatan TNI Angkatan Darat.

ii. Wakil Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Wakalafi Ditkesad)

Wakalafi Ditkesad dijabat oleh seorang Pamen TNI AD, berpangkat Letnan Kolonel Ckm, merupakan wakil dan pembantu utama Kalafi, yang bertanggung jawab kepada Kalafi Ditkesad.

b. Eselon Pembantu Pimpinan i. Perwira Ahli (Paahli)

Paahli Lafi dijabat oleh 3 (tiga) orang Pamen TNI AD berpangkat Letnan Kolonel Ckm, terdiri dari Perwira Ahli Madya Manajemen Industri (Paahli Madya Jemen In), Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi (Paahli Madya

(31)

Tekfi), dan Perwira Ahli Madya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Paahli Madya AMDAL). Paahli merupakan pembantu Kalafi yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan di bidang keahlian Manajemen Mutu, Teknologi Farmasi dan Analisa. Paahli Lafi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.

ii. Bagian Administrasi Logistik (Bagminlog)

Kabagminlog dijabat oleh Pamen TNI AD berpangkat Letnan Kolonel Ckm, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh 2 (dua) Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen TNI AD berpangkat Mayor Ckm, yang terdiri dari:

1. Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran disingkat Kasirenprogar.

2. Kepala Seksi Pengendalian Materiil, disingkat Kasidalmat.

Kabagminlog dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehari-hari bertanggung jawab kepada Kalafi dan dalam melaksanakan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.

c. Eselon Pelayanan yakni Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam (Situud) Kasituud dijabat oleh Pamen TNI AD berpangkat Mayor Ckm, yang dibantu oleh tiga Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Perwira Pertama (Pama) TNI AD berpangkat Kapten Ckm dan satu PNS Gol III serta satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama TNI AD berpangkat Letnan Ckm, yang terdiri dari:

i. Kepala Urusan Administrasi Personil dan Logistik (Kaurminperslog) ii. Kepala Urusan Tata Usaha (Kaurtu)

iii. Kepala Urusan Dalam (Kaurdal)

iv. Perwira Urusan Pengamanan (Paurpam)

(32)

Situud dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.

d. Eselon pelaksana

Eselon pelaksana dijabat oleh lima Kepala Instalasi (Kainstal), yaitu : i. Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Kainstallitbang)

Kainstallitbang dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm, dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kalafi.

Kainstallitbang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi (Kasi) yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, yang terdiri dari Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Produksi (Kasilitbangprod) dan Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metoda dan Personel (Kasilitbangsistodapers). Kainstallitbang dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.

ii. Kepala Instalasi Produksi (Kainstalprod)

Kainstalprod dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm yang dibantu oleh empat kepala seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, dan satu PNS Golongan, terdiri dari Kepala Seksi Sediaan Non Betalaktam (Kasidia Non Betalaktam), Kepala Seksi Sediaan Sefalosporin (Kasidia Sefalosporin), Kepala Seksi Sediaan Betalaktam (Kasidia Betalaktam) dan Kepala Seksi Kemas (Kasi Kemas). Kainstalprod dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tuga ssehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.

iii. Kepala Instalasi Pengawasan Mutu (Kainstalwastu)

Kainstalwistu dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kainstalwastu dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua

(33)

Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari Kepala Seksi Pengujian Kimia, Fisika, dan Mikrobiologi (Kasiuji Kifis dan Mikro) dan Kepala Seksi Inspeksi (Kasiinspek). Kainstalwastu dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.

iv. Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar dan Sisjang)

Kainstalhar dan Sisjang dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm. Kainstalhar dan Sisjang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kainstalhar dan sisjang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Kapten Ckm, terdiri dari Kepala Urusan Pemeliharaan (Kaurhar) dan Kepala Urusan Sistem Penunjang (Kaursisjang). Kainstalhar dan Sisjang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari- hari dikoordinasikan oleh Wakalafi dan bertugas antara lain: menyiapkan Sisjang untuk mendukung kegiatan produksi dan membuat laporan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan kepada Kalafi.

v. Kepala Instalasi Penyimpanan (Kainstalsimpan)

Kainstalsimpan dijabat oleh pamen angkatan darat berpangkat Mayor Ckm, dalam melaksanakan tugas dan kewajiban bertanggung jawab kepada Kalafi. Kainstalsimpan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Kapten Ckm dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Letnan Ckm, terdiri dari Kepala Urusan Penyimpanan Materiil Produksi (Kaursimpanmatprod) dan Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi (Paursimpan Obat Jadi). Kainstalsimpan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.

(34)

vi. Kepala Instalasi Pemastian Mutu (Kapastitu)

Dalam hal memenuhi persaratan CPOB dan peraturan perundang- undangan, Kalafi membentuk Pemastian Mutu yang melaksanakan tugas-tugas bagian pemastian mutu di Lafi Ditkesad, sambil menunggu struktur organisasi resmi tentang pemastian mutu yang sudah diajukan ke suprasistem, dalam hal ini Kepala Staf Angkatan Darat.

3.4 Sertifikasi CPOB

Lafi Ditkesad telah mendapatkan sertifikat CPOB meliputi lima buah sertifikat sediaan Beta Laktam dan empat buah sertifikat sediaan Non Beta Laktam.

3.4.1 Sediaan Beta Laktam

a Tablet antibiotika Penisilin dan turunanannya.

b Tablet salut antibiotika Penisilin dan turunannya.

c Kapsul keras antibiotika Penisilin dan turunannya.

d Suspensi kering oral antibiotika Penisilin dan turunannya.

e Serbuk steril injeksi antibiotika Penisilin dan turunannya.

3.4 2 Sediaan Non Beta Laktam

a Tablet Biasa dan SalutNon Antibiotika.

b Kapsul Keras Non Antibiotika.

c Serbuk Oral Non Antibiotika.

d Cairan Obat Luar Non Antibiotika.

3.5 Kegiatan Lafi Ditkesad

Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, proses produksi, pemeliharaan dan sistem penunjang, penyimpanan barang, dan kegiatan administrasi (dokumentasi).

(35)

3.5.1 Perencanaan Pengadaan Barang

Perencanaan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad dilakukan oleh Ketua bagian administrasi logistik (Kabagminlog) dan stafnya yang dibuat berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Subditbinyankes), disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD).

Rencana pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan dievaluasi oleh Subditbinyankes dan Subditbinmatkes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan.

Bagminlog membuat rencana kebutuhan produksi obat Lafi Ditkesad yang terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu dan bahan pengemas dan kebutuhan reagensia untuk kebutuhan Instalwastu. Perencanaan tersebut disusun berdasarkan formula standar dan spesifikasi obat yang telah ditentukan oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana dan anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang digunakan di tiap instalasi yang ada di Lafi Ditkesad. Anggaran tersebut kemudian dilaporkan kepada Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad) beserta spesifikasi bahan yang dibutuhkan.

Pengadaan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pelelangan yang dilaksanakan oleh panitia pengadaan di Ditkesad. Pemasok yang terpilih adalah pemasok yang menawarkan harga terendah. Pengadaan barang yang dilakukan oleh Ditkesad kemudian dikirim ke Gudang Pusat II disertai dengan surat Perintah Penerimaan Material (PPnM), selanjutnya tim komisi penerimaan barang yang dibentuk oleh Dirkesad memeriksa keadaan barang secara administrasi dan fisiknya sedangkan untuk pemeriksaan mutu dilaksanakan oleh Instalwastu.

Barang yang telah lulus uji mutu akan dibuatkan Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) Penerimaan Material, lalu barang disimpan di Gudang Pusat II, untuk barang yang tidak memenuhi spesifikasi akan ditolak dan dikembalikan kepada pemasok. Bagminlog selanjutnya akan menyusun konsep surat Perintah Pengeluaran Materil (PPM), yang ditandatangani oleh Dirkesad,

(36)

untuk memindahkan barang tersebut dari Gudang Pusat II ke Instalsimpan Lafi Ditkesad. Apabila barang tersebut akan digunakan oleh Instalprod atau instalasi lainnya, maka Kalafi (dalam hal ini dilaksanakan oleh Bagminlog) akan menyusun Nota Pengeluaran Materil (NPM), jumlah barang yang dikeluarkan adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Instalasi tersebut. Selain menyusun konsep PPM dan NPM, Bagminlog juga menyusun konsep perintah penerimaan materil (PPnM) apabila produk jadi, yang sebelumnya disimpan di Instalsimpan, akan dipindahkan ke Gudang Pusat II.

Selain dari tugas pokok yang telah disampaikan sebelumnya, Bagminlog juga bertugas untuk menyusun laporan hasil produksi, menyusun program kerja, menyusun laporan evaluasi tahunan, menyusun laporan jika ada inspeksi, serta memberikan saran kepada Kalafi sesuai dengan bidang tugasnya.

Penyimpanan barang dilaksanakan oleh Instalasi Penyimpanan Lafi Ditkesad. Barang-barang yang diterima di Instalsimpan, disimpan berdasarkan jenis dan sifat barang, sedangkan pengeluarannya sesuai jadwal produksi, dengan menerapkan pula sistem First In First Out (FIFO), First Expired First Out (FEFO) dan First Unstable First Out (FUFO).

3.5.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)

Pengawasan Mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat.

Instalwastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut kualitas bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara, produk ruah, dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan kualitas setelah didistribusikan (dengan standar waktu kadaluarsa). Instalwastu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja seperti pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas penunjang lainnya seperti pemeriksaan kualitas udara, pengendalian mutu air dan pemeriksaan limbah. Pelaksanaan kegiatan di Instalwastu ditunjang oleh fasilitas instrumen seperti spektrofotometer UV-Vis dengan sistem terkomputerisasi, Laminar Air Flow,Read Biotic (pembaca hambatan bakteri), Climatic Chamber, Dissolution Tester serta berbagai fasilitas penunjang lainnya.

(37)

Kegiatan Instalwastu tersebut dilaksanakan sejak bahan baku diterima Lafi Ditkesad sampai obat jadi didistribusikan. Beberapa kegiatan Instalwastu diantaranya:

a. Menyiapkan metoda pemeriksaan, pengujian dan validasi metoda analisa yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.

b. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan didokumentasikan.

c. Menyiapkan dan menyimpan baku pembanding kerja untuk pengujian.

d. Menyimpan contoh pertinggal produk jadi dan Catatan Pengujian atau pemeriksaan.

e. Meluluskan (label hijau) atau menolak (label merah) bahan yang akan digunakan dalam produksi meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan bahan pengemas (embalage). Hasilnya dicatat pada Catatan Pengujian.

f. Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap produksi sampai hasil produk akhirnya.

g. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh.

Dicatat pada Catatan Pengujian sediaan jadi.

h. Melaksanakan uji stabilitas untuk menetapkan kondisi penyimpanan dan masa edar suatu produk.

i. Membantu pelaksanaan validasi proses produksi.

j. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama untuk sediaan antibiotika.

k. Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian (dapat dilihat pada lampiran 4, 5 dan 6).

(38)

3.5.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang) Dalam menjalankan tugasnya Installitbang melakukan penelitian terhadap produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh kualitas yang lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pengajuan rencana penelitian dan pengembangan produk Lafi Ditkesad yang meliputi:

a. Membuat spesifikasi teknis bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage).

b. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagai produk Lafi Ditkesad.

c. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi perubahan alat, bahan baku dan komponen produksi lainnya.

d. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat kembalian.

e. Penelitian dan Pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka, pengadaan bahan, penelitian skala lab dan penelitian skala produksi kemudian dilanjutkan dengan validasi proses produksi dan pengawasan mutu dengan kerja sama antara Instalasi Produksi dan Instalasi Pengawasan Mutu.

f. Melakukan pengkajian, penelitian dan pengembangan peralatan produksi, alat bantu, prosedur pengawasan mutu bahan baku, bahan penolong dan lain-lain.

3.5.4 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod)

Produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalprod yang meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengendalian. Produk yang saat ini dihasilkan oleh Lafi Ditkesad berupa produk Beta Laktam dan produk Non Beta Laktam.

Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad belum diregistrasi karena hanya digunakan untuk lingkungan TNI AD, namun demikian proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM sehingga mutu obat yang dihasilkan tetap terjamin.

Rencana produksi dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah

(39)

sumber daya manusia, jam kerja serta waktu produksi yang tersedia serta sistem pendukung dan ketersediaan bahan baku obat.

Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record) yang disusun oleh Kepala Instal litbang, diperiksa oleh Kepala Instalasi Produksi dan Kepala Instalasi Pengawasan Mutu, disetujui oleh Kepala Pemastian Mutu, diterima oleh Kepala Instalasi Simpan dan diketahui Kepala Lembaga Farmasi Ditkesad, kemudian didistribusikan dan didokumentasikan. Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan digunakan dan dikeluarkan dari Instal simpan berdasarkan Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan dari Instal simpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada masing-masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan non Beta Laktam, seksi sediaan Beta Laktam, seksi Sefalosporin dan seksi kemas. Setelah dihasilkan obat jadi yang telah siap didistribusikan, obat jadi kemudian diserahkan kembali ke Instalasi Penyimpanan. Instalasi Penyimpanan kemudian akan mengeluarkan obat jadi yang telah diluluskan oleh kepala Pemastian Mutu ke Gupus II untuk didistribusikan ke seluruh Kesdam di Indonesia.

Berikut ini adalah uraian mengenai proses produksi pada masing-masing seksi yang ada di Instalasi Produksi:

a. Seksi Sediaan Non Beta Laktam

Kasi Sediaan Non Beta Laktam adalah seorang Apoteker. Seksi ini melakukan kegiatan produksi tablet, kapsul, sirup kering Non Beta Laktam, sirup basah, sediaan salep, dan sediaan cairan obat luar.

i. Sediaan Tablet

Ruang produksi tablet terdiri dari ruang mucilago, ruang pencampuran, ruang granulasi, ruang pengeringan dengan oven, ruang pengeringan dengan FBD (Fluid Bed Dryer), ruang Supermixer, ruang pengayakan, ruang cetak yang terdiri dari empat ruang cetak dengan satu mesin cetak di masing-masing ruangan, ruang penyalutan, ruang stripping, ruang IPC (In Process Control), ruang karantina produk antara dan produk ruah, ruang penyimpanan peralatan dan ruang cuci alat.

(40)

Ruangan-ruangan ini dilengkapi dengan lampu penerangan yang memadai, AHU, ventilator dengan penghisap debu, dan lapisan epoksi pada dinding dan lantai.

Peralatan yang digunakan untuk sediaan padat pada proses pembuatan tablet diantaranya adalah timbangan elektrik, mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap (Double Jacket), mesin pencampur, alat pengering berupa oven dan FBD (Fluid Bed Dryer), granulator, mesin cetak tablet yang terdiri dari dua tipe mesin cetak yaitu tipe “B” tooling dan tipe”D” tooling, mesin salut film, dan mesin strip tablet.

Metode pembuatan tablet yang biasa digunakan adalah metode cetak langsung dan metode granulasi basah. Tablet yang diproduksi adalah tablet biasa, tablet kunyah, dan tablet salut film. Ukuran diameter tablet yang diproduksi 6,5;

7,5; 10; 12; 13 dan 15 mm.

Alur Proses Produksi Sediaan Tablet dapat di lihat pada Lampiran 4.Proses pembuatan tablet di Lafi Ditkesad sebagian besar menggunakan metode granulasi basah dimulai dengan urutan sebagai berikut:

1) Proses penimbangan bahan baku

Proses penimbangan terhadap bahan baku dan bahan tambahan lainnya dilakukan di ruang timbang Instalasi Penyimpanan.

2) Proses pembuatan bahan pengikat (mucilago)

Proses pembuatan mucilago harus diperhatikan bahwa bahan mucilago telah dicampur homogen sebelum penambahan aqua demineralisata panas, kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk massa bening.

Pembuatan mucilago ini dilakukan di dalam tangki pemanas double jacket.

3) Proses pencampuran bahan berkhasiat dengan fase dalam

Bahan berkhasiat dicampurkan dengan fase dalam, diaduk sampai homogen selama 15 menit. Pada proses pencampuran yang harus diperhatikan adalah waktu pencampuran, putaran mesin dan kapasitas mesin pencampur agar dihasilkan massa yang homogen.

4) Proses granulasi basah

Pada proses granulasi ditambahkan sejumlah bahan pengikat (mucilago) ke dalam hasil campuran zat berkhasiat dengan fase dalam dan diaduk hingga homogen sampai terbentuk massa yang dapat dikepal.

(41)

5) Proses pengeringan

Massa yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu dan waktu tertentu sampai terbentuk massa setengah kering (tergantung jenis tablet yang dibuat).

6) Proses pengayakan

Massa setengah kering diayak dengan ayakan mesh tertentu tergantung dari jenis dan ukuran tablet.

7) Proses pengeringan

Massa yang telah diayak dikeringkan kembali di oven pada suhu dan waktu tertentu sampai mencapai kadar air sekitar 2-5 % (tergantung jenis tablet yang dibuat).

8) Proses pengayakan

Massa yang telah kering, diayak kembali dengan ayakan ukuran mesh tertentu sampai menjadi granul.

9) Pengawasan mutu (IPC)

Granul yang telah dikeringkan dilakukan uji mutu meliputi pemeriksaan susut pengeringan air granul.

10) Proses pembuatan massa cetak

Granul yang telah lulus dalam uji mutu (IPC) dibuat massa cetak yaitu dengan penambahan pelincir dan penghancur luar kemudian diaduk hingga homogen.

11) Pengawasan mutu (IPC)

Massa cetak yang akan dicetak, sebelumnya dilakukan uji mutu meliputi pemeriksaan homogenitas terhadap kadar zat aktif dan susut pengeringan.

12) Proses pencetakan tablet

Massa cetak yang telah lulus uji mutu dilakukan pencetakan tablet dengan mesin yang sesuai dengan ukuran diameter dan berat tablet yang diinginkan. Selama pencetakan harus diperhatikan kekerasan dan keregasan tablet, kemudian hasil pencetakan dialirkan ke dalam alat deduster untuk menghilangkan debu/fines yang masih ada pada permukaan tablet.

(42)

13) Pengawasan mutu (IPC)

Selama pencetakan dilakukan IPC di ruang produksi meliputi keragaman bobot dan kekerasan, sedangkan uji mutu oleh Wastu meliputi uji waktu hancur, keregasan, diameter dan tebal tablet, kekerasan, keseragaman bobot, kadar bahan aktif, dan uji disolusi untuk tablet tertentu.

14) Proses penyalutan

Tablet yang telah dicetak, ada yang disalut dan ada yang langsung distrip.

Tablet yang disalut maka pada proses penyalutan harus diperhatikan suhu, frekuensi penyemprotan, kecepatan putar panci penyalut dan sudut penyemprotan.

15) Pengawasan mutu

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap tablet salut adalah waktu hancur, tebal tablet dan bobot tablet.

16) Proses penyetripan

Tablet salut ataupun tablet biasa yang telah lulus uji mutu, distrip dengan menggunakan bahan pengemas Polycellonium sebagai pengemas primer.

Untuk bahan pengemas Polycellonium, suhu mesin diatur antara ± 80°- 100°C. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyetripan yaitu sebelum digunakan, roller stripping machine harus dipanaskan dulu. Suhu mesin tidak boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan kemasan tidak dapat melekat satu sama lain dan juga tidak boleh terlalu tinggi karena akan menyebabkan perlekatan yang buruk atau pelelehan pada stripnya.

17) Pengawasan mutu (IPC)

Uji mutu yang dilakukan pada hasil stripping berupa pemeriksaan uji kebocoran strip. Tablet yang telah distrip akan dikirim ke seksi kemas untuk dikemas, lalu obat jadi dikirim ke Instalsimpan. Pembuatan tablet dengan metoda cetak langsung dimulai dari proses penimbangan bahan baku, selanjutnya mengikuti proses pencampuran massa cetak sampai dengan proses penyetripan dan pengemasan tanpa melalui proses granulasi.

Gambar

Tabel 3.1 Kualifikasi Pendidikan Militer dan PNS LAFI DITKESAD per  Bulan Januari 2013
Gambar 2.1. Struktur molekul Parasetamol

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum melaksanakan praktik mengajar, mahasiswa diharuskan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Sebelum pembuatan RPP mahasiswa terlebih dahulu membuat

Tahapan awal perencanaan yaitu melakukan persiapan pengajaran dengan menyusun Rencana Kegiatan Harian (RKH) terlebih dahulu sesuai dengan indikator tindakan yang akan

(1) Pengusaha diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu secara tertulis dalam jangka waktu selambat- lambatnya 14 (empat belas) hari sebelumnya kepada Direktur Jenderal, sebelum

Berkaitan dengan hal dimaksud, sebelum menyusun KTSP setiap sekolah harus terlebih dahulu melakukan analisis kondisi dan potensi satuan pendidikan yang meliputi peserta

Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka

Sebelum melakukan penelitian guru telah mempersiapkan pembelajaran terlebih dahulu seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH), mempersiapkan alat dan

1) Mahasiswa mengkonsultasikan terlebih dahulu rencana studi yang akan ditempuhnya kepada DPA. c) Mahasiswa mengisi KRS (Kartu Rencana Studi) dengan cara

“Sebelum melakukan langkah perekrutan sampai pengembangan tenaga kependidikan di Smp Royatul Islam disini kita perlu terlebih dahulu menyusun perencanaan yang berdasarkan analisis