• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan telah menjadi salah satu subjek peraturan hukum di Indonesia, sejak zaman kolonial. Berdasarkan Pasal 1 huruf B Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Pengertian perusahaan yaitu setiap badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, didirikan bekerja dan berkedudukan di Wilayah Negara Republik Indonesia untk tujuan mencari keuntungan dan atau laba. Dilihat dari segi aktivitasnya, perusahaan itu menjalankan suatu kegiatan pabrik, kegiatan distribusi, dan sebagainya, yang menunjukan pada kesatuan aktivitas perusahaan (Billy Lumowa, 2013: 1).

Perusahaan merupakan sebuah subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum atau mengadakan atau dengan berbagai pihak. Sebagai salah satu subjek hukum yang mandiri, perusahaan dapat melakukan perbuatan hukum maupun perikatan dengan pihak ketiga, oleh karena itu dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan seringkali melakukan kegiatan pinjam meminjam untuk memenuhi kebutuhan untuk modal.

Pinjaman perusahaan tersebut merupakan perikatan utang piutang perusahaan yang ada tanggal jatuh tempo pengembaliannya. Namun adakalanya perusahaan dalam dalam pengembalian utangnya tidak bisa melaksanakan kewajiban pengembalian utang yang telah jatuh tempo kepada kreditor. Sehingga akan timbul sengketa utang piutang yang memerlukan penyelesaian (Purbadari, 2014: 1).

Kenyataan bahwa dalam menjalankan operasional sebuah perusahaan tidaklah selalu menunjukan perkembangan dan peningkatan laba(profit), sebab ada juga resiko yang dapat timbul dari sebuah bisnis, baik itu risiko investasi, risiko pembiayaan dan risiko operasi. Semua risiko yang dapat commit to user commit to user

(2)

mengancam keberlangsungan dan kesinambungan dari keuangan perusahaan dan yang paling berakibat fatal bagi perusahaan bisa mengalami bangkrut (pailit) karena tidak mampu membayar kewajiban berupa utang bagi perusahaannya.

Pailit merupakan suatu kondisi yang mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesuliatan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor telah mengalami kemunduran. Sedangakan kepailitan merupukan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari.

Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan debitor pailit tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proposional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur atau golongan kreditor (M.Hadi Shubhan, 2008: 1).

Bagi perusahaan yang mengalami kepailitan, pihak-pihak yang ikut serta berpengaruh dengan kondisi kepailitan ini beragam. Pada perusahaan yang mengalami kepailitan memberikan dampak bagi pihak dari berbagai kalangan karena perusahaan merupakan lapangan kerja bagi banyak orang dan lapangan berinvestasi dari berbagai investor. Beberapa pihak ikut serta terpengaruh dengan kondisi kepailitan suatu perusahaan ini diantaranya memiliki hak atas kekayaan perusahaan tersebut. Pihak-pihak ini disebut sebagai kreditor

Kreditor dalam kepailitan dibagi menjadi tiga macam, yaitu kreditor separatis, kreditor preferen dan kreditor konkuren. Ketiga macam kreditor tersebut memiliki kedudukan berbeda-beda, yang berarti masing-masing kreditor memiliki ketentuan dan pengaturan tersendiri untuk menjalankan haknya sebagai kreditor. Dalam hal kreditor separatis, kreditor ini merupakan pemegang hak jaminan atas kebendaan debitor dan dapat bertindak sendiri untuk menjalankan haknya sebagai kreditor dan dapat commit to user commit to user

(3)

bertindak sendiri seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Jadi pada hakikatnya, putusan pailit tidak mempengaruhi kemampuan kreditor separatis untu mengeksekusi haknya. Hal ini sesuai dengan Pasal 55 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut “UUK-PKPU”). Namun merujuk pada Pasal 60 UUK-PKPU kreditor separatis tidak dapat serta merta melaksanakaan haknya tersebut tanpa melihat ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan hak-hak kreditor lain, khususnya yaitu kreditor preferen.

Dalam kepailitan terhadap perusahaan, salah satu masalah penting yang harus diselesaikan adalah masalah ketenagakerjaan. Perusahaan yang merupakan sumber penghasilan bagi para pekerja. Dengan terjadi kepailitan, banyak pihak-pihak yang kehilangan sumber penghasilan sehari- harinya. Oleh karena itu, penyelesaian upah pekerja harus diatur secara jelas agar para pekerja yang kehilangan pekerjaannya akibat kepailitan tersebut memiliki perlindungan hukum yang jelas. Mengenai upah pekerja berdasarkan Pasal 39 UUK-PKPU, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang sebelum maupun sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit, namun untuk menentukan posisi piutang terhadap upah pekerja harus melihat juga dari peraturan yang terkait lainnya karena dalam UUK-PKPU tidak diatur secara jelas kedudukan piutang terhadap upah pekerja. Peraturan lain yang berkaitan dengan kedudukan piutang terhadap upah buruh yaitu Undang- undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut

“ UU Ketenagakerjaan”). Dalam UU Ketenagakerjaan ini juga merujuk kepada Putusan Mahkama Konstitusi Nomor 67/PPU-XI/2013 yang merupakan judicial review dari UU Ketenagakerjaan tersebut, karena dalam UU Ketenagakerjaan tersebut tidak menjelaskan mengenai hak-hak pekerja lainnya yang didahulukan dalam kepailitan sebuah perusahaan.

Permasalahan timbul apabila harta pailit tidak mencukupi untuk membayarkan utang kepada para kreditornya, sedangkan harta debitor pailit commit to user commit to user

(4)

yang tersisa merupakan aset yang dibebani hak jaminan oleh kreditor separatis. Hal ini menjadi msalah karena kreditor separatis cenderung menganggap bahwa harta jaminan itu sudah menjadi haknya untuk diseksekusi yang didasarkan pada ketentuan dalam UUK-PKPU. Namun disisi lain, terdapat hak-hak pekerja/buruh yang masih belum terpenuhi sebagai kreditor preferen apabila mengacu pada undang-undang lainnya.

Dikarenakan adanya syarat-syarat yang mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan hak kreditor berdasarkan kedudukan, maka kurator yang diberi wewenang berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUK-PKPU dalam pemberesan harta debitor pailit harus berdasarkan dari segala peraturan yang terkait, bukan hanya UUK-PKPU saja, melainkan semua peraturan yang terkait dengan akibat kepailitan tersebut.

Akibat yang sering muncul ketika perusahaan dinyatakan pailit yaitu mengenai pembayaran hak buruh beserta hak kreditor lainnya, muncul disaat kurator mengeluarkan daftar kreditornya dan ternyata ada kreditor preferen lain yang sifatnya harus didahulukan sebelum melakukan pemenuhan pembayaran apa yang menjadi hak pekerja sebagai kreditor preferen juga. Selain itu permasalahan lain adalah ketika adanya kreditor preferen yang bersifat khusus ataupun umum yang belum terdaftar atau dalam perhitungan yang dikeluarkan kreditor tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dibayarkan, sehingga dapat menggeser proporsi yang seharusnya diterima oleh pekerja sebagai pembayaran upah terutangnya bahkan menghapus hak preferen pekerja atas upah karena tidak cukupnya harta kepailitan si debitor untuk melunasi utang-utangnya.(Imran Nating, 2008 :3). Keadaan demikian sangatlah mungkin terjadi, ditambah lagi adanya pengaturan yang kurang jelas dari Pasal 1149 KUH Perdata mengenai kreditur mana yang harus didahulukan pembayaannya. Selain itu juga adanya tumpang tindih mengenai urutan kreditor yang diatur setia undang-undang, misalnya UUK-PKPU dengan UU Ketenagakerjaan dan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketenuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang commit to user commit to user

(5)

Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebabkan sangat mungin terjadi perbedaan penerapan kreditor mana yang didahulukan. Keadaan-keadaan inilah yang akan menyebabkan masalah pembayaran terhadap upah dan hak-hak lainnya dari pekerja dapat dikesampingkan.

Selain permasalahan diatas, masalah pembayaran utang kepailitan berupa upah dan hak-hak lain dari pekerja bisa jadi tidak diterima oleh pekerja sama sekali, apabila terjadi pada debitor pailit keadaan kepailitan yang sangat parah, seperti harta debitur pailit yang sedikit sehingga tidak mencukupi untuk melakukan pembayaran ataupun ketika hatra pailit dari perusahaan tersebut adalah tinggal harta benda yang dijaminkan dan hanya jadi milik kreditor separatis (Imran Nating, 2008 :3). Keadaan ini sangat memperjelas bagaimana apabila utang dari debitor pailit terhadap kebendaan yang menjadi jaminan lebih besar, maka akan berdampak pada nasib penyelesaian pembayaran utang atas kreditor preferen dan kreditor konkuren yang mungkin sampai tidak mendapatkan pelunasan. Namun dissat benda jaminan lebih besar harganya, maka dapat dikatakan sisa dari penjualan atau pelelangan benda tersebut akan dibagikan pada kreditor yang istimewa terlebih dahulu sebagaimana diatur di Pasal 1131 KUH Perdata dan setelah selesai maka selanjutnya ke kreditor preferen yang bersifat umum sebagaimana di atur di Pasal 1149 KUH Perdata, tetapi tetap saja tidak ada jaminan untuk upah dan hak buruh lainnya dapat pasti terpenuhi.

Salah satu kasus terjadi pada PT. Nyonya Meneer Indonesia.

Perusahaan ini merupakan perusahaan yang memproduksi jamu tradisional jawa yang berdiri pada tahun 1919. Pada tanggal 3 Agustus 2017 PT.

Nyonya Meneer dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang berdasarkan Putusan Nomor 11/Pdt.Sus-Pailit/2017 PN Niaga Smg jo. Nomor 01/Pdt.Sus-PKPU/2015/PN Niaga Smg dikarenakan salah satu kreditor konkuren PT Nyonya Meneer mengajukan pembatalan perdamaian terhadap commit to user commit to user

(6)

PT Nyonya Meneer. PT nyonya Meneer dianggap lalai dalam memenuhi isi perjanjian sehingga disebut telah melakukan tindakan wanprestasi atas perjanjian yang telah disepakati. Sehingga dengan terjadinya pembatalan perjanjian perdamaian tersebut berdasarkan Pasal 291 ayat (2) UUK-PKPU menyebutkan jika dalam putusan pengadilan yang membatalkan perdamaian, debitor juga harus dinyatakan pailit.

Putusan pailit terhadap PT. Nyonya Meneer berdampak buruk terhadap para pekerja/buruh yang cukup besar, hal ini berdampak secara langsung kepada nasib pekerja/buruh yang bekerja di PT Nyonya Meneer . Sebanyak 1.158 pekerja/buruh PT. Nyonya Meneer menanti hak-hak mereka pasca perusahaan jamu legendaris itu dinyatakan pailit, yang mana pekerja/buruh PT. Nyonya Meneer belum menerima gaji atau hak upah sejak November 2015. PT. Nyonya Meneer harus membayar utang kepada pekerja/buruh mencapai Rp 98 Miliar. Semua tunggakan upah pegawai baik aktif maupun yang sudah dirumahkan mencapai 98 Miliar. Dengan rincian utang mulai dari tunggakan pembayaran BPJS ketenagakerjaan sejak November 2011 senilai Rp 12,5 miliar, tunggakan gaji senilai Rp 35,3 miliar,tunggakan klaim kesehatan para pekerja 54 orang senilai Rp 75 juta. Total karyawan aktif PT Nyonya Meneer 921 orang.Mereka belum menerima upai mulai November 2015, Januari 2016 serta Juli 2017. Selain karyawan aktif masih ada tunggakan upah buruh pensiun mencapai Rp 41,4 miliar. PT Nyonya Meneer juga dinilai belum membayar pesangon 183 buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mencapai Rp 8,7 miliar.

(https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3608457/tanggung-jawab- nyonya-meneer-ke-karyawan-mencapai-rp-98-m. html, diakses pada tanggal 26 Oktober 2018, pukul 15.30 WIB).

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai bentuk pertanggungjawaban perusahaan pailit terhadap hak-hak pekerja dengan judul

“Pertanggungjawaban PT Nyonya Meneer Terhadap Pekerja Sebagai Kreditor Preferen Akibat Adanya Putusan Pernyataan Pailit (Putusan commit to user commit to user

(7)

Nomor 11/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN Niaga Smg jo. Nomor 01/Pdt.Sus- PKPU/2015/PN Niaga Smg)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menitikberatkan pada perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kedudukan pekerja dalam kepailitan PT Nyonya Meneer apabila ditinjau dari Undang-Undang Kepailitan dan Undang- Undang Ketenagakerjaan?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban PT Nyonya Meneer terhadap pemenuhan pembayaran upah dan hak-hak lainnya dari pekerja akibat adanya putusan pernyataan pailit (Putusan Nomor 11/Pdt.Sus- Pailit/2017/PN Niaga Smg jo. Nomor 01/Pdt.Sus-PKPU/2015/PN Niaga Smg)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada prinsipnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektif dan tujuan subjektif yang hendak dicapai dalam penelitian untuk penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

Tujuan Objektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan yang berasal dari peneliti itu sendiri, yaitu sebagai berikut:

a. Mengetahui kedudukan pekerja dalam kepailitan PT Nyonya Meneer apabila ditinjau dari Undang-undang Kepailitan dan Undang-Undang Ketenagakerjaan

b. Mengetahui pertanggungjawaban PT Nyonya Meneer terhadap pemenuhan pembayaran hak-hak pekerja/buruh akibat adanya putusan pernyataan pailit (Putusan Nomor 11/Pdt.Sus-

commit to user commit to user

(8)

Pailit/2017/PN Niaga Smg jo. Nomor 01/Pdt.Sus- PKPU/2015/PN Niaga Smg)

2. Tujuan Subjektif

Tujuan Subjektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan pribadi sebagai dasar dalam melakukan penelitian.

a. Untuk mengaplikasikan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh selama kegiatan perkuliahan agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri serta memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.

b. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktik penulis dalam bidang hukum, khususnya bidang Hukum Perdata.

c. Untuk memperoleh bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum (skripsi) agar memenuhi persyaratan akademis guna meraih derajat sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

D. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu hukum baik secara teori maupun praktis.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangsih pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah refrensi dan literature dalam dunia keperpustakaan hukum perdata, khususnya commit to user commit to user

(9)

mengenai kajian yang berkaitan dengan penyelesaian pembayaran upah dan hak-hak lainnya dari pekerja akibat adanya pernyataan pailit.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendalaman, pemahaman, dan pengalaman yang baru kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji serta dapat berguna bagi para pembaca.

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang sedang penulis teliti serta dapat mengembangkan penalaran dan pola pikir penulis juga untuk mengetaui kemampuan penulis selama mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014 :60).

Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang sistematis dan melakukan sebuah penelitian. Adapun metode penelitian yang digunakan pada penelitian hukum ini adalah :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, atau dikenal sebagai penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan commit to user commit to user

(10)

non hukum. Sebenarnya tidak perlu menyebut istilah “penelitian hukum normatif” karena dengan menyebut “penelitian hukum” saja sudah jelas bahwa penelitian tersebut normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 55-56). Dengan penelitian hukum ini penulis berharap mampu memberikan jawaban atas permasalahan hukum dalam penelitian.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini yaitu preskriptif dan terapan. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif ilmu hukum mempelajari gagasan-gagasan hukum yang bersifat mendasar, universal, umum dan teoritis serta landasan pemikiran yang mendasarinya. Landasan pemikiran itu berkaitan dengan macam konsep mengenai kebenaran, pemahaman dan makna, serta nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 41-42)

3. Pendekatan Penelitian

Menurut pandangan Peter Mahmud Marzuki dalam suatu penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi guna menjawab isu hukum yang sedang diteliti, adapun pendekatan yang dimaksud yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach), Pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historis approach), dan pendekatan konsep (conseptual approach). (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 133). Penulisan hukum ini penulis mengunakan pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Peter Mahmud Marzuki bahwa putusan pengadilan pun dianggap sebagai statute yang fungsinya sama seperti undang-undang. Kedua

commit to user commit to user

(11)

pendekatan kasus (case approach) yaitu sebagai suatu pendekatan yang memusatkan perhatian pada suat kasus secara intensf dan rinci.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka berupa keterangan-keterangan yang secara langsung diperoleh melalui studi kepustakaan, peraturan perundang-undangan terkait dan bahan hukum sekunder yang berasal dari berbagai macam literatur baik dari buku, hasil penelitian, hasil pengkajian, maupun artikel dalam jurnal untuk mencari berbagai macam teori yang berkaitan dengan substansi penelitian.

Sumber sumber penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer yang terdiri dari perundang-undangan.

Adapun bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku, teks, kamus-kamus hukum dan jurnal hukum. (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 181). Dalam penelitian hukum ini, bahan hukum yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3) Undang Undang Nomor 37 Tahun 204 tentang Kepailitan dan PKPU

4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

5) Putusan Nomor 11/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN Niaga Smg jo.

Nomor 01/Pdt.Sus-PKPU/2015/PN Niaga Smg 6) Putusan Nomor 67/PPU-XI/2013

b. Bahan Hukum Sekunder: commit to user commit to user

(12)

Bahan sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan, pemahaman mengenai bahan hukum primer, misalnya:

1) Buku-buku yang ditulis para ahli hukum

2) Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian, terkhusus mengenai pertanggungjawaban perusahan terhadap hak pekerja pada perusahaan pailit

3) Artikel ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ; dan 4) Publikasi ilmiah yang berkaitan dengan penelitian 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam suatu penelitian hukum, teknik pengumpulan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum. Mengingat pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan undang undang (State Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach), maka teknik yang digunakan adalah menggunakan teknik studi pustaka (library reasearch) dan teknik pengumpulan bahan hukum, hal ini diperlukan untuk menemukan landasan teori dan dasar hukum yang berkaitan dengan penelitian untuk melakukan kajian lebih lanjut, kemudian setelah isu hukum didapat peneliti menelusur untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi dalam penelitian hukum ini.

6. Teknik Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif, pengelolaan data pada hakikatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pengerjaan analisa. Penulis memanfaatkan berbagai sumber hukum untuk menunjang kegiatan analisis. Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah analisis bahan hukum yang bersifat deduksi dengan metode silogisme, artinya bahwa analisis bahan commit to user commit to user

(13)

hukum ini mengutamakan pemikiran secara logika sehingga menemukan sebab adan akibat yang akan terjadi (Peter Mahmud Marzuki, 2014:89-90)

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memeberikan gambaran secara sistematis dan menyeluuh secara garis besar mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menjabarkan sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tinjauan Penelitian

1. Tujuan Objektif 2. Tujuan Subjektif D. Manfaat Penelitian

a) Manfaat Objektif b) Manfaat Subjektif E. Metode Penelitian

F. Sistematika Penulisan Hukum BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai tinjauan pustaka yang berkaitan dengan judul serta permasalahan yang diteliti sebagai landasan teori dalam penelitian hukum ini.

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Tanggung jawab 2. Tinjauan Tentang Kepailitan commit to user commit to user

(14)

3. Tinjauan Tentang Pekerja B. Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran digunakan untuk memudahkan pemahaman alur berfikir penulis dalam penulisan hukum ini.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan terkait perumusan masalah yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Dalam penulisan hukum yang menjadi pokok permasalahannya yaitu:

1. Bagimanakah kedudukan pekerja dalam kepailitan PT Nyonya Meneer apabila ditinjau dari Undang- Undang Kepailitan dan Undang-Undang Ketenagakerjaan?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban PT Nyonya Meneer terhadap pemenuhan upah dan hak-hak lainnya dari pekerja akibat adanya putusan pernyataan pailit (Putusan Nomor 11/Pdt.Sus- Pailit/2017/PN Niaga Smg jo. Nomor 01/Pdt.Sus- PKPU/2015/PN Niaga Smg)?

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti dalam penulisan hukum ini.

commit to user commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi

Kesepakatan bersama yang dibuat antara PT Pelindo II Cabang Cirebon dengan perusahaan Bongkar Muat batu Bara atau pelaku usaha lainnya akan penulis dalami dari

organik pada air limbah pencucian kendaraan bermotor akan diserap oleh permukaan karbon aktif sehingga jumlah bahan organik dalam air limbah

Untuk mengevaluasi kinerja dosen dalam pembelajaran pada setiap mata kuliah, maka dilakukan penyebaran kuesioner yang harus diisi mahasiswa serta pemberian kritik dan saran

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segalaa anugerah-Nya sehinga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PEMBERDAYAAN KARYAWAN DAN

4< ◆ ◆ Kagcbkbtj ugtuh Kagcbkbtj ugtuh kagcjlagtjejhbsj lbg kagcjlagtjejhbsj lbg karukushbg kbsbibo karukushbg kbsbibo tagtbgc fdyah 0 ljkagsj tagtbgc fdyah 0 ljkagsj ◆

Adapun konsep diri dari aspek fisik yang dirasakan oleh responden 2 sesuai dengan hasil wawancara adalah :Bahwa Septi merasa kalau ia berjilbab mode, ia akan terlihat

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam