i
LAPORAN FIELDTRIP PERTANIAN BERLANJUT
KELOMPOK 2 Anggota:
Elda Rova Sinaga (145040100111117) Dita Audia (145040100111121) Trio Dian Septian (145040101111002) Ni’matul Hidayah (145040101111014) Ivana Neelam P (145040101111020) Mareta Dewi N (145040101111021) Gayuh Bagas N (145040101111022) Nurul Walidah (145040101111024) Eveline Indra S (145040101111033)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2016
ii DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB 2 METODOLOGI ... 3
2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 3
2.2 Metode Pelaksanaan ... 3
2.2.1 Pemahaman Karakteristik Lanskap ... 3
2.2.2 Pengukuran Kualitas Air ... 4
2.2.3 Pengukuran Biodiversitas... 8
2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon ... 11
2.2.5 Identifikasi keberlanjutan lahan dari Aspek Sosial Ekonomi ... 12
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13
3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi ... 33
BAB 4 PENUTUP ... 74
a. Kesimpulan ... 74
4.2 Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN ...
iii DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat dan Bahan Metode Pemahaman Karakteristik Lanskap ... 3
Tabel 2. Pengamatan Kekeruhan Air ... 4
Tabel 3. Pengamatan Suhu Air ... 4
Tabel 4. Pengukuran Dissolve Oxygen ... 5
Tabel 5. Alat dan Bahan Metode Pengamatan pH Air ... 6
Tabel 6. Alat dan Bahan Pengamatan pH dan DO di Laboraturium ... 6
Tabel 7. Pengamatan Biodiversitas Tanaman ... 8
Tabel 8. Alat dan Bahan Keragaman dan Analisa Vegetasi ... 8
Tabel 9. Alat dan Bahan Pengamatan Biodiversitas Arthropoda ... 9
Tabel 10. Alat dan Bahan Biodiversitas Penyakit ... 10
Tabel 11. Alat dan Bahan Pendugaan Cadangan Karbon ... 11
Tabel 12. Alat dan Bahan Metode Identifikasi keberlanjutan lahan dari Aspek Sosial Ekonomi ... 12
Tabel 13. Kualitas Air ... 14
Tabel 14. Analisis Biodiversitas ... 16
Tabel 15. Analisis Vegetasi Gulma ... 17
Tabel 16. Hasil Perhitungan Analisis Vegetasi Gulma ... 19
Tabel 17. Pengamatan Biodiversitas Arthropoda pada Masing-Masing Plot ... 20
Tabel 18. Manfaat Peranan Layanan Lingkungan dalam Lanskap Agroekosistem22 Tabel 19. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 1 ... 23
Tabel 20. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 2 ... 23
Tabel 21. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 3 ... 23
Tabel 22. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 4 ... 24
Tabel 23. Segitiga Fiktorial pada Masing-Masing Plot ... 24
Tabel 24. Nama dan Foto pada Masing-Masing Plot ... 26
Tabel 25. Biodiversitas Penyakit Masing-Masing Plot ... 30
Tabel 26. Cadangan Karbon ... 32
Tabel 27. Tenaga Kerja (Komoditas Jagung) ... 34
Tabel 28. Usahatani Bapak Suwono (Komoditas Jagung) ... 34
Tabel 29. Tenaga Kerja (Komoditas Kopi) ... 36
Tabel 30. Usahatani Bapak Suwono (Komoditas Kopi) ... 37
Tabel 31. Usahatani Bapak Suwono (Komoditas Kopi) selama 5 tahun ... 37
Tabel 32. Suku bunga, NPV, IRR, dan Net B/C ... 38
Tabel 33. Payback Period (PP) ... 38
Tabel 34. Tenaga Kerja (Komoditas Cabai) ... 39
Tabel 35. Biaya Penyusutan (Komoditas Cabai) ... 40
Tabel 36. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Cabai) ... 40
Tabel 37. Tenaga Kerja (Komoditas Kopi) ... 42
iv
Tabel 38. Biaya Penyusutan (Komoditas Kopi) ... 43
Tabel 39. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Kopi) ... 43
Tabel 40. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Kopi) selama 5 tahun ... 44
Tabel 41. Suku bunga, NPV, IRR, dan Net B/C ... 44
Tabel 42. Payback Period (PP) ... 45
Tabel 43. Tenaga Kerja (Komoditas Cengkeh) ... 45
Tabel 44. Biaya Penyusutan (Komoditas Cengkeh) ... 46
Tabel 45. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Cengeh) ... 46
Tabel 46. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Cengkeh) selama 6 tahun ... 47
Tabel 47. Suku bunga, NPV, IRR, dan Net B/C ... 47
Tabel 48. Payback Period (PP) ... 48
Tabel 49. Tenaga Kerja (Komoditas Pisang) ... 49
Tabel 50. Biaya Penyusutan (Komoditas Pisang) ... 49
Tabel 51. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Pisang) ... 50
Tabel 52. Tenaga Kerja (Komoditas Durian) ... 53
Tabel 53. Biaya Penyusutan (Komoditas Durian) ... 53
Tabel 54. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Durian) ... 53
Tabel 55. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Durian) selama 10 tahun ... 54
Tabel 56. Suku Bunga, NPV, IRR, dan Net B/C ... 55
Tabel 57. Payback Period (PP) ... 55
Tabel 58. Tenaga Kerja (Komoditas Kubis) ... 56
Tabel 59. Usahatani Bapak Sugiyanto (Komoditas Kubis) ... 57
Tabel 60. Tenaga Kerja (Komoditas Jagung Manis) ... 59
Tabel 61. Usahatani Bapak Sugiyanto (Komoditas Jagung Manis) ... 59
Tabel 62. Indikator Keberlanjutan Sistem Pertanian ... 71
v DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Langkah kerja Pemahaman Karakteristik Lansekap ... 3
Gambar 2. Pengamatan Kekeruhan Air ... 4
Gambar 3. Pengamatan Suhu Air ... 5
Gambar 4. Pengukuran Dissolve Oxygen ... 5
Gambar 5. Langkah kerja Pengmatan pH Air Sungai ... 6
Gambar 6. Langkah Kerja Pengamatan pH dan DO di Laboraturium ... 7
Gambar 7. Langkah Kerja Pengamatan Biodiversitas Tanaman ... 8
Gambar 8. Keragaman dan Analisa Vegetasi ... 9
Gambar 9. Langkah Kerja Biodiversitas Arthropoda ... 10
Gambar 10. Langkah Kerja Biodiversitas Penyakit ... 11
Gambar 11. Langkah Kerja Pendugaan Cadangan Karbon ... 11
Gambar 12. Langkah Kerja Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi... 12
Gambar 13. Grafik Nilai Indeks Keragaman Shannon- Wianner (H’) dan Indeks Dominansi Simpson (C’) ... 19
Gambar 14. Perbandingan Jumlah Arthropoda antar Plot ... 24
vi DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan ... 79
Lampiran 2. Sketsa Transek Lansekap ... 81
Lampiran 3. Data-data lapangan Lainnya ... 83
Lampiran 4. Hasil Wawancara ... 101
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beragam teknologi modern yang diciptakan membuat pekerjaan manusia menjadi lebih cepat dan mudah. Berkembangnya teknologi modern juga merambah ke bidang pertanian. Perkembangan teknologi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi secara signifikan.
Perkembangan teknologi pertanian yang sangat pesat sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan dan komoditas lainnya. Penemuan teknologi di bidang pertanian sangat beragam, misalnya mesin-mesin pertanian, pupuk, pestisida dan bibit unggul. Namun, kenyataannya penggunaan teknologi tersebut tidak selalu menguntungkan, tetapi juga dapat berdampak buruk dan dapat menimbulkan kerugian. Sebagai salah satu contoh dampak negatif dari penggunaan terknologi adalah pupuk, khususnya pupuk kimia. Dalam jangka pendek, pupuk kimia dapat meningkatkan prodiktivitas. Tetapi, dalam jangka panjang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan yang semakin buruk.
Hal inilah yang memunculkan konsep pertanian berlanjut yang mempelajari tentang beberapa indikator baik dari segi ekonomi, biofisik dan sosial. Dimana sistem pertanian berlanjut adalah sistem pertanian yang layak secara ekonomi dan ramah lingkungan. Pada tingkat bentang lahan pengelolaannya difokuskan pada pemanfaatan biodiversitas tanaman pertanian dalam mempertahankan polinator, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, hidrologi (kuantitas dan kualitas air) dan mengurangi emisi karbon. Dalam pertanian berlanjut, indikator keberhasilan dapat dilihat dari kesejahteraan masyarakat yang merata, khususnya para petani. Selain itu perhatian lainnya terkait kondisi lingkungan yang dapat dilakukan melalui interaksi antar lahan (tanah), manajemen budidaya, pengendalian hama dan penyakit, kebiasaan serta adat istiadat masyarakat yang ada disekitarnya. Dari tujuan tersebut selanjutnya dikembangkan konsep pertanian berkelanjutan apakah dapat dikatakan berlanjut atau tidak. Sehingga pentingnya perlindungan lingkungan (konservasi) dan pemberdayaan petani untuk dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang maupun dimasa mendatang.
2 1.2 Maksud dan Tujuan
1. Memahami macam-macam, sebaran dan interaksi antar tutupan lahan pertanian yang ada di suatu bentang lahan
2. Memahami pengaruh pengelolaan lanskap pertanian terhadap kondisi hidrologi, tingkat biodiversitas dan cadangan karbon
1.3 Manfaat
Manfaat dari adanya matakuliah pertanian berlanjut adalah untuk memahami pengaruh pengelolaan lanskap pertanian dan indikator-indikator yang menunjang keberhasilan dalam usahatani khususnya untuk pertanian yang berkelanjutan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan yang akan datang baik dari segi lingkungan, manusia, hewan dan tumbuhan.
3 BAB 2 METODOLOGI
2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Fieldtrip Pertanian Berlanjut dilaksanakan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang Jawa Timur.Fieldtrip dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 8 Oktober 2016, kegiatan fieldtrip pertanian berlanjut dimulai pukul 08.00 WIB sampai 14.30 WIB.
2.2 Metode Pelaksanaan
2.2.1 Pemahaman Karakteristik Lanskap a. Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat dan Bahan Metode Pemahaman Karakteristik Lanskap
No Alat dan Bahan Fungsi
1 Kompas Untuk menentukan arah mata angina 2. Kamera
Dokumentasi
Untuk mengambil gambar daerah yang diamati
3 Klinometer Untuk mengamati kemiringan daerah yang diamati
4 Alat Tulis Untuk menggambar daerah yang diamati dan mencatat hal-hal penting
b. Cara Kerja
Tentukan Lokasi yang representatif sehingga kita dapat melihat lanskap secara keseluruhan
Lakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai bentuk penggunaan lahan yang ada. Isikan pada kolom penggunaan lahan dan
dokumentasikan dengan foto kamera
Identifikasikan jenis vegetasi yang ada, isikan hasil identifikasi ke dalam kolom tutupan lahan
Isikan hasil pengamatan pada form
Lakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai tingkat kemiringan lereng yag ada serta tingkat tutupan kanopi dan seresahnya
Gambar 1. Langkah kerja Pemahaman Karakteristik Lansekap
4 2.2.2 Pengukuran Kualitas Air
1. Pengamatan Kekeruhan Air a. Alat dan Bahan
Tabel 2. Pengamatan Kekeruhan Air
No Nama Fungsi
1
Tabung atau botol air mineral kedalaman 40cm
Untuk mewadahi air pengamatan
2 Secchi disc Sebagai indikator untuk mengukur kekeruhan air
3 Air Didapat dari lokasi fieldtrip sebagai indikator pertanian berlanjut
b. Cara Kerja
2. Pengamatan Suhu Air a. Alat dan Bahan
Tabel 3. Pengamatan Suhu Air
No Nama Fungsi
1 Termometer Untuk mengukur suhu air yang ada di lokasi pengamatan
2 Air Didapat dari lokasi fieldtrip sebagai indikator pertanian berlanjut
Tuangkan contoh air dalam tabung / botol air mineral yang memiliki kedalaman 40 cm
Masukkan secchi disc ke dalam tabung yang berisi air secara perlahan-lahan dan amati secara tegak lurus sampai warna hitam-putih pada secchi disc
tidak terlihat
Ukur sampai kedalaman berapa secchi disc masuk di tabung (hingga tidak terlihat).
Masukkan data kedalaman yang diperoleh ke dalam persamaan berikut:
Konsentrasi sedimen (mg/l) = (3357.6 * D-1.3844). Dimana “D‟ adalah kedalaman secchi disc dalam cm.
Gambar 2. Pengamatan Kekeruhan Air
5 b. Cara Kerja
3. Pengukuran Dissolve Oxygen a. Alat dan Bahan
Tabel 4. Pengukuran Dissolve Oxygen
No Nama Fungsi
1 Botol air mineral 600ml
Untuk mengambil air sample dari lokasi pengamatan
2 Multi Water Quality Checker
Untuk mengamati DO air sample yang ada di laboraturium
3 Air Didapat dari lokasi fieldtrip sebagai indikator pertanian berlanjut
b. Cara Kerja
Pastikan air yang akan diamati suhunya tidak tersentuh benda apapun atau terkontaminasi zat lain supaya tidak mempengaruhi suhu air
Masukkan termometer ke dalam air selama 1-2 menit.
Baca suhu saat termometer masih dalam air.
Catat pada form pengamatan.
Pada saat pengambilan contoh air, sungai harus dalam kondisi yang alami (tidak ada orang yang masuk dalam sungai).Hal ini untuk menghindari
kekeruhan air akibat gangguan tersebut.
Ambil contoh air dengan menggunakan botol ukuran 600 ml (sampai penuh) dan tutup rapat.
Beri label berisi waktu (jam, tanggal, bulan, tahun), tempat pengambilan contoh, dan nama pengambil contoh.
Catat pada formContoh air segera dianalisis di laboratorium pengamatan.
Gambar 3. Pengamatan Suhu Air
Gambar 4. Pengukuran Dissolve Oxygen
6 4. Pengamatan pH air
a. Alat dan Bahan
Tabel 5. Alat dan Bahan Metode Pengamatan pH Air
No Nama Fungsi
1 Botol air
mineral 600ml
Untuk mengambil air sample dari lokasi pengamatan
2 Multi Water Quality Checker
Untuk mengamati pH air sample yang ada di laboraturium
3 Air Didapat dari lokasi fieldtrip sebagai indikator pertanian berlanjut
b. Cara Kerja
5. pengamatan DO dan pH di Laboraturium a. Alat dan Bahan
Tabel 6. Alat dan Bahan Pengamatan pH dan DO di Laboraturium
No Nama Fungsi
1 Botol air mineral 600ml
Untuk mengambil air sample dari lokasi pengamatan
2 Multi Water Quality Checker
Untuk mengamati DO dan pH air sample yang ada di laboraturium
3 Air Didapat dari lokasi fieldtrip sebagai indikator pertanian berlanjut
Siapkan gelas ukur / tabung untuk pengujian, isi dengan air yang akan diuji.
Celupkan kertas lakmus ke dalamnya, biarkan beberapa saat sampai terjadi perubahan warna.Bandingkan warna kertas lakmus dengan warna standar.
Catat pH sesuai dengan warna standar.
Gambar 5. Langkah kerja Pengmatan pH Air Sungai
7 b. Cara Kerja
Rangkaikan semua omponen Multi Water Quality Checker yang terdiri dari:
data loger, kabel, sensor probe dan bateray
Multi Water Quality Checker telah diprogram secara otomatis
Tekan Tombol Power kurang lebih 3 detik untuk menghidupkan atau sebaliknya, di monitor akan muncul tulisan HORIBA, jika tidak muncul efek
bateray
Pasang bateray di data loger: buka dengan obeng dan masukkan batere dan tutup kembali jangan ketinggalan karet
Tekan Enter 1x untuk melihat semua parameter, Tekan 2x untuk melihat per parameter
Masukkan sensor ke dalam kolam/danau sesuai dengan dengan kedalaman yang dikehendaki
Catat semua informasi yang dicantumkan, jika layar kurang jelas tekan tombol light 1x
Tekan tombol arah sesuai dengan kebutuhan
Untuk proram semua parameter tekan Esc
Tekan tombol Meas 1x, tunggu sesaat angka pada monitor akan berkedip,sebagai tanda alat sedang bekerja
Gambar 6. Langkah Kerja Pengamatan pH dan DO di Laboraturium
8 2.2.3 Pengukuran Biodiversitas
2.2.3.1 Aspek Agronomi
2.2.3.1.1 Biodiversitas tanaman a. Alat dan Bahan
Tabel 7. Pengamatan Biodiversitas Tanaman
No. Nama Fungsi
1 Alat Tulis Untuk mencatat hasil pengamatan 2 Kamera Mendokumentasikan objek pengamatan
b. Cara Kerja
2.2.3.1.2 Keragaman dan analisa vegetasi a. Alat dan Bahan
Tabel 8. Alat dan Bahan Keragaman dan Analisa Vegetasi
No. Nama Fungsi
1 Alat Tulis Untuk mencatat hasil pengamatan 2 Kamera Mendokumentasikan objek pengamatan 3 Frame ukuran
(50x50) cm sebagai frame untuk plot
4 Plastik untuk tempat gulma yang tidak diketahui 5 Penggaris untuk mengukur tajuk terpanjang gulma dan
yang tegak lurus dengan gulma
6 Alkohol 70% untuk mengawetkan gulma yang dibawa Membuat jalur transek pada hamparan yang akan di analisis
Menentukan titik pada jalur (transek) yang mewakili masing-masing tutupan lahan dalam hamparan lanskap
Menentukan titik pengamatan untuk melihat seluruh hamparan lanskap Mencatat karakteristik tanaman budidaya disetiap tutupan lahan
Mengukur luas lahan, jarak tanam, menghitung populasi dan menentukan sebaran
Dokumentasi
Gambar 7. Langkah Kerja Pengamatan Biodiversitas Tanaman
9 7 Kapas untuk media penampung alkohol
b. Cara Kerja
2.2.3.2 Aspek Hama Penyakit
2.2.3.2.1 Biodiversitas Arthropoda a. Alat dan Bahan
Tabel 9. Alat dan Bahan Pengamatan Biodiversitas Arthropoda
No Nama Fungsi
1 Yellow Sticky Trap Alat untuk menangkap serangga 2 Pit Fall Alat untuk menangkap serangga 3 Sweep Net Alat untuk menangkap serangga 4 Kamera Mendokumentasikan serangga yang
terperangkap
5 Kapas Sebagai bahan untuk dituangkan alkohol 6 Plastik Klip Sebagai wadah untuk serangga dan kapas
yang telah dituang alkohol 7 Alkohol Untuk mengawetkan serangga 8 Spidol Memberi tanda pada plastik klip
Memilih titikpengamatan pada setiap tutupan lahan
Menentukan tiga titik pengambilan sampel pada setiap tutupan lahan dengan melempar petak kuadrat 50x50cm secara acak
Menghitung d1 dan d2
Mendokumentasikan gulma yang ada di petak kuadrat
Bila ada gulma yang tidak teridentifikasi potong gulma sebagai sampel, semprot dengan alcohol dan masukkan kedalam plastik
Mengidentifikasi gulma yang ada di petak kuadrat
Mengolah semua data sesuai dengan di modul
Mengidentifikasi sampel gulma dengan menggunakan buku maupun internet
Gambar 8. Keragaman dan Analisa Vegetasi
10 9 Air dan Deterjen cairan untuk Pit Fall
10 Serangga Bahan pengamatan
b. Cara Kerja
2.2.3.2.2 Biodiversitas Penyakit a. Alat dan Bahan
Tabel 10. Alat dan Bahan Biodiversitas Penyakit
No Nama Fungsi
1 Gunting/cutter Untuk memotong bagian tanaman yang terserang penyakit
2 Tissue Untuk membungkus bagian tanaman yang terserang penyakit
3 Plastik klip Sebagai wadah bagian tanaman yang terserang penyakit
4 Kamera Untuk mendokumentasikan tanaman yang terserang penyakit
5 Bagian tanaman yang Sebagai bahan yang diamati
Mengambil Serangga yang terperangkap di Yellow Sticky Trap dan Pit Fall yang sudah dipasang
Masukkan serangga yang terlah diambil kedalam plastik klip yang telah diisi kapas dan alkohol, kemudian beri tanda dengan spidol
Masukkan Serangga yang telah diambil kedalam plastik klip yang telah diisi kapass dan alkohol dan beri tanda dengan spidol
Menangkap Serangga di lokasi yang telah ditentukan menggunakan sweep net
Mendokumentasikan semua serangga
Mengambil Serangga yang terperangkap di Sweep Net
Mengidentifikasi serangga
Gambar 9. Langkah Kerja Biodiversitas Arthropoda
11 terserang penyakit
b. Cara Kerja
2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon a. Alat dan Bahan
Tabel 11. Alat dan Bahan Pendugaan Cadangan Karbon
No. Nama Fungsi
1. Alat Tulis Untuk mencatat hasil pengamatan 2. Kamera Mendokumentasikan objek pengamatan b. Cara Kerja
Mengamati bagian tanaman yang terserang penyakit
Mendokumentasikan bagian tanaman yang terserang penyakit tersebut
Memasukkan bagian tanaman tersebut kedalam plastik klip Mengambil bagian tanaman yang terserang penyakit Membungkus bagian tanaman tersebut dengan tissue
Mencatat hasi identifikasi tersebut
Mengamati vegetasi apa yang ada pada tempat pengamatan
Mencocokan dengan Tabel Pendugaan Cadangan Karbon Mengidentifikasi bagian tanaman yang terserang penyakit
Gambar 10. Langkah Kerja Biodiversitas Penyakit
Mengamati vegetasi apa yang ada pada tempat pengamatan
Gambar 11. Langkah Kerja Pendugaan Cadangan Karbon
12 2.2.5 Identifikasi keberlanjutan lahan dari Aspek Sosial Ekonomi
a. Alat dan Bahan
Tabel 12. Alat dan Bahan Metode Identifikasi keberlanjutan lahan dari Aspek Sosial Ekonomi
No Nama Fungsi
1 Kuisioner Sebagai acuan wawancara kepada petani 2 Alat tulis Untuk menulis hasil wawancara
3 Perekan suara Untuk merekam hasil wawancara petani 4 Kamera Untuk mendokumentasikan tanaman yang
terserang penyakit b. Cara Kerja
Melakukan kunjungan dan observasi lapangan (Fieldtrip) Melakukan wawancara pada petani
Membuat laporan berdasarkan data hasil wawancara
Gambar 12. Langkah Kerja Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi
13 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kondisi Umum Wilayah
Lokasi Fieldtrip dilaksanakan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Secara geografis Desa Tulungrejo terletak pada posisi 7°21′- 7°31′ Lintang Selatan dan 110°10′-111°40′ Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa daratan sedang yaitu sekitar 156 m di atas permukaan air laut.Desa Tulungrejo berbatasan dengan Hutan Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang di sebelah utara. Di sisi barat, berbatasan dengan Desa Waturejo. Di bagian selatan berbatasan dengan Desa Sumberagung atau Kaumrejo Kecamatan Ngantang, sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Hutan Kecamatan Pujon. Lokasi fieldtrip pada Desa Tulungrejo memilki empat tutupan lahan yaitu hutan, agroforestri, tanaman semusim dan campuran antara tanaman semusim dengan pemukiman.
Titik 1 yang terletak dilereng atas memilliki jenis penggunaan lahan (Land use) yaitu hutan dengan vegetasi yang mendominasi tanaman pinus. Tingkat heterogenitas terbilang rendah karena di titik ini didominasi oleh tanaman pinus.
Selain itu pada titik 1 memiliki vegetasi lain yaitu sengon, jati, durian dan pisang.
Jenis lanskap pada titk 1 yaitu fragmented dengan hutan alami 10-60% Titik 2 memiliki jenis penggunaan lahan agroforestri dengan vegetasi kopi, pisang, durian, sengon, nangka, talas dan cabai. Titik dua memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi karena pada titik ini memiliki vegetasi yang beragam mulai dari tanaman tahunan dan tahunan semusim. Jenis lanskap pada titik 2 memiliki jenis fragmented dengan habitat alami 10-60%.
Titik 3 memiliki jenis penggunaan lahan yaitu tanaman semusim dengan vegetasi yaitu kubis, wortel, terong, jagung, pisang, pohon waru, kelapa dan bambu.Tingkat heterogenitas pada titik ini tergolong rendah yaitu tumpang sari kubis dengan wortel. Macam lanskap pada titik ini adalah fragmented dengan habitat alami 10-60%. Sedangkan pada titik 4 jenis penggunaan lahan adalah tenaman semusim dan pemukiman dengan jenis tanaman semusim yang mendominasi yaitu jagung.tanaman lain pada titik 4 yaitu, jagung, pisang, pohon waru, kelapa dan bambu. Tingkat heterogenitas pada titik ini tergolong rendah yaitu monokultur jagung. Macam lanskap pada titik ini adalah relictual dengan habitat alami < 10%.
14 3.1.2 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik
3.1.2.1 Kualitas Air
Tabel 13. Kualitas Air
Parameter Satuan
Lokasi Pengambilan Sample Air
Kelas (PP no.82
th.
2001
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Kekeruhan Cm 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 -
Suhu oC 22 23 22 23 23 23 24 23 23 23 23 23 -
pH 5,65 5,17 5,56 5,75 5,86 5,89 5,67 5,60 5,61 5,87 5,89 5,87 IV
DO mg/l 0,01 0,00 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,00 IV
Tabel di atas merupakan data yang sudah didapat, pengamatan kualitas air dengan parameter kekeruhan menghasilkan data yang seragam yaitu semua sample setelah diamati menggunakan secchi disc menghasilkan kedalaman samapi 40cm di setiap titik di semua plot. Bisa dikatakan bahwa air yang ada di lokasi pengamatan masih dalam kondisi jernih. Karena secchi disc bisa masuk sampai kedalaman paling bawah.
Air yang jernih merupakan indikator bahwa di lokasi tersebut air masih belum tercemar. Maka air yang ada pada lokasi fieldtrip masih bisa digunakan dan dimanfaatkan untuk siapa saja. Baik untuk mengairi lahan pertanian yang ada ataupun bagi makhluk hidup yang lainnya.
Pengamatan suhu, didapatkan hasil bahwa di semua titik di setiap plot memiliki data yang hampir semua mirip. Data suhu ada di kisaran angka 22-24oC.
Namun pada plot satu memiliki data suhu yang paling rendah yaitu 22-23oC.
Suhu air yang ada pada lokasi pengamatan menunjukkan bahwa suhu disana masih normal. Terbukti dari hasil pengamatan bahwa suhu menunjukkan angka yang hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa suhu air yang ada di lokasi fieldtrip masih bisa dikatakan sesuai dengan indicator pertanian berlanjut.
Effendi(2003) menyebutkan bahwa kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 °C -30°C. Hal ini berarti, suhu air Sungai Ngringo masih mampu menunjang pertumbuhan fitoplankton.
Kemudian pada pengamatan pH dari plot 1 sampai plot 4 memiliki data pada kisaran angka 5,17-5,89. Hal ini menunjukkan bahwa pH yang ada di lokasi pengamatan di semua plot pada setiap titik memiliki kecenderungan yang sama.
Pengamatan berikutnya adalah dissolve oxygen. Hasil yang didapat dari lapang adalah bahwa data DO pada semua plot di setiap ulangan sama. Hanya pada ulangan 2 plot 1 dan ulangan 3 plot 4 yang berbeda, yaitu air memiliki DO 0,00.
15 Menurut PP no.82 tahun 2001, kelas kualitas air berdasarkan air yag diamati masuk ke kelas IV. Semua plot di setiap titik air pada tempat fieldtrip merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Jadi, kondisi kualitas air menunjukkan bahwa pengelolaan lahan pada skala lansekap tidak termasuk dalam kategori pertanian berlanjut karena menunjukkan air sudah tercemar. Sesuai dengan yang dikatakan Prabowo (2012) bahwa Ph air sungai yang baik adalah di kisaran 6-9 sedangkan DO yang baik adalah di kisaran 3 ke atas. Namun sesuai pengamatan yang dilakukan di lokasi fieldtrip, dua indikator tersebut tidak sesuai dengan indikator kualitas air untuk pertanian berlanjut.
Pengukuran suhu air sungai, dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu air sungai masih alami, dibuktikan deviasi suhu air sungai pada setiap titik di semua plot tidak lebih dari 3oC. Lalu pada pengamatan pH dan DO air sungai menunjukkan bahwa kedua parameter tersebut termasuk pada kelas IV yang merupakan kualitas paling rendah. Kualitas air di kelas IV menunjukkan bahwa air tersebut peruntukannya digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Jadi, kualitas air di lokasi pengamatan (fieldtrip) bila ditinjau dari segi kekeruhan dan suhu masih bisa dikatakan berguna untuk pertanian berlanjut.
Namun dari segi pH dan DO kualitas air sungai pada lokasi tersebut kurang menunjang untuk pertanian berlanjut.
Jika dibandingan dengan plot lainnya, kualitas air di plot 1 memiliki kualitas yang sama dengan plot 2, plot 3, dan plot 4. Kekeruhan air di semua plot memiliki data yang sama yaitu kedalaman ketika diukur dengan secchi disc mencapai 40 cm. Pengamatan suhu juga menghasilkan data yang hampir seragam dari plot 1 samapi plot 4, bahwa suhu berada di kisaran 22-24OC.
Pengukuran Ph dari plot 1 sampai plot 4 menghasilkan data Ph air sungai bila dirata-rata berada di angka 5. Menurut PP no.81 tahun 2001, menyebutkan bahwa Ph air yang baik adalah pada kisaran angka 6-9 (Efendi, 2003). Jadi, untuk Ph air sungai yang ada di semua plot kurang baik kondisinya bagi pertanian yang berkelanjutan karena Ph-nya terlalu masam. Pengukuran DO pada plot 1, jika dibandingka dengan pplot lainnya, memiliki hasil yang sama. Semua data berda di kisaran 0,00-0,01 dimana DO pada angka ini kurang baik bagi pertanian berkelanjutan. Karena jumlah oxygen yang ada di air sungai minim sekali. Sesuai dengan PP no.82 tahun 2001 pasal 8, DO pada kisaran angka 0, hanya diperuntukkan bagi pengairan tanaman saja, tidak baik untuk dikonsumsi sebagai air minum, sarana rekreasi, atau peternakan.
16 3.1.2.2 Biodiversitas Tanaman
Tabel 14. Analisis Biodiversitas
Tutupan lahan
Spesies tanaman
Informasi tutupan lahan dan tanaman dalam lanskap
Luas Jarak
tanam (cm)
Populasi Sebaran Plot 1
(Perkebunan Pinus)
Mahoni
1 ha
- 21 Titik
Sengon - 17 Titik
Pisang - 10 Titik
Durian - 5 Titik
Jati - 30 Kelompok
Pinus 3 x 4 833 Rata
Plot 2 (Agroforestri)
Kopi
1 ha
190 x 225 2.339 Rata
Pisang - 11 Titik
Durian - 2 Titik
Sengon 270 x 254 217 Rata
Nangka - 6 Titik
Talas - 17 Titik
Cabai 90 x 265 4.192 Rata
Plot 3 (tanaman semusim)
Kubis
1 ha
50 x 50 4000 Rata
Wortel 20 x 20 25.000 Rata
Terong 75 173 Rata
Jagung 70 x 30 4762 Rata
Pisang - 20 Titik
Waru - 49 Titik
Kelapa - 25 Titik
Bambu - 30 Kelompok
Plot 4 (Tanaman
Semusim +Pemukiman)
Jagung
1 ha
70 x 30 47.619 Rata
Pisang - 22 Titik
Sengon - 50 Titik
Kelapa - 29 Titik
Jati - 40 Titik
Pada desa Tulungrejo, terdapat 4 plot dengan tutupan lahan yang berbeda.
Pada plot 1 dengan luasan lahan 1 ha merupakan tutupan lahan perkebunan pinus. Spesies tanaman terbanyak pada plot 1 yaitu pinus sebanyak 833 pohon dengan jarak tanam 3 x 4 cm dan sebaran rata.Sedangkan spesies tanaman paling sedikit adalah pohon durian sebanyak 5 pohon dengan sebaran titik.Spesies tanaman lainnya yaitu sengon, pisang, mahoni dan jati.Sebaran spesies tanaman pisang, sengon dan mahoni adalah titik, sedangkan spesies tanaman jati memiliki sebaran kelompok.
17 Pada plot 2 dengan tutupan lahan agroforestri dan luasan lahan 1 ha, spesies tanaman terbanyak ialah tanaman kopi dengan jarak tanam 190 x 225 cm sebanyak 2.339 tanaman sebaran rata. Sedangkan spesies tanaman paling sedikit di plot 2 yaitu pisang dengan sebaran titik. Untuk spesies tanaman lain, durian, nangka dan talas memiliki sebaran titik. Untuk sengon dan cabai memiliki sebaran rata dengan jarak tanam sengon 270 x 254 cm dan cabai 90 x 265 cm.
Pada plot 3 luasan lahan 1 ha dengan tutupan lahan tanaman semusim, spesies tanaman terbanyak adalah wortel sebanyak 25.000 tanaman dengan jarak tanam 20 x 20 cm dan sebaran rata. Sedangkan spesies tanaman paling sedikit adalah pisang sebanyak 20 tanaman dengan sebaran titik. Spesies tanaman lain yang terdapat di plot 3 yaitu kubis, terong dan jagung dengan sebaran rata dan jarak tanam masing-masing 50 x 50cm, 75 cm dan 70 x 30 cm;
waru dan kelapa dengan sebaran titik serta bambu dengan sebaran kelompok.
Pada plot 4 luasah lahan 1 ha dengan tutupan lahan tanaman semusim+pemukiman, spesies tanaman terbanyak adalah tanaman jagung sebanyak 47.619 dengan jarak tanam 70 x 30 cm dan sebaran rata. Sedangkan spesies tanaman yang paling sedikit pada plot 4 adalah pisang dengan populasi 22 tanaman dan sebaran titik. Untuk spesies tanaman lain terdapat sengon, kelapa dan jati dengan sebaran titik.
Dari pemaparan data diatas dapat dilihat bahwa biodiversitas pertanian di keempat plot tersebut termasuk tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya spesies tanaman di masing-masing plot. Menurut Suhartini (2009), semakin tinggi biodiversitas suatu lahan, maka semakin ngeindikasikan suatu lahan pertanian tersebut berlanjut. Hal ini dikarenakan semakin tinggi keanekaragaman flora suatu wilayah, dapat merangsang pertambahan keanekaragaman fauna wilayah tersebut, sehingga kemungkinan dalam pengendalian hama dan penyakit dengan memanfaatkan musuh alami lebih mudah dilakukan.
Tabel 15. Analisis Vegetasi Gulma Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah plot ke-
Jumlah
1 2 3 4
Semanggi Oxalis cornicula L. 9 - - - 9
Rumput Kerbau
Paspalum conjugatum 24 - 6 - 30
Ruput Malela Brachiarsa mutica 3 - - 32 35 Bandotan Ageratum conyzoides
L.
8 - 1 3 12
Sambiloto Andrographis paniculata
7 - - - 7
18 Dandang
Gendis
Clinacantus nutans Lindau
6 - - - 6
Sintrong Crassocephalum crepidioides
- 19 - - 19
Suruhan Peperomia pellucida - 103 - - 103
Rumput Teki Cyperus rotundus - 7 19 - 26
Paku-pakuan Davalia sp. - 6 - - 6
Kejibeling Strobilanthes crispus - 3 - - 3
Legetan Acmella oleracea - 4 - - 4
Krokot Portulaca oleracia L. - - 39 - 39 Rumput
Belulang
Eleusine indica - - 15 - 15
Songgolangit Tridax procumbens L. - - - 13 13 Jukut Pahit Axonopus compressus
(Swartz) Beauv
- - - 15 15
Berdasarkan hasil pengamatan biodiversitas gulma diperoleh hasil bahwa gulma yang ada di empat plot yaitu plot 1 (perkebunan pinus), plot 2 (agroforestri), plot 3 (tanaman semusim), plot 4 (tanaman semusim+permukiman) sebagian besar memiliki jenis gulma yang berbeda-beda.
Dari 16 gulma yang telah diidentifikasi dari seluruh plot yang paling sedikit adalah gulma kejibeling yang hanya berjumlah 3 di plot 2. Pada plot 1 dan 2 memiliki jenis gulma paling banyak dibanding gulma yang berada di plot lainnya.
Menurut Sastrautomo (1998), kehadiran gulma di suatu areal pertanaman secara umum memberikan pengaruh negatif terhadap tanaman, karena gulma memiliki daya kompetitif yang tinggi sehingga memungkinkan terjadinya persaingan cahaya, CO2, air, unsur hara, ruang tumbuh yang digunakan secara bersamaan. Selain itu gulma memiliki peranan lain yaitu sebagai alelopati, alelomediasi dan alelopoli. Alelopati, karena gulma dapat mengeluarkan bahan kimia untuk menekan bahkan mematikan tumbuhan atau tanaman lain sedangkan alelomediasi, karena gulma merupakan tempat tinggal bagi beberapa jenis hama tertentu atau gulma sebagai penghubung antara hama dengan tanaman budidaya, dan alelopoli, karena gulma selalu bersifat monopoli atas air, hara, CO2, O2 dan sinar matahari. Namun pada situasi tertentu gulma juga bermanfaat baik untuk tanah dan tanaman.Menurut Susanto (2013) gulma bermanfaat untuk: 1) Melindungi permukaan tanah dari sinar matahari/
menyuburkan tanah, 2) Mengurangi bahaya erosi pada kondisi tanah yang miring, 3) Menjadi sumber bahan organik di dalam tanah, 4) Memperbaiki infiltrasi air sehingga menambah retensi air dalam tanah, 5) Memperbaiki sifat biologi tanah. Selain itu gulma yang ditemukan pada keempat plot rata-rata memiliki manfaat sebgai tanaman obat. Sesuai pendapat Vital dan Rivera (2009)
19 bahwa saat ini banyak sekali dari tumbuhan liar termasuk gulma telah terbukti berkhasiat obat dan telah digunakan oleh masyarakat dalam menyembuhkan penyakit tertentu.
Tabel 16. Hasil Perhitungan Analisis Vegetasi Gulma
No Lokasi
Koefisien
Komunitas (C) H' C'
1 Perkebunan pinus
45,614
1,5234 0,2339
2 Agroferestri 1,5359 0,2526
3 Semusim 1,5234 0,2339
4
Tanaman
Semusim+Pemukiman 1,3050 0,2897
Gambar 13. Grafik Nilai Indeks Keragaman Shannon- Wianner (H’) dan Indeks Dominansi Simpson (C’)
Lanskap di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang memiliki empat jenis penggunaan lahan yaitu perkebunan pinus, agroforestri, tanaman semusim, tanaman semusim dan permukiman. Dari ke empat tutupan lahan yang ada di daerah lanskap dengan keragaman gulma yang bervariasi pada setiap tutupan lahan menghasilkan koefisien komunitas (C) sebesar 45,614. Nilai H’ pada setiap penggunaan lahan memiliki nilai yang berbeda. Pada penggunaan lahan perkebunan pinus memiliki nilai H’ sebesar 1,5234, agroforestri sebesar 1,5359, tanaman semusim 1,5234 dan semusim dengan pemukiman sebesar 1,3050.
Pada perhitungan C simpson (C’) memiliki nilai yang beragam pada setiap penggunaan lahan. Pada lahan perkebunan pinus memiliki nilai sebesar 0,2339, lahan agroforestri 0,2526, lahan tanman semusim sebesar 0,2897 dan pada lahan semusim dengan pemukiman sebesar 0,2897.
Kondisi lanskap yang memiliki empat jenis penggunaan lahan memiliki persebaran jenis gulma yang beragam. Dengan banyaknya persebaran gulma di setiap plot yang berbeda maka persebaran gulma dapat di hitung dengan beberapa parameter yaitu kerapatan mutlak, frekuensi nisbi hingga SDR .Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan jumlah dominansi suatu jenis gulma
0 0,5 1 1,5 2
H' C' simpson
perkebunan pinus Agroforestri semusim
semusim dan pemukiman
20 dengan jenis gulma lainnya dalam suatu komunitas, sebab dalam suatu komunitas sering dijumpai spesies gulma tertentu yang tumbuh lebih dominan dari spesies yang lain sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengendalian gulma. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mas’ud (2009), bahwa beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum pengendalian gulma dilakukan antara lain adalah jenis gulma dominan, tumbuhan budidaya utama, alternatif pengendalian yang tersedia serta dampak ekonomi dan ekologi.
Selain perhitungan SDR juga dilakukan perhitungan koefisien komunitas (C), H’ dan C simpson (C’). Hal ini di lakukan untuk mengatahui keragaman gulma yang ada di lanskap. Dari perhitungan koefisien komunitas (C) lanskap yang diamati mendapatkan hasil sebesar 0,2543 (25%). Menurut Muklasin dan Syahnen (2016), nilai koefisien komunitas (C) sebesar 75% atau lebih dianggap relatif homogen. Sehingga dari hasil tersebut diketahui bahwa koefisien komunitas yang ada pada lanskap di Desa Tulungrejo termasuk tidak homogen (heterogen).Selain itu juga dilakukan perhitungan indeks Shannon-Weiner (H’) yang berguna untuk menentukan tingkat keanekaragaman spesies. Hal ini sesuai dengan pernyataan Magurran (1988) menjelaskan bahwa nilai indeks keanekaragaan (H') ini berhubungan dengan kekayaan spesies pada lokasi tertentu, tetapi juga dipengaruhi oleh distribusi kelimpahan spesies. Pada perhitungan H’ atau indeks keragaman Shannon-weiner pada setiap plot memiliki nilai yang berbeda namun tidak signifikan. Pada seluruh plot memiliki nilai H’ berkisar 1,3 hingga 1,5. Dari hasil tersebut diketahui lanskap yang diamati memiliki keanekaragaman sedang, produktifitas yang cukup, dan ekosistem sedang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wilhm & Dorris (1968) dalam Masson (1981) bahwa nilai H' ≤ 1 termasuk keanekaragaman yang rendah dan nilai 1≤ H'
≤ 3 termasuk keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang dan untuk H’ >3 memliki keanekarahaman tinggi dengan kesetabilan ekosistem yang tinggi. Selain itu juga dilakukan perhitungan indeks simpson (C’) yang di tujukan untuk mengetahui proporsi individu dalam spesies (Magurran, 1988). Dengan nilai indeks simpson (C’) berkisar 0,2, maka peningkatan setiap individu dalam spesies termasuk kurang merata.
3.1.2.3 Biodiversitas Hama Penyakit 1. Biodiversitas Arthropoda
Tabel 17. Pengamatan Biodiversitas Arthropoda pada Masing-Masing Plot Lokasi
Pengambila n Sampel
Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah
Fungsi (H,MA,
SL) Plot 1
Perkebunan
Kumbang Koksi
Epilachna admirabilis 2 SL
21 (Pinus) Belalang Kayu Valanga nigricornis 1 SL
Semut Hitam Dolichoderus thoracicus 12 SL
Jangkrik Gryllus assimilis 1 SL
Laba-laba Ayah Kaki Panjang
Pholcus phalangiodes 3 MA Penggerek
Kulit/Batang Cabang
Dyorictia sp 1 H
Plot 2 Agroforestri (Kopi)
Semut Rangrang
Oecophylla smaragdina 5 MA Laba-Laba
Lompat
Salticidae phidippus audax
1 MA
Semut Hitam Dolichoderus sp 3 MA
Lalat
Apung/Lalat Bunga
Episyrphus balteatus 4 MA
Belalang sembah
Atractomorpha crenulata
3 MA
Kumbang kubah spot
Epilachna sparsa 2 MA
Lalat tachinid Tachinidae leskiini 3 H Penggerek
buah kopi
Hypothenemus hampei 1 H
Kupu-kupu Evening Brown
Melanitis leda 1 SL
Dung beetle Onitis aygulus 1 SL
Plot 3 Semusim (Kubis)
Tomcat Paederus fuscipes 2 MA
Semut hitam Dolichoderus thoracicus Smith
3 SL
Kutu jagung Sitophilus zeamais 1 SL
Kumbang Kubah Spot
Epilachna sparsa 2 MA
Belalang Kayu Valanga Nigricornis 2 H
Jangkrik Gryllus sp 1 H
Diadegma Diadegma semiclausum 36 MA
Plot 4 Pemukiman dan
Semusim (Jagung)
Lalat Bibit Atherigona exigua 2 H
Kumbang Kubah Spot M
Menochillus sexmaculatus
2 MA
Tomcat Paederus fuscipes 1 MA
Laba-Laba Araneus diadematus 3 MA
Belalang Hijau Oxya chinensis 1 H
Semut Monomorium
pharaonis
4 SL
Semut Hitam Dolichoderus sp 1 SL
22 Kumbang
Bubuk
Sitophilus zeamais Motsch
1 H
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui arthropodha yang terdapat pada plot 1 yaitu penggerek kulit/batang cabang sebagai hama. Kumbang koksi, belalang kayu, semut hitam dan jangkrik sebagai serangga lain. Arthropodha yang terdapat pada plot 2 yaitu semut rang-rang, laba-laba lompat, semut hitam, lalat apung, belalang sembah dan kumbang kubah spot sebagai musuh alami.
Penggerek buah kopi dan lalat tachinid sebagai hama. Kupu-kupu evening brown dan dung beetle sebagai serangga lain. Arthropoda yang terdapat pada plot 3 yaitu tomcat, kumbang kubah spot, dan diadegma sebagai musuh alami. Belalang kayu dan jangkrik sebagai hama. Semut hitam dan kutu jagung sebagai serangga lain. Arthropoda yang terdapat pada plot 4 yaitu kumbang kubah spot M, tomcat dan laba-laba sebagai musuh alami. Lalat buah, belalang hijau dan kumbang bubuk sebagai hama. Semut dan semut hitam sebagai serangga lain.
Tabel 18. Manfaat Peranan Layanan Lingkungan dalam Lanskap Agroekosistem Plot Jenis Serangga yang
ditemukan
Peranan
(Polinator/Musuh alami) Jumlah 1 Laba-Laba Ayah Kaki Panjang Musuh alami 3
2 Semut Rangrang Musuh alami 5
Laba-Laba Lompat Musuh alami 1
Semut Hitam Musuh alami 3
Lalat Apung/Lalat Bunga Musuh alami 4
Belalang Sembah Musuh alami 3
Kumbang Kubah Spot Musuh alami 2
Kupu-kupu Evening Brown Polinator 1
3 Tomcat Musuh Alami 2
Kumbang Kubah Spot Musuh Alami 2
Diadegma Musuh Alami 36
4 Kumbang Kubah Spot M Musuh Alami 2
Tomcat Musuh Alami 1
Laba-Laba Musuh Alami 3
Berdasarkan tabel diatas, jenis serangga yang ditemukan berbeda-beda.
Jenis serangga yang memiliki peranan musuh alami dan polinator berjumlah tinggi pada plot 3 yaitu tanaman semusim sebesar 40 serangga. Sedangkan pada masing-masing plot 1,2 dan 4 berjumlah 3 serangga, 16 serangga 19 dan 6 serangga.
23 Tabel 19. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 1
Titik Pengambilan Sampel
Jumlah Individu Prosentase
H MA SL Total H MA SL
Titik 1 - - 3 3 - - 15%
Titik 2 - - 7 7 - - 35%
Titik 3 - 1 5 6 - 5% 25%
Titik 4 1 2 1 4 5% 10% 5%
Total 1 3 16 20 5% 15% 80%
Berdasarkan tabel diatas pada plot 1 terletak di perkebunan pinus dan keberadaan arthropoda didominasi oleh serangga lain yaitu sebesar 80%, sedangkan hama 5% dan musuh alami 15%.
Tabel 20. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 2 Titik Pengambilan
Sampel
Jumlah Individu Prosentase (%)
H MA SL Total H MA SL
Titik 1 - 9 - 9 - 37,5 -
Titik 2 3 8 - 11 12,5 33,33 -
Titik 3 1 - 1 2 4,167 - 4,167
Titik 4 - 1 1 2 - 4,167 4,167
Total 4 18 2 24 16,7 75 8,3
Berdasarkan tabel diatas, pada plot 2 yaitu agroforestri tanaman kopi didominasi oleh musuh alami sebesar 55%, sedangkan hama 19,3% dan serangga lain 25%.
Tabel 21. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 3 Titik Pengambilan
Sampel
Jumlah Individu Prosentase (%)
H MA SL Total H MA SL
Titik 1 0 1 4 5 0 2,13 8,51
Titik 2 0 36 0 36 0 76,60 0
Titik 3 2 1 0 3 4,25 2,13 0
Titik 4 1 2 0 3 2,13 4,25 0
Total 3 40 4 47 6,38 85,11 8,51
Berdasarkan tabel diatas, pada plot 3 yaitu pada tanaman semusim kubis keberadaan musuh alami sangat mendominasi yaitu sebesar 85,11%, sedangakan untuk hama sebesar 6,38 dan serangga lain 8,51%.
24 Tabel 22. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 4
Titik Pengambilan Sampel
Jumlah Individu Prosentase (%)
H MA SL Total H MA SL
Titik 1 1 2 0 3 6,67 13,33 0
Titik 2 0 3 0 3 0 20 0
Titik 3 1 1 5 7 6,67 6,67 33,33
Titik 4 2 0 0 2 13,33 0 0
Total 4 6 5 15 26,67 40 33,33
Berdasarkan tabel diatas, pada plot 4 yaitu pada tanaman semusim jagung keberadaan musuh alami yang mendominasi sebesar 40%. Sedangkan untuk hama sebesar 26,67 dan serangga lain 33,33%.
Tabel 23. Segitiga Fiktorial pada Masing-Masing Plot
Plot Segitiga Fiktorial
1
Segitiga fiktorial plot 1 terdiri dari 5% hama, 15% musuh alami dan 80%
serangga lain. Sehingga hasil pembentukan segitiga fiktorial plot 1 didominasi oleh serangga lain.
0 10 20 30 40 50
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
Jumlah Anthropoda
Lokasi Pengamatan
Perbandingan Jumlah Arthropoda antar Plot
Hama Musuh alami Serangga Lain
SL 10
H 10
M A
Gambar 14. Perbandingan Jumlah Arthropoda antar Plot
25 2
Segitiga fiktorial plot 2 terdiri dari 16,7% hama, 75% musuh alami dan 8,3% serangga lain. Sehingga hasil pembentukan segitiga fiktorial plot 2 didominasi oleh musuh alami.
3
Segitiga fiktorial plot 3 terdiri dari 6,38% hama, 85,11% musuh alami dan 8,51% serangga lain. Sehingga hasil pembentukan segitiga fiktorial plot 3 didominasi oleh musuh alami.
4
26 Segitiga fiktorial plot 4 terdiri dari 26,67% hama, 40% musuh alami dan 33,33% serangga lain. Sehingga hasil pembentukan segitiga fiktorial plot 4 didominasi oleh serangga lain.
4
Segitiga fiktorial plot 4 terdiri dari 26,67% hama, 40% musuh alami dan 33,33% serangga lain. Sehingga hasil pembentukan segitiga fiktorial plot 4 didominasi oleh serangga lain.
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dapat diketahuin bahwa keberagaman arthropoda yang paling tinggi yaitu terdapat pada plot 3. Pada plot 3 arthropodha yang mendominasi yaitu musuh alami. Menurut A. Tauruslina (2015) musuh alami berperan dalam menurunkan populasi hama sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan. Keberadaan musuh alami dapat mengendalikan hama yang terdapat dalam tanaman.
Arthropodha yang ditemukan pada saat fieldtrip ada bermacam-macam dari berbagai plot. Pada setiap plot ditemukan tiga jenis arthropoda yaitu hama, musuh alami dan serangga lain. Nama-nama dan foto arthropoda tersebut dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 24. Nama dan Foto pada Masing-Masing Plot
No. Nama Foto
1 Penggerek Kulit/Batang Cabang (Dyorictia sp)
1
Jangkrik (Gryllus assimilis)
1
27 Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus)
1
Belalang Kayu (Valanga nigricornis)
1
Laba-Laba Ayah Kaki Panjang (Pholcus phalangiodes)
d
Kumbang Koksi (Epilachna admirabilis)
h
2 Belalang Sembah (Atractomorpha crenulata)
Dung Beetle (Onitis aygulus)
Kumbang Kubah Spot (Epilachna sparsa)
Kupu-kupu Evening Brown (Melanitis leda)
Laba-Laba Lompat (Salticidae phidippus audax)
Lalat Apung (Episyrphus balteatus)
28 Lalat tachinid (Tachinidae leskiini)
Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei)
Semut Hitam (Dolichoderus sp)
Semut Rang-rang (Oecophylla smaragdina)
3 Semut hitam (Dolichoderus thoracicus)
Kutu jagung (Sitophilus zeamais)
Kumbang Kubah Spot (Epilachna sparsa)
Belalang Kayu (Valanga nigricornis)
Jangkrik (Gryllus sp)
Diadegma (Diadegma semiclausum)
29 Tomcat (Paederus fuscipes)
4 Lalat Bibit (Atherigona exigua)
Kumbang Kubah Spot M (Menochillus sexmaculatus)
Tomcat (Paederus fuscipes)
Laba-laba (Araneus diadematus)
Semut (Monomorium pharaonis)
Semut hitam (Dolichoderus sp)
Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais Motsch)
Belalang hijau (Oxya chinensis)
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa plot 1 didominasi oleh serangga lain, sedangkan plot 2, 3 dan 4 didominasi oleh musuh alami. Rendahnya hama dapat disebabkan oleh pola tanam yang beragam atau tumpangsari. Manfaat tumpangsari mampu meningkatkan fungsi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama dan pemanfaatan lahan secara optimal yang akan membawa
30 keuntungan bagi petani, dengan meningkatnya produksi dan kegunaan lahan secara efisien (Putnam et al. 1985, Newman 1986 dalam Eldriadi 2011).
Menurut Turnbe., et al (2010) dalam Samudra., et al (2013) kelimpahan serta keanekaragaman jenis arthropoda merupakan hal yang penting, sehingga dapat diketahui peran organisme terhadap lingkungan. Seperti pada masing- masing plot ditemukan adanya musuh alami dan hama, dimana musuh alami dapat memberikan manfaat untuk mengendalikan hama yang merugikan karena merusak tanaman. Adanya keragaman ini menyebabkan terjadinya interaksi yaitu antara hama dengan musuh alami dan juga serangga lain seperti polinator yang dapat membantu penyerbukan pada tanaman, sehingga dapat menjaga keseimbangan ekosistem. Menurut Untung (2006) dalam Puspasari., et al (2016) berlandaskan pada pendekatan ekologi dan lingkungan terjadinya keseimbangan populasi antara serangga hama dan kompleks musuh alami dapat mendukung terciptanya pertanian yang berkelanjutan.
3.1.2.3.2 Biodiversitas Penyakit
Selain hama, penyakit pada tanaman juga dapat ditemui dan merusak tanaman sehingga tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara masimal. Pada tanaman semusim dan perumahan, tanaman tumpang sari kubis dengan wortel, Agroforestri, dan hutan vegetasi pinus, ditemukan berbagai penyakit yang menyerang vegetasi pada masing-masing tutupan lahan tersebut. Menurut Rahayu (1999), penyakit dapat terjadi karena gangguan proses fisiologis dari tanaman (meliputi biji, bunga, buah, daun pucuk, cabang, batang dan akar) sebagai gangguan akibat terganggunya fungsi atau bentuk jaringan atau organ tanaman oleh penyebab penyakit.
Tabel 25. Biodiversitas Penyakit Masing-Masing Plot
Plot Nama Lokal Nama Ilmiah Dokumentasi
1 Tidak terdapat penyakit
2 Layu kopi Tracheomycosis
Jamur upas Corticium salmonicolor
Karat daun kopi Hemileia vastatrix
3 Busuk hitam Xanthomonas
campestris sp
31
4 Hawar daun Helmithosporium
turcicum
Pada Plot 1 yaitu hutan dengan vegetasi pinus tidak ditemukan adanya penyakit. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi hutan tersebut dalam keadaan baik. Pada plot 2 yaitu tanaman agroforestri yang didalamnya terdapat tanaman cengkeh, tanaman kopi, tanaman pisang, tanaman durian dan tanaman cabai.
Penyakit yang ditemukan adalah penyakit layu kopi (Tracheomycosis). Penyakit layu kopi disebabkan oleh jamur yang berkembang didalam pembuluh kayu (Darwis, 2013). Gejala penyakit ini adalah daun berwarna kekuningan, pohon mati perlahan-lahan, ujung-ujung cabang mengalami kematian, daun lebih cepat rontok daripada biasa Semangun (2000). Selain itu terdapat juga jamur upas (Corticium salmonicolor) yang merupakan penyakit yang menyerang tanaman kopi. Gejala khas tanaman yang terserang jamur upas yaitu layu mendadak.
Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh serangan jamur upas adalah tanaman tidak dapat berproduksi dengan maksimal karenainfeksi penyakit ini menyebabkan kematian (dieback) pada pohon kopi yang terserang (Umiati, 2014). Selain itu ditemukan juga penyakit karat daun kopi(Hemileia vastatrix).
Gejala yang ditunjukkan oleh penyakit ini adalah sisi bawah daun menunjukkan adanya bercak-bercak berwarna kuning tua. Pada bercak tersebut terbentuk tepung yaitu jamur. Bercak tua berwarna coklat tua sampai hitam dan mngering, daun kahirnya gugur sehingga pohon menjadi gundul (semangun, 2000). Ketika daun tanaman terkena karat, maka menyebabkan area fotosintesis berkurang dan berdampak pada penurunan pertumbuhan tanaman. Banyaknya ditemukan penyakit yang menyerang komoditas pada agroforestri, menunjukkan bahwa pada lahan ini dieperlukan adanya perlakuan pemeliharaan.
Plot 3 merupakan tanaman semusim dengan komoditas kubis. Penyakit yang ditemukan adalah penyakit busuk hitam atau Xanthomonas campestris sp.
Penyakit ini ditandai oleh munculnya becak cokelat kehitaman-hitaman pada daun dan batang. Sesuai dengan pendapat Sastrosaswijo , et al (2005) yang menyatakan bahwa gejala paling khas pada daun dalah tampangnya warna daun kuning kecoklat-coklatan dan kemudian mengering. Apabila tanaman kubis terserang penyakit ini maka dimungkinkan bahwa nilai ekonomi dari kubis tersebut akan mengalami penurunan.
Plot 4 merupakan tanaman semusim yang paling banyak ditemui tanaman jagung. Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian subsektor tanaman pangan. Penyakit yang ditemukan adalah penyakit Hawar daun (Helmithosporium turcicum). Pada tanaman tersebut ditunjukkan adanya gejala berupa bercak-bercak kecil berwarna kecoklat-coklatan disepanjang daun
32 tanaman jagung. Hal ini sesuai dengan pendapat Semangun (2010) bahwa gejala awal penyakit hawar daun ini ditandai dengan munculnya bercak-bercak kecil, jorong, hijau tua/kelabu. Selanjutnya bercak-bercak tersebut berubah menjadi berwarna coklat kehitaman dan beruah bentuk menyerupai perahu.
Salah satu indikator pertanian berlanjut menurut Ecological Agriculture Projects (1989) adalah meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem pertanian. Termasuk dalam hal ini adalah terpeliharanya keragaman hayati, sumberdaya tanah, air, kesehatan tanaman dan kenyamanan lingkungan. Apabila tanaman tidak sehat, dapat dipastikan bahwa siklus hidup biologis tanaman tersebut terganggu. Apabila dilihat dari segi penyakit nya pada plot 1,3,4 tidak ditemukan penyakit yang sangat sedidikit, sedangkan pada plot 2 masih ditemukan adanya banyak penyakit sehingga perlu dilakukan pemeliharaan dan pemberantasan penyakit.
3.1.2.4 Cadangan Karbon
Tabel 26. Cadangan Karbon
Plo t
Penggunaan Lahan
Tutupan Lahan
Manfaa t
Posisi Leren
g
Tingkat Tutupa
n Kanopi
Seresa h
Jumlah Spesie
s
Kerapat n
C-stock (ton/ha
)
1 Hutan
Produksi Pinus K A T T S S 150
2 Agroforestr i
Kopi B T S S T T
80
Nangka B,D,K T R R R R
Pisang B,D,Ba T R R S S
Sengon K T S S T T
Talas U,B T R R S S
Durian B,K T R R R R
3 Tanaman Semusim
Pisang B T T T T T
Rumpu 1
t Gajah D T T T T T
4
Tanaman Semusim
Jagung B T R R T T
1 Rumpu
t Gajah D T R R T T
Pemukiman B 0
Dari hasil pengamatan jumlah cadangan karbon, didapatkan hasil bahwa Hutan produksi memiliki jumlah cadangan karbon paling tinggi, kemudian ada agroforestry di urutan berikutnya, lalu ada tanaman semusim.Diketahui juga bahwa cadangan karbon yang ada di lokasi pemukiman tidak memiliki cadangan karbon.Hal ini menunjukkan bahwa hutan adalah lingkungan yang terbaik dalam menyimpan cadangan karbon.
Jumlah cadangan karbon berbeda-beda pada setiap plot dipengaruhi oleh perbedaan vegetasi yang ada. Di hutan memliki nilai cadangan karbon paling tinggi karena tutupan lahannya adalah tanaman pohon yaitu pinus.Pinus
33 memiliki menyimpan cadangan karbon yang besar pada setiap biomassanya.Apalagi bila dibandingkan dengan tanaman semusim, jelas tanaman pinus lebih besar biomassanya dan menyimpan cadangan karbon lebih banyak.
Oleh karena itu semakin besar cadangan karbon pada suatu area, maka semakin besar pula kemampuan dalam mengurangi emisi karbon, sehingga pertanian akan cenderung untuk berlanjut.
Menurut Maness (2009) mengemukakan terdapat 3 (tiga) proses dimana pengelolaan hutan dapat mengurangi konsentrasi gas rumah kaca yang bisa membantu dalam keberlanjutan suatu area pertanian, yaitu: 1) Strategi perlindungan stok (melalui kegiatan konservasi, penundaan panen, pencegahan kebakaran dan pencegahan hama dan penyakit; b) Strategi penyerapan karbon (melalui kegiatan penanaman, peningkatan stok karbon, penggunaan kayu yang sudah diawetkan) dan c) Strategi penggunaan energy yang dapat diperbaharui, melalui produksi biomassa yang dapat diperbaharui untuk menggantikan energi fosil.
3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi
3.1.3.1 Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi) 1. Plot 1 (Hutan Produksi)
Plot 1 merupakan lahan yang didominasi oleh hutan produksi. Pada plot tersebut diwawancarai seorang petani bernama Bapak Suwono yang pekerjaan utamanya sebagai petanai. Beliau tinggal di Dusun Jabon, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Bapak Suwono menggarap lahan hutan milik perhutani seluas 750 m2. Selain itu, Bapak Suwono menyewa lahan tegal milik desa seluas 1200 m2 dengan harga sewa Rp. 1.300.000/tahun. Dalam lahan tersebut Bapak Suwono membudidayakan tanaman jagung dan buncis sebagai tanaman pagar.
Tanaman yang Bapak Suwono budidayakan di lahan perhutani adalah kopi, durian, dan alpukat. Tanaman durian dan alpukat masih baru beliau tanam, sehingga belum pernah merasakan panen dan belum dapat dihitung kelayakan usahataninya. Kesepakatan yang dilakukan Bapak Suwono dengan pihak perhutanai adalah bagi hasil dengan proporsi 7:3. Bibit yang digunakan Bapak Suwono sebagian diproduksi sendiri dari hasil panen sebelumnya dan sebagian juga ada yang dibeli. Misalnya seperti bibit kopi, Pak Suwono memproduksinya sendiri dari hasil panen sebelumnya dan beliau juga membeli sebagian dari perusahaan bisi 18. Sedangkan pupuk organik maupun pupuk kimia yang Bapak Suwono gunakan untuk tanamannya, seluruhnya dibeli dari toko pertanian terdekat. Modal yang Bapak Suwono gunakan untuk menjalankan usahataninya merupakan modal milik sendiri. Setelah panen, produk pertanian Pak Suwono
34 sebagian ada yang dijual dan ada yang dikonsumsi sendiri. Keuntungan yang didapat dari usahataninya, beliau gunakan untuk modal penanaman selanjutnya.
Tabel 27. Tenaga Kerja (Komoditas Jagung)
Laki-laki Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari
(jam)
HOK Upah/
HOK (Rp) Total (Rp) a. Penyiapan
lahan 3 1 3 1,125 70.000 56.250
b. Penyiangan 1 1 2 0,25 70.000 12.500
c. Pemanenan dan
pengangkut an
2 1 3 0,75 70.000 60.000
Total Biaya Tenaga Kerja
(L)
128.750 Perempuan Jumlah
orang
Jumlah Hari
Jumlah
jam/hari HOK Upah/
HOK (Rp) Total (Rp)
Penanaman 2 1 4 1 40.000 40.000
Total Biaya Tenaga Kerja
(P)
40.000 Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)
Tabel 28. Usahatani Bapak Suwono (Komoditas Jagung)
Uraian Satuan
Harga/
satuan (Rp)
Jumlah Nilai (Rp)
A. Penerimaan Usahatani (TR)
Penerimaan tunai Kg 20.000 250 5.000.000
B. Biaya Usahatani B.1 Biaya Variabel (TVC)
1. Urea 75.000 1 75.000
2. SP36 115.000 1 115.000
3. Phonska 118.000 1 118.000
4. Pupuk kaandang 10.000 5 50.000
5. Benih bisi 18 62.000 5 310.000
6. Sewa lahan Bulan 108.333 4 433.333
35
7. Biaya tenaga kerja 168.750
Total Biaya Variabel 1.270.083
Biaya tetap 0
C. Total Biaya Usahatani (TC)
= (TFC+TVC) 1.270.083
C. Pendapatan (TR-TC) 3.729.917
a. Hasil perhitungan R/C Ratio Ratio (R) =
= 5.000.000 / 1.270.083
= 3,9
Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa nilai RC Rasio usaha tani jagung milik Bapak Suwono adalah sebesar 3,9. Dengan hasil perhitungan yang demikian dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut layak untuk diusahakan karena memiliki nilai RC Rasio > 1, yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan selama usahatani jagung yang dilakukan Bapak Suwono akan mendapatkan penerimaan sebesar 3,9 rupiah.
b. Hasil perhitungan BEP (Break Event Point) 1) BEP unit =
=
= 63,5 kg
Dari hasil perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa untuk mencapai titik BEP maka jumlah produksi minimal yang harus dicapai adalah 63,5 kg, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani jagung yang dijalankan Bapak Suwono menghasilkan jagung sebanyak 250 kg, sehingga usahatani tersebut dapat dikatakan menguntungkan karena hasil produksi melebihi BEP unit.
2) BEP rupiah
a) BEP Penerimaan = BEP unit x P
= 63,5 x 20.000
= 1.270.000
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa untuk mencapai titik BEP agar tidak terjadi kerugian, maka penerimaan minimal yang seharusnya didapat adalah Rp 1.270.000, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak untung dan