commit to user
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Bahan Penyusun Beton
Untuk pengujian bahan penyusun beton, standar dan persyaratan yang digunakan mengacu pada SNI 2487-2013 yang merujuk pada beberapa peraturan di bawah ini:
a) American Society for Testing and Materials (ASTM)
1. C.150 : Spesifikasi dan ketentuan semen Portland 2. C.117 : Pengujian kandungan lumpur agregat halus 3. C.40 : Pengujian kandungan zat organik agregat halus 4. C.128 : Pengujian specific gravity agregat kasar dan halus 5. C.33 : Pengujian gradasi agregat halus dan kasar
6. C.131 : Pengujian abrasi agregat kasar 7. C.1240 : Spesifikasi Silica Fume b) Peraturan Bangunan Indonesia (PBI) 1971
Persyaratan kadar lumpur dan kadar zat organik pada agregat halus serta persyaratan abrasi pada agregat kasar
c) Standar Nasional Indonesia (SNI)
1. SNI 15-2049-2004 : Persyaratan semen Portland
2. SII-0052-80 : Persyaratan modulus kehalusan agregat halus 3. T-15-1990-03 : Persyaratan modulus kehalusan agregat kasar
Pada bab ini akan disajikan analisis data dan pembahasan hasil pengolahan data yang diperoleh. Untuk rincian data pengujian bahan penyusun beton akan disajikan pada lampiran.
4.1.1. Pengujian Semen
Pengujian semen yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengujian sifat fisik, waktu ikat, dan kandungan kimia dalam semen. Pada penelitian ini, data-data pengujian semen diambil dari PT. Aries Putera Beton Sragen yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini:
102
commit to user
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pengujian OPC Semen Gresik Parameter Fisik Hasil Pengujian Standar
(ASTM C-150) Keterangan
Berat Jenis 3,15 t/m3 - -
Luas Permukaan 280 m2/kg Min 260 m2/kg Memenuhi syarat Waktu Ikat:
- Ikat Awal - Ikat Akhir
162 menit 225 menit
Min 45 menit Max 375 menit
Memenuhi syarat Kuat Desak:
- H3
- H7
- H28
125 kg/cm2 (10,375 MPa)
200 kg/cm2 (16,6 MPa)
250 kg/cm2 (20,75 MPa)
Min 12 MPa
Min 19 MPa
-
Memenuhi syarat
Parameter Kimia Hasil Pengujian Standar
(ASTM C-150) Keterangan
SiO2 21,7 % -
Memenuhi syarat
Al2O3 5,7 % -
Fe2O3 3,2 % -
CaO 63,1 % -
MgO 2,8 % Max 6 %
SO3 2,2 % Max 3 %
Lain - lain 1,3 % -
(Sumber: PT. Aries Putera Beton)
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat ditarik kesimpulan bahwa semen yang digunakan telah memenuhi semua persyaratan sebagai bahan campuran betonn.
commit to user 4.1.2. Pengujian Agregat Halus
Pengujian agregat halus yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji bulk spec gravity SSD, kandungan lumpur, kandungan zat organik, dan modulus kehalusan.
Rekapitulasi hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2, sedangkan data pengujian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran A1.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Pengujian Agregat Halus
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Keterangan
Bulk Spec Gravity SSD 2,572 2,5 - 2,7
(ASTM C-128)
Memenuhi syarat
Kandungan Lumpur 2,20% < 5%
(PBI 1971)
Memenuhi syarat Kandungan Zat Organik Kuning Muda Kuning Muda
(PBI 1971)
Memenuhi syarat
Modulus Kehalusan 2,59 1,5 - 3,8
(SII-0052-80)
Memenuhi syarat
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat ditarik kesimpulan bahwa pasir yang digunakan telah memenuhi semua persyaratan sebagai bahan campuran beton.
4.1.3. Pengujian Agregat Kasar
Pengujian agregat kasar yang dilakukan adalah uji bulk spec gravity SSD, abrasi/keausan, dan modulus kehalusan. Rekapitulasi hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.3, sedangkan data pengujian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Pengujian Agregat Kasar Jenis Pengujian Hasil
Pengujian Standar Keterangan Bulk Spec Gravity SSD 2,674 2,5 - 2,7
(ASTM C-128)
Memenuhi syarat
Abrasi 26,47% < 50%
(PBI 1971)
Memenuhi syarat
Modulus Kehalusan 7,37 5 – 8
(SNI T-15-1990-03)
Memenuhi syarat
commit to user
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat ditarik kesimpulan bahwa kerikil yang digunakan telah memenuhi semua persyaratan sebagai bahan campuran beton.
4.1.4. Pengujian Silica Fume
Pengujian silica fume dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret dengan analisis jenis XRF. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa kimia yang terdapat pada silica fume. Rekapitulasi hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.4, sedangkan data pengujian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran A2.
Tabel 4.4 Analisis Kuantitatif Pengujian XRF Silica Fume
Formula Z Concentration Status Line 1
SiO2 14 85,76% Fit spectrum Si KA 1/EQ20
Fe2O3 26 2,99% Fit spectrum Fe KA 1/EQ20
SO3 16 2,83% Fit spectrum S KA 1/EQ20
K2O 19 2,33% Fit spectrum K KA 1/EQ20
CaO 20 1,93% Fit spectrum Ca KA 1/EQ20
P2O5 15 1,57% Fit spectrum P KA 1/EQ20
Cl 17 1,44% Fit spectrum Cl KA 1/EQ20
ZnO 30 0,62% Fit spectrum Zn KA 1/EQ20
MnO 25 0,20% Fit spectrum Mn KA 1/EQ20
PbO 82 0,12% Fit spectrum Pb KA 1/EQ20
CuO 29 0,04% Fit spectrum Cu KA 1/EQ20
SrO 38 0,03% Fit spectrum Sr KA 1/EQ20
SnO2 50 0,02% Fit spectrum Sn KA 1/EQ20
Rb2O 37 0,02% Fit spectrum Rb KA 1/EQ20
Bi2O3 83 0,01% Fit spectrum Bi KA 1/EQ20
Ga2O3 31 0,01% Fit spectrum Ga KA 1/EQ20
Cr2O3 24 0,01% Fit spectrum Cr KA 1/EQ20
Menurut ASTM C-1240 yang telah dijelaskan pula pada Bab II menyatakan bahwa kadar minimum kandungan SiO2adalah min 85%, sehingga menurut data di Tabel 4.4 (85,76% > 85%) memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
commit to user 4.1.5. Pengujian Waktu Ikat (Setting Time)
Pengujian waktu ikat pada keadaan waktu ikat awal (initial setting time) dan waktu ikat akhir (final setting time) bertujuan untuk mengetahui pengaruh hubungan semen dengan komposisi silica fume terhadap waktu ikat dari beton mutu tinggi.
Dalam penelitian ini kadar penggunaan silica fume sebesar 9% dari komposisi semen dalam campuran beton.
Hasil pengujian initial setting time dan final setting time disajikan pada Gambar 4.1 di bawah ini, sedangkan untuk data-data detail dapat dilihat pada Lampiran A3.
Gambar 4.1 Grafik Kadar Silica Fume Terhadap Setting Time Semen
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa substitusi silica fume pada semen menyebabkan waktu ikatnya semakin meningkat. Pada saat melakukan pengujian waktu ikat, dilakukan penambahan 10 mL air untuk membuat campuran silica fume dengan semen menjadi pasta. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan penambahan 10 mL air, terjadi peningkatan pada initial setting time dan final setting time jika dibandingkan dengan kadar silica fume 0%. Initial setting time pada kadar silica fume 9% adalah 165 menit (meningkat 2,33%). Hal serupa juga terjadi pada final setting time dengan kadar silica fume 9% yang mengalami peningkatan menjadi 300 menit (meningkat 25%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hong and Lubell (2015). Substitusi semen dengan silica fume membuat waktu ikat menjadi lebih cepat, hal ini disebabkan karena butiran silica
161,25 165
225
300
0 50 100 150 200 250 300 350
0 9
Waktu Ikat (Menit)
Kadar Silica Fume (%) Initial Setting Time Final Setting Time
commit to user
fume yang sangat halus menyerap lebih banyak air sehingga ketersediaan air di dalam campuran berkurang.
4.2. Rancang Campur (Mix Design)
Perhitungan rancang campur atau mix design mengacu pada peraturan SNI 2487- 2013 dengan metode Trial Mixing atau coba-coba dengan kuat desak rencana lebih dari 41,4 MPa (K-500). Berikut adalah perhitungan rancang campur (mix design) untuk beton normal (BHSC-N) dan beton dengan bahan tambah silica fume (BHSC-SF) 4.2.1 Perhitungan Mix Design Beton Normal
• Berat jenis /Specific gravity (Gs) material : - Gs cement = 3,150 t/m3
- Gs fine agg. = 2,572 t/m3 - Gs coarse agg. = 2,674 t/m3 - Gs water. = 1,000 t/m3 - Gs admixture = 1,000 t/m3
• Menentukan Faktor Air Semen (FAS) :
w/c = 0,225
• Menentukan volume kadar udara : Vol. Air = 2 %
• Menentukan kebutuhan semen : Cement content = 550 kg/m3
• Menentukan kebutuhan air :
Water content = w/c x cement content = 0,225 x 550 = 123,75 kg/m3
• Menentukan kebutuhan admixture :
Admixture content = Admixture Dosage x cement content = 1,3 % x 550
= 7,15 kg/m3
• Menentukan kebutuhan volume agregat :
Volume Aggregate = Vol. Concrete – Vol. air – Vol. water – Vol. Cement – Vol. Admxiture
= Vol. Concrete - Vol. air - 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡
𝐺𝑠 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 − 𝑐𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝐺𝑠 𝑐𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡
commit to user
− 𝑎𝑑𝑥𝑚𝑖𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝐺𝑠 𝑎𝑑𝑚𝑖𝑥𝑡𝑢𝑟𝑒
= 1 m3 - 2
100 - 123,75
1 𝑥 1000 - 550
3,15 𝑥 1000 - 7,15
1 𝑥 1000
= 1 m3 – 0,02 m3 – 0,1238 m3 – 0,1746 m3 – 0,0072 m3
= 0,6475 m3
• Menentukan proprosi agregat halus (S/A) :
% S/A = 45 %
• Menentukan kebutuhan agregat halus : Vol. Fine Agg. = % S/A x Vol. Agg.
= 45 % x 0,6745 m3
= 0,3035 m3
Fine Agg. Content = Vol. Fine Agg. x Gs fine agg.
= 0,3035 x 2,572 x 1000
= 780,67 kg/m3
• Menentukan kebutuhan agregat kasar :
Vol. Coarse Agg. = Vol Agg. – Vol Fine Agg.
= 0,6745 – 0,3035
= 0,3710 m3
Coarse Agg. Content = Vol. Coarse Agg. x Gs Coarse agg.
= 0,3710 x 2,674 x 1000 = 991,98 kg/m3
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini
commit to user
Tabel 4.5 Rekapitulasi Perhitungan Mix Design Beton Normal
MIX DESIGN BETON NORMAL Kuat Desak Rencana Umur
1.1 Required Strength/Type of Concrete K-500 28 hari
1.2 Cement Type Ordinary Portland Cement (OPC) / Tipe I - Semen Gresik
1.3 Aggregate Type
Coarse Crushed Stone
Fine Natural Sand
1.4 Free Water/Cement Ratio Specified 0.225
2.1 Slump for Concrete 12 ±2 cm
2.2 Maximum Aggregate Size 13 mm
2.3 Specific Gravity of
Cement 3.150 t/m3 Semen Indonesia
2.4 Specific Gravity aggregat
Fine 2.572 t/m3 Kulon progo
Coarse 2.674 t/m3 Kulon progo
2.5 Air Content 2 %
3.1 Cement Content 550.00 kg/m3 = 0.1746 m3
3.2 Free Water Content 123.75 kg/m3 = 0.1238 m3
4.1 Type of Admixture Dosage (%)
Master Gelnium SKY 8851 1.3 7.15 kg/m3 = 0.0072 m3
Vol. Total Agg. = 0.6745 m3 5.1 Proportion of Fine Aggregate (S/A) 0.45
5.2 Fine Aggregate Content Merapi 780.67 kg/m3 = 0.3035 m3
5.3 Coarse Aggregate Content Sentolo 991.98 kg/m3 = 0.3710 m3
6.1 Density of Concrete 2473.55 kg/m3 = 1.0000 m3
commit to user
4.2.2 Perhitungan Mix Design Beton dengan Silica Fume
• Berat jenis /Specific gravity (Gs) material : - Gs cement = 3,150 t/m3
- Gs silica fume = 2,260 t/m3 - Gs fine agg. = 2,572 t/m3 - Gs coarse agg. = 2,674 t/m3 - Gs water. = 1,000 t/m3 - Gs admixture = 1,000 t/m3
• Menentukan Faktor Air Semen (FAS) :
w/b = 0,225
• Menentukan volume kadar udara : Vol. Air = 2 %
• Menentukan kebutuhan binder : Binder content = 550 kg/m3
• Menentukan kebutuhan silica fume :
Silica fume content = %Silica fume x binder content = 9% x 550
= 49,50 kg/m3
• Menentukan kebutuhan cement :
Cement content = Binder content - Silica fume content = 550 – 49,50
= 500,50 kg/m3
• Menentukan kebutuhan air :
Water content = w/c x binder content = 0,225 x 550 = 123,75 kg/m3
• Menentukan kebutuhan admixture :
Admixture content = Admixture dosage x binder content = 1,3 % x 550
= 7,15 kg/m3
commit to user
• Menentukan kebutuhan volume agregat :
Volume Aggregate = Vol. Concrete – Vol. air – Vol. water – Vol. Cement – Vol. Silica fume - Vol. Admxiture
= Vol. Concrete - Vol. air - 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡
𝐺𝑠 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 − 𝑐𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝐺𝑠 𝑐𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡
− 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑐𝑎 𝑓𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡
𝐺𝑠 𝑠𝑖𝑙𝑖𝑐𝑎 𝑓𝑢𝑚𝑒 − 𝑎𝑑𝑥𝑚𝑖𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝐺𝑠 𝑎𝑑𝑚𝑖𝑥𝑡𝑢𝑟𝑒
= 1 m3 - 2
100 - 123,75
1 𝑥 1000 - 500,50
3,16 𝑥 1000 - 49,50
2,26 𝑥 1000 - 7,15
1 𝑥 1000
= 1 m3 – 0,02 m3 – 0,1238 - 0,1589 m3 – 0,0219 m3
– 0,0072 m3
= 0,6683 m3
• Menentukan proprosi agregat halus (S/A) :
% S/A = 45 %
• Menentukan kebutuhan agregat halus : Vol. Fine Agg. = % S/A x Vol. Agg.
= 45 % x 0,6683 m3
= 0,3007 m3
Fine Agg. Content = Vol. Fine Agg. x Gs fine agg.
= 0,30007 x 2,572 x 1000
= 773,51 kg/m3
• Menentukan kebutuhan agregat kasar :
Vol. Coarse Agg. = Vol Agg. – Vol Fine Agg.
= 0,6683 – 0,3035
= 0,3676 m3
Coarse Agg. Content = Vol. Coarse Agg. x Gs Coarse agg.
= 0,3676 x 2,674 x 1000 = 982,88 kg/m3
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini
commit to user
Tabel 4.6 Rekapitulasi Perhitungan Mix Design Beton dengan Silica Fume
MIX DESIGN BETON SILICA FUME Kuat Desak Rencana Umur
1.1 Required Strength/Type of Concrete K-500 28 hari
1.2 Cement Type Ordinary Portland Cement (OPC) / Tipe I - Semen Gresik
1.3 Aggregate Type
Coarse Crushed Stone
Fine Natural Sand
1.4 Free Water/Cement Ratio Specified 0.225
2.1 Slump for Concrete 12 ±2 cm 2.2 Maximum Aggregate Size = 13 mm
2.3 Specific Gravity of
Cement 3.150 t/m3 Semen Indonesia
Silica Fume 2,260 t/m3 PT. Sika
2.4 Specific Gravity aggregat
Fine 2.572 t/m3 Kulon progo
Coarse 2.674 t/m3 Kulon progo
2.5 Air Content 2 %
3.1 Cement Content 500.50 kg/m3 = 0.1589 m3
3.2 Silica Fume Content 9% 49.50 kg/m3 = 0,0219 m3
3.3 Free Water Content 123.75 kg/m3 = 0.1238 m3
4.1 Type of Admixture Dosage (%)
Master Gelnium SKY 8851 1.3 7.15 kg/m3 = 0.0072 m3
Vol. Total Agg. = 0.6683 m3
5.1 Proportion of Fine Aggregate (S/A) 0.45
5.2 Fine Aggregate Content Merapi 773.51 kg/m3 = 0.3007 m3
5.3 Coarse Aggregate Content Sentolo 982.88 kg/m3 = 0.3676 m3
6.1 Density of Concrete 2473.29 kg/m3 = 1.0000 m3
commit to user
Rangkuman kedua mix design tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7-4.8 di bawah ini, sebagai berikut:
Tabel 4.7 Mix Design BHSC – N dan BHSC – SF 9 % per 1 m3
Kode.
Ag.
Kasar (Kg/m3)
Ag.
Halus (Kg/m3)
Semen (Kg/m3)
Silica Fume (Kg/m3)
Air (lt/m3)
Admixture (lt/m3) BHSC – N 991,98 780,67 550 0 123,75 7,15 BHSC –
SF 9 % 982,88 773,51 500,50 49,50 123,75 7,15
Tabel 4.8 Mix Design BHSC – N dan BHSC – SF 9 % untuk Uji 1 Benda Uji (Silinder 7,5 cm x 15 cm)
Kode.
Ag.
Kasar (Kg)
Ag.
Halus (Kg)
Semen (Kg)
Silica Fume (Kg)
Air (ltr)
Admixture (ltr)
BHSC – N 7,888 6,208 4,374 0 0,984 0,057
BHSC –
SF 9 % 7,816 6,151 3,980 0,394 0,984 0,057
4.3. Hasil Pengujian Beton Segar
Hasil pengujian beton segar atau slump test untuk beton nomal (BHSC – N) dan beton dengan bahan tambah silica fume (BHSC – SF 9 %) dapat dilihat pada Gambar 4.2 – 4.3 di bawah ini:
Gambar 4.2 Slump Test Beton Normal
12 cm
commit to user
Gambar 4.3 Slump Test Beton dengan Silica Fume
Nilai slump beton dengan bahan tambah silica fume lebih kecil daripada beton normal dikarenakan luas permukaan silica fume lebih besar dibandingkan dengan semen (Ilham, 2013) sehingga membutuhkan air yang lebih banyak. Rekapitulasi pengujian slump dapat dilihat pada Gambar 4.4 di bawah ini:
Gambar 4.4 Rekapitulasi Pengujian Slump
Berdasarkan Gambar 4.4 di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua campuran yaitu beton normal dan beton dengan silica fume telah memenuhi nilai slump rencana 7,5 – 15 cm.
12
10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
BHSC – N BHSC – SF 9 %
Nilai Slump (cm)
10 cm
commit to user
4.4. Hasil Pengujian Kuat Desak
Pengujian kuat desak dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 14, 21, dan 28 hari menggunakan Universal Testing Machine (UTM). Keluaran data yang didapat dari pengujian kuat desak berupa beban maksimum yang mampu di terima oleh benda uji (Pmax) yang kemudian dibagi dengan luas permukaan benda uji (A) seperti pada Persamaan 2.2, sehingga didapatkan nilai kuat desak benda uji (𝑓′𝑐).
Sebagai contoh perhitungan diambil data dari benda uji dengan kode (BHSC N7-A) dan kode (BHSC SF7-A) umur 7 yang akan ditampilkan di bawah ini:
a. Benda uji dengan kode (BHSC N7-A):
d = 7,5 cm = 75 mm A = 1 4⁄ 𝜋𝑑2
= 1 4⁄ 𝜋 752 = 4417,865 mm2
Pmax = 138,23 kN = 138230 N f’c = 𝑃𝑚𝑎𝑥
𝐴
=
138230 N4417,865 mm2
= 31,29 Mpa
b. Benda uji dengan kode (BHSC SF7-A):
d = 7,5 cm = 75 mm A = 1 4⁄ 𝜋𝑑2
= 1 4⁄ 𝜋 752
= 4417,865 mm2
Pmax = 140,96 kN = 140960 N f’c = 𝑃𝑚𝑎𝑥
𝐴
=
140960 N4417,865 mm2
= 31,91 Mpa
commit to user
Hasil pengujian kuat desak semua benda uji secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini:
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Kuat Desak
Umur Beton Kode Pmax
(kN)
f’c (MPa)
f’c rata2 (MPa)
7 Hari
Normal
BHSC N7-A 138,23 31,29
31,75 BHSC N7-B 141,55 32,04
BHSC N7-C 141,02 31,92
Silica fume 9%
BHSC SF7-A 140,96 31,91
29,65 BHSC SF7-B 129,07 29,22
BHSC SF7-C 122,93 27,83
14 Hari
Normal
BHSC N14-A 151,62 34,32
34,64 BHSC N14-B 157,81 35,72
BHSC N14-C 149,72 33,89
Silica fume 9%
BHSC SF14-A 156,61 35,45
34,84 BHSC SF14-B 149,63 33,87
BHSC SF14-C 155,55 35,21
21 Hari
Normal
BHSC N21-A 179,50 40,63
39,74 BHSC N21-B 171,06 38,72
BHSC N21-C 186,08 39,87
Silica fume 9%
BHSC SF21-A 199,64 45,19
45,20 BHSC SF21-B 194,78 44,09
BHSC SF21-C 204,86 46,37
28 Hari
Normal
BHSC N28-A 190,06 43,02
42,59 BHSC N28-B 188,73 42,72
BHSC N28-C 185,73 42,04
Silica fume 9%
BHSC SF28-A 219,88 49,77
50,06 BHSC SF28-B 222,93 50,46
BHSC SF28-C 220,72 49,96
commit to user
Berdasarkan rekapitulasi pengujian kuat desak di Tabel 4.9 dapat dilihat pengaruh penambahan silica fume pada beton terhadap parameter kuat desak dalam berbagai umur. Pada umur 7 hari belum terjadi kenaikan nilai kuat desak beton BHSC SF7 yang hanya sebesar 29,65 MPa sedangkan beton BHSC N7 sebesar 31,75 MPa. Pada umur 14 hari ke atas baru mulai terjadi kenaikan kuat desak beton BHSC SF terhadap beton BHSC N. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.10 di bawah ini:
Tabel 4.10 Pengaruh Silica Fume terhdap Nilai Kuat Desak Beton pada Berbagai Umur
Umur Beton f’c rata-rata (MPa)
Prosentase Kenaikan f’c rata- rata BHSC SF terhadap BHSC N
(%) 7 Hari
BHSC N7 31,75
-6,614 BHSC SF7 29,65
14 Hari
BHSC N14 34,64
0,577 BHSC SF14 34,84
21 Hari
BHSC N21 39,74
13,739 BHSC SF21 45,20
28 Hari
BHSC N28 42,59
17,539 BHSC SF28 50,06
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa peningkatkan nilai kuat tekan beton akibat pengaruh penambahan silica fume baru terjadi pada umur ke 14 hari yaitu 34,64 MPa (BHSC N14) menjadi 34,84 MPa (BHSC SF14) atau sebesar 0,577%. Pada umur ke 21 hari meningkat sebesar 13,739% dari 39,74 MPa (BHSC N21) menjadi 45,20 MPa (BHSC SF21). Peningkatkan paling besar terjadi pada umur ke 28 hari dari 42,59 MPa (BHSC N28) menjadi 50,06 MPa (BHSC SF28) atau sebesar 17,539%.
Peningkatkan nilai kuat desak beton dengan penambahan silica fume dapat ditinjau dari 2 parameter sifat silica fume itu sendiri yang sebelumnya sudah dijelaskan pada Bab II. Pertama ditinjau dari sifat fisiknya, silica fume memiliki ukuran butiran yang sangat kecil yaitu 100 kali lebih kecil dibandingkan semen (Kusumo, 2013) sehingga mampu berperan sebagai filler yang mengisi ruang kosong yang berisi air
commit to user
dan Ca(OH)2 diantara agregat dan pasta semen. Sehingga rongga-rongga diantara agregat dan pasta semen atau daerah ITZ (Interfacial Transition Zone) akan berkurang jika dibandingkan dengan beton normal (Scrivener, 2004). Dengan berkurangnya porositas akan mengurangi resiko microcracking di ITZ dan meningkatkan kepadatan beton saat menerima beban, sehingga kemampuan beton meningkat untuk menerima beban yang lebih besar.
Kedua ditinjau dari sifat kimianya, silica fume merupakan bahan pozzolan yang mengandung senyawa SiO2 sebesar 85,76% (dari hasil pengujian XRF), dimana senyawa ini akan bereaksi dengan batu kapur atau senyawa Ca(OH)2 (Kalsium Hidroksida) yang merupakan hasil reaksi hidrasi semen. Hasil reaksi keduanya akan membentuk senyawa CSH sekunder sebagaimana yang dihasilkan pada proses hidrasi semen CSH primer. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini:
Reaksi Hidrasi Semen:
C3S, C2S + H2O CSHprimer + Ca(OH)2
Senyawa Semen + Air Kalsium Silikat Hidrat + Kalsium Hidroksida
Reaksi Pozzolanic:
Ca(OH)2 + SiO2 + H2O CSHsekunder
Kalsium Hidroksida + Silika + Air Kalsium Silikat Hidrat
Senyawa Kalsium Silikat Hidrat ini merupakan bahan pengikat dari pasta semen untuk mengikat agregat, sehingga dengan pertambahan CSH akan meningkat daya ikat pasta semen terhadap agregat. Reaksi ini tersebar merata pada seluruh tempat di dalam beton termasuk pada ruang-ruang kosong pada daerah ITZ, sehingga menambah kekuatan lekatan di daerah ITZ.
Namun, reaksi pozzolanic tersebut terjadi setelah terbentuk senyawa Ca(OH)2 dari proses hidrasi semen. Secara signifikan senyawa Kalsium Hidroksida akan terbentuk pada umur setelah 14 hari (Winnefeld, 2008). Sehingga pengaruh pozzolanic terhadap peningkatkan kuat desak beton secara optimum setelah umur 14 hari.
commit to user
Berdasarkan hasil pengujian kuat desak pada Tabel 4.9, beton BHSC SF mengalami kenaikan kuat desak yang paling besar pada umur ke 14 menuju ke 21 hari yaitu dari 34,84 MPa menjadi 45,2 MPa. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh reaksi pozzolanic akibat penambahan silica fume sepert yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sedangkan untuk beton BHSC N kenaikan nilai kuat desak berbagai umur relatif hampir sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.5 di bawah ini:
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kuat Desak dengan Umur Beton
Berdasarkan Gambar 4.5 bisa dilihat bahwa beton BHSC N dan BHSC SF terjadi peningkatkan nilai kuat desak beton sejalan dengan bertambahnya umur beton, dengan kenaikan yang berbeda-beda di berbagai umur. Peningkatkan nilai kuat desak beton ini berkaitan erat dengan proses hidrasi semen. Seperti yang telah dijelaskan pada bab II sebelumnya, pasta semen hasil dari reaksi air dan semen memberikan andil yang besar bagi kekuatan beton saat menerima beban, karena bertindak bahan perekat agregat.
Menurut Kurtis (2013) proses hidrasi terus berlangsung sejalan dengan bertambahnya umur beton, tidak berhenti pada umur ke 28 hari, melainkan sampai pada umur ke 90 hari. Namun, setelah umur ke 28 hari kecepatan proses hidrasi berlangsung sangat lambat. Dikarenakan pada penelitian ini hanya sampai umur ke
31,75
34,64
40,49 42,59
29,65
34,84
45,22
50,06
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00
7 14 21 28
Kuat Desak (MPa)
Umur (Hari)
BHSC N BHSC SF
commit to user
28 hari, diasumsikan bahwa kecepatan hidrasi telah mencapai 100% pada umur tersebut. Sehingga peningkatan kuat desak pada Gambar 4.5 dapat dikorelasikan dengan tingkat hidrasi semen (Denis, 2010) yang ditampilkan pada Gambar 4.6 di bawah ini:
Gambar 4.6 Grafik Tingkat Hidrasi Beton BHSC N dan BHSC SF
Berdasrakan Gambar 4.6 dapat dilihat bawah proses hidrasi pada beton BHSC N relatif berlangsung dengan kenaikan yang hampir sama di berbagai umur (sekitar 7-12 %). Sementara itu, BHSC SF mengalami kenaikan proses hidrasi yang tidak merata di setiap umur. Kenaikan yang paling besar terjadi pada umur ke 14 menuju ke 21 hari yaitu sebesar 90,29% - 69,90% = 20,39%. Hal ini disebabkan oleh reaksi pozzolanic akibat penambahan silica fume yang telah dijelaskan sebelumnya.
Berdasarkan Gambar 4.6 untuk Beton BHSC N maupun BHSC SF berbeda dengan grafik tingkat hidrasi Denis (2010) di bab II sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengujian kuat desak di atas juga dapat diketahui faktor konversi kuat desak beton hasil percobaan dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI) 1971 yang dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.11 sebagai berikut:
0
74,54
81,33
95,06 100
0
59,22
69,60
90,32
100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 7 14 21 28
Tingkat Hidrasi (%)
Umur (Hari)
BHSC N BHSC SF
commit to user
Gambar 4.7 Perbandingan Faktor Konversi Umur Beton
Tabel 4.11 Faktor Konversi Kuat Desak
Umur Beton (Hari) 7 14 21 28
Beton Normal (PBBI 1971) 0,60 0,88 0,95 1,00 Beton Mutu Tinggi tanpa Bahan Tambah (BHSC N) 0,75 0,81 0,95 1,00 Beton Mutu Tinggi dengan Bahan Tambah (BHSC SF) 0,59 0,70 0,90 1,00
Berdasarkan Gambar 4.7 dan Tabel 4.11 dilihat pada terdapat perbedaan antara faktor konversi kuat desak berdasarkan beton mutu tinggi tanpa bahan tambah (BHSC N) dengan beton mutu tinggi dengan bahan tambah (BHSC SF) hasil percobaan. Pada umur ke 7 hari, beton BHSC SF baru mencapai kekuatan sebesar 59% dari kekuatannya, sedangkan BHSC N mencapai 75%. Peningkatkan kuat tekan beton BHSC SF paling besar terjadi pada umur ke 14 menuju 21 hari, yaitu sebesar 90%-70% = 20%. Sementara itu, BHSC N hanya sebesar 95%-81% = 14%. Hal ini disebabkan karena pengaruh penambahan silica fume pada campuran beton yang mengakibatkan reaksi pozzolanic dan menjadi filler (pengisi). Faktor konversi umur beton BHSC N dan BHSC SF berbeda dengan beton normal (PBBI 1971), dikarenakan beton normal menurut PBBI 1971 kuat desaknya rendah (< 35 MPa).
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20
7 14 21 28
Faktor Konversi Umur
Umur (Hari)
BHSC N BHSC SF PBBI 1971
commit to user
Keuntungan mengetahui faktor konversi umur beton yaitu dapat diaplikasikan dalam dunia kontruksi. Salah satunya yaitu menjadi indikator atau acuan untuk menentukan umur dimana beton sudah mencapai kekuatan yang dibutuhkan untuk siap dilepas bekistingnya.
4.5. Hasil Pengujian Modulus Elastisitas
Pengujian modulus elastisitas dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 14, 21, dan 28 hari menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dilakukan secara bersamaan dengan pengujian kuat desak. Keluaran data yang didapat dari pengujian modulus elastisitas berupa grafik hubungan beban (P) yang mampu di terima oleh benda uji (KN) dengan nilai defleksi (mm) yang dapat secara lengkap pada Lampiran B.
Kemudian data-data hubungan beban (KN) dengan defleksi (mm) diubah menjadi grafik hubungan tegangan (MPa) dengan regangan menggunakan Persamaan 2.3 dan 2.4. Berikut akan ditampilkan grafik hubungan tegangan-regangn beton BHSC
N dan BHSC SF di berbagai umur.
4.5.1 Grafik Tegangan-Regangan Beton BHSC N a. Umur 7 Hari
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N Umur 7 Hari
commit to user b. Umur 14 Hari
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N Umur 14 Hari
c. Umur 21 Hari
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N Umur 21 Hari
commit to user d. Umur 28 Hari
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N Umur 28 Hari
4.5.2 Grafik Tegangan-Regangan Beton BHSC SF a. Umur 7 Hari
Gambar 4.12 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC SF Umur 7 Hari
commit to user b. Umur 14 Hari
Gambar 4.13 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC SF Umur 14 Hari
c. Umur 21 Hari
Gambar 4.14 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC SF Umur 21 Hari
commit to user d. Umur 28 Hari
Gambar 4.15 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC SF Umur 28 Hari
4.5.3 Perhitungan Modulus Elastisitas
Setelah didapatkan grafik hubungan tegangan dan regangan (Gambar 4.7-4.14) dapat dihitung nilai modulus elastisitas percobaan dengan menggunakan Persamaan 2.6 (ASTM C469) dan Persamaan 2.7 (Eurocode 2-1992) berdasarkan hasil plotting pada grafik tersebut. Kemudian nilai modulus elastisitas percobaan tersebut dibandingkan dengan nilai modulus elastisitas teoritis dari Persamaan 2.8 (ACI Committee 363-10) dan Persamaan 2.9 (SNI 2847-2013).
Sebagai contoh perhitungan diambil data dari benda uji dengan kode (BHSC N7-A) umur 7 yang akan ditampilkan di bawah ini:
a. Modulus Elatisitas Percobaan:
• Eurocode 2-1992 Ec = 0.4 𝑓𝑐
′
𝜀 (0.4 𝑓𝑐′)
fc' = 31,29 MPa 0,4 fc’ = 0,4 x 31,29
commit to user = 12,516 MPa
𝜀 (0.4 𝑓𝑐′) didapatkan dari hasil plotting nilai 0,4 fc’ (12,516 MPa) pada grafik hubungan tegangan-regangan sebagai berikut:
Gambar 4.16 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N7-A Berdasarkan Gambar 4.16 didapatkan nilai 𝜀 (0.4 𝑓𝑐′) sebesar 0,00053, sehingga:
Ec = 0.4 𝑓𝑐
′ 𝜀 (0.4 𝑓𝑐′)
Ec = 12,516
0,00053
= 23615,094 MPa
• ASTM C469
Ec = 0.4 𝑓𝑐
′− 𝜎₁ 𝜀 (0.4 𝑓𝑐′)− 𝜀₁
fc' = 31,29 MPa 0,4 fc’ = 0,4 x 31,29 = 12,516 MPa
Selanjutnya dibuat garis regresi linier diambil mulai dari nilai tegangan-regangan 0 sampai terlihat kurva melengkung (diambil 40% fc’) sebagai berikut:
commit to user
Gambar 4.17 Regresi Linier Hubungan Tegangan-Regangan Beton BHSC N7-A
Berdasarkan Gambar 4.17 didapatkan regresi y= 24979 x untuk menghitung nilai modulus elastisitas sebagai berikut:
Persamaan regresi linier: y = 24979 x
Untuk:
0.4 𝑓𝑐
′= 12,516 MPa didapatkan 𝜀 (0.4 𝑓𝑐′) = 0,000501𝜀
₁
=0,00005
didapatkan 𝜎₁ = 1,249 MPa Sehingga:Ec = 0.4 𝑓𝑐
′− 𝜎₁ 𝜀 (0.4 𝑓𝑐′)− 𝜀₁
= 12,516− 1,249 0,000501− 0,00005
= 24979 MPa
b. Modulus Elatisitas Teoritis:
• ACI Committee 363-10 fc' = 31,29 MPa
Ec = 3320 √𝑓′𝑐 + 6900 = 3320 √31,29 + 6900 = 25471,238 MPa
commit to user
• SNI 2847-2013 fc' = 31,29 MPa
wc = 2473,55 kg/m3 (Diambil dari data perhitungan mix design Tabel 4.5) Ec = 0,043 wc1,5 √𝑓′𝑐
Ec = 0,043 (2473,55)1,5 √31,29 Ec = 29590,498 MPa
Rekapitulasi hasil perhitungan modulus elastisitas percobaan dan teoritis untuk beton BHSC N maupun BHSC SF berbagai umur dapat dilihat pada Tabel 4.11 di bawah ini:
Tabel 4.12 Rekapitulasi Perhitungan Modulus Elastisitas
Kode
Ec Percobaan (MPa) Ec Perhitungan (MPa) Eurocode 2-
1992 ASTM C469 ACI
Committee 363-10
SNI 2847- 2013 BHSC N7-A 23615,094 24979 25471,238 29590,498 BHSC N7-B 25129,412 25627 25692,490 29943,030 BHSC N7-C 25536,000 25704 25657,265 29886,905 BHSC SF7-A 23204,982 24475 25653,402 29876,037 BHSC SF7-B 25408,696 24924 24846,435 28590,459 BHSC SF7-C 22260,551 22612 24413,020 27899,986 BHSC N14-A 29208,511 28782 26349,647 30990,111 BHSC N14-B 26958,491 28250 26742,382 31615,876 BHSC N14-C 27665,306 27487 26227,419 30795,360 BHSC SF14-A 30826,087 28836 26667,248 31491,195 BHSC SF14-B 31506,977 27614 26221,715 30781,418 BHSC SF14-C 28168,000 27435 26600,221 31384,414 BHSC N21-A 32504,000 30432 28062,233 33718,862 BHSC N21-B 31608,163 29091 27558,832 32916,767 BHSC N21-C 31270,588 29207 27863,375 33402,011
commit to user
BHSC SF21-A 31165,517 30445 29218,205 35555,123 BHSC SF21-B 31492,857 31225 28944,900 35119,722 BHSC SF21-C 34996,226 32788 29507,713 36016,339 BHSC N28-A 32467,925 31913 28675,758 34696,423 BHSC N28-B 32861,538 32410 28599,699 34575,233 BHSC N28-C 30574,545 30168 28426,302 34298,952 BHSC SF28-A 33180,000 34087 30321,888 37313,401 BHSC SF28-B 34210,169 34247 30483,687 37571,163 BHSC SF28-C 35059,649 34290 30366,553 37384,556
Setelah didapatkan nilai-nilai modulus elastisitas pada Tabel 4.12, selanjutnya dihitung nilai rata-rata modulus elastisitas untuk beton BHSC N maupun BHSC SF berbagai umur dapat dilihat pada Tabel 4.13 di bawah ini:
Tabel 4.13 Rekapitulasi Modulus Elastisitas Rata-rata
Kode
Ec Percobaan (MPa) Ec Perhitungan (MPa) Eurocode 2-
1992 ASTM C469 ACI
Committee 363-10
SNI 2847- 2013 BHSC N7 24760,169 25436,667 25606,998 29806,811 BHSC SF7 23624,743 24003,667 24970,952 28788,827 BHSC N14 27944,102 28173,000 26439,816 31133,782 BHSC SF14 30167,021 27961,667 26496,395 31219,009 BHSC N21 31794,251 29576,667 27828,147 33345,880 BHSC SF21 32551,534 31486,000 29223,606 35563,728 BHSC N28 31968,003 31497,000 28567,253 34523,536 BHSC SF28 34149,940 34208,000 30390,709 37423,040
Berdasarkan Tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa nilai modulus elastisitas percobaan dan perhitungan beton BHSC N maupun BHSC SF mengalami trend kenaikan sejalan dengan bertambahnya umur beton. Hal ini disebabkan karena nilai
commit to user
modulus elastisitas berbanding lurus dengan mutu beton atau nilai kuat desak beton (Dipohusodo, 1996). Namun terjadi perbedaan antara hasil nilai modulus elastisitas percobaan dengan nilai modulus elastisitas perhitungan secara teoritis, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.18 di bawah ini (diambil data umur ke 28 hari):
Gambar 4.18 Grafik Modulus Elastisitas Percobaan dan Perhitungan Umur 28 Hari
Berdasarkan Gambar 4.18 dapat dilihat bahwa nilai modulus elastisitas hasil percobaan maupun perhitungan teoritis beton BHSC SF pada umur ke 28 hari lebih tinggi dari beton N. Hal ini disebabkan karena pengaruh penambahn silica fume yang mengisi rongga-rongga di antara pasta-agregat (ITZ) menjadi padat, sehingga saat benda uji menerima beban nilai defleksi yang terjadi lebih kecil. Dengan nilai defleksi yang terjadi lebih kecil maka grafik hubungan tegangan-regangan pada daerah linier (0-40% fc’) akan menjadi lebih curam, sehingga nilai modulus elastisitas meningkat. Selain itu, adanya reaksi pozzolanic akan menambah kekuatan pada beton saat menerima beban.
Pada Gambar 4.18 juga dapat dilihat pada terjadi perbedaan antara nilai modulus elastisitas percobaan dengan perhitungan secara teoritis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
20000,000 22500,000 25000,000 27500,000 30000,000 32500,000 35000,000 37500,000 40000,000
0 9
Modulus Elastisitas (MPa)
Kadar Silica Fume (%)
Eurocode 2-1992Ec Percobaan:ASTM C469 ACI Committee 363-10Ec Perhitungan:SNI 2847-2013
commit to user
1. Grafik hubungan tegangan-regangan keluaran dari hasil pengujian UTM kurang halus,
2. Kurangnya ketelitian saat membaca interpolasi pada grafik hubungan tegangan- regangan,
3. Sampel benda uji yang berjumlah 3, sehingga sebagai pembanding datanya kurang valid.
Berdasarkan hasil pengujian modulus elastisitas di atas juga dapat diketahui faktor konversi modulus elastisitas beton hasil percobaan dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI) 1971 yang dapat dilihat pada Tabel 4.14
Tabel 4.14 Faktor Konversi Modulus Elastisitas
Umur Beton (Hari) 7 14 21 28
PBBI 1971 0,60 0,88 0,95 1,00
Eurocode 2-1992 Beton BHSC N 0,77 0,87 0,99 1,00 Beton BHSC SF 0,69 0,88 0,95 1,00 ASTM C469 Beton BHSC N 0,81 0,89 0,94 1,00 Beton BHSC SF 0,70 0,82 0,92 1,00
Berdasarkan Tabel 4.14 dilihat pada terdapat perbedaan antara faktor konversi modulus elastisitas berdasarkan PBBI 1971 dengan hasil percobaan. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya: penggunaan bahan tambah mineral (silica fume) dan bahan tambah kimia (superplasticizer), kurangnya ketelitian dalam membaca grafik tegangan-regangan, serta jumlah benda uji yang berjumlah 3, sehingga kurang menjadi data pembanding yang valid.
4.5.4 Pola Keretakan
Pola keretakan pada sampel benda uji saat pengujian kuat desak menggunakan UTM (Universal Testing Machine) berhubungan erat dengan grafik tegangan- regangan beton. Sebagai contoh akan ditunjukkan di bawah ini:
*Sampel diambil untuk beton BHSC N maupun BHSC SF umur 28 hari
commit to user
Gambar 4.19 Posisi Pola Retak Beton BHSC N dan BHSC SF Umur 28 hari
Keterangan Gambar 4.19 dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 4.20 Urutan Pola Retak Beton BHSC N Umur 28 hari
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3
4 5
commit to user ju
Gambar 4.21 Urutan Pola Retak Beton BHSC SF Umur 28 hari Secara lengkap dapat di lihat pada Lampiran C.
4.6. Hasil Pengujian SAA (Surface Area Analysis)
Pengujian Surface Area Analysis dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 14, 21, dan 28 hari menggunakan Surface Area Analyzer. Sampel yang digunakan adalah pasta dari pecahan sampel beton yang telah diuji kuat desaknya dan telah dihaluskan dan lolos ayakan no. 50 (0,3 mm). Keluaran data yang didapat dari pengujian SAA berupa luas permukaan (m2/g) dan volume pori (cc/g) yang dapat secara lengkap pada Lampiran D.
Berikut akan luas permukaan (m2/g) dan volume pori (cc/g) beton BHSC N dan BHSC
SF di berbagai umur dari hasil pengujian SAA.
1 2 3
4 5
commit to user Tabel 4.15 Hasil Pengujian SAA
Umur Beton
Radius Pori (Å)
Volume Pori (cc/g)
Luas Permukaan (m2/g) 7 Hari
BHSC N7 18,234 0,029 22,108
BHSC SF7 18,194 0,026 17,161
14 Hari
BHSC N14 18,219 0,028 20,453
BHSC SF14 18,099 0,021 16,091
21 Hari
BHSC N21 18,169 0,024 15,957
BHSC SF21 17,966 0,015 10,171
28 Hari
BHSC N28 18,127 0,022 11,976
BHSC SF28 17,941 0,011 8,572
Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat hubungan antara luas permukaan dengan volume pori berbanding lurus, yaitu turunnya luas permukaan juga diikuti oleh volume pori dengan semakin bertambahnya umur beton BHSC N dan BHSC SF. Luas permukaan yang menurun disebabkan oleh pori yang terbentuk relatif lebih besar.
Sementara itu, penurunan tingkat porositas ini disebabkan oleh proses hidrasi semen yang akan terus berlangsung dan meningkat sejalan bertambahnya umur (Kurtis, 2013). Semakin banyaknya CSH yang terbentuk akan mengisi rongga- rongga antar partikel pasta. Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat juga bahwa ada perbedaan tingkat porositas antara sampel pasta beton BHSC N dan BHSC SF. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.22 di bawah ini:
commit to user
Gambar 4.22 Perbandingan Volume Pori antara Pasta Beton BHSC N dan BHSC SF
Berdasarkan Gambar 4.22 didapatkan bahwa tingkat porositas pasta beton BHSC SF lebih kecil dibandingkan dengan beton BHSC N di berbagai umur. Hal ini disebabkan, ukuran partikel silica fume lebih kecil daripada semen yaitu 100 kali lebih kecil dibandingkan semen (Kusumo, 2013), sehingga mampu mengisi rongga- rongga yang ada di dalam pasta. Selain itu, dengan adanya pengaruh pozzolanic (reaksi antara SiO2 dengan Ca(OH)2) akan semakin banyak terbentuk CSH (Kalsium Silikat Hidrat) sehingga tingkat porositasnya menurun (Scrivener, 2004).
Tingkat porositasnya yang lebih rendah, sehingga kerapatan akan semakin padat dan mempengaruhi sifat mekanik beton, yaitu kuat desak dan modulus elastisitasnya.
0,029
0,028
0,024
0,022 0,026
0,021
0,015
0,011
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035
7 14 21 28
Voulme Pori (cc/g)
Umur (Hari) BHSC N BHSC SF
commit to user
4.7. Hubungan Volume Pori dengan Sifat Mekanik Beton
4.7.1 Hubungan Volume Pori dengan Kuat Desak
Hubungan volume pori dengan kuat desak beton dapat dilihat pada Gambar 4.23 di bawah ini:
Gambar 4.23 Hubungan Volume Pori Pasta dengan Kuat Desak Beton BHSC N dan BHSC SF
7 Hari 14 Hari 21 hari 28 Hari
7 Hari 14 Hari
21 Hari 28 Hari
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00 55,00
0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 0,012 0,014 0,016 0,018 0,02 0,022 0,024 0,026 0,028 0,03
Kuat Desak (MPa)
Volume Pori (cc/g) BHSC N BHSC SF
commit to user
4.7.2 Hubungan Volume Pori dengan Modulus Elastisitas
Hubungan volume pori dengan modulus elastisitas beton dapat dilihat pada Gambar 4.24 - 4.25 di bawah ini:
Gambar 4.24 Hubungan Volume Pori Pasta dengan Modulus Elastisitas (Eurocode 2-1992) Beton BHSC N dan BHSC SF
Gambar 4.25 Hubungan Volume Pori Pasta dengan Modulus Elastisitas (ASTM C469) Beton BHSC N dan BHSC SF
7 Hari 14 Hari 21 Hari
28 Hari
7 Hari 14 Hari
21 Hari 28 Hari
0,000 5000,000 10000,000 15000,000 20000,000 25000,000 30000,000 35000,000 40000,000
0 0,0020,0040,0060,008 0,01 0,0120,0140,0160,018 0,02 0,0220,0240,0260,028 0,03
Modulus Elastisitas (MPa)
Volume Pori (cc/g) BHSC N BHSC SF
7 Hari 14 Hari 21 Hari
28 Hari
7 Hari 14 Hari
21 Hari 28 Hari
0,000 5000,000 10000,000 15000,000 20000,000 25000,000 30000,000 35000,000 40000,000
0 0,0020,0040,0060,008 0,01 0,0120,0140,0160,018 0,02 0,0220,0240,0260,028 0,03
Modulus Elastisitas (MPa)
Volume Pori (cc/g) BHSC N BHSC SF