• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN CARA LEASING (Studi Kasus pada PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN CARA LEASING (Studi Kasus pada PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN CARA LEASING

(Studi Kasus pada PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ALYA NAOMI VERALDA PARAPAT NIM. 170200521

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

i

HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN CARA LEASING

(Studi Kasus pada PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ALYA NAOMI VERALDA PARAPAT NIM. 170200521

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA BW

DISETUJUI OLEH:

Ketua Departemen Hukum Perdata

Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum NIP. 196602021991032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum Syaiful Azam, S.H., M.Hum NIP. 197501142002122002 NIP. 196402161989111001

i

(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Alya Naomi Veralda Parapat

Nim : 170200521

Judul :Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Pembiayaan Kendaraan Bermotor Dengan Cara Leasing(Studi Kasus pada PT. Mandiri Tunas Finance

Jalan Adam Malik Medan)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar merupakan hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain saya akan mencantumkan sumber yang jelas dan sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, dan bentuk - bentuk peniruan lain yang di anggap melanggar peraturan, maka saya bersediamenerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Medan, Maret 2021 Yang membuat pernyataan

(Alya Naomi Veralda Parapat)

(4)

iii

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua dan tak lupa nikmat kesehatan dan kesempatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Pembiayaan Kendaraan Bermotor Dengan Cara Leasing (Studi Kasus pada PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan)”.Dan tak lupa sholawat beriring salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang kaya akan ilmu seperti sekarang ini.

Tujuan dari penulisan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu, penulis sangat menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar kelak penulis dapat lebih baik dalam penyusunan karya ilmiah lainnya.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis sangat banyak mendapat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak yang sangat membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

iv

2. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum., Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum., selaku wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Syamsul Rizal. SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan banyak waktu untuk membantu penyempurnaan skripsi ini dan memberikan banyak masukan serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Syaiful Azam, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu untuk membantu dengan sepenuh hati membimbing serta memberikan masukan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Kepada seluruh dosen, staf administrasi dan pegawai yang telah memberikan ilmu dan arahan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada Bapak Mario Syahputra, selaku SPV pada PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan yang telah meluangkan waktunya kepada penulis untuk dapat diwawancarai dalam mengerjakan skripsi ini.

(6)

v

9. Terkhusus kepada kedua orang tua saya tercinta, Papa saya Aldian Parapat S.H dan Mama saya Vera Yanti Lubis S.E yang tak henti- hentinya memberikan kasih sayang dan cintanya kepada penulis serta dukungan dan doa yang luar biasa selalu mengiringi langkah penulis sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Terimakasih Papa & Mama.

10. Kepada adik - adik tersayang, Alvi Maya & Aldri, yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam proses penulisan skripsi ini.

11. Kepada Ivan Ade Pratama, orang yang selalu menemani penulis dari hari pertama perkuliahan hingga saat ini, yang selalu mendukung, memberi semangat, motivasi serta masukan dan selalu mendengarkan keluhan penulis hingga menyelesaikan skripsi ini.

12. Kepada sahabat teristimewa, Dewi Christabella, Tifani Oktavio dan Dhani Alhamidi yang selalu menemani penulis dari SMA hingga saat ini, dan selalu memberikan nasehat dan dukungan kepada penulis.

13. Kepada sahabat kampus, Shifa Qurrota Aini, Nazmi Afliza, Silvia Mardita, Astari Armaya danTamara Arthafeby telah memberikan bantuan, membagi tawa canda keluh kesah bersama selama perkuliahan hingga skripsi ini terselesaikan.

14. Teman-teman seperjuangan Stambuk 2017 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(7)

vi

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah dengan tulus ikhlas memberikan doa dan dukungan hingga dapat terselesainya skripsi ini.

Semoga amal baik mereka mendapat balasan dari Allah SWT dengan balasan berlipat ganda, Amin. Demikian skripsi ini penulis buat agar dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Maret 2021

Alya Naomi Veralda Parapat NIM. 170200521

(8)

vii ABSTRAK Alya Naomi*

Utary Maharani Barus **

Syaiful Azam ***

Perekonomian di Indonesia yang semakin sulit membuat pemerintahmemperkenalkan suatu lembaga keuangan disamping lembagakeuangan bank untuk memenuhi kebutuhan modal atau dana dari para pengusaha yaitu lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan menawarkan berbagai macam bentuk penyediaan dana untuk barang-barang modal bagi pengusaha, diantaranya adalah leasing.Saat ini, leasing merupakan salah satu cara perusahaan memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses yang berkepanjangan. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana hubungan hukum para pihak dalam perjanjian leasing terkait dengan penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor, hal – hal apa yang menyebabkan putusnya perjanjian leasing kendaraan bermotor dan upaya hukum apa yang digunakan oleh perusahaan penyelenggara leasing untuk mencegah resiko apabila lessee wanprestasi pada PT.

Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris dengan sifat penelitian deskriptif analitis.

Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder yang berdasarkan norma hukum yang berlaku dan studi wawancara pada PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah hubungan hukum para pihak tersebut terkait dengan penyaluran pembiayaan dengan menggunakan leasing dalam rangka pemasaran kendaraan bermotor yakni lessor memberikan biaya pembelian motor secara tunai kepada supplier. Supplier memberikan motor kepada lessee. Setelah lessee memperoleh motor, maka ia melakukan pembayaran lease kepada lessor. Wanprestasi yang terjadi sebagian besar dilakukan oleh pihak lessee dan yang seringkali terjadi adalah masalah keterlambatan pembayaran uang angsuran pada tiap bulannya. Penyelesaian terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh lessee dengan pendekatan secara kekeluargaan, jika tidak mengindahkan maka pihak lesseedikenakan somasi dan denda atas keterlambatan pembayaran, dan obyek leasing dapat ditarik oleh pihak lessor. Saran yang dapat diberikan olehpenulis adalah pihak lessor harus hati-hati melakukan analisa yang cermat terhadap karakter dan kemampuan membayar dari pihak lessee.

Kata kunci : Perjanjian Leasing, Hubungan Hukum, Wanprestasi dalam Leasing Kendaraan Bermotor

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(9)

viii ABSTRACT Alya Naomi * Utary Maharani Barus **

Syaiful Azam ***

The increasingly difficult economy in Indonesia has made the government introduce a financial institution in addition to bank financial institutions to meet the needs of capital or funds of entrepreneurs, namely financial institutions.

Financial institutions offer various forms of providing funds for capital goods for entrepreneurs, including leasing. Currently, leasing is one of the way for companies to acquire assets or ownership without having to go through a prolonged process. The issues that will be discussed are how the legal relationship between the parties in the leasing agreement related to the distribution of motor vehicle financing, what causes the termination of the motor vehicle leasing agreement and what legal remedies are used by the leasing company to prevent risk if the lessee defaults at PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan.

In writing this thesis the writer uses juridical normative and empirical juridical research methods with descriptive analytical research characteristics.

The method of data collection used is by collecting primary data and secondary data based on applicable legal norms and interview studies at PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan.

The conclusion that can be taken is that the legal relationship between the parties is related to the distribution of financing by using leasing in the context of marketing of motor vehicles, namely the lessor provides the cost of purchasing motorcycle in cash to the supplier. The supplier gives the motor to the lessee.

After the lessee gets the motorcycle, then he makes a lease payment to the lessor.

Most of the defaults that occur are committed by the lessee and what often occurs is the problem of late payment of monthly installments. Settlement of defaults made by the lessee with a family approach, if not heeded, then the lessee will be subject to subpoena and penalty for late payment, and the object of the lease can be withdrawn by the lessor. The advice that can be given by the author is that the lessor must carefully analyze the character and ability to pay from the lessee.

Key Words: Leasing Agreement, Legal Relations, Default in Motor Vehicle Leasing

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

KATA PENGANTAR ...iii

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penelitian... 6

F. Keaslian Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM LEASING KENDARAAN BERMOTOR ... 16

A. Tinjauan Umum Tentang Leasing ... 16

1. Sejarah Leasing ... 16

2. Dasar Hukum Leasing ... 23

3. Pengertian Leasing ... 25

4. Jenis-Jenis Leasing ... 28

5. Keuntungan dan Kerugian Leasing ... 31

6. Perbedaan Pembiayaan Leasing dengan Pembiayaan Lainnya ... 39

B. Para Pihak dan Hubungan Hukum Para Pihak dalam Leasing ... 47

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Leasing ... 50

D. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Leasing ... 55

BAB III PENYEBAB PUTUSNYA PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR ... 57

A. Putusnya Perjanjian Leasing karena Konsensus ... 57

B. Batalnya Perjanjian Leasing karena Wanprestasi ... 59

C. Berakhirnya Perjanjian Leasing karena Force Majeure ... 67

(11)

x

BAB IV UPAYA HUKUM YANG DIGUNAKAN OLEH PERUSAHAAN PENYELENGGARA LEASING UNTUK MENCEGAH RESIKO APABILA LESSEE WANPRESTASI PADA PT. MANDIRI TUNAS

FINANCE ... 69

A. Wanprestasi Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... 69

B. Wanprestasi Dalam Perjanjian Leasing Pada PT. Mandiri Tunas Finance ... 73

C. Persyaratan Jaminan sebagai Pengaman Lessor ... 82

D. Akibat Hukum & Penyelesaian Wanprestasi Bagi Lessee ... 91

BAB V PENUTUP ...106

A. Kesimpulan ...106

B. Saran ...107

DAFTAR PUSTAKA ...109

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini perkembangan masyarakat berlangsung sangat cepat. Sudah tidak ada lagi batas-batas dunia dengan hadirnya teknologi internet. Perkembangan ekonomi pun juga berlangsung cepat dan menuntut kecepatan mobilitas bagi setiap masyarakat yang terlibat di dalamnya.

Salah satu hal yang bisa mendukung kecepatan mobilitas masyarakat adalah alat transportasi.Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Masyarakat menggunakan alat transportasi untukmelakukan aktivitas sehari-hari guna memenuhi kebutuhan hidup.

Alat transportasi yang bergerak dengan lebih cepat perlu adanya tenaga mesin yang disebut juga dengan kendaraan bermotor. Kehadiran kendaraan bermotor ini selain dapat bergerak dengan cepat juga lebih efektif dan efisiensi waktunya karena kendaraan bermotor dapat membawa manusia ataupun barang dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak.

Secara umum jenis kendaraan bermotor yang digunakan ada dua jenis, yaitu sepeda motor dan mobil. Sepeda motor mempunyai harga yang lebih murah daripada mobil, akan tetapi mempunyai muatan yang lebih sedikit. Di lain pihak, mobil mempunyai muatan yang lebih banyak, namun harganya lebih mahal.

(13)

2

Bagi sebagian masyarakat tertentu harga mobil dan motor tidakterjangkau jika dibeli dengan harga kontan, akan tetapi masyarakat tetapmembutuhkan sarana transportasi tersebut untuk mempercepat danmempermudah mobilitasnya. Di lain pihak, dealer motor dan mobil menginginkan agar produknya terjual kepada masyarakat agarmendapatkan keuntungan. Untuk mengatasi masalah ini maka muncullembaga pembiayaan.

Salah satu bentuk lembaga pembiayaan kendaraan bermotor adalah leasing. Lembaga Pembiayaan (leasing) adalah badan usaha yang melakukan kegiatanpembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat1. Pengertian leasing menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1169/KMK.01/1991 adalah adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk secara berkala.2Lembaga Pembiayaan (leasing) dibentukberdasarkan tugas pengaturan dan pengawasanOJK (Otoritas Jasa Keuangan) berdasarkanUndang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 yangberfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasiterhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.

Sesuai dengan sifatnya maka lembaga pembiayaan (leasing)dijadikan suatu jalur pemasaran barang-barang konsumtif yang bernilai tinggi salah satunya adalah kendaraan. Lembaga pembiayaan(leasing)sebagai suatu badan usaha memiliki produk-produk usaha yang ditujukan untuk membantu

1Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 1

2Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung 2002, hal 22

(14)

3

masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya selain dengan cara tunai.

Lembaga pembiayaan (leasing) sudah banyak dikenal masyarakat Indonesia karena lembaga pembiayaan sangat membantu dalam menunjang pemasaran kendaraan bermotor.

Salah satu contoh lembaga pembiayaan yang sangat berkembang saat ini ialah PT. Mandiri Tunas Finance.Pada tanggal 6 Februari 2009, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. resmi mengakuisisi 51% (lima puluh satu persen) saham PT. Tunas Financindo Sarana. Saham yang diakuisisi oleh PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. adalah milik PT. Tunas Ridean Tbk. (26%) dan milik PT. Tunas Mobilindo Parama (25%). PT. Tunas Financindo Sarana pada awalnya didirikan pada tahun 1989 dengan nama PT. Tunas Financindo Corporation, yang kemudian pada tahun 2000 berubah nama menjadi PT.

Tunas Financindo Sarana dengan brand "Tunas Finance". Setelah akuisisi saham oleh PT. Bank Mandiri(Persero) Tbk., nama PT. Tunas Financindo Sarana berubah menjadi PT. Mandiri Tunas Finance dengan brand baru

"Mandiri Tunas Finance".3

Sejak tahun 2009 sampai saat ini PT Mandiri Tunas Finance dimiliki oleh PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebesar 51% (lima puluh satu persen) dan PT. Tunas Ridean Tbk. sebesar 49% (empat puluh sembilan persen).Sampai akhir tahun 2019, PT. Mandiri Tunas Finance memberikan solusi pembiayaan yang mudah, inovatif dan kompetitif bagi konsumen untuk memiliki mobil (baru dan bekas), sepeda motor (khusus daerah tertentu), dan kendaraan niaga baik untuk perorangan maupun korporasi. PT. Mandiri Tunas Finance

3Mandiri Tunas Finance, “Sejarah”, artikel diakses dari https://www.mtf,co,id/korporat/id/sejarah- mtf pada tanggal 19 September 2020 pukul 17.50

(15)

4

memiliki jaringan cabang di 102 titik lokasi yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Papua.4

Dalam praktek pelaksanaan pembiayaan leasing ini, walaupun secara aktual pembeli telah sangat terbantu dengan adanya perusahaanpembiayaan, namun sering kali pihak pembeli tidak menunjukkan itikadbaik dengan melunasi biaya angsuran yang timbul dari pembelian mobil ataupun sepedamotornya. Hal ini terlihat dari banyaknya bad debt yang terjadi.

Adanyabad debt ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan pembiayaan karenamembuat modal tidak kembali.

Dalam menyelesaikan masalah bad debt ini, hukum memiliki peranan yang sangat penting. Untuk itu sangat penting diketahuihubungan hukum antara pihak pembeli dan perusahaan pembiayaan.Setelah diketahui bagaimana hubungan hukum antara kedua pihaktersebut, maka dapat ditentukan penyelesaian hukum yang tepat untukmenyelesaikan masalah tersebut.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti hal-hal yang terkait dengan masalah pembiayaan. Hasil penelitian ini akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul: HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM

PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN CARA

LEASING(Studi Kasus pada PT. Mandiri Tunas FinanceJalan Adam Malik Medan).

4Ibid.

(16)

5 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengangkat permasalahandalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan hukum para pihak dalam perjanjian leasing terkaitdengan penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor?

2. Hal – hal apa yang menyebabkan putusnya perjanjian leasingkendaraan bermotor?

3. Upaya hukum apa yang digunakan oleh perusahaan penyelenggara leasing untuk mencegah resiko apabila lessee wanprestasi pada PT.

Mandiri Tunas Finance?

C. Tujuan Penulisan

Sehubungan dengan uraian yang terdapat pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan hukum para pihak dalam perjanjian leasing terkait dengan penyaluran pembiayaan kendaraan bermotor dengan cara leasing.

2. Untuk mengetahui hal – hal apa yang menyebabkan putusnya perjanjian leasing, yang mana dalam kenyataannya sejak awal sudah terjadi kesepakatan antara lessor dan lessee.

3. Untuk mengetahui upaya hukum apa yang digunakan oleh perusahaan penyelenggara leasing untuk mencegah resiko apabila lessee wanprestasi pada PT. Mandiri Tunas Finance.

(17)

6 D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis bagi seluruh pihak yang membaca penelitian ini.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulis berharap agar pembahasan dari permasalahan dalam skripsi ini akan dapat dijadikan bahan kajian untuk penelitian lebih lanjutdan sebagai bahan literatur yang meneliti tentang hubungan hukum para pihak dalam pembiayaan kendaraan bermotor, serta diharapkan dapat memberi manfaat dalam rangka pengembangan ilmu hukum khususnya yang berkaitan denganlembaga pembiayaan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penulis berharap agar pembahasan dari permasalahan dalam skripsi ini akan dapat menambah wawasan dan informasi serta memberikan masukan bagi para pembaca, baik kalangan akademisi maupun masyarakat khususnya calon pembeli kendaraan bermotoragar dapat mengetahui peranlembaga pembiayaan secara konkrit, apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian leasing, dan bagaimanakah akibat hukum terjadinya wanprestasi dalam suatu perjanjian leasing.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

(18)

7

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini merupakan penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.5Penelitian hukum ini didasarkan fakta yuridis yang berlaku di dalam masyarakat, relevan bagi kehidupan hukum dan berdasarkan pengetahuan dari sumber data sekunder yang sebelumnya telah diteliti oleh penulis lainnya.6Data sekunder ini mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil- hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya.7

Metode penelitian hukum empiris yaitu sebuah metode penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat dikatakan melihat, meneliti bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat. Penelitian hukum sosiologis mempunyai objek kajian mengenai perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat yang dikaji adalah perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya sebuah ketentuan perundang-undangan positif dan bisa pula dilihat dari perilaku masyarakat sebagai bentuk aksi dalam memengaruhi pembentukan sebuah ketentuan hukum positif.

Penelitian yuridis empiris bisa pula digunakan untuk meneliti

5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hal 3

6 H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 18-19

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2014), hal. 12

(19)

8

efektivitas bekerjanya hukum didalam masyarakat.8Metode yuridis empiris dalam penulisan skripsi ini, yaitu dari hasil pengumpulan dan penemuan data informasi melalui studi kasus pada PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan. Metode penelitian yuridis empiris dilakukan dengan wawancara kepada pegawai PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan permasalahan hubungan hukum para pihak dalam pembiayaan kendaraan bermotor dengan cara leasing. Hal tersebut kemudian dibahas atau dianalisis menurut ilmu dan teori-teori atau pendapat peneliti sendiri, dan terakhir menyimpulkannya.9

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ilmiah yang penulis lakukan terdiri dari:

a. Data primer

Data dan informasi yang diperoleh secara langsung dari wawancara dengan pihak yang terkait, misalnya melakukan penelitian di lapangan. Dalam hal ini penulis dapat memperoleh data primer dari PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan.

b. Data Sekunder

8 Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Depok: Prenadamedia Group, 2016), hal 4

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal 26-27

(20)

9

Sumber data dalam penelitian ini di ambil dari data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku- buku,jurnal, laporan dan dokumen dari instansi terkait. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan perjanjian leasing antara PT. Mandiri Tunas Finance dan pembeli kendaraan bemotor.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan atas bahan hukum primermelalui hasil penelitian hukum, hasil karangan ilmiah dari kalangan hukum, dan artikel baik dari media cetak ataupun media massa yang berkaitan dengan pokok bahasan.10 Dalam penulisan skripsi ini, bahan hukum sekunder yang dipakai yaitu berupa studi dokumen dengan cara mengumpulkan bahan hukum dan mempelajari berkas-berkas seperti buku-buku ilmiah, artikel majalah dan koran, artikel internet, makalah, bahan seminar, ataupun jurnal hukum yang membahas tentang permasalahan hubungan hukum para pihak dalam pembiayaan kendaraan bermotor dengan cara leasingdan lain-lain yang ada kaitannya dengan skripsi ini sebagai bahan acuan dalam pembahasan skripsi ini.

10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal.13

(21)

10

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

3. Teknik dan Pengumpulan Data a. Penelitian Kepustakaan

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka untuk memperoleh data sekunder.

b. Penelitian Lapangan

Disamping itu untuk memperoleh data pendukung dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara melakukann penelitian ke lapangan (field reseach) dengan narasumber yang berkenaan dengan judul skripsi ini dengan mempergunakan petunjuk umum wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu pada beberapa informan yang mengetahui pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian.Studi lapangan dalam penelitian ini adalah wawancara langsung kepada narasumber, yaitu: PT. Mandiri Tunas Finance Medan.

(22)

11 4. Analisis Data

Tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah analisis data. Pada tahap ini data yang dikumpulkan akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan.Analisis data merupakan proses mengatur urutan data / mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja yang disarankan data.11Kegiatan analisis dimulai dengan melakukan permeriksaan terhadap data yang terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian. Dalam penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.12

Dalam penelitian ini, semua data yang diperoleh dalam proses pengumpulan data diorganisasikan, dipilah-pilah dalam satu kesatuan yang dapat dikelola, disentesiskan, mencari serta menemukan pola

11 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 101

12 Ibid, hal. 248

(23)

12

sesuai dengan rumusan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yang penting dan yang dipelajari dimasukkan ke dalam penelitian ini yang kemudian dijabarkan dari hal-hal yang umum dan menarik ke dalam hal-hal yang khusus.

F. Keaslian Penulisan

Dalam pengerjaan penulisan skripsi ini, penulis terlebih dahulu melakukan pencarian atau penelusuran terhadap judul skripsi yang terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara ditemukan fakta bahwa penelitian mengenai “Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Pembiayaan Kendaraan Bermotor Dengan Cara Leasing (Studi Kasus pada PT. Mandiri Tunas Finance Jalan Adam Malik Medan)” belum pernah dibahas sebelumnya dan dinyatakan bahwa tidak ada judul yang sama pada arsip Perpustakaan Universitas Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun penelitian yang berkaitan dengan leasing kendaraan bermotor yang sudah ditulis oleh mahasiswa/mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya, antara lain:

Nama : Rezki Uli Arafah Siregar

NIM : 150200568

(24)

13

Judul : Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Leasing Kendaraan Bermotor (Studi Pada PT. Federal Internasional Finance Group Kota Medan)

Perumusan masalah yang diangkat dalam skripsi tersebut antara lain:

a. Bagaimana kontrak pembiayaan kredit kendaraan bermotor FIF ASTRA cabang kota Medan dalam memenuhi hak-hak konsumen?

b. Bagaimana penyelasaian kredit bermasalah dalam pembelian kendaraan bermotor dengan cara leasing pada FIF ASTRA Cabang Medan?

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang dasar-dasar pemikiran dan gambaran umum tentang permasalahan yang akan dibahas, serta berisi tentang teknis penulisan skripsi ini yang dimulai dengan mengemukakan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II :HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM

LEASING KENDARAAN BERMOTOR

Bab ini merupakan awal dari pembahasan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dalam pendahuluan.

(25)

14

Maka penelusuran ini dimulai dari Tinjauan Umum mengenai Sejarah Leasing, Dasar Hukum Leasing, apa yang dimaksud dengan Leasing, Jenis-Jenis Leasing, Keuntungan dan Kerugian Leasing, Hubungan Hukum Para Pihak dalam Leasing, Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Leasingdan Tanggung Jawab Para Pihak dalam Leasing.

BAB III : PENYEBAB PUTUSNYA PERJANJIAN LEASING KENDARAAN BERMOTOR

Bab ini berisi pembahasan mengenaihal – hal yang dapat menyebabkan putusnya perjanjian leasing kendaraan bermotor yakni Putusnya Perjanjian Leasing karena Konsensus, Wanprestasi dan Force Majeure.

BAB IV : UPAYA HUKUM YANG DIGUNAKAN OLEH

PERUSAHAAN PENYELENGGARA LEASING UNTUK

MENCEGAH RESIKO APABILA LESSEE

WANPRESTASI PADA PT. MANDIRI TUNAS FINANCE

Dalam bab ini di paparkan pembahasan mengenai Wanprestasi Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Wanprestasi Dalam Perjanjian Leasing Pada PT. Mandiri Tunas Finance, Persyaratan Jaminan sebagai Pengaman Lessor dan Akibat Hukum & Penyelesaian Wanprestasi Bagi Lessee.

(26)

15

BAB V :PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang merupakan penutup dari penulisan skripsi ini. Dalam hal ini ditarik kesimpulan dari pembahasan- pembahasan sebelumnya dan dilengkapi dengan saran.

(27)

16 BAB II

HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM LEASING KENDARAAN BERMOTOR

A. Tinjauan Umum Tentang Leasing 1. Sejarah Leasing

Leasing adalah salah satu jenis lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.13 Di satu pihak mirip sewa menyewa, tetapi di lain pihak leasing juga mengandung unsur-unsur jual beli. Bahkan unsur-unsur perjanjian pinjam meminjam pun juga ada. Walaupun masih terbilang muda usia, bangunan hukum yang disebut leasing sudah cukup populer dalam dunia bisnis dewasa ini. Mulai dari leasing barang modal yang terbilang mahal, seperti leasing pesawat terbang oleh perusahaan- perusahaanpenerbangan, sampai kepada leasing atas barang keperluan kantor maupun keperluan sehari-hari, bahkan terhadap yang tidak ada sangkut pautnya dengan bisnis, seperti leasing atas kendaraan bermotor yang dipergunakan secara pribadi sehari-hari.

Leasing adalah suatu bangunan hukum yang tidak lain merupakan improvisasi dari pranata hukum konvensional yang disebut "sewa menyewa" (lease). Dikatakan konvensional, karena ternyata sewa menyewa itu merupakan bangunan tua dan sudah lama sekali ada

13Subagyo, Sri Famawati, Rudy Badrudin, Astuti Purnamawati, Algifari, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Yogyakarta, hal. 6

(28)

17

dalam sejarah peradaban umat manusia. Pranata hukum sewa menyewa yang dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam sejarah.

Sejarah leasing dimulai dari Pantai Barat Laut Mediterania, sekitar 1400 SM, penduduk oleh bangsa Phoenician berkembang. Selain mengembangkan objek yang lebih baik yang mendahului orang Yunani, mereka terlibat dalam leasing. Kapal-kapal carteran disewakan pada tuan-tuan tanah yang lebih terbaik dalam menjalankan usahanya sendiri dari pada memiliki kapal-kapal tersebut. Sebuah tindakan yang akhirnya dipelajari pengusaha baru-baru ini.14

Di lembah Mesopotamia leasing digunakan untuk mengembangkan tanah terbengkalai. Leasing perumahan yang diukir di batu (serta beberapa saat ini) dan tahun 551 SM di Kerajaan Babilon melarang penyewaan kembali dan mewajibkan penyewa menanam pohon-pohon dan menjaga keteraturan rumah.

Pada tahun 5000 SM leasing juga dilakukan oleh orang-orang Sumeria. Dokumen-dokumen yang ditemukan dari kebudayaan Sumeria menunjukkan bahwa transaksi leasing meliputi leasing peralatan, pengunaan tanah dan binatang peliharaan. Dalam perkembangan berikutnya banyak yang sistem hukumnya mencantumkan leasing sebagai salah satu metode pembiayaan.

Perkembangan usaha industri pertanian, manufaktur dan transportasi membawa banyak jenis peralatan yang memungkinkan untuk dibiayai

14Veithzal Rivai, Adria Permata Vaithzal, Ferryn. Idroes, Bank and Financial Institution Management, Jakarata: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 203

(29)

18

dengan cara leasing. Kegiataan leasing tertingal jauh popular dibanding bank, atau lembaga keuangan lainya. Transaksi leasing modern telah lama dipraktikkan di Inggris, namun baru pada tahun 1870-1880 kegiatannya dianggap modern.

Di Amerika Serikat, leasing dalam arti modern ini pertama kali diperkenalkan yaitu leasing yang berobjekkan kereta api. Bahkan dalam tahun 1850, telah tercatat adanya perusahaan leasing yang pertama di Amerika Serikat yang beroperasi di bidang leasing kereta api.15Selanjutnya, masih di Amerika Serikat, pada tahun 1877, The Bell Telephone Company memperkenalkan leasing di bidang pelayanan telepon kepada para pelanggannya. Agak lama setelah itu, yaitu dalam tahun 1952, perusahaan leasing di San Fransisco (USA) mendatangi perusahaan penghasil barang untuk menawarkan jasa penjualan secara leasing. Persistiwa ini mendorong serta pangkal tolak atas kemunculan Perusahaan leasing di negara-negara lain seperti Inggris, Jerman dan Jepang. Perkembangan leasing berikutnya terjadi pada tahun 60-an hingga awal 1970. Pada tahun yang sama di Philadelphia juga dirintis transaksi leasing untuk gerbong kereta api yang dilakukan oleh Railoroat Compeni Trut dan diikuti oleh The North Central Wagon Company England.16

Perkembangan berikutnya sulit dimonitor, namun trasaksi leasing semakin berkembang terus dalam komoditinya, maupun jenis trasaksi leasing yang bervariasi. Setelah Perang Dunia II leasing mengalami

15 Eddy P. Soekadi, 1990, Mekanisme Leasing, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 19

16Veithzal Rivai, Adria Permata Vaithzal, Ferryn. Idroes, Op.Cit., hal. 1204

(30)

19

perkembagan yang pesat di Amerika Serikat, dengan ruang geraknya menjadi lebih luas. Semula, terbatas pada beberapa bidang usaha saja, meluas ke bidang-bidang yang lain seperti perhotelan, perindustrian pertanian, pengangkutan, kapal terbang, dan alatalat kebutuhan rumah tangga. Pada tahun 1952, seorang usahawan terkenal Henry Schenfeld mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang leasing di Amerika Serikat. Dengan modal awal ketika itu sebesar US$ 20.000, ia mengembangkan usahanya dan merupakan salah satu perusahaan leasing yang paling terkemuka di Amerika Serikat. Dalam perkembanganya kemudian, usaha leasing terus berkembang tidak saja di AmerikaSerikat, tetapi juga di Eropa seperti Prancis, Jerman Barat, Norwegia, dan Belanda. Selain di Inggris serta beberapa negara Asia (Jepang, Taiwan, Hongkong) dan Australia. Negara-negara di Benua Asia cukup pesat terjadi perkembang bisnis leasing, antara lain Jepang, Hongkong, Korea Selatan Singapura serta Malaysia.

Eksistensi pranata hukum leasing di Indonesia baru terjadi di awal dasawarsa 1970-an, dan baru diatur untuk pertama kali dalam perundang-undangan Republik lndonesia di tahun 1974. Beberapa peraturan di tahun 1974 tersebut merupakan tonggak sejarah perkembangan hukum tentang leasing di negeri ini. Peraturan - peraturan tersebut adalah:

a. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. KEP-

(31)

20

122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, No. 30/Kpb/l/1974, tertangal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing,

b. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. KEP.

649/MK/IV/5/1974, tanggal 6 Mei 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.

c. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. Kep.

650/MK/IV/5/1974, tanggal 6 Mei 1974 tentang Penegasan Ketentuan Pajak Penjualan dan Besarnya Bea Meterai Terhadap Usaha Leasing.

d. Pengumuman Direktur Jenderal Moneter Nomor: Peng-307/DJM/

111.1/7/1974, tanggal 8 Juli 1974 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Leasing.

Setelah berbagai peraturan yang dikeluarkan di tahun 1974, ada beberapa peraturan lagi yang terbit di tahun-tahun kemudiannya.

Perkembangan sejarah bisnis leasing di Indonesia sangat erat kaitannya dengan policy pemerintah yang tertuang dalam peraturan-peraturan tersebut. Perkembangan leasing dalam sejarah di Indonesia tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga fase sebagai berikut:17

a. Fase Pengenalan

Fase pertama yang merupakan fase pengenalan dari bisnis leasing di Indonesia terjadi antara tahun 1974 sampai dengan tahun 1983.

Fase pertama ini dimulai dengan keluarnya beberapa peraturan tahun

17 Munir Fuady, Op.Cit., hal. 14-16

(32)

21

1974 yang khusus mengatur tentang pranata hukum leasing tersebut.

Dalam fase ini, leasing belum begitu dikenal masyarakat, dan dalam perkembangannya tidak begitu pesat. Konsekuensinya, jumlah perusahaan leasing waktu itu belum seberapa dan jumlah transaksinya pun masih relatif kecil.

Sampai dengan tahun 1980, jumlah perusahan leasing hanya berjumlah 5 (lima) buah dengan besarnya kontrak 22,6 miliar rupiah.

Sampai dengan tahun 1984, jumlah perusahaan leasing bertambah sehingga seluruhnya menjadi 48 buah dengan total kontrak 436,1 miliar rupiah.18

b. Fase Pengembangan

Fase kedua yang merupakan fase pengembangan ini terjadi kira- kira antara tahun 1984 sampai dengan tahun 1990. Dalam fase kedua ini, bisnis leasing cukup pesat perkembangannya berbarengan pesatnya pertumbuhan bisnis di Indonesia. Hal ini terlihat misalnya pada indikator peran dan kontribusi leasing terhadap investasi nasional Secara keseluruhan. Dalam hal ini, dari 2,60% di tahun 1986 misalnya, menjadi 6,32% di tahun 1989. Demikian juga perkembangan perusahaan dan jumlah besarnya kontrak leasing, di mana jumlah perusahaan sebanyak 89 buah di tahun 1986, dengan nilai kontrak 645 miliarrupiah, bertambah menjadi seluruhnya 122 buah perusahaan di tahun 1990, dengan nilai kontraknya tidak kurang dari 4,061 triliun rupiah.

18Ibid, hal. 19

(33)

22

Pada fase kedua ini, beberapa segi operasionalisasi leasing telah berubah, misalnya dalam hal metode perhitungan penyusutan aset untuk kepentingan perpajakan. Hal ini akibat dari berlakunya Undang-Undang Pajak 1984. Sementara sistem pelaporan pajak dalam periode kedua ini masih memakai operating method seperti pada fase sebelumnya, tetapi dengan beberapa distorsi.

c. Fase Konsolidasi

Fase ketiga, yang merupakan fase konsolidasi dari perkembangan leasing di Indonesia ini, terjadi sejak tahun 1991 sampai sekarang.

Pada periode ini izin-izin pendirian perusahaan leasing yang sebelumnya agak diperketat, kemudian dibuka kembali. Perusahaan multifinance juga banyak didirikan pada periode ini. Salah satu perubahan yang terjadi dalam fase konsolidasi ini adalah diubah-nya sistem perpajakan, dari semula dengan operating method berubah menjadi financial method. Perubahan sistem perhitungan perpajakan ini mulai berlaku sejak 19 Januari 1991, berdasarkan ketentuan dalam SK Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991.

Walaupun perkembangan bisnis leasing sudah mulai terasa di Indonesia, banyak pihak berucap bahwa perkembangannya sebenarnya masih jauh seperti yang diharapkan. Hal ini antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Karena bisnis leasing masih terbilang relatif baru b. Kurang promosi dan lemahnya aturan hukum

(34)

23

c. Masyarakat masih lebih terfokus pada barang-barang primer, dan belum terhadap barang-barang lainnya

d. Ada anggapan sementara bahwa beban yang dipikul oleh para pihak lebih besar dibandingkan dengan fasilitas perbankan e. Untuk leasing barang – barang tertentu dibutuhkan jaminan,

sehingga orang cenderung memilih system perbankan.

2. Dasar Hukum Leasing

Dasar hukum perjanjian leasing di Indonesia antara lain:

1) Umum

a. Asas konkordansi hukum berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 atas Hukum Perdata yang berlaku bagi penduduk Eropa.

b. Pasal 1338 KUH Perdata mengenai Asas Kebebasan Berkontrak serta asas-asas persetujuan pada umumnya sebagaimana tercantum pada Bab I Buku III KUH Perdata.

Pasal ini memberikan kebebasan kepada semua pihak untuk memilih isi pokok perjanjian mereka sepanjang itu tidak bertentangan dengan Undang-undang, kepentingan/kebijakan umum (public policy) dan kesusilaan.

c. Pasal 1548 sampai 1580 KUH Perdata (Buku III Bab IV), yang berisikan tentang ketentuan-ketentuan tentang sewa-menyewa sepanjang tidak adanya penyimpangan oleh para pihak. Pasal- pasal ini membahas hak dan kewajiban lessor dan lessee.

(35)

24 2) Khusus

a. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. Kep. 122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, No.

30/Kpb/I/1974 Tanggal 7 Februari 1974, Tentang Perizinan Usaha Leasing.

b. Surat keputusan (SK) Menteri Keuangan Republik Indonesia No. Kep. 649/MK/IV/1974,Tanggal 6 Mei 1974 Tentang Perizinan Usaha Leasing.

c. Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan Republik Indonesia No. Kep-IV/ 5/1974, Tanggal 6 Mei 1974, Tentang Penegasan Ketentuan Pajak Penjualan dan Besarnya Bea Materai Terhadap Usaha Leasing.

d. Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter No. PENG- 307/DJM/III.I/7/1974, Tanggal 8 Juli 1974, tentang:

a) Tata cara perizinan.

b) Pembatasan usaha.

c) Pembukuan.

d) Tingkat suku bunga.

e) Perpajakan.

f) Pengawasaan dan pembinaan.

e. Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II Tanggal 1 Februari 1980, mengenai Lisensi Perizinan untuk Kegiatan

(36)

25

Usaha Sewa Beli (Hire Purchase),Jual Beli dengan Angsuran/Cicilan(Sale and Purchase by Installment), dan Sewa Menyewa(Renting).

f. Surat Edaran Dirjen Moneter Dalam Negeri No. SE.

4815/MD/1983 Tanggal 31 Agustus 1983 Tentang Ketentuan Perpanjangan Penggunaan Tenaga Warga Negara Asing pada Perusahaan Leasing.

g. Surat Edaran Dirjen Moneter Dalam Negeri No. SE- 4835/MD/1983 Tanggal 1 September 1983 Tentang Tata Cara dan Prosedur Pendirian Kantor Cabang dan Kantor Perwakilan Perusahaan Leasing.

h. Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan Republik Indonesia No. S. 742/MK. 011/1984 Tanggal 12 Juli 1984 mengenai PPh Pasal 23 atas Usaha Financial Leasing.

i. Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak No. SE, 28/PJ.

22/1984 tanggal 26 Juli 1984 mengenai PPH Pasal 23 atas Usaha Financial Leasing.19

3. Pengertian Leasing

Leasing adalah merupakan suatu “kata atau peristilahan” baru dari bahasa asing yang masuk kedalam Bahasa Indonesia, yang sampai sekarang masih dipakai kata leasing dalam Bahasa Indonesia karena tidak atau belum ada yang dirasa cocok untuk mengantikan istilah itu.

19 Djoko Prakoso, Bambang Ri Lady Yani, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Jakarta: PT. Bina Aksana, 1987 hal. 63

(37)

26

Istilah leasing ini sangat menarik, oleh karena itu ia bertahan dalam nama tersebut tanpa diterjemahkan dalam bahasa setempat, baik di Amerika yang merupakan asal usul adanya lembaga leasing ini, maupun lembaga yang telah mengenal lembaga leasing ini.

Istilah leasing berasal dari kata Bahasa Inggris yaitu lease yang berarti sewa-menyewa, kemudian berkembang dalam bentuk khusus serta mengalami perubahan fungsi menjadi salah satu jenis pembiayaan.20

Pengertian leasing secara umum adalah perjanjian antara lessor (perusahaan leasing) dengan lessee (nasabah) di mana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.

Sedangkan pengertian leasing (sewa guna usaha) sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 adalah:

“Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Selanjutnya yang dimaksud dengan finance leaseadalah kegiatan sewa guna usaha di mana lessee pada akhir kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yg disepakati, sebaliknya

20 Munir Fuady, Hukum Kontrak“Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis”, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 12

(38)

27

operating lease tidak mempunyaihak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.”

Equipment Leasing Association di London memberikan defenisi Leasing sebagai berikut:

“Leasing adalah perjanjian (kontrak) antara lessor dan lessee untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan atas barang modal tersebut ada pada lessor, sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan uang sewa yang telah ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu.”21

Sedangkan Frank Tiara Supit memberikan pengertian Leasing sebagai berikut:

“Compeni financing in the providing capital goods with user masing periodical payments. User would have option to buy the capital goods or to prolong the leasing period on the basis of the remining value.”

Dapat diartikan bahwa leasing itu adalah pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal dengan pembayaran secara berkala oleh perusahaan yang menggunakan barang-barang modal tersebut, dan dapat membeli atau memperpanjang jangka waktu berdasarkan nilai sisa.

21Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hal. 95

(39)

28

Bahwa pada prinsipnya pengertian leasing itu adalah sama dan harus terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

a. Pembiayaan perusahaan.

b. Penyediaan barang-barang modal.

c. Jangka waktu tertentu.

d. Pembayaran secara berkala.

e. Adanya hak pilih (opsi).

f. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama.

4. Jenis – Jenis Leasing

Teknik pembiayaan leasing secara garis besar dapat dibagi dalam dua katagori yaitu:

a. Finance Lease (Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi)

Finance Lease merupakan suatu bentuk cara pembiayaan, lessor yang mendapatkan hak milik atas barang yang disewakan menyerahkan kepada lessee untuk dipakai selama jangka waktu yang sama dengan masa kegunaan barang tersebut.22

Dalam perjanjian kontrak, lessee bersedia untuk melakukan serangkaian pembayaran atas penggunaan suatu aset yang menjadi objek lessee. Lessee pun berhak memperoleh manfaat ekonomis dengan mempergunakan barang tersebut sedangkan hak miliknya tetap pada lessor. Dengan demikian berarti lessee telah menanam

22Ibid., hal. 97

(40)

29

modal. Dalam perjanjian finance lease ini biasanya tidak dapat di batalkan atau diputuskan ditengah jalan oleh salah satu pihak, kecuali bila pihak lessee tidak memenuhi perjanjian atau kontrak.

Ciri utama sewa guna usaha dengan hak opsi yaitu pada akhir kontrak, lessee mempunyai hak pilih untuk membeli barang modal sesaui dengan nilai sisa(residual value) yang disepakati, atau mengembalikannya, memperpanjang masa kontrak sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama.

Teknik finance lease biasanya disebut juga dengan fill pay out leasing yang artinya suatu bentuk pembiayaan dengan cara kontrak antara lessor dengan lessee.23

Pada leasing jenis ini lessee menghubungi lessor untuk memilih barang modal yang dibutuhkan, memesan, memeriksa, dan memelihara barang modal tersebut. Selama masa sewa, lessee membayar sewa secara berkala dari jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa.

Dalam praktiknya transaksi finance lease dibagi lagi kedalam bentuk-bentuk sebagai berikut:

1) Sewa guna usaha langsung (Direct Finance Lease)

Dalam bentuk transaksi ini, lessor membeli barang modal dan sekaligus menyewaan kepada lessee. Pembelian tersebut dilakukan atas permintaan lessee dan lessee pula menentukan spesifikasi barang modal, harga, dan suppliernya.

23Y. Sri Susilo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Salemba, Jakarta, 2000, hal. 131

(41)

30

2) Jual dan sewa kembali (Sale and Lease Back)

Lessee membeli dahulu atas nama sendiri barang modal (impor atau ekspor) termasuk membayar biaya bea masuk dan impor lainnya. Kemudian barang modal tersebut dijual kepada lessor dan selanjutnya diserahkan kembali kepada lessee untuk digunakan bagi keperluan usahanya sesuai dengan jangka waktu kontrak sewa guna usaha.

b. Operating Lease (Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi)

Ciri utama leasing jenis ini adalah lessee hanya berhak menggunkan barang modal selama jangkawaktu kontrak tanpa hak opsi setelah masa kontrak berakhir. Pihak lessor hanya menyediakan barag modal untuk disewakan kepada lessee dengan harapan setelah kontrak berakhir, lessor memperoleh keuntungan dari penjualan barang modal tersebut.

Adapun tujuan dari operating lease ini ialah menjual barang modal itu apabila kelak telah habis jangka waktu perjanjian lease, sehingga untuk ini diberikan syarat-syarat yang lebih ringan atau lunak.24

Syarat-syarat yang lebih ringan atau lunak ini diantaranya berupa harga sewa atau cicilan lebih kecil dibandingkan dengan harga sewa dalam finance lease.

24Ahmad Anwari, Leasing di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,1987, hal. 31

(42)

31

Dalam operating lease resiko kepemilkan selama jangka waktu leasing menjadi tanggung jawab lessor, oleh karena itu pajak kekayaan menjadi tanggungan lessor juga. Perjanjian dalam operating lease berbeda dengan perjajian dalam financial lease, yang mana dalam bentuk perjanjian operating lease dapat dibatalkan sebelum jangka waktu leasing, seperti pihak lessee (penyewa) dapat memutuskan perjajian secara sepihak asal dengan pemberitahuan maksud pemutusan hubungan sewa tertulis dalam waktu yang layak. Sebagai konsekuesinya lessee harus membayar harga sewa penuh. Resiko yang berupa turunnya nilai barang (rusak) yang biasa ditanggung oleh pemilik, dapat dimasukan dalam perjanjian untuk ditanggung oleh lessee.

Di akhir pejanjian leasing, lessee wajib mengembalikan barang tersebut pada lessor, kecuali lessee menggunkan hak opsinya untuk membeli barang tersebut dengan harga yang riil, yang biasa relatif jumlahnya atau ada perundingan yang dilakukan untuk kontrak lease yang baru dengan lessee yang sama atau juga lessor mencari lessee yang baru.

5. Keuntungan dan Kerugian Leasing

Seperti halnya aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan lainnya, perjanjian leasing juga mempunyai keunggulan maupun kelemahan bagi kedua belah pihak yang bersangkutan, baik untuk lessee maupun lessor.

(43)

32

Menurut Dahlan Siamat keuntungan yang akan didapatkan oleh lessee apabila melakukan leasing antara lain adalah sebagai berikut:25

a. Lessee akan terhindar dari kebutuhan dana besar dan biaya bunga yang tinggi.

b. Lessee mengurangi resiko keusangan, karena ia dapat mengoperkan barang yang dilease kepada pihak lessor setelah pemakaiannya.

c. Perjanjian lease lebih flexible karena lebih bebas dibandingkan perjanjian utang lainnnya. Lessor yang pintar akan dapat menyesuaikan perjanjian lease terhadap kebutuhan perusahaan.

d. Dana pembiayaannya jauh lebih murah dibandingkan pembiayaan sekaligus.

e. Lease tidak menambah pos utang di neraca dan tidak mempengaruhi ratio leverage.

Sedangkan kerugian apabila melakukan leasing bagi lessee adalah sebagai berikut:26

a. Lessee wajib memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan lessor untuk melindungi peralatannya, misalnya: dalam bentuk pembatasan pengoperasian barang, perlindungan asuransi, dan lain-lain.

b. Lessee bisa saja kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan barang pada saat akhir leaseuntuk beberapa jenis barang.

25Dahlan Siamat, 1995, Manajemen Lembaga Keuangan, Cetakan Pertama, Intermedia, Jakarta, hal.214

26Ibid, hal. 215

(44)

33

c. Lease khususnya financial lease mungkin kurang tepat apabila lessee hanya membutuhkan aktiva dalam jangka pendek, karena jika dibatalkan sebelum perjanjian selesai, akan menimbulkan biaya yang cukup besar.

d. Karena barang yang dilease tidak dapat dicatat sebagai asset, maka tidak dapat dijadikan sebagai jaminan kredit di Bank.

e. Hak menggunakan barang lease merupakan intangiable asset yang tidak dapat disajikan dalam neraca sebagai aktiva tetap.

Untuk pihak lessor keuntungan apabila melakukan leasing adalah sebagai berikut:27

a. Hak kepemilikan masih ada di pihak lessor, sehingga merupakan faktor pengaman yang lebih kuat dibandingkan dengan barang jaminan berupa hipotik sekalipun.

b. Lessor berhak secara hukum untuk menjual barang yang dilease dan biasanya lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan penjualan melalui lelang.

c. Dalam operating lease, lessor secara akuntansi masih berhak untuk melakukan pembebanan penyusutan atas barang yang dilease untuk tujuan penghematan pajak.

Sedangkan kerugian yang diperoleh lessor apabila melakukan leasing adalah sebagai berikut:28

27Ibid, hal. 245.

(45)

34

a. Sebagai pemilik, lessor memiliki resiko besar jika barang yang dilease mendapat tuntutan dari pihak ketiga. Misalnya jika terjadi kecelakaan atau kerusakan atas barang orang lain yang disebabkan oleh barang yang dilease tersebut.

b. Dalam hal adanya complain, lessor tidak bisa mengklaim pabrik atau suppliernya secara langsung, tindakan tersebut harus dilakukan oleh lessee sebagai pemakai barang tersebut.

c. Lessor tetap bertanggung jawab atas pembayaran kewajiban tertentu karena kepemilikan barang.

Walaupun mempunyai hak secara hukum menjual barang lease, namun lessor belum tentu bebas dari berbagai ikatan seperti gadai atau kewajiban lain.

Di lain pihak, menurut Munir Fuady kelebihan-kelebihan leasing bila dibandingkan dengan metode-metode pembayaran lainnya, terutama dengan kredit bank, adalah sebagai berikut:29

a. Unsur Fleksibilitas

Salah satu keunggulan utama dari leasing adalah adanya unsur fleksibilitas. Unsur fleksibilitas ini terutama dalam hal dokumentasi, collateral, struktur kontrak, besar dan jangka waktu pembayaran cicilan oleh lessee, nilai residu, hak opsi, dan lain- lain.

b. Ongkos yang relatif murah

28Ibid., hal. 216

29Munir Fuady, Op.Cit., hal. 16-20

(46)

35

Karena sifatnya yang relatif sederhana, maka untuk dapat ditandatangani kontrak dan direalisasi suatu leasing relatif tidak memerlukan ongkos/biaya yang besar, yang biasanya dalam praktek semua biaya tersebut diakumulasikan ke dalam satu paket.

Termasuk dalam komponen biaya ini antara lain adalah konsultan fee, pengadaan dan pemasangan barang, asuransi, dan lain-lain.

c. Penghematan Pajak

Sistem perhitungan pajak untuk leasing menyebabkan pembayaran pajaknya lebih hemat.

d. Pengaturannya tidak terlalu complicated

Pengaturan terhadap leasing tidak terlalu complicated. Tidak seperti pengaturan terhadap kredit bank misalnya. Ini terutama sangat menguntungkan bagi lessor,mengingat perusahaan pembiayaan tidak perlu harus melaksanakan banyak hal seperti diwajibkan untuk suatu bank.

e. Kriteria bagi lessee yang longgar

Dibandingkan lessee yang memanfaatkan fasilitas kredit bank, maka persyaratan bagi perusahaan lessee untuk menerima fasilitas leasing jauh lebih longgar. Ini mengingat pemberian fasilitas leasing jauh lebih aman bagi lessor, karena setiap saat barang modal dapat dijual, dengan perhitungan harga tidak lebih rendah dari sisa hutang lessee oleh Karena itu, dimungkinkan pula pemberian fasilitas leasing untuk perusahaan menengah ke bawah,

(47)

36

perusahaan-perusahaan mana sulit mendapatkan fasilitas lewat kredit perbankan.

f. Pemutusan kontrak leasing oleh lessee

Sering juga didapati bahwa dalam kontrak leasing diberikan hak yang begitu mudah bagi lessee untuk memutuskan kontrak di tengah jalan. Karena sering juga harga barang modal dapat dijual kapan saja oleh lessor dengan harga yang dapat menutupi bahkan seringkali melebihi dari sisa hutang lessee. Dengan demikian, tidak banyak resiko yang harus dipikul oleh lessor maupun lessee jika terjadi pemutusan kontrak leasing di tengah jalan. Tetapi tentunya ada beberapa jenis barang modal yang tidak gampang dilakukan penjualan dalam keadaan bekas, seperti yang terjadi pada beberapa jenis mesin. Maka biasanya, untuk leasing seperti ini, tidak diberikan kemudahan bagi lessee untuk memutuskan kontrak di tengah jalan.

g. Pembukuan yang lebih mudah

Dari segi pembukuan, leasing lebih mudah dan menguntungkan bagi perusahaan lessee. Bahkan cukup reasonable pula jika transaksi leasing ini dimasukkan sebagai pembiayaan secara off balance sheet. Sehingga, pembukuan perusahaan lessee akan kelihatan lebih baik.

Di samping keuntungan seperti yang telah disebutkan di atas tersebut, sebenarnya terdapat juga beberapa kelemahan dari

(48)

37

pembiayaan dengan cara leasing ini. kelemahan-kelemahan leasing dapat disebutkan sebagai berikut:30

a. Biaya Bunga yang Tinggi

Karena perusahaan leasing juga memperoleh biaya dari bank, maka pada prinsipnya keberadaan lessor hanyalah sebagai perantara saja dalam menyalurkan dana kepada lessee. Untuk itu tentunya lessor akan mendapat keuntungan margin tertentu.

Konsekuensinya, perhitungan bunga, ataupun kompensasi terhadap bunga dalam transaksi leasing akan relatif tinggi.

b. Biaya Marginal yang Tinggi

Bisa saja biaya yang sebenarnya marginal menjadi tinggi jika biaya tersebut tidak ditekan secara hati-hati oleh lessor. Hal ini merupakan sisi lain dari mata uang dalam transaksi leasing. Sebab, di satu pihak leasing banyak memberikan kemudahan bagi lessee, tetapi di pihak lain justru berbagai kemudahan tersebut tidak mungkin diberikan secara gratis, melainkan dengan cost-cost tertentu. Di samping itu, eksistensi lessor sebagai perantara antara penyedia dana (misalnya bank) dengan pihak lessee, menyebabkan mata rantai distribusi dana menjadi lebih panjang. Tentunya, sebagaimana biasanya transaksi dengan perantara, cost-nya akan menjadi lebih tinggi, mengingat perantara tersebut juga memerlukan fee tertentu sebagai kompensasi atas jasa-jasanya.

30Ibid., hal. 29-30

Referensi

Dokumen terkait

Atas pertimbangan ini, Pihak Leasing (perusahaan pembiayaan) harus dapat menghilangkan paling tidak mengurangi risiko yang mungkin timbul dalam setiap pemberian kredit.

pembiayaan pembelian kendaraan bermotor menggunakan sistem.. konvensional di PT. Adira Finance dengan perjanjian pembiayaan. menggunakan sistem syariah di BMT Surya

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil judul “PERJANJIAN SEWA BELI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN (Studi Komparatif Perjanjian Sewa beli Kendaraan Bermotor Baik Roda Dua atau Roda

Tri Sutrisno (2011) Perjanjian Sewa Beli (Studi Tentang Pembiayaan Pengadaan Kendaraan Bermotor Di FIF Cabang Boyolali), Jurusan Hukum Perdata Program Studi S1

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana kedudukan objek perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor, Apakah pengalihan hak dalam

KAJIAN HUKUM ATAS LELANG TERHADAP BARANG JAMINAN FIDUSIA KENDARAAN BERMOTOR PADA PERUSAHAAN LEASING (STUDI PADA PT. SUMMIT OTO.. FINANCE

1) Tindak Pidana Penggelapan (Pasal 372 KUHP). Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor dengan jaminan

Untuk mengetahui kriteria hilangnya kendaraan bermotor dalam perjanjian pembiayaan yang menjadi tanggung jawab PT.Adira Finance Padang.. Untuk mengetahui