• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF EFFICACY SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE CABRI 3D DI KELAS X SMA YPK MEDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF EFFICACY SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE CABRI 3D DI KELAS X SMA YPK MEDAN."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF EFFICACY SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE

CABRI 3D DI KELAS X SMA YPK MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

SUCI DAHLYA NARPILA NIM : 8136171051

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF EFFICACY SISWA MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE

CABRI 3D DI KELAS X SMA YPK MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

SUCI DAHLYA NARPILA NIM : 8136171051

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i ABSTRAK

SUCI DAHLYA NARPILA. Peningkatan Kemampuan Spasial dan Self Efficacy Siswa Melalui Pembelajaran Inquiry Berbantuan Software Cabri 3D di Kelas X SMA YPK Medan. Tesis. Medan : Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peningkatan kemampuan spasial dan self efficacy siswa setelah menerapkan pembelajaran inquiry berbantuan software cabri 3D, serta untuk melihat interaksi antara pembelajaran dan gender terhadap peningkatan kemampuan spasial dan self efficacy siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan sampel penelitian sebanyak 69 siswa dengan kelas 2 sebanyak 35 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas X-1 sebanyak 34 siswa sebagai kelas kontrol. Data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini adalah data kemampuan spasial dan self efficacy siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut adalah tes kemampuan spasial dan angket self efficacy. Data yang dikumpulkan tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan anava dua jalur pada program SPSS. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan spasial dan self efficacy siswa yang mendapat pembelajaran inquiry berbantuan software cabri 3D lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan spasial dan self efficacy siswa yang mendapat pembelajaran biasa. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan gender terhadap peningkatan kemampuan spasial dan self efficacy siswa.

(8)

ii ABSTRACT

SUCI DAHLYA NARPILA. Improvement Of The Student’s Spatial Ability and Self Efficacy Through Inquiry Based Learning With Software Cabri 3D In Grade X SMA YPK Medan. A Thesis. Medan : Post Graduate Program. University Of Medan, 2015.

The purpose of this research was to identify the improvement of student’s spatial ability and self efficacy as an impact of inquiry based on learning with software Cabri 3D, and to find the interaction between the instructional approach and gender to improve spatial ability and self efficacy. This research was a quasy experiment with the sample of this research was 69 students, consisted of X-2 class with 35 students as an experiment class and X-1 class with 34 students as a control class. The data which collected in this research were spatial ability and self efficacy. The instruments which used to collect the data were a test of spatial ability and quisioner of self efficacy. The data were analyzed by using two way anava in the spss program. Based on the result of this research, it could be concluded that the improvement of student’s spatial ability and self efficacy under inquiry based learning with software Cabri 3D was better than improvement of

student’s spatial ability and self efficacy under usuall learning. There was not an interaction between the instructional approach and gender to improvement of

student’s spatial ability and self efficacy.

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, kesehatan dan hidayah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik sesuai dengan waktu yang direncanakan. Tesis yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Spasial dan Self Efficacy Siswa Melalui Pembelajaran Inquiry Berbantuan Software Cabri 3D di Kelas X SMA YPK Medan” disusun untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Sejak mulai dari persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khusunya penulis sampaikan kepada :

1. Ayahanda Dasril, S.Sos dan Ibunda Eliza beserta Adinda Dyana Dahlya dan Sevtria Dahlya dan seluruh keluarga penulis yang telah memberikan doa, kasih sayang, pengorbanan, dan perjuangan baik secara moriil dan materil. 2. Bapak Prof.Dr.Edi Syahputra M.Pd dan bapak Dr.Edy Surya, M.Si sebagai

dosen pembimbing tesis yang telah banyak memberi bimbingan, saran serta motivasi kepada penulis sejak awal penyusunan proposal sampai terselesaikannya tesis ini.

3. Bapak Prof.Dr.Edi Syahputra M.Pd dan bapak Prof.Hasratuddin Siregar, M.Pd selaku ketua Prodi dan sekretaris prodi program pascasarjana pendidikan matematika UNIMED serta bapak Dapot Tua Manullang, S.E, M.Si, yang telah memberi kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga bagi penulis.

4. Bapak Prof.Hasratuddin, M.Pd, Bapak Dr. W.Rajagukguk, M.Pd, serta Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si selaku narasumber yang telah memberi masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Direktur, Asisten I dan II beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED yang sudah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak berhingga kepada penulis.

7. Bapak Ricardo A. Sirait, ST, M.Si dan Ibu Rahmi Ramadhani, S.Pd.I, M.Pd selaku kepala sekolah dan guru matematika kelas X SMA YPK Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.

(10)

iv

9. Terkhusus untuk Mami, Paetek, Mak Uwo, Aning, dan seluruh sepupu serta keluarga besar penulis yang berada di Medan yang telah memberikan semangat kepada penulis.

10. Teristimewa seluruh sahabat yang telah memberikan semangat dan inspirasi, rekan-rekan mahasiswa pendidikan matematika angkatan XXII khususnya untuk teman seperjuangan kelas Dikmat A3 Tahun 2013.

11. Spesial untuk teman-teman seperjuangan dalam senang dan susah, suka dan duka, tawa dan tangis serta hujan dan badai, Salimah Angreiny, Hetty Elfina, Siti Aminah Nababan, Sri Wahyuni, Yanti Rambe, Rahmi Khairatul Hissan, serta komting Dikmat A3 Henra Saputra Tanjung, dan saudara se propinsi Annajmi.

12. Pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi yang diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa di lingkungan program studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan.

Medan, 23 Februari 2015 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

2.1.1. Kemampuan Spasial Matematika ... 22

2.1.2. Kemampuan Self Efficacy ... 26

2.1.3. Pembelajaran Inquiry ... 30

2.1.4. Pembelajaran Biasa ... 35

2.1.5. Media Software Cabri 3D ... 37

2.2.Teori Belajar Yang Mendukung... 39

2.3.Kerangka Konseptual ... 44

2.3.1. Peningkatan Kemampuan Spasial Siswa yang Memperoleh Pembelajaran Inquiry Berbantuan Software Cabri 3D ... 44

2.3.2. Peningkatan Self Efficacy Siswa yan Memperoleh Pembelajaran Inquiry Berbantuan Software Cabri 3D ... 46

2.3.3. Interaksi Antara Pembelajaran dan Gender Terhadap Kemampuan Spasial Siswa ... 47

2.3.4. Interaksi Antara Model Pembelajaran dan Gender Terhadap self efficacy Siswa ... 48

2.4.Hasil Penelitian Yang Relevan ... 49

2.5.Hipotesis Penelitian ... 51

BAB III. METODE PENELITIAN ... 52

3.1.Lokasi Penelitian ... 52

3.2.Populasi dan Sampel ... 52

3.3.Variabel Penelitian ... 53

3.4.Desain Penelitian ... 53

3.5.Definisi Operasional... 55

3.6.Instrumen Penelitian... 56

a. Tes Kemampuan Spasial Siswa ... 56

b. Angket Self Efficacy ... 58

(12)

3.8.Teknik Analisis Data ... 63

3.9.Prosedur Penelitian... 69

3.10 Jadwal Penelitian... 71

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 73

4.1. Hasil Penelitian ... 73

4.1.1. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 73

4.1.2. Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen ... 75

4.1.3. Analisis Data Kemampuan Spasial Siswa... 77

4.1.3.1 Perhitungan Rata-Rata dan Simpangan Baku ... 78

4.1.3.2 Perhitungan Indeks Gain ... 79

4.1.3.3 Pengujian Normalitas ... 82

4.1.3.4 Pengujian Homogenitas ... 83

4.1.4. Analisis Hasil Angket Self Efficacy ... 84

4.1.4.1 Perhitungan Rata-Rata dan Simpangan Baku ... 84

4.1.4.2 Perhitungan Indeks Gain ... 86

4.1.4.3 Pengujian Normalitas ... 89

4.1.4.4 Pengujian Homogenitas ... 90

4.1.5. Pengujian Hipotesis Statistik ... 90

4.1.5.1 Hipotesis Statistik Pertama ... 91

4.1.5.2 Hipotesis Statistik Kedua ... 92

4.1.5.3 Hipotesis Statistik Ketiga ... 92

4.1.5.4 Hipotesis Statistik Keempat ... 94

4.1.5.5 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis ... 95

4.2. Pembahasan ... 96

4.2.1. Faktor Pembelajaran ... 96

4.2.2. Kemampuan Spasial ... 99

4.2.3. Self Efficacy Siswa ... 101

4.2.4. Interaksi Antara Gender dan Model Pembelajaran Terhadap Peningkatan Kemampuan Spasial Siswa ... 104

4.2.5. Interaksi Antara Gender dan Model Pembelajaran Terhadap Peningkatan Self Efficacy Siswa ... 106

4.2.6. Keterbatasan Penelitian ... 108

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 110

5.1. Simpulan ... 110

5.2. Implikasi ... 110

5.3. Saran ... 111

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Aspek dan Indikator Kemampuan Spasial ... 24

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Inquiry ... 34

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 54

Tabel 3.2 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Antara Variabel bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol ... 54

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Kemampuan Spasial Siswa ... 56

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Spasial Siswa ... 57

Tabel 3.5 Kisi-kisi Angket Self Efficacy ... 59

Tabel 3.6 Pedoman Penskoran Angket Self Efficacy ... 60

Tabel 3.7 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 61

Tabel 3.8 Klasifikasi Derajat Reliabilitas ... 63

Tabel 3.9 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 66

Tabel 3.10 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji Statistik ... 69

Tabel 3.11 Jadwal Penelitian... 72

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran oleh Ahli ... 74

Tabel 4.2 Hasil Validasi Tes Kemampuan Spasial ... 74

Tabel 4.3 Hasil Validasi Angket Self Efficacy ... 74

Tabel 4.4 Rangkuman Ujicoba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen... 76

Tabel 4.5 Hasil Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Tes Kemampuan Spasial 76 Tabel 4.6 Hasil Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Angket Self Efficacy ... 77

Tabel 4.7 Deskripsi Data Kemampuan Spasial Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ... 78

Tabel 4.8 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Hasil Tes Kemampuan Spasial pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 80

Tabel 4.9 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Hasil Tes Kemampuan Spasial pada Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 81

Tabel 4.10 Pengujian Normalitas Indeks Gain Hasil Tes Kemampuan Spasial pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 83

Tabel 4.11 Pengujian Homogenitas Indeks Gain Hasil Tes Kemampuan Spasial pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 84

Tabel 4.12 Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Pretes dan Postes Self Efficacy pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 85

Tabel 4.13 Rata-rata Simpangan Baku Indeks Gain Hasil Tes Self Efficacy pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 86

Tabel 4.14 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Hasil Tes Self Efficacy pada Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 87

(14)

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 90 Tabel 4.17 Hasil Uji Hipotesis “Peningkatan Kemampuan Spasial Siswa” ... 91 Tabel 4.18 Hasil Uji Hipotesis “Peningkatan Self Efficacy Siswa” ... 92 Tabel 4.19 Hasil Uji Hipotesis “Interaksi Pembelajaran dan Gender

Terhadap Peningkatan Kemampuan Spasial” ... 93 Tabel 4.20 Hasil Uji Hipotesis “Interaksi Pembelajaran dan Gender

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Lembar Jawaban Siswa ... 7 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 71 Gambar 4.1 Rata-Rata Skor Kemampuan Spasial ... 79 Gambar 4.2 Rata-Rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Kemampuan

Spasial ... 81 Gambar 4.3 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Hasil Tes Kemampuan Spasial pada Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 82 Gambar 4.4. Rata-rata Skor Self Efficacy Siswa ... 86 Gambar 4.5 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Self Efficacy ... 87 Gambar 4.6 Rata-rata dan Simpangan Baku Indeks Gain Hasil Self Efficacy Pada Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 88 Gambar 4.7 Interaksi Antara Gender dan Model Pembelajaran Terhadap

Peningkatan Kemampuan Spasial Siswa ... 93 Gambar 4.8 Interaksi Antara Gender dan Model Pembelajaran Terhadap

Peningkatan Self Efficacy Siswa ... 95

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan

yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM)

yang mampu bersaing di era global. Hal ini disebabkan karena salah satu upaya

yang tepat untuk menyiapkan SDM yang berkualitas serta bermutu tinggi adalah

melalui pendidikan.

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

yang dinamis dan sarat perkembangan (Trianto, 2009 : 1). Pendidikan yang

mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang

mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga siswa mampu menghadapi dan

memecahkan persoalan kehidupan yang dihadapinya. Oleh karena itu, perlu

pembekalan kemampuan kepada siswa berupa mata pelajaran dengan beberapa

disiplin ilmu yang harus dikuasai. Pada kurikulum 2013, mata pelajaran yang

diberikan pada jenjang sekolah menengah atas terdiri dari dua bagian yaitu mata

pelajaran wajib dan pilihan (Kemendikbud, 2012 :15). Salah satu mata pelajaran

wajib yang harus dikuasai siswa adalah matematika.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membekali

siswa dengan kompetensi seperti berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan

kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa

dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi

untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif

(Depdiknas, 2006 : 328).

(17)

2

Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika memiliki tujuan pembelajaran.

Adapun tujuan pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan;

(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,

dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,

atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah

yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4)

mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan

masalah (Depdiknas, 2006 : 388).

Tujuan pembelajaran tersebut akan dicapai melalui proses pembelajaran

matematika. Proses pembelajaran matematika melibatkan lima standar isi yaitu

konsep dan operasi bilangan, pengukuran, geometri, aljabar serta analisis data dan

peluang (NCTM, 2000 : 29). Kelima standar isi ini kemudian akan dipartisi menjadi

beberapa pokok bahasan serta sub pokok bahasan yang akan dipelajari siswa di

berbagai jenjang pendidikan. Geometri sendiri sebagai salah satu ruang lingkup

materi pembelajaran matematika juga telah dibagi menjadi beberapa pokok bahasan

yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan dengan tingkat kesulitan yang

disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.

Geometri merupakan suatu bidang ilmu dalam matematika yang mempelajari

(18)

3

geometri ini dapat dibedakan beberapa jenis geometri yaitu geometri bidang dan

geometri ruang. Pada tingkat SMA, geometri ruang yang diajarkan dikenal dengan

Ruang Dimensi Tiga. Untuk mempelajari geometri, tidak sama dengan mempelajari

standar isi yang lain, dalam geometri ruang misalnya, ada 4 dimensi yang dipelajari

yaitu (1) visualisasi, menggambar dan konstruksi gambar, (2) studi tentang

aspek-aspek ruang dari dunia fisik, (3) menggunakan sebagai alat untuk menyajikan

konsep-konsep matematika, (4) penyajian sebagai sistem matematika formal. (Budiarto dalam

Suparyan, 2007 : 1). Untuk itu diperlukan pemahaman keruangan yang bagus agar

siswa bisa memahami keempat dimensi geometri ruang tersebut. Pemahaman

keruangan itu dikenal dengan kemampuan spasial.

Gardner (dalam Bosnyak, 2008 : 2) menyatakan bahwa : “spatial

intelligence is the ability of forming a mental model of the spatial world and

manoeuvring and working with this model”. Hal ini menjelaskan bahwa

kemampuan spasial adalah kemampuan mengenai ruang atau dimensi tiga,

menafsirkan atau membuat model tertentu dari ruang tersebut dan kemudian

menyelesaikan permasalahan mengenai ruang dengan cepat dan tangkas.

Pengertian ini menekankan bahwa kemampuan spasial adalah kemampuan

mengenai keruangan, dimensi tiga atau lebih tepatnya bangun ruang. Kemampuan

tersebut bisa memahami unsur atau definisi bangun ruang tertentu atau

menyelesaikan permasalahan yang terdapat dalam bangun ruang itu.

Menurut Piaget dan Inhelder (dalam Marliah, 2006 : 28) menyebutkan

bahwa kemampuan berpikir spasial adalah suatu kemampuan mengamati

hubungan posisi objek dalam ruang, kemampuan untuk melihat objek dari

berbagai sudut pandang, kemampuan untuk memperkirakan jarak antara dua titik,

(19)

4

Piaget dan Inhelder ini menegaskan bahwa kemampuan berpikir spasial

merupakan kemampuan berpikir tentang sifat dan permasalahan dari suatu bangun

ruang.

Kemampuan spasial ini bukan hanya suatu kemampuan yang semata harus

dikuasai siswa agar lebih memahami konsep bangun ruang, akan tetapi kemampuan

spasial sendiri secara tidak langsung mempengaruhi hasil belajar matematika secara

keseluruhan. Hal ini juga ditegaskan oleh Hanafin, Truxaw, Jenifer dan Yingjie

(dalam Indriyani, 2013 : 3) bahwa kemampuan spasial juga memiliki pengaruh

terhadap kemampuan matematika siswa. Artinya, jika kemampuan spasial

matematika yang dimiliki siswa tinggi, maka kemampuan siswa tersebut terhadap

matematika secara umum juga tinggi. Demikian juga yang dinyatakan oleh

Shermann (dalam Marliah, 2006 : 28) bahwa ia menemukan hubungan yang

positif berupa hubungan yang saling menguatkan dan hubungan yang saling

melemahkan antara berpikir spasial dan matematika seorang siswa. Bahkan

sebuah penelitian unik dilakukan oleh McGee (dalam Marliah, 2006 : 28)

menemukan bahwa kemampuan matematika siswa laki-laki yang lebih baik

daripada siswa perempuan dikarenakan siswa laki-laki memiliki kemampuan

spasial yang jauh lebih baik daripada siswa perempuan.

Dari beberapa hasil penelitian yang telah dikemukakan, terdapatlah suatu

hubungan positif antara kemampuan spasial yang dimiliki siswa dengan

penguasaan siswa terhadap matematika. Jika proses peningkatan kemampuan

spasial siswa terus berlangsung maka hal ini akan berbanding lurus dengan

peningkatan penguasaan siswa terhadap matematika. Akibat selanjutnya yang

(20)

5

yang juga menjadi alasan pentingnya kemampuan berpikir spasial, yaitunya agar

penguasaan siswa terhadap matematika juga semakin meningkat.

Jika dipandang dari konteks kehidupan sehari-hari kemampuan spasial

juga perlu ditingkatkan, hal ini mengacu dari pendapat Barke dan Engida (2001 :

230) yang mengemukakan bahwa kemampuan spasial tidak hanya berperan

penting dalam keberhasilan dalam pelajaran matematika dan pelajaran lainnya,

akan tetapi kemampuan spasial juga sangat berpengaruh terhadap berbagai jenis

profesi. Dalam National Academy of Science (dalam Syahputra, 2013:353)

dikatakan bahwa banyak bidang ilmu yang membutuhkan kemampuan spasial

dalam penerapan ilmu tersebut antara lain astronomi, pendidikan, geografi,

geosciences, dan psikologi. Nemeth (2007 : 126) dalam penelitiannya menemukan pentingnya kemampuan spasial pada ilmu-ilmu teknik dan matematika khususnya

geometri. Akan tetapi kemampuan ini tidak didapatkan secara genetik tetapi

sebagai hasil proses belajar yang panjang.

Beberapa pernyataan di atas menyatakan betapa pentingnya kemampuan

spasial dikuasai oleh siswa, akan tetapi kenyataan di lapangan sangat berlawanan

dengan apa yang diharapkan. Pada kenyataannya, kemampuan spasial siswa masih

tergolong rendah dan bermasalah. Fauzan (dalam Syarah, 2013 : 6) menyatakan

bahwa kemampuan spasial yang dimiliki oleh siswa kelas X SMA di Sumatera

Barat masih rendah. Ada beberapa hal yang ditemukan dalam penelitiannya, yaitu

siswa terfokus pada tampilan-tampilan yang berupa gambar, siswa membutuhkan

alat peraga yang berkaitan dengan materi yang dipelajari dan siswa tidak

(21)

6

Fauzan menegaskan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami topik

geometri karena kemampuan spasial siswa yang masih tergolong rendah.

Kemampuan spasial matematika yang rendah ini juga terlihat pada hasil

analisis daya serap Ujian Nasional materi pokok dimensi tiga yang masih

tergolong rendah. Ditemukan bahwa siswa SMA N 1 Banjarnegara tahun 2011

sebesar 79,83 %, untuk Kabupaten Banjarnegara sebesar 51,52%, untuk Propinsi

Jawa Tengah sebesar 52,96% dan untuk Nasional sebesar 64,78% (Pranawestu

dkk, 2012:2).

Fakta rendahnya kemampuan matematika siswa juga terlihat dari tes uji

coba soal kemampuan spasial untuk siswa tingkat SMA. Adapun siswa yang

menjadi objeknya adalah siswa SMA YPK Medan Kelas XII IPA tahun ajaran

2014/2015. Soal yang diberikan merupakan tes kemampuan spasial mengenai

bangun ruang dimensi tiga yang telah dipelajari pada kelas X semester 2. Berikut

soal yang diberikan :

Pada awalnya diasumsikan siswa dapat menyelesaikan soal yang diberikan

dengan tepat, karena materi tersebut telah dipelajari, selain itu siswa jurusan IPA

tentunya sudah terbiasa menyelesaikan soal-soal matematika. Akan tetapi,

kenyataannya sangat berbeda dengan yang diasumsikan. Dari hasil jawaban siswa

diperoleh bahwa hanya 15 orang siswa yang menyelesaikan soal ini dengan benar

dari 38 siswa yang mengikuti tes tersebut. Artinya, hanya ada 39,5 % siswa yang

(22)

7

Dari hasil jawaban siswa, banyak terdapat beberapa kesalahan bahkan

yang tergolong kesalahan kecil dan seharusnya tidak terjadi. Berikut salah satu

hasil jawaban siswa :

Gambar 1.1. Lembar Jawaban Siswa

Jika dilihat dari jawaban akhir yang ditemukan siswa, memang benar

bahwa pernyataan di atas bernilai salah, akan tetapi dilihat dari penyelesaian yang

dikerjakan siswa, terdapat kesalahan dalam penggunaan konsep. Siswa

menggunakan suatu konsep yang salah ketika menentukan jarak titik ke garis.

Siswa beranggapan bahwa untuk mengetahui jarak titik ke garis cukup dengan

menarik garis bantu dari titik itu ke salah satu titik pada garis, tanpa

memperhitungkan garis bantu itu tegak lurus atau tidak.

Seharusnya, siswa membuat garis bantu antara titik A ke garis TC dengan

(23)

8

garis TB. Sehingga garis itulah yang menjadi jarak antara titik A ke garis TC dan

jarak titik D ke garis TB. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa terhadap

konsep bangun ruang masih tergolong rendah. Padahal secara aljabar, siswa bisa

menggunakan teorema pythagoras dengan benar bahkan proses penarikan akar

pun diselesaikan dengan tepat. Berarti siswa tidak mengalami suatu kendala dalam

bidang aljabar tetapi memiliki kendala dalam bidang geometri. Kendala yang

dihadapi oleh siswa ini disebabkan oleh kemampuan spasial siswa yang masih

tergolong rendah, terutama pada aspek spatial relation, yaitu menyatakan

hubungan unsur dalam dimensi 3.

Salah satu tujuan pembelajaran geometri di sekolah menurut The Royal

Society and Joint Mathematical Council (2001:19) adalah untuk menimbulkan sikap positif terhadap matematika. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran

geometri tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja melainkan juga

mengembangkan aspek afektif, seperti self efficacy. Bandura (1994: 2)

menyatakan bahwa self efficacy merupakan kepercayaan seseorang terhadap

kemampuannya dalam menghasilkan sesuatu. Kepercayaan tersebut ditunjukkan

dengan kinerjanya ketika melakukan suatu tugas atau tuntutan tertentu.

Self efficacy menjadi sesuatu yang sangat penting karena orang-orang yang

memiliki self efficacy tinggi akan bekerja keras dalam melakukan suatu tugas atau

pekerjaan dan membangun motivasi positif yang berkaitan dengan tugas atau

pekerjaan yang sedang dilakukan (Brown dkk, 2005 :137). Berkaitan dengan

pembelajaran, tentunya sangat diharapkan siswa memiliki self efficacy yang

(24)

9

menyelesaikan tugas pelajarannya serta mengatasi berbagai masalah yang

berkaitan dengan pelajaran tersebut.

Self efficacy menjadi sesuatu hal yang sangat penting karena kemampuan

self efficacy yang tinggi akan menyebabkan seseorang tidak hanya berusaha untuk mendapat sesuatu atau pengetahuan yang dibutuhkan, melainkan mereka akan

menemukan pengetahuan lain yang berkaitan dengan tugas atau pekerjaan yang

sedang mereka kerjakan dan mereka sangat termotivasi untuk mendapatkan hasil

pekerjaan yang lebih baik dan lebih sempurna (Schunk, D.H, 1995 : 113).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa self efficacy merupakan hal yang

penting dalam menentukan suatu prestasi akademik. Misalnya, Bouchey dan

Harter (2005 : 677) menyatakan bahwa tingkat self-efficacy siswa akan sangat

mempengaruhi hasil belajar yang diperolehnya pada suatu bidang tertentu.

Seorang siswa yang merasa mampu dalam mengerjakan sesuatu akan berdampak

pada keberhasilan siswa tersebut menyelesaikan hal yang ia kerjakan.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Betz dan Hacket pada tahun

1983 (Arcat, 2013 : 4) menyatakan bahwa dengan self efficacy yang tinggi

seorang siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan

matematika yang diberikan kepadanya, sehingga hasil akhir dari pembelajaran

tersebut yang tergambar dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih

tinggi dibandingkan siswa yang memiliki self efficacy rendah.

Namun, temuan di lapangan menunjukkan masih rendahnya self efficacy

siswa. Hal ini diungkapkan oleh Russefendi ( dalam Arcat, 2013 :5) bahwa

terdapat banyak orang yang setelah belajar matematika bagian yang sederhanapun

(25)

10

keliru. Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar dan rumit. Masih

berkembangnya anggapan yang menyatakan bahwa matematika itu sulit

menyiratkan bahwa self efficacy siswa masih rendah.

Selain temuan di atas, ada beberapa fakta di lapangan yang sering dijumpai

dalam mengajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas X

SMA YPK Medan, dapat disimpulkan bahwa masih banyak siswa yang mengeluh

ketika mengerjakan soal yang sulit dan mereka tidak mau berusaha untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut. Ada juga beberapa siswa yang tidak mau

berpartisipasi aktif selama pembelajaran misalnya mengajukan pertanyaan kepada

guru atau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Ketidakmauan ini

dilatar belakangi oleh rasa tidak percaya siswa dengan kemampuan matematika

yang dimilikinya. Beberapa temuan dalam hasil wawancara tersebut menunjukkan

bahwa kemampuan spasial siswa kelas X SMA YPK Medan masih tergolong

rendah.

Banyak hal yang berpengaruh terhadap kemampuan spasial dan self efficacy

siswa, salah satunya adalah gender. Gender sangat mempengaruhi proses

pembelajaran, karena secara psikologis laki-laki dan perempuan memiliki banyak

perbedaan misalnya terkait intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi,

kematangan ataupun kesiapan. Kartono (1989 : 87) berpendapat bahwa pada

intinya perempuan hampir tidak pernah mempunyai ketertarikan yang menyeluruh

pada soal teoritis seperti laki-laki, perempuan lebih tertarik pada hal yang praktis

daripada yang teoritis. Perempuan juga lebih dekat pada masalah kehidupan yang

(26)

11

Hal senada juga diungkapkan oleh Benbov dan Stanley (Orton, 1992 :123)

menyatakan bahwa gender sangat mempengaruhi kemampuan matematika

seseorang. Kemampuan matematika laki-laki lebih unggul daripada perempuan.

Laki-laki memiliki kemampuan yang tinggi pada kemampuan spasial (keruangan),

sehingga siswa laki-laki dalam topik tertentu akan memperoleh skor yang lebih

tinggi dibandingkan dengan skor siswa perempuan, seperti pada topik pecahan,

geometri dan masalah ilmu ukur ruang, sedangkan perempuan lebih baik pada

kemampuan verbal.

Dari pendapat para ahli tersebut, menyatakan bahwa perempuan lemah

dalam persoalan yang berkaitan dengan abstrak, yang berakibat bahwa perempuan

dianggap lemah dan kurang mampu dalam mempelajari matematika terutama

dalam bidang geometri, karena geometri terdiri dari objek yang abstrak. Hal ini

lebih ditekankan pada penelitian McGee (dalam Marliah, 2006 : 28) menemukan

bahwa kemampuan matematika siswa laki-laki lebih baik daripada siswa

perempuan dikarenakan siswa laki-laki memiliki kemampuan spasial yang jauh

lebih baik daripada siswa perempuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gender

sangat mempengaruhi kemampuan spasial siswa.

Tidak hanya kemampuan spasial yang dipengaruhi gender, bahkan self

efficacy pun juga sangat dipengaruhi oleh gender. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Hackett, 1985; Hackett & Betz, 1989; Lent, Lopez & Bieschke, 1991

(dalam Pajares, 1996 : 551) yang menyatakan bahwa self efficacy matematis siswa

laki-laki lebih tinggi daripada siswa self efficacy matematis siswa laki-laki. Hal

yang serupa juga ditemukan oleh Shumow dan Schmidt (2000 : 4) bahwa anak

(27)

12

beberapa penelitian di atas, ditemukan bahwa laki-laki memiliki tingkat self

efficacy yang tinggi daripada perempuan.

Rendahnya kemampuan spasial dan self efficacy siswa yang merupakan

suatu hasil belajar, sangat dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Slameto (2010

: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dibedakan menjadi 2

jenis, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor

yang ada pada diri siswa itu sendiri. Rusman (2012 : 124) membagi faktor internal

ini menjadi kedalam dua aspek yaitu aspek fisiologis berupa kondisi fisik siswa

serta aspek psikologis berupa tingkat intelegensi, minat, bakat, motivasi, gender

serta kognitif siswa.

Adapun faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri siswa itu sendiri

(Slameto, 2010 : 55). Selanjutnya faktor eksternal ini meliputi (1) faktor keluarga

yang merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil; (2) faktor sekolah yang

meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, dan siswa

dengan siswa; serta (3) faktor masyarakat yang meliputi bentuk kehidupan

masyarakat sekitar.

Dari pendapat ahli di atas, ternyata kualitas kemampuan spasial dan self

efficacy siswa sebagai suatu hasil belajar yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh

banyak hal, salah satu diantaranya adalah metode mengajar atau proses

pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan

guru matematika kelas X SMA YPK Medan, ditemukan bahwa proses

pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru masih minim menggunakan media.

(28)

13

menggambarkan objek matematika yang abstrak, seperti power point serta

kerangka bangun ruang.

Hal di atas menjelaskan bahwa proses pembelajaran yang terjadi tidak

menggunakan media pembelajaran yang mendukung pencapaian pemahaman

materi yang diajarkan. Apalagi geometri ruang yang menjelaskan keterkaitan

bagian antar ruang yang sangat abstrak untuk dibayangkan siswa. Media

pembelajaran yang biasa digunakan seperti kerangka bangun ruang pun bukan

menjadi solusi yang terbaik agar abstraknya objek geometri ruang itu dapat

dipahami oleh siswa. Untuk itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat

menyajikan objek geometri ruang yang abstrak itu menjadi sesuatu yang dapat

dilihat, diamati dan lebih mudah dipahami siswa.

Salah satu media inovatif yang dapat menyajikan objek abstrak menjadi

dapat dipahami dan diamati adalah software komputer. Penggunaan software

komputer dalam pembelajaran sangat bermanfaat, misalnya dapat memperjelas

penyampaian materi, membantu proses perhitungan yang sulit, serta menjadikan

pembelajaran lebih menyenangkan dan dapat menciptakan iklim belajar yang

efektif untuk mengoptimalkan kemampuan matematika siswa.

Dalam kurikulum 2013 sendiri penggunaan teknologi dalam pembelajaran

menjadi sesuatu yang sangat dianjurkan. Proses pembelajaran pada kurikulum

2013 menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberi ruang yang cukup

untuk kreativitas, minat dan bakat siswa. Teknologi pun menjadi sorotan utama

dalam kurikulum 2013, hal ini terdapat didalam Permendiknas No. 65 tentang

Standar Proses (2013 : 2) bahwa pembelajaran memanfaatkan teknologi informasi

(29)

14

Hal senada juga dinyatakan oleh NCTM (2000 : 23) bahwa teknologi

menjadi sesuatu hal yang penting dalam pembelajaran matematika, karena

teknologi sangat berpengaruh dalam meningkatkan proses pembelajaran

matematika. Dengan adanya penggunaan teknologi siswa bisa mempelajari

keseluruhan objek matematika yang abstrak serta siswa bisa membuat generalisasi

terhadap suatu kondisi dalam matematika. Dengan kata lain, teknologi membantu

siswa untuk memahami suatu konsep matematika dalam waktu yang relatif

singkat.

Pernyataan di atas menegaskan bahwa proses pembelajaran yang

dilaksanakan menuntut penggunaan teknologi. Melalui penggunaan teknologi,

diharapkan pembelajaran yang terjadi akan lebih efektif dan efisien, membuat

konsep pelajaran menjadi lebih mudah dipahami oleh siswa, serta proses

pembelajaran menjadi interaktif, menarik dan tidak membosankan.

Matematika sendiri juga memiliki teknologi tertentu dalam proses

pembelajarannya, salah satunya penggunaan software komputer. Ada banyak

software komputer yang telah dibuat secara khusus untuk membantu pembelajaran

matematika diantaranya Cabri, Autgraph, Wingeom, Maple, Matlab, Winstat, dan

masih banyak yang lainnya. Dalam geometri ruang, software komputer yang tepat

untuk menyajikan objek abstrak tersebut adalah software Cabri 3D.

Pembelajaran dengan Cabri 3D dapat membantu siswa mengamati

objek-objek abstrak dalam geometri dan menjadikannya terlihat lebih nyata. Melalui

software Cabri 3D ini siswa juga akan lebih mudah memahami konsep dan hubungan yang terdapat di dalam suatu dimensi tiga. Adanya penggunaan

(30)

15

siswa, sehingga mengakibatkan kemampuan spasial mengalami peningkatan

menjadi lebih bagus. Selanjutnya, bagusnya kemampuan spasial siswa membuat

siswa semakin percaya diri ketika menyelesaikan permasalahan dimensi tiga.

Siswa akan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan segala

kemampuan yang dimilikinya. Bahkan masalah yang sulit pun bukan menjadi

sesuatu hal yang menakutkan akan tetapi menjadi suatu tantangan bagi siswa,

karena siswa itu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan itu.

Hal ini secara tidak langsung akan menyebabkan meningkatnya kemampuan self

efficacy siswa.

Tidak hanya dari media pembelajaran, proses pembelajaran yang terjadi

belum memaksimalkan kemampuan yang dimiliki siswa untuk mengkonstruksi

suatu pengetahuan. Hal ini ditemukan dari hasil wawancara dengan guru

matematika kelas X SMA YPK Medan bahwa siswa tidak banyak terlibat dalam

mengkonstruksi pengetahuannya, siswa lebih banyak menerima apa saja yang

disampaikan guru. Sehingga tingkat pemahaman siswa terhadap materi tersebut

kurang. Materi yang diberikan guru tidak lebih hanya berupa hapalan rumus atau

hapalan algoritma bagi siswa, tanpa mereka mengetahui dari mana rumus itu

diperoleh dan apa makna dari urutan algoritma yang sedang dilakukannya.

Padahal menurut kurikulum 2013 (Lampiran Permendikbud No.65, 2013:1)

pembelajaran bukan memberi tahu siswa, melainkan siswa mencari tahu tentang

hal yang akan dipelajari. Dalam proses siswa mencari tahu, guru menerapkan

pendekatan ilmiah (scientific) dalam suatu pembelajaran kelompok yang interaktif

dimana siswa mengamati, siswa bertanya kepada temannya, siswa mengumpulkan

(31)

16

diperolehnya serta siswa mengkomunikasikan hasil yang diperolehnya kepada

siswa lainnya.

Menurut NCTM (2000 : 43) juga menyatakan hal yang sama, yaitu

pembelajaran matematika yang diharapkan adalah pembelajaran pemahaman

dimana siswa secara aktif membangun pengetahuan yang baru melalui

pengetahuan sebelumnya serta pengalaman mereka. Hal ini akan mengakibatkan

bahwa siswa tidak hanya menghafalkan fakta atau rumus tertentu, melainkan

mereka paham mengapa menggunakan fakta atau rumus tersebut. Selanjutnya,

siswa bisa mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimilikinya dalam

menyelesaikan permasalahan matematika yang sulit dan menantang.

Dari dua pendapat di atas, jelas bahwa pembelajaran matematika yang

dituntut adalah suatu pembelajaran matematika yang menuntut siswa untuk

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Suatu pembelajaran yang mengharuskan

siswa untuk menyelidiki, menginvestigasi, mencoba dan akhirnya menemukan

sendiri konsep matematika yang dimaksud. Melalui serangkaian proses ini, siswa

dapat memaknai setiap langkah yang dilakukannya, sehingga siswa dapat

mengetahui asal rumus yang akan digunakan, apa makna urutan algoritma yang

akan dilaksanakannya. Hal ini tentunya menjadikan materi yang dipelajari bukan

hanya sekadar hapalan, tetapi menjadikan materi tersebut sebagai sesuatu yang

benar-benar dipahami siswa. Pembelajaran dalam kelompok pun menjadi

alternatif pembelajaran yang dapat menunjang kemampuan spasial siswa.

Diskusi-diskusi serta ide yang ada dalam kelompok kecil siswa akan menyebabkan siswa

lebih kreatif dalam menyelidiki dan menginvestigasi sesuatu, sehingga

(32)

17

Tingkat pemahaman siswa yang bagus itu akan menyebabkan siswa bisa

menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan geometri ruang serta dapat

mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan geometri ruang. Ini pun juga akan

meningkatkan kemampuan self efficacy siswa. Adapun pembelajaran yang

menuntut siswa untuk menyelidiki, menginvestigasi dan kemudian menemukan

sendiri konsep atau algoritma yang dibutuhkan adalah inquiry.

Pembelajaran inquiry merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang

menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan

menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang ditanyakan (Hosnan, 2014 :

341). Pengertian ini menjelaskan bahwa pembelajaran inquiry menuntut siswa

untuk menemukan sendiri konsep, fakta dan rumus mengenai materi yang sedang

dipelajari. Proses penemuan dilakukan siswa dengan berbagai cara, misalnya

melakukan eksperimen atau berdiskusi dengan teman satu kelompok.

Pembelajaran inquiry menuntut siswa menemukan sendiri konsep dan

algoritma tertentu. Melalui serangkaian kegiatan penemuan tersebut, siswa

tentunya akan sangat memahami konsep dan algoritma, akibatnya siswa tahu

kapan konsep digunakan atau bagaimana cara kerja algoritma tertentu. Hal ini

tentunya akan berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan spasial siswa ketika

memahami dimensi tiga. Dengan kata lain, pembelajaran inquiry sangat

berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan spasial siswa.

Tidak hanya kemampuan spasial yang dipengaruhi oleh pembelajaran

inquiry, akan tetapi self efficacy pun mengalami peningkatan ketika seorang siswa mendapatkan pembelajaran inquiry. Tingginya kemampuan spasial siswa setelah

(33)

18

percaya diri ketika dihadapkan dengan permasalahan mengenai dimensi tiga.

Siswa akan gigih dalam menyelesaikan tugas atau masalah tersebut karena siswa

memiliki kemampuan yang memadai untuk menyelesaikannya. Hal ini akan

menyebabkan meningkatnya kemampuan self efficacy siswa.

Dari beberapa uraian di atas, ditemukan hubungan antara pembelajaran

inquiry dan software Cabri 3D terhadap peningkatan kemampuan spasial dan self efficacy. Hal ini membuat peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan menerapkan pembelajaran inquiry berbantuan software Cabri 3D untuk

meningkatkan kemampuan spasial dan self efficacy pada materi Geometri.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat diidentifikasikan

beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Kemampuan spasial siswa masih rendah

2. Kurangnya peranan siswa dalam pembelajaran menyebabkan siswa tidak

berminat terhadap pelajaran matematika

3. Salah satu materi pelajaran yang sulit dan membosankan bagi siswa adalah

geometri

4. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang melibatkan aktivitas siswa

5. Kurangnya penggunaan media komputer dan software matematika dalam

pembelajaran matematika.

6. Rendahnya tingkat penguasaan guru terhadap komputer dan software

matematika.

(34)

19

8. Sikap negatif siswa terhadap pembelajaran akan menyulitkan siswa menerima

pelajaran

9. Siswa dengan self efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang

banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang

10.Salah satu penyebab rendahnya kemampuan spasial dan self efficacy antara

lain adalah pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang digunakan

belum memberikan peluang untuk menumbuhkan aktivitas belajar siswa.

1.3. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, maka agar lebih fokus mencapai

tujuan, peneliti membatasi masalah pada peningkatan kemampuan spasial dan self

efficacy siswa dengan pembelajaran inquiry berbantuan software Cabri 3D, ketuntasan belajar siswa dan aktivitas belajar siswa dengan pembelajaran inquiry

berbantuan software Cabri 3D.

1.4. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah peningkatan kemampuan spasial siswa dengan pembelajaran inquiry

berbantuan software Cabri 3D lebih tinggi dari pada peningkatan kemampuan

spasial siswa yang diberi pembelajaran biasa?

2. Apakah peningkatan self efficacy siswa dengan pembelajaran inquiry

berbantuan software Cabri 3D lebih tinggi dari pada peningkatan self efficacy

(35)

20

3. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan

gender terhadap peningkatan kemampuan spasial siswa ?

4. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan

gender terhadap peningkatan self efficacy siswa ?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan spasial siswa dengan

pembelajaran Inquiry berbantuan software Cabri 3D lebih tinggi dari pada

peningkatan kemampuan spasial siswa yang diberi pembelajaran biasa.

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan self efficacy siswa dengan

pembelajaran Inquiry berbantuan software Cabri 3D lebih tinggi dari pada

peningkatan self efficacy siswa yang diberi pembelajaran biasa.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model

pembelajaran dan gender terhadap peningkatan kemampuan spasial siswa.

4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model

pembelajaran dan gender terhadap peningkatan self efficacy siswa

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi guru, dapat menjadi ide dan inspirasi dalam memperluas pengetahuan

dan wawasan mengenai alternatif pembelajaran matematika dalam upaya

(36)

21

2. Bagi siswa, diharapkan dapat menarik rasa keingintahuan siswa untuk berfikir

secara kritis, kreatif, inovatif, dan sikap sportif dalam memahami matematika.

3. Bagi peneliti bidang sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

salah satu dasar dan masukan untuk melakukan pengembangan dalam

(37)

110

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan. Diperoleh beberapa simpulan sebagai

berikut :

1. Peningkatan kemampuan spasial siswa yang diajarkan dengan pembelajaran

inquiry berbantuan software cabri 3D lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan spasial siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa.

2. Peningkatan self efficacy siswa yang diajarkan dengan pembelajaran inquiry

berbantuan software cabri 3D lebih tinggi daripada peningkatan self efficacy

siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa.

3. Tidak terdapat interaksi antara gender dan pembelajaran terhadap

peningkatan kemampuan spasial siswa

4. Tidak terdapat interaksi antara gender dan pembelajaran terhadap

peningkatan self efficacy siswa

5.2. Implikasi

Implikasi dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran inquiry berbantuan software cabri 3D dapat diterapkan untuk

meningkatkan kemampuan spasial siswa laki-laki dan perempuan. walaupun

demikian pembelajaran inquiry berbantuan software cabri 3D memberikan

keuntungan yang lebih besar pada siwa laki-laki dalam meningkatkan

kemampuan spasial daripada siswa perempuan.

(38)

111

2. Pembelajaran inquiry berbantuan software cabri 3D dapat diterapkan untuk

meningkatkan self efficacy siswa laki-laki dan perempuan. walaupun

demikian pembelajaran inquiry berbantuan software cabri 3D memberikan

keuntungan yang lebih besar pada siwa laki-laki dalam meningkatkan self

efficacy daripada siswa perempuan.

5.3. Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian, maka berikut ini beberapa

saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan

terhadap penggunaan pembelajaran inquiry berbantuan software cabri 3D dalam

proses pembelajaran matematika khususnya. Sarannya adalah sebagai berikut :

1. Proses penggunaan software Cabri 3D menjadi kendala bagi siswa karena

siswa belum mengenal istilah dan cara pengoperasian software tersebut.

Disarankan guru memberikan kemampuan awal mengenai software cabri 3D.

2. Suasana kelas yang agak ribut ketika proses diskusi kelompok membuat

terganggunya aktivitas belajar siswa lainnya. Disarankan guru lebih aktif

berkeliling kelas dan memberikan teguran atau peringatan kepada siswa yang

tidak mengikuti proses pembelajaran dengan serius.

3. Kurang beragamnya soal yang diberikan kepada siswa selama proses

pembelajaran. Disarankan guru untuk memberikan soal yang beragam pada

masing-masing kelompok, kemudian masing-masing kelompok

mempresetenasikan soal tersebut di depan kelas, sehingga seluruh kelompok

(39)

112

4. Proses pembelajaran terkendala dengan beberapa komputer yang tidak

beroperasi dengan baik. Disarankan guru terlebih dahulu memastikan

masing-masing komputer/laptop yang digunakan agar tidak mengalami kendala

selama pembelajaran.

5. Penelitian ini hanya terbatas pada materi dimensi tiga, yaitu materi jarak titik,

garis dan bidang dalam ruang. Diharapkan pada penelitian lainnya untuk

mengembangkan pembelajaran inquiry berbantuan software cabri 3D pada

materi dimensi tiga lainnya

6. Bagi peneliti selanjutnya agar bisa menelaah kekurangan atau kelemahan dari

pembelajaran ini serta mengkaji bagaimana pengaruh untuk kemampuan

(40)

113

DAFTAR PUSTAKA

Adamides dan Nicalaou. 2004. Tehnology In Mathematics Education. Science Education International Vol 15 No 2. International Council of Associations in Sciend Education.

Arcat. 2013. Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Self Efficacy Siswa SMP Melalui Model Kooperatif STAD Berbantuan Wingeom. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung

Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Bandura, A. 1994. Self-efficacy. In V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of human behavior (Vol. 4, pp. 71-81). New York: Academic Press.

Barke dan Engide. 2001. Structural Chemistry and Spatial Ability in Different Cultures.Chemistry Education : Research and Practice in Europe Vol 2.No 3 Beyer, B.K. 1979. Teaching Thinking in Social Studies : Using Inquiry in the

Classroom. Columbus, OH : Merril.

Bosnyak, A dan Rita N.K. 2008. The Spatial Ability and Spatial Geometrical Knowledge Of University Students Majored In Mathematics. Acta Didactia Universitatis Comenianae.

Bouchey, H.A., dan Harter, S. 2005. Reflected Appraisals, Academic Self-Perceptions, and Math/Science Performance During Early Adolescence. Journal Pesychology No 97 Vol 4.

Brown, L.J, Malaouff, J.M dan Schutte, N.S. 2005. The Effectiveness of Self-Efficacy Intervention for helping adolescents cope with sport competition loss. Journal of sport behaviour.

Campbell dan Stanley. 1966. Eksperimental And Quasi-Eksperimental Design For Research. USA : Houghton Mifflin Company.

Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : BSNP.

Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

(41)

114

Hake, R.R. 1998. Interactive-Engagement vs Traditional Methods : A six-Thousand-Student Survey Of Mechanics Test Data For Introductory Physics Course. American Journal of Physics.

Hiele, P.M. 1999. Developing Geometric Thinking Through Activities That Begin With Play. NCTM.

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Konstekstual dalam Pembelajaran Abad 21 : Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor : Ghalia Indonesia.

Indriyani, E. 2013. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis Siswa yang Diberi Pembelajaran Geometri Berbasi Teori Van Hiele dengan dan Tanpa Aplikasi Wingeom di SMP Negeri 4 Binjai. Program Pasca Sarjana Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan : Medan.

Kartono, K. 1989. Psikologi Wanita (Jilid 1) : Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa : Bandung : CV Mandar Maju.

Kemendikbud. 2012. Dokumen Kurikulum 2013.

.2013.Lampiran Permendiknas No.65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Maier, P.H. 1998. Spatial geometry and spatial ability-How to make solid geometry solid?. Selected Papers from the Annual Conference of Didactics of Mathematics 1996.

Marliah, S,T. 2006. Hubungan Antara Kemampuan Spasial Dengan Prestasi Belajar Matematika. Makara Sosial Humaniora Vol 10 No 1: Depok.

Masykur, M. 2007. Mathematical Intelligence. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Moma, L. 2014. Peningkatan Self-Efficacy Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Generatif. Cakrawala Pendidikan, Th. XXXIII No 3.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Resto, VA: NCTM.

Nemeth, B. 2007. Measurement of The Development of Spatial Ability By Mental Cutting Test. Annales Mathematicae et Informaticae.

Orton, A. 1992. A Learning Mathematics : Issues, Theory and Practice. Great Britain : Redwood Books.

(42)

115

Pajares, F. 1996. Self-Efficacy In Academic Settings. Review of Educational Research Vol. 66, No.4.

Pranewestu, A, Kharis, M dan Mariani S. 2012. Keaktifan Problem Based Learning Berbantuan Cabri 3D Berbasis Karakter Terhadap Kemampuan Spasial. Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang : Semarang.

Razali, N.M dan Wah, Y.B. 2011. Power Comparison of Shapiro Wilk, Kolmogorov-Smirnov, Lilliefors, and Anderson-Darling Tests. Journal Of Statistical Modelling and Analytics Vol 2, No 1.

Rusman, 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung : Alfabeta.

Russefendi, E.T.1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media.

Saputri, L. 2014. Peningkatan Kemampuan Spasial dan Self Efficay Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 1 Binjai Kabupaten Langkat Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Materi Geometri Berbantuan Wingeom. Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan : Medan.

Saragih, S. 2011. Meningkatkan Kemampuan Keruangan Melalui Pembelajaran Matematika Realistik dan Kelompok Kecil Siswa SMP. Disertasi Tidak Diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.

Scardamalia, M. 2002. Collective Cognitive Responsibility for the Advancement of Knowledge. Chicago, IL : Open Court.

Schunk, D.H. 1995. Self-Efficacy, Motivation and Performance.Journal of Applied Sport Psychology.

Shumow dan Schmidt. 2000. Change in Science Self-Efficacy of Male and Female Adolescents : Role of Gender and Classroom Context. Northern Illinois University.

Simatwa, dan Enose, M.W. 2010. Piaget`s Theoryof Intellectual Development and Its Implication for Instructional Management At Pre-Secodary School Level. Educational Research and Reviews Vol 5(7).

(43)

116

Sophie, dan Pierre R.C. 2007. Cabri 3D V2 : Cabrilog-Innovative Math Tools. Cabrilog SAS.

Sudjana. 2008. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

.2013. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA.

Suparyan. 2007. Kajian Kemampuan Keruangan (Spatial Abilities) dan Kemampuan Penguasaan Materi Geometri Ruang Mahasiswa Program StudiPendidikan Matematika FMPA Universitas Negeri Semarang. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Semarang : Semarang.

Syahputra, E. 2013. Peningkatan Kemampuan Spasial Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik. Cakrawala Pendidikan November 2013 Th.XXXII No.3 : Yogyakarta

Syarah, F. 2013. Peningkatan Kemampuan Spasial Dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan : Medan.

The Royal Society and Joint Mathematical Council. 2001. Teaching and Learning Geometry 11-19 (Summary). Joint Mathematical Council Working Group. Trianto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif Beriorientasi

Konstruktivistik, Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Prestasi Pustaka : Jakarta.

Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Weiner, B. 1985. An Attributional Theory of Achievement Motivation and Emotion. Psychological Review Vol 92 No 4.

Zimmerman, B.J. 2000. Self-Efficacy : An Essential Motive to Learn. Contemporary Eduaction Psychology 25.

Gambar

Tabel 4.17 Hasil Uji Hipotesis “Peningkatan Kemampuan Spasial Siswa” .......  91 Tabel 4.18 Hasil Uji Hipotesis “Peningkatan Self Efficacy Siswa” ...................
Gambar 1.1 Lembar Jawaban Siswa ...................................................................
Gambar 1.1. Lembar Jawaban Siswa

Referensi

Dokumen terkait

• Manajemen RS ingin membandingkan biaya prosedur di ru ah sakit de ga tarif INA CBG’s... MANFAAT MENGETAHUI

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan perancangan dan analisis kinerja pengkodean audio dengan metode closed loop pada MPEG Surround yang diharapkan

Menurut Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait dalam konferensi pers Catatan Akhir Tahun 2014 Komnas Anak (30 Desember 2014), kasus anak yang berhadapan dengan hukum naik, 10%

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui teknik pelestarian koleksi langka yang di tinjau dalam dua cara yaitu preventif (pencegahan) dan kuratif

 lay out the letter correctly (addresses, date, salutation, title, closing)  use all the points given.  suggest two ways to improve

4.1.1 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Representasi Matematis

ManualMutu ini memberikan deskripsi mengenai sistem mutu yang digunakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Brawijaya (UB).Pedoman

Pada penelitian ini dibuat lima formulasi roti manis yaitu CKt (kontrol dengan penggunaan margarin canola ), BKt (kontrol dengan penggunaan butter ), serta tiga perlakuan lain