• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO (METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO

(METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia

Oleh : Nikma Ulya 13307141029

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA VARIASI SUHU TRANSESTERIFIKASI DAN RASIO

(METANOL/MINYAK) PADA WAKTU 60 MENIT

Oleh: Nikma Ulya NIM. 13307141029

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) massa jenis, viskositas dan gugus fungsi IR dari minyak biji karet, 2) massa jenis, viskositas, titik tuang, titik nyala, kalor pembakaran dan gugus fungsi IR dari biodiesel, 3) kesesuaian karakter biodiesel dengan SNI 7182: 2012.

Subjek dari penelitian ini adalah biji karet yang berasal dari PTPN IX Semarang. Objek dalam penelitian ini adalah biodiesel dari minyak biji karet yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi. Metode yang digunakan untuk pengambilan minyak adalah metode pres hidrolik. Jenis alkohol yang digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metanol 99 %. Katalis yang digunakan adalah KOH 1 % dengan lama pengadukan 60 menit. Variasi suhu yang digunakan adalah 45, 65, dan 85oC untuk biodiesel B1, B2, dan B3 dengan rasio

mol metanol: minyak adalah 8: 1, dan dengan rasio mol metanol: minyak adalah 6: 1 untuk biodiesel B4, B5, dan B6. Biodiesel yang diperoleh dianalisis dengan

FTIR dan diuji parameternya meliputi massa jenis, viskositas, titik nyala, titik tuang, dan kalor pembakaran.

Gugus fungsi dari minyak biji karet adalah C=O ester, C-O ester, C-H alkana, C-H alifatik dan –CH3. Massa jenis dan viskositas minyak biji karet pada

suhu 40oC adalah sebesar 907,9 kg/m3 dan 33,5740 cSt. Gugus fungsional dari biodiesel adalah C=O ester, C-O ester, C-H alkana, C-H alifatik dan – CH3.Karakter biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 meliputi: massa jenis

berturut-turut sebesar 902,8; 901,7; 887,6; 899,9; 897,1 dan 884,5 kg/m3, viskositas berturut-turut sebesar 21,6032;22,8623; 18,1665; 22,5723; 20,4164 dan 16,1066 cSt, titik tuang berturut-turut sebesar 0, 3, 6, -3, -3 dan 0oC, titik nyala berturut-turut sebesar 174, 196, 198, 140, 106 dan 104oC, serta kalor pembakaran berturut-turut sebesar 9421,3905; 9724,1315; 9501,3610; 9674,6475; 9369,0820 dan 9575,4920 kal/g. Titik tuang dan titik nyala dari biodiesel B1, B2, B4, dan B5 sudah

sesuai dengan SNI 7182:2012, namun untuk massa jenis, viskositas, dan kalor pembakaran belum memenuhi standar. Massa jenis, titik tuang, dan titik nyala dari biodiesel B3 dan B6 telah sesuai dengan SNI 7182:2012, tetapi viskositas dan kalor

pembakaran belum memenuhi standar.

(3)

SYNTHESIS OF BIODIESEL FROM RUBBER SEED OIL (Hevea brasiliensis) IN VARIOUS TEMPERATURE OF

TRANSESTERIFICATION AND RATIO OF (METHANOL/OIL) AT 60 MINUTES

By: Nikma Ulya NIM: 13307141029

ABSTRACT

The aim of this research are to know 1) the density value, viscosity value, and functional group of rubber seed oil, 2) the density, viscosity, pour point, flash point, heat of combustion, and functional group of biodiesel, 3) the suitability of biodiesel characteristic with SNI 7182: 2012.

The subject of this research was rubber seed from PTPN IX Semarang. The object of this research was biodiesel from rubber seed oil resulted from transesterification process. The method was used to get the rubber seed oil was hydraulic press method. The alcohol used in the transesterification process was methanol 99 %. The catalys used in the transesterification was KOH 1 % with alkane, C-H aliphatic and -CH3. The density and viscosity value of rubber seed oil

at 40oC were 907.9 kg/m3 and 33.5740 cSt. The functional groups of biodiesel were C=O ester, C-O ester, C-H alkane, C-H aliphatic and -CH3. The character of biodiesel for B1, B2, B3, B4, B5, and B6 such as spesific gravity were 902.8; 901.7;

887.6; 899.9; 897.1 and 884.5 kg/m3 respectively. The viscosity were 21.6032; 22.8623; 18.1665; 22.5723; 20.4164 and 16.1066 cSt respectively. The pour point were 0, 3, 6, -3, -3 and 0oC respectively. The flash point were 174, 196, 198, 140, 106 and 104oC respectively and the heat of combustion were 9421.3905; 9724.1315; 9501.3610; 9674.6475; 9369.0820 and 9575.4920 cal/g, respectively. Pour point and flash point of biodiesel B1, B2, B4, and B5 were suitable with SNI

7182: 2012 but density, viscosity, and heat of combustion were not suitable. The density, pour point, and flash point of biodiesel B3 and B6 were suitable with SNI

7182: 2012 but viscosity and heat of combustion were not suitable.

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

“Orang yang tidak pernah membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah mencoba sesuatu yang baru” (Albert Einstein)

“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada

berputus asa dari rahmat Allah melainkan orang-orang yang kufur

(terhadap karunia Allah).” (Q.S. Yusuf: 87)

“Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau

jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang” ( Ir. Soekarno)

“Apabila kamu bersyukur niscaya akan Aku tambahkan nikmat-Ku dan apabila

kamu kufur maka adzab-Ku sangat pedih” (Q.S. Ibrahim: 7)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka

mengubah diri mereka sendiri”(Q.S. Ar-Ra’d:11)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya

(8)

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Bapak Armudi dan Ibu Siti Eko Sudarmawati yang selalu mendoakan serta memberikan dukungan penuh baik moril

maupun materil, terimakasih atas segala yang telah diberikan selama ini.

Adik-adikku, Nikma Husna dan Khusnia Azizah yang telah memberikan kasih sayang, dukungan serta semangat.

Ibu Endang Dwi Siswani, M. T. Yang telah membimbing dalam penyusunan Tugas Akhir Skripsi.

Sahabat-sahabatku Linda, Tarmi, Dewi yang selalu memberikan bantuan selama kuliah

Ismu Rohmah Rusmaningtyas yang telah bersama untuk menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini

Seluruh teman-teman Kimia B 2013 yang telah berjuang bersama untuk menempuh Sarjana Kimia di FMIPA UNY

Keluarga Karangmalang Blok A2

Keluarga besar KKN 26 ND (Arya, Anggun, Agung, Arif, Barkah, Devi, Dimas, Henni, Indah, Nana)

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Sintesis Biodiesel dari Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) pada Variasi Suhu Transesterifikasi dan Rasio (Metanol/Minyak) pada Waktu 60 Menit”.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia serta ketua

Program studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

3. Ibu Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX selaku Dosen Penasehat Akademik yang

telah membimbing akademik selama 4 tahun.

4. Ibu Endang Dwi Siswani, M.T selaku pembimbing skripsi, yang dengan sabar

memberikan bimbingan, ilmu, pertanyaan, serta saran.

5. Ibu Susila Kristianingrum, M. Si dan Ibu Siti Marwati, M. Si selaku Dewan

Penguji yang telah memberikan pertanyaan, kritik, dan saran.

6. Seluruh Dosen, Staff, dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY yang

(10)

7. Bapak, Ibu, adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan restu, doa,

dukungan, motivasi, semangat dan kasih sayangnya.

8. Ismu Rohmah Rusmaningtyas selaku rekan dalam penelitian ini, yang telah

membantu dalam proses penelitian.

9. Keluarga besar Kimia B 2013 yang telah banyak membantu dan memberi

semangat dalam proses perkuliahan maupun dalam penelitian.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini.

Penulis menyadari Tugas Akhir Skripsi ini jauh dari kata sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir Skripsi ini. Penulis berharap Tugas akhir Skripsi ini dapat bermanfaat dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan mohon maaf apabila dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat kesalahan.

Yogyakarta, Mei 2017

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

(12)

8. Analisis Spektroskopi FTIR... 14

9. Parameter Analisis Biodiesel ... 15

B. Penelitian yang Relevan ... 18

8. Analisis dengan Spektroskopi FTIR ... 27

9. Analisis Parameter Biodiesel ... 28

F. Teknik Analisis Data ... 30

1. Penentuan Massa Jenis Biodiesel ... 30

2. Penentuan Viskositas Biodiesel ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

(13)

1. Karakteristik Minyak Biji Karet Hasil Pengepresan ... 32

2. Data Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Biji Karet Sebelum Proses Esterifikasi ... 32

3. Data Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Biji Karet Setelah Proses Esterifikasi ... 33

4. Hasil Spektrum FTIR Minyak Biji Karet dan Biodiesel ... 33

5. Karakteristik Biodiesel Hasil Proses Transesterifikasi ... 36

B. Pembahasan ... 37

1. Pengambilan Minyak Biji Karet ... 38

2. Penentuan Kadar FFA Minyak Biji Karet ... 40

3. Reaksi Esterifikasi ... 40

4. Reaksi Transesterifikasi ... 41

5. Analisis dengan Spektroskopi FTIR ... 43

6. Analisis Parameter ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Korelasi Spektrum Infra Merah ... 15

Tabel 2. Syarat Mutu Biodiesel Standar SNI 7182: 2012 ... 16

Tabel 3. Kode Biodiesel Hasil Reaksi Transesterifikasi ... 27

Tabel 4. Massa Jenis Minyak Biji Karet ... 32

Tabel 5. Viskositas Minyak Biji Karet ... 32

Tabel 6. FFA Minyak Biji Karet Sebelum Proses Esterifikasi ... 33

Tabel 7. FFA Minyak Biji Karet Setelah Proses Esterifikasi ... 33

Tabel 8. Kualitas Biodiesel Hasil Transesterifikasi ... 37

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pohon Karet (Hevea brasiliensis) ... 7

Gambar 2a. Biji Karet ... 9

Gambar 2b. Daging Biji Karet ... 9

Gambar 3. Reaksi Hidrolisis Trigliserida ... 10

Gambar 4. Reaksi Esterifikasi ... 12

Gambar 5. Reaksi Transesterifikasi ... 13

Gambar 6. Spektrum IR Minyak Biji Karet ... 33

Gambar 7. Spektrum IR Biodiesel B1 ... 34

Gambar 8. Spektrum IR Biodiesel B2 ... 34

Gambar 9. Spektrum IR Biodiesel B3 ... 35

Gambar 10. Spektrum IR Biodiesel B4 ... 35

Gambar 11. Spektrum IR Biodiesel B5 ... 36

Gambar 12. Spektrum IR Biodiesel B6 ... 36

Gambar 13. Reaksi Transesterifikasi ... 42

Gambar 14. Hasil Proses Transesterifikasi ... 43

Gambar 15. Hubungan Massa Jenis dengan Suhu dan Rasio (Metanol: Minyak)46 Gambar 16. Hubungan Viskositas dengan Suhu dan Rasio (Metanol: Minyak)..47

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Reaksi Transesterifikasi ... 59

Lampiran 2. Prosedur Penelitian ... 61

Lampiran 3. Perhitungan Jumlah Pereaksi dan Katalis untuk Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi ... 68

Lampiran 4. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Minyak Biji Karet..69

Lampiran 5. Spektrum IR Minyak Biji Karet ... 71

Lampiran 6. Spektrum IR Biodiesel B1 ... 72

Lampiran 7. Spektrum IR Biodiesel B2 ... 73

Lampiran 8. Spektrum IR Biodiesel B3 ... 74

Lampiran 9. Spektrum IR Biodiesel B4 ... 75

Lampiran 10. Spektrum IR Biodiesel B5 ... 76

Lampiran 11. Spektrum IR Biodiesel B6 ... 77

Lampiran 12. Penentuan Massa Jenis Minyak dan Biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, B6... 78

Lampiran 13. Penentuan Viskositas Minyak dan Biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan B6... 88

Lampiran 14. Hasil Uji Titik Tuang dan Titik Nyala Biodiesel B1, B2, B3 ... 94

Lampiran 15. Hasil Uji Titik Tuang dan Titik Nyala Biodiesel B4, B5, B6 ... 95

Lampiran 17. Hasil Uji Kalor Pembakaran B1, B2, dan B3 ... 96

Lampiran 18. Hasil Uji Kalor Pembakaran B4, B5, dan B6 ... 97

Lampiran 19. Hasil Karakter Biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, B6 ... 98

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan minyak bumi terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di Indonesia. Padahal minyak bumi merupakan hasil dari proses evolusi alam yang berlangsung selama ribuan bahkan jutaan tahun, sehingga tergolong dalam sumber energi yang tidak dapat diperbarui. Apabila minyak bumi dikonsumsi secara terus-menerus dengan jumlah yang banyak, maka cadangan minyak bumi di alam akan habis. Menurut Arita, et al. (2009: 55) untuk mengatasi hal tersebut, maka keberadaan bahan bakar alternatif (BBA) sangat diperlukan. Salah satu BBA yang aman terhadap lingkungan adalah BBA yang berasal dari tumbuhan/hewan, yang biasa disebut dengan istilah biodiesel.

Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi sebagai penghasil biodiesel. Hal ini karena biodiesel dapat diproduksi dari minyak nabati, lemak binatang ataupun ganggang. Minyak nabati merupakan bahan yang umum digunakan untuk memproduksi biodiesel. Penggunaan minyak nabati ini memiliki keunggulan, di antaranya minyak nabati mudah untuk didapatkan, proses produksinya mudah dan cepat, serta tingkat konversi minyak nabati menjadi biodiesel dapat mencapai 95 % (Hambali, et al., 2007: 10-11). Salah satu sumber minyak nabati yang ada di Indonesia adalah biji karet.

(18)

Indonesia, termasuk Provinsi Bengkulu (Rivai, et al., 2015: 343). Namun pemanfaatan hasil dari tanaman karet belum dilakukan secara maksimal. Pengolahan hasil tanaman karet hanya dititik beratkan pada lateks dan batangnya. Biji karet hampir tidak mempunyai nilai ekonomis, karena hanya digunakan sebagai benih pohon karet. Menurut Rivai, et al., (2015: 343) biji karet mengandung asam sianida (HCN) yang menjadi salah satu kendala apabila biji karet akan dimanfaatkan menjadi bahan pangan. Padahal menurut Yusuf (2010: 3) biji karet memiliki kandungan minyak yang tinggi yaitu 40-50 % dan merupakan jenis minyak non pangan, sehingga sangat sesuai digunakan sebagai bahan baku produksi biodiesel.

Lemak dan minyak dapat diperoleh dari ekstraksi jaringan hewan atau tanaman dengan menggunakan tiga cara, yaitu rendering, pengepresan (pressing), atau dengan ekstraksi menggunakan pelarut (Winarno, 2004: 99). Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi lemak atau minyak, terutama dari biji-bijian. Cara ini cocok diterapkan pada bahan yang mempunyai kadar minyak tinggi, sekitar 30–70 %. Pengepresan mekanis ini memerlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut berupa pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan, serta tempering atau pemasakan. Terdapat dua cara umum dalam pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidrolik (hidraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing) (Ketaren, 2008: 201).

(19)

mesin diesel. Bahan bakunya dapat berasal dari minyak sayur atau lemak hewan yang merupakan sumber daya yang dapat diperbarui. Biodiesel merupakan solusi yang paling tepat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi, yakni menggantikan diesel petrol pada mesin (Hikmah & Zuliyana, 2010: 1).

Pembuatan biodiesel dari minyak biji karet dapat dilakukan dengan reaksi transesterifikasi. Reaksi interesterifikasi (penukaran ester atau transesterifikasi) merupakan reaksi pertukaran gugus asil antar trigliserida. Trigliserida mengandung tiga gugus ester, maka peluang untuk terjadi pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida maupun di antara molekul trigliserida (Ketaren, 2008: 230).

Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya meliputi kondisi minyak itu sendiri seperti kandungan air, kandungan asam lemak bebas, dan kandungan zat terlarut maupun tak terlarut. Faktor eksternal merupakan kondisi yang tidak berasal dari minyak dan dapat mempengaruhi reaksi. Faktor eksternal tersebut antara lain suhu, waktu, kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis, serta jumlah rasio molar metanol terhadap minyak (Yusuf, 2010: 12).

(20)

berupa: analisis spektroskopi IR, massa jenis, viskositas, titik tuang, titik nyala dan kalor pembakaran.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut:

1. Pemanfaatan biji karet di Indonesia belum dilakukan secara maksimal.

2. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengambilan minyak dari biji karet.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi yang meliputi: kadar FFA, jenis alkohol, suhu reaksi, lama pengadukan, dan kecepatan pengadukan.

4. Karakter biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi. 5. Standar karakter biodiesel yang digunakan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Biji karet sangat melimpah di Indonesia, salah satunya di PTPN IX Semarang.

2. Metode pengambilan minyak dari biji karet dalam penelitian ini menggunakan metode pres hidrolik.

(21)

4. Karakter biodisel yang diuji meliputi: massa jenis, viskositas, titik tuang, titik nyala, kalor pembakaran, dan analisis spektrum IR.

5. Standar karakter biodiesel yang digunakan yaitu SNI 7182: 2012 khususnya untuk parameter massa jenis, viskositas, titik tuang, titik nyala, dan kalor pembakaran.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakter minyak biji karet yang meliputi massa jenis, viskositas dan gugus fungsi IR?

2. Bagaimana karakter massa jenis, viskositas, titik tuang, titik nyala, kalor pembakaran dan gugus fungsi IR dari biodiesel yang dihasilkan?

3. Bagaimana kesesuaian karakter biodiesel hasil sintesis, jika dibandingkan dengan standar SNI 7182: 2012 khususnya untuk parameter massa jenis, viskositas, kalor pembakaran, titik tuang, dan titik nyala?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakter minyak biji karet yang meliputi massa jenis, viskositas dan gugus fungsi IR.

(22)

3. Mengetahui kesesuaian karakter biodiesel hasil sintesis, jika dibandingkan dengan standar SNI 7182: 2012 khususnya untuk parameter massa jenis, viskositas, kalor pembakaran, titik tuang, dan titik nyala.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti

a. Meningkatkan pengetahuan tentang bahan nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodisel.

b. Menambah informasi tentang pengaruh suhu dan rasio (metanol/minyak) pada proses transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel dari minyak biji karet.

c. Memberikan informasi tentang kualitas biodiesel dari minyak biji karet, meliputi: massa jenis, viskositas, titik tuang, titik nyala, kalor pembakaran, dan gugus fungsi dari biodiesel biji karet.

2. Bagi masyarakat

a. Dapat menambah nilai ekonomis dari biji karet yang selama ini merupakan limbah dan belum dimanfaatkan secara maksimal.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Karet

Menurut Anwar (2001: 1) luas area perkebunan karet di Indonesia pada

tahun 2005 adalah lebih dari 3,2 juta ha. Sekitar 85 % merupakan perkebunan

karet milik rakyat dan hanya 7 % perkebunan besar negara serta 8 % perkebunan

besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2,2

juta ton.

Pohon karet mempunyai batang yang cukup besar dan tingginya dapat mencapai 15-25 m. Batangnya lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Batang pohon karet menghasilkan getah yang disebut lateks. Daunnya terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Biasanya terdapat tiga anak daun yang terdapat dalam sehelai daun karet. Anak daunnya berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul (Sejati, 2012: 5). Pohon karet dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar

(24)

Menurut Nazarudin dan Paimin dalam Sejati (2012), struktur botani tanaman karet adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada daerah 15°LS-15°LU.

Tanaman karet juga memerlukan curah hujan antara 2.500 sampai 4.000

mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100-150 HH/tahun. Namun jika

sering terjadi hujan pada pagi hari, produksinya akan berkurang. Tanaman ini

dapat tumbuh dengan optimal di dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari

permukaan laut, dengan suhu 25-35oC (Anwar, 2001: 4).

2. Biji Karet

(25)

trigliserida menjadi asam lemak. Kernel biji karet terdiri dari 45,63 % minyak; 2,71 % abu; 3,71 % air; 22,17 % protein dan 24,21 % karbohidrat (Arita, et al., 2009: 56). Biji karet dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2a. Biji Karet (Widia, 2016) Gambar 2b. Daging Biji Karet (Ritonga, 2015)

Minyak biji karet tergolong dalam jenis drying oil. Minyak mengering (drying oil) merupakan minyak yang akan mengering jika teroksidasi dan membentuk lapisan tebal, bersifat kental dan jika dibiarkan di udara terbuka akan membentuk sejenis selaput (Ketaren, 1986: 13). Asam-asam lemak yang terkandung dalam minyak biji karet adalah asam palmitat 32,125 %; asam oleat 23,641 %; asam stearat 7,962 %; asam linoleat 32,410 %; asam linolenat 1,182 % dan asam eicosatrinoat 1,069 % (Sejati, 2012: 34).

3. Minyak dan Lemak

(26)

memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno, 2004: 92).

Lemak dan minyak merupakan trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah

tersebut mempunyai arti “triester (dari) gliserol”. Sebagian besar gliserida yang

terdapat dalam tubuh hewan merupakan lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan adalah minyak (Fessenden & Fessenden, 1986: 407-408). Suatu trigliserida jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Proses hidrolisis dari trigliserida tersebut ditampilkan dalam Gambar 3 (Ketaren, 2008: 7).

Trigliserida gliserol asam lemak Gambar 3. Reaksi Hidrolisis Trigliserida

4. Biodiesel

(27)

rangkap yang berjumlah 1-3 untuk setiap molekulnya (Tim Penulis BRDST, 2008: 12-13).

Menurut Budiman, et al. (2014: 3-4) kelebihan biodiesel dibandingkan dengan solar adalah sebagai berikut:

a. Hasil pembakarannya lebih bersih.

b. Emisi CO2 yang dihasilkan lebih rendah 78 %.

c. Memiliki sifat pelumasan sehingga turut membersihkan bagian dalam mesin. d. Menghasilkan lebih sedikit jelaga, CO, hidrokarbon tidak terbakar, dan SO2.

e. Tidak beracun, dapat diuraikan dan mengurangi efek tumpahan minyak bumi yang bisa mencemari perairan.

5. Degumming

Pemisahan gum adalah proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi asam lemak yang terdapat di dalam minyak. Proses ini dilakukan dengan dehidratasi

gum atau kotoran lain supaya bahan tersebut dapat dipisahkan dengan mudah dari minyak (Ketaren, 1986: 194). Menurut Selfiawati (2003: 7) asam fosfat merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk menarik gum (getah) dalam proses degumming atau biasa disebut sebagai degumming agent.

(28)

6. Reaksi Esterifikasi

Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam dilakukan jika minyak nabati mengandung FFA di atas 5 %. Hal ini karena minyak yang berkadar FFA tinggi (>5 %) apabila langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa, maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Apabila sabun yang dihasilkan cukup banyak dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati (Hikmah & Zuliyana, 2010: 3).

Suatu ester karboksilat merupakan senyawa yang mengandung gugus – CO2R dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibuat dengan

reaksi langsung antara asam karboksilat dengan alkohol, yang disebut dengan reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam dan merupakan salah satu reaksi yang bersifat reversibel (Fessenden & Fessenden, 1986: 82). Reaksi esterifikasi ditampilkan pada Gambar 4.

R1COOH + CH3OH R1COOCH3 + H2O

Asam karboksilat metanol metil ester air Gambar 4. Reaksi Esterifikasi (Budiman, et al., 2014: 41) 7. Reaksi Transesterifikasi

(29)

(netralisasi, pemisahan metanol, pencucian dan pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan pemisahan metanol) serta pemurnian metanol yang tidak bereaksi secara destilasi/rectification

(Hikmah & Zuliyana, 2010: 3). Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Trigliserida Alkohol Alkil Ester Gliserol Gambar 5. Reaksi Transesterifikasi (Budiman, et al., 2014: 37) Menurut Budiman, et al. (2014: 39-41) faktor-faktor yang berpengaruh dalam reaksi transesterifikasi adalah:

a. Jenis alkohol

Semakin pendek rantai C pada alkohol maka semakin kecil hambatan steriknya. Hal ini akan mempermudah penyerangan gugus karbonil pada trigliserida terhadap alkoxide.

b. Perbandingan molar alkohol dengan trigliserida

(30)

c. Katalis

Katalis yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, katalis asam, dan katalis yang berupa enzim. Katalis berfungsi untuk meningkatkan laju reaksi sehingga reaksi dapat berjalan lebih cepat. Jumlah katalis yang biasa digunakan dalam reaksi ini adalah 0,5-1,5 % berat dari berat minyak nabati.

d. Suhu Reaksi

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi eksotermis, sehingga kenaikan suhunya akan menggeser keseimbangan reaksi ke arah reaktan. Akibatnya, jumlah produk berkurang dan konversi menurun. Suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan viskositas biodiesel semakin rendah dan alkohol akan menguap. Umumnya suhu transesterifikasi dipilih di bawah titik didih metanol, yaitu sekitar 60oC-65oC. e. Air

Air dapat menurunkan konsentrasi katalis sehingga dapat menurunkan laju reaksi. Semakin bertambahnya jumlah air, maka yield dari metil ester akan menurun. Hal ini dikarenakan air memicu terjadinya reaksi samping yang menghasikan gliserol dan asam lemak. Akibatnya jumlah reaktan yang akan membentuk metil ester berkurang.

8. Analisis Spektroskopi FTIR

(31)

mengenai struktur kimia dari suatu molekul. Informasi tentang struktur dari senyawa organik dapat dilakukan melalui interpretasi spektrum infra merah menggunakan tabel korelasi infra merah yang memuat informasi tempat gugus fungsional menyerap sinar seperti yang disajikan dalam Tabel 1 (Sastrohamidjojo, 2007: 99).

Tabel 1. Daftar Korelasi Spektrum Infra Merah

Jenis Vibrasi Frekuensi (cm-1 ) Panjang Gelombang ( μ )

Komponen utama dari spektrofotometer IR adalah sumber cahaya inframerah, monokromator, dan detektor. Cahaya yang berasal dari sumber melewati cuplikan, kemudian dipecah menjadi frekuensi-frekuensi tunggal di dalam monokromator dan intensitas relatif dari masing-masing frekuensi akan diukur oleh detektor (Atun, 2016: 63).

9. Parameter Analisis Biodiesel

(32)

Tabel 2. Syarat Mutu Biodiesel Standar SNI 7182: 2012

*dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum 0,01 % vol

Parameter -parameter analisis biodiesel antara lain

a. Massa jenis

Massa jenis minyak merupakan massa minyak per satuan volum yang diukur

pada suhu tertentu. Berat jenis (spesific gravity) atau rapat relatif (relative density)

minyak merupakan perbandingan antara massa jenis minyak dengan massa jenis air

pada suhu tertentu (Hardjono, 2001: 40).

b. Viskositas

(33)

sehingga akan mempengaruhi kemudahan cairan untuk mengalir. Viskositas yang tinggi mengakibatkan bahan bakar teratomisasi dengan baik dan tidak mudah menguap. Biodiesel yang mempunyai viskositas rendah akan mudah dipompa dan mudah teratomisasi. Minyak nabati harus dimodifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan bakar. Hal ini karena minyak nabati mempunyai viskositas yang tinggi. Untuk menurunkan viskositas tersebut dilakukan proses transesterifikasi (Budiman, et al., 2014: 117).

c. Titik Tuang (Pour Point)

Titik tuang minyak (cairan) adalah suhu terendah yang menyatakan minyak masih dapat dituang. Hal ini diperlukan terutama di daerah yang beriklim dingin, karena berkaitan dengan keperluan menuang BBM atau minyak pelumas. Satuannya dinyatakan dalam derajat Celcius (oC) atau derajat Fahrenheit (oF) (Marsudi, 2005: 148).

d. Titik Nyala (Flash Point)

(34)

e. Kalor Pembakaran

Pengukuran kalor pembakaran dari biodiesel bertujuan untuk memperoleh data tentang energi kalor yang dapat dibebaskan oleh suatu bahan bakar dengan terjadinya proses pembakaran (Sinarep dan Mirmanto, 2011). Nilai kalori merupakan angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar dengan udara (oksigen). Nilai kalori bahan bakar minyak berkisar antara 10.160-11.000 Kkal/kg. Nilai kalori berbanding terbalik dengan berat jenis artinya semakin besar berat jenisnya maka semakin kecil nilai kalorinya. Nilai kalori diperlukan sebagai dasar perhitungan jumlah konsumsi bahan bakar minyak yang dibutuhkan mesin dalam suatu periode tertentu (Suyanto dan Arifin, 2003: 16). Semakin tinggi nilai kalor suatu bahan bakar menunjukkan semakin sedikit pemakaian bahan bakarnya (Lubis, 2007).

B. Penelitian yang Relevan

Menurut Yusuf (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Sintesis dan

Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) melalui Proses Estrans (Esterifikasi-Transesterifikasi)” menyatakan bahwa kondisi terpilih pada reaksi esterifikasi adalah reaksi yang menggunakan katalis HCl 1 % dengan waktu reaksi 120 menit dan rasio metanol/minyak = 20: 1. Sedangkan kondisi terpilih untuk proses transesterifikasi adalah waktu reaksi 30 menit dan rasio mol metanol: minyak = 6: 1.

Menurut Kusumaningtyas & Bachtiar (2012: 17) dalam penelitiannya yang

(35)

Konsentrasi KOH untuk Tahapan Transesterifikasi” menyatakan bahwa hasil

terbaik pada reaksi transesterifikasi minyak biji karet menjadi metil ester adalah pada katalis KOH 1 % dan suhu 60oC. Supardi, et al., (2011) dalam penelitiannya

yang berjudul “Sintesis Biodiesel dari Minyak Limbah Biji Karet sebagai Sumber

Energi Alternatif” menunjukkan bahwa proses transesterifikasi dengan variasi

katalis KOH 0,75-1,5 % memberikan hasil yang hampir sama. Jadi sebenarnya pada konsentrasi KOH 0,75 % dan 1,5 %, hasil dari proses transesterifikasi sudah baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani, et al., yang berjudul “Pengaruh Katalis Asam (H2SO4) dan Suhu Reaksi pada Reaksi Esterifikasi Minyak Biji

Karet (Hevea brasiliensis) menjadi Biodiesel” menyatakan bahwa semakin tinggi

suhu yang digunakan saat reaksi esterifikasi, maka prosentase penurunan asam lemak akan semakin cepat. Kondisi operasi yang memberikan yield crude FAME (Fatty Acid Methyl Ester) terbesar adalah reaksi esterifikasi dengan suhu 60oC dan katalis H2SO4 5 % dari berat.

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Waktu Esterifikasi terhadap Proses

Pembentukan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Biji Karet Rubber Seed Oil)

yang dilakukan oleh Arita, et al. (2009) menunjukkan bahwa waktu reaksi esterifikasi yang baik adalah 2 jam dan 3 jam. Reaksi esterifikasi ini menggunakan metanol (1: 2 dengan berat sampel) dan H2SO4 (3 % dari berat

sampel), dilakukan pada suhu 60-65oC.

Setyawardani, et al., (2010) dalam penelitiannya yang berjudul

(36)

bahwa kelemahan biodiesel asam lemak jenuh adalah rendahnya flash point (titik nyala). Asam lemak jenuh lebih mudah larut dalam metanol. Sedangkan keunggulannya dapat dilihat dari segi angka setana, angka iod, angka asam, viskositas dan titik tuang.

Penelitian Widayat dan Suherman (2012: 57) yang berjudul “Biodiesel Production from Rubber Seed Oil via Esterification Process” menggunakan

parameter rasio katalis, suhu dan pengaruhnya terhadap karakteristik produk biodiesel yang dihasilkan. Menunjukkan bahwa kandungan minyak biji karet yang diperoleh adalah 50,5 %. Hasil analisis GCMS menunjukkan bahwa tingkat asam lemak bebas dalam biji karet sangat tinggi. Konversi minyak menjadi biodiesel yang paling tinggi adalah 59,91 % dan terendah 48,24 %.

Penelitian Ramadhas, et al., (2004: 339) dengan judul “Biodiesel Production from High FFA Rubber Seed Oil” menyimpulkan efisiensi konversi minyak menjadi biodiesel sangat dipengaruhi oleh rasio molar alkohol dengan minyak. Rasio molar yang baik adalah 6: 1 dengan waktu 30 menit. Konversi ester maksimum dicapai pada suhu reaksi 45±5oC. Viskositas biodiesel hampir sama dengan diesel. Titik nyala biodiesel sekitar 130oC dan nilai kalornya sedikit lebih rendah dari solar.

Penelitian yang dilakukan oleh Omorogbe et al., (2013: 16) yang berjudul

Production of Rubber Seed Oil Based Biodiesel Using Different Catalysts

(37)

sedangkan asam sulfat dan katalis asam fosfat akan cocok untuk minyak biji karet mentah. Penggunaan katalis heterogen (tanah liat) harus dikembangkan, karena menghemat biaya.

Penelitian yang dilakukan oleh Widayat, et al., (2013: 64-73) dengan judul

Study on Production Process of Biodiesel from Rubber Seed (Hevea brasiliensis)

by In Situ (Trans)esterification Method with Acid Catalyst” menggunakan H2SO4

0,5 % (v/v) sebagai katalis dan rasio bahan baku dengan metanol (1: 2). Percobaan ini menggunakan variasi konsentrasi katalis 0,1-1 % (v/v) dan rasio bahan baku dengan metanol 1: 1,5-1: 3. Reaksi dilakukan selama 120 menit pada 60oC. Hasil FAME terbesar adalah 53,61 % pada H2SO4 0,25 % (v/v) dan hasil FAME

terbesar sebanyak 91,05 % pada rasio baku bahan dengan metanol (1: 3). C. Kerangka Berfikir

Tumbuhan karet (Hevea brasiliensis) merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia. Namun biji dari tanaman ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa biji karet mengandung minyak sebanyak 40-50 %. Minyak yang terkandung dalam biji karet tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Pengambilan minyak biji karet dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, salah satunya melalui metode pres hidrolik. Minyak biji karet yang telah terambil digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan biodiesel. Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Reaksi esterifikasi dilakukan dengan katalis H2SO4 pada suhu 60oC selama 60 menit. Pada proses

(38)

katalis KOH. Reaksi transesterifikasi akan berlangsung selama 60 menit dengan variasi suhu yaitu 45, 65, dan 85oC serta variasi rasio (metanol: minyak) adalah 8: 1 dan 6: 1. Pengujian biodiesel hasil transesterifikasi dilakukan dengan instrumen spektroskopi FTIR. Uji karakter biodiesel yang dihasilkan berupa massa jenis, viskositas, kalor pembakaran, titik tuang, dan titik nyala.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah biji karet (Hevea brasiliensis). 2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah biodiesel dari minyak biji karet (Hevea brasiliensis) hasil dari reaksi transesterifikasi.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suhu reaksi transesterifikasi yaitu 45, 65, dan 85oC, serta rasio (metanol/ minyak) sebanyak 8/1 dan 6/1.

2. Variabel Kontrol

Variabel kontrol pada penelitian ini adalah biji karet yang digunakan berasal dari PTPN IX Semarang, reaksi transesterifikasi dilakukan selama 60 menit, katalis yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah KOH 1 %, serta alkohol yang digunakan adalah metanol 99 %.

3. Variabel Terikat

(40)

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat Spektrofotometer IR, ekstraktor minyak (pompa hidrolik), bom kalorimeter, neraca analitik, oven, penangas air, Hot plate, corong, corong pisah, kaca arloji, gelas ukur, erlenmeyer, beaker glass, magnetic stirrer, labu leher tiga, statif dan klem, pipet tetes, termometer, viskometer Oswald, pendingin bola, buret, piknometer, labu ukur, pH meter, centrifuge, dan tabung reaksi.

2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan adalah biji karet, KOH 1 %, metanol 99 %, akuades, larutan H2SO4 18 M, indikator pp, arang aktif, H3PO4 20 %, kristal asam

oksalat, NaOH 0,1 N, etanol 96 %. D. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY, Laboratorium Terpadu UII, Laboratorium Teknologi Minyak Bumi, Gas, dan Batubara Jurusan Teknik Kimia FT UGM, dan Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi PAU-UGM.

E. Prosedur Penelitian

1. Preparasi Sampel Biji Karet

(41)

2. Pengambilan Minyak

a. Biji karet ditimbang sebanyak 200 gram.

b. Biji karet dimasukkan ke dalam tabung press yang sudah diberi kain saring.

c. Tabung press ditutup dan mesin press dinyalakan hingga mencapai tekanan 240 kN.

d. Minyak biji karet ditampung ke dalam wadah.

e. Langkah tersebut dilakukan berulang-ulang hingga biji karet habis. 3. Penjernihan Minyak

a. Arang aktif dicampurkan ke dalam minyak biji karet dengan perbandingan 1: 100.

b. Campuran digojog hingga homogen lalu didiamkan selama 48 jam. c. Minyak disaring menggunakan kertas saring.

4. Degumming

a. Minyak biji karet dipanaskan di atas hot plate stirrer hingga mencapai suhu 80oC.

b. Ditambahkan larutan asam fosfat 20 % sebanyak 0,3 % dari berat minyak dan diaduk selama 30 menit.

(42)

d. Minyak dipanaskan sampai suhu 120oC, untuk menghilangkan air yang masih tersisa di dalam minyak, lalu minyak dibiarkan hingga dingin pada suhu ruang.

5. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

a. Sebanyak 3 gram minyak biji karet dimasukkan ke dalam erlenmeyer. b. Sebanyak 50 mL etanol 96 % ditambahkan ke dalam minyak biji karet

tersebut, lalu campuran dipanaskan sampai suhu 45oC.

c. Sebanyak 3 tetes indikator pp ditambahkan ke dalam campuran.

d. Campuran dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi sampai diperoleh warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik. e. Langkah tersebut diulangi sebanyak 3 kali.

6. Reaksi Esterifikasi

a. Minyak dipanaskan di atas hot plate stirrer hingga suhu minyak mencapai 60oC.

b. Katalis H2SO4 18 M sebanyak 2 % dari berat minyak dilarutkan ke dalam

metanol 99 %, dengan rasio mol (metanol: minyak = 20: 1).

c. Campuran tersebut ditambahkan ke dalam labu leher tiga berisi minyak biji karet.

d. Proses esterifikasi dilakukan selama waktu 60 menit.

e. Fase aqueous dan fase minyak dipisahkan dengan menggunakan

(43)

7. Reaksi Transesterifikasi

a. Sebanyak 120 gram minyak biji karet dipanaskan dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan magnetic stirrer sampai suhu mencapai 45oC. b. Katalis KOH 1 % sebanyak 1,2 gram dicampur dengan metanol 99 %

sebanyak 21,5243 gram.

c. Campuran ditambahkan ke dalam minyak biji karet pada labu leher tiga, reaksi dilakukan selama 60 menit.

d. Campuran didinginkan dan didiamkan selama 24 jam di dalam corong pisah.

e. Biodiesel yang terbentuk dipisahkan dari gliserol.

f. Biodiesel dicuci dengan akuades dan didiamkan selama 24 jam. g. Biodiesel hasil pencucian dipanaskan pada suhu 110oC selama 1 jam. h. Langkah di atas dilakukan kembali untuk biodiesel yang menggunakan

dengan variasi rasio mol (metanol/minyak) dan suhu yang lain. Tabel 3. Kode Biodiesel Hasil Reaksi Transesterifikasi

Suhu (oC) Rasio

8. Analisis dengan Spektroskopi FTIR

(44)

9. Analisis Parameter Biodiesel a. Penentuan Massa Jenis

1) Piknometer dibersihkan lalu dikeringkan.

2) Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong sebagai Mp.

3) Piknometer diisi dengan biodiesel hingga penuh dan tidak ada gelembung udara didalamnya.

4) piknometer yang berisi biodiesel ditimbang sebagai Mb.

5) Massa jenis biodiesel dihitung dengan mencari selisih massa piknometer isi (Mb) dikurangi massa piknometer kosong (Mp) per volume piknometer (Vp).

b. Penentuan viskositas

1) Alat Oswald diisi dengan akuades secukupnya dengan menutup mulut tabung yang besar pada alat Oswald dengan jari.

2) Jari dilepaskan bersamaan dengan menyalakan stopwatch hingga akuades mengalir sampai garis bawah dan mematikan stopwatch

ketika akuades tepat melewati garis batas bawah. 3) Alat Oswald dikosongkan dan dikeringkan.

4) Alat Oswald diisi dengan sampel biodiesel secukupnya dengan mulut tabung yang besar pada alat Oswald ditutup dengan jari. 5) Jari dilepaskan bersamaan dengan menyalakan stopwatch hingga

(45)

c. Penentuan Titik Tuang (Pour point)

1) Sampel dituang ke dalam wadah kemudian dipanaskan dalam

waterbath hingga suhu mencapai 115oF lalu didinginkan hingga suhu 90oF.

2) Sampel dimasukkan ke dalam alat pengukur kemudian temperatur alat mulai diturunkan.

3) Setiap penurunan suhu 5oF dilakukan pengecekan kebekuan dengan memiringkan wadah sampel. Bila sampel sudah mulai membeku dicatat sebagai temperatur titik tuang.

4) Langkah di atas dilakukan kembali untuk biodiesel yang lain. d. Penentuan Titik Nyala (Flash Point)

1) Sampel biodiesel dimasukkan ke dalam wadah alat Pensky-Martens closed up.

2) Alat dihubungkan dengan pompa dan tangki bensin, ujung penyala dinyalakan, termometer dipasang serta pemanas dan pengaduk dijalankan.

3) Setiap kenaikan 5oF, pengaduk dimatikan dan ujung nyala diarahkan pada permukaan sampel untuk mengecek adanya nyala. Temperatur saat munculnya nyala pertama kali dicatat sebagai titik nyala.

e. Kalor Pembakaran

(46)

2) Sampel dimasukkan dalam bom kalorimeter untuk mendapatkan nilai kalor pembakaran.

F. Teknik Analisis Data

1. Penentuan Massa Jenis Biodiesel

Penentuan massa jenis dilakukan dengan menggunakan rumus:

=

Keterangan :

Vp = volume piknometer yang digunakan (mL)

Mb = massa piknometer berisi sampel (gram)

Mp = massa piknometer kosong (gram)

= massa jenis sampel pada suhu 25oC (gram.ml-1)

Jika massa jenis pada 25o C telah diketahui, maka untuk menghitung massa jenis pada suhu tertentu dapat digunakan rumus sebagai berikut:

ρ= ρ’+ 0,0007 (T

o

C

25

o

C)

Keterangan:

ρ = massa jenis pada 25oC

ρ’ = massa jenis pada ToC

T = suhu biodiesel (oC)

0,0007 = faktor koreksi rata-rata untuk 1oC 2. Penentuan Viskositas Biodiesel

Penentuan viskositas dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

b

=

(47)

Keterangan :

η

b = viskositas biodiesel (cSt atau mm2/s)

η

w = viskositas cairan pembanding yaitu air (cSt atau mm2/s)

ρ

b = massa jenis biodiesel (kg/m3)

ρ

w = massa jenis air (kg/m3)

t

b = waktu alir biodiesel melalui kapiler (s)

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Minyak Biji Karet Hasil Pengepresan

Minyak biji karet diambil menggunakan metode pres hidrolik dengan tekanan 240 kN. Setelah itu, minyak biji karet dijernihkan menggunakan arang aktif dengan perbandingan 1: 100. Kemudian dilakukan uji karakteristik terhadap minyak biji karet yang sudah jernih. Data hasil uji massa jenis minyak dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Massa Jenis Minyak Biji Karet

Kode sampel Pengukuran Massa jenis minyak pada 40oC (kg/m3)

Data hasil uji viskositas minyak biji karet dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Viskositas Minyak Biji Karet Kode

sampel

Pengukuran Viskositas pada suhu 40oC (cSt)

(49)

Tabel 6. FFA Minyak Biji Karet Sebelum Proses Esterifikasi esterifikasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. FFA Minyak Biji Karet Setelah Proses Esterifikasi Kode sampel Pengulangan FFA (%) FFA (%)

4. Hasil Spektrum FTIR Minyak Biji Karet dan Biodiesel

Minyak biji karet dan biodiesel hasil proses transesterifikasi dianalisis menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam minyak biji karet dan biodiesel.

a. Spektrum IR minyak biji karet dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Spektrum IR Minyak Biji Karet

Fri Jan 27 14:21:47 2017 (GMT

(50)

b. Spektrum IR biodiesel B1 dengan rasio metanol: minyak = 8: 1 dan

suhu transesterifikasi 45oC dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Spektrum IR Biodiesel B1

c. Spektrum IR biodiesel B2 dengan rasio metanol: minyak = 8: 1 dan

suhu transesterifikasi 65oC dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Spektrum IR Biodiesel B2

d. Spektrum IR biodiesel B3 dengan rasio metanol: minyak = 8: 1 dan

suhu transesterifikasi 85oC dapat dilihat pada Gambar 9.

Collection time: Mon Dec 19 10:11:36 2016 (GMT+07

(51)

Gambar 9. Spektrum IR Biodiesel B3

e. Spektrum IR biodiesel B4 dengan rasio metanol: minyak = 6: 1 dan

suhu transesterifikasi 45oC dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Spektrum IR Biodiesel B4

f. Spektrum IR biodiesel B5 dengan rasio metanol: minyak = 6: 1 dan

suhu transesterifikasi 65oC dapat dilihat pada Gambar 11.

Collection time: Fri Jan 13 09:37:28 2017 (GMT+07:0

(52)

Gambar 11. Spektrum IR Biodiesel B5

g. Spektrum IR biodiesel B6 dengan rasio metanol: minyak = 6: 1 dan

suhu transesterifikasi 85oC dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Spektrum IR Biodiesel B6

5. Karakteristik Biodiesel Hasil Proses Transesterifikasi

Proses Transesterifikasi minyak biji karet dilakukan untuk memperoleh 6 jenis biodiesel yang berbeda. Biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 dihasilkan dari

(53)

karet yang digunakan. Proses transesterifikasi berlangsung pada suhu 45, 65, dan 85oC dengan waktu pengadukan selama 60 menit. Biodiesel B1, B2, dan B3 secara

berturut-turut proses transesterifikasi dilakukan pada suhu 45, 65, dan 85oC menggunakan rasio (metanol/minyak) = 8/1. Sedangkan Biodiesel B4, B5, dan B6

secara berturut-turut proses transesterifikasi dilakukan pada suhu 45, 65, dan 85oC menggunakan rasio (metanol/minyak) = 6/1.

Penentuan kualitas biodiesel yang dihasilkan dilakukan dengan menguji biodiesel menggunakan berbagai parameter uji. Analisis parameter biodiesel meliputi massa jenis, viskositas, titik tuang (pour point), titik nyala (flash point) dan kalor pembakaran. Kualitas biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kualitas Biodiesel Hasil Transesterifikasi

Kode Massa

(54)

dari biodiesel yang dihasilkan serta mengetahui kesesuaian karakter biodiesel hasil sintesis, jika dibandingkan dengan standar SNI 7182: 2012.

Pembuatan biodiesel menggunakan bahan minyak biji karet dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Pengambilan Minyak Biji Karet

Pengambilan minyak biji karet dilakukan dengan menggunakan metode pres hidrolik. Metode ini merupakan salah satu dari metode yang digunakan untuk memperoleh minyak dari jaringan hewan atau tanaman. Metode pres hidrolik cocok digunakan untuk ekstraksi minyak dari bahan yang mempunyai kadar minyak yang cukup tinggi, seperti biji karet. Selain itu, waktunya cepat dan caranya mudah.

Sebelum dilakukan pengepresan, biji karet yang didapatkan dari PTPN IX Semarang terlebih dahulu dikupas dari cangkangnya yang keras. Selanjutnya dipilih biji karet dengan kondisi yang baik atau tidak berjamur. Untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam biji karet dilakukan proses pengeringan di dalam oven selam 24 jam dengan suhu 40-50oC.

(55)

dengan perbandingan minyak dan arang aktif adalah 100: 1, kemudian campuran didiamkan selama 48 jam. Arang aktif tersebut akan menjerap kotoran-kotoran yang bercampur dengan minyak. Setelah 48 jam, minyak yang bercampur dengan arang aktif disaring menggunakan kertas saring untuk memperoleh minyak biji karet yang bersih.

Minyak biji karet yang sudah bersih perlu dilakukan proses degumming

untuk memisahkan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi asam lemak yang terdapat di dalam minyak. Menurut Muharram dan Kurniawan (2016: 1344) fosfolipid harus dihilangkan, karena memiliki sifat pengemulsi. Jika tidak dibuang, maka dapat mempersulit pemisahan fasa selama proses transesterifikasi. Proses ini dilakukan di atas hot plate stirrer. Minyak biji karet dipanaskan terlebih dahulu hingga mencapai suhu 80oC. Kemudian ditambahkan larutan asam fosfat 20 % sebanyak 0,3 % dan diaduk selama 30 menit. Asam fosfat berfungsi untuk menarik getah yang terkandung dalam minyak, sehingga getah dapat terpisah dari minyak. Setelah itu, minyak dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicuci dengan air hangat. Pencucian ini dilakukan secara berulang-ulang sampai air buangan mencapai pH netral. Untuk menghilangkan sisa air yang masih tersisa di dalam minyak, minyak tersebut dipanaskan sampai suhu 120oC.

(56)

karet mempunyai massa jenis dan viskositas secara berturut-turut adalah sebesar 907,9 kg/m3 dan 33,5740 cSt.Gugus fungsi yang terdapat dalam minyak biji karet adalah C=O ester, C-O ester, C-H alkana, C-H alifatik dan –CH3.

2. Penentuan Kadar FFA Minyak Biji Karet

Minyak biji karet yang sudah melalui proses degumming kemudian ditentukan kadar asam lemak bebasnya (FFA) untuk menentukan metode yang akan digunakan dalam proses pembuatan biodiesel. Penentuan kadar FFA tersebut menggunakan metode titrasi. Larutan standar yang digunakan untuk titrasi adalah NaOH 0,1013 N. Indikator yang digunakan adalah phenolptalein (pp). Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Kadar FFA biji karet pada penelitian ini adalah 7,8474 %, sehingga perlu dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu sebelum dilakukan proses transesterifikasi terhadap minyak biji karet.

3. Reaksi Esterifikasi

Reaksi esterifikasi ini bertujuan untuk menurunkan kadar FFA minyak biji karet. Hal ini perlu dilakukan karena kadar FFA yang tinggi (>5 %) di dalam minyak akan menyebabkan penggunaan katalis dan bahan kimia lainnya menjadi lebih banyak. Sebab FFA akan bereaksi dengan katalis basa yang digunakan dalam proses transesterifikasi membentuk sabun (Tim Penulis BRDST, 2008: 21). Reaksi esterifikasi dilakukan dengan menggunakan alat refluks. Minyak biji karet direaksikan dengan metanol 99% dengan rasio mol metanol: minyak = 20: 1. Katalis yang digunakan adalah H2SO4 18 M sebanyak 2 % dari berat

(57)

Hasil esterifikasi berupa campuran minyak dengan fase aqueous. Fasa minyak dipisahkan dari fase aqueous menggunakan centrifuge selama 30 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Setelah proses tersebut, diperoleh fasa minyak berada di lapisan atas dan fasa aqueous berada di lapisan bawah. Kemudian dilakukan pengujian kadar FFA kembali terhadap minyak hasil esterifikasi. Pada penelitian ini diperoleh kadar asam lemak bebas (FFA) minyak biji karet hasil esterifikasi sebesar 1,8279 %, sehingga minyak biji karet sudah memenuhi syarat untuk dapat dilakukan proses transesterifikasi.

4. Reaksi Transesterifikasi

Minyak biji karet hasil esterifikasi dengan kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar 1,8279 % sudah memenuhi syarat untuk dilakukan proses transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi ini bertujuan untuk memperoleh metil ester (biodiesel) dari minyak biji karet hasil esterifikasi. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi pertukaran gugus asil antar trigliserida yang terdapat di dalam minyak. Dalam reaksi transesterifikasi ini molekul trigliserida akan bereaksi dengan alkohol dengan bantuan katalis dan menghasilkan alkil ester dari asam lemak rantai panjang dan gliserol. Mekanisme reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

(58)

Reaksi transesterifikasi dilakukan pada berbagai variasi suhu serta perbandingan rasio mol metanol dengan minyak. Untuk biodiesel B1, B2, dan B3 secara

berturut-turut dilakukan pada suhu 45, 65, dan 85oC serta menggunakan rasio metanol: minyak = 8: 1. Proses transesterifikasi untuk biodiesel B4, B5, dan B6 secara

berturut-turut dilakukan pada suhu 45, 65, dan 85oC serta menggunakan rasio metanol: minyak = 8: 1. Proses transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Reaksi Transesterifikasi

(59)

Gambar 14. Hasil Proses Transesterifikasi

Biodiesel hasil pemisahan kemudian dicuci menggunakan akuades untuk memisahkan biodiesel dengan zat-zat pengotornya. Setelah itu biodiesel dipanaskan pada suhu 110oC selama 30 menit untuk menguapkan sisa air dari proses pencucian yang tercampur di dalam biodiesel. Hasil yang diperoleh diasumsikan sebagai biodiesel murni.

5. Analisis dengan Spektroskopi FTIR

(60)

analisis FTIR minyak biji karet dan biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, serta B6

ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Interpretasi Spektrum FTIR Minyak Biji Karet dan Biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, serta B6

Nama Zat Bilangan Gelombang (cm-1)

Karakteristik Gugus Minyak Biji Karet 1744,26 Serapan tajam gugus

karbonil, yang merupakan

Minyak Biji Karet 1164,94 Serapan tajam gugus C-O ester

Minyak Biji Karet 2856,45 dan 2925,65 Serapan kuat gugus C-H alkana (alkil, metil,

metilen) Biodiesel 1 2856,01 dan 2925,38

Biodiesel 2 2855,10 dan 2926,37 Biodiesel 3 2855,14 dan 2926,06 Biodiesel 4 2856,33 dan 2925,48 Biodiesel 5 2854,95 dan 2925,58 Biodiesel 6 2855,28 dan 2925,78

Minyak Biji Karet 1457,93 dan 1373,28 Serapan gugus metil –CH3

Biodiesel 1 1457,11 dan 1368,80 Biodiesel 2 1459,48 dan 1371,38 Biodiesel 3 1459,66 dan 1370,84 Biodiesel 4 1457,51 dan 1369,60 Biodiesel 5 1459,45 dan 1370,84 Biodiesel 6 1459,48 dan 1370,29

(61)

Spektrum FTIR antara minyak biji karet dengan biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini tidak jauh berbeda. Dalam spektrum biodiesel terdapat puncak-puncak yang lebih tajam daripada puncak-puncak dalam spektrum minyak biji karet. Hal ini menunjukkan bahwa gugus fungsi yang terkandung dalam biodiesel mempunyai intensitas yang lebih tinggi dan reaksi transesterifikasi telah mengubah minyak biji karet menjadi biodiesel yang merupakan metil ester.

6. Analisis Parameter Biodiesel

Penentuan kualitas dari biodiesel yang dihasilkan dilakukan dengan cara melakukan pengujian berbagai parameter yang sesuai dengan SNI 7182: 2012. Hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut dibandingkan dengan data parameter biodiesel yang terdapat dalam SNI 7182: 2012. Uji parameter biodiesel yang dilakukan pada penelitian ini antara lain: massa jenis, viskositas, titik tuang (pour point), titik nyala (flash point), serta kalor pembakaran.

a. Massa Jenis

(62)

Gambar 15. Hubungan Massa Jenis dengan Suhu dan Rasio (Metanol: Minyak) Berdasarkan hasil pengujian massa jenis biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan

B6 dengan perbedaan suhu dan rasio (metanol: minyak) akan menghasilkan nilai

massa jenis yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu transesterifikasi akan menghasilkan massa jenis biodiesel yang semakin kecil dan semakin besar rasio (metanol: minyak) akan menghasilkan biodiesel dengan massa jenis yang semakin besar.

Massa jenis biodiesel pada suhu 40oC menurut SNI 7182: 2012 adalah 850-890 kg/m3. Hasil pengujian biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 menunjukkan

bahwa biodiesel B3 dan B6 sudah memenuhi spesifikasi SNI 7182: 2012,

sedangkan biodiesel B1, B2, B4, dan B5 belum memenuhi spesifikasi SNI 7182:

2012. Densitas yang tinggi dapat disebabkan oleh adanya zat pengotor seperti sabun kalium dan gliserol hasil reaksi penyabunan, air, kalium hidroksida sisa, kalium metoksida sisa ataupun sisa metanol (Pramitha, et al., 2016: 162).

b. Viskositas

Viskositas merupakan ukuran hambatan cairan untuk mengalir yang disebabkan oleh adanya gaya gesek internal antar partikel. Viskositas berpengaruh

(63)

pada injeksi bahan bakar. Pengujian viskositas dalam penelitian ini menggunakan alat Ostwald. Hasil dari pengujian viskositas biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan B6

dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Hubungan Viskositas dengan Suhu dan Rasio (Metanol: Minyak) Hasil pengujian viskositas dari biodiesel menunjukkan bahwa perbedaan suhu dan rasio antara metanol dengan minyak dalam proses transesterifikasi akan menghasilkan nilai viskositas biodiesel yang berbeda. Menurut standar SNI 7182: 2012 tentang biodiesel, menyebutkan bahwa viskositas untuk biodiesel pada 40oC antara 2,3-6 cSt. Hasil pengujian yang dilakukan pada biodiesel B1, B2, B3, B4, B5,

dan B6 menunjukkan bahwa keenam biodiesel tersebut mempunyai nilai viskositas

yang melebihi nilai viskositas dalam SNI 7182: 2012. Arita, et al. (2009: 58) menyatakan bahwa waktu reaksi esterifikasi berpengaruh terhadap viskositas biodiesel yang dihasilkan. Semakin lama waktu reaksi esterifikasi akan menghasilkan viskositas yang semakin kecil. Viskositas biodiesel yang tinggi juga dapat disebabkan oleh masih panjangnya rantai karbon metil ester di dalam biodiesel (Kusumaningtyas & Bachtiar, 2012: 16). Dalam penelitian ini tidak

(64)

dilakukan analisa menggunakan GC-MS, sehingga tidak dapat diketahui jenis rantai karbon yang terkandung di dalam biodiesel. Menurut Hardjono (2001: 93) viskositas yang tinggi dapat mempengaruhi kerja alat injeksi bahan bakar dan mempersulit pengabutan bahan bakar.

c. Titik tuang (pour point)

Titik tuang merupakan suhu terendah yang menyatakan bahan bakar masih dapat dituang. Hal ini diperlukan terutama di daerah yang beriklim dingin, karena berkaitan dengan kemampuan mengalir BBM atau minyak pelumas. Menurut Tohari (2015: 54) kemampuan mengalir biodiesel akan mengalami penurunan pada saat titik tuangnya, jika dibandingkan saat suhu normal. Hal ini karena saat kondisi temperatur titik tuang biodiesel akan terbentuk gel yang menghambat laju aliran biodiesel. Hasil pengujian titik tuang biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan B6

terdapat pada Gambar 17.

Gambar 17. Hubungan Titik Tuang dengan Suhu dan Rasio (Metanol: Minyak) Hasil pengujian titik tuang biodiesel yang dilakukan menurut metode pemeriksaan ASTM D 97, menunjukkan bahwa semakin besar rasio antara metanol dengan minyak menghasilkan biodiesel dengan titik tuang yang lebih

(65)

tinggi. Nilai titik tuang biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 sudah memenuhi

standar biodiesel yaitu pada kisaran -15–13oC (Crimson Renewable Energy). d. Titik nyala (flash point)

Titik nyala merupakan suhu terendah ketika uap suatu zat bercampur dengan udara dan mengakibatkan nyala sebentar kemudian mati. Titik nyala digunakan sebagai mekanisme untuk membatasi jumlah alkohol sisa dalam bahan bakar. Biodiesel murni mempunyai titik nyala yang lebih tinggi dari batasannya. Adanya alkohol sisa reaksi menyebabkan penurunan titik nyala dari biodiesel, sehingga titik nyala digunakan untuk indikator adanya metanol dalam biodiesel.

Gambar 18. Hubungan Titik Nyala dengan Suhu dan Rasio (Metanol : Minyak) Hasil pengujian titik nyala biodiesel yang dilakukan menurut metode pemeriksaan ASTM D 93, menunjukkan bahwa titik nyala dari biodiesel B1, B2,

B3, B4, B5, dan B6 sudah sesuai dengan SNI 7182: 2012 yaitu minimal 100oC. Hal

(66)

e. Kalor pembakaran

Nilai kalori merupakan angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar dengan udara (oksigen). Pengukuran kalor pembakaran bertujuan untuk mengetahui energi kalor yang dapat dibebaskan oleh suatu bahan bakar dengan terjadinya proses pembakaran. Hasil pengujian kalor pembakaran menggunakan alat bom kalorimeter dari biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 terdapat pada Gambar 19.

Gambar 19. Hubungan Kalor Pembakaran dengan Suhu dan Rasio (Metanol: Minyak)

(67)

berperan sebagai pengganggu. Dalam penelitian ini tidak dilakukan analisa kadar air dalam biodiesel. Kalor pembakaran yang paling mendekati standar kalor pembakaran untuk bahan bakar minyak adalah biodiesel B2 dengan rasio metanol:

minyak adalah 8: 1 dan suhu proses transesterifikasi 65oC yaitu mencapai 9724,1315 kal/g. Hal ini dapat diatasi dengan mencampur biodiesel dari minyak biji karet tersebut dengan solar agar diperoleh nilai kalor pembakaran yang sesuai dengan standar bahan bakar minyak.

Biodiesel hasil proses transesterifikasi menggunakan katalis KOH sebanyak 1 % dari berat minyak, selama 60 menit, dengan variasi rasio mol (metanol: minyak) 8: 1 dan 6: 1, secara berturut-turut dilakukan pada suhu 45, 65, dan 85oC menghasilkan enam biodiesel yang mempunyai karakter berbeda. Biodiesel B3 dan B6 yang mempunyai karakter mendekati standar SNI 7182: 2012.

(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Massa jenis dan viskositas minyak biji karet pada suhu 40oC adalah sebesar

907,9 kg/m3 dan 33,5740 cSt. Gugus fungsi yang terdapat dalam minyak biji karet yaitu merupakan C=O ester, C-O ester, C-H alkana, C-H alifatik dan – CH3.

2. Karakter biodiesel B1, B2, B3, B4, B5, dan B6 yang meliputi: massa jenis

berturut-turut sebesar 902,8; 901,7; 887,6; 899,9; 897,1 dan 884,5 kg/m3, viskositas berturut-turut sebesar 21,6032; 22,8623; 18,1665; 22,5723; 20,4164 dan 16,1066 cSt, titik tuang berturut-turut sebesar 0, 3, 6, -3, -3 dan 0oC, titik nyala berturut-turut sebesar 174, 196, 198, 140, 106 dan 104oC, serta kalor pembakaran berturut-turut sebesar 9421,3905; 9724,1315; 9501,3610; 9674,6475; 9369,0820 dan 9575,4920 kal/g. Gugus fungsi yang terdapat pada biodiesel yaitu C=O ester, C-O ester, C-H alkana, C-H alifatik dan –CH3.

3. Biodiesel B1, B2, B4, dan B5 memiliki nilai titik tuang dan titik nyala yang

sudah sesuai dengan SNI 7182: 2012, namun nilai massa jenis, viskositas, dan kalor pembakarannya belum memenuhi standar SNI 7182: 2012. Biodiesel B3 dan B6 memiliki nilai massa jenis, titik tuang, dan titik nyala yang sesuai dengan

SNI 7182: 2012, tetapi nilai viskositas dan kalor pembakarannya belum

(69)

B. Saran

1. Perlu dilakukan analisa menggunakan GC-MS untuk mengetahui kandungan metil ester di dalam biodiesel hasil proses transesterifikasi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan hasil samping dari proses transesterifikasi.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan bahan baku dari minyak nabati yang lainnya seperti: minyak biji nyamplung, serta dengan karakter biodiesel yang lain seperti: angka setan, angka asam, angka iodium dan titik kabut.

Gambar

 Gambar
Gambar 2a. Biji Karet (Widia, 2016)
Gambar 3. Reaksi Hidrolisis Trigliserida
Gambar 5. Reaksi Transesterifikasi (Budiman, et al., 2014: 37)
+7

Referensi

Dokumen terkait

06/IUT/PMA/V/2003 oleh Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam di Batam tanggal 12 Mei 2003.. - Back pressure valve & VR

Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Nababan dkk (2012: 41) bahwa terjemahan dapat dikatakan baik jika: 1) teks terjemahan akurat dari isinya (pesan yang terkandung

Pihak manajemen dapat membuat keputusan yang strategis terkait hasil dari profitabilitas perusahaan tersebut karena dari perofitabilitas dapat diketahui kinerja

tersebut. Memahami tentang smarandache ring dan kemudian memberikan contoh dari smarandache ring tersebut. Mencari definisi smarandache ring reguler yang merupakan

Hal tersebut dapat dikoreksi melalui data harga saham pada akhir tahun 2011 dibandingkan data 2010 dapat diketahui bahwa terdapat 10 perusahaan sektor pertambangan

Distribusi hubungan anatra pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS menunjukkan bahwa siswa yang pengetahuannya baik mempunyai sikap positif (97,2%) lebih baik

 Ijazah Sarjana dari mana – mana institusi pengajian tinggi yang diiktiraf oleh Senat dan bekerja dalam institusi pengajian tinggi; atau..  Ijazah Sarjana Pendidikan dari mana –

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh massa katalis bentonit alam (b/v dari minyak biji karet) pada proses sintesis biodiesel dari minyak biji karet dan