Abstract Introduction
Primary open angle glaucoma (POAG) is characterized as a chronic, slowly progressive, optic neuropathy with characteristic patterns of optic nerve damage and visual field loss. Surgical treatment for glaucoma is usually undertaken when medical therapy is not appropiate, and the glaucoma remains uncontrolled with either documented progressive damage or a very high risk of further damage.
Aqueous shunts, also known as tube shunts or glaucoma drainage implants designed to lower intraocular pressure by draining aqueous humor from the interior of the eye to an encapsulated reservoir near the equator of the globe.
Purpose
To report the management of Primary Open Angle Glaucoma with glaucoma drainage devices
Case Report
A 53-year-old man presented to Cicendo Eye Hospital, with blurred vision in both eyes since 6 years ago. Ophthalmology examinations revealed visual acuity was 0,63 for the right eye (RE), and 0,5f2 ph 1,0 for the left eye (LE). The intraocular pressure of the right eye was 40 mmHg and the left eye was 22 mmHg. Other findings were good eye movement in both eye. In the right eye bleb and hecting on the conjungtiva bulbi, iridectomy was performed, slightly hazy lens. In the left eye bleb and hecting on the conjungtiva bulbi, iridectomy was performed, and there was tube implant. History of trabeculectomy on both eyes was perfomed twice, but patient still need 3 anti glaucoma medications with uncontrolled intraocular pressure. The diagnosis was primary open angle glaucoma (post trabeculectomy OD+post glaucoma drainage devices OS) and senile imature cataract. The patient was underwent glaucoma drainage devices for right eye.
Conclusion
Glaucoma Drainage Devices are recognized treatment options in the management of refractory glaucoma. Complications can occured after Glaucoma Drainage Devices implant. Appropiate management of complication will give better prognosis.
I. Pendahuluan
Glaukoma adalah sekumpulan gejala dan penyakit yang ditandai adanya neuropati diskus optikus disertai gangguan lapang pandang dan hilangnya fungsi penglihatan. Peningkatan tekanan intraokular merupakan salah satu faktor resiko primer. Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan tertutup dan sebagai glaukoma sudut primer dan sekunder.1,2
Glaukoma merupakan penyebab kedua terbanyak kebutaan di dunia dan di Indonesia setelah katarak. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2002 diperkirakan angka kebutaan oleh katarak adalah 48% dan glaukoma adalah sebesar 12,3%. 3,4
Glaukoma diterapi dengan pemberian medikamentosa atau dengan tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan ketika terapi medikamentosa tidak optimal. Salah satu tindakan bedah yang dilakukan pada penderita glaukoma adalah pemasangan aqueous shunt atau Glaucoma Drainage Device (GDD). 1,5,6,7
Laporan kasus ini memaparkan sebuah kasus dengan glaukoma sudut terbuka primer dengan pemasangan GDD implan.
II. Laporan Kasus
Seorang pria berusia 53 tahun datang ke Poli Glaukoma RS Mata Cicendo pada tanggal 5 Maret 2015, dengan keluhan utama penglihatan buram pada kedua mata perlahan-lahan sejak sekitar 6 tahun sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut disertai dengan mata merah, nyeri hilang timbul. Riwayat muntah disangkal. Riwayat trauma, riwayat penggunaan kacamata sebelum operasi, riwayat kencing manis, darah tinggi, asma, riwayat minum jamu-jamuan secara rutin disangkal. Riwayat pengobatan dengan tetes mata timolol maleate 0,5 % 2 kali sehari, brinzolamide 3 kali sehari, tavoprost 1 kali sehari pada kedua mata.
Riwayat operasi trabekulektomi pada mata kiri sebanyak 2 kali sekitar 6 dan 3 tahun yang lalu, operasi trabekulektomi pada mata kanan sebanyak 2 kali sekitar 5 dan 3 tahun yang lalu di RSM Cicendo. Setelah dilakukan operasi trabekulektomi 2 kali pada masing-masing mata, pasien masih membutuhkan 3 macam obat anti glaukoma untuk mengontrol tekanan intraokular. Selama pasien kontrol target tekanan intraokular yang diharapkan belum tercapai dengan rentang tekanan intraokular sekitar 30-45 mmHg, maka disarankan untuk pemasangan implan GDD. Riwayat operasi pemasangan GDD implan pada mata kiri sekitar 2 bulan yang lalu di RSM Cicendo.
Pada pemeriksaan tanggal 5 Maret 2015 didapatkan status generalis dan tanda vital dalam batas normal. Status oftalmologi didapatkan tajam penglihatan
mata kanan 0,63 ph tetap dan mata kiri 0,5f2 ph 1,0. Posisi bola mata orthotropia, gerakan bola mata kanan dan kiri baik ke segala arah. Tekanan intraokular (TIO) dengan tonometri aplanasi Goldmann pada mata kanan yaitu 40 mmHg dan mata kiri 22 mmHg. Pemeriksaan lampu celah mata kanan didapatkan bleb dan hekting pada konjungtiva bulbi, kornea jernih, bilik mata depan sedang, Van Herrick (VH) gr III, Flare dan cell -/-, pupil bulat, reflek cahaya +/+, RAPD -, iris sinekia -, tampak iridektomi, lensa agak keruh. Pada pemeriksaan segmen posterior mata kanan dengan funduskopi direk didapatkan media relatif jernih, papil bulat batas tegas, ratio arteri vena fisiologis, cup/disc ratio 0,8-0,9. Pemeriksaan gonioskopi dengan lensa Sussman four mirror pada mata kanan ditemukan scleral spur pada semua kuadran. Pemeriksaan Ocular Computed Tomography (OCT) didapatkan average thickness 62,18 dan Retina Nerve Fiber Layer (RNFL) menurun hampir di seluruh kuadran. Pemeriksaan Humprey didapatkan reliabilitas baik dan defek lapang pandang hampir di seluruh lapang pandang dengan MD -24.22 dB dan PSD 12.17 dB. Pada pemeriksaan mata kiri didapatkan konjungtiva bulbi terdapat bleb dan hekting, kornea jernih, bilik mata depan sedang, VH gr III, Flare dan cell -/-, terdapat tube implan, pupil bulat, reflek cahaya +/+, iris sinekia -, tampak iridektomi, lensa agak keruh. Pada pemeriksaan segmen posterior mata kiri dengan fuduskopi direk didapatkan media relatif jernih, papil bulat batas tegas, ratio arteri vena fisiologis, cup/disc ratio 0,9-1,0. Pemeriksaan gonioskopi dengan lensa Sussman four mirror pada mata kiri ditemukan scleral spur pada semua kuadran. Pemeriksaan Ocular Computed Tomography (OCT) didapatkan average thickness 46,61 dan Retina Nerve Fiber Layer (RNFL) menurun di seluruh kuadran. Pemeriksaan Humprey didapatkan reliabilitas baik dan defek lapang pandang di seluruh kuadran, dengan MD -27,49 dB dan PSD 12.07 dB. Pasien didiagnosis dengan Glaukoma sudut terbuka primer ODS (post GDD implan OS+post trabekulektomi ODS) dan Katarak Senilis Imatur ODS dan direncanakan untuk pemasangan GDD implan pada mata kanan. Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam ad bonam, dan quo ad functionam dubia.
Gambar 2.1 Pemeriksaan pada mata kanan pasien pada tanggal 25 Maret 2015 Sumber : RSMC
.
Gambar 2.2 Pemeriksaan pada mata kiri pasien pada tanggal 25 Maret 2015 Sumber : RSMC
Setelah dilakukan prosedur persiapan operasi dan persetujuan tindakan operasi, maka tindakan operasi dilakukan pada tanggal 25 Maret 2015 dengan prosedur operasi sebagai berikut : pasien ditidurkan telentang dalam narkose umum, pada mata kanan dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan betadine, kemudian dipasang sterile drape, kemudian dipasang spekulum.
Dilakukan traksi pada kornea mata kanan dengan benang silk 6.0. Dilakukan peritomi. Dilakukan identifikasi muskulus rektus lateralis dan muskulus rektus superior. Implan diselipkan di bawah muskulus rektus lateralis dan muskulus rektus superior. Fiksasi implan dilakukan 10 mm dari limbus dengan prolen 6.0.
Dilakukan tes pada implan untuk melihat sumbatan dengan menyuntikkan cairan
BSS ke implan. Selang implan diikat dengan vicryl. Selang implan dipotong 2-3 mm dari limbus. Bilik mata depan ditembus dengan jarum 23 G, selang implan dimasukkan ke bilik mata depan. Kemudian dipasang graft pericardian berukuran 4x6 mm di atas selang. Dibuat sideport untuk membentuk bilik mata depan.
Setelah itu konjungtiva dijahit dengan ethilon 10.0 dan operasi selesai. Terapi pasca operasi adalah ciprofloksasin 2x500 mg po, natrium diklofenak 2x50 mg po, ofloksasin 6x1gtt OD, prednisolon asetat 6x1gtt OD, salep hodrokortison- kloramfenikol eo 3x OD.
Satu hari pasca operasi dilakukan pemeriksaan status generalis dalam batas normal dan pemeriksaan status oftalmologis dengan hasil tajam penglihatan mata kanan 1/300 dan mata kiri 0,5, pemeriksaan tekanan intraokular mata kanan 0 dan pada mata kiri 20 . Pemeriksaan mata kanan didapatkan seidel tes -, palpebra tampak tenang, konjungtiva bulbi terdapat bleb, hekting intak, perdarahan subkonjungtiva, kornea relatif jernih, bilik mata depan terdapat tube implan, VH gr I dengan f/s +3/+3, pupil bulat, iris terdapat iridektomi, dan lensa agak keruh.
Pasien disarankan untuk balut tekan pada mata kanan dan diberi atropin ed 3x1gtt OD.
Gambar 2.3 Pemeriksaan pada mata kanan pasien 1 hari pasca operasi Sumber : RSMC
Evaluasi hari kedua pasca operasi pemasangan GDD implan didapatkan tajam penglihatan pada mata kanan 2/60, pemeriksaan tekanan intraokular mata kanan 10. Pemeriksaan mata kanan didapatkan bleb terbentuk dengan baik,
kedalaman bilik mata depan VH gr I, f/s +3/+3, terdapat tube implan. Pasien disarankan untuk operasi pembentukan bilik mata depan pada mata kanan dengan disuntikkan udara.
Evaluasi hari pertama pasca operasi pembentukan bilik mata depan (hari kedua pasca pemasangan GDD implan) didapatkan tajam penglihatan pada mata kanan 2/60, pemeriksaan tekanan intraokular mata kanan 4. Pemeriksaan mata kanan didapatkan kedalaman bilik mata depan VH gr I, f/s +3/+3, udara minimal, terdapat tube implan. Pasien disarankan untuk balut tekan pada mata kanan.
Evaluasi hari kelima pasca operasi pemasangan GDD implan didapatkan tajam penglihatan pada mata kanan 2/60, pemeriksaan tekanan intraokular mata kanan 4. Pemeriksaan mata kanan didapatkan kedalaman bilik mata depan VH gr I, f/s +1/+1, terdapat tube implan. Pasien disarankan untuk operasi pembentukan bilik mata depan ulang pada mata kanan dengan menggunakan cairan viskoelastik.
Evaluasi hari keenam pasca operasi pemasangan GDD implan (hari pertama pasca pembentukan bilik mata depan ulang) didapatkan tajam penglihatan pada mata kanan 1/60, pemeriksaan tekanan intraokular mata kanan 5 mmHg.
Pemeriksaan mata kanan didapatkan kedalaman bilik mata depan VH gr III, f/s +3/+3, terdapat tube implan. Pasien diperbolehkan untuk rawat jalan dan mendapat terapi cyclopentholat ed 2x 1gtt OD.
Gambar 2.4 Pemeriksaan pada mata kanan pasien 6 hari pasca operasi Sumber : RSMC
Evaluasi dua minggu pasca operasi pemasangan GDD implan didapatkan tajam penglihatan pada mata kanan 2/60, koreksi terbaik mata kanan dengan S- 1,50 C-1,25 x950 adalah 0,32f2, pemeriksaan tekanan intraokular mata kanan 6 mmHg. Pemeriksaan mata kanan didapatkan kedalaman bilik mata depan VH gr III. Terapi yang diberikan kepada pasien adalah prednisolon asetat 4x1gtt OD, ofloksasin 6x1gtt OD, salep hidokortison-kloramfenikol eo 2x OD, cyclopentholat ed 3x1 gtt OD.
II. Pembahasan
Primary Open Angle Glaucoma (POAG) atau glaukoma sudut terbuka primer merupakan neuropati optik dengan karakteristik kronik dan progresivitas yang lambat, tanpa adanya kelainan okular atau sistemik yang tampak dengan peningkatan tekanan intraokular sebagai faktor resiko. POAG ini biasanya mengenai kedua mata. Gejala yang timbul dapat berupa nyeri pada mata, sakit kepala, penglihatan buram, fotofobia. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan sudut terbuka pada pemeriksaan gonioskopi, optic disc cupping, kerusakan lapang pandang dan peningkatan tekanan intra okular. 1,2 Berdasarkan gejala dan tanda diatas pasien ini didiagnosis glaukoma sudut terbuka primer.
Penatalaksanan pasien dengan POAG dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pemberian terapi medikamentosa atau tindakan bedah. Pilihan terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien POAG adalah golongan analog prostaglandin, β-bloker, α-agonis dan inhibitor karbonik anhidrase.1,3,4 Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien ini adalah kombinasi timolol maleat 0,5%, brinzolamide dan travoprost, namun belum dapat menurunkan tekanan intraokular.
Penatalaksanaan bedah pada pasien POAG dilakukan bila dengan terapi medikamentosa tidak efektif. Beberapa tindakan bedah glaukoma dapat mendapatkan menurunkan tekanan intraokular seperti trabekulektomi dan pemasangan aqueous shunts atau glaucoma drainage device (GDD). Aqueous shunt saat ini mulai banyak digunakan sebagai tatalaksana glaukoma pada keadaan dimana tindakan trabekulektomi tidak memberikan hasil yang baik atau
gagal. Berdasarkan data dari United States Medicare terdapat peningkatan penggunaan aqueous shunt dalam prosedur tindakan bedah glaukoma antara tahun 1995-2004 sebanyak 184%. Berdasarkan penelitian dari the Tube Versus Trabeculectomy (TVT) study selama 5 tahun menunjukkan angka kesuksesan yang lebih tinggi pada penggunaan Baerveldt Glaucoma Implant dibandingkan trabekulektomi dengan mitomycin C dengan komplikasi yang lebih sedikit.1,8,9
Pemasangan GDD bertujuan untuk mengalirkan cairan akuos ke arah yang jauh dari limbus seperti rongga subkonjungtiva untuk menjaga tekanan intraokular yang optimal. GDD dilakukan pada pasien yang telah mendapat terapi obat anti glaukoma dan tindakan operatif pembuatan saluran filtrasi seperti trabekulektomi namun gagal mencapai tekanan intraokular yang diinginkan.
Pemasangan GDD juga dapat dilakukan pada pasien glaukoma dengan uveitis, neovascular glaucoma, konjungtiva yang tidak memadai, dan afakia. Terdapat berbagai macam implan yang telah dikembangkan sebagai glaucoma drainage devices, yaitu yang tanpa katup dan dengan katup. GDD tanpa katup yang banyak digunakan adalah Molteno dan Baerveldt, yang dengan katup yang banyak digunakan adalah Ahmed.1,2,5 Pasien ini telah menjalani operasi trabekulektomi masing-masing 2 kali pada kedua mata, dan masih menggunakan 3 macam obat antiglaukoma tetapi tekanan intraokular yang diharapkan belum dapat tercapai sehingga disarankan untuk pemasangan GDD implan. Pasien ini menggunakan GDD tanpa katup.
Komplikasi tindakan bedah aqueous shunt sedikit berbeda dengan setelah tindakan trabekulektomi. Komplikasi yang berhubungan dengan bleb seperti infeksi dan kebocoran bleb sering didapatkan setelah trabekulektomi. Setelah pemasangan aquoeous shunt dapat terjadi diplopia, hipotoni, dekompensasi kornea, tube bergeser atau terekspos. Penurunan tekanan intraokular setelah tindakan bedah filtrasi biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti dangkalnya bilik mata depan, choroidal detachment, dan perdarahan suprakoroidal. Penatalaksanaan bleb dengan dangkalnya bilik mata depan diterapi dengan cyclopegics (atropin 1%), balut tekan dan monitoring ketat. Bila bilik mata depan menjadi lebih dangkal, penurunan tekanan intraokular atau terdapat
choroidal detachment, bilik mata depan kembali dibentuk dengan cairan viskoelastik.10,11,12
Pada pasien ini 1 hari pasca pemasangan GDD implan didapatkan bilik mata depan dangkal VH gr I. Tekanan intraokular pasien rendah, yaitu di bawah 6 mmHg. Pasien sudah diberi atropin 3xOD, balut tekan dan monitoring ketat.
Tetapi karena tidak ada perubahan maka dilakukan pembentukan bilik mata depan dengan udara. Pada evaluasi hari kedua ditemukan bilik mata depan kembali dangkal sehingga dilakukan pembentukan bilik mata depan ulang dengan menggunakan cairan viskoelastik.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah ad bonam, karena tidak terdapat penyakit kelainan sistemik yang mengancam jiwa. Prognosis quo ad functionam adalah dubia, karena tekanan intraokular dan kondisi bleb harus selalu dipantau untuk mengantisipasi tekanan intraokular yang terlalu rendah atau bahkan terlalu tinggi.
IV. Simpulan
Tindakan pemasangan GDD implan merupakan pilihan terapi bedah pada pasien glaukoma yang telah menjalani operasi trabekulektomi namun tekanan intraokular yang diharapkan masih belum dapat tercapai. Tindakan ini dapat beresiko menimbulkan hipotoni okuler, dekompensasi kornea, tube bergeser atau terekspos. Penatalaksanaan terhadap komplikasi secara tepat dan cepat dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 10. Glaucoma. San Fransisco. AAO ; 2011-2012.
2. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Medical treatment. Becker- Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the Glaucomas. Edisi ke-8. Mosby Elsevier : 2009. Hal 433.
3. Samples JR. Medications Used to Treat Glaucoma. The Glaucoma Book.
New York. Springer : 2010. Hal 583-628.
4. Morrison JC, Pollack IP. Glaucoma Science and Practice. New York.
Thieme : 2003.
5. Rumelt S. Glaucoma. Basic and Clinical Concepts. Rijeka. In Tech: 2011.
6. Trope. How to do a Trabeculectomy. Glaucoma Surgery. Taylor and Francis Group : 2005. Hal 45-50.
7. Netland PA, et al. Randomized, prospective, comparative trial of EX- PRESS glaucoma filtration device versus trabeculectomy (XVT study).
American Journal of Ophthalmology; 2014; 2 : 433-40
8. Barton K, et al. Three year treatment outcomes in the Ahmed Baerveldt Comparion Study. American Journal of Ophthalmology; 2014; 121(8);
1547-57
9. Christakis PG, et al. Ahmed versus Baerveldt study. American Journal of Ophthalmology; 2013; 120(11); 2232-40
10. Gerstenblith AT, Rabinowitz MP. The Wills Eye Manual. Glaucoma.
Philadelphia. Lippincott Williams and Wilkins. Edisi ke-6. 2012 : 204-41 11. Lewis RA. Complications : Hipotony. Pearls of Glaucoma Management.
Heidelberg. Springer : 2010. Hal 446-8
12. Robert MC, et al. Persistent leak after glucoma aqueous shunt implantation. Journal of Glaucoma; 2013; 22(8) : 647-51