• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Konflik Pekerjaan-Keluarga Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawan Wanita Pt. X Di Kota Temanggung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Antara Konflik Pekerjaan-Keluarga Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawan Wanita Pt. X Di Kota Temanggung"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN WANITA PT. X DI KOTA

TEMANGGUNG

THE RELATIONSHIP BETWEEN WORK-FAMILY CONFLICT AND JOB SATISFACTION IN WOMEN EMPLOYEES PT. X IN TEMANGGUNG CITY

Anitya Setya Wardani1 & Nina Fitriana2 Universitas Mercu Buana Yogyakarta [email protected]

085647048749

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawan wanita pada PT. X di Kota Temanggung. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 113 orang dengan karakteristik subjek dalam penelitian yaitu karyawan wanita, masa bekerja minimal 6 bulan, sudah menikah, dan memiliki anak. Data dianalisis menggunakan korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh nilai rxy = - 0,445 dengan (p<0.050). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawan wanita yang bekerja di PT. X di Kota Temanggung. Artinya, semakin tinggi konflik pekerjaan-keluarga maka semakin rendah kepuasan kerja, sebaliknya jika semakin rendah konflik pekerjaan-keluarga maka semakin tinggi kepuasan kerja pada karyawan wanita di PT. X di Kota Temanggung. Saran bagi subjek penelitian yaitu diharapkan dapat menurunkan konflik pekerjaan- keluarga dan menaikkan kepuasan kerja, karena konflik pekerjaan-keluarga yang positif berhubungan negatif dengan kepuasan kerja, dan juga untuk peneliti selanjutnya untuk dapat menggali lebih dalam mengenai faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja.

Kata kunci : Konflik pekerjaan-keluarga, kepuasan kerja, karyawan wanita

Abstract

The purpose of this research is to find out the relationship between work-family conflict and job satisfaction among female employees at PT. X in Temanggung City. The subjects in this study included 113 people who shared the following characteristics; they were female employees, had worked for at least 6 months, were married, and had children. Product moment correlation was used to analyze the data. Based on the data analysis results, the value rxy = - 0.445 with (p<0.050) was obtained. According to the findings of this study, there is a negative relationship between work-family conflict and job satisfaction for female employees at PT. X in Temanggung City. That is, the higher the work-family conflict, the lower the job satisfaction, and the lower the work-family conflict, the higher the job satisfaction of female employees at PT. X in Temanggung City. Suggestions for research subjects are expected to reduce work-family conflict and increase job satisfaction, because positive work-family conflict has a negative relationship with job satisfaction, and also for future researchers to be able to delve deeper into other factors that affect job satisfaction.

Keywords: Work-family conflict, job satisfaction, female employees

PENDAHULUAN

(2)

Pada zaman dahulu pola pikir masyarakat Indonesia ialah seorang suami bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan seorang istri mengasuh anak serta mengurus rumah tangga.

Namun, seiring berjalannya waktu pola pikir tersebut mulai bergeser. Masyarakat percaya bahwa wanita mampu berperan lebih dibanding hanya mengurus rumah tangga (Eriyanti, 2017).

Faktor yang turut berpengaruh pada pergeseran nilai tentang peranan wanita adalah adanya tuntutan ekonomi yang semakin meningkat serta luasnya kesempatan bagi wanita untuk mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Siagian, 2000). Adanya persamaan hak dalam kehidupan sosial antara laki-laki dan perempuan, banyak dari perempuan yang mulai mengembangkan bakatnya salah satunya dengan bekerja di luar rumah (Nasir & Lilianti, 2017).

Namun pada kenyataannya mengemban dua peran yaitu dalam mengurus rumah tangga dan pekerjaan tidaklah mudah bagi wanita. Wanita dilaporkan secara signifikan lebih banyak mengalami konflik dalam pekerjaannya daripada pria (Dhamayanti, 2006). Pada dasarnya, pencapaian kinerja yang tinggi sudah menjadi prioritas utama setiap perusahaan, oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang handal dan berkinerja baik guna harapan perusahaan dapat tercapai (Wardani, R.S.K. 2015). Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri adalah PT. X di Kota Temanggung. PT. X ini merupakan salah satu organisasi yang bergerak dibidang industri kayu lapis dengan 60% jumlah karyawannya merupakan karyawan wanita.

Kinerja seorang karyawan akan mempengaruhi hasil kerja yang mengarah pada kepuasan kinerjanya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan yang positif mengenai pekerjaannya, sedangkan seseorang dengan kepuasan kerja rendah memiliki perasaan negatif terhadap pekerjaanya (Robbins & Judge, 2018). Kepuasan kerja merupakan sikap yang menggambarkan bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaannya secara keseluruhan maupun terhadap berbagai aspek yaitu: gaji, kesempatan untuk maju, mutu pengawasan, rekan kerja, dan pekerjaan itu sendiri sehingga mempengaruhi pekerjaannya (Spector dalam Yuliana

& Yuniasanti, 2013). Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya (As’ad, 2004).

Meskipun kepuasan kerja merupakan hal yang sangat penting, namun dalam kenyataannya di Indonesia dan juga di beberapa negara lain, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat yang maksimal (Johan, 2002; dalam Lukitasari 2013). Berdasarkan data yang didapat dari Endro Priherdityo, CNN Indonesia pada Sabtu 15 Februari 2020 sebuah laman pencari kerja Jobstreet melakukan survei terhadap 4.331 responden selama Desember 2015 hingga Januari 2016 untuk melihat kepuasan karyawan di perusahaan tempatnya bekerja.

Hasil survei tersebut menyatakan lebih dari 77 persen karyawan mengaku tidak puas dengan tunjangan dan fasilitas yang diberikan. Karyawan menuntut tunjangan sebagai faktor utama

(3)

pendukung pekerjaanya. Bentuk tunjangan yang diberikan antara lain konsumsi, periode cuti berkala, liburan atau transportasi. Lalu, 83,94% responden menganggap bahwa perusahaan tidak menganggap prestasi seorang pegawai sebagai faktor pertimbangan agar mereka mendapatkan tunjangan tambahan. Kemudian dari data International Labour Organization angkatan kerja dunia pada tahun 2022 berjumlah 3,53 miliar. 2,14 miliar adalah laki-laki, dan 1,39 miliarnya adalah perempuan. Hal tersebut menandakan bahwa partisipasi perempuan dalam dunia kerja saat ini cukup besar. Diperkuat dengan riset oleh Jobplanet (2016) yang dilakukan pada 45.650 responden yang bekerja sebagai karyawan yang tersebar di Indonesia, diperoleh hasil tingkat kepuasan karyawan pria lebih tinggi terhadap pekerjaannya yaitu sebesar 3,43; sedangkan tingkat kepuasan karyawan wanita sedikit lebih rendah dibawah pria yaitu sebesar 3,42 dari nilai tertinggi 5,0. Sehingga penelitian ini berfokus pada karyawan wanita.

Berdasarka hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 6-8 April 2022 pada karyawan wanita PT. X di Kota Temanggung dengan aspek-aspek kepuasan kerja dari Spector (2013) diketahui sebanyak 7 dari 10 karyawan wanita kepuasan kerjanya rendah. Dimana karyawan merasakan promosi jabatan belum berjalan sesuai prosedur, karyawan merasa bahwa supervisi belum bisa memecahkan permasalahan, karyawan belum mendapatkan penghargaan ketika telah bekerja sesuai target, kemudian gaji atau imbalan yang diterima juga belum sesuai dengan kualitas kerja, keterbatasan perlengkapan kerja yang membuat karyawan tidak dapat memaksimalkan pekerjaan, terbebani oleh pekerjaan yang seharusnya dilakukan karyawan lain, dan komunikasi serta rekan kerja yang masih terdapat hambatan. Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa kepuasan kerja pada karyawan wanita PT. X cenderung rendah.

Menurut Spector (dalam Yuliana & Yuniasanti, 2013) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang terbagi menjadi 2 kategori besar, yaitu: (1) Lingkungan kerja serta faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan dan memiliki pengaruh penting pada kepuasan kerja, seperti: Karakteristik pekerjaan, Ketidakleluasaan dalam organisasi, konflik kerja-keluarga, Stres Kerja, Beban kerja. (2) Faktor individu yang dibawa oleh seseorang ke pekerjaannya, seperti: jenis kelamin, usia, pendidikan. Berdasarkan faktor-faktor di atas, peneliti memilih konflik pekerjaan-keluarga sebagai salah satu faktor dari variabel kepuasan kerja pada karyawan yang akan diteliti.

Konflik pekerjaan-keluarga adalah konflik yang terjadi pada individu akibat menanggung peran ganda baik dalam pekerjaan (work) maupun keluarga (family), di mana karena waktu dan perhatian terlalu tercurah pada satu peran saja di antaranya (biasanya pada peran dalam dunia kerja), sehingga tuntutan peran lain (dalam keluarga) tidak bisa dipenuhi secara optimal (Greenhaus dan Beutell, 1985). Karyawan wanita yang telah menikah dan mempunyai anak memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih berat daripada wanita yang

(4)

belum menikah (Kusuma & Budiani, 2017). Ketika seseorang menjalankan peranan dalam keluarganya, seperti harus mengurus suami, menyiapkan makan, menjemput anak sekolah, mengurus anak sakit dan sebagainya, disisi lain wanita dengan peran ganda juga mendapatkan desakan karena tuntutan kerja dalam perusahaan yang disebut dengan Work to Family Conflict atau konflik pekerjaan-keluarga (Hao et al., 2016). Hal ini diperkuat oleh penelitian Soeharto (2010) dimana hasil penelitian mengungkapkan bahwa konflik kerja-keluarga menyebabkan penurunan atas perasaan dan sikap individu mengenai pekerjaannya sehingga berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui

“apakah ada hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawan wanita PT. X di Kota Temanggung ?”

METODE

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengungkap variabel-variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah alat ukur psikologi yaitu skala. Skala adalah kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2015). Metode skala digunakan karena data yang diungkap berupa konstruk psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian dan pernyataan pada skala adalah stimulus yang tertuju pada indikator perilaku serta bertujuan untuk merangsang subjek agar dapat mengungkapkan keadaan dirinya. Metode penskalaannya menggunakan skala likert menurut Sugiyono (2017) adalah “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan (Sugiyono, 2017).

Skala ini berisikan seperangkat pernyataan yang merupakan pendapat dari subyek penelitian. Terdapat dua kelompok aitem dalam skala psikologi, yaitu favorable dan unfavorable. Aitem favorable merupakan aitem yang mendukung atribut yang diukur.Menurut Azwar (2018) aitem-aitem skala berupa pernyataan dapat ditulis dalam salahsatu dari kedua arah yang tersebut. Dalam membuat aitem respon favorable diperbolehkan jika berisi konsep keperilakuan yang sesuai atau mendukung atributyang diukur. Untuk keperluan analisis kuantitatif skala likert memiliki empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skor skala likert yaitu dengan menggunakan

(5)

rentang skor 1 sampai 4 dengan pilihan Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk pertanyaan favorable memiliki skor 4 untuk pernyataan Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk pernyataan Sesuai (S), skor 2 untuk pernyataan Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk pernyataan Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan pada pernyataan unfavorable memiliki skor 1 untuk pernyataan Sangat Sesuai (SS), skor 2 untuk pernyataan Sesuai (S), skor 3 untuk pernyataan Tidak Sesuai (TS), dan skor 4 untuk pernyataan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala konflik pekerjaan-keluarga, dan skala kepuasan kerja. Batasan kriteria koefisien korelasi aitem total (rxy) yang dipakai adalah 0,30. Setelah itu, dilanjutkan dengan uji reliabilitas, Azwar (2012) menyatakan bahwa pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya atau tidak dapat dipercaya. Menurut Azwar (2015) pengukuran dapat dipercaya atau tidak dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang berada dalam rentang angka dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi (mendekati 1,00) maka semakin tinggi reliabilitasnya, begitu pula sebaliknya, koefisien yang mendekati angka 0 maka reliabilitasnya semakin rendah.

Skala kepuasan kerja terdiri dari 34 aitem dengan indeks daya beda bergerak dari rentang 0,325 - 0,695 dengan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,940. Dengan demikian skala kepuasan kerja merupakan pengukuran yang reliabil. Skala konflik pekerjaan-keluarga terdiri dari 18 aitem yang bergerak dari rentang 0,322 – 0,702 dengan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,846. Dengan demikian skala kepuasan kerja merupakan pengukuran yang reliabil.

Dengan demikian skala konflik pekerjaan-keluarga merupakan pengukuran yang reliabil.

Berdasarkan data reliablitas kedua variabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel yaitu kepuasan kerja dan konflik pekerjaan-keluarga tersebut valid dan reliabil sehingga layak digunakan dalam penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada hubungan antara konflik pekerjaan- keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawan wanita PT. X di Kota Temanggung.

Berdasarkan analisis korelasi product moment (pearson correlation) menunjukan bahwa koefisien korelasi sebesar (rxy) = - 0,445 dengan p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konflik pekerjaan-keluarga maka semakin rendah kepuasan kerja pada karyawan wanita, sebaliknya jika semakin rendah konflik pekerjaan-keluarga maka semakin tinggi kepuasan kerja pada karyawan wanita. Hal ini selaras dengan hipotesis yang telah diajukan oleh peneliti, bahwa

(6)

terdapat hubungan negatif antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja, sehinngga hipotesis yang yelah dirumuskan dapat diterima.

Konflik pekerjaan-keluarga merupakan salah satu variabel yang memiliki sumbangan negatif terhadap kelpuasan kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Endah & Aulia (2017) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawan wanita yang sudah berkeluarga. Adapun aspek-aspek dari konflik pekerjaan-keluarga menurut Greenhaus &

Beutell (1985 yaitu Time-based conflict, Strain-based Conflict, dan Behavior-based conflict.

Dalam aspek Time-based conflict, konflik yang timbul pada karyawan wanita merupakan akibat adanya ketidakseimbangan waktu yang dihabiskan oleh masing-masing peran. Hal ini dapat terjadi ketika terdapat tuntutan permintaan waktu pada satu peran, namun peran lain menuntut partisipasi yang maksimal. Sekaran (dalam Almasitoh, 2011) mengatakan bahwa salah satu faktor dalam konflik pekerjaan-keluarga adalah waktu yang dihabiskan baik untuk keluarga maupun pekerjaan.

Dalam aspek Strain-Based Conflict, konflik yang terjadi adalah tekanan yang berawal dari tuntutan satu peran kemudian berdampak pada peran lain yang menyebabkan penurunan kualitas hidup dari peran tersebut. Almasitoh (2011) mengatakan bahwa seorang karyawan wanita yang telah berkeluarga akan berperan sebagai seorang ibu dan istri, ia juga berperan sebagai pencari nafkah, sehingga peran ganda ini sangat riskan dengan konflik karena cenderung memprioritaskan salah satu tuntutan dalam peran, sehingga konflik yang dialami merupakan faktor pemicu kepuasan kerja. Dengan demikian karyawan wanita yang mengemban dua peran akan sulit untuk menyeimbangkan peran antara pekerjaan dan peran keluarga tersebut sehingga terjadilah konflik pekerjaan keluarga.

Dalam aspek Behavior-Based Conflict merupakan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua peran baik pekerjaan maupun keluarga. Seperti yang dikemukakan oleh (Geurts & Demerouti, 2003) aspek Behavior-Based Conflict disebabkan terbawanya sikap atau cara memperlakukan diri pada anggota keluarga dari kebiasaan, budaya dan perilaku yang dihadapi di organisasi lingkungan kerja ke lingkungan keluarga. Dalam penelitian Cooper dkk. (dalam Robins & Judge, 2016) menunjukkan bahwa responden yang memiliki peran ganda kemudian dalam peran tersebut terjadi konflik secara konsisten maka dapat memberikan dampak negatif pada kepuasan kerja.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.198, hal tersebut menunjukkan bahwa variabel konflik pekerjaan-keluarga memiliki

(7)

kontribusi sebesar 19,8% pada kepuasan kerja, sisanya 80,2% dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti karakteristik pekerjaan, faktor dalam organisasi (Organisational Constraints), stres kerja, beban kerja, dan faktor individu. Penelitian ini menunjukkan hasil kategorisasi skala kepuasan kerja yaitu kategori tinggi sebesar 3,53% (4 subjek), kategori sedang 57,52% (65 subjek), dan kategori rendah 38,93% (44 subjek). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas karyawan wanita pada PT. X memiliki kepuasan kerja yang cenderung sedang ke rendah. Selanjutnya berdasarkan hasil kategorisasi konflik pekerjaan-keluarga yaitu kategori rendah sebesar 6,20% (7 subjek), kategori sedang 64,60% (73 subjek), dan kategori tinggi 29,20% (33 subjek). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan pada PT. X di Kota Temanggung memiliki memiliki kepuasan kerja yang cenderung rendah dan konflik pekerjaan- keluarga yang tinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawan wanita PT. X di Kota Temanggug.

Saran yang diberikan pada subjek penelitian yaitu disarankan untuk lebih menaikkan kepuasan kerja dan menurunkan konflik pekerjaan-keluarga, karena konflik pekerjaan-keluarga yang positif berkorelasi negatif dengan kepuasan kerja. Kemudian saran untuk peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian sejenis atau mengembangkan penelitian ini diharapkan untuk dapat meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang tidak diteliti dalam penelitian ini, dikarenakan melihat dari hasil penelitia ini sumbangan konflik pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja hanya sebesar 19,8%.

DAFTAR PUSTAKA

Adha, S., Wandi, D., & Susanto, Y. (2019). Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Kabupaten Pandeglang. Jurnal Ekonomi Vokasi, 2(1), 61-72.

Almasitoh, U. H. (2011). Stres kerja ditinjau dari konflik peran ganda dan dukungan sosial pada perawat. Psikoislamika: Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam, 8(1).

Amanda, A. S., & Mujiasih, E. (2018). Hubungan Antara Konflik Pekerjaan-Keluarga Dengan Kepuasan Kerja Pada Perawat Wanita Yang Sudah Berkeluarga Di Rumah Sakit Swasta X Kota Semarang. Jurnal Empati, 6(4), 163-168.

Ammiriel, P.K.,Purwanto, .Y., & Yuwono, S. (2007). Hubungan Work-Family Conflict dengan Kepuasan Kerja pada Karyawati berperan Jenis Kelamin Androgini di PT. Tiga Putera

(8)

Abadi Perkasa Cabang Purbalingga.Indigenous Jurnal Ilmiah Berskala Psikologi. 9(2), 1- 13.

Anggasetyani, E. (2021). Hubungan Antara Locus Of Control Internal Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawan Hotel X Wilayah Lagoi Bintan Kepulauan Riau (Doctoral dissertation, Universitas Mercu Buana Yogyakarta).

As’ad, M. (2004). Psikologi Industri (4th ed.). Yogyakarta: Liberty.

Azwar, S. (2015), Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Dhamayanti, R. (2006). Pengaruh konflik keluarga-pekerjaan, keterlibatan pekerjaan, dan tekanan pekerjaan terhadap kepuasan kerja karyawan wanita studi pada nusantara tour &

travel kantor cabang dan kantor pusat Semarang. Jurnal Studi Manajemen Organisasi, 3(2), 93-107.

Setiawan, D. (2019). Hubungan Antara Konflik Pekerjaan Keluarga Dengan Stres Kerja Pada Tenaga Medis Wanita Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Gamping (Doctoral dissertation, Universitas Mercu Buana Yogyakarta).

Dugan, A.G. (2012). Understanding the roles of subjective and objective aspects of time in the work-family interface. Community, Work, and Family. 15(2), 149-172.Ermawati, S.

(2016). Peran Ganda Wanita Karier (Konflik Peran Ganda Wanita Karier Ditinjau dalam Perspektif Islam). Jurnal EDUTAMA. 2(2), 59-69.

Eriyanti, L. D. (2017). Pemikiran Politik Perempuan Nahdlatul Ulama (NU) dalam Perspektif Feminisme: Penelusuran Pemikiran Mainstream dan Non- Mainstream. JSP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik), 20(1), 69–83.

Geurts, S. A. E., & Demerouti, E. (2003). Work/non-work interface: A Review of theories and findings. In M. J. Schabracq, J. A. M. Winnubst, & C. L. Cooper (Eds.), The handbook of work and health psychology (pp. 279–312). New York: Wiley.

Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. 1985. Sources of conflict between work and family roles.

Academy of Management Review, 10(1), 76-88.

Hadi, S. (2015). Statistika. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hao, J., Wang, J., Liu, L., Wu, W., & Wu, H. (2016). Perceived Organizational Support Impacts on the Associations of Work-Family Conflict or Family- Work Conflict with Depressive Symptoms among Chinese Doctors, 1–13.

Hasanah, S. F. (2017). Work Family Conflict Pada Single Parent. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 1(2), 381-398.

Kusuma, K. Y., & Budiani, M. S. (2017). Hubungan Konflik Peran Ganda Dan Stres Kerja Dengan Komitmen Organisasi Karyawati Yang Berumah Tangga. Character Psychology, 6g.

Lukitasari, O. (2014). Hubungan antara Kepemimpinan Transformasional dengan Kepuasan Kerja pada Tenaga Kerja PT. Hikmah Jaya Putra (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

(9)

Luthan, F., (2005).Organizational Behavior.Mc Graw-Hill Book Co-Singapore, Singapura.

Naeem, Ayesha T., Freeha Ihsan dan Zahid Mahmood. (2014). The study of organizational justice, violation of psychological contract and its effect on job satisfaction in Paints Industry of Pakistan. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. Vol. 4. No. 12. pp. 244-251.

Nasir, Nasir, and Lilianti Lilianti. "Persamaan hak: partisipasi wanita dalam pendidikan."

Didaktis: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan 17.1 (2017).

Noor,M.N.(2002). Work-Family Conflict, Locus of Control, and Women`s Well-Being: Tests of Alternative Pathways. The Journal of Social Psychology. 142.5.645-662

Robbins, S. (2012). Perilaku Organisasi, Konsep Kontroversi dan Aplikasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Pratama. (2009). Hubungan Konflik Kerja Keluarga dengan Kepuasan Kerja pada Wanita Bekerja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta: Universitas Indonesia.

Priansa, Donni Juni, (2014). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.Bandung:

Alfabeta.

Rahmadita, I. (2013). Hubungan Antara Konflik Peran Ganda dan Dukungan Sosial Pasangan Dengan Motivasi Kerja Pada Karyawati. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi.

Ranupandojo, H., & Husan, S. (2002) Manajemen Personalia (4th ed.) Yogyakarta : BPFE UGM.

Richard L. Hughes, Robert C. Ginnett, Gordon J. Murphy. 2012. Leadership: Memperkaya Pelajaran dari Pengalaman, edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2018). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Rosita, S. (2012). Pengaruh konflik peran ganda dan stress kerja terhadap kinerja dosen wanita di Fakultas Ekonomi Universitas Jambi. Manajemen Bisnis, 2(2).

Siagian,S.P (2000). Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Soeharto T.N.E.D. (2010). Konflik Pekerjaan-Keluarga dengan Kepuasan Kerja: Metaanalisis.

Jurnal Psikologi.37(1), 189-194

Spector ,P.E (1996). Industrian and Organizational psychology , research and practice. USE : John Wiley & Sons Inc.

Referensi

Dokumen terkait

adalah menyajikan pemikiran yang dapat memperkaya kemungkinan pilihan dalam kebijakan dan mencari jalan keluar. Salah satu caranya adalah melalui berita. Dalam surat

Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitian ini secara umum dapat disimpulkan bahwa, terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif Tebak Kata terhadap

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwakemampuan pemecahan masalah mahasiswa PGSD FKIP Universitas Riau pada pecahan melalui pendekatan model

Model pembelajaran kooperatif tentunya juga perlu teknik pembelajaran yang bervariasi untuk mengurangi kejenuhan anak dalam belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai

Sebelum menentukan biaya dan waktu Optimum, harus dilakukan iterasi terlebih dahulu yang dimulai dengan mengetahui berapa cost slope terendah pada lintasan kritis dengan

Hubungan itu menyatakan bahwa teknik merupakan hasil dari (pelaksanaan) suatu metode yang selalu konsisten dengan pendekatan. Pendekatan bersifat aksiomatik, metode

3.1.1 mengidentifikasi ruang lingkup biologi berdasarkan objek dan permasalahannya pada berbagai tingkat organisasi kehidupan 3.1.2 menjelaskan cabang- cabang ilmu biologi

Berkaian dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chen (2011) terhadap pelajar bahasa Mandarin di Indonesia, dia menyebutkan bahwa penggunaan kata bantu le dan