• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS XI SMK NEGERI 3 TANJUNGPINANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS XI SMK NEGERI 3 TANJUNGPINANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

536

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS PESERTA DIDIK KELAS XI SMK NEGERI 3 TANJUNGPINANG

Teguh Budiwiyono

Prodi Pendidikan Profesi Guru, IAIN Palangka Raya Email : abuhafid206@gmail.com

ABSTRAK

Era revolusi industri 4.0 mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan di dunia pendidikan dengan meluncurkan Kurikulum Merdeka Belajar yang bertujuan untuk mencetak Profil Pelajar Pancasila yang salah satu dimensinya adalah bernalar kritis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) bisa meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Lebih jauh lagi, penelitian ini juga bertujuan untuk mengungkap bagaimana PBL bisa berkontribusi dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Penelitian ini menggunakan Problem Based Learning dan Critical Thinking sebagai landasan teori untuk melihat konstruksi berpikir kritis melalui PBL. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SMK Negeri 3 Tanjungpinang dengan menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumen sebagai teknik pengumpulan data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi berpikir kritis peserta didik dapat diamati dalam setiap tahap PBL seperti: (1) orientasi pada masalah, (2) mengorganisasi peserta didik, (3) membimbing peserta didik, (4) mempresentasikan hasil diskusi, dan (5) menganalisis proses pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBL berpotensi meningkatkan kemampuan berpikir kritis melaluui proses deep learning yang mendorong peserta didik untuk berpikir inovatif, kreatif, dan kontekstual. PBL juga mengasah kemampuan komunikasi dan kolaborasi peserta didik serta mendorong mereka untuk mempunyai pemikiran yang terbuka

Kata Kunci : Problem Based Learning, Berpikir Kritis, Model Pembelajaran

PENDAHULUAN

(2)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

537

Era revolusi industri 4.0 ini mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan di dunia pendidikan guna mendukung perkembangan zaman. Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Kurikulum Merdeka Belajar yang bertujuan untuk mencetak peserta didik yang berkarakter nilai-nilai Pancasila yang dikenal sebagai Profil Pelajar Pancasila.

Profil Pelajar Pancasila berperan sebagai referensi utama yang mengarahkan kebijakan pendidikan dan menjadi acuan untuk para pendidik dalam membangun karakter serta kompetensi peserta didik. Profil Pelajar Pancasila sebagaimana tertuang dalam keputusan Badan Standarisasi Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BKSKAP) No 009/H/KR/2022 memuat enam dimensi karakter Peajar Pancasila yang terdiri dari: (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; (2) berkebinekaan global;

(3) bergotong royong; (4) mandiri; (5) bernalar kritis; dan (6) kreatif.

Sebagai salah satu dimensi dalam Profil Pelajar Pancasila, bernalar kritis diharapkan dapat mencetak peserta didik yang mampu secara obyektif memproses informasi, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisa informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya (Mulyana, 2022).

Dengan berpikir kritis, seperti yang dikatakan Basham et.al., (2011), peserta didik didorong untuk mengasah berbagai kemampuan untuk memahami argumen, mengevaluasi, mengembangkan dan mepertahankan argumen. Senada dengan hal ini, Duron et.al, (2006, dalam Nuryanti, Zubaidah & Diantoro, 2018; Murti, 2012) menambahkan bahwa pemikir kritis mampu menganalisis dan mengevaluasi informasi, memunculkan pertanyaan dan masalah yang vital, berpikiran terbuka, serta mengomunikasikannya dengan efektif. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis yang terasah dengan baik dapat memperkecil risiko untuk pengambilan keputusan salah (Basham et.al., 2011; Butterworth &

Thwaites, 2013).

Mengingat pentingnya kemampuan berpikir kritis, hasil pra penelitian menunjukkan permasalahan terkait kemampuan berpikir kritis pada peserta didik. Hal tersebut terlihat pada saat proses pembelajaran berlangsung, bahwa peserta didik cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Permasalahan ini dikuatkan dengan hasil observasi pendahuluan yang menunjukkan bahwa peserta didik hanya mencatat tanpa ada respon balik terhadap apa yang disampaikan guru. Ketika menjawab pertanyaan yang diajukan guru, peserta

(3)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

538

didik cenderung menjawab dengan singkat tanpa memberi argumen tambahan yang memadai. Disamping itu, peserta didik juga kurang percaya diri ketika menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Terkait pentingnya kemampuan berpikir kritis serta permasalahan terkait cenderung rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik di tempat penelitian berlangsung, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Salah satu upaya untuk meningkatkan cara berpikir kritis peserta didik, dapat dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) (Ardiyanti, 2016; Assegaf & Sontani, 2016; Indrasari, 2016; Yulianti & Gunawan, 2019; Husin, Harun & Shukor, 2019).

PBL adalah salah satu model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai basis atau landasan untuk membangun kemampuan berpikir kritis peserta didik (Ardiyanti, 2016). Dalam PBL, peserta didik dihadapkan pada suatu masalah yang menjadi basis pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok (Rhem, 1998 dalam Yuan et.al.,2008). Melalui PBL, peserta didik didorong untuk membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama (Esema,Susari, &

Kurniawan, 2012). Hal ini juga menyiratkan bahwa PBL juga menganut paham konstruktivisme dimana peserta didik didorong untuk memahami konsep dari sesuatu yang mereka konstruksikan sendiri (Dolman & Schmidt, 1996).

Berpijak pada argumen terkait potensi penerapan PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Meneliti apakah model pembelajaran PBL bisa meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis

2. Meneliti bagaimana PBL bisa berkontribusi dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan permasalahan-permasalahan di lingkungan menjadi sebuah konteks belajar tentang critical thinking (berpikir kritis) dan problem solving (pemecahan masalah), dan menghubungkan masalah tersebut dengan materi pembelajaran. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Rhem (dalam Esema, Susari,

& Kurniawan, 2012: 1; Khotimah, 2020: 1) yang mendefinisikan PBL adalah sebuah pembelajaran yang diawali dengan masalah yang diberikan pada peserta didik. Sementara itu, Duch (dalam Ardiyanti 2016: 2; Trianto, 2011: 90) mengemukakan bahwa PBL merupakan metode pendidikan yang mendorong

(4)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

539

siswa mengenal cara belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah dalam dunia nyata. Melalui PBL, peserta didik didorong untuk secara aktif berpikir, berkomunikasi, mencari, mengolah data dan menarik simpulan untuk menyelesaikan permasalahan yang nyata dengan langkah-langkah sistematis (Sanjaya, 2012: 214).

Secara teknis, David Johnson & Johnson (dalam Sanjaya, 2012: 217) dan Ibrahim (dalam Trianto, 2011:98) menyatakan bahwa PBL memuat langkah- langkah pembelajaran sebagai berikut: (1) Orientasi pada masalah: merumuskan masalah; (2) Mengorganisasi peserta didik untuk belajar; (3) Membimbing peserta didik dalam proses diskusi; (4) Mempresentasikan hasil diskusi pembelajaran; (5) Menganalisis proses pembelajaran.

CRITICAL THINKING

Critical thinking mencakup kemampuan untuk memahami “the deeper meaning of problems, keeping an open mind about different approaches and perspectives, not accepting on faith what other people and books tell you, and thinking reflectively rather than accepting the first idea that comes to mind” Santrock (1998 dalam Desmita, 2011: 153). Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis akan berdampak pada cara berpikir yang logis, reflektif, dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang baik (Desmita, 2011: 153).

Sejalan dengan pendapat tersebut, Splitter (1991 dalam Indrasari, 2016: 15) mengemukakan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengkonstruksi argumen serta mampu memecahkan masalah dengan tepat. Dengan demikian, merujuk pada beberapa definisi berpikir kritis tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk memahami permasalahan dari beberapa sudut pandang, terbuka dalam menerima perubahan dan perbedaan serta bisa memfilter informasi dengan baik dan bersikap reflektif, mengkonstruksi argumen dan mampu memecahkan masalah dengan baik.

Indikator kemampuan berpikir kritis sebagaimana dikemukakan oleh Wartono dkk (2018, dalam Jasiah dkk, 2022: 2), Pierce (dalam Desmita, 2011: 154) meliputi kemampuan: (1) Merumuskan pokok-pokok permasalahan; (2) Mengungkapkan fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah; (3) Memilih atau membuat alasan / argumen yang logis, rasional, relevan dan akurat dalam pemecahan sebuah masalah; (4) Mendeteksi bias dari sudut pandang yang berbeda; (5) Menentukan/membuat keputusan yang reflektif dan memahami

(5)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

540

akibat dari suatu keputusan yang diambil; (6) Memberi penilaian mengenai yang harus dan yang tidak harus dilakukan dan dipercayai; (7) melakukan analisis mendalam terhadap suatu informasi, dan akan lebih sering melakukan evaluasi.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di kelas XI Teknik Elektronika Industri SMK Negeri 3 Tanjungpinang. Lebih jauh lagi, penelitian ini bertujun untuk melihat penerapan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Disamping itu, penelitian ini juga akan mengkaji lebih dalam terkait bagaimana PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik dalam mengumpulkan data, yaitu: observasi, wawancara dan studi dokumen yang bertujuan untuk mendapatkan “a better, more substantive picture of reality” (Berg, 2007:5) terkait pelaksanaan pembelajaran PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan seperti yang disarankan Tampubolon (2014: 29) yang terdiri dari: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi terhadap proses tindakan, dan (4) evaluasi/refleksi terhadap tindakan.

HASIL PENELITIAN

Bagian ini memaparkan dengan rinci tentang pemaparan hasil penelitian di Siklus 1 dan Siklus 2.

Hasil Penelitian Siklus 1

Hasil analisis dokumen berupa Rencana Program Pembelajaran (RPP) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat terdeteksi pada kegiatan inti, yaitu: (1) mengorganisasi peserta didik, (2) membimbing peserta didik, (3) mempresentasikan hasil diskusi pembelajaran

Senada dengan hasil analisis dokumen, hasil observasi menunjukkan bahwa konstruksi berpikir kritis melalui PBL dalam Siklus 1 dapat diamati dalam langkah-langkah model pembelajaran PBL, yaitu pada saat guru mengorganisasikan peserta didik, membimbing peserta didik, dan

(6)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

541

mempresentasikan hasil diskusi. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan PBL dapat mendorong berlangsungnya “deep learning” (Greening, 1998) yang bisa digunakan untuk mengkonstruksi kemampuan berpikir kritis peserta didik. Kemampuan berpikir kritis mutlak diperlukan dalam pembelajaran abad 21 yang mensyaratkan kemampuan yang mencakup beberapa skill 4 C, yaitu Critical Thinking and Problem Solving, Creativity and Innovation, Communication and Collaboration (Jasiah, 2022: 1).

Meskipun begitu, hasil analisis data observasi menunjukkan bahwa tahap orientasi masalah terlalu didominasi oleh guru. Peserta didik tidak mempunyai aktifitas yang mendukung aktifitas critical thinking peserta didik. Disamping itu, hasil observasi juga menunjukkan bahwa tidak semua peserta didik aktif dalam melakukan diskusi dalam proses mengidentifikasi masalah.

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan beberapa peserta didik dan guru kolaborator. Hasil wawancara dengan peserta didik menunjukkan bahwa mereka kurang percaya diri untuk berbicara di depan umum. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Aulia dan Farhan sebagai berikut.

Kami malu Pak…nggak biasa bicara di depan umum (Aulia)

Nggak Pak…malu Pak…takut salah (Farhan)…nggak PD (percaya diri) aja (Farhan)

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, hasil wawancara dengan guru kolaborator menunjukkan bahwa tidak munculnya interaksi aktif dengan peserta didik di tahap orientasi masalah disebabkan peserta didik tidak diberikan kesempatan untuk berpendapat ketika video dipresentasikan. Hal ini dapat dilihat dari wawancara dengan Pak Faizal sebagai berikut.

Kalau menurut saya, ketika orientasi masalah, Bapak lebih mendominasi di tahap ini. Mungkin sebaiknya pas waktu video diputar, Bapak bisa jeda videonya, kemudian Bapak bisa bertanya kepada anak-anak. …jadi anak-anak bisa explore masalahnya lebih banyak. Jadi anak-anak aktif (Pak Faizal)

Dengan mendorong peserta didik untuk aktif terlibat dalam mengkonstruksi masalah, diharapkan peserta didik akan familiar dengan permasalahan yang timbul serta alternatif pemecahannya sehingga mereka akan lebih percaya diri untuk proses identifikasi masalah, mencari solusinya dan kemudian mempresentasikannya.

Lebih jauh lagi, hasil dokumen analisis menunjukkan bahwa aktifitas yang mendorong berpikir kritis peserta didik terdapat dalam kegiatan diskusi kelompok yang muncul di rangkaian kegiatan pembelajaran PBL dalam tahapan mengorganisasi peserta didik dalam belajar dan membimbing peserta didik

(7)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

542

dalam diskusi. Hal ini memungkinkan peserta didik untuk mengasah kemampuan communication and collaboration (Jasiah, 2022: 1) yang direalisasikan dalam kegiatan belajar kelompok sehingga peserta didik dapat mengasah keahlian mereka untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan berargumen terhadap isu dalam pembelajaran.

Meskipun begitu, hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian peserta didik tidak aktif dalam diskusi kelompok. Berkenaan dengan kondisi peserta didik yang sebagian tidak aktif dalam proses diskusi kelompok, hal ini mungkin dikarenakan peserta didik kurang begitu memahami materi yang menjadi bahan diskusi. Untuk mengatasi hal tersebut, hasil diskusi dengan guru kolaborator memutuskan untuk memperbaiki aktifitas dalam proses diskusi kelompok.

Dalam diskusi kelompok, seperti yang disarankan Greening (1998), peserta didik perlu diberikan scaffolding yang memadai untuk membantu mereka dalam proses menemukan solusi dari permasalahan-permasalan yang muncul. Dalam hal ini, scaffolding yang bisa diberikan salah satunya dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan pemantik yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik (Tawfik & Kolodner, 2006; Belland & Evidence, 2017, dalam Pucangan, Handayanto, & Wisoso, 2018).

Dalam tahapan membimbing peserta didik, peserta didik didorong memanfaatkan teknologi informasi yang digunakan untuk mengumpulkan data untuk mencari solusi dari permasalahan yang dibahas. Pemanfaatan teknologi informasi ini senada dengan profil pelajar abad 21 yang menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi (Wijaya; Sudjimat; Nyoto, 2016: 4). Lebih jauh lagi, pemanfaatan teknologi informasi ini mendukung konstruksi kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan cara membuka cakrawala berpikir sehingga mereka mempunyai “an open mind about different approaches and perspectives”

Santrock (1998 dalam Desmita, 2011: 153) sehingga mereka akan mempunyai pemikiran yang terbuka yang akan di refleksikan dalam sikap moderasi dalam kehidupan mereka sehari-hari seperti yang diamanatkan KBSKAP No 009/H/KR/2022 tentang Profil pelajar Pancasila (lihat Bab 1, hal.1).

Selanjutnya, sesuai dengan sintak dalam PBL, tahapan mempresentasikan hasil diskusi pembelajaran mendukung kemampuan peserta didik untuk mengasah kemampuan “Communication” (Jasiah, 2022: 1) yang dilakukan dengan membuat alasan / argumen yang logis, rasional, relevan dan akurat dalam pemecahan sebuah masalah Pierce (dalam Desmita, 2011: 154).

Akan tetapi, data penelitian menunjukkan bahwa tidak semua kelompok terlibat aktif dalam diskusi. Beberapa kelompok hanya mendengarkan paparan dari kelompok yang lain tanpa mengajukan pertanyaan ataupun melakukan

(8)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

543

penyanggahan. Untuk mengatasi hal tersebut, guru disarankan untuk menyamakan permasalahan yang harus didiskusikan. Hal ini bisa dilihat dalam hasil wawancara dengan guru kolaborator.

Kurang tahu ya Pak. Mungkin karena permasalahan mereka berbeda-beda.

Jadi mereka bingung mau komentar apa…karena mereka nggak menguasai permasalahan. Jadi mungkin kedepannya permasalahan dibuat sama saja.

Jadi anak-anak bisa lebih banyak informasi tentang sesuatu masalah.

Mereka bisa saling bertukar pikiran (Bu Woro)

Kondisi ini akan mempermudah peserta didik untuk mengomentari kelompok lain ataupun menyanggah argument kelompok lain. Hal ini dikarenakan semua peserta didik berangkat dari permasalahan yang sama, tetapi mereka menggali permasalahan dari sudut pandang dan sumber yang berbeda. Berangkat dari perbedaan sudut pandang tersebut maka akan timbul

“Bias” (Pierce dalam Desmita, 2011: 154) yang merupakan point penting dalam melatih keterampilan berpikir kritis peserta didik.

Berpijak pada hasil analisis data pada siklus 1, dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan perbaikan dalam pembelajaran PBL. Perbaikan pertama adalah melibatkan peserta didik dalam orientasi masalah. Perbaikan kedua dilakukan dengan cara menyamakan permasalahan dalam sesi diskusi kelompok.

Perbaikan ketiga guru memberikan scaffolding berupa pertanyaan-pertanyaan pemantik. Perbaikan terakhir yang dilakukan dalam pembelajaran ini adalah dengan melibatkan peserta didik dalam melakukan analisis proses pembelajaran. Hasil perbaikan dalam Siklus 1 ini dibahas dalam pemaparan hasil Siklus 2.

Hasil Penelitian Siklus 2

Berbeda dengan Siklus 1, hasil analisis dokumen menunjukkan bahwa di Siklus 2 keterampilan berpikir kritis peserta didik bisa terdeteksi di semua sintak dalam PBL yaitu: (1) orientasi pada masalah, (2) mengorganisasi peserta didik, (3) membimbing peserta didik, (4) mempresentasikan hasil diskusi pembelajaran, (5) menganalisis proses pembelajaran.

Hasil observasi dari guru kolaborator dan peneliti menunjukkan adanya peningkatan kemunculan indikator berpikir kritis pada Siklus 2. Hasil observasi pada Siklus 2 menunjukkan bahwa peserta didik lebih antusias dan aktif dalam mengikuti jalannya pembelajaran. Peserta didik juga terlihat lebih santai dan menikmati pembelajaran, terutama ketika diberika ice breaking berupa game

“Follow Me” yang ditujukan untuk menyegarkan suasana pembelajaran dan

(9)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

544

mengambil nilai-nilai di dalam ice breaking yang dihubungkan dengan materi pembelajaran.

Disamping itu, hasil observasi juga menunjukkan bahwa peserta didik lebih terbuka dalam berinteraksi baik dengan guru ataupun sesama teman. Hal ini bisa diamati Ketika guru memberikan scaffolding berupa pertanyaan- pertanyaan pemantik, peserta didik terlihat antusias menjawab pertanyaan guru.

Senada dengan hasil observasi, hasil wawancara juga menunjukkan bahwa, di Siklus 2, peserta didik lebih merasa percaya diri. untuk berbicara di depan umum. Hal ini dapat dilihat dari hasil focus group interview dengan beberapa peserta didik.

Lebih santai Pak…jadi lebih enak ngomongnya. Masih agak grogi sih…tapi nggak seperti kemarin. (Aulia)

Lebih percaya diri Pak… kan sudah banyak ngobrolnya tentang itu (diskusi)…jadi bahan untuk ngomongnya lebih banyak (Farhan)

Ketika ditanyakan tentang keaktifan dalam berpartisipasi dalam tahapan diskusi dan memberikan komentar terhadap kelompok lain beberapa siswa mengemukan bahwa mereka lebih bisa mengutarakan pendapatnya karena mereka mempunyai informasi yang mencukupi terkait topik yang didiskusikan.

Lebih nyambung Pak…kan kelompok kami juga membahas hal itu. Kami jadi lebih percaya diri, karena kami sudah kuasai itu (bahan diskusi) (Eka) Perbedaan hasil eksplorasi peserta didik terhadap topik tertentu berpotensi memunculkan “bias” sehingga bisa lebih mengaktifkan peserta didik dalam proses diskusi. Kemunculan bias pendapat tersebut juga merupakan nilai positif untuk mengajarkan peserta didik untuk bisa menghargai pendapat orang lain.

Hal ini terlihat dari hasil diskusi dengan guru kolaborator seperti dibawah ini.

Mungkin karena anak-anak semua searching ya Pak, jadi mereka mendapat informasi yang berbeda-beda. Jadi mereka lebih “kaya” dengan informasi.

Kekayaan ini seperti puzzle yang saling melengkapi satu dengan yang lain.

Ini juga baik untuk anak-anak supaya mereka terbiasa melihat dan mendengar pendapat orang yang berbeda. Jadi mereka bisa lebih menghargai pendapat orang lain. (Bu Woro)

Lebih jauh lagi, terkait terlibatnya anak-anak dalam proses evaluasi terhadap proses pembelajaran, hasil wawancara dengan guru kolaborator menunjukkan bahwa hal tersebut bermanffat untuk mengajarkan peserta didik untuk melakukan evaluasi baik terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.

(10)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

545

Melibatkan peserta didik dalam evaluasi proses pembelajaran menurut saya sangat baik Pak. Anak-anak akan belajar menilai dirinya sendiri dan orang lain. Jadi merekapun bisa belajar untuk lebih fair dalam menilai sesuatu. Mereka juga diajari berpikir, bagaimana emembuat pembelajaran itu menjadi lebih baik (Bu Woro).

Hasil analisis dokumen, data hasil observasi dan juga wawancara menunjukkan bahwa tahapan dalam PBL siklus 2 dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik di setiap sintaknya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa PBL dapat meningatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Konstruksi berpikir kritis peserta didik dapat diamati dalam setiap tahap dalam PBL seperti: (1) orientasi pada masalah, (2) mengorganisasi peserta didik untuk belajar, (3) membimbing peserta didik, (4) membuat atau menyajikan dan mempresentasikan hasil diskusi pembelajaran, dan (5) menganalisis proses pembelajaran.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa PBL memungkinkan untuk menyuguhkan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik sehingga berpotensi menumbuhkan cara berpikir yang “inovatif dan kreatif” (Sanjaya, 2012 :214) serta mengajarkan peserta didik cara berpikir yang kontekstual. Tahapan dalam PBL juga mendorong proses deep learning dan mengasah kemampuan communication and collaboration. Lebih jauh lagi, pemanfaatan teknologi informasi dalam PBL dapat mendukung konstruksi kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan cara membuka cakrawala berpikir sehingga mereka mempunyai “an open mind about different approaches and perspectives” Santrock (1998 dalam Desmita, 2011: 153) sehingga mereka akan mempunyai pemikiran yang terbuka yang akan di refleksikan dalam sikap moderasi dalam kehidupan mereka sehari-hari

DAFTAR PUSTAKA

Ardiyanti, Y. Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Kunci Determinasi, Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol. 5, No.

2, Oktober 2016

Assegaff. A, Sontani. U.T., Upaya meningkatkan kemampuan berfikir analitis melalui model problem based learning (PLB): (Improved ability to

(11)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

546

analytical thinking with a problem based learning model), Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran Vol. 1 No. 1, Agustus 2016,

Basham, Irwin, Nardone, and Wallace. Critical thinking a student’s introduction. New York, NY: McGraw-Hill. 2011

Berg, B. L. Qualitative Research Methods for the Social Sciences. Boston: Pearson Education Inc, 2007.

Butterworth, J.,Thwaites,G. Thinking Skills: Critical Thinking and Problem Solving. Cambridge: Cambridge University Press, 2013.

Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, dan SMA.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Dolmans, D. Schmidt, H. The Advance of Problem -Based Curricula.

Departement of Educational Development and Research, University of Limburg, 6200MD Maastricht Nederlands, 13 Nov 1995.

Esema, D; Susari, E; & Kurniawan, D, Problem-Based Learning, Satya Widya, Vol. 28, No.2. Desember 2012.

Greening,T. Scaffolding for Success in Problem -Based Learning. Medical Education Online, 3:1, 4297, DOI: 10.3402/meo.v3i.4297. 13 Des 2016 Hotimah, H, Penerapan Metode Pembelajaran Problem Based Learning Dalam

Meningkatkan Kemampuan Bercerita Pada Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Edukasi 2020, VII (3).

Hussein, W.N.T.W., Harun, J. Shukor, N.A., Problem Based Learning to Enhance Students Critical Thinking Skill via Online Tools, Asian Social Scince; Vol. 15, No.1; 2019. ISSN 1911-2017, E-ISSN 1911-2025

Indrasari, S.Z. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Peserta Didik Kelas Xi Ipa1 Sma Negeri 2 Masamba, Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar 2016.

Jasiah, Relasi Filsafat Dan Teori Pendidikan, HARATI, Vol. 4 No 08, Juli- Desember 2013

Jasiah. Dkk. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Model Blended Project Based Learning Terintegrasi Keterampilan Abad 21 Berdasarkan Students Skill Level, JIPI 6(3):236-246, 2022

(12)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

547

Mulyana, A.Dimensi, Elemen dan subelemn Profil Pelajar Pancasila. Di akses

Pada 19 September 2022 di

https://www.ainamulyana.com/2022/09/dimensi-elemen-dan-subelemen- profil.html

Murti, B– Seri Kuliah Blok Budaya Ilmiah “ Berpikir Kritis: Critical Thinking”

Institute for Health Economic and Policy Studies (IHEPS)/ Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Nuryanti, L., Zubaidah, S., Diantoro, M. Analisis kemampuan Berpikir Kritis

Siswa SMP. Jurnal Pendidikan. Vol 3, No. 2. Hal 155-158, 2018

Pucangan, A. A. Sg. N. A,. Handayanto, S.K,. Pengaruh Scaffolding Konseptual dalam Problem Based Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. Jurnal Pendidikan;Teori, Penelitian dan Pengembangan, Vol.3 Nomer:10, Oktober 2018.

Redaksi, Sinar Grafika. Undang-Undang Sisdiknas (Sistim Pendidikan Nasional) (UU RI No 20 Th. 2003. Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2011.

Sanjaya, W. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2012

Tampubolon, Saur. Penelitian Tindakan Kelas: Sebagai Pengembangan Profesi Pendidik dan Keilmuan, Jakarta:Penerbit Erlangga, 2014

Tawfik, A.A., Kolodner, J.L, Systematizing Scaffolding for Problem-Based Learning: A View from Case-Based Reasoning. IJPBL Interdisciplinary Journal of Problem_Based Learning Vol. 10/ Publish online Juni 2016 Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: konsep, Landasan

dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Wijaya, E.Y; Sudjimat, D.A; Nyoto, A, Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia Di Era Global, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016 ~ Universitas Kanjuruhan Malang, Volume 1 Tahun 2016

Yuan, H. at.all, Promoting Critical Thinking Skill Throught Problem-Based Learning. CMU.Journal of Soc. Sci. And Human. (2008) Vol 2 (2)

Yulianti, E., Gunawan, I. Model Pembelajaran Based Learning (PBL): Efeknya terhadap Pemahaman Konsep dan Berpikir Kritis, Indonesian Journal of Science and Mathematics Education, DOI:10.24042/IJSME.V213.4366, E- ISSN: 2615-8639, November 2019

(13)

Vol. 2 No.2 Oktober 2022| Seminar Nasional Pendidikan Profesi Guru Agama Islam Tema:

548

Referensi

Dokumen terkait

1. Berdasarkan pembagian ‘urf dari segi jangkauannya, maka Uang Sinayan merupakan suatu tradisi yang bersifat ‘urf al- Khashah yaitu kebiasaan yang berlaku secara

Hipotesis tindakan yang peneliti ajukan adalah adanya peningkatan yang signifikan pada prestasi belajar IPS siswa dengan diterapkannya model pembelajaran Quantum

[r]

Penentuan alternatif SPAM meliputi pemilihan jenis bangunan yang akan digunakan, jalur transmisi yang akan direncanakan, unit pengolahan yang diperlukan dan

kedokteran tidak hanya terbatas pada rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan oleh WMA atau organisasi kesehatan yang lain karena rekomendasi tersebut sifatnya sangat umum

Berdasarkan Tabel 4, secara simultan seluruh variabel dalam penelitian ini, yaitu jumlah benih, luas lahan, tenaga kerja dan jarak laut dengan tambak mempengaruhi produksi

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu profil dari senyawa dalam ekstrak air dan ekstrak etanol herba sambiloto menggunakan KLT, KCKT, KG-SM dengan

Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: (1) gaya bunyi; (2) gaya kata; (3) gaya bahasa; (4) citraan; (5) nilai pendidikan budi pekerti yang