• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN NILAI PATRIOTISME MELALUI MATERI SEJARAH LOKAL GEGER CILEGON 1888: Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMAN 2 Kota Serang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN NILAI PATRIOTISME MELALUI MATERI SEJARAH LOKAL GEGER CILEGON 1888: Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMAN 2 Kota Serang."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN NILAI PATRIOTISME MELALUI

SEJARAH LOKAL GEGER CILEGON 1888

(Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMAN 2 Kota Serang)

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh:

Rikza Fauzan, S.Pd 1101645

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

SEKOLAH PASCASARANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING DAN PENGUJI:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd Dr. Erlina Wiyanarti, M.Pd NIP. 19570408 198403 1 003 NIP. 19620718 198601 2 001

Penguji I Penguji II

Didin Saripudin, Ph.D Dr. Agus mulyana, M.Hum NIP. 19700506 1997021 NIP. 19600808 199103 1 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(3)

PEMBELAJARAN NILAI PATRIOTISME MELALUI

SEJARAH LOKAL GEGER CILEGON 1888

(Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMAN 2 Kota

Serang)

Oleh Rikza Fauzan

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister pada Sekolah Pascasarjana

© Rikza Fauzan 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(4)

ii ABSTRAK

PEMBELAJARAN NILAI PATRIOTISME

MELALUI MATERI SEJARAH LOKAL GEGER CILEGON 1888 (Penelitian Naturalistik Inkuiri di SMAN 2 Kota Serang)

Oleh : Rikza Fauzan, S.Pd

Penelitian ini bertolak dari keresahan peneliti terhadap rendahnya pembelajaran sejarah lokal sebagai sebuah identitas yang semakin tidak menyentuh generasi muda saat ini dan nilai patriotisme generasi muda yang semakin luntur akibat kesadaran akan sejarah dan nilai-nilai kejuangan para pahlawan yang terabaikan sebagai salah satu karakter bangsa.

Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah Pengembangan nilai patriotisme melalui materi sejarah lokal Geger Cilegon melalui kegiatan (1) Bagaimana desain perencanaan (2) Bagaimana tahapan pelaksanaan (3) Bagaimana hasil-hasil pembelajaran (4) Bagaimana solusi dalam pemecahan masalah.

Metodologi penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan Naturalistik Inkuiri yaitu mengungkap dan memahami kenyataan yang terjadi serta pengumpulan datanya dilakukan dalam latar/setting alamiah artinya tanpa manipulasi subjek yang diteliti (sebagaimana adanya/natur) dengan mempergunakan teknik wawancara dan observasi kepada guru serta siswa SMAN 2 Kota Serang kelas XI Sosial 6.Selanjutnya, pengolahan data dilakukan terhadap dokumen KTSP.

(5)

DAFTAR ISI 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Fokus Penelitian ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.5. Sistematika Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Nilai Patriotisme dan Pendidikan Nilai ... 15

2.1.1. Pengertian Niliai ... 15

2.1.2. Patriotisme ... 18

2.1.3. Pendidikan Nilai ... 22

2.1.4. Hakikat Nilai Moral ... 28

2.2. Pembelajaran Sejarah Lokal dan Peristiwa Geger Cilegon ... 32

2.2.1. Sejarah Lokal ... 33

2.2.2. Peristiwa Geger Cilegon tahun 1888 ... 44

2.3. Peran Nilai Patriotisme ... 52

2.4. Penelitian Terdahulu ... 58

2.5. Paradigma Penelitian ... 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 64

3.2. Metode Penelitian ... 66

3.3. Instrumen Penelitian ... 68

3.4. Validitas Data ... 71

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 74

3.6. Teknik Analisis Data ... 78

3.7. Prosedur dan Tahapan Penelitan ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Sekolah ... 86

(6)

4.1.2. Sejarah SMAN 2 Kota Serang ... 88

4.2. Hasil Penelitian ... 93

4.2.1. Desain Pembelajaran ... 93

4.2.2. Tahapan-tahapan Pembelajaran ... 104

4.2.2.1 Kegiatan Awal ... 104

4.2.2.2 Kegiatan Inti ... 105

4.2.2.3 Kegiatan Penutup ... 107

4.2.3. Hasil Pembelajaran ... 116

4.2.4. Solusi ... 123

4.3. Pembahasan ... 125

4.3.1. Desain Pembelajaran ... 125

4.3.2. Tahapan-tahapan Pembelajaran ... 131

4.3.2.1 Kegiatan Awal ... 131

4.3.2.2 Kegiatan Inti ... 132

4.3.2.3 Kegiatan Penutup ... 136

4.3.3. Hasil Pembelajaran ... 140

4.3.4. Solusi ... 149

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan ... 169

5.2 Rekomendasi ... 170

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Patriotisme dalam Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter

Bangsa ... 56

Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Pengajar SMAN 2 Kota Serang ... 89

Tabel 4.2 Jumlah Kelas dan Siswa SMAN 2 Kota Serang ... 89

Tabel 4.3 Daftar Kepala SMAN 2 Kota Serang ... 90

Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana SMAN 2 Kota Serang ... 90

Tabel 4.5 Prestasi SMAN 2 Kota Serang tahun 2009-2010 ... 92

Tabel 4.6 Penilaian Indikator Sikap Patriotisme Siswa Sebelum Pembelajaran Sejarah Lokal ... 97

Tabel 4.7 Integrasi Materi Sejarah Lokal dan Nasional ... 147

Tabel 4.8 Indikator Keberhasilan Sekolah dan Kelas Dalam Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa ... 159

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Triangulasi Teknik ... 73

Gambar 3.2 Triangulasi Sumber ... 73

Gambar 3.3 Model Interaktif dalam Analisis Data ... 79

Gambar 4.1 Lokasi SMAN 2 Kota Serang... 87

Gambar 4.2 Denah SMAN 2 Kota Serang ... 91

Gambar 4.3 Kegiatan Awal Pembelajaran di Kelas XI Sosial 6 ... 105

Gambar 4.4 Kegiatan Diskusi Kelompok ... 115

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pembelajaran di SMA Negeri 2 Kota Serang masih didominasi sejarah nasional dengan buku teks kurikulum sejarah nasional sebagai sumber pembelajarannya, sedangkan materi sejarah lokal yang dekat dengan lingkungan siswa masih jarang dilakukan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA Negeri 2 Kota Serang berusaha memanfaatkan kearifan lokal berupa seni tradisi dan sejarah lokal dalam proses pembelajaran. Namun pada pelaksanaanya, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh guru dalam proses pembelajaran. Seharusnya, guru sejarah bisa memaksimalkan potensi tersebut dengan menyampaikan materi sejarah lokal Banten yang mengajarkan kisah-kisah yang bercerita mengenai kepahlawanan, cinta tanah air, kerjasama, tradisi, dan keanekaragaman budaya.

Pada saat melaksanakan pembelajaran sejarah di kelas, guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran yang bersifat teacher center atau one way

communication dimana guru sebagai pusat pembelajaran. Siswa belum banyak

diarahkan pada pendekatan pembelajaran yang lain, misalnya penggunaan materi sejarah lokal, khususnya peristiwa heroik. Dengan memanfaatkan materi sejarah lokal, siswa tidak hanya mengenal tokoh dan peristiwanya saja, melainkan dapat menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

(10)

2

sejarah. Di sinilah persoalan pembelajaran sejarah menjadi semakin rumit. Siswa sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran juga merasa bosan karena belajar sejarah hanya menghafalkan nama-nama tokoh, angka-angka tahun, dan benda-benda peninggalan yang kusam. Oleh karena itu, perlu sekali merubah paradigma dalam pembelajaran sejarah yang dapat memberikan stimulus siswa untuk mempelajari sejarah, diantaranya siswa diajak untuk mampu memparalelkan sejarah dunia, dengan sejarah nasional dan sejarah lokal dengan metode yang inovatif.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam memahami masyarakat pada masa lalu dapat dilakukan melalui sejarah lokal lingkungan siswa. Hal ini hendaknya dijadikan sebagai salah satu pilihan wahana belajar, dimana siswa belajar lokasi yang dekat, dengan menghemat waktu dan tidak membutuhkan biaya terlalu banyak. Hal ini diupayakan agar pembelajaran sejarah dengan materi pembelajaran sejarah lokal akan lebih mudah dipahami siswa dan melihat secara langsung realitas kehidupan sesungguhnya di lingkungan terdekatnya (Mulyana dan Gunawan, 2007:1).

Peran sejarah lokal yang sangat besar sebagai bagian dari siswa, maka melalui materi sejarah lokal yang telah diamanatkan pemerintah melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dengan menganalisis kekuatan kelemahan dan tantangannya, mempertimbangkan potensi daerah dan lingkungan sekolah, potensi dan daya dukung internal dan eksternal dalam pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (selanjutnya disingkat SNP), daya dukung stakeholders, potensi dan kebutuhan peserta didik, benar-benar ingin diterapkan

dalam pembelajaran sejarah dalam materi pembelajaran sejarah lokal (Diktat Bintek KTSP 2009).

Kontribusi peranan pembelajaran sejarah lokal terhadap tumbuhnya nilai-nilai positif siswa sudah banyak dikaji. Supardan (2004:13) dalam penelitiannya menyimpulkan, bahwa peranan sejarah lokal sebetulnya memberikan identitas dan

mengisi “kevakuman” serta memberikan kontribusi terhadap pengembangan rasa

(11)

3

dirasakan hingga sekarang sebagai sesuatu yang dimiliki atau dihayati sendiri (Lapian, 1980:4).

Dalam posisi ini materi sejarah lokal menjadi dasar pengembangan jati diri pribadi, budaya, sosial peserta didik. Seperti yang dikatakan (Cartwright dalam Hamid Hasan, 2012 : 124) materi sejarah lokal akan memberikan kontribusi utamanya dalam pendidikan sejarah. Pendidikian sejarah lokal dan sejarah nasional merupakan proses enkulturasi dalam rangka nation character building. Melalui proses pelembagaan nilai-nilai yang positif seperti nilai-nilai

warisan leluhur, heroisme, dan nilai-nilai ideologi dijadikan alat perekat solidaritas bangsa. (Kartodirjo dalam Supardan, 2004: 29), Jiwa nasionalisme sangat diandalkan untuk menghindari disintegrasi bangsa yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut diatas. Untuk itu masih diperlukan peranan pemerintah untuk membuat kebijakan dalam bidang pendidikan agar semua mata pelajaran-pelajaran yang membentuk rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan, sehingga sejarah lokal mendapat perhatian yang cukup banyak. Terutama dalam proses pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas. Maka sudah saatnya kita

mengembangkan kurikulum sejarah yang memperhatikan kondisi-kondisi mutakhir negeri ini, baik dari segi sosio kultural, kebijakan politik dalam bidang pendidikan yang mengarah pada otonomi daerah, dalam cakupan yang lebih kecil adalah otonomi sekolah, maka model pembelajaran pun harus bersifat inovatif. Satu diantaranya yang harus dikembangkan adalah penanaman kesadaran kebangsaan terhadap siswa melalui pembelajaran sejarah lokal.

Pembelajaran Sejarah Lokal, diartikan sebagai suatu proses terjadinya kegiatan belajar-mengajar sebagai upaya guru untuk tujuan terjadinya proses

(12)

4

Masalah diatas dan untuk menjawab berbagai perubahan tersebut, maka pemerintah memberikan serta memberlakukan kurikulum yang sifatnya keleluasan pada guru dan sekolah untuk mengembangkan potensi yang ada di daerah itu sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kehendak masyarakat setempat dengan memperhatikan kekhasan daerah yang disebut dengan muatan lokal. Menurut Desfina (dalam Supriatna dan Wiyanarti 2008: 208) mengatakan bahwa :

Kurikulum memberikan kebebasan kepada guru dan sekolah dalam mengembangkan silabus pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungannya. Ini menandakan bahwa salah satu upaya pemerintah untuk menggali serta mengembangkan potensi daerah sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan sekolah/masyarakat setempat.

Dengan sejarah lokal yang diajarkan dalam kelas maupun luar kelas,

berarti peserta didik mengenal secara langsung bagaimana pribadi dan biografi hidup sang pelaku sejarah yang terlibat dalam suatu peristiwa sejarah di daerahnya. Mereka dapat menanyakan sisi kehidupan sang pelaku sejarah. Dengan tehnik tanya jawab yang baik peserta didik dapat mengenali dan mentauladani jiwa-jiwa kepemimpinan sang pelaku sejarah secara arif dan bijak. Bagaimana mereka memperjuangkan dan mempertahankan daerahnya inilah yang perlu diapresiasi oleh peserta didik dalam pembelajaran sejarah lokal.

Masalah selanjutnya berkaitan dengan sikap patriotisme dan rasa menghargai bangsa dan tanah air. Kemerosotan moral siswa yang kerap terjadi seakan-akan merupakan kegagalan lembaga pendidikan dalam membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. Jika dikaji secara detail, penyebab kemerosotan moral pada diri anak bukan hanya karena adanya penurunan akhlak dan kurangnya pemahaman terhadap nilai agama tapi juga menurunnya rasa patriotisme dan nasionalisme dalam diri. (Winenburg, 2008).

Moral remaja dari tahun ketahun terus mengalami penurunan kualitas atau degradasi. Dalam segala aspek moral, mulai dari tutur kata, cara berpakaian dan lainnya. Degradasi moral ini seakan luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. Faktor utama yang mengakibatkan degradasi moral remaja ialah perkembangan globalisasi yang tidak seimbang. Virus globalisasi terus

(13)

5

melupakan nilai-nilai kebudayaan lokal sebagai jati diri bangsanya. Ketidak seimbangan itulah yang pada akhirnya membuat moral semakin jatuh dan rusak.

Menurut Winenburg (2008:11), masalah moral harus diperhatikan setiap manusia, karena baik buruknya moral setiap pribadi menentukan kualitas suatu bangsa. Nilai moral bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Karena dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila pada siswa maka mereka dapat bertindak dan bersikap sebagai makhluk Tuhan serta sebagai bagian dari komunitas sebuah Negara. Dalam hubungannya dengan bangsa dan negara setiap pribadi juga dituntut untuk mempunyai rasa patriotisme dan kebangsaan atau nasionalisme.

Anderson (1999: 15) menyatakan, jika generasi muda, khususnya siswa mengetahui betapa beratnya perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang sekarang mereka nikmati, tentu mereka akan menghargai arti kemerdekaan dan tidak menyia-nyiakan kemerdekaan dengan kegiatan yang tidak berarti. Patriotisme dan nasionalisme dapat menyadarkan generasi muda bahwa

terbentuknya Negara Indonesia tidak terjadi tiba-tiba, melainkan melalui tahapan yang panjang. Mereka harus tahu bahwa kemerdekaan ini telah dibayar dengan

tetes darah para pahlawan. Mereka harus sadar bahwa di tangan merekalah masa depan bangsa dan negara. Salah satu yang paling penting untuk pembinaan jiwa patriotisme dan nasionalisme adalah di lingkungan pendidikan, yaitu dengan menjelaskan pada generasi muda tentang pahlawan-pahlawan atau para pejuang yang telah merelakan jiwa dan raga mereka untuk hal itu. Berdasarkan hal tersebut, maka pendidikan sejarah merupakan wahana bagi guru dan siswa dalam mengembangkan kesadaran sejarah.

(14)

6

mudah mengarahkan jalannya sejarah ataupun berada dalam cengkraman determinisme sejarah (Soedjatmoko, 1976: 14; Supardan, 2000: 4). Seperti yang diungkapkan oleh Hasan (2012:63) bahwa:

Pembelajaran sejarah dapat memberikan pemahaman mengenai seorang pahlawan dan pemimpin yang berhasil, kurang berhasil atau gagal. Berdasarkan kajian tersebut peserta didik yang belajar sejarah dapat memikirkan sesuatu yang lain dari apa yang sudah dilakukan para

pahlawan dan pemimpin tersebut. Peserta didik dapat menjadi ”pahlawan”

dan pemimpin dengan mempelajari apa yang terjadi di masyarakat/ bangsanya, mencari solusi, dan merencanakan tindakan kepahlawanan dan kepemimpinan untuk menerapkan solusi tersebut. Mungkin saja tindakan tersebut berupa suatu konsep yang tertuang dalam bentuk tulisan. Kreativitas dalam pembelajaran sejarah dapat dilakukan dengan

menerapkan ”if history” sehingga peserta didik dapat melakukan kajian mengenai konsekuensi dari sebuah peristiwa sejarah yang dibuat dalam

bentuk ”if history”.

Dalam pandangan seperti di atas, maka pendidikan sejarah bertujuan mengembangkan berbagai nilai dalam aspek-aspek kehidupan masa lampau. Selain itu Hasan (2005:6) juga bependapat bahwa walaupun pendidikan sejarah untuk jenjang pendidikan dasar lebih cenderung pada pendidikan nilai melalui pembelajaran sejarah namun kemampuan pemahaman dan skill yang diperlukan dalam disiplin sejarah selayaknya juga diperkenalkan, dan pada kenyataannya dalam kurikulum pendidikan sejarah dewasa ini upaya-upaya di atas sudah banyak dilakukan. Nilai-nilai yang harus pula dikembangkan adalah nilai-nilai yang memiliki kearifan lokal, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sekitar siswa Mulyana dan Gunawan (2007:2).

Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa :

Pendidikan nasional mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsanya, kemudian dapat mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa yang Maha kuasa, berahlak mulia, cakap, kreatif inovatif, mandiri lalu menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Tujuan pembelajaran sejarah ialah mengembangkan aktivitas peserta didik

(15)

7

diinternalisasikan kepada dirinya sehingga melahirkan contoh untuk bersikap dan bertindak. Dari sekian peristiwa itu antara lain pula ada pesan-pesan yang terkait dengan nilai nilai kepahlawanan seperti keteladanan, rela berkorban, cinta tanah air, kebersamaan, kemerdekaan, kesetaraan, nasionalisme dan patriotisme (Kabul Budiyono, 2007). Beberapa nilai ini dapat digali dan dikembangkan melalui pembelajaran sejarah yang bermakna . Untuk itu memang sangat dituntut adanya kreativitas dari para guru sejarah. Para guru sejarah harus menggali dan mampu mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik

Peran aktif Guru sangat dituntut memiliki kemampuan untuk menggali potensi minat anak sehingga dapat mengembangkan berpikir kritis sekaligus menumbuhkan kebanggaan serta penghargaan melalui pembelajaran sejarah lokal. Sebagaimana dalam Penelitian Supardan, (2004: 262) mengungkapkan tentang pentingnya pembelajaran sejarah lokal dapat diajarkan dalam mata pelajaran sejarah nasional, terutama untuk menunjang sejarah Indonesia di dalam upaya meningkatkan kesadaran kebangsaan. Dalam penelitian yang berjudul: “ Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan perspektif Sejarah

lokal, Nasional, Global, untuk Integrasi Bangsa”. Ia menegaskan bahwa pembelajaran sejarah lokal perlu diperkenalkan pada siswa untuk mengenali identitas kelokalannya maupun menghargai identitas etnis/daerah lain yang ada di Indonesia. Arti penting dari studi sejarah lokal, dalam lingkungan suatu bangsa seperti bangsa Indonesia yang sangat menekankan pentingnya persatuan yang kokoh dalam menjaga integritas bangsa. Karena itu, apabila kita sadari bahwa hubungan sejarah lokal dengan sejarah nasional saling keterkaitan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa untuk mengetahui kesatuan yang lebih besar, bagian yang kecil itupun harus dimengerti dengan baik.

(16)

8

mereka memperjuangkan dan mempertahankan daerahnya inilah yang perlu diapresiasi oleh peserta didik dalam pembelajaran sejarah lokal.

Berbagai hasil penelitian dan permasalahan di atas berkaitan dengan pembelajaran sejarah lokal dalam rangka meningkatkan kesadaran kebangsaan jika dikaitkan dengan menumbuhkan sikap menghargai sejarah lokal dan pejuang, sikap seseorang dapat terbentuk melalui intensitas pengalaman atau proses belajar, termasuk belajar menghargai sejarah serta pahlawan (pejuang) di lingkungan tempat mereka berada. Menurut Soedijarto (1998 : 11) menumbuhkan kesadaran serta menanamkan nilai-nilai melalui pembelajaran sejarah adalah melalui proses pendidikan sejarah perjuangan bangsa dalam membentuk sikap serta perilaku.

Pada proses belajar mengajar (PBM) terutama dalam pelajaran sejarah, guru harus menjelaskan sebaik mungkin sehingga peserta didik merasakan semangat perjuangan itu, merasakan dan membayangkan sulitnya perjuangan para pahlawan dalam memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Berbagai pengorbanan dilakukan, dengan berbagai nilai-nilai luhur yang menyertainya. Dengan

demikian, peserta didik menyadari perlunya mengisi kemerdekaan ini dan memberikan yang terbaik untuk bangsa seperti yang pernah dilakukan para

pejuang terdahulu. (Winenburg, 2008: 15).

Beberapa peristiwa heroik yang terjadi di berbagai daerah bisa dimanfaatkan oleh guru sejarah sebagai suatu studi sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah. Salah satu dari peristiwa lokal yang berkembang di dareah Banten ialah peristiwa Geger Cilegon tahun 1888. Peristiwa ini muncul akibat ketidak puasan masyarakat Banten khususnya Cilegon terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Belanda saat itu. Beberapa dari kebijakan-kebijakan tersebut menyebabkan masyarakat di beberapa daerah cilegon mengalami kelaparan dan pemungutan pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah kolonial di luar batas kemampuan warga pribumi saat itu.

(17)

9

Perlawanan bersenjata yang paling menonjol di Banten pada abad ke-19

adalah peristiwa yang dikenal dengan “Geger Cilegon”, pada tanggal 9

Juli 1888 yang dipimpin oleh para ulama. Dalam setiap pengajian/dzikiran yang diadakan di rumah-rumah atau pun di masjid, para ulama itu selalu menanamkan semangat jihad menentang penjajah kepada masyarakat. Melalui pesantren-pesantren, para tokoh itu dengan mudah melancarkan taktik perjuangan menentang pemerintahan kolonial. Gerakan itu antara lain dipimpin oleh Haji Abdul Karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Marjuki, dan Haji Wasid.

Dalam buku “Pemberontakan Petani Banten 1888” Sartono Kartodirdjo (1984) menyebutkan :

Gerakan-gerakan milenari yang menyertai kegelisahan dan gejolak sosial, bermunculan di pelbagai daerah di pulau Jawa. Seluruh proses peralihan dari tradisionalitas ke modernitas ditandai oleh goncangan-goncangan sosial yang silih berganti dan yang menyerupai pemberontakan tahun 1888 di Banten.

Hal tersebut memunculkan terjadinya banyak perlawanan di Cilegon. Beberapa tokoh lokal yang sebagian besar merupakan para ulama di daerah melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Tokoh menentukan dalam peristiwa Geger Cilegon ini adalah Haji Wasid, yang pernah belajar di Mekkah pada Syekh Nawawi al-Bantani, kemudian mengajar di pesantrennya di Kampung Beji, Cilegon. Tiga pokok ajaran yang disebarkan kepada muridnya adalah tentang Tauhid, Fiqh dan Tasawuf merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam ajaran Islam dan harus dipraktekan dalam setiap kegiatan sehari-hari.

Tokoh-tokoh pahlawan tersebut tersebar dalam ruang lingkup pengaruh maupun bidang kepahlawannya. Kita tidak hanya mengenal pahlawan nasional yang dianggap berpengaruh terhadap perjalanan sejarah nasional sebuah bangsa, tetapi juga pahlawan-pahlawan lokal (lokal heroes) yang sangat dipuja oleh sebuah masyarakat tertentu. Selain itu, pahlawan juga tidak terbatas hanya pahlawan di bidang politik atau kemiliteran sebagaimana sangat dominan dalam materi pendidikan sejarah saat ini, pahlawan dapat juga muncul dari aspek kehidupan lainnya, seperti pahlawan ekonomi, pahlawan budaya, pahlawan perempuan, dan sebagainya. Aspek-aspek ideal di atas masih sangat jarang

(18)

10

Studi sejarah di Indonesia, terutama pada masa belakangan ini, adalah makin terspesialisasikannya studi sejarah tersebut ke arah bidang-bidang (tema-tema) yang sangat khusus Widja (1989:75). Menyajikan tokoh pahlawan dalam pembelajaran sejarah merupakan salah satu bagian utama dalam materi pembelajaran sejarah itu sendiri. Tidak ada peristiwa sejarah yang tidak menampilkan tokoh atau pahlawan dalam kronologi ceritanya. Peristiwa sejarah dapat memunculkan dan melahirkan tokoh-tokoh pahlawan (evenful man), atau sebaliknya tokoh-tokoh pahlawan yang karena kecerdasan dan kepemimpinannya mampu menentukan jalannya peristiwa sejarah (the even making man) ( Hook, 1943).

Dalam penerapannya di dalam kelas, guru bisa menanamkan nilai patriotisme dengan menggunakan materi sejarah lokal Geger Cilegon 1888. Menurut Supardan (2009) untuk memupuk sifat-sifat heroisme para tokoh

perjuangan masa lampau, guru sejarah dapat melakukan “Praktek Belajar Nilai Kejuangan” yang merupakan bagian integral dari belajar sejarah dalam upaya menanamkan kesadaran sejarah. Dalam kegiatan “Praktek Belajar Sejarah” bisa

dimulai dari peristiwa-peristiwa lokal yang terjadi pada lingkungan siswa,

sedangkan untuk “Praktek Belajar Nilai Kejuangan” tidak harus selalu mengkaji

biografi orang-orang besar yang sudah terkenal, akan tetapi dapat digunakan biografi tokoh yang dekat di lingkungan siswa.

Atas dasar itulah peneliti merasa pembelajaran sejarah lokal sangat diperlukan di sekolah. Pemilihan peristiwa Geger Cilehon 1888 sebagai materi yang akan dikaji karena peristiwa heroik ini bisa dijadikan kajian dalam mengembangkan semangat patriotisme siswa yang telah luntur saat ini. Adapun indikator nilai patriotisme di sini adalah kerelaan berkorban dalam rangka membela tanah air dan bangsanya, kesediaan mengabdi terhadap tanah air dan bangsanya,

mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, tidak putus asa (pantang menyerah),

mendahulukan kepentingan bangsa dan negara, berani dalam menegakkan keadilan

(19)

11

ini, diharapkan siswa dapat menyerap nilai-nilai yang ada pada tokoh tersebut dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran sejarah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu proses belajar mengajar materi pelajaran sejarah di SMA untuk mencapai tujuan kurikulum pelajaran sejarah di SMA sedangkan yang dimaksud dengan sejarah lokal di sini adalah proses pembelajaran sejarah yang sifatnya memasukan unsur-unsur materi lokal Geger Cilegon 1888 sebagai bagian terintegrasi.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, fokus permasalahan yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana pemanfaatan materi sejarah lokal Geger Cilegon 1888 sebagai sumber pembelajaran dalam mengembangkan nilai patriotisme siswa di SMAN 2 Kota Serang?”..

Dari fokus penelitian itu dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah desain perencanaan pembelajaran sejarah dengan materi

sejarah lokal Geger Cilegon dalam pengembangkan nilai patriotisme di SMAN 2 Kota Serang ?

2. Bagaimana tahapan dalam melaksanakan pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon dalam pengembangan nilai patriotisme di SMAN 2 Kota Serang ?

3. Bagaimana hasil-hasil pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon dalam pengembangan nilai patriotisme di SMAN 2 Kota Serang ?

(20)

12

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang bagaimana menanamkan sejarah lokal dalam pelajaran sejarah nasional guna meningkatkan kesadaran kebangsaan serta menumbuhkan sikap menghargai sejarah dan nilai juang pada peristiwa Geger Cilegon di SMAN 2 Kota Serang. Selain itu, juga diharapkan supaya siswa mempunyai kemampuan untuk mengkonstruksikan nilai-nilai kearifan lokalnya sendiri. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan gambaran bagaimana desain perencanaan pembelajaran sejarah dengan materi sejarah lokal Geger Cilegon dalam pengembangkan nilai patriotisme di SMAN 2 Kota Serang.

2. Untuk mendapatkan gambaran bagaimana tahapan dalam melaksanakan pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon dalam pengembangan nilai patriotisme di SMAN 2 Kota Serang.

3. Untuk mendapatkan bagaimana hasil-hasil pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon dalam pengembangan nilai patriotisme di SMAN 2 Kota

Serang.

4. Untuk Mendapatkan gambaran bagaimana solusi dalam memecahkan kendala-kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon di SMAN 2 Kota Serang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

(21)

13

lokal (local heroes) dapat dijadikan contoh dalam mengimplementasikan pendidikan karakter

2. Bagi sekolah, temuan-temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk lebih meningkatkan kualitas pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya dalam kurikulum pendidikan sejarah, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap tujuan lembaga maupun tujuan nasional pendidikan.

3. Bagi Pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Serang, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan proses pembangunan masyarakat Kota Serang. Penelitian ini sangat berkorelasi dengan program

pemerintah Kabupaten Indramayu yaitu “Indramayu Remaja”, sehingga

hasil dan rekomendasi penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dalam mewujudkan program tersebut, khususnya di bidang pendidikan

1.5 Sistematika Penelitian

Bab I membahas pendahuluan, bab ini menguraikan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan latar belakang penelitian, fokus masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan dan maksud dari penelitian, dan manfaat penelitian dari pemilihan masalah tersebut. Bab ini menggambarkan keresahan peneliti tentang permasalahan yang muncul pada pendidikan nilai dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan materi sejarah lokal Geger Cilegon 1888.

Bab II membahas kajian pustaka. Bab ini mencoba menguraikan tentang berbagai buku dan hasil penelitian terdahulu dalam memahami pendidikan nilai, pembelajaran sejarah lokal, dan nilai patriotisme.

(22)

14

dokumentasi berupa hasil yang ditemukan di lapangan yang sesuai pada penelitian yang diharapkan.

Bab IV membahas pembahasan hasil penelitian. Hasil penelitian yang akan dideskripsikan antara lain deskripsi awal proses pembelajaran, implementasi pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon 1888 dan kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapannya.

(23)

64

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian

Adapun yang dijadikan lokasi dalam penelitian ini ialah SMAN 2 Kota Serang, aspek pelaku adalah guru sejarah dan siswa kelas XI IPS 6 yang nantinya terlibat interaksi belajar mengajar dan dari aspek kegiatan adalah proses pembelajaran Sejarah.

1. Peristiwa sejarah lokal Geger Cilegon merupakan tempat terjadinya perlawanan para Kyai dan petani yang melakukan pemberontakan namun daerah-daerah asal Kyai tersebut berdekatan dengan SMAN 2 Kota Serang seperti Tirtayasa, Baros, Pandeglang, dan Kaujon.

2. Jarak yang lebih dekat bagi para siswa untuk memperoleh informasi mengenai peristiwa Geger Cilegon dengan memanfaatkan perpustakaan daerah Kota Serang sebagai salah satu sumber literatur siswa.

3. Potensi pengembangan materi sejarah lokal Banten yang sudah diterapkan dalam muatan lokal di sekolah.

Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa dalam pembelajaran sejarah. Pada penelitian ini yang diamati sebagai sumber manusia, peristiwa, dan situasi. Manusia yang dimaksud adalah semua orang yang terlibat dalam penelitian ini yang terdiri dari guru, siswa, dan peneliti. Peristiwa yang dimaksud adalah semua kejadian yang diamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi adalah latar atau gambaran yang menyangkut keadaan atau kondisi ketika berlangsung pengamatan terhadap pengembangan pembelajaran oleh guru atau peneliti.

(24)

65

kegiatan pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 6 SMAN 2 Kota Serang. Sedangkan sumber data tersebut yaitu dari guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang sesuai dengan penelitian ini.

Pemilihan subjek penelitian ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa kelas XI IPS 6 perlu mendapatkan perhatian. Karena selama ini kelas tersebut dianggap kelas yang kurang memiliki kemampuan akademik yang memadai,

kurang motivasi belajar, sering terlambat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan pasif dalam proses pembelajaran.

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dalam Sugiyono (2005:49) dinamakan ”social situation” atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial dalam penelitian ini adalah tempat (place) yaitu sekolah, aktivitas (activity) yaitu proses belajar mengajar, pelaku (actors) yaitu guru dan murid. Sampel dalam penelitian ini adalah nara sumber, atau pertisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian. (Lincoln dan Guba 1985) mengemukakan bahwa ”Naturalistic sampling is, then very different from conventional sampling, it is based on informational, not statistical, considerations Its purpose is maximize

information, not to facilitate generalization”. Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif (naturalistik) sangat berbeda dengan penentuan sampel dalam penelitian konvensional (kuantitatif). Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif terutama data-data mengenai variabel-variabel terteliti. Berdasarkan jenis data

dalam penelitian ini, maka sumber data penelitian yang dapat memberi akses terhadap data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi:

1. Guru sejarah, peserta didik, dan kepala sekolah 2. Proses pembelajaran sejarah di kelas

(25)

66 3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif Naturalistik. Penelitian kualitatif (Qualitative Reasearch) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, pemikiran orang secara individu maupun

kelompok (Syaodih, 2005:60). Sementara itu Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2008:4) mendefinisikan bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Lebih lanjut, Moleong (2008:44) menjelaskan sebagai berikut:

Penelitian kualitatif itu berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitian pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiannya bersifat sementara, dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak antara peneliti dan subjek penelitian.

Alasan peneliti memilih metode kualitatif naturalistik karena metode kualitatif naturalistik dapat mengungkapkan pengetahuan yang tidak terkatakan, seperti perilaku subjek penelitian yang dapat diamati seperti perhatian, keseriusan, dan ekspresi informan pada saat wawancara maupun saat melakukan

kegiatan. Oleh karena itu, ciri yang menonjol dari penelitian ini adalah cara pengamatan dan pengumpulan datanya dilakukan dalam latar/setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti atau apa adanya

(26)

67

Dalam penelitian ini, karakteristik naturalistik tampak dari tujuan penelitian yang ingin memperoleh gambaran implementasi pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon dalam membentuk sikap patriotisme siswa di SMAN 2 Kota Serang, bukan untuk mengujikan suatu teori dengan beberapa variabel melalui sebuah kuesioner. Sebagai instrumen, peneliti memberikan perhatian penuh/terfokus pada proses pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon yang

sedang berlangsung di kelas seperti cara guru mengajar di kelas, respon peserta didik, materi yang diajarkan, cara guru menilai siswa dan ekspresi subjek. Peneliti tidak melakukan rekayasa apapun terhadap siswa, guru, dan kelas, semua dibiarkan berjalan apa adanya. Selain itu, karakteristik naturalistik juga terdapat pada proses penelitian di mana peneliti berusaha untuk mengungkapkan suatu realitas kegiatan pembelajaran berupa data deskripstif yang diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan atau obeservasi dan dokumentasi terkait aktivitas peserta didik, dan aktivitas guru mengajar.

Menurut Lincoln & Guba (1985) naturalistik inkuiri merupakan metode yang berorientasi pada penemuan yang meminimalisir manipulasi peneliti atas objek penelitian/studi. Selanjutnya Lincoln & Guba (1985) menggolongkan metode naturalistik Inkuiri dapat digolongkan menjadi dua yaitu Naturalistik Inkuiri interaktif dan noninteraktif. Model Naturalistik Inkuiri ini penting karena mempunyai suatu sejarah yang terkemuka, dalam satu disiplin dan jurnal yang telah terkenal, buku, dan metodologi khusus yang menggolongkan pendekatannya.

Naturalistik Inkuiri interaktif merupakan suatu pendalaman studi yang mempergunakan teknik face-to-face (bertatap muka) untuk mengumpulkan data dari orang-orang yang diteliti. Para peneliti kualitatif membangun suatu

(27)

68

secara terus menerus meninjau kembali pertanyaan dari pengalaman mereka di bidang tersebut.

Adapun Naturalistik Inkuiri noninteraktif merujuk pada penelitian analitis, menyelidiki konsep dan peristiwa historis melalui suatu analisis dokumen. Para peneliti mengidentifikasi studi, lalu manyatukan data untuk menyediakan suatu

pemahaman konsep atau suatu peristiwa masa lampau yang boleh atau tidak boleh akan menjadi tampak secara langsung. Dokumen yang dibuktikan keasliannya merupakan sumber utama dari data. Peneliti menginterpretasikan “fakta” untuk menyediakan penjelasan tentang masa lampau dan menjelaskan makna kolektif di bidang pendidikan yang bisa jadi praktik isu dan arus dasar.

3.3 Instrumen Penelitian

Ada dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Lincoln dan Guba (1985:199) menyatakan bahwa “...the human-as-instrument is inclined toward methods that are extensions of normal human

activities: looking, listening, speaking, reading, and the like”. Dari pernyataan ini

semakin jelas bahwa keunggulan manusia sebagai instrumen dalam penelitian naturalistik karena alat ini dapat melihat, mendengar, membaca, merasa, dan sebagainya yang biasa dilakukan manusia umumnya.

Moleong (2008:169) menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa manusia

dijadikan sebagai instrumen dikarenakan :

1. Manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan.

(28)

69

3. Manusia sebagai instrumen memanfaatkan imajinasi dan kreativitasnya dan memandang dunia sebagai suatu keutuhan, jadi sebagai konteks yang berkesinambungan di mana mereka memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai sesuatu yang riil, benar, dan mempunyai arti.

4. Manusia sebagai instrumen mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan. 5. Manusia sebagai instrumen ialah memproses data secepatnya setelah

diperolehnya, menyusunnya, mengubah arah inkuiri atas dasar penemuannya.

6. Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan lainnya, yaitu kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami responden. Adapun menurut Nasution (2003:55-56), peneliti sebagai alat penelitian karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Peneliti sebagai alat, peka, dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

2. Peneliti sebagai alat, dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan angka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, dipahami dengan merasakan dan menyelaminya berdasarkan penghayatan.

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. 6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.

7. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang lain dari pada yang lain

dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diselidiki.

(29)

70

1. Responsivenes; Manusia dapat merasakan dan memberikan tanggapan terhadap petunjuk-petunjuk baik perorangan maupun lingkungan.

2. Holistic emphasi; Holistik dalam lingkungan sekeliling, akan memerlukan manusia sebagai instrumen yang mampu menangkap gejala lingkungan alamiah yang menyeluruh.

3. Adaptability; Daya guna manusia untuk menyesuaikan diri sangat

tinggi sehingga dapat mengumpulkan informasi mengenai banyak aspek pada berbagai tingkatan secara simultan.

4. Knowledge base expansion; Berkemampuan menjalankan fungsi secara simultan dalam ranch pengetahuan proposisional dan dalam pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman.

5. Processual immediacy; Kemampuan manusia sebagai instrumen untuk memproses data segera setelah terkumpul, dan dapat segera mengembangkannya

6. Opportunities to explore typical or idiosyncratic response; Mempunyai kemampuan untuk menyelidiki jawaban-jawaban sumber data dan informasi sampai pada tingkat pemahaman yang lebih tinggi.

7. Opportunities for clarification and summarization; Mempunyai kemampuan yang unik dalam menyimpulkan data serta meminta perbaikan dan penjelasaan secara langsung dari sumber informasi.

Dengan demikian, maka pilihan pendekatan dan metode dalam penelitian ini dilandasi oleh beberapa pertimbangan yaitu:

1. Data yang terkumpul berupa kata-kata atau uraian deskriptif meskipun tidak menutup kemungkinan berupa angka-angka, perolehan data dilakukan melalui teknik observasi, dokumentasi, dan wawancara;

(30)

71

3. Proses kerja penelitian dilakukan dengan mengutamakan pandangan dan pendirian responden penelitian terhadap situasi yang dihadapi

4. Data penelitian dianalisis secara induktif untuk mendapatkan makna dari kondisi alami yang ada;

5. Pemaknaan dalam penelitian dilakukan oleh peneliti serta atas interpretasi bersama antara peneliti dengan sumber data dan fokus masalah tentang

peristiwa Geger Cilegon dalam membangun nilai patriotisme siswa.

6. Tingkat keterpercayaan data yang diperoleh dilakukan melalui verifikasi data dengan metode dan subjek yang berbeda-beda, kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian.

Untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data, maka diperlukan beberapa alat bantu, yaitu:

1. Buku catatan berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data atau informan. Buku catatan ini digunakan selama peneliti mewawancarai informan di SMA Negeri 2 Kota Serang, terutama siswa-siswi Kelas XI IPS 6, guru sejarah, dan kepala sekolah.

2. Tape Recorder berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan selama peneliti mewawancarai informan atau sumber data. 3. Handy Cam digunakan untuk merekam kegiatan pembelajaran sejarah di

kelas, juga dapat digunakan sebagai kamera untuk mengambil gambar pada saat kegiatan pembelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Kota Serang. Pengambilan gambar dilakukan ketika kegiatan wawancara dan observasi berlangsung dan dengan adanya kegiatan alat penelitian ini maka keabsahan penelitian lebih terjamin, karena betul-betul melakukan pengumpulan data.

3.4 Validitas Data

(31)

72

melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat dan menggunakan teknik yang tepat, maka akan diperoleh hasil penelitian yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi. Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Menurut Nasution (2003:10) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Sedangkan menurut Sugiyono (2006:330) triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

Sugiyono (2006:330) membedakan triangulasi menjadi dua macam yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua macam triangulasi tersebut. Menurut Sugiyono (2006:330) triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Adapun trianggulasi teknik ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut: Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, serta dokumentasi untuk sumber data yang sama.

Jadi, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data dengan sumber data yang sama. Sumber data di sini adalah siswa, guru, dan kepala sekolah. jadi, untuk mendapatkan informasi dari sumber data tersebut peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, seperti observasi, wawancara, dan dokumentasi. Misalnya peneliti ingin mengetahui informasi tentang kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran berbasis biografis, maka solusinya adalah peneliti melakukan observasi dengan melihat

(32)

73 Gambar 3.1

Triangulasi “teknik” pengumpulan data (bermacam- macam cara pada

sumber yang sama). (Sumber : Sugiyono 2006:331).

Selanjutnya triangulasi sumber yaitu untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2 Triangulasi “sumber” pengumpulan data. (satu teknik pengumpulan data pada bermacam-macam sumber data A, B, C). (Sumber :

Sugiyono 2006:331).

Dari gambar di atas, bisa dijelaskan bahwa peneliti dalam mencari sumber informasi dengan menggunakan teknik wawancara terhadap beberapa sumber. Misalnya, peneliti ingin mengetahui tentang pemahaman siswa terhadap nilai

Observasi

Wawancara mendalam

Dokumentasi

(33)

74

patriotisme dalam peristiwa Geger Cilegon, maka peneliti melakukan wawancara dengan menanyakan terhadap beberapa siswa secara langsung.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dihimpun dalam penelitian ini berupa kata-kata, tindakan dan dokumen, situasi, dan peristiwa yang dapat diobservasi. Nasution (2003:56)

mengatakan bahwa sumber data yang dimaksud adalah :

Kata-kata diperoleh secara langsung atau tidak langsung melalui wawancara, dan observasi. Dokumen berupa kurikulum, satuan pembelajaran, rencana pelajaran, buku paket, dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Situasi yang berhubungan dengan kegiatan subjek penelitian dan masalah penelitian seperti dalam proses belajar mengajar, situasi belajar di perpustakaan dan situasi di lingkungan sekolah.

Sesuai dengan sumber data yang akan dituju dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2006:145). Faisal (1990) mengklarifikasikan observasi menjadi observasi partisipasi (participant

observation), observasi yang secara terang-terangan atau tersamar (overt

observation and cover observation), dan observasi yang tak berstruktur

(unstructured observation). Terkait dengan hal tersebut di atas, maka dalam penelitian guru dan siswa di SMAN 2 Kota Serang ini observasi yang peneliti gunakan adalah observasi partisipasif, dimana peneliti datang ke lokasi atau kelas untuk mengamati situasi dan aktivitas siswa, namun peneliti tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Observasi akan dilakukan untuk mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru sejarah di antaranya:

(34)

75

memuat pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal di kelas, serta mengorgansasikan pembelajaran sejarah lokal dengan KTSP yang diterapkan di sekolah.

2. Mengamati secara langsung proses pembelajaran yang dilakukan di kelas mulai dari membuka pelajaran, menyampaikan materi pembelajaran serta mengakhiri pembelajaran untuk melihat bagaimana implementasi

pembelajaran nilai patriotisme pada peristiwa Geger Cilegon dalam membangun sikap patriotsime. Dalam hal ini observasi tertuju pada guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

3. Kegiatan belajar siswa di luar kelas terutama melihat relevansi apa yang mereka pelajari di luar kelas dengan pola tingkah laku siswa di kelas terutama di lingkungan sekolah dalam hubungan siswa dengan siswa, dengan guru dan personil lainnya di lingkungan sekolah.

4. Interaksi edukatif antara guru dengan siswa terutama berkenaan dengan upaya guru dalam mengembangkan pemahaman siswa tentang pembelajaran nilai patriotisme dalam peristiwa Geger Cilegon dalam membangun sikap kepahlawanan siswa SMAN 2 Kota Serang.

b. Wawancara

Teknik ini digunakan karena ingin menggali informasi secara mendalam dan karena merasa tidak tahu mengenai apa yang terjadi sebenarnya. Moleong (2011: 186) mengutarakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan dengan maksud tertentu. Lincoln dan Guba (Moleong, 2011 :186) mengutarakan maksud mengadakan wawancara ialah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi,memverivikasi, dan memperluas informasiyang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia. Berdasarkan hal itu, contoh-contoh

(35)

76

lokal Geger Cilegon di kelas?; Apa saja kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pemebelajaran sejarah lokal Geger Cilegon di Kelas.

Selanjutnya dilakukan the wawancara klarifikasi terhadap informan dari guru sejarah, para peserta didik, dan kepala sekolah. Dalam hal ini digunakan rangkaian pertanyaan yang bersifat mengklarifikasi, untuk membantu informan mengklarifikasi secara mendalam beberapa informasi yang kurang jelas atau

saling bertentangan. peneliti mencoba mewawancarai 10 orang siswa sebagai narasumber yang terdiri dari 4 orang siswa yaitu Gilang, Fachmi, Arton, dan Rizky serta 6 orang siswa yaitu Agnes, Dea, Dialus, Desti, Syifa, dan Yuli yang diberikan jenis pertanyaan yang sama. Kemudian dilakukan verivikasi berdasarkan hasil hasil wawancara dengan narasumber yang terdiri dari guru, siswa, dan pihak sekolah.

Teknik pengumpulan data di atas telah dikembangkan menjadi instrumen pengumpulan data berupa pedoman-pedoman, meliputi: pedoman wawancara untuk guru sejarah, pedoman wawancara untuk para peserta didik, pedoman wawancara untuk kepala sekolah, dan pedoman observasi proses pembelajaran sejarah. Peniliti menggunkan alat bantu rekam dengan handpone unruk memperoleh informasi yang dibutuhkan dari hasil wawancara tersebut.

c. Studi dokumen.

Arikunto, (1998: 236) mengemukakan bahwa studi dokumen merupakan suatu tehnik yang digunakan dan mencari data mengenai hal-hal atau cacatan-catatan, buku-buku, surat kabar, prasasti, kajian kurikulum dan sebagainya. Lincon dan Guba, (1985: 276-277) mengatakan bahwa dokumentasi dan catatan digunakan sebagai pengumpulan data didasarkan pada beberapa hal yakni:

1. Dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan relatif lebih murah.

(36)

77

3. Dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yang kaya.

4. Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan kenyataan formal.

5. Tidak seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan non kreatif, tidak memberikan reaksi dan respon atau pelakuan peneliti.

Selanjutnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang

kemampuan guru dalam melakukan pengintegarsian sejarah lokal ke dalam sejarah nasional, dan informasi-informasi yang berguna terhadap implementasi pembelajaran sejarah lokal di sekolah.

Selain itu ada pula dokumen Silabus dan RPP yang penulis butuhkan untuk melihat rencana yang guru persiapkan dalam implementasi pembelajaran nilai patriotisme di dalam kelas. Dokumen-dokumen tersebut dapat memberikan gambaran tentang inti dari penelitian ini. Hal ini dimaksudkan demi menjaga validitas data serta kredibilitas data yang nantinya akan dikumpulkan oleh penelitian.

Kemudian, Creswell (1998 : 201-203) membagi prosedur verifikasi penelitian kualitatif sebagai berikut :

Perpanjang waktu kerja dan observasi yang gigih (prolonged engagement dan persistent observastion) di lapangan termasuk membangun kepercayaan dengan para partisipan, mempelajari budaya, dan mencek informasi yang saling berasal dari distorsi yang dibuat oleh peneliti atau informan. Di lapangan si peneliti membuat keputusan- keputusan apa yang penting / menonjol untuk dikaji, relevan dengan maksud kajian, dan perhatian untuk difokuskan. Triangulasi (triangulation), menggunakan seluas-luasnya sumber-sumber yang banyak dan berbeda, metode-metode, dari para peneliti, dan teori-teori untuk menyediakan bukti-bukti yang benar (corroborative evidence).

(37)

78

adalah penting sehingga pembaca memahami posisi peneliti dan setiap bias atau asumsi-asumsi yang berdampak pada penelitian. Klarifikasi ini, peneliti mengomentari pengalaman-pengalaman sebelumnya, bias-bias, prasangka-prasangka, dan orientasi-orientasi yang mungkin membentuk interpretasi-interpretasi dan pendekatan pada kajian.

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah bersifat kualitatif yang dilakukan sejak tahap orientasi lapangan, seperti dikatakan Miles dan Huberman (1992) bahwa”… the ideal model for data collection and analysis is one that interweaves them from the beginning”. Yang artinya, model ideal dari pengumpulan data dan analisis adalah yang secara bergantian berlangsung sejak awal.

Pelaksanaan analisis data dilakukan sepanjang penelitian itu dan secara terus menerus mulai dari tahap pengumpulan data sampai akhir. Data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak akan memberikan makna yang berarti apabila tidak dianalisis lebih lanjut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992:20) bahwa : Analisa data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus menerus. Dengan demikian analisis yang dimaksud merupakan kegiatan lanjutan dari langkah pengumpulan data, dalam hal ini peneliti mencoba memberikan penafsiran terhadap keseluruhan temuan hasil penelitian yang di dasarkan pada kerangka teoritik yang menyangkut dengan pembelajaran sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah nasional. Penafsiran yang dilakukan tujuannya untuk mendapatkan sebuah gambaran permasalahan dalam penelitian kemudian mempunyai pemahaman dari hasil analisis dengan berbagai penjelasan, perbandingan/komparatif, sebab akibat serta deskriptif. Menurut Miles dan Huberman (1992:20) mengumukakan bahwa aktifitas dalam analisis data

(38)

79 Gambar 3.3

Model Interaktif dalam Analisis Data (Miles dan Huberman 1992:23-27)

1. Data Reduction ( Reduksi Data)

Adapun data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan selanjutnya, mencari bila diperlukan.

Reduksi data dapat dibantu dengan berbagai perlatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Kemudian dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data. Reduksi data merupakan suatu proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan serta

Data collection

Data reduction

Data display

(39)

80

kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui reduksi data, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan

Proses reduksi data dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut: pertama, peneliti merangkum hasil catatan lapangan selama proses penelitian berlangsung di SMAN 2 Kota Serang yang masih bersifat mentah/kasar ke dalam bentuk yang lebih mudah dipaham seperti mentranskrip hasil wawancara dengan informan dari alat perekam ke komputer. Kedua, peneliti mendeskripsikan terlebih dahulu hasil dokumentasi berupa foto-foto proses pembelajaran sejarah ke dalam bentuk kata-kata sesuai apa adanya di lapangan. Ketiga, peneliti membuat kalimat dalam bentuk deskripsi dan membuang data yang peneliti anggap tidak perlu. Selanjutnya, peneliti memfokuskan tiga jenis data dokumentasi, observasi, dan wawancara pada tiga kategori berdasarkan tujuan penelitian antara lain :

1. Nilai-nilai patriotisme dalam peristiwa Geger Cilegon.

2. Pengembangan nilai patriotisme melalui materi sejarah lokal di SMAN 2 Kota Serang

3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam penerapan pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon di SMAN 2 Kota Serang

2. Data Display (Penyajian Data)

Pada penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman (1992) menyatakan ”the most frequent from of display data for qualitative research data in the has been narrative text”. Yang

(40)

81

memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian singkat yang bersifat naratif. Adapun pola penyajian data ini akan disajikan dalam 3 kategori yang terdiri dari:

1. Nilai-Nilai patriotisme masyarakat banten pada peristiwa Geger Cilegon

dalam pembelajaran sejarah. Dalam tahap ini peneliti mendeskripsikan persiapan guru dalam melaksanakan pembelajarannya.

2. Implementasi. Dalam tahap ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pertama, dalam tahap perencanaan merupakan langkah awal bagi guru dalam mempersiapkan pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon. Dengan demikian, tahap perencanaan ini akan menentukan keberhasilan tahap pelaksanaan. Kedua, pada tahap pelaksanaan peneliti mendeskripsikan tentang proses pembelajaran nilai patriotisme yang terjadi di dalam kelas. Ketiga, pada tahap evaluasi ini peneliti mencoba merinci perubahan-perubahan yang terjadi setelah dilaksanakannya pembelajaran nilai patriotisme dalam peristiwa Geger Cilegon hingga ditemukan kendala yang dihadapi selama proses perencanaan dan pelaksanaan.

3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam penerapan pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon. Dalam tahap ini peneliti mendeskripsikan hal-hal yang menjadi kendala selama proses pembelajaran di dalam kelas.

3. Conclution Drawing/verification

Kemudian langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman (1992:27) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan

(41)

82

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsistenan saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang kemudian merupakan suatu kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena telah dikemukakan bahwa rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan

berkembang setelah peneliti berada di lapangan.

Selanjutnya analisis data yang dilakukan secara bertahap, data diperoleh selama proses pembelajaran sejarah lokal melalui observasi dan wawancara dianalisis. Nasution (2003:126) menyatakan Analisis data telah dimulai sejak merumuskan serta menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data, dalam kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data sampai selesai dalam pengumpulan data. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.

Berdasarkan yang dirumuskan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang dikumpulkan secara berulang-ulang dengan tehnik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.

Menurut Nasution (2003: 89) menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan

(42)

83

lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. In fact, data analysis in qualitative research is an on going activity that occurs through out the

investigative process rather than afer process (Sugiyono,2006:275). Dalam

kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data sampai selesai pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan tehnik pengumpulan data yang

bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Data yang diperoleh pada umumnya adalah data kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif), sehingga teknik analisis data yang digunakan belum ada polanya yang jelas. Oleh karena itu sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis.

Seperti dinyatakan oleh Miles and Huberman (1992:2), bahwa ” The most serious and central difficulty in the use of qualitative data is that methods of

analysis are not well formulate”. Yang paling serius dan sulit dalam anlisis data

kualitatif karena metode analisis belum dirumuskan baik. Menurut Nasution (2003:126), menyatakan bahwa:

Melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Bahkan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda.

Kemudian analisis data kualitatif, menurut Bogdan dan Bikllen (1982:157) menyatakan bahwa “Data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, fieldnotes, and other materials that you

accumulate to increase your own understanding of them and enable you to

present what you have discovered to others”. Analisis data adalah proses

pencarian dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

(43)

84

Analisis data merupakan hal yang penting dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembagkan dan dievaluasi. Analisis data dilakukan dengan mengorganisirkan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Berdasarkan hal tersebut, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisirkan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Adapun data yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Wawancara. Data ini penulis peroleh dari hasil wawancara terhadap siswa, guru, dan kepala sekolah dalam bentuk rekaman. Selanjutnya hasil rekaman tersebut dipindahkan ke laptop/komputer untuk memudahkan peneliti dalam menganalisisnya guna keperluan penelitian ini.

2. Dokumentasi. Data ini berupa foto atau rekaman video pada saat proses pembelajaran sejarah lokal Geger Cilegon dan nilai patriotisme berlangsung sesuai apa adanya di dalam kelas.

3. Catatan lapangan. Data ini berupa tulisan peneliti pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung serta sikap siswa dari awal sampai akhir.

(44)

85 G. Prosedur dan Tahapan Penelitian

Untuk dapat dan mengumpulkan data di lapangan, maka dalam penelitian ini dilaksanakan beberapa tahapan-tahapan antara lain:

1. Tahap Persiapan

Sebelum melaksanakan penelitian, ada beberapa kegiatan yang penulis tempuh yaitu diawali dengan melakukan seminar desain penelitian, setelah

memperoleh masukan dari dosen-dosen penguji, maka penulis menyempurnakan dan mengkonsultasikannya dengan pembimbing lalu kemudian dilanjutkan dengan perbaikan. Langkah selanjutnya adalah menyelesaikan masalah administrasi berupa surat-surat izin penelitian.

2. Tahap Orientasi

Selanjutnya tahap ini dilakukan untuk mendapatkan informasi awal mengenai rencana subjek penelitian tentang pembelajaran sejarah lokal yang akan diajukan serta mempertajam masalah dan fokus penelitian, sebelum desain penelitian disusun. Dari kegiatan orientasi ini diharapkan dapat mempertajam fokus penelitian sehingga memungkinkan dilakukannya penelitian selanjutnya secara lebih mendalam sebagai dasar bagi tahap selanjutnya.

3. Tahap Eksplorasi

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Pengajar SMAN 2 Kota Serang .............................. 89
Gambar 3.2 Triangulasi Sumber .....................................................................
gambaran bagaimana
Gambar 3.1  Triangulasi “teknik” pengumpulan data (bermacam- macam cara pada
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan Khusus harus dilakukan melalui PL atau PSL untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak kewajiban Wajib Pajak termasuk Wajib Pajak yang diberikan

Dengan demikian, penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPS pada materi menghargai jasa para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dapat

Dari hasil penelitian arkeologi dapat memberikan suatu kesimpulan bahwa abad ke- 12 yaitu sebelum masuk agama Islam di Sulawesi Selatan sudah ada bukti perdagangan dari luar, dan

Rumah bagian dalam di perumahan Arion Mas Mranggen .... Siteplan

[r]

SETDA/Bag.Pembangunan.1/II/2014 masuk dalam Daftar Hitam (Blacklist), Dengan ini Pejabat Pengadaan Sekretariat Daerah Kabupaten Lebong Tahun Anggaran 2014 mengumumkan

kolom 1 dari tabel 5 , kami memperkirakan ( 3 ) termasuk endowment keterampilan suatu negara yang diukur dengan rata-rata tahun sekolah total populasi dan interaksi dengan

[r]