SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
oleh
Tiara Ayudia Virgiawati
NIM 1006505
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
LEMBAR HAK CIPTA
KESANTUNAN IMPERATIF DALAM MASA PEMILU PRESIDEN 2014 PADA TEKS BERITA DI SITUS RAKYAT MERDEKA ONLINE:
SUATU KAJIAN SOSIOPRAGMATIK
Oleh
Tiara Ayudia Virgiawati
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Tiara Ayudia Virgiawati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
1006505
KESANTUNAN IMPERATIF DALAM MASA PEMILU PRESIDEN 2014 PADA TEKS BERITA DI SITUS RAKYAT MERDEKA ONLINE:
SUATU KAJIAN SOSIOPRAGMATIK
disetujui dan disahkan oleh
Pembimbing I
Dr. Aceng Ruchendi S., M. Hum. NIP 195608071980121001
Pembimbing II
Dra. Nunung Sitaresmi, M. Pd. NIP 1962201091987031004
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
DAFTAR ISI
LEMBAR HAK CIPTA ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
UCAPAN TERIMA KASIH ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR BAGAN ... xxi
DAFTAR DIAGRAM ... xxii
DAFTAR GAMBAR ... xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 7
1.3 Batasan Masalah ... 7
1.4 Rumusan Masalah ... 8
1.5 Tujuan Penelitian ... 9
1.6 Manfaat Penelitian ... 9
1.7 Asumsi Dasar ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS ... 11
2.1 Tinjauan Pustaka ... 11
2.2 Landasan Teoretis ... 14
2.2.1 Sosiolinguistik ... 14
2.2.1.2 Ranah Tutur ... 15
2.2.2 Pragmatik ... 16
2.2.2.1 Aspek Situasi Tutur ... 17
2.2.2.2 Tindak Tutur ... 18
2.2.2.3 Jenis Tindak Tutur ... 19
2.2.2.4 Konsep ‘Face’ Muka ... 20
2.2.2.5 Prinsip Kesantunan ... 22
2.2.3 Sosiopragmatik ... 24
2.2.4 Kalimat Imperatif dalam Bahasa Indonesia ... 24
2.2.4.1 Kalimat dalam Bahasa Indonesia ... 24
2.2.4.2 Imperatif dalam Bahasa Indonesia ... 25
2.2.4.3 Strategi Kesantunan Imperatif ... 26
2.2.5 Sekilas Gambaran Tentang Situs Berita Rakyat Merdeka Online ... 26
2.2.5.1 Situs Berita Online ... 26
2.2.5.2 Rakyat Merdeka Online ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Desain Penelitian ... 28
3.2 Sumber dan Korpus Data ... 29.
3.3 Definisi Operasional ... 29
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30
3.5 Teknik Pengolahan Data ... 31
3.5.1 Klasifikasi Data ... 31
3.5.2 Analisis Data ... 31
3.6 Teknik Penyajian Data ... 34
3.7 Instrumen Penelitian ... 34
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 41
4.2 Analisis Tuturan Imperatif Para Politisi dan Masyarakat
dalam Masa Pemilu Presiden 2014 pada Teks Berita
di Situs Rakyat Merdeka Online ... 105
4.2.1 Analisis Tuturan Imperatif Politisi dan Masyarakat
Berdasarkan Klasifikasi Wujud dan Makna Sosiopragmatik ... 105
4.2.1.1 Analisis Wujud dan Makna Sosiopragmatik Tuturan Imperatif
Politisi ... 105
4.2.1.2 Analisis Wujud dan Makna Sosiopragmatik Tuturan Imperatif
Masyarakat ... 147
4.2.2. Analisis Frekuensi Kemunculan Setiap Makna Imperatif Tuturan
Politisi dan Masyarakat ... 168
4.2.2.1 Analisis Frekuensi Kemunculan Setiap Makna Sosiopragmatik
Imperatif Tuturan Imperatif Politisi ... 169
4.2.2.2 Analisis Frekuensi Kemunculan Setiap Makna Sosiopragmatik
Imperatif Tuturan Imperatif Masyarakat... 171
4.2.3 Analisis Wujud Kesantunan Sosiopragmatik Imperatif Tuturan
Imperatif Politisi dan Masyarakat ... 173
4.2.3.1Analisis Wujud Kesantunan Sosiopragmatik Imperatif Tuturan
Imperatif Politisi ... 174
4.2.3.2 Analisis Wujud Kesantunan Sosiopragmatik Imperatif
Tuturan Imperatif Masyarakat ... 189
4.2.4 Analisis Strategi Kesantunan Tuturan Imperatif Politisi dan
Masyarakat ... 200
4.2.4.1 Analisis Strategi Kesantunan Tuturan Imperatif Politisi ... 201
4.2.4.2 Analisis Strategi Kesantunan Tuturan Imperatif Masyarakat ... 242
4.2.5 Analisis Tanggapan Publik Terhadap Kesantunan Imperatif
Politisi dan Masyarakat ... 263
4.2.5.1 Analisis Tanggapan Publik Terhadap Kesantunan Imperatif
Politisi ... 264
4.2.5.2 Analisis Tanggapan Publik Terhadap Kesantunan Imperatif
4.3 Pembahasan Tuturan Imperatif Para Politisi dan Masyarakat
dalam Masa Pemilu Presiden 2014 pada Teks Berita
di Situs Rakyat Merdeka Online ... 296
4.3.1 Pembahasan Tuturan Imperatif Politisi dan Masyarakat Berdasarkan Klasifikasi Wujud dan Makna Sosiopragmatik ... 297
4.3.2. Pembahasan Frekuensi Kemunculan Setiap Makna Imperatif Tuturan Politisi dan Masyarakat ... 299
4.3.3 Pembahasan Wujud Kesantunan Sosiopragmatik Imperatif Tuturan Imperatif Politisi dan Masyarakat ... 302
4.3.4 Pembahasan Strategi Kesantunan Tuturan Imperatif Politisi dan Masyarakat ... 303
4.3.5 Pembahasan Tanggapan Publik Terhadap Kesantunan Imperatif Politisi dan Masyarakat ... 305
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 309
5.1 Simpulan ... 309
5.2 Saran ... 314
DAFTAR PUSTAKA ... 315
LAMPIRAN ... 317
KESANTUNAN IMPERATIF DALAM MASA PEMILU PRESIDEN 2014 PADA TEKS BERITA DI SITUS RAKYAT MERDEKA ONLINE:
SUATU KAJIAN SOSIOPRAGMATIK ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Kesantunan Imperatif dalam Masa Pemilu
Presiden 2014 pada Teks Berita di Situs Rakyat Merdeka Online: Suatu Kajian
Sosiopragmatik”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui klasifikasi dan deskripsi makna sosiopragmatik imperatif, frekuensi kemunculan setiap makna imperatif, wujud kesantunan, strategi kesantunan, dan tanggapan publik terhadap kesantunan imperatif politisi dan masyarakat pada teks berita pemilu presiden 2014 di situs berita Rakyat Merdeka Online.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif dengan metode analisis kualitatif. Sumber data dari penelitian ini adalah berita pemilu presiden 2014 yang terdapat di situs berita Rakyat Merdeka Online dari tanggal 19 Mei - 21 Agustus 2014. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 12 jenis makna sosiopragmatik imperatif dalam tuturan politisi dan 9 jenis makna sosiopragmatik imperatif dalam tuturan masyarakat. Frekuensi kemunculan tertinggi dalam tuturan politisi adalah makna sosiopragmatik imperatif desakan dan anjuran dengan jumlah 16,86%. Adapun frekuensi tertinggi dalam tuturan imperatif masyarakat adalah makna sosiopragmatik imperatif anjuran dengan jumlah 25,64%.
ABSTRACT
This study, entitled "Politeness Politicians and Public Imperative in the text in the 2014 Presidential Election News News Site Rakyat Merdeka Online: An Assessment Sosiopragmatics". The purpose of this study to determine the classification and description of the meaning of imperatives sosiopragmatik, the frequency of occurrence of each meaning imperatives, a form of politeness, politeness strategies, and public response to the imperatives of politeness politicians and the public in the 2014 presidential election news text in Rakyat Merdeka Online news site.
The approach used in this study was a descriptive approach with a qualitative analysis method. The data source of this study is the 2014 presidential election news contained in Rakyat Merdeka Online news website from the date of 19 May to 21 August 2014. The data collection techniques in the research done by the documentation.
Based on the results of the study, found 12 types of meaning sosiopragmatics imperative in political speech and 9 kinds of meaning sosiopragmatics imperative in public speech. The highest frequency of occurrence in the speech of politicians is imperative insistence and suggestion sosiopragmatics meaning the number of 16,86%. The highest frequency in the speech community is imperative imperative suggestion sosiopragmatics meaning the amount of 25,64%.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Bangsa Indonesia mengalami transisi dari masa otoritarianisme ke masa
demokrasi pascareformasi tahun 1998. Tentunya reformasi ini tidak hanya terjadi
di bidang birokrasi dan ekonomi, tetapi juga reformasi di bidang konstitusi.
Gintings (2006, hlm. 241) menyebutkan bahwa reformasi konstitusi menyangkut
hal-hal krusial, misalnya pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden,
pembagian kekuasaan negara secara jelas, pemilihan anggota legislatif melalui
pemilihan umum, dan pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh
rakyat.
Dalam catatan sejarah politik Indonesia, pemilu presiden dan wakil
presiden secara langsung oleh rakyat dimulai tahun 2004. Pemilu Presiden 2004
merupakan pemilu presiden pertama setelah amandemen konstitusi. Menurut
Gintings (2006, hlm. 245) masa pemilu presiden merupakan akhir dari masa
transisi pascareformasi sekaligus awal dari masa kematangan demokrasi di
Indonesia.
Pemilu presiden 2004 diiikuti oleh lima pasangan calon presiden dan wakil
presiden. Pada pemilu presiden kali ini dilakukan melalui dua putaran. Putaran
kedua pemilu presiden dilakukan pada tanggal 20 September 2004 yang
memenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf
Kalla menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia dengan masa bakti
2004-2009 (Ubaedillah dan Rozak, 2010, hlm. 83).
Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi pada Pemilu presiden tahun 2009.
Pada pemilu presiden 2009 diikuti oleh lima calon pasangan presiden dan wakil
presiden yang dilakukan dua putaran. Pemenang pemilu presiden kali ini adalah
incumbent Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono. Pada Pemilu Presiden 2009 muncul gugatan sengketa hasil pemilu presiden oleh peserta pemilu presiden
Konstitusi. Hingga akhirnya Mahkamah Konstitusi menolak gugatan dari kubu
Mega-Prabowo dan SBY-Boediono tetap menjadi presiden dan wakil presiden
dengan masa bakti 2009-2014.
Sampailah pada tahun 2014, akhir masa bakti pemerintahan yang dipimpin
SBY-Boediono sebagai presiden dan wakil presiden. Tentu saja ada suksesi
kepemimpinan yang dilangsungkan melalui pemilu. Ada hal menarik dengan
Pemilu Presiden 2014 ini. Dari segi jumlah, pemilu presiden kali ini hanya diikuti
oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, yaitu pasangan nomor urut
1 Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa serta pasangan nomor urut 2 Joko Widodo
dan Jusus Kalla. Dukungan rakyat Indonesia pun terpecah menjadi dua bagi
nomor urut 1 atau 2.
Dari segi proses, pemilu presiden kali ini menyita perhatian khalayak
karena dalam rangkaian proses memuat persoalan yang dikhawatirkan memicu
konflik antarpendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Masa
kampanye dimulai 13 Juni 2014, namun sudah marak terjadi kampanye hitam bagi
kedua kubu. Hal tersebut dibuktikan dalam berita yang terdapat dalam berita di
situs berita Rakyat Merdeka Online.
3
Gambar 1.1 Berita terkait Kampanye Hitam yang Marak Terjadi
Sebagai contoh, di bawah ini adalah contoh kampanye hitam berupa
memuat tulisan dan gambar yang menyudutkan pasangan lain.
(Sumber: google.com)
Gambar 1.2 Kampanye Hitam yang Ditujukan Kepada Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Hatta
(Sumber: google.com)
Di hari pencoblosan pada 9 Juli 2014 muncul kembali persoalan, yaitu
adanya perbedaan hasil perhitungan cepat (quick count) di media yang satu dan
yang lain. Kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden saling mengklaim
kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat yang bersumber dari lembaga survei
yang berbeda. Hal tersebut menimbulkan kembali kebingungan dan ketegangan
antarpendukung calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan 2.
Keputusan hasil pemilu yang sah bersumber dari hasil rekapitulasi
nasional yang diumumkan oleh KPU pada 22 Juli 2014. Pada rangkaian proses
ini, kubu Prabowo-Hatta menarik diri dari proses rapat terakhir bersama KPU. Hal
ini juga memicu kembali ketegangan antarpendukung calon presiden dan wakil
presiden nomor urut 1 dan 2.
Proses pemilu presiden telah usai hingga pengumuman pemenang Pemilu
Presiden 2014, yaitu pasangan nomor urut 2 Jokowi-JK sebagai presiden dan
wakil presiden masa bakti 2009-2014. Namun, ternyata hal tersebut bukan puncak
dari ketegangan selama pemilu presiden. Kubu Prabowo-Hatta mengajukan
gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden 2014 ke Dewan Kehormatan Pengawas
Pemilu (DKPP) dan Mahkamamah Konstitusi. Hingga akhirnya sidang DKPP
memutuskan beberapa angkota KPU dijatuhi sanksi dan Mahkamah Konstitusi
menolak seluruh gugatan Tim Prabowo-Hatta.
Dari paparan sebelumnya perihal keseluruhan rangkaian Pemilu Presiden
2014 yang rawan terjadinya konflik horizontal antarpendukung, nampaklah
perebutan kekuasaan untuk menjadi RI 1 dan 2 dalam Pemilu Presiden 2014 ini
terbilang sengit. Perbedaan situasi dan masalah dalam penyelenggaraan Pemilu
Presiden 2014 dengan pemilu presiden tahun 2004 dan 2009 menarik untuk
dicermati dan dikaji, tidak hanya dari segi politik, sosial, budaya tetapi juga dari
segi bahasa.
Tentu saja dalam rangkaian proses pemilu tersebut, baik pasangan calon
presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan 2, maupun anggota tim sukses
masing-masing yang notabene sebagai politisi menggunakan bahasa sebagai
5
dan Wareing (2007, hlm. 19) bahwa kekuasaan sering kali ditunjukkan lewat
bahasa, dan bahkan kekuasaan diterapkan atau dilaksanakan lewat bahasa.
Leech (1993, hlm. 20) mengungkapkan bahwa tuturan dalam bahasa
dipandang sebagai suatu aktivitas dan tindak verbal. Tuturan yang digunakan para
politisi dalam masa Pemilu Presiden 2014 merupakan realisasi verbal dari
aktivitas dan tindak verbal dari sikap politik yang dimiliki. Tuturan dari politisi
pun turut memberi dampak bagi keadaan politik yang penuh ketegangan ini. Dari
berbagai jenis tuturan, terdapat tuturan yang berisi ajakan, imbauan, perintah,
permohonan, dan desakan para politisi. Tuturan-tuturan tersebut memiliki daya
untuk memberikan pengaruh bagi para pendukungnya untuk menyamakan
persepsi dan sikap serta melakukan apa yang diucapkan para politisi tersebut.
Berikut ini adalah kutipan dari pernyataan yang diungkapkan oleh para politisi
dalam menanggapi masalah selama rangkaian pemilu presiden berlangsung.
(1) Mari berpolitik santun dan dewasa. Kampanye-kampanye hitam itu
membodohi masyarakat namanya.
(2) Kami mengimbau Kapolri Jendral Sutarman agar menginstruksikan jajaran
kepolisian untuk melakukan langkah-langkah yang bersifat antisipatif untuk mencegah agar teror serupa tidak tidak terjadi lagi menjelang Pilpres 2014. (3) Saya instruksikan saksi Prabowo-Hatta yang sedang hadir di KPU untuk
tidak lagi lanjutkan proses rekapitulasi KPU.
(4) Mohon kepada keduanya untuk tidak tergesa-gesa mengumumkan
kemenangan. Kedua kandidat memiliki tim riset survei dengan hasil quick count hasilnya berbeda-beda.
(5) Saya tegaskan bahwa sikap DMI sebagai organisasi harus netral dalam
pilpres 2014 nanti.
Kutipan di atas menunjukkan ajakan, imbauan, perintah, permohonan, dan
desakan para politisi. Tuturan-tuturan tersebut memiliki daya untuk memberikan
melakukan apa yang diucapkan para politisi tersebut. Dalam Pragmatik, tuturan
tersebut termasuk tuturan yang memiliki daya perlokusi berisi ajakan, imbauan,
desakan, perintah, dan harapan. Tuturan yang berisi ajakan, imbauan, desakan,
perintah, dan harapan bermakna imperatif (Rahardi, 2009, hlm. 12). Makna
imperatif menurut Rahardi (2005, hlm. 9) memiliki skala kesantunan yang dapat
dilihat dari langsung atau tidak langsungnya sebuah tuturan. Prinsip kesopanan
yang diterapkan oleh para politisi dan masyarakat melalui tuturan bermakna
imperatif di situasi sosial dan kelas sosial yang berbeda, sehingga pendekatan
yang tepat dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiopragmatik (Leech,
1983, hlm. 15)
Proses demokrasi tidak hanya melibatkan politisi, tetapi juga melibatkan
masyarakat sebagai subjek dan objek dari proses demokrasi itu sendiri.
Masyarakat adalah partisipan dalam penyelenggaraan pemilu. Ketika
penyelenggaraan pemilu berakhir dan terpilihnya pemimpin baru, masyarakat
adalah pihak yang menjadi objek untuk melaksanakan kebijakan dari pemimpin
baru tersebut. Maka dari itu, dalam masa pemilu presiden ini masyarakat diberi
keleluasaan ruang untuk mengemukakan aspirasinya yang bersifat anjuran,
larangan, desakan, harapan, ataupun ajakan. Masyarakat umum atau publik pun
memiliki ruang yang luas untuk terlibat dalam diskusi politik untuk menanggapi
sikap pernyataan elite politik atau saling menanggapi dengan sesama publik.
Ruang yang sangat memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan
aspirasi tersebut adalah ruang publik di dunia maya. Diskusi politik informal
tersebut bisa dilakukan di grup-grup diskusi, misalnya saja pada kolom tanggapan
yang terdapat di dalam berita situs online. Di situs berita online, berita yang
disajikan oleh media dengan mudah bisa ditanggapi oleh masyarakat. Salah satu
situs berita online yang memuat berita sekaligus tanggapan dari publik adalah
situs Rakyat Merdeka Online. Dalam situs Rakyat Merdeka Online, berita terkait
politik, terutama Pemilu Presiden 2014 lebih banyak diulas. Tanggapan publik
untuk berita di situs berita Rakyat Merdeka Online cukup tinggi dibandingkan
7
Maka dari itu, penelitian mengenai kesantunan berbahasa, khususnya
kesantunan imperatif politisi dan masyarakat di masa Pemilu Presiden 2014 ini
dirasa perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa santun bahasa yang digunakan
para politisi dan masyarakat. Dengan adanya penelitian yang mengkaji tuturan
imperatif politisi dan masyarakat di situasi politik tertentu diharapkan
memperkaya kajian linguistik, khususnya tentang kesantunan dalam wacana
politik dengan pendekatan sosiopragmatik. Kesantunan imperatif adalah sebagian
kecil dari berbagai hal yang memberikan gambaran tentang proses demokrasi di
Indonesia dari sudut pandang kesantunan bahasa. Kematangan demokrasi yang
santun dan beradab tercermin dari para politisi dan rakyat Indonesia memiliki
sikap, baik ucapan maupun perilaku yang santun. Maka dari itu, peneliti tertarik
untuk meneliti kesantunan tuturan imperatif politisi dan masyarakat selama masa
pemilu presiden 2014 yang terdapat di situs berita online dengan pendekatan
sosiopragmatik.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengidentifikasian masalah. Adapun
identifikasi masalah dalam penelitian ini terkait tuturan imperatif politisi dan
masyarakat pada teks berita Pemilu Presiden 2014 dengan telaah sosiopragmatik.
1.3 Batasan Masalah
Masalah pada penelitian ini akan dibatasi pada persoalan berikut ini.
Tuturan-tuturan imperatif tersebut diklasifikasikan terlebih dahulu berdasarkan
penutur. Dalam hal ini pengklasifikasian penutur didasarkan oleh status sosial dari
penutur tersebut. Secara garis besar, dalam ranah pemerintahan (politik) terdapat
tiga jenis penutur, yaitu politisi, birokrat, dan masyarakat. Tuturan-tuturan
tersebut juga dianalisis dari segi lingual. Hanya saja analisis pada bagian ini
dibatasi hanya pada tataran sintaksis, yaitu jenis kalimat berdasarkan isi kalimat
(kalimat deklaratif, imperatif, interogatif, eksklamatif, dan emfatik). Lalu
konstruksi kalimatnya nonimperatif. Kemudian, kalimat bermakna imperatif
tersebut diklasifikasikan berdasarkan wujud makna imperatif yang berjumlah 17
macam menurut Rahardi (2006).
Setelah tuturan-tuturan imperatif tersebut diklasifikasikan berdasarkan
jenis maknanya. Kemudian, semua tuturan itu dihitung frekuensi kemunculan
makna imperatif berdasarkan jenis makna. Perhitungan frekuensi kemunculan
makna imperatif ini menggunakan rumus statistik sederhana untuk mengetahui
makna imperatif mana yang seing digunakan oleh politisi dan masyarakat saat
Pemilu Presiden 2014.
Adapun untuk mengetahui apakah tuturan imperatif politisi dan
masyarakat tergolong tuturan imperatif yang santun atau tidak, analisis data
selanjutnya adalah analisis wujud kesantunan makna sosiopragmatik
menggunakan teori jenis tindak tutur berdasarkan bentuk menurut Wijana (1996)
dan teori skala kesantunan Leech (1983). Kemudian tuturan imperatif tersebut
dianalisi strategi kesantunan tuturan imperatif menurut Rahardi (2009) yang
memiliki dua wujud kesantunan, yaitu kesantunan linguistik imperatif dan
kesantunan pragmatik imperatif. Analisis terakhir yakni bagaimana publik
menanggapi kesantunan imperatif politisi dan masyarakat dengan menggunakan
teori face “muka” Brown dan Levinson (1987).
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut.
a) Bagaimana klasifikasi dan deskripsi makna sosiopragmatik imperatif tuturan
imperatif politisi dan masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks
berita di situs berita Rakyat Merdeka Online?
b) Berapa frekuensi kemunculan setiap makna sosiopragmatik imperatif yang
terdapat dalam tuturan imperatif politisi dan masyarakat pada masa Pemilu
9
c) Bagaimana wujud kesantunan tuturan imperatif politisi dan masyarakat pada
masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita Rakyat Merdeka
Online?
d) Bagaimana strategi kesantunan imperatif yang digunakan politisi dan
masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita
Rakyat Merdeka Online?
e) Bagaimana tanggapan publik terhadap kesantunan imperatif politisi dan
masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita
Rakyat Merdeka Online?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hal-hal sebagai berikut:
a) penjelasan klasifikasi makna sosiopragmatik imperatif tuturan imperatif
politisi dan masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di
situs berita Rakyat Merdeka Online?
b) penjelasan frekuensi kemunculan setiap makna sosiopragmatik imperatif yang
terdapat dalam tuturan imperatif politisi dan masyarakat pada masa Pemilu
Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita Rakyat Merdeka Online?
c) penjelasan wujud kesantunan tuturan imperatif politisi dan masyarakat pada
masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita Rakyat Merdeka
Online?
d) penjelasan strategi kesantunan imperatif yang digunakan politisi dan
masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita
Rakyat Merdeka Online?
e) penjelasan tanggapan publik terhadap kesantunan imperatif politisi dan
masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoretis
maupun manfaat praktis. Berikut ini adalah uraian dari manfaat teoretis dan
manfaat praktis.
a) Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan ilmu
pengetahuan mengenai penerapan sosiopragmatik dalam mengetahui
kesantunan imperatif para politisi pada Pemilu Presiden 2014. Selain itu,
penelitian ini bisa menjadi referensi bagi peneliti yang tertarik kajian
sosiopragmatik, khususnya terkait penggunaan bahasa pada wacana politik.
b) Secara praktis, hasil penelitian ini bisa dijadikan gambaran bagaimana sebuah
kesantunan dalam berkomunikasi juga ditunjukkan dengan kesantunan dalam
menggunakan konstruksi kalimat imperatif. Bagi para politisi tentu sebaiknya
memperhatikan hal tersebut agar tercitra sebagai politisi santun. Hasil
penelitian ini adalah salah satu rujukan yang bisa dipakai oleh politisi untuk
mempelajari strategi komunikasi dalam tuturan imperatif yang santun. Adapun
bagi masyarakat, hasil penelitian ini berguna untuk mengetahui aspek
kesantunan berbahasa, baik itu politisi maupun masyarakat dalam proses
berdemokrasi di Indonesia, khususnya pada momen Pemilu Presiden 2014.
1.7 Asumsi Dasar
Tuturan yang dituturkan oleh penutur tidak mungkin lepas dari konteks
dan pasti memiliki maksud tertentu. Sama halnya dengan tuturan imperatif politisi
dan masyarakat yang terdapat dalam bentuk tulisan pada teks berita Pemilu
BAB III
METODE PENELITIAN
Pengertian metode menurut Mardalis (2010, hlm. 24) adalah suatu cara
atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Di dalam penelitian bahasa
umumnya harus dipertimbangkan dua segi metode, yaitu pengumpulan data
beserta cara, teknik, dan prosedur yang ditempuh; segi lain adalah metode kajian
(analisis) yang melibatkan pendekatan teori sebagai alat analisis data
(Djajasudarma, 2006, hlm. 1). Adapun hal-hal yang berkaitan dengan metode
dalam penelitian meliputi: (1) pendekatan penelitian, (2) sumber dan korpus data,
(3) teknik pengumpulan data, (4) teknik pengolahan data, (5) teknik penyajian
hasil analisis data, dan (6) instrumen penelitian. Berikut adalah uraian secara
terperinci dari metode penelitian ini.
3.1 Desain Penelitian
Dalam pemahaman penelitian, pendekatan atau approach menurut
Zainurrahman (2011, hlm. 84) adalah cara peneliti mendekati sesuatu dari satu
segi atau sudut pandang. Dalam penelitian ini, kesantunan imperatif politisi dan
masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 akan melibatkan pendekatan teori
pragmatik berupa teori kesantunan dan teori imperatif bahasa Indonesia yang
diaplikasikan dalam salah satu ranah sosial dalam teori kajian sosiolinguistik,
yaitu ranah pemerintahan. Oleh karena itu, pendekatan sosiopragmatik akan
digunakan untuk pengkajian masalah dalam penelitian ini.
Pendekatan kualitatif menurut Mahsun (2007, hlm. 257) bertujuan untuk
memahami fenomena sosial, termasuk fenomena kebahasaan yang tengah diteliti.
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan ini menggunakan metode analisis kualitatif yang berfokus pada
penunjukkan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada
konteksnya masing-masing dan sering kali menggambarkannya dalam bentuk
kata-kata daripada dalam angka-angka (Mahsun, 2007, hlm. 257). Hal tersebut
Djajasudarma (2007, hlm. 10) penelitian kualitatif di dalam linguistik selalu
ditunjang dengan kuantitatif dari segi perhitungan. Pengembangan analisis
kuantitatif dalam penelitian kualitatif menurut Mahsun (2007, hlm. 258)
bertujuan untuk mengembangkan, mempertajam sekaligus memperkaya analisis
kualitatif.
3.2 Sumber dan Korpus Data
Data penelitian (Mahsun, 2007, hlm. 19) adalah objek penelitian beserta
konteksnya. Data penelitian yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data
kualitatif yang disajikan dalam berwujud kata-kata. Data penelitian tersebut tentu
diperoleh dari satu atau berbagai sumber.
Data dalam penelitian ini berwujud tulisan. Sumber data diperoleh dari
teks berita Pemilu Presiden 2014 di situs berita Rakyat Merdeka Online. Adapun
korpus penelitian ini adalah tuturan langsung para politisi dan masyarakat pada
teks berita dalam menanggapi situasi politik pada Pemilu Presiden 2014 dan
tuturan yang menyatakan sikap politiknya yang ditengarai memuat makna
imperatif. Waktu pengambilan data dimulai dari masa pendaftaran capres dan
cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 19 Mei 2014 hingga
putusan MK mengenai sengketa Pilpres 2014 pada tanggal 21 Agustus 2014.
3.3 Definisi Operasional
Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah yang akan dijelaskan pada
bagian berikut.
a) Tuturan imperatif adalah tuturan yang memiliki yaitu perintah, suruhan,
permintaan, permohonan, desakan, bujukan, imbauan, persilakan, ajakan,
permintaan izin, mengizinkan, larangan, harapan, umpatan, pemberian ucapan selamat, anjuran, dan „ngelulu‟.
b) Politisi dalam penelitian ini merujuk pada orang yang berkecimpung di bidang
politik dan menjadi bagian dari anggota suatu partai politik, baik itu hanya
sebagai anggota biasa maupun pengurus di struktur organisasi partai serta
30
c) Masyarakat dalam penelitian ini merujuk pada masyarakat khusus yang
dimintai tanggapannya perihal Pemilu Presiden 2014 oleh wartawan
RMOL.CO, dengan lingkup profesi sebagai pengamat ilmu politik, anggota
atau ketua organisasi masyarakat, mahasiswa, relawan dan tim sukses
capres-cawapres, serta pejabat militer dan kepolisian.
d) Publik adalah masyarakat umum yang menanggapi kolom komentar pembaca
dalam teks berita di situs berita Rakyat Merdeka Online.
e) Wujud sosiopragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif yang
dikaitkan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Dalam
tuturan-tuturan imperatif para politisi dan masyarakat yang terdapat dalam teks berita
Pemilu Presiden 2014 di situs berita Rakyat Merdeka Online (RMOL.CO)
memiliki wujud pragmatik imperatif.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan atau penyediaan data menurut Mahsun (2007, hlm. 32)
adalah tahapan penyediaan atau pengumpulan data berkaitan dengan kegiatan
menyediakan dan tersedianya data. Adapun waktu pengumpulan data penelitian
dilakukan selama tiga bulan, pada bulan Mei sampai Agustus 2014. Pemilihan
waktu tiga bulan didasarkan pada waktu dimulainya pemilu presiden hingga akhir
proses pemilu yang diakhiri oleh putusan MK. Proses pemilu presiden dimulai
sejak masa pendaftaran capres dan cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)
pada tanggal 19 Mei 2014 hingga putusan MK mengenai sengketa Pilpres 2014
pada tanggal 21 Agustus 2014.
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara
dokumentasi. Dokumentasi data menurut Sugiyono (2005, hlm. 83) bisa berupa
tulisan, gambar, dan karya. Adapun untuk mendokumentasikan data bahasa
berupa tuturan objek penelitian, peneliti menggunakan teknik dokumentasi
dengan mencatat teks tuturan langsung para politisi dan masyarakat yang terdapat
3.5 Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, kemudian masuklah ke tahapan dan prosedur
selanjutnya yakni pengolahan data. Adapun uraian mengenai teknik pengolahan
data adalah sebagai berikut.
3.5.1 Klasifikasi Data
Tahap pertama yaitu menentukan objek. Objek penelitian ini adalah
tuturan langsung para politisi yang terdapat dalam teks berita. Data ini diperoleh
dari teks berita terkait pemilu presiden 2014 di situs berita Rakyat Merdeka
Online (RMOL.CO). Setelah itu, data tersebut diklasifikasikan.berdasarkan jenis kalimat (kalimat deklaratif, imperatif, interogatif, eksklamatif, dan emfatik). Lalu
mengklasifikasikan tuturan-tuturan yang memiliki makna imperatif walaupun
konstruksi kalimatnya nonimperatif. Kemudian, kalimat bermakna imperatif
tersebut diklasifikasikan berdasarkan wujud makna imperatif yang berjumlah 17
macam (Rahardi, 2006).
3.5.2 Analisis Data
Analisis data (Mahsun, 2007, hlm. 32) adalah tahapan yang dilakukan
seteleh pengumpulan data. Adapun dalam penelitian ini, proses analisis data baru
dilakukan setelah tahap pengklasifikasian data. Data berupa tuturan imperatif
tersebut kemudian dianalisis dari segi lingual. Hanya saja analisis pada bagian ini
dibatasi hanya pada tataran sintaksis, yaitu jenis kalimat berdasarkan isi kalimat
(kalimat deklaratif, imperatif, interogatif, eksklamatif, dan emfatik). Lalu
mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang memiliki makna imperatif walaupun
konstruksi kalimatnya nonimperatif. Kemudian, kalimat bermakna imperatif
tersebut diklasifikasikan berdasarkan wujud makna imperatif yang berjumlah 17
macam menurut Rahardi (2006).
Setelah tuturan-tuturan imperatif tersebut diklasifikasikan berdasarkan
jenis maknanya. Kemudian, semua tuturan itu dihitung frekuensi kemunculan
makna imperatif berdasarkan jenis makna. Perhitungan frekuensi kemunculan
32
makna imperatif mana yang seing digunakan oleh politisi dan masyarakat saat
Pemilu Presiden 2014.
Adapun untuk mengetahui apakah tuturan imperatif politisi dan
masyarakat tergolong tuturan imperatif yang santun atau tidak, analisis data
selanjutnya adalah analisis wujud kesantunan makna sosiopragmatik
menggunakan teori jenis tindak tutur berdasarkan bentuk menurut Wijana (1996)
dan teori skala kesantunan Leech (1983). Kemudian tuturan imperatif tersebut
dianalisi strategi kesantunan tuturan imperatif menurut Rahardi (2009) yang
memiliki dua wujud kesantunan, yaitu kesantunan linguistik imperatif dan
kesantunan pragmatik imperatif. Analisis terakhir yakni bagaimana publik
menanggapi kesantunan imperatif politisi dan masyarakat dengan menggunakan
teori face “muka” Brown dan Levinson (1987).
Secara singkat, proses pengolahan data penelitian digambarkan dalam
Transkrip tuturan langsung politisi dan masyarakat pada teks berita di situs berita
Rakyat Merdeka Online
Lingual (Aspek Sintaksis)
Jenis Kalimat Berdasarkan Isi Kalimat
Masalah dan Teori
Masalah Teori yang Digunakan
1) Bagaimana klasifikasi dan deskripsi makna sosiopragmatik imperatif tuturan imperatif politisi dan masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita Rakyat Merdeka Online?
Makna Pragmatik Imperatif (Rahardi, 2006)
2) Berapa frekuensi kemunculan setiap makna sosiopragmatik imperatif yang terdapat dalam tuturan imperatif politisi dan masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita Rakyat Merdeka Online?
Frekuensi Kemunculan Makna Imperatif (Rahardi, 2009)
3) Bagaimana wujud kesantunan tuturan imperatif politisi dan masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita Rakyat Merdeka Online?
Jenis Tindak Tutur (Wijana, 1996) Skala Kesantunan Leech (1983)
4) Bagaimana strategi kesantunan imperatif yang digunakan politisi dan masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita Rakyat Merdeka Online?
Strategi Kesantunan Imperatif (Rahardi, 2006)
Pendekatan Penelitian Kualitatif
Landasan Teori
Pragmatik
1) Makna Pragmatik Imperatif
34
5) Bagaimana tanggapan publik terhadap kesantunan imperatif politisi dan masyarakat pada masa Pemilu Presiden 2014 dalam teks berita di situs berita Rakyat Merdeka Online?
Teori face “muka” Brown dan Levinson (1987)
Bagan 3.1 Proses Pengolahan Data Penelitian
3.6 Teknik Penyajian Data
Penyajian data kualitatif ini dilakukan dalam bentuk pemerian atau
deskripsi dari apa yang telah didapat dari hasil penelitian. Penyajian data hasil
penelitian diperlukan metode tertentu untuk mendeskripsikannya. Teknik
penyajian data hasil analisis (Mahsun, 2007, hlm. 245) bisa menggunakan dua
metode, yakni metode formal dan metode informal. Metode formal digunakan jika
penyajian data berupa lambang-lambang formal, sedangkan metode informal
digunakan jika penyajian data berupa kata-kata. Adapun dalam penelitian ini
digunakan metode informal dalam penyajian data hasil penelitian.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah teks berita dan
kartu data. Kartu data disajikan berupa tabel yang memuat data aspek tuturan dan
klasifikasi. Kartu data ini selanjutnya akan dideskripsikan berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan. Berikut adalah beberapa format kartu data yang
KARTU DATA 1
Tabel 3.1 Kartu Data Analisis Tuturan Imperatif Politisi
No. Data (D-…) Sumber Berita Nama Politisi (P-…) Tanggal
Tuturan
Informasi Indeksal Jenis Kalimat
Wujud Pragmatik Imperatif
Kesantunan Imperatif
Kesantunan Linguistik
Panjang-Pendek Tuturan Urutan Tutur
(Langsung/Tak Langsung)
Intonasi dan Isyarat-isyarat Kinesik
Tidak diteliti
Pemakaian Ungkapan Penanda Kesantunan Kesantunan
Pragmatik
Tuturan Nonimperatif (Deklaratif/Interogatif) Respon Publik
Keterangan:
P = Singkatan untuk Politisi
36
KARTU DATA 2
Tabel 3.2 Kartu Data Analisis Tuturan Imperatif Masyarakat
No. Data (D-…) Sumber Berita Nama (M-…) Tanggal
Masyarakat Khusus Tuturan
Informasi Indeksal Jenis Kalimat
Wujud Pragmatik Imperatif
Kesantunan Imperatif
Kesantunan Linguistik
Panjang-Pendek Tuturan Urutan Tutur
(Langsung/Tak Langsung)
Intonasi dan Isyarat-isyarat Kinesik
Tidak diteliti
Pemakaian Ungkapan Penanda Kesantunan Kesantunan
Pragmatik
Tuturan Nonimperatif (Deklaratif/Interogatif) Respon Publik
Keterangan:
M = Singkatan untuk Masyarakat
KARTU DATA 3
Tabel 3.3 Kartu Data Frekuensi Kemunculan Makna Imperatif Politisi dan
Masyarakat N O No mo r Da ta K o de P enutur
Makna Pragmatik Imperatif
P er inta h Su ruha n P er min ta a n P er mo ho na n Desa ka n B ujuka n Imb a ua n P er sila a n Aj a ka n P er min ta a n Izin M eng izin ka n L a ra ng a n H a ra pa n Umpa ta n P emberia n Uc a pa n Sela ma t Anj ura n Ng elulu
Tuturan Imperatif Politisi
D -… P-… 1.D -… P-… 2.D -… P-… JUMLAH
Tuturan Imperatif Masyarakat
38
[image:30.595.106.550.186.752.2]KARTU DATA 4
Tabel 3.4 Strategi Kesantunan Tuturan Imperatif Politisi dan Masyarakat
NO Makna Pragmatik Imperatif No mo r Da ta K o de P enutur
Kesantunan Linguistik Kesantunan Pragmatik Panjang-Pendek Tuturan ■ / □ Urutan Tutur (Langsung/ Tak Langsung) ● / ○ Pemakaian Ungkapan Penanda Kesantunan Intonasi dan Isyarat-isyarat Kinesik Tuturan Nonimperatif (Deklaratif/ Interogatif)
Tuturan Imperatif Politisi
1. Perintah D-… P-…
2. Suruhan D-… P-…
3. Permintaan D-… P-…
4. Permohonan D-… P-…
5. Desakan D-… P-…
6. Bujukan D-… P-…
7. Imbauan D-… P-…
8. Ajakan D-… P-…
9. Mengizinkan D-… P-…
10. Larangan D-… P-…
11. Harapan D-… P-…
12. Anjuran D-… P-…
Tuturan Imperatif Masyarakat
1. Perintah D-… M-..
2. Suruhan D-… M-..
3. Permintaan D-… M-..
4. Desakan D-… M-..
5. Imbauan D-… M-..
7. Mengizinkan D-… M-..
8. Larangan D-… M-..
9. Harapan D-… M-..
10. Anjuran D-… M-..
Keterangan:
■ = Tuturan Panjang □ = Tuturan Pendek ● = Tuturan Langsung ○ = Tuturan Tak Langsung D = Deklaratif
I = Interogatif
40
[image:32.595.76.524.188.441.2]KARTU DATA 5
Tabel 3.5 Kartu Data Tanggapan Publik Terhadap Tuturan Imperatif Politisi dan
Masyarakat
NO.
Tanggapan Publik
Tanggapan Terhadap Keterancaman
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian ini akan dipaparkan simpulan dari hasil analisis dan
pembahasan dalam penelitian ini. Terdapat pula saran dari peneliti untuk peneliti
lain yang berencana meneliti fenomena kebahasaan dengan pendekatan
sosiopragmatik, baik itu mengenai kesantunan imperatif atau karakteristik tuturan
politisi. Adapun uraian secara terperinci dari simpulan dan saran sebagai berikut.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut.
1) Dalam teks berita Pemilu Presiden 2014 dalam situs berita Rakyat Merdeka
Online (RMOL.CO) terdapat 128 tuturan imperatif. Tuturan-tuturan imperatif tersebut dituturkan oleh 44 politisi dan 38 masyarakat. Tuturan imperatif
politisi dan masyarakat memiliki jenis makna imperatif yang berbeda dan
konteks situasi tuturan yang berbeda pula. Dari penelitian yang dilakukan,
ditemukan 12 jenis makna sosiopragmatik imperatif di dalam tuturan imperatif
politisi. Masing-masing wujud makna sosiopragmatik imperatif tersebut antara
lain tuturan yang mengandung makna sosiopragmatik imperatif (a) perintah;
(b) suruhan; (c) permintaan; (d) permohonan; (e) desakan; (f) bujukan; (g)
imbauan; (h) ajakan; (i) mengizinkan; (j) larangan; (k) harapan; dan (l)
anjuran. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan pula 9 jenis makna
sosiopragmatik imperatif di dalam tuturan imperatif masyarakat.
Masing-masing wujud makna sosiopragmatik imperatif tersebut antara lain tuturan
yang mengandung makna sosiopragmatik imperatif (a) suruhan; (b)
permintaan; (c) desakan; (d) imbauan; (e) ajakan; (f) mengizinkan; (g)
larangan; (h) harapan; dan (i) anjuran.
2) Frekuensi kemunculan masing-masing wujud makna sosiopragmatik imperatif
dalam tuturan politisi antara lain yang mengandung makna sosiopragmatik
310
4 tuturan atau 4,69%; (c) permintaan berjumlah 9 tuturan atau 10,12%; (d)
permohonan berjumlah 1 tuturan atau 1,12%; (e) desakan berjumlah 15
tuturan atau 16,86%; (f) bujukan berjumlah 2 tuturan atau 2,24%; (g) imbauan
berjumlah 1 tuturan atau1,12%; (h) ajakan berjumlah 9 tuturan atau 10,12%;
(i) mengizinkan berjumlah 2 tuturan atau 2,24%; (j) larangan berjumlah 12
tuturan atau 13,48%; (k) harapan berjumlah 14 tuturan atau 15,73%; dan (l)
anjuran berjumlah 15 tuturan atau 16,86%.
Adapun frekuensi kemunculan masing-masing wujud makna sosiopragmatik
imperatif dalam tuturan masyarakat antara lain yang mengandung makna
sosiopragmatik imperatif: (a) suruhan berjumlah 2 tuturan atau 5,13%; (b)
permintaan berjumlah 3 tuturan atau 7,70%; (c) desakan berjumlah 9 tuturan
atau 23,08%; (d) imbauan berjumlah 1 tuturan atau 2,56%; (e) ajakan
berjumlah 5 tuturan atau 12,82%; (f) mengizinkan berjumlah 2 tuturan atau
5,13%; (g) larangan berjumlah 6 tuturan atau 15,38%; (h) harapan berjumlah 1
tuturan atau 2,56%; dan (i) anjuran berjumlah 10 tuturan atau 25,64%.
3) Wujud kesantunan politisi didominasi oleh tuturan yang dinyatakan secara
tidak langsung dalam modus kalimat deklaratif dan literal pada jenis makna
sosiopragmatik imperatif perintah, suruhan, permintaan, permohonan,
desakan, bujukan, imbauan, ajakan, mengizinkan, harapan. Pada tuturan
imperatif politisi dengan makna sosiopragmatik imperatif jenis anjuran
terdapat 1 tuturan dinyatakan secara tidak langsung dalam modus kalimat
interogatif dan tidak literal. Tuturan imperatif politisi dengan makna
sosiopragmatik imperatif jenis larangan terdapat 1 tuturan dinyatakan secara
langsung dalam modus kalimat imperatif dan literal. Berdasarkan skala
kesantunan Leech, wujud kesantunan politisi yang mengandung kadar
kesantunan rendah terdapat pada tuturan imperatif dengan makna
sosiopragmatik imperatif perintah, suruhan, permintaan, desakan, dan
larangan. Kadar kesantunan tinggi terdapat pada tuturan imperatif dengan
makna sosiopragmatik imperatif permohonan, bujukan, imbauan, ajakan,
Wujud kesantunan masyarakat didominasi oleh tuturan yang dinyatakan
secara tidak langsung dalam modus kalimat deklaratif dan literal pada jenis
makna sosiopragmatik imperatif perintah, suruhan, permintaan, desakan,
imbauan, ajakan, mengizinkan, harapan. Pada tuturan imperatif masyarakat
dengan makna sosiopragmatik imperatif jenis anjuran terdapat 1 tuturan
dinyatakan secara tidak langsung dalam modus kalimat interogatif dan tidak
literal. Pada tuturan imperatif masyarakat dengan makna sosiopragmatik
imperatif jenis larangan terdapat 1 tuturan dinyatakan secara langsung dalam
modus kalimat imperatif dan literal. Berdasarkan skala kesantunan Leech,
wujud kesantunan politisi yang mengandung kadar kesantunan rendah terdapat
pada tuturan imperatif dengan makna sosiopragmatik imperatif perintah,
suruhan, permintaan, desakan, dan larangan. Kadar kesantunan tinggi terdapat
pada pada tuturan imperatif dengan makna sosiopragmatik imperatif imbauan,
ajakan, mengizinkan, harapan, dan anjuran.
4) Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan strategi kesantunan imperatif
dalam tuturan imperatif politisi yang menyangkut ciri linguistik sehingga
mewujudkan kesantunan linguistik, sedangkan yang menyangkut ciri
nonlinguistik mewujudkan mewujudkan kesantunan pragmatik. Dalam tuturan
imperatif politisi ditemukan strategi kesantunan linguistik. Berdasarkan
panjang-pendek tuturan, ditemukan 67 tuturan imperatif dengan kalimat
panjang dan 22 tuturan imperatif dengan kalimat pendek. Berdasarkan urutan
tutur, ditemukan 53 tuturan imperatif dengan urutan tutur langsung dan 36
urutan tutur tidak langsung. Berdasarkan keberadaan ungkapan penanda
kesantunan, ditemukan ungkapan penanda kesantunan dalam makna
sosiopragmatik imperatif: (1) perintah, yakni menginstruksikan,
konsolidasikan, perintahkan,kawal, dan instruksikan; (2) suruhan, yakni tidak
menginginkan, harus, dan berhentilah; (3) permintaan, yakni ingin, minta,
berikanlah, diminta, pesan, meminta, dan agar; (4) permohonan, yakni
mohon; (5) desakan, yakni harus dan minta; (6) imbauan, yakni mengimbau; (7) ajakan, yakni mengajak, ikuti saja, mari, dan ayo; (8) mengizinkan, yakni
312
mudah-mudahan, harapan, semoga, harap, agar, masih menaruh harapan,
dan harapkan, dan (11) anjuran, yakni seharusnya, sebaiknya, dipikir dulu,
partikel -lah, mestinya, lebih baik, supaya, dan menyarankan.
Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan pula strategi kesantunan imperatif
dalam tuturan imperatif masyarakat yang menyangkut ciri linguistik sehingga
mewujudkan kesantunan linguistik, sedangkan yang menyangkut ciri
nonlinguistik mewujudkan mewujudkan kesantunan pragmatik. Dalam tuturan
imperatif masyarakat ditemukan strategi kesantunan linguistik. Berdasarkan
panjang-pendek tuturan, ditemukan 34 tuturan imperatif dengan kalimat
panjang dan 5 tuturan imperatif dengan kalimat pendek. Berdasarkan urutan
tutur, ditemukan 25 tuturan imperatif dengan urutan tutur langsung dan 14
urutan tutur tidak langsung. Berdasarkan keberadaan ungkapan penanda
kesantunan, ditemukan ungkapan penanda kesantunan dalam makna
sosiopragmatik imperatif: (1) perintah, yakni cermati; (2) suruhan, yakni
hindari (verba+i), suruh, dan kembalikan (verba+kan); (3) permintaan, yakni tidak ingin, tak ingin, dan meminta; (4) desakan, yakni , perlu segera, dan mendesak; (5) imbauan, yakni mengimbau; (6) ajakan, yakni mari; (7) mengizinkan, yakni silakan; (8) larangan, yakni jangan; (9) harapan, yakni
berharap dan semoga, dan (10) anjuran, yakni lebih baik, harus, pantasnya, mestinya, seharusnya, perlu, harusnya, dan sebaiknya.
5) Berdasarkan hasil analisis, tanggapan publik terhadap tuturan imperatif politisi
yang berisi tanggapan terhadap: (a) peristiwa dalam teks berita berjumlah 16
tanggapan; (b) pernyataan sumber informasi berjumlah 4 tanggapan; (c) objek
yang terdapat dalam pernyataan sumber informasi berjumlah 59 tanggapan;
(d) lembaga atau instansi dari sumber informasi atau objek yang disebutkan
sumber informasi berjumlah 1 tanggapan; dan (e) sesama penanggap
berjumlah 12 tanggapan. Dapat disimpulkan bahwa tanggapan publik terhadap
tuturan imperatif politisi lebih didominasi oleh tanggapan terhadap objek
dalam tuturan sumber informasi dibandingkan peristiwa dalam teks berita
tersebut. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan 17 tuturan dari penanggap
yang disebutkan dalam tuturan sumber informasi. Ditemukan pula 75 tuturan
dari penanggap publik yang mengancam muka dari sumber informasi (politisi)
dan objek yang disebutkan dalam tuturan sumber informasi. Jumlah tuturan
yang mengancam muka pihak lain lebih banyak daripada tuturan yang
menyelamatkan muka pihak lain. Dapat disimpulkan bahwa tanggapan public
terhadap tuturan imperatif politisi memiliki kadar kesantunan yang rendah.
Berdasarkan hasil analisis, ditemukan 85 tanggapan publik terhadap tuturan
imperatif masyarakat yang berisi tanggapan terhadap: (a) peristiwa dalam teks
berita berjumlah 7 tanggapan; (b) pernyataan sumber informasi berjumlah 26
tanggapan; (c) objek yang terdapat dalam pernyataan sumber informasi
berjumlah 21 tanggapan; (d) lembaga atau instansi dari sumber informasi atau
objek yang disebutkan sumber informasi berjumlah 2 tanggapan; dan (e)
sesama penanggap berjumlah 29 tanggapan. Dapat disimpulkan bahwa
tanggapan publik terhadap tuturan imperatif masyarakat lebih didominasi oleh
tanggapan terhadap sesama penanggap dan sumber imformasi (masyarakat)
dibandingkan peristiwa dalam teks berita tersebut.
Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan 38 tuturan dari penanggap publik
yang menyelamatkan muka dari sumber informasi (masyarakat) dan objek
yang disebutkan dalam tuturan sumber informasi. Ditemukan pula 47 tuturan
dari penanggap publik yang mengancam muka dari sumber informasi
(masyarakat) dan objek yang disebutkan dalam tuturan sumber informasi.
Jumlah tuturan yang mengancam muka pihak lain hampir berimbang dengan
tuturan yang menyelamatkan muka pihak lain. Namun tetap lebih banyak
tuturan yang mengancam muka pihak lain. Dapat disimpulkan bahwa
tanggapan publik terhadap tuturan imperatif masyarakat tergolong cukup
314
5.2 Saran
Penelitian ini menunjukkan bahwa analisis Sosiopragmatik bisa
dimanfaatkan untuk mengkaji kesantunan imperatif dalam ranah pemerintahan
(politik). Biasanya kesantunan dalam berbahasa hanya dilihat dari ada tidaknya
ungkapan penanda kesantunan, misalnya mohon atau harap. Dengan adanya
penelitian ini bisa sedikit menyadarkan bahwa ilmu bahasa bisa fungsional dalam
mengunggkapkan fenomena yang sama dengan sudut pandang berbeda.
Penelitian ini lebih menarik dilengkapi analisis aspek formal yang lengkap
dari mulai mulai aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis. Pada penelitian
selanjutnya diharapkan ada peneliti yang mengkaji kesantunan berbahasa dengan
pendekatan sosiopragmatik dan dilengkapi dengan aspek formal tersebut. Akan
lebih menarik pula jika ada penelitian lanjutan terkait kesantunan imperatif atau
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Djajasudarma, T. Fatimah. 2006. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Refika Aditama.
Ginting, Sutradara. 2006. Jalan Terjal Menuju Demokrasi: Catatan Kritis Seorang Politisi. Jakarta: IPCOS.
Keraf, Gorys. 1981. Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.
Laswati, Elih. 2013. Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Teks Pidato Siswa Kelas IX SMP Islam Harapan Ibu Tahun Pelajaran 2012-2013. Skripsi pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarief Hidayatullah.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Teknik- tekniknya. Jakarta: Rajawali Press.
Mardialis. 2010. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Nadar, F.X. 2004. Bahasa Politik Indonesia Menjelang Pemilu 2004: Kajian Pragmatik Tentang Kesopanan. Yogyakarta: University of Gajah Mada.
. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nn. 2014. Welcome. [Online]. Tersedia: www.rakyatmerdeka.co.id [12 September 2014]
Pateda, Mansoer. 1994. Linguistik Umum: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.
Rahardi, Kunjana. 2006. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga
316
Rokhman, Fathur. 2013. Sosiolinguistik: Suatu Pendekatan Pembelajaran Bahasa dalam Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sosiowati, I Gusti Ayu Gde. 2013. Kesantunan Bahasa Politisi dalam Talkshow di Metro TV. Disertasi Doktor pada FIB UNUD.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung; Alfabeta.
Susanto, Anang. 2003. Bahasa Politik Pascaorde Baru. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Thomas, Linda dan Wareing, Shan. 2007. Bahasa, Masyarakat, dan
Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ubaedillah, A. dan Rozak, Abdul. 2010. Pendidikan Kewarga[negara]an: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media Group.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Wikipedia. 2014. Situs Web. [Online]. Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Situs_web. [12 September 2014]
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Ed. Indah Fajar Wahyuni)