• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN ALI MOERTOPO DALAM MEWUJUDKAN STABILITAS POLITIK PADA MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO (1966-1984).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN ALI MOERTOPO DALAM MEWUJUDKAN STABILITAS POLITIK PADA MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO (1966-1984)."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN ALI MOERTOPO DALAM MEWUJUDKAN STABILITAS

POLITIK PADA MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO (1966-1984)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

DWI SETIYONO

0908890

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PERANAN ALI MOERTOPO DALAM MEWUJUDKAN STABILITAS POLITIK PADA MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO (1966-1984)

Oleh

Dwi Setiyono

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Dwi Setiyono

Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

DWI SETIYONO

PERANAN ALI MOERTOPO DALAM MEWUJUDKAN STABILITAS POLITIK PADA MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO (1966-1984)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Drs. Suwirta, M.Hum NIP. 19621009 199001 1 001

Pembimbing II

Farida Sarimaya, S.Pd, M.Si NIP. 19710604 200501 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

(4)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

(5)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Struktur Organisasi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis ... 11

2.1.1 Peran ... 11

2.1.2 Stabilitas Politik ... 15

2.1.3 Teori Strukturasi ... 18

2.1.4 Teori Patron-Klien... 20

2.2 Penelitian Terdahulu ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Teknik Penelitian ... 26

3.1.1 Metode Penelitian ... 26

3.1.2 Teknik Penelitian... 28

(6)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian ... 29

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 30

3.2.3 Proses Bimbingan / Konsultasi ... 31

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 32

3.3.1 Heuristik ... 32

3.3.2 Kritik Sumber ... 35

3.3.2.1 Kritik Eksternal ... 36

3.3.2.2 Kritik Internal ... 38

3.3.3 Interprestasi ... 40

3.4.3 Historiografi ... 42

BAB IV UPAYA ALI MOERTOPO UNTUK MEWUJUDKAN STABILITAS POLITIK PADA MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO (1966-1984) 4.1 Biografi Singkat Ali Moertopo ... 45

4.1.1 Masa Kecil... 45

4.1.2 Masa-Masa Pendidikan ... 47

4.1.3 Perjalanan Karir Militer ... 49

4.2 Kondisi Sosial Politik Indonesia Menjelang Kepemimpinan Soeharto ... 52

4.3 Ali Moertopo Dalam Menangani Permasalahan Politik Luar Negeri 56 4.3.1 Normalisasi Hubungan Indonesia-Malaysia ... 56

4.3.2 Integrasi Timor Timur ... 63

4.4 Ali Moertopo Dalam Menangani Permasalahan Politik Dalam Negeri ... 72

4.4.1 Penyederhanaan / Fusi Partai Politik ... 72

4.4.2 Pembatasan Aspirasi Politik Umat Islam ... 76

(7)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.5 Peran Ali Moertopo dalam Operasi Khusus (Opsus) ... 91

4.5.1 Intervensi Opsus dalam Urusan Internal Partai & Organisasi. 93

4.5.2 Opsus dalam Pemenangan Sekber Golkar di Pemilu 1971 ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 106

5.2 Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110 LAMPIRAN

(8)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

4.1. Ali Moertopo (Kanan) Bersama Tun Abdul Razak Sedang

Membicarakan Upaya Normalisasi Hubungan Indonesia-Malaysia ... 60

4.2. Peristiwa Kerusuhan Lapangan Banteng, Maret 1982.. ... 88

(9)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembabakan sejarah di Indonesia terbagi ke dalam beberapa periode, salah

satunya adalah masa Orde Baru (1966-1998). Pada periode ini, Indonesia berada

di bawah kepemimpinan Soeharto yang menggantikan posisi Soekarno dari kursi

presiden pasca tragedi Gerakan 30 September (G30S). Setelah berhasil

menduduki posisi sebagai presiden, hal yang diinginkan oleh Soeharto di awal

kepemimpinannya adalah stabilitas politik sebagai syarat bagi kinerja

perekonomian (Elson, 2005: 331). Maksud dari pernyataan Elson tersebut adalah

Soeharto memposisikan pembangunan di bidang ekonomi sebagai panglima atau

prioritas utama. Untuk menjamin terselenggaranya pembangunan ekonomi,

diperlukan pembenahan kehidupan politik negara terlebih dahulu. Dengan

demikian, Soeharto memberlakukan aturan yang ketat dalam kehidupan politik

demi terwujudnya stabilitas politik yang dapat menjamin terselenggaranya

pembangunan ekonomi. Maka tidak heran apabila banyak kalangan yang

menganggap pemerintahan Soeharto sebagai pemerintahan yang otoriter.

Pemerintahan otoriter tersebut merupakan salah satu cara untuk menciptakan

stabilitas politik.

Stabilitas politik yang diciptakan oleh pemerintah Orde Baru membuat

Soeharto berhasil mempertahankan jabatannya sebagai presiden hingga lebih dari

30 tahun. Stabilitas tersebut ditopang oleh fondasi kuat yang diciptakan sejak

periode awal Soeharto berkuasa. Dalam mewujudkan stabilitas politik ini tentu

Soeharto tidak sendirian, banyak tokoh di belakangnya yang ikut berperan dalam

melanggengkan kekuasaannya. Ali Moertopo merupakan salah satu tokoh dengan

(10)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

merupakan salah satu arsitek yang turut membantu Presiden Soeharto dalam

menyusun landasan bagi Orde Baru.

Kiprah Ali Moertopo di bidang politik dibuktikan dengan beberapa jabatan

strategis yang diberikan oleh Soeharto kepadanya, diantaranya adalah sebagai

anggota Staf Pribadi (Spri) Presiden, Asisten Pribadi (Aspri) presiden bidang

politik, Kepala Operasi Khusus (Opsus), Menteri Penerangan, hingga wakil Ketua

Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Berbagai jabatan strategis tersebut

menjadikan nama Ali Moertopo tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan politik

pada masa pemerintahan Soeharto. Melalui jabatan-jabatan tersebut pula Ali

Moertopo memainkan peranannya di bidang politik.

Banyak pengamat yang menyatakan bahwa kekuasaan Soeharto di

Indonesia adalah pada saat ia diberi kuasa atas keadaan negara melalui Surat

Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966. Salah satunya adalah

Sulastomo, menurutnya Soeharto memiliki kekuasaan yang besar setelah diberi

mandat oleh Soekarno melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada

tahun 1966 pasca peristiwa G30S (Sulastomo, 2008: 164). Hal tersebut senada

dengan pernyataan Pambudi (2009: 64) bahwa Supersemar telah menjadi

pembuka jalan bagi Soeharto untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno untuk

kemudian menjadi presiden.

Kedua pernyataan di atas secara tidak langsung menyatakan bahwa awal

mula kekuasaan Soeharto di Indonesia adalah pada saat ia memperoleh mandat

melalui Supersemar pada tahun 1966. Pada perkembangannya, Supersemar ini

kemudian dikukuhkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)

melalui Ketetapan No. IX/MPRS/1966. Kekuasaan Soeharto kemudian berlanjut

sampai dibentuknya Kabinet Ampera pada 28 Juli 1966 dimana Soeharto ditunjuk

oleh MPRS sebagai Ketua Presidium Kabinet melalui Ketetapan No.

XIII/MPRS/1966, yang berarti bahwa Soeharto bertindak sebagai kepala

pemerintahan dalam Kabinet Ampera. Pada saat menjabat sebagai Ketua

(11)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kepada Ali Moertopo untuk ikut serta dalam pemerintahan. Ali Moertopo

diangkat menjadi salah satu dari 12 orang Staf Pribadi (Spri) Presiden.

Keberadaan Spri tidak sedikit mengundang komentar miring, Jenkins (2010:

27-28) menganggap bahwa Spri merupakan “pemerintah bayangan” yang memiliki

kekuasaan lebih besar dibanding kabinet, terutama dalam penyusunan kebijakan.

Pada perkembangannya, Spri akhirnya dibubarkan setelah hanya bertahan

selama dua tahun (1966-1968). Kendati demikian Ali Moertopo tetap dipercaya

oleh Presiden Soeharto dengan jabatan sebagai Asisten Pribadi (Aspri) Presiden

bidang politik. Ia bersama anggota Aspri lainnya, yakni Soedjono Hoemardani

dan Surjo Wirjohadiputro dapat dikatakan sebagai orang-orang terdekat Soeharto

dalam menangani berbagai masalah.

Sebelum menduduki jabatan di Spri dan Aspri, Ali Moertopo telah

berkiprah dalam suatu badan yang bernama Operasi Khusus (Opsus). Opsus

merupakan operasi intelijen yang bertugas untuk mengakhiri konfrontasi dan

melaksanakan proses normalisasi hubungan antara Indonesia-Malaysia. Dalam hal

normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia ini, Ali Moertopo memiliki peran yang

cukup penting, karena ia bertugas secara langsung untuk turun ke lapangan, yakni

sebagai orang pertama bersama Benny Moerdani dan Sugeng Djarot yang masuk

ke Malaysia untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut dengan para petinggi

Malaysia mengenai penyelesaian konfrontasi (Tim CSIS, 2004: 16-17). Sebuah

kewajaran jika Ali Moertopo dipercaya oleh Soeharto untuk melaksanakan tugas

ini karena sebagaimana yang dikatakan oleh Mukmin (1991: 116) bahwa Ali

Moertopo merupakan seorang perwira yang memiliki latar belakang yang luas

dalam tugas intelijen, termasuk tugas-tugas politik yang bersifat terobosan.

Upaya-upaya untuk mengakhiri konfrontasi ini berhasil mencapai puncaknya

ketika terjadi kesepakatan normalisasi hubungan antara pihak Indonesia dengan

Malaysia pada 11 Agustus 1966. Kesepakatan yang dilaksanakan di Ruang

Pancasila, gedung Departemen Luar Negeri tersebut secara resmi menandai

(12)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Opsus kemudian berkembang, dari operasi intelijen untuk melaksanakan

proses normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia, menjadi cap bagi segala

kegiatan operasi intelijen, tidak hanya di bidang militer, namun juga di bidang

politik (Cahyono, 1992: 65). Keberhasilan Ali Moertopo sebagai Kepala Opsus

membuat Soeharto kembali memberinya tugas, namun kemudian tugasnya adalah

rekayasa politik yang dikenal pula dengan sebutan penggalangan atau

conditioning, yakni rekayasa dari atas atau engineering from above (Cahyono,

1998: 44). Rekayasa seperti ini utamanya ditujukan pada partai-partai poltik yang

dianggap dapat mengancam stabilitas negara. Menurut Nishihara seperti yang

dikutip oleh Bhakti dkk (1999: 133), menjelang Pemilu 1971 Ali Moertopo

melaksanakan tugasnya di Opsus dengan cara mengintervensi rapat-rapat atau

musyawarah partai dan kemudian memanipulasi konvensi-konvensi partai untuk

menciptakan krisis kepemimpinan yang pada akhirnya dapat memberikan

kesempatan pada pemerintah untuk mendorong kepemimpinan yang dapat bekerja

sama dengan pemerintah. Tugas yang diemban oleh Ali Moertopo tersebut

membuatnya dipandang secara luas sebagai orang yang paling berperan dalam

mengebiri partai-partai politik pada akhir tahun 1960-an (Jenkins, 2010: 52).

Baik Aspri maupun Opsus, keduanya merupakan badan yang dapat

menimbulkan masalah, karena bersifat inkonstitusional atau tidak sesuai dengan

konstitusi yang sebagaimana mestinya. Dalam hal pelaksanaan tugas, Aspri akan

berbenturan dengan para menteri di kabinet, sama halnya dengan Opsus yang

akan berbenturan dengan Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara). Pada Aspri

dan Opsus inilah Ali Moertopo banyak berkecimpung, sehingga ia disebut oleh

Jenderal Soemitro sebagai free wheeler, yakni orang yang langsung dikendalikan

oleh sang pemimpin dan mempunyai akses kemanapun, tidak mempunyai

organisasi namun memiliki mandat penuh dari pimpinan, dan dapat berhubungan

dengan siapa saja atas nama pimpinan (Cahyono, 1998: 53).

Pada perkembangannya, jabatan Aspri ditiadakan sebagai akibat dari

(13)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tidak membuat Ali Moertopo kehilangan posisi dalam kedudukannya sebagai

“orang penting”, karena ia kembali dipercaya untuk mengatasi permasalahan

Timor Timur. Ali Moertopo berperan aktif sebagai pimpinan delegasi Indonesia

dalam pertemuan dengan pihak Portugal untuk membicarakan masa depan Timor

Timur. Setidaknya ada dua pertemuan penting antara Indonesia dengan Portugal

dimana delegasi Indonesia dipimpin oleh Ali Moertopo, yakni pertemuan di

Lisabon pada 14-15 Maret 1974, dan pertemuan di London pada 9 Maret 1975.

Dalam pertemuan tersebut Ali Moertopo menyatakan bahwa opsi kemerdekaan

penuh bagi Timor Timur merupakan opsi yang tidak relevan karena dua faktor

utama, yaitu tidak adanya natural resources dan tidak tersedianya sumber daya

manusia (Tim CSIS, 2004: 19). Pernyataan dari Ali Moertopo ini sangat logis

karena jika Timor Timur memaksakan diri untuk merdeka secara penuh, maka

dikhawatirkan akan masuk suatu kekuatan dari luar yang dapat mengakibatkan

terganggunya stabilitas di Timor Timur, lebih luas lagi di Asia Pasifik.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan antara Indonesia dan Portugal,

dibentuklah satuan tugas intelijen dengan nama Operasi Komodo yang kemudian

disebut Operasi Pra Seroja Tahap I (Subroto, 2005: 30). Dalam Operasi Komodo,

Ali Moertopo bertindak sebagai wakil pimpinan mendampingi Yoga Sugama

yang ditunjuk menjadi pucuk pimpinan. Operasi Komodo ini merupakan cikal

bakal invasi militer Indonesia ke Timor Timur yang mencapai puncaknya dalam

Operasi Seroja pada tahun 1975-1978. Berkat Operasi Seroja, Timor Timur

berhasil berintegrasi dengan Indonesia, walaupun di kemudian hari invasi militer

Indonesia ke Timor Timur ini dipermasalahkan oleh dunia internasional.

Setelah Pemilu 1977, Ali Moertopo yang sebelumnya tidak pernah

berkiprah di kabinet, akhirnya mendapatkan jabatan menteri dalam kabinet

Pembangunan III, yakni sebagai Menteri Penerangan. Jabatan yang diembannya

sejak tahun 1978 tersebut membuatnya tidak lagi bisa menjadi free wheeler,

kendati demikian Ali Moertopo tetap bisa memegang kendali atas stabilitas politik

(14)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Izin Terbit (SIT) media massa yang beritanya dianggap mengancam stabilitas

nasional. Salah satunya adalah Tempo, pada 12 April 1982 Ali Moertopo

mengeluarkan keputusan yang isinya membekukan SIT Tempo karena melanggar

kode etik pers yang bebas dan bertanggung jawab. Banyak orang percaya alasan

utamanya karena Tempo memberitakan kampanye Partai Golkar di Lapangan

Banteng, Jakarta yang berakhir dengan kerusuhan. Pemerintah rupanya keberatan

dengan berita tersebut, karena Golkar merupakan partai pemerintah (Pontoh,

2008: 101). Tidak hanya media cetak, media televisi juga dikendalikan demi

menjaga stabilitas nasional. Pada tahun 1980, Televisi Republik Indonesia (TVRI)

yang pada saat itu merupakan stasiun televisi satu-satunya di Indonesia diubah

statusnya oleh Ali Moertopo dari Yayasan TVRI menjadi Lembaga Direktorat

TVRI yang berada di bawah Departemen Penerangan RI (Ishadi, 2012). Dengan

adanya keputusan tersebut, dapat dikatakan bahwa TVRI menjadi kepanjangan

tangan pemerintah yang kemudian bertahan hingga Orde Baru berakhir.

Pada tahun 1982 saat masih menjabat sebagai Menteri Penerangan, Ali

Moertopo mempelopori ide pemberian gelar “Bapak Pembangunan” bagi

Soeharto. Ide ini dicetuskan oleh Ali Moertopo setelah merasa bahwa

pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintahan Soeharto mulai dapat

dirasakan dampak positifnya oleh rakyat Indonesia. Ia sangat aktif dalam

memobilisasikan pendapat umum dengan teknik ciptaannya sendiri yang disebut

sebagai “Kebulatan Tekad” (Dhakidae, 2003: 269-270). Usahanya pun tidak

sia-sia, pada sidang umum MPR bulan Maret 1983, Soeharto diberikan gelar “Bapak Pembangunan” yang dikukuhkan oleh Ketetapan MPR No. V/MPR/1983.

Keberhasilannya ini tentu didukung oleh posisinya sebagai Menteri Penerangan.

Pada 1983, Ali Moertopo menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua Dewan

Pertimbangan Agung (DPA). Pada periode ini ia lebih jarang tampil di media

massa dibandingkan dengan periode sebelumnya ketika menjabat sebagai Menteri

(15)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto, yakni dengan memberikan

saran, nasihat dan pertimbangan sesuai kapasitasnya sebagai pejabat DPA.

Peranan penting yang dimainkan oleh Ali Moertopo tidak hanya dapat

dilihat dari jabatan-jabatan yang didudukinya, namun juga dari

pemikiran-pemikirannya bersama lembaga studi yang didirikannya bersama Soedjono

Hoemardani pada tahun 1971, yakni Centre for Strategic and International

Studies (CSIS). Banyak kalangan yang menganggap bahwa CSIS memiliki

pengaruh besar atas kebijakan-kebijakan pemerintah, namun Soeharto dengan

tegas membantahnya, menurutnya CSIS bukanlah perumus kebijakan pemerintah

(Cahyono, 1998: 41). Dari sini dapat dilihat bahwa Ali Moertopo memegang

peranan yang cukup besar. Lebih jauh lagi, Jenkins dalam bukunya Soeharto &

Barisan Jenderal Orba menyebutkan bahwa Ali Moertopo merupakan salah satu

dari empat orang (bersama Yoga Sugama, Sudomo, dan Benny Moerdani) yang

tergolong dalam “kelompok inti lingkaran dalam” di sekitar Soeharto, khususnya

pada periode awal Orde Baru (Jenkins, 2010: 27-29). Keempat orang yang

tergolong kelompok inti lingkaran dalam ini tidak saja memiliki kedekatan

hubungan tugas dengan Soeharto, tetapi juga kedekatan secara personal. Maka

tidak heran apabila muncul satu pendapat yang diungkapkan oleh Krissantono

(1991: 136) bahwa apabila berbicara mengenai Orde Baru, maka tidak mungkin

melepaskan diri dari seorang Ali Moertopo, karena Ali Moertopo merupakan

pejuang yang sebagian besar hidupnya diabdikan untuk Orde Baru. Pendapat

tersebut didukung oleh pernyataan “kalau raja Orde Baru adalah Soeharto, maka Ali Moertopo adalah patihnya” (Tim Narasi, 2009: 35). Menurut penulis, pendapat-pendapat tersebut membuat permasalahan menjadi lebih menarik untuk

dikaji. Sehingga penulis merasa tertarik untuk membuktikan kebenaran

pendapat-pendapat tersebut, seperti apa peran Ali Moertopo khususnya dalam upaya untuk

mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, bahwa upaya

(16)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pemerintahan Soeharto telah membawa dampak yang cukup besar bagi

terwujudnya stabilitas politik, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut

mengenai “Peranan Ali Moertopo Dalam Mewujudkan Stabilitas Politik Pada

Masa Pemerintahan Soeharto (1966-1984)” ke dalam sebuah karya tulis skripsi. Mengenai pembatasan periode penelitian, penulis berpendapat bahwa pada tahun

1966 setelah keluarnya Supersemar, Ali Moertopo mulai memiliki peranan

penting dalam kehidupan politik Indonesia. Soeharto yang pada saat itu bertindak

sebagai pengemban Supersemar dan menjabat sebagai Ketua Presidium Kabinet

Ampera telah menjadikan Ali Moertopo sebagai salah satu orang kepercayaannya,

yakni pada saat diangkat menjadi Spri Presiden. Penulis membatasi periode

penelitian hingga tahun 1984, karena pada tahun tersebut Ali Moertopo wafat

akibat serangan jantung.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana strategi yang dilakukan oleh Ali Moertopo untuk mewujudkan stabilitas politik Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto

(1966-1984)?”. Untuk mengarahkan ruang lingkup penelitian dan mempermudah

penulisan, telah disusun rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan, sebagai

berikut:

1. Bagaimana kondisi sosial-politik Indonesia menjelang kepemimpinan

Soeharto?

2. Bagaimana peran Ali Moertopo dalam menangani permasalahan politik

luar negeri?

3. Bagaimana peran Ali Moertopo dalam menangani permasalahan politik

dalam negeri?

4. Bagaimana peran Ali Moertopo dalam Operasi Khusus (Opsus) untuk

(17)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1.3.Tujuan Penelitian

Setiap penelitian memiliki tujuan yang hendak dicapai. Adapun yang

hendak dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan kondisi sosial-politik Indonesia menjelang kepemimpinan

Soeharto, yakni sejak awal dekade 1960-an hingga beralihnya

kepemimpinan nasional dari Soekarno ke Soeharto.

2. Mendeskripsikan berbagai upaya yang dilakukan oleh Ali Moertopo dalam

menangani permasalahan politik luar negeri, yang meliputi upaya

normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia dan penyatuan Timor Timur

dengan Indonesia.

3. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan oleh Ali Moertopo dalam

menangani permasalahan politik dalam negeri, yang meliputi

penyederhanaan partai politik, pembatasan aspirasi politik umat Islam,

serta penataan kehidupan pers dan perfilman.

4. Memaparkanperan Ali Moertopo dalam lembaga Operasi Khusus (Opsus)

sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan stabilitas politik.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan penulis lakukan diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang terkait. Manfaat penelitian

tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menambah wawasan dalam bidang kajian sejarah nasional Indonesia,

khususnya pada periode Orde Baru.

2. Memberi acuan pada pengembangan penelitian sejarah yang lebih lanjut

mengenai sejarah Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto.

3. Memberi kontribusi positif terhadap pembelajaran sejarah di SMA,

khususnya di kelas XII pada materi yang membahas tentang

(18)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Memperkaya dan melengkapi penulisan karya ilmiah di lingkungan

Universitas Pendidikan Indonesia pada umumnya, dan khususnya di

jurusan Pendidikan Sejarah.

1.5.Struktur Organisasi

Hasil penelitian ini akan disusun berdasarkan struktur penulisan sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini dipaparkan secara rinci mengenai latar belakang yang

menjadi alasan ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian, dan dilanjutkan

dengan rumusan masalah yang diuraikan dalam beberapa pertanyaan penelitian.

Selain itu, pada bab ini juga dipaparkan mengenai tujuan dan manfaat penelitian,

serta struktur organisasinya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang penjabaran beberapa teori dan konsep yang digunakan

sebagai landasan berpikir yang dapat membantu penulis dalam penelitian ini.

Selain itu, dipaparkan juga mengenai penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

peranan Ali Moertopo selama berkecimpung di kancah politik pada masa

pemerintahan Soeharto.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini, dibahas mengenai langkah-langkah metode dan teknik yang

digunakan dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, serta analisis

dan cara penulisannya. Metode yang digunakan adalah metode historis. Penelitian

historis adalah suatu usaha untuk menggali fakta-fakta, dan menyusun kesimpulan

dari peristiwa-peristiwa masa lampau yang didukung oleh langkah-langkah

(19)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV UPAYA ALI MOERTOPO UNTUK MEWUJUDKAN STABILITAS

POLITIK PADA MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO (1966-1984)

Bab ini merupakan uraian penjelasan dan analisis dari hasil penelitian yang

dilakukan berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam rumusan masalah.

Terutama mengenai bagaimana peranan Ali Moertopo dalam upaya mewujudkan

stabilitas politik Indonesia pada kurun waktu 1966-1984.

BAB V KESIMPULAN & SARAN

Dalam bab terakhir ini dipaparkan kesimpulan sebagai intisari jawaban terhadap

permasalahan secara keseluruhan, setelah dilakukan pengkajian dari bab

sebelumnya. Selain itu, penulis juga mencantumkan beberapa saran sebagai

(20)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan secara rinci mengenai metode dan teknik

penelitian yang digunakan penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan

fakta yang berkaitan dengan judul skripsi “Peranan Ali Moertopo Dalam

Mewujudkan Stabilitas Politik Pada Masa Pemerintahan Soeharto (1966-1984)”.

Metode yang digunakan adalah metode historis, dan untuk teknik penelitiannya,

penulis menggunakan studi literatur.

3.1. Metode dan Teknik Penelitian 3.1.1. Metode Penelitian

Metode merupakan suatu prosedur, proses, atau teknik yang sistematis

dalam melakukan penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan

objek (bahan-bahan) yang diteliti (Sjamsuddin, 2007: 13). Dalam penelitian ini,

penulis menggunakan metode historis yang merujuk pada pendapat dari

Gottschalk (1986: 32) bahwa metode historis merupakan suatu proses menguji

dan menganalisa secara kritis, rekaman dan peninggalan masa lampau. Pernyataan

ini menekankan perbedaan dengan metode-metode lainnya yakni dalam hal

sumber yang bersifat lampau. Lebih khusus lagi, Garraghan yang dikutip oleh

Abdurrahman (2007: 53) menyatakan bahwa metode historis adalah seperangkat

aturan aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah

secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil

yang dicapai dalam bentuk tertulis.

Ismaun (2005: 28) secara rinci menjelaskan metode sejarah/historis

sebagai berikut:

(21)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tentang suatu masa atau peristiwa, untuk mengevaluasi kesaksian

(testimony) tentang saksi-saksi tersebut, untuk menyusun fakta-fakta yang

telah diuji dalam hubungan-hubungan kausalnya dan akhirnya menyajikan pengetahuan yang tersusun mengenai peristiwa-peristiwa tersebut.

Metode historis digunakan oleh penulis karena data dan fakta yang

dibutuhkan dalam penelitian ini berasal dari masa lampau, sehingga metode

historis merupakan metode yang paling tepat. Berdasarkan pernyataan tersebut,

hasil data atau fakta ini dapat kita gunakan untuk mengungkap apa yang

disumbangkan oleh masa lampau untuk memahami masa sekarang dan

memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan.

Menurut Ismaun (2005: 50) terdapat empat langkah yang dilakukan dalam

mengembangkan metode historis, yaitu: (1) heuristik, (2) kritik sumber, (3)

interpretasi, dan (4) historiografi.

1. Heuristik

Heuristik merupakan tahap awal dalam penelitian sejarah seperti mencari,

menemukan dan mengumpulkan fakta-fakta atau sumber-sumber yang

berhubungan dengan permasalahan yang dikaji. Data-data yang dicari dalam tahap

heuristik tentu saja yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji oleh

penulis. Menurut Renier sebagaimana yang dikutip oleh Abdurahman (2007: 64)

menjelaskan bahwa heuristik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu

ilmu. Oleh karena itu heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan umum.

Bahkan heuristik sering kali merupakan suatu keterampilan dalam menemukan,

menangani dan merinci bibliografi atau mengklasifikasi dan merawat

catatan-catatan. Secara sederhana, sumber-sumber sejarah dapat berupa: sumber benda,

sumber tertulis dan sumber lisan. Selain itu, dapat juga diklasifikasikan dalam

sumber primer dan sumber sekunder.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber adalah kegiatan yang bertujuan untuk menyaring

sumber-sumber yang diperoleh, sehingga didapatkan fakta-fakta yang sesuai dengan

(22)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sumber yang meragukan. Kritik sumber merupakan suatu proses yang sangat

penting dalam suatu penelitian sejarah, karena hal ini akan menjadikan karya

sejarah sebagai sebuah produk dari proses ilmiah yang dapat

dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Penyaringan dan penilaian terhadap

sumber-sumber sejarah itu meliputi dua aspek yaitu kritik internal dan kritik

eksternal.

a. Kritik internal digunakan untuk menilai isi dari sumber yang

ditemukan. Menelaah sejauh mana penyajian antara fakta dan

interpretasi peneliti sumber tersebut.

b. Kritik eksternal mengarahkan pengujian pada otensitas dan integritas

sumber yang diperoleh.

3. Interpretasi

Interpretasi merupakan kegiatan penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah,

baik yang berasal dari sumber lisan ataupun sumber tulisan kemudian

menghubungkannya untuk memperoleh gambaran yang jelas. Interpretasi juga

dapat diartikan sebagai sebuah penafsiran yang diperoleh dari hasil pemikiran dan

pemahaman terhadap keterangan-keterangan yang diperoleh dari sumber-sumber.

Pada tahapan ini penulis mencoba menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh selama

penelitian berdasarkan data-data yang telah melalui proses seleksi pada tahap

kritik sumber.

4. Historiografi

Historiografi atau penulisan sejarah merupakan proses penyusunan hasil

penelitian yang telah diperoleh sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh,

sehingga dihasilkan suatu tulisan yang logis dan sistematis dengan demikian akan

diperoleh suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam hal ini penulis melakukan kegiatan historiografi dengan menyusunnya ke

dalam bentuk skripsi dengan judul Peranan Ali Moertopo dalam Mewujudkan

Stabilitas Politik Pada Masa Pemerintahan Soeharto (1966-1984), sehingga

(23)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.1.2. Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

teknik studi literatur atau studi kepustakaan. Teknik studi literatur ini merupakan

teknik yang dipakai untuk memperoleh data yang bersifat teoritis, sehingga

diperoleh fakta yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. Pengkajian dengan

studi literatur akan membuat proses penelitian berlangsung lebih kritis dan

analitis. Setelah berbagai literatur dapat terkumpul serta cukup relevan untuk

dijadikan sebagai dasar dan acuan penulisan, maka penulis mulai mempelajari,

mengidentifikasi, dan mengkaji literatur tersebut untuk dapat digunakan dalam

penelitian ini. Teknik studi literatur dilakukan dengan cara membaca serta

menganalisis berbagai sumber tertulis, seperti buku, koran, majalah, jurnal dan

sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, sehingga dapat

membantu penulis dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang

dirumuskan.

3.2. Persiapan Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian secara langsung, penulis terlebih dahulu

mempersiapkan segala sesuatu yang akan menunjang pelaksanaan penelitian.

Tahap ini sangat penting, karena persiapan yang matang akan menentukan hasil

penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis sebelum

melaksanakan penelitian lebih lanjut, yaitu penentuan dan pengajuan tema

penelitian, penyusunan rancangan penelitian, serta proses bimbingan / konsultasi.

3.2.1. Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Tahap ini adalah langkah awal yang dilakukan oleh penulis dalam

melakukan kegiatan penelitian. Penentuan tema penelitian ini dipengaruhi oleh

ketertarikan penulis ketika mengikuti mata kuliah Sejarah Orde Baru dan

(24)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dipelajari selama perkuliahan, penulis merasa bahwa sejarah politik merupakan

tema yang paling menarik untuk diteliti. Untuk mempermudah penentuan judul,

penulis berupaya membaca berbagai literatur, berkonsultasi dengan beberapa

dosen pengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah UPI, serta berdiskusi dengan

teman-teman kuliah. Hingga akhirnya penulis memutuskan untuk menulis sebuah

skripsi yang bertemakan sejarah politik, khususnya pada periode Orde Baru.

Setelah membaca berbagai literatur, perhatian penulis tertuju pada salah

satu tokoh Orde Baru, yaitu Ali Moertopo. Kemudian pada bulan Oktober 2012

penulis mencoba mengajukan judul Peranan Ali Moertopo Dalam Stabilisasi

Politik Awal Orde Baru (1966-1982) kepada dewan yang secara khusus

menangani penulisan skripsi, yaitu Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS)

Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI. Setelah judul tersebut disetujui, kemudian

penulis menyusun rancangan penelitian dalam bentuk proposal.

3.2.2. Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan atau usulan penelitian adalah salah satu syarat yang harus

disusun oleh penulis sebelum melakukan penelitian. Rancangan ini dibuat dalam

bentuk proposal skripsi. Niat penulis untuk menulis skripsi tentang sejarah politik

pada masa Orde Baru mulai direalisasikan ketika mengikuti mata kuliah Seminar

Penulisan Karya Ilmiah di semester tujuh. Pada mata kuliah tersebut, penulis

mempresentasikan proposal penelitian dengan judul Peranan Ali Moertopo Dalam

Stabilisasi Politik Awal Orde Baru (1966-1982). Pada saat itu penulis mendapat

banyak saran dan kritik dari dosen dan teman kuliah sebagai bahan perbaikan.

Berdasarkan saran dan kritik yang diterima, penulis kemudian melakukan

perbaikan dengan sedikit perubahan pada judul, yakni Peranan Ali Moertopo

Dalam Upaya Mewujudkan Stabilitas Politik Pada Masa Orde Baru (1966-1982).

Pada bulan Januari 2013, proposal skripsi ini kembali diajukan kepada Drs. Ayi

Budi Santosa M.Si dan Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum selaku anggota TPPS

(25)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kemudian dikoreksi terutama pada bagian judul, latar belakang, rumusan masalah,

dan teknik penulisan sesuai kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah yang berlaku di

UPI. Adanya koreksi dari TPPS tersebut membuat penulis kembali mengubah

judul proposal menjadi Peranan Ali Moertopo Dalam Mewujudkan Stabilitas

Politik Pada Masa Pemerintahan Soeharto (1966-1982).

Setelah proposal ini diperbaiki, maka penulis diperbolehkan mengikuti

seminar proposal skripsi yang dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2013 dengan

Bapak Drs. Suwirta, M.Hum sebagai calon pembimbing I dan Ibu Farida

Sarimaya, S.Pd, M.Si sebagai calon pembimbing II. Adapun rancangan penelitian

tersebut meliputi:

a. Judul

b. Latar Belakang Masalah

c. Rumusan Masalah

d. Tujuan Penelitian

e. Manfaat penelitian

f. Metode dan Teknik penelitian

g. Kajian Pustaka

h. Struktur Organisasi

i. Daftar pustaka

Dalam seminar yang dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan

Sejarah lantai 4 gedung FPIPS UPI, penulis memperoleh banyak masukan baik

dari calon dosen pembimbing maupun dosen lainnya yang hadir pada saat itu.

Bapak Drs. Suwirta, M.Hum menyarankan agar periode penelitian diubah dari

1966-1982 menjadi 1966-1984, sehingga judul kembali diubah menjadi Peranan

Ali Moertopo Dalam Mewujudkan Stabilitas Politik Pada Masa Orde Baru

(1966-1984). Sedangkan Ibu Farida Sarimaya, S.Pd, M.Si menyarankan perbaikan pada

bagian latar belakang. Begitu pula dengan dosen-dosen lain yang hadir pada

(26)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

beberapa perbaikan yang disarankan tersebut, maka proposal ini diterima TPPS

dan lolos untuk dijadikan penelitian skripsi.

Rancangan penelitian yang telah diseminarkan tersebut kemudian disetujui

dan ditetapkan dengan SK (Surat Keputusan) oleh TPPS dan Ketua Jurusan

Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dengan nomor 004/TPPS/JPS/PEM/2013. SK

tersebut yang juga menandai penunjukkan pembimbing I dan II.

3.2.3. Proses Bimbingan / Konsultasi

Proses bimbingan merupakan kegiatan konsultasi penyusunan skripsi yang

dilakukan oleh penulis dengan dosen pembimbing I dan II yang ditunjuk oleh

TPPS. Proses bimbingan dengan dosen pembimbing memiliki fungsi yang

penting, yaitu untuk memberikan arahan bagi penulis dalam proses penyusunan

skripsi. Selain itu, dalam proses bimbingan ini penulis juga dapat berdiskusi

dengan pembimbing mengenai masalah yang dihadapi selama melaksanakan

penelitian. Hal ini tentu sangat berpengaruh dalam penyusunan skripsi, karena

melalui konsultasi yang teratur akan diperoleh banyak masukan, saran maupun

kritik bagi penulis dari dosen pembimbing.

Penulis dibimbing oleh dua dosen pembimbing, yaitu Bapak Drs. Suwirta,

M.Hum sebagai pembimbing I dan Ibu Farida Sarimaya, S.Pd, M.Si sebagai

pembimbing II. Setiap hasil penelitian yang penulis dapatkan dilaporkan kepada

dosen pembimbing untuk dikonsultasikan agar penulis dapat lebih memahami dan

mengetahui kekurangan serta kelemahan dalam setiap hasil penelitian. Konsultasi

masing-masing bab biasanya tidak cukup dalam satu kali pertemuan, karena

masih ada kekurangan atau kelemahan yang harus diperbaiki oleh penulis. Setiap

hasil konsultasi dalam proses bimbingan ini tercatat dalam lembar frekuensi

bimbingan.

Jadwal bimbingan bersifat fleksibel, sesuai dengan kesepakatan antara

penulis dengan dosen pembimbing. Penulis melaksanakan bimbingan pertama kali

(27)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembimbing II tanggal 8 April 2013. Pada awalnya, proses bimbingan ini sedikit

terhambat dikarenakan pada bulan Februari-Mei 2013 penulis sedang

melaksanakan praktek mengajar atau PPL (Program Pengalaman Lapangan).

3.3. Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian ini merupakan tahapan selanjutnya setelah

penulis mempersiapkan dan merancang penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian

ini, penulis melakukan empat tahapan sesuai metode historis, yakni sebagai

berikut.

3.3.1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Secara etimologis, heuristik berasal dari bahasa Yunani heurishein yang

artinya memperoleh. Heuristik merupakan tahap awal dalam penelitian sejarah,

yang meliputi mencari, menemukan dan mengumpulkan fakta-fakta atau

sumber-sumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji. Secara sederhana,

sumber-sumber sejarah dapat berupa: sumber benda, sumber tertulis dan sumber

lisan. Selain itu, dapat juga diklasifikasikan ke dalam sumber primer dan sumber

sekunder. Dalam hal ini, sumber-sumber yang penulis kumpulkan merupakan

sumber tulisan yang di dalamnya memuat berbagai informasi mengenai Ali

Moertopo dan politik Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto. Kegiatan ini

dilakukan dengan mencari buku-buku, koran, majalah, dan jurnal, di perpustakaan

dan toko-toko buku. Selain itu penulis juga melakukan browsing internet untuk

mendapatkan berbagai artikel yang dapat menambah perbendaharaan data.

Sejalan dengan teknik penelitian yang penulis gunakan yaitu dengan

menggunakan teknik studi literatur, maka sumber yang penulis gunakan adalah

sumber tertulis yang berupa buku, majalah, surat kabar, artikel, dan sebagainya.

Dalam proses pencarian dan pengumpulan sumber, penulis melakukan kunjungan

(28)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Perpustakaan TNI-AD di Jalan Kalimantan, Bandung pada bulan

Oktober 2012. Di perpustakaan ini, penulis mendapatkan buku Sekar

Semerbak: Kenangan Untuk Ali Moertopo yang ditulis oleh Tim CSIS

(1985).

b. Perpustakaan Batu Api di Jatinangor, Sumedang pada bulan November

2012. Di perpustakaan ini, penulis mendapatkan buku yang berjudul

Militer dan Politik di Indonesia karya Harold Crouch (1986), buku

Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik karya Leo

Suryadinata (1992), Peranan Ulama dalam Golkar 1971-1980: dari

Pemilu sampai Malari karya Heru Cahyono (1992), dan buku Tentara

Mendamba Mitra karya Ikrar Nusa Bhakti dkk (1999).

c. Perpustakaan Museum Konferensi Asia Afrika (MKAA) pada bulan

Januari 2013. Di perpustakaan ini, penulis menemukan buku

Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru karya Dhaniel

Dhakidae (2003).

d. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI pada bulan

Februari 2013. Di perpustakaan ini, penulis menemukan buku Timor

Timur Dalam Gerak Pembangunan karya A.B. Lapian dan J.R.

Chaniago (1988), serta buku Memori Jenderal Yoga karya B. Wiwoho

dan Banjar Chaeruddin (1991).

e. Perpustakaan Universitas Indonesia (UI) Depok pada bulan Juni 2013.

Di perpustakaan ini, penulis menemukan buku Tentera Malaysia

dalam Era Konfrontasi karya Syed Othman Syed Omar (1999), dan

buku Operasi Udara di Timor Timur karya Hendro Subroto (2005).

f. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) di Salemba, Jakarta

pada bulan Juni 2013. Di perpustakaan ini, penulis menemukan buku

TNI dalam Politik Luar Negeri: Studi Kasus Penyelesaian Konfrontasi

Indonesia-Malaysia karya Hidayat Mukmin (1991), buku Sejarah

(29)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wiyono dkk (1991), buku Ali Moertopo 1924-1984 yang ditulis oleh

Tim CSIS (2004), dan buku Mengenang Ali Moertopo dalam Bakti dan

Karyanya karya Jusuf Wanandi dkk (2004).

g. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Bapusipda) Jawa Barat

pada bulan Juni 2013. Di sini penulis mendapatkan buku Menguak

Misteri Kekuasaan Soeharto karya Baskara T. Wardaya dkk (2008),

dan buku 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi Singkat

Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di

Abad 20 karya Tim Narasi (2009).

h. Pameran buku di gedung Landmark Braga pada bulan Oktober 2012.

Disini penulis menemukan sebuah majalah Prisma Edisi Khusus 20

Tahun (1991) yang bertajuk “Di Atas Panggung Sejarah: dari Sultan ke

Ali Moertopo”, dan sebuah buku berjudul Pangkopkamtib Jenderal

Soemitro dan Peristiwa 15 Januari ’74 yang ditulis oleh Heru Cahyono (1998).

i. Toko buku Gramedia di jalan Merdeka, Bandung pada bulan

November 2012. Disini penulis mendapatkan buku Dalang Peristiwa

15 Januari 1974 (Malari) karya A. Yogaswara, dan buku Soeharto dan

Barisan Jenderal Orba yang ditulis oleh David Jenkins (2010).

j. Pasar buku Palasari pada bulan April 2013. Di sini penulis menemukan

buku Strategi Pembangunan Nasional karya Ali Moertopo (1981).

k. Toko buku online www.yes24.co.id pada bulan Juni 2013. Di sini

penulis mendapatkan buku Ali Moertopo dan Dunia Intelijen Indonesia

karya M. Aref Rahmat (2011).

Selain sumber-sumber tertulis yang tertera di atas, beberapa sumber

tertulis lain juga penulis dapatkan dari koleksi pribadi dan koleksi beberapa teman

kuliah. Sumber tertulis yang telah terkumpul tersebut kemudian dibaca, dipahami

dan dikaji untuk melihat kesesuaiannya dengan permasalahan dalam penelitian.

(30)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

maupun topik-topik penting yang terdapat dalam sumber tersebut. Hal ini

dilakukan agar lebih mudah dalam proses penulisan sejarah.

3.3.2. Kritik Sumber

Setelah melalui tahap pengumpulan sumber dalam heuristik, langkah

selanjutnya adalah penulis melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang telah

diperoleh. Kritik sumber dapat diartikan sebagai suatu proses dalam menyelidiki

serta menilai secara kritis apakah sumber-sumber yang terkumpul sesuai dengan

permasalahan penelitian, baik bentuk maupun isinya yang didasari oleh etos

ilmiah yang menginginkan, menemukan atau mendekati kebenaran. Menurut

Ismaun (2005: 48), pada tahap ini seorang sejarawan akan dihadapkan pada

kesulitan yang sangat besar dalam penelitian sejarah, karena kebenaran sejarah itu

sendiri tidak dapat didekati secara langsung dan karena sifat sumber sejarah juga

tidak lengkap serta kesulitan menemukan sumber-sumber yang diperlukan dan

dapat dipercaya. Maka dari itu, agar diperoleh sumber sejarah yang dapat

dipercaya, penulis perlu untuk melakukan kritik sumber.

Kritik sumber adalah suatu proses menyelidiki serta menilai secara kritis

apakah sumber-sumber yang terkumpul sesuai dengan permasalahan penelitian,

baik bentuk maupun isinya yang didasari oleh etos ilmiah yang menginginkan,

menemukan atau mendekati kebenaran. Abdurahman (2007: 68-69) menyatakan

bahwa otentisitas sumber sejarah dapat diketahui dengan mengujinya berdasarkan

pertanyaan-pertanyaan seperti:

 Kapan sumber itu dibuat?

 Dimana sumber itu dibuat?

 Siapa yang membuat?

 Dari bahan apa sumber itu dibuat?

 Apakah sumber itu dalam bentuk asli?

Pentingnya kritik terhadap sumber-sumber sejarah sangat ditekankan oleh

(31)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber yang

diperoleh, melainkan ia harus menyaringnya secara kritis, terutama terhadap

sumber pertama, agar terjaring fakta-fakta yang menjadi pilihannya. Kegiatan

kritik terhadap sumber-sumber sejarah itu terbagi ke dalam dua aspek, yakni kritik

eksternal dan kritik internal.

3.3.2.1. Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau cara pengujian

terhadap aspek-aspek “luar” dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007: 132). Hal ini

bertujuan untuk mengarahkan pengujian pada otentisitas dan integritas sumber

yang diperoleh.

Penulis melakukan kritik eksternal dengan cara melakukan penelusuran

dan pengumpulan informasi mengenai penulis sumber sebagai salah satu cara

untuk melihat karya-karya atau tulisan yang dihasilkannya. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Sjamsuddin (2007: 135) bahwa mengidentifikasi penulis adalah

langkah pertama dalam menegakkan otentisitas.

Kritik eksternal terhadap sumber tertulis dilakukan dengan cara melakukan

penelitian terhadap asal-usul sumber terutama dalam hal latar belakang penulis

buku. Penulis juga melakukan pemilihan buku-buku yang dianggap relevan

dengan permasalahan yang dikaji. Buku-buku yang digunakan memuat nama

penulis buku, penerbit, tahun terbit, dan tempat diterbitkannya buku tersebut.

Dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber-sumber tertulis yang

berupa buku, penulis tidak melakukannya secara ketat, melainkan hanya

mengkategorikannya berdasarkan: pertama, aspek latar belakang penulis buku

tersebut untuk melihat kredibilitasnya. Kedua, tahun terbit, dimana semakin

kekinian angka tahunnya maka semakin baik karena informasinya semakin baru.

Ketiga, penerbit dan tempat dimana buku itu diterbitkan untuk melihat spesialisasi

(32)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penerbit, dimana semakin populer maka semakin tinggi tingkat kepercayaan

terhadap isi buku tersebut.

Seluruh sumber literatur yang penulis peroleh tidak luput dari proses kritik

eksternal. Salah satunya adalah buku Militer dan Politik di Indonesia karya

penulis barat yakni Harold Crouch. Ia memiliki latar belakang yang sangat

berhubungan dengan politik, karena ia memiliki pengalaman mengajar ilmu

politik di berbagai universitas terkemuka, diantaranya Universitas Indonesia

(1968-1971), National University of Malaysia (1976-1990), dan Universitas

Filipina selama satu semester (1983-1984). Buku tersebut diterbitkan oleh

penerbit Pustaka Sinar Harapan yang merupakan salah satu penerbit terkemuka di

Indonesia. Buku tersebut juga sering dijadikan sebagai rujukan utama bagi para

peneliti yang mengkaji bidang militer dan politik Indonesia pada periode Revolusi

hingga awal Orde Baru. Hal tersebut dapat dijadikan pijakan bagi penulis untuk

menaruh kepercayaan terhadap kebenaran isi buku ini.

Kritik eksternal selanjutnya penulis lakukan terhadap buku Cendekiawan

dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru yang ditulis oleh penulis yang sangat

berkompeten dalam bidang politik, yakni Dhaniel Dhakidae. Dhaniel

mendapatkan gelar Ph.D di bidang pemerintahan dari Cornell University, New

York, Amerika Serikat. Sebelumnya, ia meraih sarjana Ilmu Administrasi Negara

dari Universitas Gadjah Mada (1975) dan Master of Arts bidang ilmu politik dari

Cornell University (1987). Selain pernah menjadi Kepala Litbang harian Kompas

(1994-2006), penulis buku ini sebelumnya berkiprah sebagai redaktur majalah

Prisma (sejak 1976), Ketua Dewan Redaksi Prisma (1979-1984), dan Wakil

Direktur LP3ES (1982-1984). Berdasarkan hasil kritik eksternal tersebut, penulis

berasumsi bahwa buku ini dapat digunakan sebagai sumber untuk mempermudah

penulis dalam mengkaji permasalahan dalam penelitian ini. Hal tersebut diperkuat

dengan penerbit yang menerbitkan buku ini yakni Gramedia Pustaka Utama yang

(33)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.3.2.2. Kritik Internal

Berbeda dengan kritik eksternal, kritik internal digunakan untuk menilai

aspek “dalam” yaitu isi dari sumber sejarah yang diperoleh. Sejarawan harus mengkritisi apakah isi dari sumber tersebut dapat diandalkan atau tidak. Dengan

kata lain, kritik internal bertujuan untuk menilai kredibilitas sumber dengan

mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan

moralnya. Isinya dinilai dengan membandingkan kesaksian-kesaksian di dalam

sumber dengan kesaksian- kesaksian dari sumber lain. Untuk menguji kredibilitas

sumber (sejauh mana dapat dipercaya) diadakan penilaian intrinsik terhadap

sumber dengan mempersoalkan hal-hal tersebut. Kemudian dipungutlah

fakta-fakta sejarah melalui perumusan data yang didapat, setelah diadakan penelitian

terhadap evidensi-evidensi dalam sumber (Ismaun, 2005: 50).

Salah satu upaya penulis dalam melakukan kritik internal adalah dengan

melihat perbandingan dari buku-buku yang digunakan sebagai sumber dalam

penelitian ini. Perbandingan isi sumber tersebut salah satunya penulis lakukan

terhadap buku Soeharto dan Barisan Jenderal Orba yang ditulis oleh David

Jenkins dengan buku Ali Moertopo dan Dunia Intelijen Indonesia yang ditulis

oleh M. Aref Rahmat. Dalam bukunya, Jenkins menjelaskan bahwa

fusi/penyederhanaan sistem kepartaian dengan tokoh utamanya yakni Ali

Moertopo akan melemahkan partai-partai politik baik secara internal maupun

eksternal, sehingga kekuatan mereka sebagai partai pesaing Golkar akan semakin

menurun. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Rahmat, bahwa melalui

kebijakan penyederhanaan sistem kepartaian tersebut pemerintah mengharapkan

kekuatan partai politik pesaing Golkar semakin melemah, sehingga konflik

ideologi partai politik dapat dihentikan dan pembangunan dapat berjalan lancar

tanpa ada hambatan.

Kritik internal selanjutnya penulis lakukan terhadap buku Militer dan

Politik di Indonesia karya Harold Crouch dengan buku Tentara Mendamba Mitra

(34)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ali Moertopo ikut ambil bagian dalam memperlemah kekuatan beberapa partai

politik dan organisasi dalam rangka membangun fondasi sistem politik Orde Baru.

Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Bhakti dkk, yakni Ali Moertopo

melaksanakan tugasnya untuk memperlemah kekuatan partai politik melalui

Opsus dengan cara mengintervensi rapat-rapat atau musyawarah partai dan

kemudian memanipulasi konvensi-konvensi partai untuk menciptakan krisis

kepemimpinan.

Dalam membandingkan isi buku dalam proses kritik internal ini, penulis

harus cermat. Selain itu penulis juga harus teliti dalam menilai apakah buku-buku

tersebut banyak mengandung unsur subjektivitas atau tidak. Hal tersebut sangat

penting untuk meminimalisasi tingkat subjektivitas dalam penelitian ini, sehingga

dapat diperoleh hasil yang seobjektif mungkin.

Selain membandingkan isi buku, penulis juga membuat klasifikasi

sumber-sumber tertulis ke dalam beberapa kelompok untuk mempermudah dalam

memahami peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan penelitian ini. Penulis

menggolongkan sumber-sumber tersebut ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Sumber yang khusus membahas tentang Ali Moertopo, diantaranya

Sekar Semerbak: Kenangan Untuk Ali Moertopo yang ditulis oleh Tim

CSIS (1985), buku Ali Moertopo 1924-1984 yang ditulis oleh Tim

CSIS (2004), buku Mengenang Ali Moertopo dalam Bakti dan

Karyanya karya Jusuf Wanandi dkk (2004), dan buku Ali Moertopo

dan Dunia Intelijen Indonesia karya M. Aref Rahmat (2011).

2. Sumber yang menggambarkan keadaan politik di Indonesia, terutama

pada periode 1966 sampai tahun 1980-an, diantaranya buku buku

Strategi Pembangunan Nasional karya Ali Moertopo (1981), buku

Militer dan Politik di Indonesia karya Harold Crouch (1986), buku

Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik karya Leo

Suryadinata (1992), Peranan Ulama dalam Golkar 1971-1980: dari

(35)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari ’74 yang

ditulis oleh Heru Cahyono (1998), buku Cendekiawan dan Kekuasaan

dalam Negara Orde Baru karya Daniel Dhakidae (2003), dan buku

Dalang Peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) karya A. Yogaswara

(2009).

3. Sumber yang membahas tentang masa kepemimpinan Soeharto,

diantaranya buku Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya

karya G. Dwipayana dan Ramadhan K.H (1989), buku Suharto:

Sebuah Biografi Politik karya R.E. Elson (2005), buku Menguak

Misteri Kekuasaan Soeharto karya Baskara T. Wardaya dkk (2008),

dan buku Soeharto dan Barisan Jenderal Orba yang ditulis oleh David

Jenkins (2010).

Penggolongan di atas dapat mempermudah penulis dalam memahami dan

menilai sumber dari perspektif yang berbeda. Sehingga dari topik yang sama akan

terlihat persamaan dan perbedaaannya, serta apa yang menjadi titik berat seorang

penulis dalam tulisannya. Selain itu, unsur subjektivitas penulis juga akan terlihat

berdasarkan latar belakang institusi yang diwakilinya.

3.3.3. Interpretasi

Interpretasi merupakan proses penafsiran terhadap fakta-fakta yang

diperoleh berdasarkan sumber-sumber sejarah yang kemudian dihubungkan untuk

mendapatkan gambaran secara jelas mengenai permasalahan yang dikaji.

Interpretasi juga dapat diartikan sebagai sebuah penafsiran yang diperoleh dari

hasil pemikiran dan pemahaman terhadap keterangan-keterangan yang diperoleh

dari sumber-sumber. Menurut Kuntowijoyo sebagaimana dikutip oleh

Abdurahman (2007: 73), interpretasi sejarah dapat dilakukan dengan

menggunakan dua metode utama, yakni analisis (menguraikan) dan sintesis

(36)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Terdapat tiga aspek penting dalam proses interpretasi atau penafsiran

sejarah, antara lain: pertama, analisis-kritis yaitu menganalisis stuktur intern dan

pola-pola hubungan antar fakta-fakta. Kedua, historis-substantif yaitu menyajikan

suatu uraian prosesual dengan dukungan fakta-fakta yang cukup sebagai ilustrasi

suatu perkembangan. Sedangkan ketiga adalah sosial-budaya yaitu

memperhatikan manifestasi insani dalam interaksi dan interrelasi sosial-budaya

(Ismaun, 2005: 56).

Interpretasi diperlukan karena pada dasarnya fakta-fakta yang berasal dari

sumber-sumber sejarah tidak dapat berbicara sendiri mengenai apa yang terjadi

pada masa lampau. Berbagai fakta yang berbeda antara satu dengan yang lainnya

harus disusun dan dihubungkan sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras,

dimana peristiwa yang satu dimasukkan ke dalam keseluruhan konteks

peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya. Dalam penyusunan fakta-fakta, penulis

menyesuaikan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas mengenai Peranan

Ali Moertopo Dalam Mewujudkan Stabilitas Politik Pada Masa Pemerintahan

Soeharto (1966-1984). Fakta yang telah disusun kemudian ditafsirkan, sehingga

dapat ditarik menjadi suatu rekonstruksi imajinatif yang memuat penjelasan

terhadap pokok-pokok permasalahan penelitian. Dengan demikian diharapkan

dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang dikaji.

Dalam melakukan interpretasi, penulis menggunakan pendekatan

interdisipliner, yakni pendekatan dalam ilmu sejarah yang menganalisis suatu

masalah dengan menggunakan bantuan dari berbagai disiplin ilmu lain yang

serumpun dalam ilmu sosial, seperti ilmu politik dan ilmu sosiologi. Dari kedua

ilmu tersebut, penulis meminjam beberapa konsep, seperti stabilitas politik, peran

individu, dan hubungan antara individu dengan struktur. Pemakaian

konsep-konsep ini dapat membantu penulis dalam menjelaskan peranan Ali Moertopo di

tengah keadaan politik Indonesia pada masa awal pemerintahan Soeharto,

sehingga dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang

(37)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penulis juga menggunakan landasan pemikiran yang berupa filsafat

deterministik. Filsafat deterministik ini menolak semua penyebab yang

berdasarkan kebebasan manusia dalam menentukan dan mengambil keputusan

sendiri dan menjadikan manusia semacam robot atau manusia yang ditentukan

oleh kekuatan yang berada di luar dirinya (Sjamsuddin, 2007: 163). Dalam hal ini,

dapat dikatakan bahwa sejarah tidak hanya ditentukan oleh faktor manusia saja,

melainkan faktor-faktor lain juga ikut berpengaruh, misalnya faktor geografis,

faktor etnologi, ataupun faktor sistem ekonomi dan sosial. Filsafat deterministik

ini dijadikan landasan berpikir oleh penulis karena berbagai permasalahan dan

peristiwa yang dikaji dalam penelitian ini banyak dilatarbelakangi oleh faktor di

luar individu manusia, yaitu kondisi sosial politik yang menentukan keputusan

manusia dalam sejarah.

Dari berbagai bentuk penafsiran yang berlandaskan pada filsafat

deterministik, penulis memilih untuk menggunakan penafsiran sintesis. Menurut

Barnes (Sjamsuddin, 2007: 170), penafsiran sintesis ini menolak adanya

sebab-sebab tunggal yang cukup untuk menjelaskan semua fase dan periode

perkembangan sejarah. Dengan demikian, penafsiran ini mencoba

menggabungkan seluruh faktor yang menjadi penentu sejarah. Penulis

menggunakan penafsiran sintesis karena peranan Ali Moertopo yang dikaji dalam

penelitian ini ditentukan oleh banyak faktor, misalnya kedekatan hubungan Ali

Moertopo dengan Soeharto, labilnya sistem politik Indonesia pada akhir masa

pemerintahan Soekarno, serta adanya keinginan dari dalam diri Ali Moertopo

untuk mewujudkan stabilitas politik demi kelancaran proses pembangunan.

3.3.4. Historiografi

Langkah ini adalah tahap akhir dari prosedur penelitian yang dilakukan.

Hasil penelusuran data-data dan fakta-fakta yang diperoleh, disusun menjadi

sebuah skripsi. Berdasarkan hal tersebut, penulis berupaya untuk menyusun

(38)

Dwi Setiyono, 2014

Peranan Ali Moertopo dalam mewujudkan stabilitas politik pada masa pemerintahan Soeharto ( 1966 1984 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berbagai aspek yang berkaitan dengan “Peranan Ali Moertopo Dalam Mewujudkan Stabilitas Politik Pada Masa Pemerintahan Soeharto (1966-1984)”.

Secara harfiah, historiografi berarti pelukisan sejarah, atau gambaran

sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu yang disebut sejarah

(Ismaun, 2005: 28). Historiografi juga dapat diar

Referensi

Dokumen terkait

Di antara permasalahan tersebut, keterbatasan ketersediaan bibit/induk ratu terutama lebah unggul menduduki urutan pertama, Dana menjadi persoalan yang sangat

Dengan demikian kebaruan (novelty) pada penelitian yang dilakukan adalah terbangunnya model pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi

Bertitik tolak dari kondisi keamanan Kecamatan Masbagik dalam pelaksanaan pemilu langsung tahun 2014 dan 2019 dan pemilihan kepala Desa dan Kadus pada masa-masa yang lalu, secara

Akurasi yang didapat pada gambar 4.20 berasal dari banyak kecocokan antara hasil prediksi dengan klasifikasi manual yang dimana memiliki kecocokan sebanyak 4

Peneliti melakukan recana pembelajaran sebelum berkunjung ke Museum Provinsi Kalimantan Barat. Adapun rencana yang akan dilakukan yaitu siswa diminta untuk membawa alat

Bank Syari’ah Mandiri Kantor Caba ng Pembantu Bagan Batu, Dari hasil wawancara kepada pihak Bank, bahwa indikator kepuasan nasabah terhadap produk pembiayaan murabahah adalah

Dengan ungkapan lain bahwa dakwah dapat berorientasi untuk merubah suatu masyarakat dari keadaan yang tidak atau kurang baik ke arah yang lebih baik, dari

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara penerapan model pembelajaran pemecahan masalah