• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam Peraturan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum T1 312014706 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam Peraturan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum T1 312014706 BAB II"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Otoritas Negara dalam Penguasaan Hak Atas Tanah

Otoritas Negara Republik Indonesia dalam penguasaan hak atas tanah

bersumber dari konstitusi, di mana dalam Undang-undang Dasar dinyatakan

bahwa salah satu tugas Negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan

melindungi segenap bangsa Indonesia. Kemudian, dalam Pasal 33 UUD 1945,

ditegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. Pasal tersebut tidak mengikutkan wilayah angkasa, namun berdasarkan

konvensi dan hukum internasional wilayah angkasa sampai batas ketinggian

tertentu adalah juga termasuk dalam yurisdiksi batas kedaulatan suatu negara.

Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa secara konstitusional Negara

memiliki legitimasi yang kuat untuk menguasai tanah sebagai bagian dari bumi,

akan tetapi penguasaan tersebut harus dalam kerangka kemakmuran rakyat.

2. Hak Menguasai Tanah Oleh Negara

Hak menguasai tanah oleh Negara, dijabarkan dalam bentuk kewenangan

tertentu untuk penyelenggaraan hak tersebut. Kewenangan yang diberikan oleh

UUPA digolongkan dalam tiga bagian, yaitu pengaturan peruntukan, pengaturan

hubungan hukum antara orang dengan bagian-bagian tanah, dan pengaturan

hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum1. Ketiga hal tersebut adalah

merupakan intisari dari pengaturan Pasal 2 ayat (2) UUPA yang menyangkut

1

(2)

kewenangan yang diturunkan oleh Negara kepada Pemerintah. Pasal tersebut

memberi wewenang pada Negara untuk mengatur bahwa tanah-tanah di daerah

tertentu diperuntukkan untuk keperluan tertentu. Wewenang lain yang diberikan

kepada Negara adalah untuk mengatur mengenai hak apa saja yang boleh

dipunyai orang atas tanah, sifat hak tersebut, siapa yang bisa mempunyai tanah

dengan hak tertentu, dan sebagainya. Wewenang yang lain diberikan kepada

Negara yaitu : untuk mengatur apakah suatu hak boleh dialihkan pada pihak lain,

apa syarat pengalihannya, apakah suatu hak boleh digunakan sebagai jaminan

hutang, apakah orang boleh membiarkan saja hak atas tanahnya tanpa digunakan

sama sekali, dan sebagainya.

Ketiga jenis kewenangan Negara tersebut sesungguhnya merupakan

kewenangan pengaturan yang wajar dimiliki oleh Negara, meskipun dapat

berakibat adanya pembatasan-pembatasan pada orang yang memegang hak

tertentu atas tanah. Pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Negara tersebut

tentunya harus berdasarkan pada kepentingan rakyat Indonesia untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan demikian, hak atas tanah di Indonesia,

termasuk hak milik bukan merupakan hak mutlak, yang memberi wewenang

kepada pemegang haknya untuk melakukan tindakan apa saja semaunya sendiri

atas tanah yang dihakinya tersebut.2

3. Independensi

3.1. Pengertian Independensi

Independensi berasal dari kata dasar Independence yang berarti The state of

quality of being independent; a country freedom to manage all its affairs, whether

2

(3)

external or internal without countrol by other country3. Pengertian Independensi

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak ditemukan, tetapi memiliki padanan

kata yaitu mandiri, kemandirian, bebas yang memiliki makna tidak memiliki

ikatan pada pihak lain dalam melakukan segala bentuk aktifitasnya, bebas,

otonom, ketidak berpihakan, kemandirian, atau hal lain yang memiliki persamaan

makna tidak memiliki ketergantungan pada organ atau lembaga lain, dan dapat

menjalankan tindakan sendiri termasuk dalam membuat suatu keputusan4.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menulis tentang independensi

dalam konsep kedudukan Panitia Pengadaan Tanah di peraturan pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam peraturan pengadaan tanah,

Panitia Pengadaan Tanah terdiri dari beberapa unsur, namun yang paling

mendominasi adalah unsur dari Pemerintah itu sendiri. Oleh karena itu terlebih

dahulu harus diketahui pengertian dari pemerintah yang merupakan kemudi dalam

bahasa latin asalnya Gubernaculum. Pemerintah adalah organisasi yang memiliki

kewenangan untuk membuat kebijakan dalam bentuk (penerapan hukum dan

Undang-Undang) di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang

berada di bawah kekuasaan mereka. Pemerintah berbeda dengan

pemerintahan, Pemerintah merupakan organ atau alat pelengkap jika dilihat dalam

arti sempit pemerintah hanyalah lembaga eksekutif saja5.

3 Bryan A Garner, Black Law Dictionary, seventh edition, West group:United States of

America, 1999 page 773.

4

Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi k etiga. Departemen Pendidikan Nasional, Penerbit

Balai Pustaka, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 655.

5

(4)

Dari penjelasan di atas, Independensi panitia pengadaan tanah dalam

peraturan pengadaan tanah merupakan suatu kondisi dimana panitia pengadaan

tanah merupakan penyelenggara dari kepentingan umum sehingga kedudukan

panitia dalam hal ini harus dapat bersikap netral tanpa mengusung kepentingan

salah satu pihak pun meskipun itu pihak instansi yang memerlukan tanah.

3.2. Tolak Ukur Independensi 3.2.1. Kedudukan

Dari pengertian di atas Panitia Pengadaan Tanah yang penulis maksud

dalam penulisan skripsi ini adalah pelaksana dari pengadaan tanah yang

berpedoman pada peraturan pengadaan tanah sebagai tolak ukur untuk

menjalankan kedudukannya sebagai penyelenggara dari kepentingan umum.

Independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam peraturan pengadaan tanah dapat

diartikan sebagai suatu kondisi di mana Panitia Pengadaan Tanah berkedudukan

sebagai pihak yang netral karena menjadi penengah antara instansi yang

memerlukan tanah dengan masyarakat selaku pemegang hak atas tanah.

Kenetralan yang penulis maksud di sini yaitu suatu kondisi dimana Panitia

Pengadaan Tanah tidak boleh mengusung kepentingan salah satu pihak, meskipun

itu pihak instansi yang memerlukan tanah sekalipun yang merupakan bagian dari

pemerintah itu sendiri karena dalam menjalankan tugasnya, Panitia Pengadaan

Tanah tidak boleh ada keterbepihakan Panitia Pengadaan Tanah sebagai

penyelenggara dari kepentingan umum, maka kegiatan pembangunan yang

dilakukan harus memperhatikan kepentingan seluruh lapisan masyarakat dan

dibatasi pada kegiatan pembangunan yang dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah

(5)

untuk kepentingan umum sendiri adalah untuk kepentingan masyarakat yang lebih

banyak dan digunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kedudukan Panitia Pengadaan Tanah dalam posisi ini juga berfungsi sebagai

mediator antara instansi yang memerlukan tanah dengan masyarakat sebagai

pemegang hak atas tanah. Mediator yang penulis maksud adalah Panitia Pengdaan

Tanah merupakan penghubung untuk menyalurkan aspirasi masyarakat yang

berkenaan dengan pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah.

3.2.2. Komposisi Keanggotaan

Didalam independensi panitia pengadaan tanah sangat berkaitan erat

dengan komposisi keanggotaannya. Untuk memenuhi keindependensian dari ke

anggotaan dari panitia pengadaan tanah harus terdapat orang yang bukan dari

instansi pemerintah atau orang yang netral dari kepentingan pengadaan tanah

tersebut, agar terdapat keseimbangan didalam anggota panitia karena terdapat

anggota yang tidak memihak kepentingan rencana pengadaan tanah saja.

3.2.3. Penentu Ganti rugi

Penentu ganti kerugian dalam pengadaan tanah haruslah dari lembaga atau

orang perseorangan yang professional yang dapat menentukan harga dengan layak

dan adil, lembaga atau orang perseorangan tersebut haruslah dari luar instansi

pemerintah agar tidak terdapat keterpihakan. sehingga terdapat independensi

didalam proses penentuan ganti rugi karena terdapat lembaga atau perorangan

yang tidak memiliki kepentingan didalam perencanaan pengadaan tanah.

Meskipun jika tidak terdapat persetujuan nilai ganti rugi masih diberikan

kesempatan pada pemegang hak atas tanah untuk mengajukan keberatan, dalam

(6)

instansi pemerintah yang berkepentingan dalam perencanaan pengadaan tanah

agar dapat memutus nilai ganti ruginya dapat dengan layak dan adil.

4. Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum

Dalam bagian ini penulis akan menguraikan tentang pengertian dari

pengadaan tanah, kepentingan umum, musyawarah, ganti kerugian (syarat layak,

dasar perhitungan).

4.1. Pengertian Pengadaan Tanah

Pengertian tentang pengadaan tanah terdapat di masing-masing peraturan

pengadaan tanah. Dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 pengadaan tanah dikenal

dengan istilah Pembebasan Tanah yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) yang

bunyinya:

“Pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.”

Dalam pasal di atas terlihat jelas bahwa pembebasan tanah adalah proses

melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah atau penguasa

tanah dengan cara memberikan ganti kerugian, dalam pasal tersebut tidaklah adil

karena untuk melepaskan hak atas tanah haruslah dari kerelaan setiap pemegang

hak atas tanah, akan tetapi dengan pembebasan berarti tanpa kerelaan atau dengan

paksaan pemegang hak atas tanah, hak atas tanahnya dapat diambil dengan cara

memberikan ganti kerugian. Setelah PMDN No. 15 Tahun 1975 istilah

Pembebasan tanah sudah tidak berlaku lagi dan diganti dengan pengadaan tanah

yang terdapat di Pasal 1 ayat (1) Keppres No. 55 Tahun 1993 yang bunyinya:

(7)

Dari isi Pasal di atas terlihat adanya cara yang dilakukan untuk mendapatkan

tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada orang yang berhak.

Setelah Keppres No. 55 Tahun 1993 tidak berlaku munculah peraturan

Perpres No. 36 Tahun 2005 yang di dalamnya juga mengatur mengenai

pengertian dari pengadaan tanah sebagaimana telah diubah dalam Pasal 1 ayat (3)

Perpres No. 65 Tahun 2006 yang bunyinya:

“Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah."

Proses pengadaan tanah dalam peraturan ini berbeda dengan peraturan

sebelumnya, karena di peraturan ini kegiatan untuk mendapatkan tanah tidak

hanya terfokus pada proses penyerahan tanahnya saja tetapi juga pada bangunan,

tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Peraturan terbaru yang terdapat pengaturan mengenai pengertian

pengadaan tanah adalah Pasal 1 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2012 Tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang bunyinya:

“Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.”

Dari isi Pasal di atas terlihat bahwa proses pengadaan tanah yang dilakukan harus

secara layak dan adil agar pemegang hak atas tanah yang tanahnya terkena

pengadaan tanah tidak mengalami kemunduran akibat dari hak atas tanahnya

terkena pembangunan untuk kepentingan umum.

Selain pengertian pengadaan tanah berdasarkan peraturan pengadaan

(8)

pelepasan hak atas kepemilikan orang atas tanah dan/atau benda-benda yang ada

di atasnya yang dilakukan secara sukarela untuk kepentingan umum6.

Dari beberapa pengertian pengadaan tanah di atas terdapat persamaan

karakter yaitu:

- Adanya kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan melepaskan hak

atas tanah menjadi milik Negara;

- Adanya pemberian ganti kerugian.

Berdasarkan uraian dari unsur pengadaan tanah tersebut, menurut penulis

pengadaan tanah pada intinya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan tanah dari pemilik tanah. Jadi pengadaan tanah dilakukan dengan

cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dengan cara pemberian ganti rugi

kepada pemegang hak atas tanah.

4.2. Kepentingan Umum

Adanya kepentingan umum merupakan prinsip dasar jika ditinjau dari

berbagai peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan pengadaan tanah

di Indonesia. Secara eksplisit kata kepentingan umum didapati pada Pasal 18

UUPA yang berbunyi:

“Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan

Undang-undang.”

Dalam UU No. 20 Tahun 1961 tentang Pecabutan Hak-hak Atas Tanah dan

Benda-benda yang Ada di Atasnya, dalam pengertian kepentingan umum

ditambahkan dengan kepentingan pembangunan. Dalam peraturan ini ketentuan

6

(9)

hukum yang terkait dengan kepentingan umum adalah Pasal 6 UUPA yang

berbunyi:“semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Pasal tersebut

mengandung arti bahwa setiap pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah harus

merelakan tanahnya apabila diperlukan atau dicabut oleh negara demi

kepentingan umum. Setiap hak yang dikuasai atau dimiliki oleh seseorang tidak

dibenarkan apabila dipergunakan hanya untuk kepentingan pribadinya. Maka dari

itu, penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifatnya sehingga

dapat bermanfaat bagi pemiliknya atau pemegang haknya maupun bermanfaat

bagi masyarakat, bangsa dan Negara.

Demikian juga dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 tidak memberikan

pengertian tentang kepentingan umum, hanya dalam konsideran disebutkan

tentang pembebasan tanah yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan

tanah dalam usaha-usaha pembangunan yang dilakukan oleh instansi/badan

pemerintah maupun kepentingan swasta khususnya untuk keperluan pemerintah.

Dalam hal ini berarti pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan untuk

kepentingan umum maupun masyarakat luas.

Menurut Michael G Kitay, doktrin kepentingan umum dalam berbagai

negara diungkapkan dalam dua cara yaitu7:

a. Pedoman Umum (General Guide)

Negara hanya menyatakan bahwa pengadaan tanah dibutuhkan

untuk kepentingan umum atau yang secara umum menyebutkan bahwa

pengadaan tanah harus berdasarkan kepentingan umum (Public

Purpose). Istilah Public menjadi social, general, commom, atau

7

(10)

collective. Sedangkan, kata purpose diganti menjadi need, necessity,

interest, function, utility, atau use. Negara yang menggunakan

pedoman umum ini, biasanya tidak secara eksplisit mencantumkan

kegiatan yang termasuk kepentingan umum.

a. Ketentuan-Ketentuan Daftar

Penyebutan kepentingan umum dalam suatu daftar kegiatan yang

secara jelas mengidentifikasikan tujuannya. Daftar ini secara eksplisit

mengidentifikasi kepentingan itu. Kepentingan yang tidak terdaftar

dalam daftar tersebut, tidak dapat dijadikan dasar pengadaan tanah.

Maria Sumardjono menyatakan bahwa kepentingan umum dapat dijabarkan

dalam 2 hal yakni 8:

- Berupa pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan

tanah dilakukan berdasarkan alasan kepentingan umum melalui

berbagai istilah. Karena berupa pedoman, hal ini dapat mendorong

eksekutif secara bebas menyatakan suatu proyek memenuhi

persyaratan kepentingan umum.

- Penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan.

Dalam prakteknya pengadaan tanah yang dilakukan berdasarkan alas an

kepentingan umum melalui berbagai istilah dan pengadaan tanah yang dilakukan

dengan cara penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan, di tempuh

secara bersamaan.

8

(11)

Selain pengertian kepentingan umum di atas, dalam UU No. 2 Tahun 2012

terdapat pengertian tentang kepentingan umum yang tercantum dalam Pasal 1 ayat

6 yang berbunyi:

“Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Berdasarkan beberapa pengertian pengadaan tanah untuk kepentingan

umum dalam Keppres No. 55 Tahun 1993, Perpres No. 36 Tahun 2005, Perpres

No. 65 Tahun 2006 dan UU No. 2 Tahun 2012, maka kegiatan yang dapat di

kategorikan sebagai kepentingan umum ada 5 (lima) unsur yaitu9:

a. Adanya kepentingan seluruh lapisan masyarakat;

b. Dilakukan dan dimiliki oleh Pemerintah;

c. Tidak digunakan untuk mencari keuntungan;

d. Masuk dalam daftar kegiatan yang telah ditentukan;

e. Perencannya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

4.3. Musyawarah

Pengadaan tanah diselenggarakan untuk kepentingan umum maka

pelaksanaanya harus berdasarkan musyawarah antara instansi yang memerlukan

tanah dengan pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah. Sedangkan pemerintah

dalam hal ini Panitia Pengadaan Tanah dalam kegiatan musyawarah

berkedudukan sebagai mediator sehingga Panitia Pengadaan Tanah harus dapat

bersikap netral.

9

(12)

Seluruh kegiatan pengadaan tanah dilakukan berdasarkan kesepakatan

antara pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah. Kegiatan fisik

pembangunan baru dapat dilaksanakan bila telah menjadi kesepakatan antara

pihak dan ganti rugi telah diserahkan10.

Dalam kegiatan musyawarah kedudukan antara Instansi yang memerlukan

tanah dan pemegang hak atas tanah harus seimbang. Kedudukan seimbang yang

penulis maksud yaitu bukan hanya instansi yang membutuhkan tanah saja yang

mendominasi jalannya semua kegiatan musyawarah termasuk dalam hal

pengambilan keputusan, namun kedudukan seimbang disini bagaimana Panitia

Pengadaan Tanah sebagai pihak yang netral mengambil keputusan dari proses

dialogis yang dilakukan dalam musyawarah antara pemegang hak atas tanah

dengan instansi yang memerlukan tanah dengan memperhatikan aspirasi,

pendapat, dan keinginan dari pemegang hak atas tanah sehingga tidak merugikan

kehidupannya di kemudian hari jika pengadaan tanah di lakukan di lokasi

tersebut.

Pengadaan tanah berbeda dengan pencabutan atas tanah yang dipaksakan

walaupun tanpa musyawarah, apalagi untuk kebutuhan mendesak (Pasal 18

UUPA). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tiada pengadaan tanah tanpa

musyawarah. Karena itu, pengadaan tanah berbasis pada kesepakatan, tanpa

kesepakatan pada prinsipnya tidak ada pengadaan tanah. Kesepakatan dimaksud

adalah kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.

10

(13)

4.4. Ganti Kerugian

Dalam Pengadaan tanah, pemberian ganti kerugian yang layak kepada

pemegang hak atas tanah berdasarkan kesepakatan dalam prinsip musyawarah.

Tiada pengadaan tanah tanpa ganti kerugian. Oleh karena itu penentuan bentuk

dan besar ganti kerugian juga merupakan aspek penting dalam pengadaan tanah.

Oleh karenanya pemberian ganti rugi harus mampu meningkatkan kesejahteraan

pelepas hak secara ekonomi. Sehingga pemegang hak atas tanah tidak mengalami

kemunduran ekonomi setelah adanya pengadaan tanah.

Ganti Kerugian merupakan penggantian yang layak dan adil kepada pihak

yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Dalam ganti rugi terdapat beberapa

unsur yaitu:

4.4.1.Penentu Penilaian Ganti Rugi

Salah satu unsur dari pengadaan tanah adalah pemberian ganti kerugian.

Ganti rugi yang harus diberikan dalam pengadaan tanah haruslah ganti kerugian

yang adil yang berarti bahwa pemberian ganti rugi tidak membuat seseorang

menjadi lebih kaya atau lebih miskin dari keadaan semula11.

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan tolak ukur dari syarat ganti

rugi yang layak yaitu apabila ganti kerugian yang diberikan setidaknya tidak

membuat menurunnya taraf kehidupan dari masyarakat yang terkena pengadaan

tanah, bahkan ganti kerugian tersebut memiliki syarat layak yang cukup baik

apabila dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari pada tingkat

kehidupan sosial ekonomi sebelumnya.

11

(14)

Untuk memenuhi syarat layak tersebut, maka di setiap peraturan pengadaan

tanah terdapat penentu penilaian ganti kerugian yang berbeda. Pada PMDN No.

15 Tahun 1975 dan Keppres No. 55 Tahun 1993 yang berkedudukan sebagai

penentu ganti kerugian adalah Panitia Pengadaan Tanah, kemudian di Pepres

No.36 Tahun 2005 jo Perpres No. 65 Tahun 2006 dilakukan oleh Lembaga/Tim

Penilai Harga Tanah dan di UU No. 22 Tahun 2012 penentu penilaian ganti

kerugian dilakukan oleh Penilai Pertanahan.

4.4.2. Dasar Perhitungan

Untuk mencapai syarat yang ditentukan dalam pemberian ganti rugi dalam

rangka pengadaan tanah tersebut, harus diperhitungkan dengan membuat standar

tertentu. Dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 dasar perhitungan ganti kerugian di

dasarkan pada harga umum setempat atau harga rata-rata taksiran dari

masing-masing anggota jika terjadi perbedaan taksiran. Sedangkan di Keppres No. 55

Tahun 1993 dan Perpres No. 36 Tahun 2005 jo Perpres No. 65 tahun 2006 dasar

perhitungannya didasarkan pada:

a. Nilai Jual Objek Pajak atau Nilai nyata/sebenarnya, dengan

memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak tahun berjalan berdasarkan

penetapan/penilaian Lembaga/ Tim Penilai harga tanah yang

ditunjuk oleh Panitia.

b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang

bertanggung jawab di bidang bangunan;

c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang

bertanggung jawab di bidang pertanian.

(15)

Sedangkan di peraturan terbaru pengadaan tanah, yaitu UU No. 2 Tahun

2012 dasar perhitungan ganti kerugiannya didasarkan pada hasil penilaian dari

penilai pertanahan yang penilalaian dilakukan bidang per bidang tanah meliputi:

- tanah,

- ruang atas dan bawah tanah,

- bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah

- kerugian lain yang dapat dinilai.

Adanya dasar perhitungan tersebut bisa dijadikan sebagai acuan dalam

penentuan besarnya nilai ganti rugi, sehingga ganti rugi yang diberikan

benar-benar ada landasan perhitungannya yang pasti. Oleh karena itu dapat memperkecil

kemungkinan adanya sikap sewenang-wenang Panitia Pengadaan Tanah dalam

menentukan ganti kerugiannya. Apabila pemegang hak atas tanah merasa nilai

ganti rugi yang di berikan masih belum sesuai dengan nilai tanahnya maka

pemegang hak atas tanah dapat mengajukan keberatan.

B. Hasil Penelitian

Dalam bagian hasil penelitian ini penulis akan menjabarkan pasal demi

pasal di berbagai peraturan yang mengatur tentang kedudukan Panitia Pengadaan

Tanah sebagai penyelenggara kepentingan umum dalam setiap peraturan

pengadaan tanah.

Peraturan tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan

umum digunakan sebagai pedoman bagi Panitia Pengadan Tanah sebagai

penyelenggara dari kepentingan umum sehingga Panitia Pengadaan Tanah dalam

menjalankan kedudukannya dapat bersikap profesional dan independen. Dalam

(16)

Tanah memiliki beberapa tolak ukur yang terdapat dalam masing-masing

peraturan pengadaan tanah yaitu:

1. PMDN No. 15 Tahun 1975

Dalam peraturan ini, pengadaan tanah masih dikenal dengan istilah

pembebasan tanah yaitu melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di

antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.

Dalam peraturan ini terdapat juga pengertian tentang Panitia Pembebasan Tanah

yang merupakan suatu Panitia dengan tugas melakukan pemeriksaan/penelitian

dan penetapan ganti rugi dalam rangka pembebasan sesuatu hak atas tanah dengan

atau tanpa bangunan/tanaman tumbuh di atasnya, yang pembentukannya

ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah untuk masing-masing

Kabupaten/Kotamadya dalam suatu wilayah Provinsi yang bersangkutan.

Dalam peraturan ini juga dapat dilihat adanya susunan keanggotaan dari

panitia pembebasan tanah yang terdiri dari unsur:

- Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya sebagai

Ketua merangkap anggota.

- Seorang pejabat dari Kantor Pemerintah Daerah Tingkat II yang

ditunjuk oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang

bersangkutan sebagai anggota.

- Kepala Kantor IPEDA/IREDA atau pejabat yang ditunjuk sebagai

anggota.

- Seorang pejabat yang ditunjuk oleh instansi yang memerlukan

(17)

- Kepala Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat II atau pejabat

yang ditunjuknya apabila mengenai tanah bangunan dan/atau

Kepala Dinas Pertanian Daerah Tingkat II atau pejabat yang

ditunjuknya jika mengenai tanah pertanian sebagai anggota.

- Kepala Kecamatan yang bersangkutan sebagai anggota.

- Kepala Desa atau yang dipersamakan dengan itu sebagai anggota.

- Seorang pejabat dari Kantor Sub Direktorat Agraria

Kabupaten/Kotamadya yang ditunjuk oleh Kepala Sub Direktorat

Agraria Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan sebagai

Sekretaris bukan anggota.

Gubernur Kepala Daerah dapat membentuk Panitia Pembebasan Tanah

Tingkat Provinsi dengan susunan keanggotaan dari instansi-instansi sepanjang

tanah yang dibebaskan itu terletak di wilayah beberapa Kabupaten/Kotamadya

atau jika menyangkut proyek-proyek khusus. Adapun tugas dari panitia

pembebasan tanah yaitu:

- mengadakan inventarisasi serta penelitian setempat terhadap

keadaan tanahnya, tanam tumbuh dan bangunan-bangunan;

- mengadakan perundingan dengan para pemegang hak atas tanah

dan bangunan/tanaman;

- menaksir besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada yang

berhak;

- membuat berita acara pembebasan tanah disertai

(18)

- menyaksikan pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada yang

berhak atas tanah Bangunan/tanaman tersebut.

Hal lain yang diatur dalam peraturan ini pengaturan terkait ganti kerugian.

Di dalam mengadakan penaksiran/penetapan mengenai besarnya ganti rugi,

Panitia Pembebasan Tanah harus mengadakan musyawarah dengan para

pemilik/pemegang hak atas tanah dan/atau benda/ tanaman yang ada di atasnya

berdasarkan harga umum setempat.

Panitia Pembebasan Tanah berusaha agar dalam menentukan besamya

ganti rugi terdapat kata sepakat diantara para anggota Panitia dengan

memperhatikan kehendak dari para pemegang hak atas tanah. Apabila terdapat

perbedaan taksiran ganti rugi di antara para anggota Panitia itu, maka yang

dipergunakan adalah harga rata-rata dari taksiran masing-masing anggota.

Kemudian keputusan Panitia Pembebasan Tanah mengenai besar/bentuknya ganti

rugi tersebut disampaikan kepada instansi yang memerlukan tanah, para

pemegang hak atas tanah dan para anggota Panitia yang turut mengambil

keputusan.

Akan tetapi jika terjadi penolakan ganti kerugian oleh pemilik tanah, maka

Panitia Pembebasan Tanah setelah menerima dan mempertimbangkan alasan

penolakan tersebut, dapat mengambil sikap sebagai berikut:

- Tetap kepada putusan semula;

- Meneruskan surat penolakan dimaksud dengan disertai

pertimbangan-pertimbangannya kepada Gubernur Kepala Daerah

(19)

Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan setelah mempertimbangkan

dari segala segi, dapat mengambil keputusan yang bersifat mengukuhkan putusan

Panitia Pembebasan Tanah atau menentukan lain yang bertujuan mencari jalan

tengah agar dapat diterima oleh kedua belah pihak. Keputusan Gubernur

disampaikan kepada masing-masing pihak yang bersangkutan dan Panitia

Pembebasan Tanah.

2. KEPPRES No. 55 Tahun 1993

Dengan berlakunya Keppres No 55 Tahun 1993 ini sudah tidak

digunakannya lagi istilah pembebasan tanah, melainkan sudah menggunakan

istilah pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Menurut Keppres No. 55 tahun

1993 ini, Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah

dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.

Prosedur pengadaan tanah dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak

atas tanah. Adapun pengertian dari pelepasan atau penyerahan hak atas tanah

adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah

dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar

musyawarah.

Untuk membantu jalannya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum, maka oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dibentuk

Panitia Pengadaan Tanah yang disetiap Kabupaten atau Kotamadya Tingkat II.

Jika dalam Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah Kabupaten/Kotamadya

atau lebih dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah Tingkat Provinsi

(20)

bersangkutan, dan susunan keanggotaannya sejauh mungkin mewakili

Instansi-instansi yang terkait di Tingkat Provinsi dan Daerah Tingkat II yang

bersangkutan. Panitia Pengadaan Tanah susunan keanggotaannya terdiri dari:

-Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sebagai Ketua

merangkap Anggota;

-Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai Wakil Ketua

merangkap Anggota;

-Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Anggota;

-Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang

bangunan, sebagai Anggota;

-Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang

pertanian, sebagai Anggota;

-Camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan

pelaksanaan pembangunan akan berlangsung sebagai Anggota;

-Lurah/Kepala Desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana

rencana dan pelaksanaan pembangunan akan berlangsung, sebagai

Anggota;

-Asisten Sekretaris Wilayah Desa Bidang Pemerintahan atau Kepala Bagian

Pemerintahan pada Kantor Bupati/Walikotamadya sebagai Sekretaris I

bukan Anggota;

-Kepala Seksi pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai

(21)

Adapun tugas dari Panitia Pengadaan Tanah yaitu:

- mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman,

dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya

akan dilepaskan atau diserahkan;

- mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya

akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya;

- menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak

atasnya akan dilepaskan atau diserahkan;

- memberi penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah

mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut;

- mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan

Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan

bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian;

- menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para

pemegang hak atas tanah bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang

ada di atasnya;

- membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum

dilakukan melalui musyawarah secara langsung antara pemegang hak atas tanah

yang bersangkutan dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. Dalam hal

jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan terselenggaranya

musyawarah secara efektif, maka musyawarah dilaksanakan Panitia Pengadaan

(22)

ditunjuk diantara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus

bertindak selaku kuasa mereka. Musyawarah dipimpin oleh Ketua Panitia

Pengadaan Tanah.

Adapun cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar:

- harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan

memperhatikan nilai jual obyek Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait

untuk tanah yang besangkutan;

- nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang

bertanggungjawab di bidang pertanian;

- nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang

bertanggung jawab di bidang pertanian.

Apabila dalam musyawarah telah dicapai kesepakatan antara pemegang hak

atas tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah, maka Panitia

Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti

kerugian sesuai dengan kesepakatan tersebut. Jika musyawarah telah diupayakan

berulang kali dan kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tidak

tercapai juga, Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan mengenai

bentuk dan besarnya ganti kerugian dengan sejauh mungkin memperhatikan

pendapat, keinginan, saran dan pertimbangan yang berlangsung dalam

musyawarah.

Jika pemegang hak atas tanah yang tidak menerima keputusan panitia

Pengadaan Tanah dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah

Tingkat I disertai penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan keberatan tersebut.

(23)

Daerah Tingkat I mengupayakan penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya

ganti kerugian tersebut, dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan

semua pihak. Setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan

pemegang hak atas tanah serta pertimbangan Panitia Pengadaan Tanah, Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau

mengubah keputusan Panitia Pengadaan Tanah mengenai bentuk dan atau

besarnya ganti kergian yang akan diberikan.

3. PERPRES No. 36 Tahun 2005 jo PERPRES No. 65 Tahun 2006

Sama dengan peraturan sebelumnya, dalam peraturan ini juga terdapat

pengertian tentang pengadaan tanah yaitu setiap kegiatan untuk mendapatkan

tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau

menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan

tanah. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum

oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dan dengan cara jual beli,

tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak

yang bersangkutan.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di wilayah kabupaten/kota

dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah kabupaten/kota yang dibentuk

oleh Bupati/Walikota. Panitia pengadaan tanah Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta dibentuk oleh Gubernur. Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah

kabupaten/kota atau lebih, dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah

(24)

wilayah provinsi atau lebih, dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah

yang dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri yang terdiri atas unsur Pemerintah dan

unsur pemerintah daerah terkait. Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah

terdiri atas unsur perangkat daerah terkait. Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah

Kabupaten/Kota paling banyak 9 (sembilan orang) dengan susunan sebagai

berikut:

- Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap Anggota;

- Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai

Wakil Ketua merangkap Anggota;

- Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau pejabat yang

ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap Anggota; dan

- Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang terkait

dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk

sebagai Anggota.

Adapun tugas dari Panitia Pengadaan Tanah yaitu:

- memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat;

- mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah,

bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan

tanah, yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

- mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang

haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang

mendukungnya;

(25)

- menerima hasil penilaian harga tanah dan/atau bangunan dan/atau

tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah

dari Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah dan pejabat yang

bertanggungjawab menilai bangunan dan/atau tanaman dan/atau

benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;

- mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi

pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan

bentuk dan/atau besarnya ganti rugi;

- menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan

dilepaskan atau diserahkan;

- menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para

pemilik;

- membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak;

- mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas

pengadaan tanah dan menyerahkan kepada instansi pemerintah

yang memerlukan tanah dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;

dan

- menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian

pengadaan tanah kepada Bupati/Walikota atau Gubernur untuk

wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta apabila musyawarah tidak

tercapai kesepakatan untuk pengambilan keputusan.

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan

umum dilakukan melalui musyawarah dalam rangka memperoleh kesepakatan

(26)

- pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilokasi

tersebut;

- bentuk dan besarnya ganti rugi.

Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah,

bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah bersama

panitia pengadaan tanah, dan instansi Pemerintah atau pemerintah daerah yang

memerlukan tanah. Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah tidak

memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka musyawarah

dilaksanakan oleh panitia pengadaan tanah dan instansi Pemerintah atau

pemerintah daerah yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk di

antara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus bertindak selaku

kuasa mereka. Penunjukan wakil atau kuasa dari para pemegang hakharus

dilakukan secara tertulis, bermaterai cukup yang diketahui oleh Kepala

Desa/Lurah atau surat penunjukan/kuasa yang dibuat dihadapan pejabat yang

berwenang. Musyawarah dipimpin oleh ketua panitia pengadaan tanah. Dalam

rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi didasarkan atas:

- Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan

memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan

penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh

panitia;

- nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang

bertanggungjawab di bidang bangunan;

- nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang

(27)

Dalam rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi, Lembaga/Tim Penilai

Harga Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur bagi Provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ganti rugi diserahkan langsung kepada pemegang

hak atas tanah atau yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

atau nadzir bagi tanah wakaf.

Pemegang hak atas tanah yang tidak menerima keputusan panitia pengadaan

tanah dapat mengajukan keberatan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur atau

Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan disertai dengan penjelasan mengenai

sebab-sebab dan alasan keberatan tersebut.

Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai

kewenangan mengupayakan penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya ganti

rugi tersebut dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan dari pemegang

hak atas tanah atau kuasanya. Setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan

keinginan pemegang hak atas tanah serta pertimbangan panitia pengadaan tanah,

Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan

mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan

panitia pengadaan tanah mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang akan

diberikan.

4. UU No 2 Tahun 2012

UU No. 2 Tahun 2012 merupakan peraturan terbaru dari pengadaan tanah

yang didalamnya termuat definisi dari pengadaan tanah yaitu kegiatan

menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak danadil

(28)

peraturan ini mencantumkan tujuan dari pengadaan tanah adalah menyediakan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan

hukum Pihak yang Berhak.

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui

perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan

yang merupakan pemuka agama dan tokoh adat. Menurut pendapat penulis,

pemangku kepentingan merupakan pihak yang memiliki kepentingan terhadap

obyek pelepasan tanah seperti pihak yang berhak, pemerintah dan masyarakat.

Sama halnya dengan peraturan yang lain, UU ini juga mengatur mengenai

adanya proses musyawarah, tetapi menggunakan istilah lain yaitu konsultasi

publik yang berarti proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak yang

berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Apabila pihak

yang berhak berhalangan hadir, dapat dilakukan perwakilan dengan surat kuasa

dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana pembangunan.

Konsultasi Publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan

kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari Pihak yang Berhak yang dilakukan

dengan melibatkan Pihak yang Berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta

dilaksanakan di tempat rencana pembangunan Kepentingan Umum atau di tempat

yang disepakati. Pelibatan Pihak yang Berhak dapat dilakukan melalui perwakilan

dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak yang Berhak atas lokasi rencana

pembangunan. Kesepakatan dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan.

(29)

permohonan penetapan lokasi kepada gubernur. Kemudian Gubernur menetapkan

lokasi.

Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh)hari kerja

pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan terdapat pihak yang

keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan Konsultasi Publik

ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Apabila

dalam Konsultasi Publik ulang masih terdapat pihak yang keberatan mengenai

rencana lokasi pembangunan, Instansi yang memerlukan tanah melaporkan

keberatan dimaksud kepada Gubernur setempat.

Gubernur membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana

lokasi pembangunan. Tim kajian terdiri atas:

- Sekretaris daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua

merangkap anggota;

- Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris

merangkap anggota;

- Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan

daerah sebagai anggota;

- Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

sebagai anggota;

- Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan

akademisi sebagai anggota.

Hasil kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana

lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja

(30)

berdasarkan rekomendasi mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan

atas rencana lokasi pembangunan. Dalam hal ditolaknya keberatan atas rencana

lokasi pembangunan, Gubernur menetapkan lokasi pembangunan. Dalam hal

diterimanya keberatan atas rencana lokasi pembangunan, Gubernur

memberitahukan kepada Instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan

rencana lokasi pembangunan di tempat lain.

Jika setelah penetapan lokasi pembangunan masih terdapat keberatan,

Pihakyang Berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan gugatan ke

Pengadilan Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja

sejak dikeluarkannya penetapan lokasi.Pengadilan Tata Usaha Negara memutus

diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

kerja sejak diterimanya gugatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan

Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari

kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalamwaktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya

Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum. Lembaga

Pertanahan menetapkan Penilai sesuaidengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai adalah orang

perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang

telah mendapat izin praktek penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat

lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan

(31)

melaksanakan penilaian Objek Pengadaan Tanah yang memiliki kewajiban untuk

bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan. Pelanggaran

terhadap kewajiban Penilai dikenakan sanksi administratif dan/ atau pidana sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penilaian besarnya nilai Ganti

Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi:

tanah;

-ruang atas tanah dan bawah tanah;

-bangunan;

-tanaman;

-benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau

-kerugian lain yang dapat dinilai.

Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat

pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum

Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai disampaikan

kepada Lembaga Pertanahan dengan berita acara yang menjadi dasar musyawarah

penetapan Ganti Kerugian.

Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak

dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari

Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk

dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian.

Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian Ganti Kerugian

(32)

Apabila tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti

Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan

negeri setempat dalam waktu paling lama14 (empat belas) hari kerja setelah

musyawarah penetapan Ganti Kerugian. Pengadilan negeri memutus bentuk

dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.

Jika terdapat Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri

dalamwaktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi

kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib

memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak

permohonan kasasi diterima. Putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran Ganti

Kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan.

Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti·

Kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan, karena hukum Pihak yang Berhak

dianggap menerima bentuk dan besarnya Ganti Kerugian.

Pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah diberikan langsung

kepada Pihak yang Berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam

musyawarah dan/atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung. Pada saat

pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib

melakukan pelepasan hak dan menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan

Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui

(33)

C. ANALISIS

Dari hasil penelitian yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis akan

memaparkan analisis independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam setiap

peraturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,

sehingga dapat diketahui pasal-pasal dalam peraturan pengadaan tanah yang

menjadi tolak ukur independesi Panitia Pengadaan Tanah, sebagai penyelenggara

dari kepentingan umum.

Independensi yang penulis maksud disini merupakan independensi dalam

konsep kedudukan Panitia Pengadaan Tanah di peraturan pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum yang dalam proses pengadaan tanah

harus bersikap netral dan tidak berpihak kepada salah satu pihak sekalipun itu

pihak instansi yang memerlukan tanah, sehingga dalam menjalankan tugas dan

kewenengannya sebagai penyelenggara dari kepentingan umum, panitia

pengadaan tanah dapat bersikap obyektif tanpa menitikberatkan kepada salah satu

pihak dalam mengambil sikap dan keputusan yang terkait dengan

penyelenggaraan pengadaan tanah.

Sebelum menganalisis independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam

masing-masing peraturan pengadaan tanah, penulis akan memaparkan tolak ukur

independensi pemerintah dalam tiap peraturan pengadaan tanah yaitu sebagai

berikut:

(34)

Tabel

Tolak Ukur Independesi Pemerintah dalam Peraturan Pengadaan Tanah

No. Tolak Ukur PMDN No.15 Tahun 1975

dan PMDN No.2

Tahun 1976

KEPPRES No. 55 Tahun 1993

dan Perka BPN No.1 Tahun

1994

PERPRES No. 36 Tahun 2005 jo PERPRES No. 65 Tahun

2006 dan Perka BPN No.3 Tahun

2007

UU No. 2 Tahun 2012

dan PERPRES No.71

Tahun 2012

1. Keanggotaan Panitia Pengadaan

Tanah

- Panitia pengadaan tanah terdiri dari: a.) Unsur Kantor Pertanahan b.) Instansi Pemerintah yang terkait c.) Instansi yang memerlukan tanah. d.) Kepala Kecamatan. e.) Kepala Desa (Pasal 2 PMDN No. 15 Tahun 1975)

- Panitia

pengadaan tanah terdiri dari: a.) Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II b.) Unsur Kantor Pertanahan c.) Instansi Pemerintah yang terkait

d.) Instansi yang memerlukan tanah. e.) Camat f.) Lurah/Kepala Desa

(Pasal 7 Keppres No. 55 Tahun 1993)

- Panitia

pengadaan tanah terdiri dari: a.) Unsur Kantor Pertanahan b.) Instansi Pemerintah yang terkait

c.) Instansi yang memerlukan tanah.

(Pasal 6 Perpres No.65 Tahun 2006 jo Pasal 14 Perka BPN No. 3 Tahun 2007)

- Panitia

pengadaan tanah terdiri dari: a.) Tim Persiapan Pengadaan Tanah yang

beranggotakan: Bupati/Walikota, satuan kerja perangkat daerah Provinsi

terkait, Instansi yang memerlukan tanah, dan Instansi terkait lainnya.

(Pasal 9 Perpres No.71 Tahun 2012)

(35)

beranggotakan: - Unsur Kantor Pertanahan - Instansi

Pemerintah yang terkait

- Instansi yang memerlukan tanah. - akademisi sebagai anggota. (Pasal 21 ayat (3)UU No. 2 Tahun 2012)

c.)Tim

Pelaksanaan yang beranggotakan: - Unsur Kantor Pertanahan - Instansi

Pemerintah yang terkait

- Instansi yang memerlukan tanah.

- Carnat setempat pada lokasi

(36)

2. Penentuan Ganti Kerugian -Penilaian Ganti Kerugian -Dasar Penilaian Ganti Kerugian

- Dilakukan oleh panitia pembebasan tanah.

(Pasal 3 huruf c PMDN No. 15 Tahun 1975)

-Didasarkan pada: -harga umum setempat, -lokasi, -faktor-faktor strategis yang dapat

mempengaruhi harga tanah -ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dinas

Pekerjaan Umum/Dinas Pertanian setempat. (Pasal 6 ayat

- Dilakukan oleh panitia

pengadaan tanah.

(Pasal 8 ayat (3) Keppres No. 55 Tahun 1993)

-Didasarkan pada: -Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/ sebenarnya, -faktor-faktor strategis yang dapat

mempengaruhi harga tanah. (Pasal 15 Kepres No. 55 Tahun 1993 jo Pasal 16 dan Pasal 17 Perka BPN No.1 Tahun 1994)

- Dilakukan oleh Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang profesional dan independen. (Pasal 1 ayat (12) Perpres No. 36 Tahun 2005

jo Pasal 27 Perka BPN No. 3 Tahun 2007)

-Didasarkan pada: -Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/ sebenarnya, -nilai jual bangunan -nilai jual tanaman

(Pasal 15 Pepres No.65 Tahun 2006)

-Dilakukan oleh Penilai

Pertanahan yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan. (Pasal 1 ayat (11)

jo Pasal 63 Perpres No. 71 Tahun 2012)

- Didasarkan pada penilaian penilai pertanahan yang penilalaian dilakukan bidang per bidang tanah meliputi: - tanah,

- ruang atas dan bawah tanah, -bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah -kerugian lain yang dapat dinilai.

(37)

- Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian

- Jika Pemilik Tanah Tidak Setuju Dengan Penetapan Ganti Kerugian

(1) dan ayat (2) huruf a PMDN No. 15 Tahun 1975)

-Dilakukan oleh Panitia pembebasan tanah dengan para

pemilik/pemeg ang hak atas tanah. (Pasal 6 ayat (10 PMDN No. 15 Tahun 1975)

-Pengajuan penolakan atas penentuan ganti kerugian diajukan kepada Panitia pembebasan tanah. (Pasal 7 PMDN No. 15 Tahun 1975)

-Dilakukan oleh Panitia

pengadaan tanah dengan para pemilik/ pemegang hak atas tanah. (Pasal 8 ayat (5) Keppres No. 55 Tahun 1993 jo

Pasal 14 Perka BPN No.1 Tahun 1994)

-Pengajuan keberatan atas penentuan ganti kerugian

diajukan kepada Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I (Pasal 20 Keppres No. 55 Tahun 1993 jo

Pasal 23 dan Pasal 24 Perka BPN No. 1 Tahun 1994)

-Dilakukan oleh Panitia

pengadaan tanah dengan para pemilik/ pemegang hak atas tanah. (Pasal 7 huruf e Perpres No. 65 Tahun 2006 jo

14 ayat 3 huruf f Perka BPN No.3 Tahun 2007)

-Pengajuan keberatan atas penentuan ganti kerugian

diajukan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri. (Pasal 17 Perpres No. 36 Tahun 2005 jo

Pasal 41 ayat (1) Perka BPN No. 3 Tahun 2007)

Pasal 65 Perpres No. 71 Tahun 2012)

-Dilakukan oleh Panitia pengadaan tanah dengan para pemilik/

pemegang hak atas tanah. (Pasal 37 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2012 jo Pasal 68 Perpres No.71 Tahun 2012)

-Pengajuan keberatan atas penentuan ganti kerugian diajukan kepada:

- Panitia

pengadaan tanah - Pengadilan Negeri - Mahkamah Agung.

(Pasal 38 UU No. 2 Tahun 2012 jo

(38)

- Penetapan Ganti Kerugian - Didasarkan atas Keputusan Bupati/Walikot a atau Gubernur. (Pasal 8 PMDN No. 15 Tahun 1975)

- Didasarkan atas Keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur. (Pasal 20 Keppres No. 55 Tahun 1993 Tahun jo Pasal 23 Perka No. 3 Tahun 1994)

- Didasarkan atas Keputusan Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri (Pasal 41 ayat (7) Perka BPN No.3 Tahun 2007)

- Didasarkan atas Keputusan Gubernur dan putusan/ Pengadilan Negeri atau Mahkamah Agung.

(Pasal 38 ayat (5) UU No. 2 Tahun 2012)

Sumber: Diolah dari Peraturan Pengadaan Tanah di Indonesia.

1. PMDN No. 15 Tahun 1975

Dalam peraturan ini, pengadaan tanah menggunakan istilah pembebasan

tanah yang penjelasannya tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) PMDN No. 15 Tahun

1975. Pembebasan tanah tersebut juga disebut dengan pelepasan atau penyerahan

hak atas tanah yang dapat diartikan dengan penyerahan hak oleh pemilik atau

pemegang hak atas tanah kepada Panitia pembebasan tanah. Pengertian tersebut

mengandung arti bahwa pembebasan tanah merupakan tindakan sepihak dari

pemerintah melalui panitia pembebasan tanah kepada pemegang hak atas tanah.

dengan adanya tindakan sepihak pemerintah tersebut berarti pemerintah menyalah

gunakan kekuasaannya. Selain itu perbuatan melepaskan hubungan hukum

mempunyai arti bahwa yang bermaksud melepaskan hak atas tanah adalah

(39)

pemegang hak atas tanah melepaskan tanahnya dengan sukarela tidak ada unsur

paksaan. Meskipun dalam peraturan tersebut terdapat adanya penggantian ganti

rugi dan berdasarkan asas musyawarah (Pasal 1 ayat (3)). Tetapi dalam

musyawarah tersebut terdapat kata sepakat diantara para anggota Panitia.

Kesepakatan yang penulis maksud di sini bukan kesepakatan antara Panitia

dengan pemilik tanah, melainkan kesepakatan dalan intern panitia itu sendiri

sehingga dalam pembebasan hak atas tanah itu, kehendak dari pemegang hak atas

tanah kurang diperhatikan. Adanya kesepakatan yang terjadi hanya dalam intern

panitia pembebasan tanah tersebut terlihat bahwa tidak independen karena tidak

adanya keterlibatan pihak lain dalam pembuatan kesepakatan terhadap hasil

musyawarah, maka dari itu terlihat jelas keterpihakan Panitia Pengadaan Tanah

kepada instansi yang memerlukan tanah. Selain itu jika terjadi perbedaan taksiran

ganti rugi diantara para anggota panitia, maka yang dipergunakan adalah harga

rata-rata dari taksiran masing-masing anggota yang tercantum dalam Pasal 6 ayat

(3). Dengan penggunaan harga rata-rata dari taksiran masing-masing anggota

terlihat bahwa tidak ada Independensi dari Panitia Pengadaan Tanah karena pada

saat penentuan harga rata-rata taksiran tersebut sangat besar kemungkinan

terjadinya kerjasama di antara para anggota panitia, sehingga dapat merugikan

pemegang hak atas tanah. Seharusnya kesepakatan pembebasan atau pelepasan

hak atas tanah beserta ganti ruginya dari kedua belah pihak yaitu dari pemegang

hak atas tanah dan Panitia pembebasan tanah bukan hanya sepihak dari Panitia

pembebasan tanah saja. Peraturan ini juga menjabarkan mengenai susunan

keanggotaan panitia pembebasan tanah beserta tugasnya di Pasal 2 dan Pasal 3

(40)

cakupan yang sangat luas karena selain sebagai pelaksana pembebasan tanah juga

merangkap sebagai tim penaksir harga tanah. Hal tersebut bisa memunculkan

permasalahan pada pelaksanaan pembebasan tanah karena kemungkinan

terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah semakin besar.

Dalam peraturan ini juga mengatur adanya kesempatan yang diberikan

kepada pemegang hak atas tanah untuk mengajukan keberatan terhadap hasil

musyawarah ganti rugi kepada Panitia pembebasan tanah yang tercamtum di Pasal

7 PMDN No. 15 Tahun 1975. Setelah itu Gubernur Kepala Daerah yang

bersangkutan dapat mengambil keputusan mengenai keberatan terhadap hasil

musyawarah tersebut. Dari adanya pengajuan keberatan terhadap bentuk/besarnya

ganti kerugian yang ditetapkan oleh Gubernur tersebut terlihat bahwa tidak ada

independensi dari penyelenggaraan pengadaan tanah yang dilakukan oleh Panitia

Pengadaan Tanah, karena di peraturan ini memposisikan Gubernur memiliki

kuasa penuh dalam penyelenggaraan pengadaan tanah, bahkan keputusan terakhir

mengenai bentuk/besarnya ganti kerugian juga menjadi kekuasaan dari Gubernur,

padahal di satu sisi Gubernur merupakan bagian dari pemerintah itu sendiri. Maka

dari itu tentu akan sangat sulit bagi Gubernur untuk bersikap profesional dan

netral dalam menjalankan kedudukannya sebagai penyelenggara kepentingan

umum.

Pada penjelasan di atas, setelah dianalisis dari tolak ukur independensi

dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 yaitu keanggotaan Panitia Pembebasan Tanah

dan proses penentuan ganti kerugian menurut pendapat penulis terlihat bahwa

tidak ada independensi Panitia Pengadaan Tanah dalam menjalankan

(41)

peraturan ini semua proses pembebasan tanah dilakukan oleh unsur dari

pemerintah itu sendiri tanpa adanya keterlibatan dari pihak masyarakat maupun

pihak akademisi bahkan keputusan akhir yang terkait dengan penentuan ganti

kerugian juga berada di tangan Pemerintah, sehingga mengakibatkan kondisi

masyarakat sangat terdesak dan terjadinya tindakan sewenang-wenang

Pemerintah.

2. KEPPRES No. 55 Tahun 1993

Pengadaan tanah dibantu oleh panitia pengadaan tanah yang susunan

anggotanya tercantum dalam Pasal 7. Dalam susunan keanggotaan panitia

pengadaan tanah tersebut terlihat adanya keterlibatan Lurah/Kepala Desa yang

mengetahui secara baik kondisi sosial, ekonomi dan budaya dari masyarakat

sekitar yang terkena pengadaan tanah, sehingga Lurah/Kepala Desa tersebut

merupakan wakil dari masyarakat yang dilibatkan dalam keanggotaan Panitia

Pengadaan Tanah. Meskipun demikian keterlibatan Lurah/Kepala Desa belum

tentu bisa dijadikan sebagai jaminan adanya Independensi Panitia Pengadaan

Tanah, karena Lurah dipilih oleh Pemerintah Daerah sehingga Lurah juga

merupakan bagian dari pemerintah itu sendiri, sedangkan Kepala Desa dipilih

oleh masyarakat secara langsung. Dari adanya sistem pemilihan Lurah/Kepala

Desa tersebut terlihat bahwa masih dimungkinkan tidak profesionalnya dalam

menjalankan kedudukannya karena Lurah/Kepala Desa tersebut besar

kemungkinannya lebih memihak kepada kepentingan Pemerintah bukan

kepentingan dari masyarakat. Selain itu tidak ada keterlibatan akademisi dalam

(42)

Pengadaan Tanah untuk dapat bersikap profesional dan independen dalam

melaksanakan proses pengadaan tanah.

Dalam pengadaan tanah, panitia pengadaan tanah memiliki berbagai macam

tugas salah satunya adalah melakukan musyawarah dengan para pemilik tanah

yang tercantum dalam Pasal 10 Keppres No. 55 Tahun 1993 jo Pasal 14 Perka

BPN No. 1 Tahun 1994. Dalam kegiatan musyawarah ini panitia sebagai

penyelenggara dari kepentingan umum berperan sebagai mediator antara instansi

yang memerlukan tanah dengan masyarakat selaku pemegang hak atas tanah.

mediator yang penulis maksud di sini yaitu Panitia Pengadaan Tanah sebagai

tempat menampung aspirasi dan keinginan dari masyarakat yang terkena

pengadaan tanah untuk disampaikan kepada instansi yang memerlukan tanah.

Posisi Panitia Pengadaan Tanah yang merupakan mediator tersebut berarti harus

dapat bersikap netral tanpa mengusung kepentingan salah satu pihak pun

meskipun pihak instansi yang memerlukan tanah sekalipun.

Kegiatan musyawarah yang dilakukan bertujuan untuk menetapkan

bentuk/besarnya ganti kerugian yang tercantum dalam Pasal 15 Kepres No. 55

Tahun 1993 jo Pasal 16 dan Pasal 17 Perka BPN No. 1 Tahun 1994 yang

perhitungannya didasarkan pada:

- Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya,

- faktor-faktor strategis yang dapat mempengaruhi harga tanah.

Dengan adanya dasar penilaian tersebut dapat memperkecil terjadinya penyalah

gunaan kedudukan Panitia Pengadaaan Tanah di proses penentuan ganti kerugian

karena pemegang hak atas tanah mempunyai acuan dalam penentuan besarnya

(43)

ganti kerugiannya dan jika pemegang hak atas tanah merasa nilai ganti rugi yang

di berikan masih belum sesuai dengan nilai tanahnya maka pemegang hak atas

tanah dapat mengajukan keberatan.

Sama dengan peraturan sebelumnya, peraturan ini juga mengatur adanya

kesempatan yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah untuk mengajukan

keberatan terhadap hasil musyawarah penetapan ganti rugi kepada Panitia

Pengadaan Tanah setelah itu dilanjutkan ke Gubernur. Dari adanya pengajuan

keberatan tersebut terlihat bahwa tidak ada independensi Panitia Pengadaan Tanah

karena di peraturan ini memposisikan Gubernur memiliki kuasa penuh dalam

penyelenggaraan pengadaan tanah, bahkan dalam peraturan ini Gubernurlah yang

berhak memutuskan mengenai keberatan terhadap penetapan bentuk/besarnya

ganti kerugian padahal di satu sisi Gubernur merupakan bagian dari Panitia

Pengadaan Tanah itu sendiri. Maka dari itu tentu akan sangat sulit bagi Gubernur

untuk bersikap netral dan independen dalam menjalankan kedudukannya sebagai

penyelenggara kepentingan umum karena dengan posisi Gubernur yang memiliki

kuasa penuh tersebut dapat memperbesar kesempatan adanya penyalahgunaan

kekuasaan sehingga Gubernur tersebut lebih memihak pada kepentingan instansi

yang memerlukan tanah dan mengesampingkan kepentingan dari masyarakat.

Dari penjelasan di atas, setelah dianalisis dari tolak ukur independensi

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan dasar sendiri merupakan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan tata ruang, perumahan

Nurul Ilmi Semarang adalah pelatihan bagaimana menerapkan pembelajaran English for Math untuk anak usia dini dan dengan materi Mathematics: Vfthat your.. Child Wil be

- Untuk BMKG Pusat, hasil laporan monitoring dalam bentuk soft-copy yang dikirimkan melalui e-mail pengguna operasional dan disajikan dalam website produk satelit BMKG serta

'alaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu  produkmakanan jika diberikan dalam konsentrasi yang !ukup 1di atas >6: padatan

Untuk mendapatkan informasi mengenai minat orang tua terhadap Vaksin MR setelah adanya putusan MUI, maka disini terdapat beberapa narasumber yang bersedia untuk

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan strategi pengadopsian konvergensi media yang dilakukan Koran Tribun dalam membangun pasar

Beberapa keunggulan sistem ini adalah berbasis web dan terintegrasi dengan basisdata yang sesuai dengan arsitektur basis data terintegrasi IPB, melengkapi kebutuhan

redaksional yang diterapkan RRI Pro 1 Yogyakarta dalam menyiarkan berita.. terkait kasus sedang berkembang di tengah masyarakat seperti pada kasus penggusuran