• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL UNTUK SISWA KELAS VII SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL UNTUK SISWA KELAS VII SMP."

Copied!
784
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL UNTUK SISWA KELAS VII SMP

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Arif Dwihantoro NIM 13301244012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL UNTUK SISWAKELAS VII SMP

Oleh: Arif Dwihantoro

13301244012

ABSTRAK

Peneilitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa kelas VII SMP dan untuk mendeskripsikan kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D) dengan model ADDIE yang terdiri dari analysis (analisis), development (pengembangan),

implementation (implementasi), dan evaluation (evaluasi). Instrumen penelitian

ini adalah lembar penilaian RPP dan LKS untuk mengukur kevalidan perangkat pembelajaran, angket respon siswa untuk mengukur kepraktisan perangkat pembelajaran, dan tes hasil belajar siswa yang terdiri dari tujuh soal uraian untuk mengukur keefektifan perangkat pembelajaran.

Penelitian ini menghasilkan perangkat pembelajaran berupa lima RPP dan lima LKS berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi aritmatika sosial untuk siswa kelas VII SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas perangkat pembelajaran ditinjau dari aspek kevalidan memenuhi kriteria valid dengan perolehan skor rata-rata 4,08 dari skor maksimal 5 untuk RPP dan 4,04 dari skor maksimal 5 untuk LKS, aspek kepraktisan memenuhi kriteria sangat praktis dengan perolehan skor rata-rata 3,45 dari skor maksimal 4, dan aspek keefektifan memenuhi kriteria sangat efektif dengan persentase ketuntasan mencapai 85,3%.

(3)

THE DEVELOPMENT OF LEARNING AIDS BASED ON CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) FOR SOCIAL ARITHMETIC IN

GRADE VII JUNIOR HIGH SCHOOL By:

Arif Dwihantoro 13301244012

ABSTRACT

This research aims to develop learning aids based on Contextual Teaching and Learning (CTL) for social arithmetic in grade VII Junior High School and to describe the quality of the learning aids based on the aspect of validity, practicality, and effectiveness.

This is a Research and Development (RnD) study. The research procedure, adapted from ADDIE model which consisted of analysis, development, implementation, and evaluation. The instruments to collect the data were assessment for the lesson plan and students’ worksheet to measure the validity, the students’ questionnaire to measure the practicality, and the students’ achievement test which consist seven questions to measure the effectiveness of learning aids.

This research developed five lesson plans and five students’ worksheets based on Contextual Teaching and Learning (CTL) for Social Arithmetic in Grade VII Junior High School. The quality of the learning aids based on several aspect showed that for the validity, its fulfil the criteria of the validity with the average score 4,06 on scale of 5 for the lesson plan and the average score 4,02 on scale of 5 for the students’ worksheet. In the practicality, the result shows that this learning aids is very practical and its fulfil the criteria of practicality with the average score 3,45 on scale of 4. The score of effectiveness reached 85,3% which is categorized as very effective.

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

“Dan bahwasanya setiap manusia itu tiada akan memperoleh (hasil) selain apa yang telah

diusahakannya.”

(Q.S. An-Najm [53]: 39)

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

(Q.S. Ar-Rahman [55]: 13)

“Luruskan niat, sempurnakan ikhtiar. Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali”

(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’aalamiin

Segala puji syukur bagi Allah SWT atas ridho-Nya saya dapat menyelesaikan

tugas akhir ini.

Saya persembahkan karya ini untuk kalian.

Bapak dan Ibu, terimakasih atas setiap doa yang terus terpanjat dan tetesan

keringat yang terus mengalir.

Ana Nur Azizah, Aziz Setiawan, Afifatur Rifani, Ginanjar Yuniardi terimakasih

atas doa dan kobaran semangatnya.

Sahabat seperjuangan Pendidikan Matematika C 2013.

Sahabat di Kabinet Pelangi, UKM Penelitian terimakasih untuk pengalaman yang

tak ternilai.

Kalian yang tak sempat disebut namun tak lepas dari hati.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran berbasis Contextual Teaching and

Learning (CTL) pada Materi Aritmatika Sosial untuk Siswa Kelas VII SMP”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, Dekan FMIPA UNY sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, motivasi, dan saran dalam menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, Ketua Jurusan sekaligus Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan izin untuk penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Nur Insani, M.Sc, Bapak Nur Hadi Waryanto M,Eng, Ibu Rosita Kusumawati, M.Sc, dan Ibu Ririn Rekno Winahyu, S.Pd sebagai validator yang telah memberikan saran dalam penyusunan perangkat pebelajaran dan instrumen penelitian yang dikembangkan.

4. Ibu Retna Wuryaningsih, M.Pd, Kepala SMP N 6 Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.

5. Siswa kelas VII A SMP N 6 Yogyakarta atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

6. Sahabat-sahabat Pendidikan Matematika C 2013 yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Deskripsi Teori... 13

1. Pembelajaran Matematika ... 13

2. Karakteristik Siswa SMP ... 17

3. Perangkat Pembelajaran ... 19

4. Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) ... 28

5. Materi Aritmatika Sosial ... 37

6. Perangkat Pembelajaran Berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) pada Materi Aritmatika Sosial ... 38

7. Model Pengembangan ADDIE ... 39

B. Kajian Penelitian Yang Relevan ... 42

C. Kerangka Berpikir ... 44

BAB III METODE PENELITIAN... 47

A. Jenis Penelitian... 47

B. Desain Penelitian ... 47

C. Subjek Penelitian ... 50

D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 50

E. Jenis Data ... 50

F. Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 51

G.Teknik Pengumpulan Data ... 56

H.Teknik Analisis Data... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

A. Hasil Penelitian ... 65

1. Tahap Analisis (Analysis) ... 65

(11)

4. Tahap Implementasi (Implementation) ... 94

5. Tahap Evaluasi (Evaluation) ... 107

B. Pembahasan ... 109

C. Keterbatasan Penelitian ... 121

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 122

A. Simpulan ... 122

B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. KI, KD dan Materi Aritmatika Sosial Kurikulum 2013... 38

Tabel 2. Aspek Penilaian LKS oleh Ahli Materi ... 52

Tabel 3. Aspek Penilaian LKS oleh Ahli Media ... 52

Tabel 4. Aspek Penilaian LKS oleh Guru Matematika ... 53

Tabel 5. Aspek Penilaian RPP ... 54

Tabel 6. Aspek Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 54

Tabel 7. Aspek Angket Respon Siswa ... 55

Tabel 8. Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar ... 56

Tabel 9. Skala Penilaian Ahli ... 58

Tabel 10. Konversi Skor ke dalam Nilai Skala 5 ... 59

Tabel 11. Kriteria Penilaian Perangkat Pembelajaran ... 59

Tabel 12. Pedoman Penskoran Angket Respon ... 60

Tabel 13. Kirteria Kepraktisan ... 61

Tabel 14. Kriteria Keefektifan ... 63

Tabel 15. Kriteria Kualifikasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 64

Tabel 16. Langkah Pembelajaran dalam RPP ... 71

Tabel 17. Struktur LKS ... 75

Tabel 18. Kegiatan Siswa dalam LKS ... 76

Tabel 19. Jadwal Pelaksanaan Uji Coba ... 94

Tabel 20. Data Pengisian Angket Respon Siswa ... 102

Tabel 21. Hasil Analisis Kevalidan RPP ... 104

Tabel 22. Hasil Analisis Kevalidan LKS ... 104

Tabel 23. Hasil Analisis Kepraktisan Perangkat Pembelajaran ... 105

Tabel 24. Analisis Hasil Tes Belajar Siswa ... 106

Tabel 25.Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 107

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tampilan Sampul LKS ... 78

Gambar 2. Tampilan Halaman Penulis ... 79

Gambar 3. Tampilan Halaman Kata Pengantar... 80

Gambar 4. Tampilan Halaman Fitur LKS ... 81

Gambar 5. Tampilan Halaman Daftar Isi ... 81

Gambar 6. Tampilan Halaman Peta Konsep ... 82

Gambar 7. Tampilan Halaman Pembuka ... 83

Gambar 8. Tampilan Kegiatan Ayo Amati ... 84

Gambar 9. Tampilan Kegiatan Mengumpulkan Informasi ... 84

Gambar 10. Tampilan Kegiatan Ayo Menalar ... 85

Gambar 11. Tampilan Kegiatan Ayo Berlatih ... 85

Gambar 12. Tampilan Kolom Rangkuman ... 86

Gambar 13. Tampilan Kolom Catatan ... 86

Gambar 14. Tampilan Kolom Catatan Penting ... 87

Gambar 15. Tampilan Daftar Pustaka ... 87

Gambar 16. Hasil Revisi Ilustrasi Gambar pada LKS 4 ... 90

Gambar 17. Hasil Revisi Contoh Pengisian Kegiatan Mengumpulkan Informasi 90 Gambar 18. Hasil Revisi Perintah dalam Kegiatan Mengumpulkan Informasi ... 91

Gambar 19. Hasil Revisi Perbaika Deskripsi Gambar ... 92

Gambar 20. Hasil Revisi Pada Kegiatan Ayo Menalar LKS 3 ... 93

Gambar 21. Hasil Revisi Tata Penulisan dalam LKS 1 ... 94

Gambar 22. Contoh Permasalahan Konstekstual yang Disajikan dalam LKS 3.... 96

Gambar 23. Siswa Berdiskusi dalam Mengerjakan LKS ... 97

Gambar 24. Kegiatan Ayo Menalar ... 97

Gambar 25. Guru Membantu Siswa yang Mengalami Kesulitan ... 98

Gambar 26. Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok... 98

Gambar 27. Kesalahan Jawaban pada LKS 4 Halaman 28 ... 107

Gambar 28. Perbaikan Soal LKS 1 Sesuai dengan Kunci Jawaban ... 108

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A ... 129

A1. Surat Permohonan Izin Validasi Instrumen ... 130

A2. Surat Keterangan Validasi Instrumen ... 131

A3. Surat Permohonan Izin Validasi Perangkat Pembelajaran ... 132

A4. Surat Keterangan Validasi Perangkat Pembelajaran ... 133

A5. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas ... 140

A6. Surat Izin Penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 141

A7. Surat Keterangan Penelitian dari SMP N 15 Yogyakarta ... 142

Lampiran B... 143

B1. Kisi-kisi Lembar Penilaian RPP ... 144

B2. Deskripsi Lembar Penilaian RPP ... 145

B3. Lembar Penilaian RPP ... 150

B4. Kisi-kisi Lembar Penilaian LKS ... 157

B5. Deskripsi Lembar Penilaian LKS ... 161

B6. Lembar Penilaian LKS ... 172

B7. Kisi-kisi Angket Respon Peserta Didik ... 183

B8. Angket Angket Respon Peserta Didik ... 184

B9. Kisi-kisi Soal Tes Hasil belajar ... 187

Lampiran C... 189

C1. Pengisian Lembar Penilaian RPP oleh Ahli Materi ... 190

C2. Pengisian Lembar Penilaian RPP oleh Guru ... 196

C3. Pengisian Lembar Penilaian LKS oleh Ahli Materi ... 202

C4. Pengisian Lembar Penilaian LKS oleh Ahli Media ... 205

C5. Pengisian Lembar Penilaian LKS oleh Guru ... 208

C6. Tabulasi Data Penilaian Kualitas RPP ... 212

C7. Tabulasi Data Penilaian Kualitas LKS ... 213

C8. Hasil Tes Hasil Belajar Siswa ... 214

C9. Tabulasi Hasil Tes Hasil Belajar Siswa ... 220

C10. Pengisian Angket Respon Siswa ... 221

C11. Tabulasi Pengisian Angket Siswa ... 227

C12. Pengisian Lembar Observasi Keterlakasanaan Pembelajaran ... 228

C13. Tabulasi Hasil Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 230

C14. Hasil Validasi Instrumen ... 231

Lampiran D ... 240

D1. Indikator KD 3.9 dan KD 4.9 ... 241

D2. Peta Kebutuhan LKS ... 242

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat, mendasarkan pada landasan pemikiran tertentu (Dwi Siswoyo, 2013). Melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan kecerdasan dan mengembangankan kemampuan berfikirnya. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, serta bertanggung jawab. Dengan demikian, tujuan diadakannya pendidikan tidak hanya untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, tetapi juga kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

(16)

mencakup ruang lingkup materi yang spesifik dan harus dicapai untuk setiap mata pelajaran menurut jenjang dan jenis pendidikannya. Salah satunya adalah mata pelajaran matematika untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ruang lingkup materi matematika yang dipelajari di SMP yaitu Bilangan Rasional, Aljabar (pengenalan), Geometri (termasuk Transformasi), Statistik dan Peluang, serta Himpunan. Sementara itu, standar proses mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.

(17)

menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia hidup.

Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran perlu adanya perangkat pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Perencanaan yang baik akan memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran untuk dapat memahami materi dengan baik sesuai dengan prinsip pembelajaran dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Salah satu komponen yang harus ada di dalam RPP adalah sumber belajar. Sumber belajar ini dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, lembar kegiatan siswa, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan. Dengan demikian, untuk memperoleh sumber belajar yang relevan, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.

(18)

pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Pada Kurikulum 2013 guru bukan lagi sebagai pemberi informasi, tetapi sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya memberikan kesempatan yang luas kepada siswa sehingga konsep materi pembelajaran yang diajarkan dapat tertanam dengan baik. Dalam pembelajaran matematika pendekatannya sering menggunakan konsep yang sangat abstrak. Keadaan ini membuat siswa merasa kesukaran dan kurang rasa percaya diri (self-independent) akan kemampuannya melakukan penyelesaian matematika dalam hal ini salah satu yang perlu diperhatikan adalah agar guru, siswa dan individu yang belajar matematika memiliki pandangan bahwa matematika berguna dan ampuh (Hasratuddin, 2008: 71). Hal tersebut berarti bahwa pembelajaran matematika akan lebih bermakna jika siswa mampu mengaitkan materi yang dipelajari dengan kejadian yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dibutuhkan perangkat pembelajaran yang dapat dijadikan sumber belajar dan memfasilitasi siswa dalam memahami materi dan terlibat aktif serta dapat mengaitkan materi pembelejaran dengan kehidupan sehari-hari.

(19)

untuk menfasilitasi siswa agar dapat mengaitkan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari.

Mata pelajaran matematika kelas VII SMP mencakup 24 Kompetensi Dasar (KD) yang terdiri dari 12 KD kompetensi pengetahuan dan 12 KD kompetensi keterampilan yang harus dicapai oleh siswa. Salah satunya adalah materi aritmatika sosial pada KD 3.9 Mengenal dan menganalisis berbagai situasi terkait aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara), dan KD 4.9 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara). Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP N 6 Yogyakarta, siswa masih kesulitan dalam memahami aritmatika sosial khususnya dalam mengaitkan konsep materi dengan proses penyelesaian masalah. Hal tersebut didukung oleh hasil belajar siswa yang berada di bawah KKM (KKM=76). Rata-rata nilai siswa yang diperoleh adalah 72,5 dengan persentase ketuntasan sebesar 54,6% dan ketidaktuntasan sebesar 45,4%. Selain itu, sumber belajar yang saat ini digunakan masih terpaku pada buku cetak yang disediakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pemberian contoh dalam pembelajaran juga masih terpaku pada contoh-contoh pada buku cetak dan kurang mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

(20)

penggunaan rumus. Sejalan dengan hal tersebut Sutarni & Setyono (2013: 72) menyatakan bahwa, kesulitan belajar siswa menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal aritmatika sosial. Beberapa kesulitan tersebut yaitu siswa mengalami kesulitan dalam membaca, mengartikan, dan memahami soal, siswa mengalami kesulitan dalam mencari dan memahami apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan dalam soal, siswa mengalami kesulitan dalam mengubah kalimat pada soal menjadi kalimat matematika, siswa mengalami kesulitan dalam mencari hubungan antara apa yang diketahui dengan apa yang ditanyakan dalam soal, siswa mengalami kesulitan dalam merencanakan, menyusun, dan melakukan langkah-langkah penyelesaian soal, siswa belum menguasai materi prasyarat Aritmetika Sosial yaitu materi Operasi`Hitung pada Bilangan Pecahan, siswa belum menguasai materi Aritmetika Sosial dengan baik, dan siswa belum terampil dalam mengerjakan soal-soal Aritmetika Sosial.

(21)

bervariasi tidak hanya guru ceramah dan siswa mendengarkan sehingga, materi pembelajaran dapat lebih mudah dipahami.

Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa di SMP. Karakteristik siswa SMP ada pada tahap perkembangan kognitif formal-operational (11-15 tahun). Namun, terkadang masih berfikir secara operasional konkret atau baru menguasai operasi-operasi formal (Santrock, 2009: 49). Jadi, pada tahapan ini siswa SMP masih berfikir berdasarkan pengalaman dan berfikir secara operasional konkret. Siswa dalam tahap mengkontruksikan pengetahuan mereka berdasarkan hal-hal yang konkret dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan pembelajaran yang sesuai agar siswa dapat mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari adalah

Contextual Teaching and Learning (CTL). Di sisi lain, materi aritmatika sosial

juga erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari, sehingga pendektan CTL dipandang tepat jika digunakan dalam proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

dinilai dapat memotivasi siswa untuk memahami makna materi yang dipelajarinya yaitu dengan mengaitkan materi dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Berdasarkan hasil penelitian Agustyaningrum & Widjajanti (2013: 179) pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa, secara tidak langsung berarti siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya dengan baik. Pendekatan Contextual

(22)

dilakukan sendiri oleh siswa yang mengaitkan materi dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, Contextual Teaching and Learning CTL sesuai dengan Kurikulum 2013 karena terdapat strategi pembelajaran yang menfasilitasi siswa untuk lebih terlibat aktif dalam pembelajaran.

Menurut Crawford (2001: 3) strategi pembelajaran dalam pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat dilakukan dengan cara relating,

experiencing, applying, cooperating, dan transferring atau yang biasa disingkat

menjadi REACT. Strategi tersebut dipandang tepat diterapkan dalam pembelajaran untuk memfasilitasi siswa memahami materi dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Ultay, et al (2014: 67) menyatakan bahwa,

…student teachers liked REACT strategy in the learning environment and

the strategy facilitated reviews their learning by hands-on activities and daily life examples. Student teachers' attitudes and interests were affected positively Also and this helped them to construct a coherent mental maps about the topic.

Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa, guru dan siswa menyukai strategi REACT dalam lingkungan pembelajaran. Strategi REACT dapat menfasilitasi pembelajaran mereka dengan pembelajaran aktif dan langsung

(hands-on) serta mengaitkan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari. Selain itu,

(23)

pada tahap cooperating dari strategi REACT sangat mendukung siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika, prestasi belajar matematika.

Putri & Santosa (2015: 271) menyatakan bahwa, strategi REACT lebih efektif daripada strategi ceramah pada pembelajaran konvensional. Strategi pembelajaran REACT sebagai alternatif strategi pembelajaran yang efektif serta mampu meningkatkan prestasi belajar matematika, kemampuan penyelesaian masalah matematis, kemampuan koneksi matematis siswa terhadap materi yang dipelajari (Putri & Santosa, 2015: 269). Kelebihan strategi REACT lainya disampaikan oleh Ultay & Calik (2016: 57) menyatakan bahwa, “…REACT strategy is effective in helping the pre-service science teachers retain their gained

conceptions in long-term memory…”. Selain itu, Crawford (2001: 13)

menyatakan bahwa,

Cooperating step in REACT strategy like the other contextual teaching strategies. Cooperating is difficult but worth the addi-tional effort if increasing student mathema-tics achievement is an important goal. When

teachers use cooperating, their students’ mathematics achievement

increases signifi-cantly. Average mathematics students in cooperative classrooms were found to perform at much higher levels than average students in either competitive or indivi-dualistic classrooms. Specifically, students in the 50th percentile in cooperative classrooms were equivalent to students in the 71th percentile in competitive classrooms and equivalent to students in the 75th percentile in individualistic classrooms.

(24)

meningkat secara signifikan. Skor rata-rata prestasi belajar matematika siswa di kelas kooperatif/diskusi lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang bersaing secara individual. Secara spesifik, ranking siswa yang berada pada persentil ke-50 pada kelas kooperatif/diskusi setara dengan ranking siswa pada persentil ke-71 di kelas kompetisi dan setara pula pada persentil ke-75 di kelas indivualistik.

Berdasarkan masalah di atas, perlu adanya pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis Contextual Teaching and Learning

(CTL) untuk mendukung kegiatan pembelajaran matematika pada materi

aritmatika sosial. Penelitian pengembangan ini berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Materi Aritmatika Sosial untuk Siswa Kelas VII SMP”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh beberapa permasalahan sebagai beriktut.

1. Belum adanya perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS sesuai dengan Kurikulum 2013.

2. Berdasarkan observasi di sekolah, sumber belajar yang digunakan belum bervariasi.

3. Berdasarkan observasi pemberian contoh masih terpaku pada buku cetak dan kurang mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

(25)

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis Contexctual Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa kelas VII SMP.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis Contextual

Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial?

2. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran berbasis Contextual Teaching

and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial ditinjau dari aspek

kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis Contextual

Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa

kelas VII SMP.

2. Mendeskripsikan kualitas perangkat pembelajaran berbasis Contextual

Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa

(26)

F. Manfaat Penelitian

Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis Contexctual Teaching and

Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa kelas VII SMP ini

diharapkan dapat memberikan manfaat: 1) Bagi siswa

Dengan menggunakan perangkat pembelajaran berupa LKS berbasis

Contextual Teaching and Learning (CTL) diharapkan siswa dapat meningkatkan

pemahamannya pada materi aritmatika sosial. 2) Bagi Guru

Guru dapat memanfaatkan RPP sebagai referensi dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran dan LKS dapat digunakan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran.

3) Bagi peneliti

a. Meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika yang memenuhi aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan yang dapat membantu guru, pendidik, ataupun peneliti sebagai calon pendidik dalam kegiatan pembelajaran.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran secara harfiah berarti proses belajar. Pembelajaran dapat dimaknai sebagai proses penambahan pengetahuan dan wawasan melalui rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seorang dan mengakibatkan perubahan pada dirinya, sehingga terjadi perubahan yang sifatnya positif, dan pada akhir akan didapat ketrampilan, kecakapan, dan pengetahuan baru (Saefudin & Berdiati, 2014: 8).

Kurikulum 2013, mengisyaratkan bahwa kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi siswa menjadi kompetensi yang diharapkan.

(28)

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa, proses pembelajaran pada suatu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Prinsip pembelajaran yang digunakan sebagai berikut.

a. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu.

b. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar.

c. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan pengunaan pendekatan ilmiah

d. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi. e. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu.

f. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi.

g. Dari pembelajaran verbalisme menjadi keterampilan aplikatif.

h. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills).

(29)

j. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.

k. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. l. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa

saja adalah, dan dimana saja adalah kelas.

m.Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi siswa dan efektivitas pembelajaran.

n. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran tidak hanya sebatas melibatkan interaksi antara guru dengan siswa, namun juga melibatkan interaksi dengan hal-hal lain, termasuk di dalamnya sumber belajar, lingkungan, dan model pembelajaran. Kegiatan pembelajaran merupakan interaksi yang terjadi dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar tujuan, artinya interaksi yang telah direncanakan untuk suatu tujuan tertentu untuk mencapai tujuan intruksional atau tujuan belajar yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran (Alizamar, 2016: 3).

(30)

Terdapat beberapa mata pelajaran dalam pembelajaran di sekolah. Salah satu di antaranya adalah matematika. Matematika dapat didefinisikan dalam berbagai pandangan berdasarkan siapa yang mendefinisikan dan dari sudut pandang mana seseorang tersebut mendefinisikan matematika. Menurut Russeffendi (Erman Suherman, et al, 2003: 18) matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. James dan James (Erman Suherman, et al, 2003: 17) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Sedangkan Reys (Erman Suherman, et al, 2003: 17) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan, atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Sejalan dengan pernyataan tersebut Hudojo (2003: 41) menjelaskan bahwa matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih dititik-beratkan kepada hubungan, pola, bentuk dan strukur karena kenyataanya. Dengan demikian, dapat dikatakan matematika itu berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubungan-hubunganya diatur secara logis yang berarti matematika bersifat abstrak yaitu berkenaan dengan konsep-konsep abstrak dan penalaranya deduktif.

(31)

kehidupan sehari-hari. Setiap individu dalam kehidupannya, tidak dapat terlepas dari ilmu matematika. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan, mata pelajaran matematika diberikan sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.

Sejalan dengan definisi matematika diatas, Ebbut dan Straker (Marsigit, 2008) mendefinisikan matematika sekolah sebagai berikut.

a. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan.

b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan.

c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving).

d. Matematika sebagai alat berkomunikasi.

Menurut Erman Suherman, et al, (2003: 57) belajar matematika bagi siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu. Pembelajaran matematika juga memuat abstraksi dan generalisasi.

Berdasarkan pengertian pembelajaran dan definisi matematika tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar untuk mengembangkan potensi siswa yang diselenggarakan dalam situasi edukatif untuk membentuk pola pikir dan penalaran melalui kegiatan penelusuran pola hubungan dan pemecahan masalah dengan kreatif.

2. Karakteristik Siswa SMP

(32)

preoperational (2-7 tahun), concrete operational (7-11 tahun), dan formal

operational (11 tahun- dewasa). Usia siswa SMP sekitar 11- 15 tahun, maka

menurut teori Jean Piaget, siswa SMP tersebut berada pada tahapan perkembangan kognitif formal operational. Izzaty, et. al (2013: 37) menyatakan bahwa, implikasi pembelajaran pada tahapan formal-operational bagi siswa yaitu, (1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi banyak pertanyaan hipotesis, (2) memberikan siswa untuk menyelesaikan masalahnya dan menalarnya secara ilmiah dengan berbagai bentuk diskusi untuk menyimpulkan sesuatu.

Pada tahap formal operational, Santrock (2009: 46) menyatakan bahwa, “At this stage, individuals move beyond reasoning only about concrete experiences

and think in more abstract, idealistic, and logical ways”. Pada tahap

formal-operational siswa berfikir melebihi penalaranya dimana siswa hanya mengetahui

(33)

3. Perangkat Pembelajaran

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Menengah menyebutkan bahwa, proses pembelajaran terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan penilaian. Proses pelaksanaan hingga penilaian pembelajaran akan berjalan dengan baik jika melalui proses perencaan yang baik pula. Proses perencaan pembelajaran salah satuya mencakup persiapan guru dalam menyiapkan perangkat pembelajaran, metode pembelajaran yang akan digunakan, media, bahan ajar, sumber belajar dan lainya. Pembelajaran dengan Kurikulum 2013 menekankan pada belajar dengan beraneka sumber. Sehingga secara tidak langsung seorang guru dituntut dapat mengembangan perangkat pembelajaran baik RPP maupun LKS untuk mendukung pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran matematika perlu dipersiapankan agar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Salah satu hal yang penting dalam perencanaan pembelajaran adalah merancang dan mengembangkan perangkat pembelajaran.

(34)

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Perencanaan yang baik melibatkan kegiatan mengalokasikan waktu, memilih metode pengajaran yang tepat-guna, menciptakan minat siswa, dan membangun lingkungan belajar yang produktif (Arends, 2008: 96).

E. Mulyasa (2009: 212) menyatakan bahwa, RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD) yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Sama halnya dengan E. Mulyasa, menurut Kunandar (2011: 262) RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu KD yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.

Sedangkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 menyatakan bahwa, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai KD. Setiap guru berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. RPP disusun berdasarkan KD atau sub tema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Komponen yang harus ada di dalam RPP yaitu:

(35)

2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema; 3) kelas/semester;

4) materi pokok;

5) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;

6) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;

8) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;

9) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan KD yang akan dicapai;

10) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran;

11)sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;

12)langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup;

(36)

Berikut adalah prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan RPP menurut Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

1) Perbedaan individual siswa antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan siswa.

2) Partisipasi aktif siswa.

3) Berpusat pada siswa untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.

4) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

6) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.

7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

(37)

Berdasarkan penjelasan-penjelasan mengenai RPP maka yang dimaksud RPP adalah rencana yang digunakan guru dalam mengorganisasikan pembelajaran untuk mencapai satu KD atau lebih yang disusun dengan memperhatikan komponen-komponen pembelajaran. Komponen-komponen RPP pada penelitian ini meliputi identitas, indikator/ tujuan pembelajaran, materi, pendekatan dan metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Depdiknas (2008: 14) mendefinisikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) sebagai lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKS merupakan petunjuk, langkah-langkah untuk memahami konsep dan menyelesaikan suatu tugas. Manfaat adanya LKS bagi pendidik adalah untuk memudahkan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan manfaat bagi siswa dapat belajar secara mandiri dan belajar memahami dan menjalankan suatu tugas untuk memahami konsep. Adapun tujuan penyusunan LKS menurut Depdiknas (2008) adalah sebagai berikut.

1) LKS membantu siswa dalam menemukan suatu konsep. Berdasarkan prinsip konstruktivisme pembelajaran, siswa akan belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri. LKS akan memuat apa yang harus dilakukan siswa yaitu mengamati, mengorganisasi, dan menganalisis.

(38)

3) LKS berfungsi sebagai penuntun belajar. LKS merupakan bahan ajar yang digunakan sebagai pendukung pembelajaran selain buku pokok. Dengan demikian, siswa disarankan membaca buku lain agar dapat mengerjakan LKS dengan baik.

4) LKS berfungsi sebagai penguatan. Setelah siswa mempelajari suatu materi, LKS juga dikemas dengan mengarah pada penerapan materi.

5) LKS berfungsi sebagai petunjuk kegiatan penemuan. LKS disusun dengan langkah kerja sehingga nantinya siswa dapat menemukan sendiri konsep yang diharapkan dari suatu pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa LKS adalah suatu bahan ajar pendukung yang terdiri dari langkah kegiatan serta tugas-tugas yang dapat digunakan siswa untuk menemukan atau memahami konsep materi dan aplikasinya. Dalam mengembangkan LKS harus memperhatikan tujuan pembelajaran yaitu yang terkait dengan KD yang akan dicapai. Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum menyusun LKS sebagai berikut. 1) Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Biasanya dalam menentukan materi dianalisis dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetesi yang harus dimiliki oleh siswa.

2) Menyusun Peta Kebutuhan LKS

(39)

ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.

3) Menentukan Judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan berdasarkan KD, materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi itu tidak terlalu besar, sedangkan besarnya KD dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila diuraikan ke dalam materi pokok mendapatkan maksimal 4 materi pokok, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Apabila diuraikan menjadi lebih dari 4 materi pokok, maka perlu dipikirkan kembali apakah perlu dipecah misalnya menjadi 2 judul LKS.

4) Penulisan LKS

Sementara itu penulisan LKS dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah berikut.

a) Perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai b) Menentukan alat Penilaian

c) Penyusunan Materi d) Struktur LKS e) Evaluasi dan Revisi

Berdasarkan Depdiknas (2008: 28) komponen evaluasi mencakup aspek kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafikan.

(40)

ajar, kebenaran substansi materi pembelajaran, manfaat untuk penambahan wawasan dan kesesuaian dengan nilai moral, dan nilai-nilai sosial.

2) Komponen kebahasaan antara lain mencakup: keterbacaan, kejelasan informasi, kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan kemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat).

3) Komponen Penyajian antara lain mencakup: kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai, urutan sajian, pemberian motivasi, daya tarik, interaksi (pemberian stimulus dan respon) dan kelengkapan informasi.

4) Komponen Kegrafikan antara lain mencakup: penggunaan font; jenis dan ukuran, lay out atau tata letak ilustrasi, gambar, foto dan desain tampilan.

Bahan ajar yang baik, dalam hal ini bahan ajar berbentuk LKS, harus sesuai dengan standar tertentu. Menurut Nieveen (1999: 126), kualitas bahan ajar yang dikembangkan dapat dikatakan berkualitas apabila memenuhi aspek yaitu: 1) validitas (validity), 2) kepraktisan (practicaly), dan 3) keefektifan (effectiveness). 1) Aspek Kevalidan

Suatu produk pembelajaran yang dikembangkan dikatakan valid jika “...the

material (the intented curiculum) must be well considered and the component and

the material should be based on state-of-the-art knowledge (content validity) and

all components should be consistently linked to each other (construct validity)

(41)

kebahasaan, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikaan. Sedangkan, RPP ditentukan berdasarkan aspek yang ada dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016.

2) Aspek Kepraktisan

Suatu produk pembelajaran yang dikembangkan dikatakan praktis jika

...teacher (and other expert) consider the materials to be usable and that is easy

for teachers and students to use the materials...” (Nieveen, 1999: 127). Artinya

bahwa perangkat pembelajaran dapat dikatakan praktis jika produk yang dikembangkan dapat digunakan dengan mudah oleh guru dan siswa. Berdasarkan pernyataan tersebut praktis dapat diartikan bahwa perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dapat memberikan kemudahan bagi penggunanya. Kepraktisan produk dalam penelitian ini dapat diketahui dari hasil angket respon siswa yang dilakukan diakhir pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan.

3) Aspek Keefektifan

Bahan ajar dikatakan efektif jika bahan ajar tersebut dapat membantu siswa untuk mencapai indikator pada KD yang ditentukan. Sejalan dengan Nieveen (1999: 127-128) yang menyatakan bahwa, keefektifan suatu produk terjadi apabila

...students appreciate the learning program and that desired learning take place

and it should impact the formative evaluation of the target group”. Berdasarkan

(42)

klasikal. Hal tersebut berarti bahwa apresiasi siswa yang tinggi terhadap pembelajaran berdampak pada ketercapaian hasil belajar siswa. Pada penelitian ini, perangkat pembelajaran dikatakan efektif jika hasil tes belajar siswa menunjukkan tuntas secara klasikal dan di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah.

4. Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)

Proses pembelajaran akan lebih bermakna dan akan berjalan lebih efektif jika dalam proses pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan materi dan model pembelajaran tertentu. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalamai apa yang dipelajari. Burden (Suprihatiningrum, 2014: 147) menyatakan bahwa pendekatan adalah tata cara pembelajaran yang melibatkan para pendidik dan siswa mereka untuk membangun mencapai tujuan dengan informasi mereka telah didapatkan secara aktif, melalui kegiatan dan keikutsertaannya. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan merupakan cara yang dipilih dalam suatu pembelajaran untuk mencapai tujuan.

Johnson (2002: 24) menyatakan bahwa, “Contextual teaching and learning enables students to conncect the content of academic subject with the immediate

context of their daily lives to discover meaning”. Maksud dari kutipan tersebut

(43)

Menurut Suprihatiningrum (2014: 178) Contextual Teaching and Learning

(CTL) merupakan pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Menurut Brooks (Suprihatiningrum, 2014: 178) Pendekatan CTL merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten/isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Dengan melalui landasan filosofi konstruktivisme, CTL merupakan salah satu strategi pembelajaran yang akan meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang dipelajarinya. Melalui CTL diharapkan siswa belajar untuk memahami, bukan hanya sekedar menghafal.

Pembelajaran CTL merupakan sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa (Johnson, 2009: 57). Ketika siswa dapat mengaitkan isi dari mata pelajaran akademik seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, atau sejarah dengan pengalaman mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar (Johnson, 2009: 90).

(44)

Menurut Johnson (2009: 68) pembelajaran CTL menggunakan beberapa prinsip, yaitu prinsip kesalingbergantungan, prinsip diferensial, dan prinsip pengaturan diri.

a. Prinsip kesalingbergantungan ini maksudnya ada keterkaitan antara siswa dengan beberapa komponen sekolah seperti siswa lain, guru lain, tukang kebun, tukang sapu, pegawai administrasi, sekretaris, orang tua, dan masyarakat di lingkungan sekitar sekolah. Prinsip ini memungkinkan para siswa untuk membuat hubungan yang bermakna, pemikiran kritis dan kreatif menjadi mungkin. Prinsip kesalinbergantungan mendukung kerja sama sehingga para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan membantu mereka mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntun pada keberhasilan (Suprihatiningrum,2014:181).

(45)

c. Prinsip pengaturan diri menuntut para guru untuk mendorong setiap siswa mengeluarkan potensinya. Sesuai prinsip pengaturan diri, sasaran utama CTL adalah menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh ketrampilan karier, dan mengembangkan karakter dengan menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya. Komponen CTL yang menggambarkan prinsip organisasi diri adalah komponen yang membantu siswa untuk tumbuh berkembang, penilaian autentik, tujuan yang jelas, dan standar tinggi dari individu tersebut (Johnson, 2009:84).

Trianto (2012: 111) menyatakan bahwa, pendekatan CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu kontruktivisme (constructivism), inkuiri

(inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community),

pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic

assessment).

a. Konstruktivisme (constructivism)

(46)

terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintepretasi objek tersebut sehingga, pengetahuan tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.

b. Menemukan (inquiry)

Sanjaya (2009: 265) menyatakan bahwa, inquiry merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inquiry dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.

c. Bertanya (questioning)

(47)

d. Masyarakat belajar (learningcommunity)

Konsep pembelajaran CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain (Sanjaya, 2009: 267). Prinsip masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Adanya kelompok belajar ini akan memberikan hasil yang lebih baik karena di dalam kelompok belajar ini terjadi saling tukar pengetahuan dan pengalaman antar siswa atau antar kelompok.

e. Pemodelan (modelling)

Pemodelan merupakan proses penampilan suatu contoh agar orang lain berfikir, bekerja, dan belajar yang perannya sangat dibutuhkan dalam CTL. Menurut Sanjaya (2009: 267) melalui modeling siswa akan terhindar dari pembelajaran yang teoritis (abstrak). Pemodelan dapat berupa pemberian contoh tentang cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya atau memperlihatkan suatu penampilan. Cara yang demikian akan lebih cepat dipahami oleh siswa daripada hanya memberikan penjelasan tanpa menunjukkan model atau contohnya.

f. Refleksi (reflection)

(48)

2) Catatan atau jurnal di buku siswa

3) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu 4) Diskusi

5) Hasil karya

g. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)

Penilaian autentik dalam CTL menilai pengetahuan dan keterampilan siswa. Adapun hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa (Trianto, 2012: 120), antara lain: (1) proyek/kegiatan dan laporanya, (2) PR (pekerjaan rumah), (3) kuis, (4) karya siswa, (5) presentasi atau penampilan siswa, (6) demonstrasi, (7) laporan, (8) jurnal, (9) hasil tes tulis, dan (10) karya tulis.

Menurut Crawford (2001: 3) strategi pembelajaran dalam pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan cara relating, experiencing, applying,

cooperating, dan transferring atau yang biasa disingkat menjadi REACT.

a. Relating

Crawford (2001: 3) mendefinisikan relating sebagai berikut ”Relating is

learning in the context of one’s life experiences or preexisting knowledge”.

(49)

contructivism, pada tahap ini siswa diharapkan dapat mengontruksi atau membangun pengetahuan barunya. Menurut Hosnan (2014: 278) pada tahapan

relating guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada

kegiatan pembelajaran pada hari itu.

b. Experiencing

Reating dan experiencing adalah dua strategi untuk meningkatkan

kemampuan siswa belajar hal baru. Pada tahap experiencing terdapat tiga hal utama yang merupakan jantung dari pembelajaran kontekstual, yaitu exploration,

discovery, dan invention (Crawford, 2001: 5). Tujuan dari experiencing adalah

untuk memungkinkan peserta didik secara aktif dapat mengalami sendiri kegiatan yang berhubungan dengan kondisi di dunia nyata dalam pembelajaran yang diikutinya. Menurut Hosnan (2014: 279) dalam tahap experiencing peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan langkah-langkah penemuan konsep menjawab pertanyaan yang ada dalam LKS.

c. Applying

(50)

lebih termotivasi untuk belajar adalah “I can learn this math” dan “I need to learn

this math”. Menurut Hosnan (2014: 279) dalam tahap applying peserta didik juga

diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

d. Cooperating

Cooperating – learning in the context of sharing, responding, and

communicating with other learners (Crawford, 2001: 11)”. Artinya bahwa

cooperating merupakan pembelajaran dalam konteks yang dilakukan dengan

saling berbagi, merespon, dan berkomunikasi antar siswa. Dalam implementasinya pembelajaran secara kooperatif dapat dilakukan dengan diskusi kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif karena adanya proses komunikasi, observasi, diskusi, saran, analisis, dan refleksi (Crawford, 2001: 11). Hal tersebut adalah bagian yang penting dari proses belajar siswa. Pembelajaran kooperatif mempunyai efek positif pada prestasi belajar siswa, hubungan interpersonal, dan kemampuan berkomunikasi.

e. Transfering

Crawford (2001: 14) menjelaskan bahwa, “Transfering is a teaching

strategy that we define as using knowledge in a new context or novel situation—

one that has not been covered in class”. Hal tersebut berarti bahwa transfering

(51)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan Pendekatan CTL merupakan suatu pembelajaran yang mengaitkan konsep materi yang diajarkan dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari. Siswa diajarkan untuk menghubungkan konsep materi dengan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari (relating dan experiencing), mengaplikasikan konsep materi yang dipelajari dalam pemecahan masalah dengan diskusi (applying dan cooperating), dan menggunakan pengetahuan yang sudah ada maupun pengetahuan yang baru diperoleh peserta didik dalam konteks baru (transferring). Strategi pembelajaran CTL yaitu REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan

Transfering) dilakukan dengan mengintegrasikan tujuh komponen utama dari

pendekatan CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan

(modelling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic

assessment).

5. Materi Aritmatika Sosial

(52)

Tabel 1. KI, KD dan Materi Aritmatika Sosial Kurikulum 2013 Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD) Materi 1. Memahami pengetahuan (faktual,

konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

2. Mencoba, mengolah, dan menyaji

dalam ranah konkret

(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

3.9.Mengenal dan

6. Perangkat Pembelajaran Berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) pada Materi Aritmatika Sosial

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya yang dimaksud perangkat pembelajaran berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) adalah suatu perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP dan LKS yang disesuaikan dengan komponen-komponen RPP dan LKS yang disesuaikan dengan tujuh komponen CTL yaitu, konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan

(53)

dan menerapkan lima strategi pembelajaran CTL yaitu, REACT (Relating,

Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering).

Perangkat pembelajaran dengan Pendekatan CTL yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan mampu membantu siswa dalam mengaitkan materi aritmatika sosial yang dipelajarinya dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran yang mereka dapatkan akan lebih bermakna.

7. Model Pengembangan ADDIE

Penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono (2013: 297) merupakan penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian pengembangan dapat dilakukan dengan mengadaptasi langkah-langkah model pengembangan yang ada, salah satunya adalah model pengembangan ADDIE yang dikembangkan oleh Dick and Carry. Menurut Branch (2009: 2) ADDIE merupakan singkatan dari analysis, design,

development, implementation, dan evaluation yang dapat digunakan untuk

mengembangkan produk. Model pengembangan ADDIE dapat digunakan untuk berbagai pengembangan produk seperti model, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media, dan bahan ajar (Mulyatiningsih, 2011: 184) Berikut ini adalah tahapan-tahapan pengembangan model ADDIE.

a. Analysis

(54)

pengembangan produk sesuai dengan kebutuhan pengguna (Mulyatiningsih, 2011: 179). Pada tahap ini dilakukan tiga analisis yaitu analisis kompetensi (analisis kurikulum), analisis karakter peserta didik, dan analisis intruksional (Padmo, et al, 2004: 418). Mengadaptasi dari pernyataan di atas dalam penelitian pengembangan ini kegiatan analisis dilakukan beberapa kegiatan yaitu analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis karakteristik peserta didik untuk mengetahui perlunya perangkat pembelajaran dikembangkan.

b. Design

Berdasarkan hasil analisis kemudian dilakukan kegiatan perancangan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yaitu menyusun outline, menentukan sistematika, dan merancang evaluasi (Padmo, et al, 2004: 420). Penyusunan RPP dan LKS disusun dengan memperhatikan struktur, sistematika dan alat evaluasi yang digunakan. Pada tahap ini RPP disusun dengan memperhatikan komponen yang ada dalam RPP berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016.

(55)

LKS yang dikembangkan. selain itu, pada tahap ini juga disusun instrumen penilaian perangkat pembelajaran untuk menilai kelayakan produk sebelum diujicobakan.

c. Development

Development dalam model ADDIE berisi kegiatan realisasi rancangan

produk (Mulyatingingsih, 2011: 185). Dalam tahap development rancangan perangkat pembelajaran pada tahap design yang masih konseptual direalisasikan menjadi produk yang siap diimplementasikan. Maka pada tahap development

(pengembangan) dibuat perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan yaitu RPP dan LKS. Selain itu, sebelum perangkat pembelajaran diujicobakan dilakukan validasi perangkat pembelajaran oleh ahli materi, ahli media, dan guru matematika untuk mengetahui kelayakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

d. Implementation

Tahap ini diimplementasikan rancangan perangkat pembelajaran yang dikembangkan pada situasi yang nyata yaitu pembelajaran dikelas. Tahap implemetasi perangkat pembelajaran dapat dilakukan dengan cara klasikal (Padmo, et al, 2004: 422). Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan RPP dan LKS yang dikembangkan. Pada akhir kegiatan, dilakukan tes hasil belajar untuk mengukur aspek keefektifan perangkat pembelajaran dan peserta didik juga diminta mengisi angket respon setelah menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan untuk mengukur aspek kepraktisan.

(56)

Tahap evaluasi dilakukan setelah kegiatan ujicoba perangkat pembelajaran selesai. Menurut Padmo, et al (2004: 423) pihak-pihak yang perlu diperhatikan pendapatnya dalam evaluasi adalah peserta didik, tenaga pengajar, penulis (dalam hal ini adalah peneliti), dan pakar. Tahap evaluasi memungkinkan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan perangkat pembelajaran yang dikembangkan setelah proses pembelajaran. Dengan demikian, pada tahap evaluasi peneliti melakukan perbaikan perangkat pembelajaran dengan mempertimbangkan pada masukan peserta didik dan beberapa kesalahan yang mungkin ada dalam perangkat pembelajaran setelah ujicoba.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Berikut adalah kajian penelitian yang relevan dalam penelitian pengembangan ini.

(57)

Kualitas keefektifan perangkat pembelajaran memenuhi kualifikasi efektif ditinjau dari perolehan hasil tes hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata 81,91 dari skor maksimal 100 dan persentase ketuntasan mencapai 81,25%. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mawati (2002) dengan judul “Pengembangan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk Siswa SMP Kelas IX pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung melalui Pendekatan Kontekstual dan Metode Penemuan Terbimbing”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rencana pelakasanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS) yang dibuat memenuhi kriteria kelayakan produk. RPP yang dikembangkan memiliki karakteristik sangat valid, sangat praktis, efektif, sedangkan LKS yang dikembangkan memiliki karakteristik valis, praktis, dan efektif.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Fakhrunnisa (2014) dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Pendekatan

Kontekstual Pada Materi Logika Untuk Siswa Kelas X”. Hasil dari penelitian

(58)

pembelajaran memenuhi kriteria efektif ditunjukkan oleh persentase ketuntasan siswa yaitu 79,17% yang berarti baik.

Penelitian pengembangan yang akan dilakukan adalah perangkat pembelajaran yang dikembangkan sama-sama menggunakan pendekatan

Contextul Teaching and Learning, tetapi akan diterapkan pada materi yang

berbeda. Perangkat pembelajaran berbasis CTL akan dikembangkan pada materi artitmatika sosial kelas VII SMP. Selain itu, berdasarkan pada ketiga penelitian tersebut menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan menggunakan Pendekatan CTL memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif dalam penggunaannya pada proses kegiatan pembelajaran. Dengan demikian diharapkan perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan peneliti juga dapat memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.

C. Kerangka Berpikir

(59)

satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar. Dengan demikian untuk memperoleh sumber belajar lain, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar sehingga proses pembelajaran lebih bervariasi.

Impelementasi kurikulum 2013 menekankan pada sumber belajar yang beragam seperti adanya LKS yang mendukung proses pembelajaran. Namun, dalam proses pembelajaran matematika di sekolah sumber belajar berupa LKS yang sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2013 belum banyak dikembangkan. Guru masih menjadikan buku cetak sebagai satu-satunya sumber belajar. Dalam pembelajaran matematika hendaknya guru memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk terlibat aktif sehingga konsep materi yang dipelajari benar-benar tertanam dan mereka kuasai dengan baik. Pembelajaran matematika juga akan lebih bermakna jika siswa terlibat aktif dan mengaitkan materi pembelajaran pada kehidupan sehari-hari. Salah satu materi yang diajarkan di kelas VII adalah aritmatika sosial, dimana materi tersebut erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari. Namun, siswa masih kesulitan memahami konsep materi tersebut. Materi aritmatika sosial terkait dengan kehidupan sehari-hari maka, pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) dipandang tepat jika diterapkan pada

pembelajaran materi tersebut.

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat membantu siswa untuk mengaitkan pembelajaran matematika dengan kehidupan sehari-hari. Dalam pelaksanaan Pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and

(60)

mengaitkan materi ke dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan prinsip CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan

(inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),

penilaian sebenarnya (authentic assessment), dan refleksi (reflection), maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL akan membantu siswa dalam mengkontruksi pengetahuanya sendiri dalam kelompok diskusi dan mengaitkan apa yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis Contextual Teaching and

Learning (CTL) pada materi aritmatika sosial untuk siswa kelas VII SMP yang

Gambar

Tabel 1. KI, KD dan Materi Aritmatika Sosial Kurikulum 2013
Tabel 8. Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar
Tabel 17. Struktur LKS
Tabel 18. Kegiatan Siswa dalam LKS
+7

Referensi

Dokumen terkait

pendudukan Jepang. Berdasarkan alasan itu, pada tahun 1947 pemerintah berencana untuk membuka kembali Bursa Efek Jakarta. Akan tetapi, rencana ini tertunda karena

Ex-Wisma Barbara yang akan dikembangkan sebagai fasilitas untuk memasarkan dan mempromosikan produk UKM memiliki peranan penting bagi pengembangan UKM kawasan

Kemahiran generik sangat penting kepada para pelajar seterusnya berjaya dalam pengkhususan yang diceburi. Dengan adanya kemahiran generik, para pelajar khususnya dari Fakulti

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan

Penjaskesrek FKIP Universitas Islam Riau 22 waktu pelepasan dua menit dengan rakit lainnya menuju etape II yaitu di desa tanjung alam tepatnya di Kecamatan Kepenuhan Hulu.

Artinya WPS dengan keyakinan kurang baik mengenai VCT akan mempunyai kemungkinan tidak melakukan VCT ulang sebesar 7 kali lebih tinggi dibandingkan WPS dengan keyakinan yang

Hasil regresi yang didapatkan selajutnya dilakukan uji hipotesis, adanya pengaruh yang signifikan atau tidak mengenai variasi berat tumbukan dengan penambahan serbuk

The enumeration model of interface reliability of an information system using graph, logic, and probability concepts showed a good or not application interface. Using the case of