PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia selalu mengupayakan peningkatan
kualitas layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Hal ini adalah salah satu amanat dari UUD 1945 pasal 34 ayat 3
yang mengatakan bahwa negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan umum serta fasilitas pelayanan
kesehatan yang layak bagi warga negaranya. Hal ini juga
dipertegas oleh UUD No 36 tahun 2009 BAB IV pasal 14
tentang kesehatan, bahwa pemerintah bertanggung jawab
merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata
dan terjangkau oleh masyarakat. Sehingga hal ini dapat
dibuktikan salah satunya dengan melihat alokasi dan realisasi
anggaran Kementerian Kesehatan yang terus meningkat dari
tahun ketahun. Pada tahun 2009 Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia memiliki alokasi anggaran sebesar 20,93
trilyun rupiah, jumlah tersebut meningkat pada tahun 2014
menjadi 50,35 trilyun rupiah (Profil Kesehatan Indonesia, 2014).
Menurut Kurniati dan Efendi (2012) Indonesia telah
mencapai kemajuan dalam pembangunan kesehatan. Kualitas
harus mendapatkan perhatian khusus dari pihak-pihak yang
mempunyai keterkaitan dan tanggung jawab dalam
pelaksanaan pembangunan kesejahteraan kesehatan
Indonesia. Salah satu upaya yang terselenggara ini ditunjukan
dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan ibu dan anak melalui berbagai program.
Salah satu perwujudan dari keinginan maupun tanggung
jawab pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat adalah melalui peningkatan kesehatan Ibu dan
Anak (KIA). Kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah
dijalankan hingga kini terkait dengan hal tersebut adalah
layanan kesehatan dalam bentuk pos pelayanan terpadu
(posyandu bayi). Tujuan dari penyelanggaraan posyandu ini
antara lain yaitu menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB),
Angka Kematian Ibu (ibu hamil, melahirkan dan nifas)
(Sembiring, 2004). Posyandu ini menyediakan buku kesehatan
ibu dan anak serta penyediaan imunisasi, pelayanan kesehatan
balita dan lain sebagainya. Program-progam lain yang telah
disiapkan pemerintah dalam upaya untuk meningkatan status
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) antara lain melalui penyediaan
fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar (PONED) di Puskesmas penempatan bidan di setiap
program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K), serta Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di rumah sakit.
Namun upaya-upaya pemerintah dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak ini masih belum
tercapai sesuai dengan harapan. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan beberapa indikator seperti angka kematian ibu dan anak
yang masih tinggi, cakupan kunjungan antenatal care yang
masih rendah, maupun jumlah penolong persalinan yang masih
menggunakan tenaga kesehatan tradisional.
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012, didapatkan angka kematian bayi untuk
periode lima tahunan sebelum survey yaitu, 2003-2007 sebesar
35 kematian per 1.000 kelahiran, dan pada tahun 2008-2012
terjadi penurunan tiga angka yaitu dari 35 menjadi 32 kematian
per 1.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan, dan nifas) juga masih tinggi di Indonesia.
Berdasarkan data dari SDKI tahun 2012, didapatkan angka
kematian ibu pada SDKI 2007 yaitu sebesar 228 kematian per
100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut mengalami
peningkatan yang cukup signifikan pada periode 2008-2012
tersebut dapat disimpulkan bahwa angka kematian ibu di
Indonesia dari tahun ketahun terus meningkat. Hal ini
menggambarkan bahwa masih banyak daerah di Indonesia
yang mempunyai masalah serius dalam kasus kematian ibu dan
anak.
Berdasarkan dari data BKKBN (Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional) pada tahun 2012 ditemukan
bahwa dari seluruh provinsi di Indonesia, provinsi Jawa Barat
menempati urutan pertama untuk jumlah kematian ibu,
selanjutnya diikuti oleh provinsi Jawa Tengah, NTT, Banten dan
Jawa Timur. Lima provinsi tersebut menjadi pusat perhatian
yang serius bagi pemerintah dalam menangani kasus kematian
ibu, namun perlu diperhatikan juga angka kematian ibu di
daerah-daerah lain yang mempunyai kontribusi cukup tinggi
untuk angka kematian ibu di Indonesia, salah satunya yaitu
daerah Kalimantan Tengah. AKI di Kalimantan Tengah berada
pada angka yang cukup tinggi, dan melihat jumlah populasi
perempuan di Kalimantan Tengah pada tahun 2014 lebih kecil
dibandingkan kelima provinsi di atas yaitu hanya berada pada
angka 1.135.319 jiwa (Profil Kesehatan Kalimantan Tengah,
2012).
Angka kematian ibu (AKI) di Kalimantan Tengah masih
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2010 jumlah kematian Ibu
yang dilaporkan di Provinsi Kalimantan Tengah adalah 80
kematian ibu kemudian mengalami penurunan pada tahun 2011
sebesar 79 kematian dan tahun 2012 sebasar 63 kasus
kematian ibu. Jumlah kematian terbanyak pada masa ibu
bersalin dan kebanyakan kematian disebabkan oleh komplikasi
pada saat persalinan seperti terjadi kesulitan pada saat
kelahiran dan perdarahan (Profil Kesehatan Kalimantan Tengah
2012).
Tidak hanya Angka Kematian Ibu (AKI) saja yang masih
tinggi, namun Angka Kematian Bayi (AKB) pun masih belum
mengalami penurunan angka dari tahun ke tahun. Angka
Kematian Bayi (AKB) di provinsi Kalimantan Tengah mengalami
fluktuasi dari dalam kurun waktu 2003-2012. Berdasarkan dari
data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) di
Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2003 sebesar 40/1.000
kelahiran kemudian mengalami penurunan pada tahun 2007
sebesar 30/1.000 kelahiran hidup. Namun berdasarkan hasil
SDKI tahun 2012 angka kematian bayi mengalami peningkatan
menjadi sebesar 49/1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan
Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kematian ibu
dan bayi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Efendi
dan Makhfudli (2009) menemukan salah satu faktor yang
melatarbelakangi angka kematian ibu yaitu masih terbatasnya
penolong persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Sedangkan penyebab kematian bayi menurut WHO (2002)
dalam Alimul Hidayat (2008) dapat disebabkan oleh adanya
kelainan bawaan dan trauma persalinan yang besar
kemungkinan bisa disebabkan oleh rendahnya angka dari status
gizi ibu pada saat hamil serta asih kurangnya jangkauan
pelayanan kesehatan dan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan.
Menurut pendapat peneliti bahwa pertolongan persalinan
yang berkualitas yaitu pertolongan persalinan yang dilakukan
petugas pelayanan kesehatan (bidan), namun tidak semua
masyarakat atau ibu hamil selalu memilih bidan sebagai
penolong persalinannya, hal ini disebabkan karena masih
adanya pilihan alternatif lain yaitu dukun bayi sebagai penolong
persalinan. Pemilihan alternatif ini menjadi pilihan masyarakat
karena memiliki beberapa keunggulan salah satunya yaitu biaya
untuk jasa dukun bayi yang lebih murah dibandingkan bidan.
Faktor ini dapat dilihat berdasarkan penelitian yang dilakukan
Kalimantan Selatan, diitemukan bahwa faktor ekonomi juga
merupakan alasan informan untuk memilih persalinan bidan
kampung (dukun bayi). Menurut Syafrudin dan Hamidah (2009)
kepercayaan masyarakat terhadap keterampilan yang dimiliki
dukun bayi mempunyai keterkaitan dengan sistem nilai budaya
yang ada di masyarakat tersebut.
Dukun bayi adalah seseorang yang sudah dianggap
mempunyai keterampilan serta mendapat kepercayaan dari
masyarakat untuk memberikan pertolongan persalinan dan
seseorang yang mampu memberikan perawatan bagi ibu dan
anak sesuai kebutuhan masyarakat (Syafrudin dan Hamidah,
2009). Dukun bayi mempunyai peran yang penting sebagai
orang yang mempunyai kemampuan dalam menolong
persalinan, terutama di pedesaan (42%), khususnya pada ibu
yang tidak sekolah (60%) dan persentase kelahirannya tinggi
(58%) di seluruh Indonesia (Bappenas, 2007). Pertolongan
persalinan yang ditolong oleh dukun bayi di Indonesia masih
tergolong tinggi, sehingga tidak heran jika masih terdapat
kesulitan pada proses persalinan, serta tingginya angka
kematian ibu dan perinatal (Gde dkk, 2007). Pernyataan
tersebut membuktikan bahwa pertolongan persalinan oleh
dukun menimbulkan berbagai masalah dan menjadi penyebab
perinatal. Hal tersebut bisa dipahami karena dukun bayi tidak
dapat mengenali maupun mengidentifikasi tanda-tanda yang
dapat membahayakan proses persalinan (Gde dkk, 2007).
Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia tahun
2014 didapatkan persentase penolong persalinan terbanyak
dilakukan oleh bidan (68,6%), dokter (18,5%), dan non tenaga
kesehatan (11,8%). Sisanya, sebanyak 0,8% kelahiran tanpa
ada penolong, dan terdapat 0,3% kelahiran ditolong oleh
perawat. Angkat tersebut dihitung dari tahun 2005-2014.
Menurut Hermawan (2009) ibu yang masih memilih jasa
dukun/peraji sebagai penolong persalinannya disebabkan
karena asih minimnya ketersediaan tenaga kesehatan seperti
bidan di beberapa tempat, terutama daerah yang sangat sulit
dijangkau. Hermawan juga menambahkan bahwa kejadian
seperti ini kadang dipengaruhi budaya setempat, yang
menjadikan masyarakat tetap lebih yakin dan ingin melahirkan
dengan pertolongan dukun/peraji. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Jahidin, dkk (2012) di Kecamatan Limboro
Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menunjukkan
bahwa nilai sosial budaya yang dimiliki oleh ibu dapat
mempengaruhi alternatif pemilihan penolong persalinan oleh
didapatkan bahwa jauhnya jangkauan layanan kesehatan akan
mempengaruhi pemilihan penolong persalinan.
Tingkat pengetahuan juga mempengaruhi dalam pemilihan
penolong persalinan. Pengaruh ini dapat dilihat berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Asriani (2009) di wilayah kerja
Puskesmas Barombang, didapatkan bahwa faktor pengetahuan
dan pendidikan berhubungan dengan pemilihan tenaga
persalinan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, jelas bahwa
dukun bayi masih menjadi pilihan bagi masyarakat dalam
membantu persalinan, seperti yang sampai saat ini masih terjadi
pula di masyarakat desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah.
Keberadaan dukun bayi atau yang biasa mereka sebut sebagai
bidan kampung, masih diterima di tengah-tengah masyarakat
desa Tumbang Baringei. Adapun data studi pendahuluan yang
dilakukan peneliti kepada dua ibu-ibu yang pernah
mempercayai dukun bayi (bidan kampung) sebagai penolong
persalinannya. Hasil wawancara singkat didapatkan bahwa
salah satu ibu melahirkan bayi dengan bantuan dukun bayi
sebanyak empat kali, sedangkan 1 ibu lainnya dibantu dukun
bayi pada persalinan anak pertamanya. Melihat masih tingginya
data angka kematian ibu dan bayi dari tahun ke tahun serta
terjadi di masyarakat sekarang ini, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai persepsi masyarakat desa
Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang pemilihan dukun
bayi dalam proses persalinan.
1.2 Fokus Penelitian
Banyak faktor yang melatarbelakangi masih tingginya angka
kematian ibu dan bayi, seperti masalah selama proses
persalinan, masalah penolong persalinan (medis atau
nonmedis), terbatasnya pelayanan kesehatan ibu, sarana dan
rasarana dalam pelayanan kesehatan serta nilai-nilai budaya
yang masih dipegang oleh masyarakat yang tentunya semua
permasalahan ini mempunyai keterkaitan. Namun pada
penelitian ini peneliti hanya berfokus pada persepsi masyarakat
desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang pemilihan
dukun bayi dalam proses persalinan.
1.3 Signifikansi dan Keunikan Penelitian
Fenomena masyarakat yang masih memberikan
kepercayaan kepada dukun bayi untuk membantu persalinan,
menunjukkan bahwa masih minimnya pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan terutama dalam hal persalinan. Setiap
menentukan pilihannya, seperti yang dilakukan ibu hamil ketika
memilih dukun bayi untuk menjadi penolong persalinannya.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jahidin, dkk (2012)
di Kecamatan Limboro Kabupaten Polewali Mandar, berfokus
pada faktor-faktor determinan yang mempengaruhi alternatif
pemilihan persalinan dukun bayi. Pada kali ini peneliti
melakukan penelitian yang berfokus pada persepsi masyarakat
tentang pemilihan altternatif dukun bayi sebagai penolong
persalinan.
1.4 Tujuan Penelitian
Mengetahui persepsi masyarakat desa Tumbang Baringei
Kalimantan Tengah tentang pemilihan dukun bayi dalam proses
persalinan.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
1.5.1.1 Untuk Peneliti
Manfaat penelitian ini untuk peneliti adalah
menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti
dalam penelitian mengenai persepsi setiap
masing-masing individu mengenai keberadaan dukun bayi
yang membuat masyarakat masih mempercayai
dukun bayi sebagai penolong persalinan di
tengah-tengah kemajuan pelayanan kesehatan kususnya
pelayanan kesehatan ibu dan anak.
1.5.1.2 Untuk Peneliti Selanjutnya
Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya,
salah satunya dapat mengetahui bagaimana
persepsi masyarakat mengenai dukun bayi,
diharapkan peneliti selanjutnya bisa memanfaatkan
informasi ini sebagai acuan dalam melakukan
penelitian yang tentunya mempunyai kemiripan
topik antara topik peneliti selanjutnya dengan topik
pada penelitian ini, seperti meneliti tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ibu-ibu
tentang pemilihan dukun bayi.
1.5.1.3 Untuk Ilmu Keperawatan
Dengan penelitian ini diharapkan adanya
temuan-temuan baru yang dapat digunakan dalam
mengembangkan ilmu keperawatan, khususnya
dalam pendidikan keperawatan komunitas,
1.5.2 Manfaat Praktis
1.5.2.1 Untuk Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi
informasi mengenai dampak positif maupun
dampak negatif dari keberadaan dukun bayi di
tengah-tengah masyarakat. Tenaga kesehatan
bisa menggunakan hasil penelitian ini sebagai
bahan acuan dalam mempertimbangkan beberapa
program khususnya pada program kesehata ibu
dan anak guna meningkatkan kesehatan ibu dan
bayi.
1.5.2.2 Untuk Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan kepada masyarakat mengenai
pentingnya bagi ibu hamil untuk dapat memilih
alternatif penolong persalinannya dengan tidak
melupakan pertimbangan-pertimbangan yang
dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi.
1.5.2.3 Untuk Pemerintah
Memberikan bukti nyata kepada pemerintah
Indonesia yang masih belum seperti yang
diharapkan, terbukti bahwa masih tingginya angka
kematian ibu dan bayi di Indonesia. Penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi
pemerintah dalam mempertimbangkan
program-program yang dapat dilaksanakan guna
menambah pengetahuan kepada masyarakat
mengenai kesehatan ibu dan anak tanpa harus
menyingkirkan nilai budaya yang masih dipercaya
di masyarakat, seperti kepercayaan masyarakat