DESKRIPSI TINGKAT INTENSITAS KORBAN BULLYING
PADA SISWA SMP KANISIUS PAKEM YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PENYUSUNAN PROGRAM KONSELING
KELOMPOK BAGI KORBAN BULLYING
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT
MEMPEROLEH GELAR SARJANA PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
DISUSUN OLEH :
FLORENTINA OCTIVANI ROSSY MAHARANI
NIM : 091114036
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
DESKRIPSI TINGKAT INTENSITAS KORBAN BULLYING
PADA SISWA SMP KANISIUS PAKEM YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PENYUSUNAN PROGRAM KONSELING
KELOMPOK BAGI KORBAN BULLYING
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT
MEMPEROLEH GELAR SARJANA PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
DISUSUN OLEH :
FLORENTINA OCTIVANI ROSSY MAHARANI
NIM : 091114036
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya yang sederhana ini saya persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberkati dan melimpahkan rahmat-Nya saya setiap hari. 2. Bunda Maria yang senantiasa menjadi panutan saya
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Bapak Ambrosius Marjono dan Ibu Fransisca Eta
Yamini yang selalu menyayangi, merawat,
membesarkan dan mendoakan saya dengan penuh cinta sampai saat ini serta adik tercinta Florensia Sherly Martaviana yang selalu mendukung saya. 4. Almamater tercinta saya Program Studi Bimbingan
dan Konseling Universitas Sanata Dharma
v
MOTTO
Kemarin adalah pengalaman dan kenangan,
Hari ini adalah perjuangan,
Dan besok adalah misteri.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Oktober 2013
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN UMUM
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta :
Nama : Florentina Octivani Rossy Maharani
NIM : 091114036
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah saya yang berjudul:
DESKRIPSI TINGKAT INTENSITAS KORBAN BULLYING PADA SISWA SMP KANISIUS PAKEM YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYUSUNAN PROGRAM KONSELING KELOMPOK BAGI KORBAN BULLYING
berserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan demikian saya memberi hak kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media
lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara
terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk keperluan
akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya, maupun memberikan royalti kepada
saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 28 Oktober 2013
Yang menyatakan
viii ABSTRAK
DESKRIPSI TINGKAT INTENSITAS KORBAN BULLYING PADA SISWA SMP KANISIUS PAKEM Yogyakarta TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYUSUNAN PROGRAM KONSELING KELOMPOK BAGI KORBAN
BULLYING
Florentina Octivani Rossy Maharani Universitas Sanata Dharma
2013
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat intensitas korban bullying pada siswa SMP Kanisius Pakem Tahun Ajaran 2012/2013 dan (2) mengidentifikasi siswa-siswa yang teridentifikasi masuk dalam kategori tinggi intensitas korban bullying untuk dijadikan kelompok konseling yang mendapatkan layanan konseling kelompok.
Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta pada tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 132 orang. Instrument yang digunakan adalah Kuesioner Tingkat Intensitas Korban Bullying yang disusun oleh peneliti. Kuesioner ini terdiri dari 33 item pernyataan dengan 4 alternatif jawaban yaitu: sangat sering, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Kuesioner ini menghasilkan koefisien reliabilitas
'
xx
r
=0,928.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengkategorisasian yang disusun berdasarkan model distribusi normal yang terdiri dari 5 jenjang yaitu kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah (Azwar 2012: 147-148). Hasil penelitian tingkat intensitas korban bullying pada siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 menunjukan bahwa 93 siswa (70,5%) mengalami
bullying dengan intensitas kategori sangat rendah, 22 siswa (16,7%) mengalami bullying
ix ABSTRACT
DESCRIPTION OF INTENSITY VICTIMS OF BULLYING STUDENTS AT SMP KANISIUS PAKEM YOGYAKARTA ACADEMIC YEAR 2012/2013 AND IMPLICATIONS FOR DEVELOPMENT GROUP COUNSELING PROGRAM FOR VICTIMS
BULLYING
Florentina Octivani Rossy Maharani Sanata Dharma University
2013
This research is a descriptive study aims to: (1) determine the level of intensity of bullying victims at Canisius Pakem Junior High School students in Academic Year 2012/2013 and (2) identify students who are identified in the category of high intensity to be victims of bullying are getting counseling group group counseling services.
The subjects were junior high school students in Canisius Pakem school year 2012/2013, amounting to 132 people. Instrument used is the level of intensity Victims Bullying Questionnaire developed by the researcher. The questionnaire consists of 33 items with four alternative answers statement is: very often, often, sometimes and never. The questionnaire produced a reliability coefficient = 0.928. Data analysis techniques used in this study is that categorization is based on the normal distribution model that consists of 5 levels, namely the category of very high, high, medium, low, and very low ( Anwar, 2012 : 147-148 ) .
x
KATA PENGANTAR
Syukur penulis haturkan kepada Tuhan sumber cinta kasih dan pengharapan yang telah melimpahkan rahmatnya selama penyusunan hingga terselesaikannya
skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun berkat bantuan, dukungan, dan
perhatian dari berbagai pihak yang memberikan masukan-masukan yang berharga
bagi penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Juster Donal Sinaga, M.Pd. sebagai pembimbing yang senantiasa
memberikan petunjuk dengan sabar untuk membimbing dan mengarahkan
dalam penyusunan skripsi ini
4. Keluarga besar SMP Kanisius Pakem Yogyakarta. Bapak Andrias Indra
Purnama, S.T., S.Pd. selaku kepala sekolah beserta guru-guru SMP
Kanisius Pakem yang telah memberikan ijin tempat untuk melakukan
penelitian ini.
5. Seluruh siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013
atas bantuan dan kerjasamanya yang sangat baik saat pelaksanaan
penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Seluruh dosen dan karyawan Program studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (Dr. MM. Sri Hastuti, M.Si., A.
xi
Drs. R. Budi Sarwono, M.A., Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si., Drs. R.H.Dj.
Sinurat, M.A., Prias Hayu Purbaning Tyas, M.Pd.) yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis.
7. Bapak Stefanus Priyatmoko yang membantu penulis dalam hal surat
perijinan penelitian.
8. Bapak Ambrosius Marjono dan Ibu Fransisca Eta Yamini yang selalu
mendoakan dan menyayangi penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang
hingga saat ini.
9. Adikku tercinta Florensia Sherly Martaviana yang selalu memberi
semangat.
10. Andreas Andri yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama
saya menyelesaikan penulisan skripsi.
11. Keluarga besar Yusuf Walidi Harjo Sukarto dan Keluarga besar
Wiilibordus Suparno terima kasih untuk semua dukungan yang tak
terhingga selama penulisan skripsi.
12. Sahabat terbaik saya Yulia Dwi, Michael Gilang, Widya Wulan, Nanda
Martalova, dan Wiratama yang selalu memotivasi agar skripsi ini cepat
selesai dan terima kasih untuk persahabatan ini.
13. Sadtya Edy Nugraha patner terbaik saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Prima, Tika, Frandy, Sisca Wening, Tere, Doni, Nando, Dora, Galih
Herwin, Lisbeth, Sinta, Dedy, Anggi, dan semua teman-teman BK 2009
yang tidak bisa saya sebutkan semua. Terima kasih untuk semua
xii
15. Mas Anno, Mas Jarot, Mas Alit, Rima, Sekar, Prisca, Diana terima kasih
untuk dukungannya.
16. Semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK... vii
ABSTRAK... viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTARGRAFIK... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 5
xiv
BAB II KAJIAN TEORI... 8
A. Perilaku Bullying... 8
1. Pengertian Bullying... 8
2. Jenis Perilaku Bullying... 9
3. Faktor Penyeban Bullying... 10
4. Pelaku Bullying... 12
5. Korban Bullying... 12
6. Dampak Bullying... 14
B. Remaja... 15
1. Pengertian Remaja... 15
2. Karakteristik Remaja... 16
3. Tugas Perkembangan Remaja... 17
4. Perubahan Sosial Remaja... 18
C. Konseling Kelompok... 20
1. Pengertian Konseling Kelompok... 20
2. Tujuan Konseling Kelompok... 20
3. Manfaat Konseling Kelompok... 21
4. Jenis-jenis Pendekatan dalam Konseling Kelompok... 22
5. Tahap-tahap Konseling Kelompok... 24
6. Aturan dalam Konseling Kelompok... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 27
A. Jenis Penelitian... 27
xv
C. Instrumen Penelitian... 28
D. Validitas dan Realibilitas... 32
E. Teknik Pengumpulan Data... 39
F. Teknik Analisis Data... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 44
A. Hasil Penelitian... 44
B. Pembahasan... 54
C. Usulan Program Konseling Kelompok... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 69
A. Kesimpulan... 69
B. Saran... 70
DAFTAR PUSTAKA... 72
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Rincian Jumlah Siswa... 28
Tabel 2 : Skoring Kuesioner... 30
Tabel 3 : Kisi-kisi Kuesioner Tingkat Intensitas Korban Bullying (Sebelim uji coba)... 31
Tabel 4 : Jumlah Item-item yang Valid dan Tidak Valid... 35
Tabel 5 : Kriteria Guilford... 37
Tabel 6 : Kisi-kisi Kuesioner Tingkat Intensitas Korban Bullying (Setelah Uji Coba)... 38
Tabel 7 : Norma Kategorisasi Subyek Penelitian... 41
Tabel 8 : Kategorisasi Korban Bullying... 42
Tabel 9 : Tingkat Intensitas Korban Bullying... 44
Tabel 10: Tingkat Intensitas Korban Bullying Berdasarkan Kelas... 46
Tabel 11: Tingkat Intensitas Korban Bullying Berdasarkan Jenis Kelamin... 48
Tabel 12: Tingkat Intensitas Aspek Korban Bullying... 50
Tabel 13: Identitas Korban Bullying... 51
Tabel 14: Analisis Aspek 6 Korban Bullying ... 51
xvii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 : Tingkat Intensitas Korban Bullying... 45
Diagram 2 : Tingkat Intensitas Korban Bullying Berdasarkan Kelas... 47
Diagram 3 : Tingkat Intensitas Korban Bullying Berdasarkan Jenis Kelamin... 49
Diagram 4 : Analisis Aspek Intrumen Korban Bullying... 50
Diagram 5 : Analisis Aspek Intrumen 6 Korban Bullying... 52
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Hasil Uji Validitas
Lampiran 2 : Data Hasil Reabililitas Kuesioner
Lampiran 3 : Tabulasi Skor Kuesioner
Lampiran 4 : Data Perasaan Siswa Ketika Dibullying
Lampiran 5 : Data Hal-hal yang Dilakukan Siswa Ketika Dibullying
Lampiran 6 : Kuesioner Tingkat Intensitas Korban Bullying
Lampiran 7 : Surat Pengantar Uji Coba Penelitian
1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang
Maraknya kasus bullying akhir-akhir ini menambah daftar panjang pemasalahan pendidikan di Indonesia. Perilaku bullying sering terjadi di lingkungan sekolah. Bullying adalah tindakan atau perilaku mengancam yang dilakukan oleh satu atau sekelompok orang terhadap orang lain yang
umumnya lebih rendah atau lemah dari pelaku. Korban bullying biasanya teman yang dianggap lemah atau rendah oleh pelaku. Seseorang bisa
dikatakan sebagai korban bullying apabila mengalami perlakuan yang negatif baik fisik maupun psikis yang terjadi sekali maupun berulang kali.
Bullying biasanya identik dengan remaja. Santrock (2007) mendefinisikan masa remaja sebagai suatu periode transisi perkembangan
antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan
perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Tugas pokok remaja
adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa.
Dalam Sejiwa (2008) disebutkan bahwa National Institute for Children and Human Development (NICHD) memaparkan hasil surveinya di majalah
sekolah negeri maupun swasta di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun
2001 Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengeluarkan hasil statistika
yang mencengangkan bahwa 77% pelajar Amerika Serikat mengalami
bullying baik secara fisik, verbal, maupun mental. Ini berarti 1 dari 4 anak di negeri itu telah mengalami bullying.
Pada tanggal 28 April 2006, SEJIWA melaksanakan survey pada
workshop antibullying yang dihadiri oleh 250-an peserta. Hasilnya 94,9% peserta yang hadir menyatakan bahwa bullying memang terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia (SEJIWA, 2008).
Tahun 2012 sudah banyak terjadi kasus bullying di lingkungan sekolah. Tawuran antar siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta
menyebabkan dua korban terluka dan satu korban terkena luka bacok di
bagian dada. Satu dintara tiga pelajar malang itu sempat dilarikan ke Rumah
Sakit Muhammadiyah, tapi nyawanya tak tertolong. Sedangkan korban luka,
satu luka di pelipis, satu lagi luka kecil di jari tangan (tempo.com).
Bullying adalah penghambat besar bagi seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya. Korban bullying tidak mendapat rasa aman dan nyaman sehingga membuat korban bullying merasa terintimidasi, takut, rendah diri, sulit berkonsentrasi, dan prestasi akademisnya menurun. Korban
bullying juga akan merasa kehilangan rasa percaya diri terhadap lingkungan yang banyak menyakiti dirinya.
mengakhiri hidupnya. Selain itu, ada pula korban bullying yang tetap melanjutkan hidupnya namun harus menanggung luka batin. Korban bullying
biasanya cenderung menutup diri dan lebih banyak diam.
Mayoritas dari korban bullying tidak melaporkan perilaku bullying
kepada guru maupun orang tua dan memilih untuk diam. Hal ini dikarenakan
korban bullying berpikir belum tentu dengan melapor kepada guru atau orang tua permasalahan bullying akan selesai. Akan tetapi, sikap diam korban
bullying akan mengakibatkan pelaku bullying berpikir bahwa ia kuat dan berkuasa.
Selain sikap diam korban bullying bisa jadi korban bullying telah mempunyai sistem nilai, misalnya jika mengadukan orang lain bukanlah
sikap yang pemberani. Bagi korban bullying, lebih baik menanggung beban penderitaan ini sendiri daripada melanggar nilai yang sudah ia pegang.
Apalagi jika ia percaya bahwa hinaan dan cercaan yang diterimanya memang
pantas ia terima, kerena memang ia penakut, bodoh, dan tidak populer.
Korban bullying justru tidak sadar bahwa ia telah merusak dirinya dengan menyimpan kesedihan dan kepedihan tanpa berusaha membagi atau
mengobatinya bersama dengan orang lain.
Sikap-sikap keliru seperti inilah yang harus diselesaikan agar korban
bullying dapat sembuh dari luka-luka yang dialaminya baik fisik maupun batinnya. Apabila hal ini dibiarkan dan berlarut-larut maka sesuatu yang tidak
saja hal ini harus kita hindarkan karena bisa merusak masa depan dan
kebahagiaan korban bullying.
Upaya untuk membantu korban bullying membutuhkan banyak waktu untuk mengorek informasi. Korban bullying cenderung pendiam dan menutup dirinya karena tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain mengenai apa
yang terjadi pada dirinya. Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk
membantu menangani korban bullying salah satunya yaitu konseling kelompok. Dalam konseling kelompok orang-orang yang teridentifikasi
menjadi korban bullying dikumpulkan agar mereka dapat menceritakan apa yang mereka rasakan secara terbuka. Biasanya orang akan mau bercerita jika
merasa mendapat perlakuan yang sama dan merasa senasib.
Konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis,
yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses ini
mengandung ciri-ciri terapeutik seperti pengungkapan pikiran dan perasaan
secara leluasa, orientasi pada kenyataan, pembukaan diri mengenai seluruh
perasaan mendalam yang dialami, saling percaya, saling perhatian, saling
pengertian dan saling mendukung.
Dari penjelasan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dengan judul “Deskripsi Tingkat Intensitas Korban
Bullying pada Siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 dan Implikasinya terhadap Penyusunan Program Konseling
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pemaparan di atas, maka peneliti merasa tertarik
untuk mengetahui :
1. Seberapa tinggikah tingkat intensitas korban bullying pada siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013?
2. Siswa-siswa mana yang teridentifikasi masuk dalam kategori tinggi
intensitas korban bullying untuk dijadikan kelompok konseling yang mendapatkan layanan konseling kelompok?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
17. Mengetahui seberapa tinggi tingkat intensitas korban bullying pada siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013.
18. Mengidentifikasi siswa-siswa yang termasuk dalam kategori intensitas
tinggi korban bullying untuk dijadikan kelompok yang mendapatkan layanan konseling kelompok..
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini menjadi informasi tentang bullying untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang konsep atau teori
2. Manfaat Praktis
a. Kepala Sekolah
Hasil penelitian diharapkan menjadi informasi bagi Kepala
Sekolah mengenai korban bullying pada siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013. Dengan informasi ini, diharapkan
kepala sekolah dapat mengupayakan langkah-langkah yang tepat
dalam usaha pencegahan perilaku bullying.
b. Guru SMP Kanisius Pakem Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai korban bullying dan membantu guru memahami korban
bullying di SMP Kanisius Pakem Yogyakarta sehingga dapat meminimalkan dampak yang terjadi pada korban bullying.
c. Subyek Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu subyek penelitian
untuk mengetahui dampak yang terjadi akibat dari perilaku bullying
sehingga mereka dapat menghindari perilaku bullying di sekolah. d. Peneliti
Hasil penelitian ini berguna bagi peneliti untuk tugas selanjutnya
dalam pendampingan siswa khususnya di sekolah.
e. Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran dan model
E. Definisi Operasional
1.Korban bullying adalah seseorang atau sekelompok siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta yang dianggap lemah oleh seseorang atau
sekelompok siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta yang merasa kuat
dan sering menjadi sasaran penganiayaan atau penindasan baik dalam
bentuk fisik, verbal dan psikologis atau mental pada tahun ajaran
2012/2013.
2.Konseling kelompok adalah suatu proses interaksi antar pribadi para siswa
SMP Kanisius Pakem Tahun Yogyakarta Ajaran 2012/2013 yang
dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses
ini mengandung ciri-ciri terapeutik seperti pengungkapan pikiran dan
perasaan secara leluasa, orientasi pada kenyataan, pembukaan diri
mengenai seluruh perasaan mendalam yang dialami, saling percaya,
saling perhatian, saling pengertian dan saling mendukung.
3.Siswa adalah peserta didik yang dijadikan sampel penelitian, yaitu siswa
8
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab ini diuraikan mengenai perilaku bullying meliputi: arti bullying, jenis perilaku bullying, faktor-faktor penyebab bullying, pelaku bullying, korban
bullying, dan mengenai siswa SMP meliputi pengertian remaja, karakteristik remaja, tugas perkembangan remaja, serta mengenai konseling kelompok meliputi
pengertian konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, manfaat konseling
kelompok, jenis-jenis pendekatan dalam konseling kelompok, tahap-tahap
konseling kelompok, aturan utama konseling kelompok.
A. Perilaku Bullying
1. Pengertian Bullying
Istilah bullying diilhami dari kata bull (Bahasa Inggris) yang berarti
“banteng” yang suka menanduk. Pihak pelaku bullying biasa disebut
bully. Menurut Ken Rigby (dalam Astuti, 2008:3) bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini ditunjukan ke dalam aksi,
menyebabkab seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung
oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab,
biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.
Dalam SEJIWA (2008), bullying didefinisikan sebagai situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat di sini tidak
hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi bisa juga kuat mental. Dalam
karena lemah secara fisik dan atau mental. Misal seorang siswa
mendorong bahu temannya dengan kasar. Bila siswa yang didorong
merasa terintimidasi, apalagi bila tindakan tersebut dilakukan
berulang-ulang, maka perilaku bullying telah terjadi. Bila siswa yang didorong tidak merasa takut atau terintimidasi, maka tindakan tersebut belum dapat
dikatakan bullying (SEJIWA,2008:2).
2.Jenis perilaku Bullying
Dalam SEJIWA (2008), disebutkan ada beberapa jenis dan wujud
bullying, tapi secara umum praktik-praktik bullying dapat dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Bullying Fisik
Bullying fisik adalah jenis bullying yang kasat mata. Siapa pun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying
dan korbannya. Contoh-contoh bullying fisik antara lain: (1) menampar; (2) menimpuk; (3) menginjak kaki; (4) menjegal; (5)
meludahi; (6) memalak; (7) melempar dengan barang; (8)
menghukum dengan berlari lapangan, (9) menghukum dengan cara
push up; (10) menolak. b. Bullying Verbal
mempermalukan diri di depan umum; (6) menuduh; (7) menyoraki;
(8) menebar gosip; (9) memfitnah; (10) menolak
c. Bullying Mental
Bullying mental atau psikologis adalah jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita
jika kita tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam-diam dan di luar radar pemantauan kita. Contohnya yaitu: (1)
memandang sinis; (2) memandang penuh ancaman; (3)
mempermalukan di depan umum, (4) mendiamkan; (5) mengucilkan;
(6) mempermalukan; (7) meneror lewat pesan pendek telepon
genggam atau e-mail; (8) memandang yang merendahkan; (9)
memelototi; (10) mencibir.
3.Faktor-faktor Penyebab Bullying
Kartini Kartono, 2006, menyebutkan Ada dua faktor penyebab
bullying yaitu:
a. Faktor internal
Faktor internal atau faktor endogen berlangsung lewat proses
internalisasi-diri yang keliru oleh anak-anak remaja dalam menanggapi lingkungan di sekitarnya dan semua pengaruh dari
luar. Tingkah laku mereka itu merupakan reaksi yang salah atau
irasional dari proses belajar, dalam bentuk ketidakmampuan
Anak-anak remaja itu melakukan mekanisme pelarian diri dan tidak
irasional dalam wujud:
1) Balas dendam
2) Mencari perhatian
3) Ingin diakui
4) Ingin terkenal
5) Menutupi kekurangan diri
6) Ingin menunjukan eksistensi diri
b.Faktor eksternal
Faktor eksternal atau faktor eksogen dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah
semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah
laku tertentu pada anak-anak remaja, misalnya:
1) Faktor keluarga
a) Keluarga tidak harmonis
b) Sering mendapat perlakuan kasar di rumah
2) Faktor lingkungan sekitar
a) Sering berkelahi
b) Bermusuhan
c) Ikut-ikutan teman
3) Faktor lingkungan sekolah
a) Sering mendapat perlakuan kasar di sekolah
4) Media
a) Pengaruh tayangan televisi yang negatif
b) Membaca dimedia cetak
4. Pelaku Bullying
Pelaku bullying adalah sang agresor, sang provokator, sekaligus inisiator situasi bullying. Pelaku bullying umumnya seorang anak atau murid yang berfisik besar dan kuat. Namun, tidak jarang pula pelaku
bertubuh kecil tapi memiliki dominasi yang besar di kalangan
teman-temannya. Pelaku bullying mempunyai kekuatan dan kekuasaan diatas korbannya.
Pelaku bullying umumnya juga temperamental. Mereka
melakukan bullying terhadap orang lain sebagai pelampiasan kekesalan dan kekecewaan. Akan tetapi, tidak semua pelaku bullying
melakukannya sebagai kepercayaan diri yang begitu tinggi dan
sekaligus dorongan untuk selalu menindas dan menggencet anak yang
lemah. Ini disebabkan karena mereka tidak pernah dididik untuk
memiliki empati terhadap orang lain, untuk merasakan perasaan orang
lain yang mengalami siksaan dan aniaya (SEJIWA, 2008).
5. Korban Bullying
Dalam SEJIWA (2008) dijelaskan, bullying tidak mungkin terjadi hanya dengan adanya pelaku bullying. Harus ada korban yang menjadi sasaran penganiayaan dan penindasan. Beberapa ciri yang bisa
a. Berfisik kecil, lemah
b. Berpenampilan lain daripada biasa
c. Sulit bergaul
d. Siswa yang rendah kepercayaan dirinya
e. Anak yang canggung (sering salah
bicara/bertindak/berpakaian)
f. Anak yang memiliki aksen berbeda
g. Anak yang dianggap menyebalkan dan menantang bully
h. Cantik/ganteng, tidak cantik/tidak ganteng
i. Anak orang tak punya/orang kaya
j. Kurang pandai
k. Anak yang gagap
l. Anak yang dianggap argumentatif terhadap bully
Pelaku bullying biasanya dengan mudah bisa mengendus calon
korbannya. Pada pertemuan pertama, pelaku bullying akan
melancarkan aksinya terhadap sang korban. Sang korban umumnya
tidak berbuat apa-apa dan membiarkan saja perilaku bullying
berlangsung padanya, karena ia tidak memiliki kekuatan untuk
membela diri atau melawan. Hal ini, justru membuat pelaku bullying “di atas angin”, dan memberinya peneguhan bahwa ia telah
menemukan korban yang tepat. Ia pun akan meneruskan aksinya
terhadap sang korban srtiap kali mereka bertemu. Dengan demikian,
Korban bullying bukanlah sekedar pelaku pasif dari situasi
bullying. Ia turut berperan serta memelihara dan melestarikan situasi
bullying dengan situasi diam. Rata-rata korban bullying tidak melaporkan kepada orang tua dan guru bahwa mereka telah dianiaya
atau ditindas anak lain di sekolahnya.
Sikap diam sang korban tentunya beralasan. Alasan yang utama,
mereka berpikir bila melaporkan kegiatan bullying yang menimpanya tidak akan menyelesaikan masalah. Diamnya sang korban juga
umumnya dilandasi keyakinan bahwa baik orang tua maupun guru
tidak mampu menangani situasi bullying. Pelaku bullying juga tidak akan segan-segan mengancam korbannya jika berani melapor. Maka
menurut para korban bullying, mendiamkan perilaku bullying adalah pilihan yang baik.
Namun demikian, akibat bullying pada diri korban timbul perasaan-perasaan tertekan oleh karena pelaku menguasai korban.
Bagi korban, kondisi seperti ini menyebabkan dirinya mengalami
kesakitan fifik dan psikologis, kepercayaan diri (self esteem) yang merosot, malu, trauma, tak mampu menyerang balik, merasa sendiri,
serba salah, dan takut sekolah (school phobia), dimana ia merasa tak ada yang menolong. Dalam kondisi selanjutnya ditemukan bahwa
korban kemudian mengasingkan diri dari sekolah, atau menderita
6. Dampak Bullying
Dalam SEJIWA (2008:9), disebutkan bahwa beberapa surat kabar
yang memberitakan bunuh diri dikalangan anak dan remaja antara
tahun 2002-2005, terdapat sekitar lima kasus tindakan atau percobaan
bunuh diri itu telah menjadi korban bullying.
Duane Alexander, M.D., Direktur institut Nasional Kesehatan
Anak dan Perkembangan Manusia atau National Institute for Children and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat, menjelaskan,
“Bullying adalah masalah kesehatan publik yang patut mendapat
perhatian. Orang-orang yang menjadi korban bullying semasa kecil, kemungkinan besar akan menderita depresi dan kurang percaya diri
dalam masa mendatang. Sementara pelaku bullying, kemungkinan besar akan terlibat dalam tindak kriminal di kemudian hari.
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Santrock (2007) mendefisikan masa remaja sebagai suatu periode
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa,
yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan
sosio-emosional. Tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri memasuki
masa dewasa.
WHO (dalam Sarwono, 2007:9), mengartikan remaja adalah suatu
masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan
seksual; individu mengalami perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif
lebih mandiri.
2.Karakteristik Perkembangan Remaja
Menurut Desmita (2009), masa remaja (12-21 tahun) merupakan
masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan
orang dewasa. Masa remaja sering dikenal juga dengan masa pencarian
jati diri (ego idenity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:
a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya,
b. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita
dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat,
c. Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara
efektif,
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya,
e. Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan
minat dan kemampuannya,
f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup
berkeluarga dan memiliki anak,
g. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
h. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial,
i. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman
dalam bertingkah laku,
j. Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan
religiositas.
3. Tugas Perkembangan Remaja
Yusuf, 2010 mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja
sebagai berikut:
a. Menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif.
b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa
lainnya.
c. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
d. Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan.
e. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang perlu
bagi kompetensi sebagai warga negara.
4.Perubahan Sosial Remaja
Menurut Hurlock (1980) salah satu tugas perkembangan remaja
tersulit adalah hubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus
menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya
belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar
lingkungan keluarga dan sekolah. Demi mencapai tujuan dari pola
Yang paling penting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan
meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku
sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi
persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan
nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.
a. Kuatnya pengaruh kelompok sebaya
Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan
teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti
bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan,
minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh
keluarga.
b. Perubahan dalam perilaku sosial
Dari semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku
sosial, yang paling menonjol terjadi di bidang hubungan
heteroseksual. Pada waktu singkat remaja mengadakan perubahan
radikal, yaitu dari tidak menyukai lawan jenis sebagai teman menjadi
lebih menyukai teman dari lawan jenisnya daripada teman sejenis.
c. Pengelompokan sosial baru
Geng pada masa kanak-kanak berangsur-angsur bubar pada masa
puber dan awal masa remaja ketika minat individu beralih dari
kegiatan bermain yang melelahkan menjadi minat pada kegiatan
sosial yang lebih formal dan kurang melelahkan. Maka terjadi
lebih besar dan tidak terlampau akrab dibandingkan dengan
pengelompokan anak perempuan yang kecil dan terumus secara pasti.
d. Nilai baru dalam memilih teman
Para remaja tidak lagi memilih teman-teman berdasarkan
kemudahannya ental di sekolah atau di lingkungan tetangga. Remaja
menginginkan teman yang memiliki minat dan nilai-nilai yang sama,
yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dan yang
kepadanya ia dapat mempercayakan masalah-masalah dan membahas
hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan guru atau orang tua.
e. Nilai baru dalam penerimaan sosial
Remaja mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak
menerima anggota-anggota berbagai kelompok sebaya seperti klik,
kelompok besar atau geng. Nilai ini terutama didasarkan pada nilai
kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota
kelompok. Remaja segera mengerti bahwa ia dinilai standar yang
sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain.
f. Nilai baru dalam memilih pemimpin
Remaja merasa bahwa pemimpin kelompok sebaya mewakili
mereka dalam masyarakat, mereka menginginkan pemimpin yang
berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan dihormati oleh
C. Konseling Kelompok
1. Pengertian Konseling Kelompok
Konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis,
yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses ini
mengandung ciri-ciri terapeutik seperti pengungkapan pikiran dan
perasaan secara leluasa, orientasi pada kenyataan, pembukaan diri
mengenai seluruh perasaan mendalam yang dialami, saling percaya,
saling perhatian, saling pengertian dan saling mendukung (Winkel dan
Hastuti, 2004).
Konseling kelompok merupakan pengalaman edukatif yang di
dalamnya para siswa bekerjasama untuk mengeksplorasi gagasan, sikap,
perasaan, dan perilaku yang berkaitan dengan perkembangan dan
kemajuan di sekolah.
Proses konseling kelompok berjalan dengan cara setiap anggota
mengungkapkan diri, mendengarkan secara cermat, dan memberikan
masukan satu sama lain. Pokok permasalahan yang dibahas sering kali
mirip dengan aktivitas edukatif yang lain, misalnya aktivitas perwalian
atau bimbingan kelompok. Perbedaannya adalah konseling kelompok
lebih menekankan pengalaman personal secara mendalam.
2. Tujuan Konseling Kelompok
Pada literatur profesional mengenai konseling kelompok,
sebagaimana tampak dalam karya Erle M. Ohlsen (1977), Don C.
(Dalam Winkel & Sri Hastuti, 2004), dapat ditemukan sejumlah tujuan
umum dari pelayanan bimbingan dalam bentuk konseling kelompok
sebagai berikut:
a. Masing-masing konseli memahami dirinya dengan lebih baik dan
menemukan dirinya sendiri.
b. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama
lain, sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas untuk fase
perkembangan mereka.
c. Para konseli memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan
mengarahkan hidupnya sendiri.
d. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan
lebih mampu menghayati perasaan orang lain.
3. Manfaat Konseling kelompok
Menurut Winkel dan Hastuti (2004), bagi siswa dan mahasiswa,
konseling kelompok dapat bermanfaat sekali karena melalui interaksi
dengan semua anggota kelompok mereka memenuhi beberapa kebutuhan
psikologis, seperti kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan
teman-teman sebaya dan diterima oleh mereka; kebutuhan untuk bertukar
pikiran dan perasaan; kebutuhan menemukan nilai-nilai kehidupan
sebagai pegangan; dan kebutuhan untuk menjadi lebih independen serta
lebih mandiri. Pada suasana konseling kelompok mereka mungkin
hadapi daripada dalam konseling individual; lebih rela menerima
sumbangan pikiran dari seseorang rekan konseli atau dari konselor yang
memimpin kelompok daripada mereka berbicara dalam konseling
individual; lebih bersedia membuka isi hatinya bila menyaksikan bahwa
rekannya tidak malu-malu untuk berbicara jujur dan terbuka.
4.Jenis-jenis Pendekatan dalam Konseling Kelompok
Konseling kelompok mencakup tiga jenis pendekatan, yaitu:
a. Crisis-centered (berpusat pada krisis)
Crisis-centered memusatkan perhatian pada permasalahan-permasalahan yang mendesak. Crisis-centered berusaha menanggapi peristiwa atau situasi yang harus diselesaikan dengan segera. Crisis-centered terbentuk sebagai akibat dari situasi atau peristiwa yang kritis. Seandainya kelompok sudah bertemu dan sudah berhasil
membangun relasi yang dekat, situasi krisis bisa dengan mudah
diproses dalam konteks kelompok problem-centered atau growth-centered.
Kemungkinan kasus yang bisa ditangani melalui crisis-centered
sangat luas. Misalnya konflik antar kelompok siswa, konflik dalam
kelompok ekstrakurikuler, konflik karena perbedaan suku, dan lain
sebagainya. Termasuk di sini adalah krisis akademik.
b. Problem-centered (berpusat pada masalah)
Kelompok konseling problem-centerd juga memusatkan
demikian, sifat permasalahan yang dihadapi biasanya tidak sampai
menimbulkan krisis. Permasalahan yang dialami tidak sampai
melibatkan derajat emosi tinggi seperti halnya dalam crisis-centered. Konseling kelompok problem-centered sering kali merupakan kelanjutan dari crisis-centered.
Konseling kelompok problem-centered juga biasa digunakan untuk mendiskusikan permasalahan dalam kaitan dengan tindakan
preventif. Tujuan konseling problem-centered secara umum adalah menangani keprihatinan atau situasi yang membuat para siswa
merasa tidak nyaman dan tidak senang. Permasalahan tersebut dirasa
mengganggu siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah, misalnya
peningkatan nilai akademis; memecahkan kesulitan relasi dengan
guru atau teman; memilih karier; menangani stress; menjalin relasi
yang baik dengan orang tua; menghadapi tekanan dari teman;
menghindari penyalahgunaan dari obat terlarang dan alkohol. Dalam
konseling kelompok problem-centered konfrontasi dan pertanyaan untuk memperjelas situasi menjadi sangat penting.
c. Growth-centered (berpusat pada perkembangan)
Growth-centered berpusat pada perkembangan personal dan sosial para siswa. Alasan pembentukan growth-centered bukan semata-mata karena sebuah krisis atau permasalahan khusus.
Kelompok bisa menggunakan kesempatan untuk belajar mengenai
assertive, dan lain sebagainya. Konseling kelompok growth-centered
didesain untuk semua siswa dengan memperhatikan kebutuhan dan
minat umum orang muda dalam berbagai tahap perkembangan
hidup.
Growth-centered berusaha memberikan kesempatan bagi para siswa untuk saling berbicara mengenai keprihatinan khusus yang
berkaitan dengan perkembangan pribadi mereka. Dengan demikian,
para siswa tidak perlu menunggu sampai permasalahan
perkembangan muncul. Topik yang sering kali dibahas antara lain
adalah: menerima tanggung jawab, mengubah perilaku yang tidak
efektif, belajar berkomunikasi secara efektif, menentukan tujuan
bersama, dan belajar problem solving.
5.Tahap-tahap Konseling Kelompok
Tahap-tahap konseling kelompok terdiri dari:
a. Membangun keterlibatan
Maksud dasar membangun keterlibatan adalah membantu setiap
anggota untuk menjelaskan alasan mereka bergabung di dalam
kelompok, membantu supaya anggota kelompok saling mengenal
lebih dekat, dan menciptakan suasana saling percaya dan diterima.
b. Transisi
Kelompok mulai berpikir bagaimana gagasan dan perasaan
secara mendalam. Pada tahap transisi kerangka dan pemahaman
memperhatikan resistansi diri yang mungkin muncul; menangani
berbagai sikap mempertahankan diri dan kecemasan; dan mendorong
supaya setiap anggota sungguh-sungguh saling memperhatikan.
Apabila proses berjalan dengan efektif, kelompok akan semakin
mengalami kedekatan dan rasa sense of belonging. c. Tahap bekerja
Kelompok mulai lebih memahami bagaimana jalannya konseling
dan aturan kelompok. Mereka semakin merasakan adanya keyakinan
dan kemantaban dalam kelompok. Dorongan untuk memberikan dan
menerima masukan semakin mendalam. Mereka sungguh belajar
satu sama lain. Mereka menyingkap berbagai jalan untuk mengambil
tindakan bertanggung jawab atas permasalahan dan proses
perkembangan yang dijalani. Perhatian dan dukungan dari setiap
anggota adalah sangat penting. Ini adalah proses yang sangat
mendalam sebab pada saat inilah kelompok sungguh belajar
mengenai diri mereka sendiri dan mengenai orang lain. Tahap ini
merupakan tahap yang sangat kaya dengan proses-proses emosi.
d. Pengakhiran
Setiap anggota berpikir dan menemukan bagaimana menerapkan
apa yang sudah dipelajari di dalam proses konseling. Mereka perlu
dibantu untuk mengintegrasikan pokok-pokok kesadaran yang
penting. Mereka perlu diberi peneguhan. Dukungan dan komitmen
6.Aturan utama konseling kelompok
Aturan dan kesepakatan diperlukan untuk membantu kelancaran
dan efektivitas proses konseling kelompok. Aturan dan kesepakatan
biasanya mencakup:
a. Satu orang berbicara, satu orang mendengarkan.
b. Dimungkinkan untuk lewat jika belum siap.
c. Apa yang diceritakan dalam kelompok adalah sesuatu yang bersigat
pribadi-hargai, hormati, jaga rahasia.
d. Angkat tangan apabila ingin bicara.
e. Mendengarkan dengan cermat dan penuh perhatian sehingga bisa
meningat apa yang sudah dibicarakan.
f. Tetap duduk di dalam kelompok.
g. Hindarkan hal-hal yang bisa mengganggu proses konseling: HP
27
BAB III
METODOLOGI PENELITAN
Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, populasi, instrumen penelitian,
dan teknik analisis data yang digunakan.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2011),
penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandasakan pada filsafat
positivisme. Penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian kuantitatif
pada umumnya dilakukan secara random. Pengumpulan data menggunakan
instrumen penelitian. Analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Ditinjau dari pemaparan hasil, penelitian ini tergolong penelitian
deskriptif. Menurut Furchan (2005:415-418), penelitian deskriptif dengan
metode survei dirancang untuk memperoleh informasi dengan
mengumpulkan data yang relatif terbatas dari kasus-kasus yang relatif besar
jumlahnya. Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan tujuan untuk
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik subjek yang diteliti
secara tepat.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Kanisius Pakem
Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/ 2013. Jumlah kelas di SMP Kanisius Pakem
kelas VIII Kasih, kelas IX Berani, dan kelas IX Mandiri. Alasan memilih
SMP Kanisius Pakem Yogyakarta sebagai tempat penelitian karena (1) SMP
Kanisius Pakem Yogyakarta mudah dijangkau oleh peneliti; (2) SMP
Kanisius Pakem Yogyakarta tidak mempunyai guru Bimbingan dan
Konseling; (3) siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta tergolong remaja
dengan usia rata-rata 12-16 tahun.
Tabel 1
Rincian Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta Tahun Ajaran 2012-2013
Kelas Jumlah Total
Laki-Laki Perempuan
VII Jujur 13 13 26
VII Cerdas 13 12 25
VIII Disiplin 14 10 24
VIII Kasih 12 7 19
IX Berani 6 12 18
IX Mandiri 9 12 20
Jumlah Total 132
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti.
1.Kuesioner
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Kuesioner Korban bullying pada siswa SMP Kanisius Pakem,
Yogyakarta. Peneliti menggunakan kuesioner tertutup. “Kuesioner
bentuk tertutup berisi pertanyaan-pertanyaan yang disertai dengan pilihan
jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut” (Furchan, 2005 : 260).
Kuesioner yang disusun oleh peneliti memuat aspek-aspek korban
Indikator-indikator dan item-item yang terkandung dalam aspek-aspek tersebut
disesuaikan dengan korban siswa SMP.
2.Format Pernyataan
Instrumen penelitian mengacu pada skala likert dalam bentuk
checklist. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi peserta didik atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Pada skala likert variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator variabel tersebut dijadikan sebagai titik
tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan
atau pertanyaan (Sugiyono, 2011: 134).
Pernyataan-pernyataan dalam skala memuat item-item pernyataan
yang bersifat positif (favorable). Pernyataan positif atau favorabel
merupakan konsep pernyataan yang sesuai atau mendukung
atribut/variabel yang diukur. Dalam hal ini, pernyataan favorabel yaitu pernyataan yang menggambarkan adanya tendensi korban bullying. Skala ini dilengkapi dengan empat alternatif jawaban. Alternatif jawaban
setiap item mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif
yang berupa kata-kata: sangat sering, sering, kadang-kadang, dan tidak
pernah.
3.Penentuan skor
Skoring untuk setiap jawaban dalam kuesioner dilakukan dengan
memberi nilai pada setiap alternatif jawaban. Skoring setiap pilihan
Tabel 2
Skoring/ Penilaian Kuesioner Korban Bullying
No Pernyataan Alternatif Jawabam Sangat
sering
Sering Kadang-kadang
Tidak Pernah
1. Favorabel 4 3 2 1
Responden diminta untuk menjawab pernyataan-pernyataan yang
terdapat pada Kuesioner Korban Bullying dengan memilih salah satu alternatif jawaan yang telah disediakan menggunakan tanda centang ( ).
Skoring dilakukan dengan cara menjumlahkan jawaban responden pada
masing-masing item. Dengan demikian dapat diketahui tendensi korban
bullying pada subjek penelitian ini. Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat intensitas korban bullying. Sebaliknya, semakin rendah jumlah skor yang diperoleh, maka semakin
rendah pula tingkat korban bullying.
4.Kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi instrumen disusun berdasarkan bentuk-bentuk bullying.
Kisi-kisi item Korban Bullying pada Siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta Tahun ajaran 2012/2013 sebelum uji coba dapat dilihat pada
Tabel 3
Kisi-kisi Kuesioner Korban Bullying (Sebelum uji coba)
Jenis Korban Bullying Indikator Item
1. Bullying Fisik korban bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap dengan indra
pendengaran manusia.
a. Mempunyai julukan 11, 34
b. Dibentak 9, 38, 43
c. Mendapat penghinaan 2, 39
D. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan valid apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar,
2012).
Validitas yang diperiksa dalam penelitian ini adalah validitas isi
(content validity). Validitas isi adalah validitas yang menunjuk pada sejauh mana intrumen yang disusun mencerminkan isi yang dikehendaki.
Dalam penelitian ini, penyusunan instrumen didasarkan pada kisi-kisi
yang sesuai dengan aspek tujuan, bahan / deskripsi bahan, indikator dan
jumlah pernyataan tiap indikator (Furchan, 2005:295).
Pemeriksaan keterpenuhan validitas isi didasarkan pada pertimbangan
yang dilakukan secara terpisah oleh ahli (expert judgment), guna menelaah setiap butir item pernyataan korban bullying, yang bertujuan agar setiap item pernyataan yang dibuat tepat dengan aspek tujuan,
bahan/deskripsi bahan, indikator dan jumlah pertanyaan per indikator,
sehingga dapat dinyatakan baik (Nurgiyantoro, 2009:339). Dalam
penelitian ini validitas isi diperiksa oleh Juster Donal Sinaga, M.Pd.,
selaku dosen pembimbing skripsi di Program Studi Bimbingan dan
M.Pd., memberi koreksi dan masukan untuk lebih memperhatikan
pernyataan dalam item. Pertama, membuat pernyataan item yang
favorabel saja sedangkan yang unfavorabel dihilangkan. Kedua,
menghilangkan kata yang bernuansa frekuensi pada pernyataan, misalnya
“teman-teman sering merusak peralatan sekolah saya”. Kata sering
sebaiknya dihilangkan saja sehingga menjadi “teman-teman merusak
peralatan sekolah saya”. Ketiga, memastikan pernyataan menunjukkan
tentang bullying.
Selain itu, validitas isi juga diperiksa oleh Drs. Th. Prapanca Hary,
M.Si. Beliau adalah dosen Psikologi Universitas Sarjanawiyata Taman
Siswa Yogyakarta dan dosen Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Drs. Th. Prapanca Hari, M.Si., memberi
koreksi dan masukan mengenai penulisan item dan tanda baca. Kata
“mempunyai” yang benar memunyai.
Pemeriksaan ini dilakukan guna menelaah kualitas konstruk secara
logis dari setiap butir item pernyataan kuisioner korban bullying siswa SMP yang disusun oleh peneliti. Pemeriksaan ini juga bertujuan agar
setiap item pernyataan yang dibuat secara logis tepat/sesuai dengan
konstruk kisi-kisinya (Nurgiyantoro, 2009:339).
Setelah mendapatkan penilaian ahli, kuesioner kemudian
diujicobakan pada siswa kelas VII SMP Joannes Bosco Yogyakarta, pada
tanggal 14 – 15 Maret 2013. Jumlah peserta didik yang mengisi
Bosco sebagai subjek uji coba penelitiaan adalah karakteristik pesera
didik sekolah tersebut relatif sama dengan subjek penelitian.
Data uji coba digunakan untuk melihat koefisien korelasi item
terhadap skor-skor aspek melalui pendekatan analisis korelasi Pearson Product Moment. Formulasi yang digunakan dalam analisis konsistensi internal butir item adalah sebagai berikut:
XY
r =
2 2
2 2
Y Y
N X X
N
Y X XY
N
Keterangan :
XY
r = korelasi skor-skor total kuesioner dan total butir-butir
N = jumlah subyek
X = skor sub total kuesioner
Y = skor total butir-butir kuesioner
XY = hasil perkalian antara skor X dan skor Y
Proses penghitungan dilakukan dengan cara memberi skor pada tiap
item dan menstabulasikan ke dalam data penelitian. Penghitungan
dilakukan dengan SPSS 16.
Pemilihan item berdasarkan korelasi item-total, biasanya digunakan
batasan ri ≥ 0,275. Semua item yang memiliki koefisien korelasi
minimal 0,275 dianggap memiliki daya diskriminasinya tinggi dan jika
kurang dari 0,275 diinterpretasikan memiliki daya diskriminasi yang
SPSS 16 diperoleh 33 item yang memiliki koefesien korelasi ≥0, 275,
sedangkan 12 item <0,275. Item yang valid akan digunakan dalam
kuesioner Tingkat Intensitas Korban Bullying sedangkan item yang tidak valid tidak digunakan dalam Kuesioner Tingkat Korban Bullying. Pada tabel 4 akan disajikan tabel rincian item yang valid dan item yang tidak
valid:
Tabel 4
Jumlah Item-Item yang Valid dan Tidak Valid
Jenis Korban Bullying Indikator Item Valid Tidak
Reliabilitas menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat
mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu
(Nugiyantoro, 2009:341). Jadi kata kunci untuk syarat kualifikasi suatu
instrumen pengukuran adalah konsisten, keajegan atau tidak
berubah-ubah.
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan pendekatan
koefisien Alpha Cronbach (α). Penggunaan teknik analisis Alpha Cronbach ini didasarkan atas pertimbangan penghitungan reliabilitas skala diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya
sekali saja pada sekelompok responden atau single trial administration
α =
2[1-
S 2 2 S + 2 Sx i x
]
Keterangan rumus :
S12 dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
Sx2 : varians skor skala
Berdasarkan hasil data penelitian yang telah dihitung melalui program
komputer Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 for Window, diperoleh perhitungan reliabilitas seluruh instrumen dengan
menggunakan rumus koefisien alpha (α), yaitu 0,928. Hasil perhitungan
dikonsultasikan ke kriteria Guilford. Kriteria Guilford dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5 Kriteria Guilford
Koefisien Korelasi Kualifikasi
0,91 -1,00 Sangat Tinggi
0, 71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup Tinggi
1,21 – 0,40 Rendah
Negatif -0,20 Sangat Rendah
Berdasarkan kriteria Guilford dapat disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas
Kisi-kisi penelitian disusun berdasarkan bentuk bullying. Kisi-kisi tentang Tingkat Intensitas Korban Bullying pada Siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 setelah uji coba dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6
Kisi-kisi Penelitian tentang Tingkat Intensitas Korban Bullying (Setelah uji coba)
Jenis Korban Bullying Indikator Item
1. Bullying Fisik korban bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap dengan indra
pendengaran manusia.
a. Mempunyai julukan 25
b. Dibentak 8, 31
c. Mendapat penghinaan 2, 28
d. Menebar gosip 29
e. Menjadi bahan ejekan 15
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Persiapan dan pelaksanaan
a. Mempelajari buku-buku tentang bullying.
b. Menyusun kuesioner tentang kemampuan mengelola emosi dengan
mengikuti beberapa langkah, yaitu:
1) Menetapakan dan mendefinisikan variabel penelitian, yaitu
tingkat korban bullying pada siswa SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.
2) Menjabarkan variabel penelitian ke dalam aspek-aspek dan
indikator-indikatornya.
3) Menyusun item-item pernyataan sesuai dengan aspek dan
indikator yang sudah dibuat.
4) Melakukan expert judgment alat penelitian kepada dosen ahli.
5) Menguhubungi dan bertemu dengan Koordinator Sekolah dan
guru BK SMP Joannes Bosco Yogyakarta untuk meminta ijin
mengadakan uji coba alat penelitian penelitian.
6) Melaksanakan uji coba penelitian di SMP Joannes Bosco
Yogyakarta pada sebagian siswa kelas VII.
7) Pengumpulan data uji empirik terhadap validitas dan
reliabilitas kuesioner uji coba.
8) Merevisi kuesioner dan mengkonsultasikan kepada dosen
pembimbing.
2. Tahap Pengumpulan Data
Kuesioner yang telah diujicobakan dan telah direvisi kemudian
dipergunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan
data dilaksanakan pada siswa kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX
SMP Kanisius Pakem Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 pada
tanggal 4 dan 6 Mei 2013. Jumlah Peserta didik yang menjadi
subjek penelitian sebanyak 132 peserta didik. Penyebaran dan
pengawasan pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti dan
dibantu oleh beberapa teman.
F. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan analisis data, yaitu:
1. Memberi skor pada setiap alternatif jawaban yang dipilih. Norma
skoring untuk pernyataan positif adalah: sangat sering = 4, sering = 3,
kadang-kadang = 2, tidak pernah = 1.
2. Mentabulasi data, menghitung skor total masing-masing responden
maupun item kuesioner dan skor rata-rata responden maupun rata-rata
butir.
3. Mengkategorisasikan korban bullying a. Kategorisasi skor subyek penelitian
Kategorisasi tingkat karakter subjek penelitian peserta didik
SMP Kanisius Pakem Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.
Kategorisasi disusun berdasarkan distribusi normal dengan model
kategorisasi jenjang (ordinal) bertujuan menempatkan individu ke
dalam kelom-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu
kontinum berdasar atribut yang diukur.
Norma kategorisasi yang digunakan berpedoman pada norma
kategorisasi Azwar (2012: 147-148) dengan lima jenjang kategori
diagnosis yaitu, sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat
rendah. Norma kategorisasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel
7.
Tabel 7
Norma Kategorisasi Karakter Subjek Penelitian
Perhitungan Skor Keterangan
µ+ 1.5σ < X Sangat Tinggi
µ + 0.5 σ < X ≤ µ+ 1.5σ Tinggi
µ - 0.5 σ < X ≤ µ + 0.5 σ Sedang
µ- 1.5σ < X ≤ µ - 0.5 σ Rendah
X ≤ µ- 1.5σ Sangat Rendah
Keterangan:
X maksimum teoritik : skor tertinggi yang diperoleh subjek
penelitian dalam skala
X minimum teoritik : skor terendah yang diperoleh subjek
σ (standar deviasi) : Luas jarak rentang yang dibagi dalam 6
satuan deviasi sebaran.
µ (mean teoritik) : Rata-rata teoritis dari skor maksimum dan
minimum.
Kategori di atas digunakan untuk mengelompokkan tinggi rendah
korban bullying para peserta didik. Perhitungan dalam
penggolongan norma kategorisasi adalah sebagai berikut:
X maksimum teoritik : 4 x 33 = 132
X minimum teoritik : 1 x 33 = 33
Luas jarak : 132 – 33 = 99
σ (standar deviasi) : 99 / 6 = 16,5 dibulatkan menjadi 17
µ (mean teoritik) : (132+33) : 2 = 82,5 dibulatkan menjadi 83.
Setelah dilakukan perhitungan maka didapatkan kategori skala.
Kategori skor dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8
Kategorisasi Korban Bullying Siswa SMP Kanisius Pakem Yogyakarta
Tahun Ajaran 2012/2013
Perhitungan Skor Kategorisasi Keterangan
µ+ 1.5σ < X X > 109 Sangat Tinggi
µ + 0.5 σ < X ≤ µ+ 1.5σ 92 – 109 Tinggi
µ - 0.5 σ < X ≤ µ + 0.5 σ 74 – 92 Sedang
µ- 1.5σ < X ≤ µ - 0.5 σ 57 – 74 Rendah
Keterangan:
1. Kategori sangat tinggi : siswa yang masuk dalam kategori
sangat tinggi adalah siswa yang menjadi korban bullying
dengan intensitas sangat tinggi.
2. Kategori tinggi : siswa yang masuk dalam kategori tinggi
adalah siswa yang menjadi korban bullying dengan
intensitas tinggi.
3. Kategori sedang : siswa yang masuk dalam kategori sedang
adalah siswa yang menjadi korban bullying dengan
intensitas sedang.
4. Kategori rendah : siswa yang masuk dalam kategori rendah
adalah siswa yang menjadi korban bullying dengan
intensitas rendah.
5. Kategori sangat rendah : siswa yang masuk dalam kategori
sangat rendah adalah siswa yang menjadi korban bullying