PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT SENTENCE TERHADAP HASIL BELAJAR MENULIS KARANGAN
NARASI KELAS V SD INPRES BONTOMANAI KEC. BONTOMARANNU KAB. GOWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh ANDIANI BAGO
10540840113
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Kantor: Jl. Sultan Alauddin No. 259, Telp. (0411)-866132, Fax. (0411)-860132 \iv
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Andiani Bago
Stambuk : 10540 8401 13
Program Studi : Strata Satu (S1)
Jurusan : Pendidikan Guru SekolahDasar
JudulSkripsi : Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Concept Sentence Terhadap Hasil Belajar Menulis Karangan Narasi Kelas V SDI Bontomanai Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, Juli 2017 Yang membuat pernyataan
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Kantor: Jl. Sultan Alauddin No. 259, Telp. (0411)-866132, Fax. (0411)-860132 \v
SURAT PERJANJIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Andiani Bago
Stambuk : 10540 8401 13
Program Studi : Strata Satu (S1)
Jurusan : Pendidikan Guru SekolahDasar
JudulSkripsi : Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Concept Sentence Terhadap Hasil Belajar Menulis Karangan Narasi Kelas V SDI Bontomanai Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun). 2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, Juli 2017 Yang Membuat Perjanjian
vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Harapan dan cita cita adalah dua hal yang tak mungkin digapai tanpa usaha. Dan usaha insan yang sempurna adalah usaha yang selalu melibatkan sang pencipta-Nya
(Andiani Bago)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan ) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh(urusan) yang lain, dan hanya kepada tuhanmulah kamu berharap”
(QS Al Insyirah :6-7)
kupersembahkan karya ini untuk: kedua orangtuaku,saudara, dan sahabatku,s atas keikhlasan doa dan dukungannya selama ini dalam mewujudkan hal-hal yang telah penulis cita-citakan
vii ABSTRAK
ANDIANI BAGO. 2017. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Concept Sentence Terhadap Hasil Belajar Menulis Karangan Narasi Kelas V SD Inpres Bontomanai Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Rosmini Madeamin dan Aliem Bahri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Concept Sentence Terhadap Hasil Belajar Menulis Karangan Kelas V SD Inpres Bontomanai Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. Jenis penelitian ini adalah penelitian pra-eksperimen bentuk Pretest Posttest Design yaitu sebuah eksperimen yang dalam pelaksanaannya hanya melibatkan satu kelas sebagai kelas eksperimen tanpa adanya kelas pembanding (kelas kontrol). Satuan eksperimen dalam penelitian ini adalah siswa Kelas V sebanyak 21 orang.
Hasil penelitian berdasarkan analisis statistik deskriptif penggunaan model pembelajaran concept sentence terhadap hasil belajar menulis karangan kelas V hasilnya positif, hasil belajar menulis karangan dengan menggunakan model pembelajaran concept sentence menunjukkkan hasil belajar yang lebih baik dari pada sebelum diterapkan . Hasil analisis statistik inferensial menggunakan rumus uji t, diketahui bahwa nilai t Hitung yang diperoleh adalah 12,42 dengan frekuensi
db = 21–1 = 20, sedangkan tTabeldiperoleh = 2,086 maka dapat dikatakan bahwa
thitung> ttabelberarti hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak.
Hal ini membuktikan bahwa ada pengaruh penggunaan model pembelajaran concept sentence terhadap hasil belajar menulis karangan kelas V SD Inpres Bontomanai Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa
viii Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan semesta alam.
Shalawat dan salam tetap terlantun bagi kekasih-Nya Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam, beserta keluarganya yang mulia, sahabatnya yang tercinta, dan
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman memberikan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya.
Sepenuhnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang tulus dan ikhlas memberikan motivasi kepada penulis. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati, penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak atas segala bantuan yang telah diberikan atas terselesainya skripsi ini.
Penulis hanturkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, saudara dan sahabatku, teriring sujud dan terima kasihku kepada mereka orang tuaku tercinta, Ayahanda Bago Daeng Bantang dan Syamsiah Daeng Pa’ja yang tidak pernah sedikitpun melewatkan hidupnya untuk mencurahkan pikiran,
semangat, kasih sayang dan do’anya yang tulus selama ini hingga selesainya studi
(S1) penulis, mudah-mudahan saya bisa menjadi seperti orang yang ibu bapak harapkan.
ix
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada dan Ibunda Dr. Hj. Rosmini Madeamin, M.Pd., Pembimbing I dan Ayahanda Aliem Bahri, S,Pd.,M.Pd., Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk mencurahkan segenap perhatian, arahan, dorongan, dan semangat serta pandangan-pandangan dengan penuh rasa kesabaran sehingga dapat membuka wawasan berpikir yang sangat berarti bagi penulis sejak penyusunan proposal hingga skripsi ini selesai.
Penulis juga hanturkan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim., SE., MM., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar., Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulfasyah, MA., Ph.D., ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Fitriani Saleh, S.Pd., M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Baetal Mukaddas, S.Pd., M.Sn., Penasehat Akademik yang senantiasa memberikan masukan dan bimbingan selama proses perkuliahan, Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah ikhlas mentransfer ilmunya kepada penulis, serta seluruh staf Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
Ucapan terima kasih juga kepada Hj. Bidasari S. Pd,. kepala sekolah SDI Bontomanai Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa, dan Bapak/Ibu guru SDI Bontomanai atas segala bimbingan, kerjasama, dan bantuannya selama
x
kasih kepada seluruh murid SDI Bontomanai khususnya kelas V atas kerjasama, motivasi serta semangatnya dalam mengikuti proses pembelajaran.
Kepada teman-temanku Nurhayani, Satmawati, Nur Annisa, Sugiarti, kakanda Nur Amri Patona’ dan keluarga besar HIPMA Gowa Koordiatorat Bontomarannu yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Teman-temanku mahasiswa PGSD angkatan 2013 khususnya kelas A dan teman-teman Magang III, P2K yang sudah banyak berbagi cerita, pengalaman, ilmu, dan nasehat selama kuliah dan penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amin
Makassar, Juli 2017
Penulis
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
SURAT PERNYATAAN... iv
SURAT PERJANJIAN ... v
MOTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 4 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka ... 8
B. Kerangka Pikir ... 37
C. Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 40
xii
C. Tempat dan Waktu Penelitian... 42
D. Definisi Operasional Variabel ... 42
E. Instrumen Penelitian ... 43
F. Teknik Pengumpulan Data ... 47
G. Teknik Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 71
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA... 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Keadaan Populasi Penelitian ... 41
3.2 Keadaan Sampel Penelitian... 42
3.3 Rubrik penilaian Menulis Karangan ... 44
3.4 Standar Ketuntasan Hasil Belajar ... 49
4.1 Data Statistik Hasil Belajar Pretest ... 52
4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Pretest ... 53
4.3 Analisis Ketuntasan Hasil Belajar... 53
xiv
Gambar Halaman
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 64
2. Pretest dan Posttest ... 98
3. Daftar Nilai dan Bukti Hasil Kerja Pretest dan Posttest ... 100
4. Hasil Analisis Nilai ... 111
5. Daftar Hadir Murid ... 115
6. Hasil Analisis Data Aktivitas Murid ... 118
7. Nilai-nilai dalam Distribusi t... 119
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan saat ini, telah menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat dunia terkhusus di Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat perkembangan suatu bangsa. Di Indonesia, Untuk meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah telah mengatur jalannya proses pendidikan, menyediakan sarana dan prasarana, menetapkan peraturan dan undang-undang mengenai pelaksanaan pendidikan, serta mengawasi jalannya pendidikan tersebut. Namun, selain pemerintah, masyarakat juga harus sadar dengan pentingnya peran pendidikan. Hal ini sesuai dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam mata pelajaran yang tersaji di sekolah, dan beberapa negara yang ada di dunia memasukkan bahasa persatuan mereka menjadi mata pelajaran wajib yang ada di setiap jenjang di sekolah. seperti halnya di Indonesia yang menjadikan bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib. hal ini bertujuan untuk membimbing anak didik agar
2
mampu memfungsikan bahasa Indonesia dalam komunikasi dengan segala aspeknya. Di dalam pembelajaran bahasa Indonesia, aspek keterampilan sangat diutamakan di samping aspek pengetahuan dan aspek sikap. Karena di dalamnya terdapat empat keterampilan dasar berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis. Slamet ( dalam Anggraini dkk. ,2013) titik berat pengajaran bahasa Indonesia adalah pengajaran keterampilan berbahasa.
Melalui proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, peserta didik diharapkan tidak hanya mempelajari bahasa saja, tetapi juga mempelajari karya sastra. Dalam belajar karya sastra tentu saja siswa harus mampu menulis ataupun menuangkan imajinasinya dalam bentuk tulisan, oleh karena itu dibutuhkan model pembelajaran yang efektif agar guru dapat menjadi fasilitator yang membimbing dan mengarahkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam proses pembelajaran selain dibutuhkan guru dengan kemampuan mengajar yang baik juga dibutuhkan model pembelajaran yang efektif agar siswa lebih aktif, sebagaimana dikatakan Isjoni (2016) pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa, pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didk melakukan kegiatan belajar. Saat ini terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam mengajar, menurut Sagala ( dalam Harianto dan Suyono, 2016) model pembelajaran adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan
kurikulum, kursus-kursus,desain unit-unut pembelajaran, perlengkapan belajar buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multimedia, dan bantuan belajar melalui program komputer.
Berdasarkan pengalaman pada magang III di SD Negeri Mangasa pada pembelajaran bahasa Indonesia siswa cenderung pasif saat pembelajaran menulis karena pembelajaran yang berpusat pada guru. Siswa kurang terlatih dan terlihat kurang tertarik mengikuti pelajaran karena metode pembelajaran yang tidak bervariasi. Hasil tulisan atau jawaban siswa belum baik karena kurangnya pemahaman materi. Siswa belum dapat menuangkan ide dan imajinasinya. Mengingat bahwa pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok dan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh pembelajaran yang dialami siswa, dengan hal yang demikian bisa dilihat kurang maksimalnya pencapaian yang diperoleh terhadap hasil pembelajaran.
Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pelajaran bahasa Indonesia guru perlu menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Dengan menggunakan metode yang tepat, diharapkan tujuan pembelajaran akan tercapai. salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan metode concept sentence.
Menurut Huda (2016) concept sentence merupakan model pembelajaran yang diawali dengan penyampaian kompetensi, sajian materi, pembentukan kelompok heterogen, penyajian kata kunci sesuai materi bahan ajar, dan penugasan kelompok.prosedur selanjutnya dalam pembelajaran ini adalah mempersentasikan hasil belajar secara bergantian di depan kelas.
4
Dalam penelitian ini, metode Concept Sentence akan digunakan untuk mengembangkan kata kunci menjadi kalimat-kalimat yang strukturnya baik dan benar. Bukan sekedar kalimat sederhana, namun menjadi kalimat yang penuh makna. Sesuai dengan pernyataan Sufanti ( dalam Anggraini, dkk. , 2012) bahwa ada berbagai macam teknik pengajaran keterampilan berbahasa, yaitu 14 teknik pengajaran menyimak, 23 teknik pengajaran berbicara, 13 teknik pengajaran membaca, dan 19 teknik pengajaran menulis. Salah satu dari 19 teknik pengajaran menulis menyebutkan bahwa pengajaran menulis dapat dilakukan dengan cara mengembangkan kata kunci. Jadi, pemilihan teknik pengajaran menulis puisi menggunakan metode Concept Sentence atau pengembangan kata kunci sudah tepat. Metode pembelajaran Concept Sentence sesuai untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran membuat kalimat dengan menggunakan kata-kata kunci.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Concept Sentence terhadap hasil belajar menulis Karangan Narasi Kelas V di SD Inpres Bontomanai Kabupaten Gowa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang, penelitian ini mengkaji sebuah rumusan masalah yakni “Apakah ada pengaruh model pembelajaran Concept Sentence terhadap hasil belajar menulis karangan narasi murid Kelas V di SD
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh model pembelajaran concept sentence terhadap hasil belajar bahasa Indonesia Kelas V di SD Inpres Bontomanai, Kabupaten Gowa. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh Model Pembelajaran Concept Sentence terhadap hasil belajar menulis Karangan Kelas V di SD Inpres Bontomanai Kabupaten Gowa
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis.
1. Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian tersebut adalah:
a. Dapat dijadiakan acuan pengembangan teori pembelajaran khususnya para pendidik mengenai model pembelajaran concept sentence
b. Dapat dijadikan pembanding bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan model pembelajaran concept sentence yang dilaksanakan di sekolah-sekolah khususnya kelas V SD.
2. Praktis
Manfaat praktis dari penelitian terebut adalah:
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan terutama dikaitkan dengan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan belajar anak.
6
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik endidikan sebagai upaya yang strategis dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
c. Bagi guru, hasil penelitian bermanfaat sebagai pegembangan variasi keterampilan murid dalam meningkatkan pembelajaran.
d. Bagi lembaga pendidikan sekolah, sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan bahan acuan dalam pelaksaan pembelajaran khususnya dalam bidang studi bahasa Indonesia.
7
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Relevan
Ada beberapa penelitia terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya:
a. Asih Purnama Sari
Judul penelitian yaitu keefektifan Model Concept Sentence terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Menulis Narasi. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Wangon Banyumas. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil belajar murid yang menerapkan model concept sentence dan yang tidak. Subjek pada penelitian ini yaitu sebanyak 67 murid kelas IV A sebagai kelas experiment dan IV B sebagai kelas control pada SD Negeri Wangon Kabupaten Banyumas. Kelas eksperimen menerapkan model concept sentence dalam pembelajaran menulis narasi, sedangkan kelas kontrol tidak. Desain dalam penelitian ini menggunakan quasi experimental. Data hasil belajar murid diperoleh melalui tes awal dan akhir. Untuk uji validitas menggunakan korelasi product moment, sedangkan uji reliabilitas dengan korelasi cronbach alpha.
Rumus lilliefors untuk menguji normalitas data, sedangkan uji hipotesis menggunakan uji U Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan hasil belajar murid yang signifikan antara pembelajaran dengan model concept sentence dan yang tidak. Hasil uji U hasil belajar murid yaitu pada kolom
8
Asymp.Sig/Asymptotic significance menunjukkan 0,000 < 0,05. Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar murid. Persentase rata-rata hasil belajar murid pada kelas eksperimen yaitu 88,28, sedangkan pada kelas kontrol yaitu 80,71
b. Ni Luh Sumerti, dkk.
Judul penelitian yaitu Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Concept Sentence Berbantuan Gambar Berseri Terhadap Keterampilan Menulis
Kelas V SDN 22 Dauh Puri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan keterampilan menulis pada pelajaran bahasa Indonesia antara murid yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Concept Sentence berbantuan gambar berseri dengan murid yang dibelajarkan
menggunakan pembelajaran konvensional pada kelas V SDN 22 Dauh Puri Denpasar tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas V SDN 22 Dauh
Puri tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 163 murid. Sampel diambil dengan teknik random sampling. Analisis data dalam penelitian ini dianalisis dengan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan menulis antara murid yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Concept Sentence berbantuan gambar berseri \ dengan murid yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional (thitung = 2,70 > ttabel = 2,000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Concept Sentence berbantuan gambar berseri berpengaruh terhadap keterampilan menulis pada pelajaran bahasa Indonesia murid kelas V SDN 22 Dauh Puri Denpasar.
c. Dian Anggraini, dkk.
Judul penelitian yaitu Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Dengan Menggunakan Metode Concept Sentence penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi dengan menggunakan metode Concept Sentence pada murid kelas III SDN 02 Kedungrejo Nguntoronadi Wonogiri tahun
2013. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Validitas data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode Concept Sentence dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi pada murid kelas III SDN 02 Kedungrejo Nguntoronadi Wonogiri tahun 2013.
2. Model Pembelajaran
Dunia pendidikan bagi seorang guru sangat penting untuk memahami model-model pembelajaran agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Efektifnya pembelajaran tersebut, harus
10
melalui sebuah penerapan yang tepat dan sesuai dengan bahan pembelajaran. Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan murid karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda (Isjoni, 2016).
Menurut Dahlan ( dalam Isjoni, 2016), model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Menurut Kusmana (2010) pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk menyediakan suatu kondisi agar murid melakukan suatu proses belajar. Begitupun menurut Wenger (dalam Huda , 2016) mengemukakan bahwa pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika dia tidak melakukan aktivitas lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.
Model pembelajaran menurut Joice dan Weil (dalam Isjoni, 2016) adalah suatu pola atau rencana yang sudah di rencanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya. Dalam penerapannya model pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan murid. Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: pertama, semakin kecil upaya yang dilakukan
guru dan semakin besar aktivitas belajar murid murid, maka hal itu semakin baik. Kedua, semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan murid belajar juga semakin baik. Ketiga, sesuai dengan cara belajar murid yang dilakukan. Keempat, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru. Kelima, tidak ada satupun metode yang sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada Hasan (dalam Isjoni, 2016).
Menurut Huda (2016) “review paling komprehensip tentang model-model
pengajaran sementara ini, ‘hanyalah’ review yang dilakukan Joyce dan Weil
(1980) yang telah mengidentifikasi sedikitnya 23 model yang diklasifikasi ke dalam empat kelompok yang didasarkan pada sifat-sifatnya, karakteristik-karakteristiknya, dan pengaruh-pengaruhnya”. Empat kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1. Model-model memproses informasi a. Model berpikir induktif
b. Model pencapaian konsep c. Model indukatif kata bergambar d. Model penelitian ilmiah
e. Model latihan penelitian f. Model Mnemonik g. Model sinektik
h. Model advance organizer 2. Model-model interaksi sosial
12
b. Model bermain peran c. Model penelitian yuridis 3. Model-model personal
a. Model pengajaran tak terarah b. Model classroom meeting 4. Model-model sistem perilaku a. Model intruksi langsung b. Model simulasi
3. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif learning sejauh ini banyak digunakan untuk melatih kemampuan sosial anak dalam bekerja sama yang dibentuk dalam sistem kelompok. Taniredja dkk. (dalam Sari, 2014) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan pada murid untuk bekerjasama dengan sesama murid dalam tugas yang terstruktur. Sedangkan Panitz
(dalam Wibiesaamita, 2014) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim,et al. (dalam Isojoni, 2016).
a. Hasil Belajar Akademik
Dalam cooperatif learning, meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi murid atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpen`dapat bahwa model ini unggul dalam membantu murid memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai murid pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan, baik pada murid kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi murid dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar menghargai satu sama lain. Dari model pembelajaran yang sederhana ini di sekolah diharapkan murid mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan
14
bermasyarakat, sehingga bukan hanya dari segi akademik yang dicapai namun juga dari aspek sosialnya yang berkembang dengan nilai-nilai yang dicapai melalui pembelajaran berkelompok.
c. Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada murid keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki murid, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Pembelajaran kooperatif menekankan interaksi dan kerjasama tim. Tidak hanya satu orang aggota kelompok yang dianggap pandai saja yang menyelesaikan tugas sementara anggota lain menunggu, atau murid duduk secara berkelompok tetapi masing-masing mengerjakan tugas secara individu. Seringkali murid akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila didiskusikan dengan teman mereka. Beberapa model yang termasuk dalam pembelajaran kooperatif adalah Teams Game Tournament (TGT), Student Team Achievement Division (STAD), Numbered Heads Together (NHT), Think Pair
Share dan juga Concept Sentence.
4. Concept Sentence
Saat ini telah banyak model pembelajaran yang digunakan unuk mengaktifkan murid dalam pembelajaran, dan salah satunya adalah model pembelajaran concept sentence. Concept sentence merupakan salah satu model pembelajaran konsep dengan menggunakan kata kunci. Konsep merupakan kata
kunci, tetapi tidak semua kata bisa disebut kata kunci jika kata itu tidak bersifat umum dan abstrak. Menurut Huda (2016) concept sentence pada hakikatnya merupakan pengembangan dari concept attainment yang dikembangkan pakar psikologi kognitif, Jerome Bruner (1967). Inti dari concept attainment adalah bagaimana peserta didik mampu mencari dan mendaftarkan atribut–atribut yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dari tidak tepat.
Esensi concept attainment pada hakikatnya tidak berbeda jauh dengan concept sentence dimana pembelajaran ini berusaha mengajarkan peserta didik
untuk membuat kalimat dengan beberapa kata kunci yang telah disediakan agar bisa menangkap konsep yang terkandung dalam kalimat tersebut dan membedakaanya dengan kalimat lain. Dengan hal ini, concept sentence memberikan beberapa kata kunci untuk dijadikan acuan peserta didik dalam menulis kalimat yang baik dan benar dalam bahasa Indonesia. Model concept sentence memiliki ciri khusus yang membedakan dengan model pembelajaran
lain, yaitu adanya kartu kata kunci.
Suprijono (dalam Retno, 2015) menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan concept sentence adalah (1) guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (2) guru menyajikan materi secukupnya, (3) guru membentuk kelompok murid dengan jumlah kurang lebih 4 orang secara heterogen, (4) guru menyajikan kata-kata kunci sesuai materi yang disajikan, (5) tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan kata kunci setiap paragraf, (6) hasil diskusi kelompok didiskusikan kembali secara pleno yang dipandu oleh guru, (7) kesimpulan.
16
Langkah langkah tersebut kemudian akan disesuaikan dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Adapun langkah yang sedikit dimodifikasi oleh peneliti adalah (1) guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai, (2) guru memberikan apersepsi dan melakukan eksplorasi tentang materi atau tema yang akan dipelajari misalkan guru menggiring peserta didik ke dalam materi dengan menceritakan tentang kehidupan sehari-hari disekitar dan mulai menyajikan materi, (3) guru membentuk kelompok kecil yang anggotanya kurang lebih 4 orang secara heterogen, (4) guru memberikan beberapa kata kunci (2-5 kata kunci untuk setiap kalimat) yang sudah dipersiapkan sebelumnya kepada tiap-tiap kelompok dan kata kuncinya pun juga dalam bahasa Indonesia, (5) selanjutnya tiap-tiap kelompok membuat paragraf sederhana yang terdiri dari minimal 4 kalimat, (6) hasil diskusi kelompok didiskusikan kembali dan dipandu oleh Guru, (7) membuat kesimpulan. Pertama kali yang harus dilakukan oleh guru ialah menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. Kompetensi yang akan dicapai kali ini ialah menulis dialog sederhana dengan tema misalkan makanan dan minuman. Kemudian selanjutnya diberikan apersepsi untuk menggiring peserta didik masuk ke dalam tema atau materi yang akan dipelajari. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan ringan kepada peserta didik mengenai tema atau materi yang akan dipelajari.
Langkah berikutnya yang dilakukan adalah pembentukan kelompok oleh guru secara heterogen agar penyebaran peserta didik merata. Tujuannya agar peserta didik dengan kecerdasan yang lebih dapat mengajari temannya yang memiliki kecerdasan kurang. Jika suatu kelas terdiri 24 peserta didik, dalam satu
kelompok terdiri 4 orang. Hal ini bertujuan untuk mengintensifkan penyerapan materi dan mengefektifkan kerja masing-masing peserta didik dalam kelompok. Setelah membentuk kelompok-kelompok di dalam kelas, langkah berikutnya adalah pemberian evaluasi berupa instrument tertulis dengan memberi kata kunci yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Berikutnya guru memberikan beberapa kata kunci pada masing-masing kelompok. Kata-kata kunci tersebut diberikan sebagai pedoman atau bantuan kepada peserta didik dalam menulis kalimat atau paragraf dalam bahasa indonesia, sekaligus dapat melatih peserta didik dalam mengembangkan kreatifitas dengan mengembangkan kata kunci tersebut. Setelah diberi kata kunci lalu guru meminta setiap anggota dari masing-masing kelompok membuat satu kalimat agar masing-masing dari anggota kelompok memiliki tanggung jawab untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru.
Kemudian setelah masing-masing dari anggota kelompok menyusun kalimat-kalimat yang telah mereka buat menjadi sebuah paragraf/dialog. Lalu setelah setiap kelompok menyelesaikan tugasnya, mereka diminta untuk mempresentasikan hasil dari pekerjaan mereka dan diitulis di papan tulis agar dapat dikoreksi secara bersama-sama. Langkah terakhir dalam teknik ini ialah menyimpulkan materi yang telah dibahas dalam kelompok. Dan tidak lupa guru memberi penguatan dapat berupa hadiah maupun pujian terhadap materi dan hasil yang dibuat peserta didik.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, penggunaan concept sentence dapat membantu pengembangan ide-ide peserta didik dalam menulis bahasa Indonesia, juga dapat melatih kerja sama antar kelompok. Dengan pemberian kata
18
kunci tersebut diharap dapat mendorong kemampuan peserta didik dalam berfikir lebih luas dan membuat kalimat-kalimat bahasa Indonesia dengan lebih baik. Teknik concept sentence dapat membuat peserta didik terlibat aktif pada pembelajaran, karena peserta didik sendiri yang mencari kata kunci terlebih dahulu, sehingga dapat menulis kalimat dan memudahkan dalam menerima materi pelajaran yang diberikan.
a. Kelebihan Teknik Concept Sentence
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari penggunaan teknik concept sentence dalam proses pembelajar. Menurut Huda (dalam Wibiesasmita, 2014: 26)
kelebihan dari teknik ini adalah (1) meningkatkan semangat belajar peserta didik, (2) membantu terciptanya suasanan belajar yang kondusif, (3) memunculkan kegembiraan dalam belajar, (4) mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif, (5) mendorong peserta didik untuk memandang sesuatu dalam pandangan yang berbeda, (6) memunculkan kesadaran untuk berubah menjadi lebih baik, (7) memperkuat kesadaran diri, (8) lebih memahami kata kunci dari materi pokok pembelajaran, dan (9) peserta didik yang lebih pandai mengajari temannya yang kurang pandai.
Dengan adanya pendapat diatas membuktikan bahwa penggunaan teknik concept sentence dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan semangat
peserta didik dalam belajar serta menciptakan suasana belajar yang kondusif sehingga mendorong peserta didik untuk mengembangkan proses berpikir kreatif mereka.
b. Kelemahan Teknik Concept Sentence
Adapun beberapa kekurangan dari teknik concept sentence menurut Huda (dalam Wibiesasmita, 2013) adalah (1) hanya untuk mata pelajaran tertentu dan (2) untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya. Dari pendapat tersebut mengungkapkan bahwa kekurangan dari teknik concept sentence hanya untuk mata pelajaran tertentu, khususnya pelajaran bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing, karena teknik pembelajaran ini bekerja dengan kata kunci yang tepat untuk mengajarkan keterampilan menulis kalimat/paragraf.
Bagi peserta didik yang pasif hanya akan mengambil jawaban dari temanya dan bagi peserta didik yang malas dalam mengerjakan tugas evaluasi, dimungkinkan adanya peserta didik yang mencontoh jawaban temannya. Selain itu, membutuhkan waktu yang banyak, karena bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
5. Hasil Belajar
Berbicara mengenai hasil belajar, tentunya semua orang mengharapkan hasil yang memuaskan, tetapi hal tersebut susah bagi sebagian orang. Hal itu dikarenakan berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor pemicu kurangnya hasil belajar harus dianalisis dan dipecahkan demi hasil belajar yang memuaskan. Faktor internal atau dari dalam diri misalnya kurangya daya konsentrasi, kurangnya daya penglihatan maupun motivasi belajar. Sedangkan dari faktor eksternal seperti kondisi lingkungan sekolah (gedung sekolah yang dekat dengan jalan raya yang menimbulkan suara bising) dan keluarga (broken home dan kurangya perhatian kedua orangtua).
20
a. Pengertian Hasil Belajar
Masalah belajar adalah masalah bagi setiap manusia, dengan belajar manusia memperoleh keterampilan, kemampuan sehingga terbentuklah sikap dan bertambahlah ilmu pengetahuan. Jadi hasil belajar itu adalah suatu hasil nyata yang dicapai oleh murid dalam usaha menguasai kecakapan jasmani dan rohani di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk raport pada setiap semester.Untuk mengetahui perkembangan sampai di mana hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi. Untuk menentukan kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah ditentukan sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh strategi belajar mengajar terhadap keberhasilan belajar murid.
Menurut Powerwadarminto (2013) menjelaskan bahwa “hasil belajar adalah hasil yang dicapai setelah sesorang mengadakan suatu kegiatan belajar yang terbentuk dalam bentuk suatu nilai hasil yang diberikan oleh guru”. Sugi Rahayu (2004) menyebutkan hasil belajar juga dapat diartikan sebagai penilaian
(evaluasi)”. Menurut istilah evaluasi mengacu pada pengertian suatu tindakan atau
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilya.
Definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai murid dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun
untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khususnya dapat dicapai.
Tercapai tidaknya tujuan pembelajaran khusus, guru perlu mengadakan tes formatif pada setiap menyajikan suatu bahasan kepada murid. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana murid telah menguasai tujuan pembelajaran khusus yang ingin dicapai. Fungsi penelitian ini adalah untuk memberikan umpan balik pada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi murid yang belum berhasil. Karena itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan pembelajaran khusus dari bahan tersebut.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan oleh guru dan murid. Dan Pembelajaran menurut UU SPN No. 2 Tahun 2003 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran mempunyai manfaat dan karakter.
b. Indikator Hasil Belajar Murid
Indikator utama hasil belajar murid adalah sebagai berikut:
1. Ketercapaian Daya Serap terhadap bahan pembelajaran yang diajarkan, baik secara individual maupun kelompok. Pengukuran ketercapaian daya serap ini biasanya dilakukan dengan penetapan Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal (KKM).
22
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai oleh murid, baik secara individual maupun kelompok. Namun demikian, menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (dalam buku Strategi Belajar Mengajar 2002) indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap.
Mengejar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelum melaksanakan proses belajar-mengajar, evaluasi harus dilakukan secara simultas atau terpadu. Keterpaduan yang dimaksudkan adalah sinergitas dan integralitas antara materi pelajaran, metode pengajaran, strategi pembelajaran, media belajar mengajar, dan tujuan instruktusinalitasnya. Dengan demikian, evaluasi bukan aktivitas diri sendiri, melainkan kelanjutan dari semua proses pembelajaran (Hamdani, 2011: 116).
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dalam proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja,kursi, serta media pengajaran. Sarana pendidikan ini sangat berpengaruh terhadap hasil belajar murid. Sarana pendidikan juga mempunyai andil besar dalam keberhasilan belajar murid. Adapun prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pengajaran, seperti taman sekolah, dan jalan menuju sekolah (Hamdani, 2011: 191).
c. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Murid
Hasil belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Secara umum Hasil belajar dipengaruhi 2 hal atau faktor Faktor-faktor tersebut akan saya uraikan dibawah ini, yaitu:
1. Faktor internal (faktor dalam diri)
Faktor internal Faktor internal yang mempengaruhi Hasil belajar yang pertama adalah Aspek fisiologis. Untuk memperoleh hasil belajar yang baik, kebugaran tubuh dan kondisi panca indera perlu dijaga dengan cara makanan/minuman bergizi, istirahat, olah raga. Tentunya banyak kasus anak yang prestasinya turun karena mereka tidak sehat secara fisik. Faktor internal yang lain adalah aspek psikologis. Aspek psikologis ini meliputi inteligensi, sikap, bakat, minat, motivasi dan kepribadian. Faktor psikologis ini juga merupakan faktor kuat dari Hasil belajar, intelegensi memang bisa dikembangkang, tapi sikap, minat, motivasi dan kepribadian sangat dipengaruhi oleh faktor psikologi diri kita sendiri. Oleh karena itu, berjuanglah untuk terus mendapat suplai motivasi dari lingkungan sekitar, kuatkan tekad dan mantapkan sikap demi masa depan yang lebih cerah. 2. Faktor eksternal (faktor di luar diri)
Faktor eksternal Selain faktor internal, Hasil belajar juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi beberapa hal, yaitu:
a. Lingkungan sosial, meliputi teman, guru, keluarga dan masyarakat. Lingkungan sosial, adalah lingkungan dimana seseorang bersosialisasi, bertemu dan berinteraksi dengan manusia disekitarnya. Hal pertama yang menjadi penting dari lingkungan sosial adalah pertemanan, dimana teman adalah sumber motivasi sekaligus bisa menjadi sumber menurunnya prestasi. Posisi teman sangat penting, mereka ada begitu dekat dengan kita, dan tingkah laku yang mereka
24
lakukan akan berpengaruh terhadap diri kita. Kalau kalian sudah terlanjur memiliki lingkungan pertemanan yang lemah akan motivasi belajar, sebisa mungkin arahkan teman-teman kalian untuk belajar. Setidaknya dengan cara itu kaluan bisa memposisikan diri sebagai seorang pelajar. Guru adalah seorang yang sangat berhubungan dengan hasil belajar. Kualitas guru di kelas, bisa mempengaruhi bagaimana kita balajar dan bagaimana minat kita terbangun di dalam kelas. Memang pada kenyataanya banyak murid yang merasa guru mereka tidak memberi motivasi belajar, atau mungkin suasana pembelajaran yang monoton. Hal ini berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Menurut Daryanto (2010: 56) yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial disini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, dapat mengganggu belajar itu, misalnya kalau satu kelas murid sedang mengerjakan ujian, lalu terdengar banyak anak-anak lain bercakap-cakap disamping kelas, atau seseorang sedang belajar di kamar, satu atau dua orang hilir mudik ke luar masuk kamar itudan lain sebagainya.
b. Lingkungan non-sosial, meliputi kondisi rumah, sekolah, peralatan, alam (cuaca). Non-sosial seperti hal nya kondiri rumah (secara fisik), rapi, bersih, aman, terkendali dari gangguan yang menurunkan Hasil belajar. Sekolah juga mempengaruhi Hasil belajar, dari pengalaman saya, ketika
anak pintar masuk sekolah biasa-biasa saja, prestasi mereka bisa mengungguli teman-teman yang lainnya. Tapi, bila disandingkan dengan prestasi temannya yang memiliki kualitas yang sama saat lulus, dan dia masuk sekolah favorit dan berkualitas, prestasinya biasa saja. Artinya lingkungan sekolah berpengaruh. cuala alam, berpengaruh terhadap hasil belajar. Menurut Daryanto (2010: 55) faktor Non Sosial dalam belajar adalah keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, atau siang maupun malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (seperti alat tulis menulis, buku-buku, alat-alat peraga, dan sebagainya yang biasa kita sebut alat-alat pelajaran.
d. Penilaian Hasil Belajar
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (hal 120-121) mengungkapkan, bahwa untuk mengukur dan mengevaluasi hasil belajar murid tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkunya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut:
1. Tes pormatif penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap murid terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.
2. Tes subsumatif, tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap murid untuk meningkatkan tingkat
26
prestasi belajar atau hasil belajar murid. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
3. Tes sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap murid terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua bahan pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tarap atau tingkat keberhasilan belajar murid dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (rangking) atau sebagai ukuran mutu sekolah. Hasil belajar yaitu, variabel hasil pembelajaran juga dapat diklasifikasikan dengan cara yang umum, berikut ini dijelaskan:
1. Keefektifan, pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian. Ada 4 (empat) aspek penting yang dapat dipakai untuk mempreskripsikan kefektifan pembelajaran, yaitu (1) kecermatan
penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “tingkat kesalahan”, (2) kecepatan unjuk kerja, (3) tingkat alih belajar, dan
(4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari.
2. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai.
3. Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan murid untuk tetap belajar. Daya tarik pembelajaran erat sekali kaitannya dengan daya tarik bidang studi, dimana kualitas pembelajaran biasanya mempengaruhi keduanya. Itulah sebabnya,
pengukuran kecenderungan murid untuk terus atau tidak terus belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan bidang studi (Widada, 2011: 25).
6. Tinjauan Umum mengenai bahasa Indonesia
Pendidikan dasar atau sekolah dasar merupakan momentum awal bagi anak untuk meningkatkan kemampuan dirinya. Dari bangku sekolah dasarlah mereka mendapatkan imunitas belajar yang kemudian menjadi kebiasaan-kebiasaan yang akan mereka lakukan dikemudian hari. Sehingga peran seorang guru sangatlah penting untuk dapat menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik bagi muridnya, bagaimana mereka dituntut memiliki kompetensi-kompetensi yang kemudian dapat meningkatkan kemampuan muridnya.
Salah satu keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh murid dari sekolah dasar ialah keterampilan berbahasa yang baik, karena bahasa merupakan modal yang terpenting bagi manusia. Dalam pengajaran bahasa Indonesia, menurut Susanto (2016) ada empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh murid, keterampilan ini antara lain: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa ini memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Seorang anak akan mampu bercerita tentang apa pun itu setelah ia membaca ataupun setealah ia mendengarkan. Begitupun dengan menulis. Menulis tidak lepas dari kemampuan menyimak, membaca dan berbicara anak, sehingga keempat aspek ini harus senantiasa di perhatikan untuk meningkatkan kemampuan murid dalam bahasa Indonesia.
28
a. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar tidak akan terlepas dari empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan berbahasa bagi manusia sangat diperlukan. Sebagai mahkluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi secara lisan juga berkomunikasi menggunakan bahasa tulis. Keterampilan berbahasa yang dilakukan manusia yang berupa menyimak, berbicara, membaca dan menulis yang dimodali kekayaan kosa kata, yaitu aktivitas intelektual, karya otak manusia yang berpendidikan. Kita mengetahui kemapuan manusia berbahasa bukanlah instinct, tidak dibawa anak sejak lahir, melainkan manusia dapat belajar bahasa sampai terampil berbahasa, mampu berbahasa untuk keterampilan berkomunikasi.
Penggunaan bahasa dalam interaksi dapat di bedakan menjadi dua, yakni lisan dan tulisan. Agar individu dapat menggunakan bahasa dalam suatu interaksi, maka ia harus memiliki kemampuan berbahasa. Kemampuan itu digunakan untuk mengomunikasikan pesan. Pesan ini dapat berupa ide (gagasan), keinginan, kemauan, perasaan, ataupun interaksi. Menurut Indihadi (dalam Susanto, 2016), ada lima faktor yang harus dipadukan dalam berkomunikasi, sehingga pesan ini dapat dinyatakan atau disampaikan, yaitu: struktur pengetahuan (schemata), kebahasaan, strategi produktif, mekanisme psikofisik, dan konteks.
Kemampuan berbahasa lisan meliputi kemampuan berbicara dan menyimak, sedangkan kemampuan bahasa tulisan meliputi kemampuan membaca dan menulis. Pada saat manusia berbahasa secara lisan, maka ide-ide, pikiran,
gagasan, dan perasaan dituangkan dalam bebtuk kata dengan tuuan untuk dipahami oleh lawan bicaranya. Demikian pula pada saat anak memasuki usia TK (taman kanak-kanak) mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya dengan kalimat berita, kalimat Tanya, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat lainnya. Pada usia ini, anak dianggap telah memiliki kosa kata yang cukup untuk mengungkapkan yang dipikirkan, dan dirasakannya. Mereka lebih mengungkapkan dalam bentuk lisan dibandingkan tulisan. Pola bahasa yang digunakannya masih merupakan tiruan bahasa orang dewasa.
Ketika anak memasuki usia sekolah dasar, anak-anak akan terkondisikan untuk mempelajari bahasa tulis. Pada masa ini, anak dituntut unuk berpikir lebih dalam lagi kemampuan berbahasa anak pun mengalami perkembangan. Menulis sebagai keterampilan seseorang mengomunikasikan pesan dalam sebuah tulisan. Keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan seseorang dalam memilih, memilah dan menyusun pesan untuk ditransaksikan melalui bahasa tulis. Menurut Cahyani dan Hodijak (dalam Susanto, 2016), pesan yang ditransaksikan itu dapat berupa wujud ide, kempuan, keinginan, perasaan, atau informasi. Selanjutnya, pesan tersebut dapat menjadi isi sebuah tulisan, pembaca dapat memahami pesan yang ditransaksikan serta tujuan penulisan.
Perkembangan bahasa anak berkembang seiring dengan perkembangan intelektual anak. Artinya, anak yang berkembang bahasanya cepat, exposed pada
‘bantuan’ yang meskipun tak tampak nyata, memperlihatkan lingkungan yang
kondusif, dalam arti emosional positif. Oleh karena itu, perkembangan bahasa memiliki keterkaitan dengan perkembangan intelektual anak.
30
Anak-anak TK yang berusia sekitar lima sampai enam tahun memiliki kemampuan dalam menghasilkan cerita. Pada usia ini sebaiknya kemampuan bercerita anak diasah agar mereka dengan mudah dapat menuangkan pikiran maupun perasaannya dalam bentuk cerita. Pada saat anak memasuki usia tujuh tahun, anak dapat membuat cerita yang lebih teratur. Mereka dapat menyusun cerita dengan cara mengemukakan masalah, rencana pemecahan masalah, dan menyelesaikan masalah.
b. Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pendidikan formal dalam lingkungan sekolah memiliki kurikulum tertulis, dilaksanakan secara terjadwal, dan dalam suatu interaksi edukatif di bawah arahan guru. Kurikulum merupakan suatu alat yang penting dalam rangka merealisasikan dan mencapai tujuan kebahasaan Indonesia, yaitu meningkatkan kemampuan murid dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan (Susanto, 2016: 245).
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006: 81), standar isi bahasa Indonesia adalah ”pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Tujuan pelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain bertujuan agar murid mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Adapun tujuan khusus pengajaran bahasa Indonesia, antara lain agar murid memiliki kegemaran membaca, meningkatkan karya sastra
untuk meningkatkan kepribadian, mempertajam kepekaan, perasaan, dan memperluas wawasan kehidupannya. Pengajaran bahasa Indonesia juga dimaksudkan untuk melatih keterampilan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis yang masing-masing erat hubungannya. Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan murid dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulisan.
Fungsi bahasa yang paling utama adalah tujuan kita berbicara. Dengan berbahasa kita bisa menyampaikan berita, informasi, pesan, kemauan, dan keberatan kita. Menurut Weber dkk. (Susanto, 2016) menguraikan bahwa bahasa sering dikatakan mempunyai tiga fungsi utama, yaitu (1) deskriptif; (2) ekspresif; dan (3) sosial. Fungsi deskriptif bahasa adalah untuk menyampaikan informasi faktual. Fungsi ekspresif ialah memberi informasi mengenai pembaca itu sendiri, mengenai perasaan perasaannya, kesenangannya, prasangkanya, dan pengalaman-pengalamannya yang telah lewat. Fungsi sosial bahasa ialah melestarikan hubungan-hubungan sosial antarmanusia.
Pembelajaran menulis di jenjang pendidikan dasar dapat dibedakan menjadi dua tahap, yakni menulis permulaan di Kelas I-II dan menulis lanjut yang terdiri dari menulis lanjut tahap pertama di kelas III-IV serta menulis lanjut tahap kedua di Kelas VI hingga kelas IX (SMP).
Menulis itu sendiri berkaitan dengan membaca, bahkan dengan kegiatan berbicara dan menyimak. Membaca dan menulis merupakan kegiatan yang saling mendukung agar berkomunikasi untuk melakukan kegiatan membaca sebagai kegiatan dari latihan menulis.
32
7. Pembelajaran Menulis a. Pengertian Menulis
Menulis merupakan kegiatan yang paling sering di lakukan oleh setiap orang. Menulis membutuhkan keterampilan khusus yang harus di pelajari dan senanatiasa dilatih. Menulis memerlukan keterampilan tambahan bahkan motivasi tambahan pula, hal ini di karenakan menulis bukan bakat karena tidak semua orang mampu untuk menulis.
Beberapa definisi tentang menulis telah di ungkapkan oleh para ahli. Tarigan (dalam Susanto, 2016), berpendapat bahwa menulis merupakan suatu kegiatan produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis harus terampil memanfaatkan struktur bahasa dan kosakata Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus latihan melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.
Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998: 968), menulis mempunyai arti (1) membuat huruf (angka, dan sebagainya); (2) melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan; (3) menggambar, melukis; dan (4) membatik (kain) mengarang cerita, membuat surat, berkirim surat.
Pengertian lainnya, definisi menulis yang dikemukakan Rusyana (dalam Susanto, 2016: 252), yang berpendapat bahwa menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam penyampaiannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan/pesan. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, kemampuan menulis memiliki arti yang sangat penting, yaitu (1) menulis dalam
arti mengekspresikan atau mengemukakan pikiran, perasaan dalam bahasa tulis; (2) menulis dalam arti melahirkan bunyi-bunyi bahasa, ucapan dalam bentuk tulisan dalam menyampaikan pesan berupa pikiran/ide dan perasaan.
Menulis adalah satu cara mengoperasikan otak secara totalitas yang juga menyertakan raga, jari, dan tangan. Dengan menulis, itu berarti membiasakan mengoperasikan otak dengan kencang, mengingat dengan kuat, memproduksi hasil pikiran bak halilintar. Menulis cara paling bagus memelihara otak, mengembangkan kapasitasnya. Menulis bukan sekedar coretan tinta yang dituangkan dalam buku, namun harus mempunyai makna dan informasi yang akan disampaikan. Untuk menyampaikan informasi pada pembaca, tulisan harus disajikan dengan tata bahasa yang mudah dipahami khalayak umum. Dengan menulis kita bisa menuangkan ide atau gagasan yang ada di pikiran kita, menuangkan isi hati kita melalui bahasa tulisan sehingga dapat dibaca dan dipahami orang lain. Dengan menulis, kita bisa mentransfer pengetahuan dan hasil belajar kita kepada orang lain sehingga bermanfaat bagi semua pejuang ilmu. Walaupun disadari tidak semua orang mudah melakukannya. Karena, mungkin kita merasa taut, tidak ada ide, ataupun pikiran negatif lainnya.
b. Fungsi menulis
Fungsi menulis adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung karena tidak langsung berhadapan dengan pihak lain yang membaca tulisan kita tetapi melalui bahasa tulisan. Menurut Tarigan (dalam Susanto, 2016: 252), fungsi utama dari tulisan yaitu sebagai alat komunikasi yang tidak langsung.
34
Rusyana (dalam Susanto, 2016: 252) mengklasifikasikan fungsi menulis sesuai kegunaannya, sebagai berikut:
1. Fungsi penataan, yaitu fungsi penataan terhadap gagasan, pikiran, pendapat, imajinasi, dan lainnya, serta terhadap penggunaan bahasa, sehingga menjadi tersusun.
2. Fungsi pengawetan, yaitu untuk mengawetkan pengaturan sesuatu dalam wujud dokumen tertulis.
3. Fungsi penciptaan, yaitu mengarang berarti mewujudkan sesuatu yang baru.
4. Fungsi penyampaian, yaitu mengarang berfungsi dalam menyampaikan gagasan, pikiran, imajinasi, dan lain-lain itu, yang sudah diawetkan menjadi suatu karangan. Dalam penyampaiannya tidak saja kepada orang dekat, dapat juga kepada yang berjauhan.
5. Fungsi melukiskan, yaitu untuk menggambarkan atau mendeskripsikan sesuatu.
6. Fungsi memberi petunjuk, berarti dalam karangan itu penulis memberikan petunjuk tentang cara atau aturan melaksanakan sesuatu.
7. Fungsi memerintahkan, yaitu penulis memberikan perintah, permintaan, anjuran, nasihat, agar pembaca menjalankannya, atau larangan agar pembaca tidak melakukan apa yang dilarang penulis.
8. Fungsi mengingat, yaitu penulis mencatat suatu peristiwa, keadaan, keterangan, atau lainnya, dengan maksud agar tidak ada yang terlupakan di dalam karangan.
9. Fungsi korespondensi, yaitu fungsi surat dalam memberitahukan, menanyakan, memerintahkan atau meminta sesuatu kepada orang yang dituju, mengharapkan orang itu untuk memenuhi apa yang dikemukakannya itu serta membalasnya dengan tertulis pula.
c. Tujuan Menulis
Maksud atau tujuan penulis (the writer intention) adalah respon atau jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca. Berdasarkan batasan ini, dapatlah dikatakan bahwa tujuan menulis dapat dikategorikan kedalam empat macam, yaitu:
1. Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar, disebut wacana informative (informative discourse). Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan penerangan kepada para pembaca. 2. Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak para pembaca
akan kebenaran gagasan yang diutarakan, disebut wacana persuasive (persuasive discourse)
3. Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer atau wacana kesastraan (literasi discourse). Tujuan penulisan untuk menyenangkan ini disebut juga tujuan altruistis (altruistis purpose), yaitu penulis bertujuan untuk menyenangkan hati para pembaca, menghindarkaan kedukaan para
36
pembaca, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
4. Tulisan yang mengeskpresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif (ekspressive discourse). Sebagai gambaran, menulis puisi dapat termasuk menulis yang bertujuan untuk pernyataan diri dengan pencapaian nilai-nilai artistik.
d. Manfaat Menulis
Dalam dunia pendidikan, menulis sangat berharga, sebab menulis membantu seseorang berpikir lebih mudah. Akhdiah (dalam Susanto, 2016) mengemukakan beberapa manfaat menulis, yaitu:
1. Lebih mengenali kemampuan dan potensi diri dan mengetahui sampai dimana pengetahuan kita mengenai suatu topik.
2. Dapat mengembangkan berbagai gagasan.
3. Lebih banyak menyerap, mencari serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis.
4. Mengomunikasikan gagasan secara sistematis dan mengungkapkannya secara tersurat.
5. Dapat menilai diri kita secara objektif
6. Dapat memecahkan permasalahan yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteeks yang konkret.
7. Mendorong kita agar lebih aktif, kita menjadi penemu, serta pemecah masalah.
8. Karangan Narasi
Menulis karangan merupakan salah satu materi pembelajaran keterampilan menulis yang diberikan pada tingkat Sekolah Dasar. Setidaknya terdapat lima jenis karangan yang diperkenalkan pada pembelajaran keteram-pilan berbahasa yang terdiri atas karangan narasi, deskripsi, persuasi, argumentasi, dan eksposisi.
Narasi merupakan sebuah pola pengembangan gagasan pokok dengan men-ceritakan kembali suatu kejadian atau pengalaman seperti sebuah cerita yang singkat (Rohmadi dan Nasucha, 2010: 53). Melalui kegiatan menulis karangan narasi, murid diajarkan untuk merepresentasikan ide atau pun gagasan yang berupa pengalaman mereka dalam bahasa tulis dengan memperhatikan kaidah yang ada. Adapun kaidah yang dimaksud meliputi fase, urutan, langkah, atau rangkaian terjadinya suatu hal (Slamet, 2008: 103)..
B. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar tidak akan terlepas dari empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan berbahasa sangat penting bagi manusia. Namun dalam beberapa kasus banyak murid pada tingkatan sekolah dasar yang kemampuan berbahasanya kurang baik, seperti halnya yang terjadi pada SDI Bontomanai Kec. Bontomarannu Kab. Gowa, untuk itu maka di perlukan sebuah model/metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan minat belajar murid. Concept sentence merupakan model salah satu model pembelajaran konsep dengan
menggunakan kata kunci. Dengan kata kunci ini murid akan membuat kalimat dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
38
Hal ini karena kebehasilan dalam proses belajar mengajar merupakan hal yang utama bagi seseorang murid. Keberhasilan inilah yang menjadi indikator ketercapaian tujuan pembelajaran. Untuk kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Keterampilan membaca Keterampilan berbicara Pembelajaran bahasa Indonesia SD KTSP 2006
Kurangnya minat siswa dalam pembelajaran menulis karangan Concept sentence Keterampilan menyimak Keterampilan menulis Temuan/hasil Analisis
C. Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti.Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.
Berdasarkan latar belakang di atas maka hipotesisnya adalah “bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran concept sentence terhadap hasil belajar menulis karangan narasi Kelas V di SD Inpres Bontomanai Kabupaten Gowa”.
60
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari pembahasan hasil penelitian tentang penggunaan model pembelajaran concept sentence dapat disimpulkan dengan adanya pengaruh penggunaan model
pembelajaran concept sentence terhadap hasil belajar menulis karangan narasi pada murid kelas V SD Inpres Bontomanai Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.
Guru merupakan ujung tombak dalam proses pembelajaran dan fasilitator yang berperan penting untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam mencapai tujuan pembelajaran, bukan hanya satu aspek yang dapat menjembatani. Selain seorang guru yang handal, diperlukan juga model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran. Penyesuaian model pembelajaran dengan materi yang diajarkan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh seorang guru, karena dengan model pembelajaran yang tepat, bukan hanya menghemat waktu bagi seorang guru dalam menjelaskan materi tetapi juga proses pembelajaran akan berjalan secara lebih sistematis dan terarah yang tentunya menyenangkan bagi murid. Hasilnya, tujuan dari pembelajaran akan tercapai dengan hasil yang memuaskan, seperti halnya dengan penerapan model pembelajaran concept sentence terhadap hasil belajar menulis karangan murid kelas V SD Inpres