• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Tinjauan Teori

1. Pengetahuan a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tidak tahu menjadi tahu, ini terjadi karena seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Peningkatan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penciuman, penglihatan, pendengaran, rasa . dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan, 2010, p.11).

Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang karena pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan masyarakat. Pengetahuan yang meningkat dapat merubah persepsi masyarakat tentang penyakit. Meningkatnya pengetahuan juga dapat mengubah perilaku masyarakat dari yang negatif menjadi positif, selain itu pengetahuan juga membentuk kepercayaan (Wawan, 2010, p.12).

b. Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo (2003, p.122) membagi 6 (enam) tingkat pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif yaitu :

1) Tahu (know)

8

(2)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang suatu obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4) Analisis (analysis)

Analisis yaitu kemampuan untuk menyatakan atau menjabarkan suatu materi atau obyek ke dalam keadaan komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih saling berkaitan satu sama lain. Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan sebagainya.

5) Sintesis (syntesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

(3)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap materi atau obyek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

c. Proses Perilaku “TAHU”

Perilaku menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003, p.121) yaitu semua kegiatan atau aktivitas manusia yang dapat diamati langsung atau tidak dapat diamati dari pihak luar. Akan terjadi proses yang berurutan sebelum mengadopsi perilaku yang baru dalam diri seseorang, yakni :

1) Kesadaran (awareness)

Di mana seseorang telah menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap obyek.

2) Merasa Tertarik (interest)

Di mana seseorang mulai menaruh perhatian dan tertarik pada obyek.

3) Menimbang-nimbang (evaluation)

Seseorang akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap obyek tersebut, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik

4) Mencoba (trial)

Di mana individu mulai mencoba perilaku baru.

5) Adaptation, dan sikapnya terhadap obyek.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku

(4)

tersebut akan bersifat langgeng, namun sebaliknya jika perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah : 1) Faktor internal

a) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Nursalam, 2003).

b) Pekerjaan

Pekerjaan menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi merupakan cara mencari nafkah yang

(5)

membosankan, berulang dan banyak tantangan. Bekerja umumnya yaitu kegiatan yang menyita waktu.

c) Umur

Usia yang dikutip Nursalam (2003) menurut Elisabeth Bh yaitu umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

Usia reproduksi wanita di golongkan menjadi dua yaitu usia reproduksi sehat dan usia reproduksi tidak sehat. Usia reproduksi tidak sehat yaitu mulai dari umur 20 tahun sampai 35 tahun.

Sedangkan usia reproduksi tidak sehat yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Manuaba, 1998, p.14)

2) Faktor eksternal a) Lingkungan

Menurut Ann Mariner yang dikutip Nursalam (2003), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b) Sosial-budaya

(6)

Sistem sosial-budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi yang didapat.

Menurut Lawrence Green (1991, pp.154-167), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku khususnya yang berhubungan dengan kesehatan ada tiga, yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi, termasuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai kebutuhan dan kemampuan yang diyakini, berkaitan dengan motivasi dari individu atau kelompok untuk bertindak. Mereka termasuk dalam dimensi kognitif dan afektif dari mengetahui, merasakan, meyakini, menilai, dan mempunyai kepercayaan diri atau rasa kemujuran.

a. Pengetahuan

Peningkatan pengetahuan saja tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, tetapi pergaulan positif diantara perubahan- perubahan perilaku juga sangat diperlukan. Suatu tahap awal dari pengetahuan mungkin memerlukan beberapa tindakan, seperti mengenali sebuah gejala sebagai keanehan, sebelum seseorang akan melakukan pemeriksaan kesehatan tetapi setelah tahap pengetahuan tersebut tercapai, informasi tambahan tidak diperlukan untuk meningkatkan tambahan perubahan perilaku.

1) Kepercayaan, nilai dan sikap

(7)

Kepercayaan, nilai, dan sikap merupakan gagasan bebas, tetapi perbedaan diantara mereka sering jelas dan kompleks.

a) Kepercayaan

Merupakan suatu keyakinan bahwa kejadian atau benda adalah benar atau nyata. Agama, keyakinan, dan kebenaran merupakan kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan atau menyatakan kepercayaan.

b) Nilai

Merupakan pandangan budaya, antargenerasi dalam hal mencerminkan nilai yang dipegang seseorang. Nilai-nilai cenderung dikelompokkan dalam kelompok suku bangsa dan antargenerasi oleh orang-orang yang mempunyai persamaan sejarah dan ciri-ciri geografi. Menurut mantan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Nasional Kanada, “Sebagian besar orang Kanada jauh lebih memilih sehat dari pada sakit, dan panjang umur dari pada pendek umur tetapi, sementara orang-orang siap mengorbankan sejumlah kesenangan sesaat tertentu untuk tetap sehat, mereka tidak siap untuk tak lagi melakukan semua kesenangan pribadi ataupun untuk sabar menghadapi semua ketidaknyamanan di dalam kepentingan pencegahan penyakit.

Nurwijaya (2010, pp.61-62) menyatakan sebuah penelitian dilakukan untuk melihat sejauh mana budaya dan pengaruh

(8)

lainya memberikan kontribusi kanker serviks pada kelompok masyarakat yang berbeda dalam praktek sunat. Penelitian yang dilakukan di India dan Pakistan, seks sebelum nikah jarang terjadi di berbagai kelompok agama di kedua negara ini dan sekitarnya, umat islam disunat pada umumnya dan Hindu tidak disunat. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian kanker serviks sangat rendah terjadi pada wanita muslim, jika dibandingkan dengan Hindu dan Kristen yang menderita sangat banyak, dan tidak terlihat sama sekali pada laki-laki Muslim.

c) Sikap

Sesuatu yang paling tidak jelas tetapi merupakan kata-kata yang paling sering digunakan dan disalahgunakan dalam istilah ilmu pengetahuan sosial yaitu sikap. Mucchielli menggambarkan sikap sebagai “suatu kecenderungan dari pikiran atau perasaan yang relatif tetap pada kategori tertentu dari benda, orang ataupun situasi. Kirscht memandang sikap sebagai suatu kumpulan dari kepercayaan yang selalu meliputi suatu aspek evaluasi yaitu sikap dapat selalu dinilai dalam hal positif dan negatif. Mereka berbeda dari nilai dalam kaitan dengan benda, orang dan situasi tertentu dan menjadi dasar dari satu atau lebih dari suatu nilai.

2 Faktor pendukung (enabling factors)

(9)

Faktor pendukung atau faktor kemungkinan, sering disebut kondisi lingkungan yang memudahkan perbuatan dari individu atau organisasi, termasuk ketersediaan, aksesibilitas, dan kemampuan dari perlindungan kesehatan dan penghasilan masyarakat. Termasuk juga kondisi kehidupan yang berperan sebagai penghambat tindakan, seperti ketersediaan transportasi atau perlindungan anak untuk melepas seorang ibu dari tanggung jawab cukup panjang untuk ikut dalam program kesehatan. Faktor kemungkinan juga termasuk keterampilan baru yang diperlukan seseorang, organisasi atau masyarakat untuk mengadakan perubahan perilaku ataupun lingkungan.

Faktor kemungkinan akan menjadi target terdekat dari organisasi masyarakat dan peran latihan pada program anda. Mereka terdiri atas kemampuan dan kebutuhan keterampilan baru untuk menunjukkan tindakan kesehatan dan tindakan organisasi yang dibutuhkan untuk mengubah lingkungan. Kemampuan termasuk organisasi dan aksesibilitas dari fasilitas perlindungan kesehatan, petugas, sekolah, klinik kesehatan atau kemampuan serupa apapun. Keterampilan kesehatan pribadi, seperti didiskusikan dalam literatur perawatan pribadi dan pendidikan kesehatan sekolah, dapat memungkinkan tindakan kesehatan tertentu. Keterampilan dalam mempengaruhi masyarakat, seperti melalui kegiatan sosial ataupun perubahan

(10)

organisasi, dapat memicu kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi lingkungan fisik ataupun perlindungan kesehatan.

Untuk merencanakan campur tangan yang ditujukan pada perubahan faktor kemungkinan, perencana peningkatan kesehatan menilai kehadiran atau ketidakhadiran dari faktor kemungkinan dalam masyarakat yang berkepentingan. Hal ini disebut dengan diagnosa organisasi dari kemampuan dan diagnosa pendidikan dari ketrampilan yang dibutuhkan.

a. Faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor pendorong atau faktor penguat merupakan tindakan yang menentukan apakah pelaku menerima pengaruh positif (atau negatif) dan didukung masyarakat. Faktor penguat termasuk dorongan sosial, pengaruh kelompok dan nasehat, serta timbal balik dari penyedia perlindungan kesehatan. Faktor penguat juga termasuk konsekuensi fisik dari perilaku, yang mungkin dipisahkan dari konteks sosial.

Keuntungan sosial (seperti pengenalan), keuntungan fisik (seperti kesenangan, kenyamanan, pengurangan kegelisahan atau sakit), penghargaan nyata (seperti keuntungan ekonomi atau penghindaran biaya, dan penghargaan imajinasi atau tiruan (seperti peningkatan penampilan, kehormatan diri, atau hubungan dengan orang yang dikagumi yang melakukannya) semua menguatkan perilaku. Faktor penguat juga termasuk konsekuensi yang

(11)

berlawanan dari perlaku, atau “hukuman” yang dapat menuju pada penghilangan perilaku positif. Penguatan negatif merupakan penghargaan pilihan, perilaku salah. Untuk perorangan, hal ini mungkin termasuk “tinggi” yang diterima peminum, keringanan tensi yang dialami perokok, atau pelindung emosi yang menuju pada dorongan makan. Untuk organisasi, hal ini mungkin termasuk keuntungan yang bertambah dari peningkatan produk berbahaya yang bertambah dari penggunaan bahan sisa proses produksi.

Sumber dari penguatan, secara pasti beragam tergantung pada tujuan dan jenis program, dan juga pada keadaan. Pada program peningkatan kesehatan kerja, sebagai contoh, penguatan bisa diberikan oleh rekan kerja, pengawas, pemimpin kerja, dan anggota keluarga. Pada situasi pendidikan pasien, penguatan dapat berasal dari para perawat, dokter, kerabat pasien, dan juga anggota keluarga.

Dukungan sosial keluarga khususnya suami merupakan salah satu faktor pendorong (reinforcing factors) yang dapat mempengaruhi perilaku istri untuk membawa anaknya ketempat pelayanan kesehatan untuk melakukan imunisasi.

2. Imunisasi Dasar

a. Pengertian Imunisasi

(12)

Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukan antigen lemah agar merangsang keluarnya antibodi sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu (Proverawati, 2010, p.8).

Imunisasi merupakan suatu system imun yang didapatkan melalui pemberian imunisasi,pada system pertahanan tubuh (Hanum, 2010.

p.109)

Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit (Ranuh, 2008, p.10).

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang sehingga tubuh resisten terhadap suatu penyakit.

b. Tujuan Pemberian Imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan kepada bayi serta anak agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Proverawati, 2010, p.5).

c. Syarat Pemberian Imunisasi

Menurut Depkes RI (2007) dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan yaitu:

1) Diberikan pada bayi atau anak yang sehat

2) Vaksin yang diberikan harus baik, disimpan di lemari es

(13)

3) Pemberian imunisasi harus dengan teknik yang benar

4) Mengetahui jadwal pemberian imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diterima

5) Meneliti jenis vaksin yang diberikan 6) Memberi dosis yang akan diberikan

d. Penyimpanan Vaksin Imunisasi

1) Semua vaksin disimpan pada suhu +20C - +80C.

2) Bagian bawah lemari es diletakan kotak dingin cair (cool pack) sebagai penahan dingin dan kesetabilan suhu

3) Penempatan vaksin BCG, Campak, Polio diletakkan dekat evaporator 4) Penempatan vaksin DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT/HB diletakkan

lebih jauh dari evaporator

5) Beri jarak antara kotak vaksin minimal 1-2 cm atau satu jari tangan agar terjadi sirkulasi udara yang baik

6) Letakan sebuah termometer Muller di bagian tengah lemari es dan letakkan sebuah freeze tag di antara vaksin Hepatitis B dan DPT 7) Vaksin selalu disimpan dalam kotak kemasan agar tidak terkena sinar

ultra violet

8) Pelarut vaksin campak dan BCG disimpan pada suhu kamar, pelarut tidak boleh beku

e. Kontraindikasi Pemberian Imunisasi 1) Sakit berat dan mendadak demam tinggi

(14)

2) Memiliki reaksi alergi yang berat

3) Memiliki gangguan sistem imun yang berat f. Macam-macam Imunisasi

Imunisasi ada 2 macam, yaitu : 1) Imunisasi aktif

Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu antigen. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan imunisasi campak.

2) Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses berasal dari infeksi, dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang.

3. Jenis Imunisasi Dasar Wajib

Jenis imunisasi ini mencakup vaksinasi terhadap 7 (tujuh) penyakit utama, yaitu vaksin BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B harus menjadi perhatian dan kewajiban orang tua untuk memberi kesempatan kepada anaknya mendapat imunisasi lengkap, sehingga sasaran pemerintah agar setiap anak mendapat imunisasi dasar terhadap 7 (tujuh) penyakit utama yang dapat dicegah dengan imunisasi :

a. Imunisasi BCG

(15)

Imunisasi BCG dibuat dari bibit penyakit hidup yang telah dilemahkan yang berfungsi untuk mencegah penularan TBC (Tuberkulosis). Vaksin BCG mengandung kuman Bacillus Calmette- Guerin. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilan diragukan.

Vaksin diberikan secara intracutan pada daerah lengan kanan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 ml dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 ml (Proverawati, 2010, p.38).

Efek samping imunisasi BCG yaitu setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), kemudian akan pecah menjadi luka terbuka (ulkus). Luka ini akan sembuh dengan meninggalkan jaringan parut disebut reaksi lokal. Kadang terjadi pembesaran kelenjar getah bening pada ketiak atau leher. Tidak ada nyeri tekan maupun demam dalam waktu 3-6 bulan yang disebut reaksi regional (Proverawati, 2010, p.41-42).

Komplikasi yang dapat timbul yaitu abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang sebaiknya dilakukan aspirasi (penghisapan abses dengan jarum) bukan disayat.

(16)

Kontraindikasi untuk pemberian vaksin BCG yaitu penderita penyakit kulit yang berat atau menahun, penderita TBC, penderita infeksi HIV, penderita gizi buruk, dan pada penderita demam tinggi.

b. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis. dan Tetanus)

Vaksin ini mengandung bakteri Corynebacterium diptheriae dan Clostridium tetani yang dilemahkan serta bakteri Bordetella pertussis

yang dimatikan yang bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap serangan penyakit difteri, pertusis, tetanus (Proverawati, 2010, p.42-47).

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik

dan pernafasan. Gejala awal penyakit ini adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan, dan demam ringan. Dalam dua sampai tiga hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian.

Pertusis adalah penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penyebarannya melalui tetesan kecil dari batuk atau bersin. Gejalanya adalah pilek, mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang lama kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah Pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian.

(17)

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyebarannya melalui kotoran yang masuk ke dalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit ini adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi yang dapat menimbulakan kematian.

Imunisasi DPT diberikan dengan cara injeksi intramuskular.

Suntikan pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc.

Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu (Proverawati, 2010, p.48-49).

Efek samping dari DPT yaitu bayi akan mengalami demam, nyeri dan timbul pembengkakan pada daerah suntikan selama 1-2 minggu (Atikah, 2010, p.49).

Imunisasi ini tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat kejang komplek, pada anak dengan batuk rejan, pada anak dengan penyakit gangguan kekebalan.

c. Imunisasi Polio

Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit Poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT. Polio adalah penyakit susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan yaitu virus polio 1,2,3. Secara

(18)

klinis penyakit polio menyerang anak di bawah umur 15 tahun sehingga menderita lumpuh kayu akut. Penyebarannya melalui kotoran manusia yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernafasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.

Terdapat 2 macam vaksin polio :

1) Inactivated Polio Vaccine (Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.

2) Oral Polio Vaccine (Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan (Proverawati, 2010, p.54).

Imunisasi dasar polio diberikan 4 (empat) kali dengan interval tidak kurang dari 4 minggu, diberikan 2 tetes (0,5 ml). Vaksin ini diberikan langsung ke mulut anak atau dengan sendok yang berisi air gula. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru (Proverawati, 2010, p.57).

Hampir tidak ada efek samping imunisasi Polio. Bila ada mungkin berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin yang sangat jarang terjadi.

Imunisasi polio tidak boleh diberikan pada penderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sakit. Pada anak-anak dengan diare berat dapat terjadi diare yang lebih parah. Namun, jika ada keraguan misalnya

(19)

sedang menderita diare maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh.

d. Imunisasi Campak

Vaksin campak bertujuan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles. Penyebarannya melalui droplet bersin dan batuk dari penderita.

Gejala awal penyakit ini adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek dan mata merah. Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran nafas (pneumonia).

Imunisasi campak diberikan 1 (satu) kali, dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.

Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian, dengan dosis 0,5 cc. Sebelumnya vaksin campak dilarutkan dengan pelarut, kemudian disuntikan pada lengan kiri atas secara subkutan (Proverawati, 2010, p.53).

Efek samping dari pemberian imunisasi campak yaitu hingga 15%

pasien mengalami demam ringan, ruam atau kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi dan diare (Proverawati, 2010, p.54).

(20)

Pemberian imunisasi tidak boleh dilakukan pada penderita imunodefisiensi atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia dan limfoma (Proverawati, 2010, p.54).

e. Imunisasi Hepatitis B (HB)

Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap Hepatitis B.

Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh virus yang dapat menyebabkan kanker hati atau kerusakan pada hati. Penyebaran penyakit ini terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat, warna kuning bisa terlihat pada mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrosis hepatic yakni kanker hati dan menimbulkan kematian.

Dosis pertama pada vaksin Hepatitis B diberikan segera setelah lahir atau jika ibunya memiliki HbsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dapat diberkan 3 (tiga) kali pada umur 0-11 bulan dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HB I dengan HB II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HB II dengan HB III.

Vaksin diberikan sebanyak 0,5 ml dan disuntikan pada saat otot paha secara intramuskular.

(21)

Efek samping dari vaksin HB adalah reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

Imunisasi ini tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit berat. Dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.

f. Jadwal Pemberian Imunisasi

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi

Vaksin Pemberian Interval Umur

BCG 1x - 0 - 2 bulan

DPT 3x 4 minggu 2-11 bulan

Polio 3x 4 minggu 0-11 bulan

Campak 1x - 9-11 bulan

Hepatitis B 3x 4 minggu 0-11 bulan

Sumber : Depkes RI, 2007

g. Akibat Pemberian Imunisasi Yang tidak Tepat Waktu

Pada keadaan tertentu imunisasi dapat dilaksanakan tidak sesuai jadwal yang ditetapkan. Keadaan ini tidak merupakan hambatan untuk melanjutkan imunisasi, akan tetapi kadar antibodi yang dihasilkan masih di bawah kadar ambang perlindungan untuk kurun waktu yang lama.

Ketaatan kunjungan imunisasi dinilai dengan ketepatan jadwal imunisasi, interval kunjungan ulang minimal 4 minggu sampai 6 minggu.

(22)

B. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian teori di atas, maka kerangka teori penelitian ini adalah sebagai berikut :

Sumber : Wawan, 2010 Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Perilaku

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori

FAKTOR INTERNAL

 Pendidikan

 Pekerjaan

 Umur

FAKTOR EKSTERNAL

 Lingkungan

 Sosial-Budaya

PENGETAHUAN

(23)

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

D.Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Hipotesis berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pertanyaan yang harus dibuktikan (Notoatmodjo, 2010 p.84).

Ha (hipotesis alternatif) 1 : Ada hubungan antara umur dengan tingkat pengetahuan ibu bayi usia 9-12 bulan tentang pemberian imunisasi dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Guntur II Demak.

Ha (hipotesis alternatif) 2 : Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu bayi usia 9-12 bulan tentang pemberian imunisasi dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Guntur II Demak.

Karakteristik Ibu a. Umur b. Pendidikan

Pengetahuan tentang Pemberian Imunisasi Dasar

(24)

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kata lain, imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

Tiga ibu diantaranya mengatakan telah melakukan imunisasi DPT untuk pencegahan penyakit akan tetapi belum mengetahui bahwa fungsi dari imunisasi DPT salah satunya adalah

1) Fungsi Imunisasi dan Vaksin: Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit hepatitis (Proverawati, 2010). Kandungan vaksinnya

Pemberian Oral Polio Vaccine (OPV) adalah dengan meneteskan vaksin ini ke dalam mulut sipenerima vaksin, kemudian virus polio yang terkandung dalam vaksin ini akan

Macam Imunisasi adalah BCG yang dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis ( TBC), Imunisasi DPT-HB Hib untuk mencegah penyakit diphteri, pertusis, tetanus dan

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu

Target UCI merupakan tujuan antara (Intermediate Goal), yang berarti cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B harus mencapai 80% baik di tingkat

Kelelahan fisiologis atau kelelahan otot yaitu kelelahan pada susunan saraf pusat atau pada perifer (otot yang sedang bekerja). Kelelahan ini disebabkan oleh otot