• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan juga merupakan informasi dan keterampilan yang diperoleh dari pengalaman atau pendidikan. Dari sumber yang lain, pengetahuan merupakan jumlah dari segala yang diketahui (Soanes, 2001). Menurut pendapat Kraiger (1993) pada dasarnya pengetahuan dapat dibagi menjadi dua bagian yang saling berhubungan yaitu: 1) Theoritical Knowledge

Pengetahuan dasar yang dimiliki karyawan seperti prosedur bekerja, moto dan misi perusahaan serta tugas dan tanggungjawab. Informasi-informasi lainnya yang diperlukan dan yang diperoleh baik secara formal (sekolah, universitas) maupun dari non formal (pengalaman-pengalaman) (Notoadmojo, 2003).

2) Practical Knowledge

Pengetahuan yang diberikan kepada karyawan dengan tujuan untuk memahami bagaimana dan kapan karyawan bersikap dan bertindak dalam menghadapi berbagai masalah dan penerapan prosedur kerja berdasarkan dari pengetahuan secara teori maupun dari pengalaman-pengalaman yang terjadi (Notoadmojo, 2003).

Terdapat beberapa proses untuk memperoleh pengetahuan.

a. Kesadaran, yaitu seseorang menyadari pentingnya arti pengetahuan terlebih dahulu.

b. Merasa tertarik, yaitu mula tertariknya seseorang terhadap stimulus.

c. Menimbang-nimbang, yaitu memikirkan tentang baik dan tidaknya suatu stimulus .

(2)

d. Mencoba, yaitu orang telah menguji perilaku baru.

e. Mengadopsi, yaitu subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan kesadaran (Soanes, 2001).

2.1.2. Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003):

a. Tahu (Know)

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan (Notoadmojo, 2003).

b. Memahami (Comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar (Notoadmojo, 2003).

c. Aplikasi (Application)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya (Notoadmojo, 2003).

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu komponen - komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan (Notoadmojo, 2003).

e. Sintesis (Sinthesis)

Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan

(3)

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada (Notoadmojo, 2003).

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada.

2.1.3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalamam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoadmojo, 2003)

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100% b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-75% c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60% 2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor: a) Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

b) Umur

Makin tua umur seseorang, maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik. Akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini, maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahna umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut, kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

(4)

c) Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

d) Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif atau negatif. e) Sumber Informasi

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah, tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya radio, televii, majalah , koran dan buku.

f) Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

g) Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.2 Imunisasi 2.2.1 Definisi

Imunisasi ini sering disamaartikan dengan vaksinasi. Dimana proses vaksinasi ini merupakan suatu tindakan yang sengaja diberikan pajanan dengan antigen yang berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun mampu mengaktivasi limfosit yang peka sebagai antibodi dan sel memori (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

(5)

2.2.2 Tujuan Imunisasi

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu dan meghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat atau menghilangkannya dari dunia (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

2.2.3 Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi ialah untuk menurunkan morbiditas, mortalitas, dan sequele (cacat) (Suryana, 2005).

2.2.4 Jenis Imunisasi

Imunisasi dibahagi dua mengikut mekanisme pertahanan tubuh: a) Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi sesuatu proses infeksi buatan, sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons selular dan humoral serta menghasilkan sel memori. Jika benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara tepat dapat merespons terhadap jangkitan penyakit tertentu. Dalam imunisasi aktif terdapat empat jenis kandungan dalam setiap vaksinnya, yang dikelaskan seperti berikut:(Suraj Gupta, 1983)

• Antigen merupakan bahagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan berupa polisakarida, toksoid, virus yang dilemahkan dan bakteria yang dimatikan.

• Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.

• Preservatif, stabiliser, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.

• Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunogenitas antigen.

b) Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobin), yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk

(6)

dalam tubuh yang terinfeksi seperti kita beri obat antibiotik kepada pasien (A.Aziz Alimul, 2005). Imunisasi pasif adalah penyuntikkkan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang mengalami kecelakaan. Contoh lain yang terdapat pada bayi baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi terhadap campak (Conon, 2004).

2.2.5 Macam-macam imunisasi

a) Imunisasi BCG (Basillus Calmatte Guaarin)

BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC pada millier pada seluruh lapangan paru atau TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Suntikan imunisasi BCG disuntikkan secara intradermal di daerah deltoid sesuai anjuran WHO. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah tejadinya ulkus pada daerah suntikkan, limfadenitis regionalis, dan reaksi panas. Imunisasi BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Dosisnya 0.05ml untuk anak umur kurang dari1 tahun. Biasanya BCG ulangan tidak dianjurkan. Jika diberikan setelah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Selain itu BCG tidak diberikan pada anak imunokompromis seperti anak yang menghidapi AIDS (Acquired Immune Defisiency Disease) (A.Aziz Alimul, 2005).

b) Imunisasi hepatitis B

Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis. Vaksin Hepatitis B yang tersedia adalah vaksin rekombinan. Frekuansi pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 kali dan penguatnya dapat diberikan pada usia 6 bulan. Waktu pemberian imunisasi hepatitis B dapat dilihat pada jadwal pemberian imunisasi bayi Indonesia. Imunisasi hepatis ini diberikan melalui intramuskular. Angka kejadian hepatitis B pada anak balita juga sangat tinggi dalam mempengaruhi angka kesakitan dan kematian balita. Vaksin imunisasi hepatitis B diberikan segera setelah lahir atau

(7)

dalam 24 jam setelah lahir. Imunisasi hepatitis B dosis kedua diberikan selepas satu bulan dari pemberian pertama. Vaksinasi ini dilakukan sedini mungkin karena adanya risiko penularan kepada bayi dari ibunya sebesar 45 peratus (A.Aziz Alimul, 2005).

c) Imunisasi DPT

Imunisasi DPT (diphteria, pertusis, tetanus) merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus.Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukkan zat anti (toksoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT dapat dilihat pada Jadwal Imunisasi Bayi Indonesia. Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuskular. Pemberian DPT dapat berefek samping ringan dan berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati dan syok. Upaya pencegahan penyakit difteri, pertusis, dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui imunisasi karena penyakit tersebut sangat cepat serta dapat meningkatkan kematian bayi dan anak balita (Mary E Muscari, 2001).

Hasil penelitian Muchlastriningsih (2005) menunjukkan bahwa jumlah kasus difteri rawat jalan di Indonesia selama 3 tahun paling banyak dari golongan usia 15-44 tahun (37,42%). Pasien pertusis yang dirawat inap paling banyak dari kalangan bayi dan anak-anak (60,28% dari seluruh pasien rawat inap). Hal ini mendukung pendapat bahwa bayi dan anak-anak merupakan golongan usia yang rentan terhadap penyakit pertusis. Pasien tetanus yang dirawat inap paling banyak dari golongan usia di atas 45 tahun (44,16%).

d) Imunisasi campak

Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit

(8)

menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam mempengaruhi angka kesakitan dan kematian anak. Hasil penelitian Muchlastriningsih (2005) menunjukkan bahwa jumlah pasien campak yang dirawat jalan paling banyak dari golongan usia 5-14 tahun (30,6peratus). Vaksin campak diberikan dalam satu dosis 0.5ml secara sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan. Imunisasi campak dosis kedua diberikan pada school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah SD kelas 1 dalam program BIAS (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

e) Imunisasi MMR

Imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan kekebalan terhadap penyakit campak (measles), mumps dan campak Jerman (rubella). Dalam imunisasi MMR, antigen yang dipakai adalah virus campak strain Edmonson yang dilemahkan, virus rubella strain RA 27/3, dan virus mumps. Vaksin ini tidak dianjurkan untuk bayi usia di bawah 1 tahun karena dikhawatirkan terjadi interferensi dengan antibodi maternal yang masih ada. Khusus pada daerah endemik, sebaiknya diberikan imunisasi campak yang monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bulan dan booster (ulangan) dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan. Vaksin MMR diberikan sebanyak 0.5ml secara subkutan (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

f) Imunisasi tifoid

Demam tifoid disebabkan oleh kuman pathogen yang bernama salmonella typhi. Kuman ini menular melalui mulut, yaitu melalui makanan dan minuman. g) Imunisasi varicella

Imunisasi varicella merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit cacar air (varicella). Vaksin varicella merupakan virus hidup varicella zoster strain OKA yang dilemahkan. Pemberian vaksin varicella dapat diberikan suntikan tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropis dan bila di atas usia 13 tahun dapat diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8 minggu (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

(9)

h) Imunisasi hepatitis A

Imunisasi hepatitis A merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis A. Pemberian imunisasi ini dapat diberikan untuk usia di atas 2 tahun. Imunisasi awal menggunakan vaksin dengan 2 suntikan dan interval 4 minggu, booster pada 6 bulan setelahnya. Diberikan sebanyak 0.5ml secara subkutan hanya satu kali (Satgas Imunisasi IDAI, 2011). i) Imunisasi HiB

Imunisasi HiB (haemophilus influenza tipe b) merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit tipe b. Vaksin ini adalah bentuk polisakarida murni (PRP: purified capsular polysacharida) kuman H.influenza tipe b. Antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan protein lain, seperti toksoid tetanus (PRP-T), toksoid difteri PRP-D atau PRPCR50), atau dengan kuman menongokokus (PRP-OMPC). Pada pemberian imunisasi awal dengan PRP-T dilakukan 3 suntikan dengan interval 2 bulan, sedangkan vaksin PRP-OMPC dilakukan 2 suntikan dengan interval 2 bulan, kemudian booster-nya dapat diberikan pada usia 18 bulan (Ismoedijanto, 2002). Dosis vaksin 0.5ml diberikan secara intramuskular (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

j) Imunisasi Pneumokokus

Terdapat dua jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia,yaitu vaksin pneumokokus polisakarida berisi polisakarida murni, 23 serotipe disebut pneumococcus polysaccharide vaksin (PPV23). Vaksin pneumokokus generasi kedua berisi polisakarida konjugasi, 7 serotipe disebut pneumococcal conjugate vaccine (PCV7) dan PCV10 untuk 10 serotipe. Vaksin ini diberikan sejak 2 bulan sampai 9 bulan. Vaksin PCV sebanyak 5ml diberikan secara intramuskular (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

k) Imunisasi Polio

Virus polio yang termasuk virus RNA golangan Picornaviridae genus enterovirus ini menyebabkan poliomyelitis dimana penyalit demam akut yang menyebabkan kerusakan pada motor neuron pada medulla spinalis yang dapat mengakibatkan kelumpuhan. Pada imunisasi polio terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio-1, 2, dan 3. Yaitu OPV (oral polio vaccine) dan IPV

(10)

(inactivated polio vaccine). Polio kali pertama diberi pada saat bayi baru lahir atau pad akunjungan pertama. Dosis POLIO 2, 3, 4 diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan dengan dosis 2 tetes OPV atau 0.5 ml secara intramuskular IPV (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

l) Imunisasi HPV

Vaksin HPV (Human Papiloma Virus) terdiri dari dua jenis yaitu, bivalen dan kuadrivalen. Vaksin bivalen terdiri dari serotipe 16 dan 18, sedangkan vaksin HPV kuadrivalen terdiri dari HPV serotipe 6, 11, 16 dan 18. Vaksin HPV diberikan pada umur 9 hingga 25 tahun dan 26 hingga 45 tahun secara intramuskular dengan dosis 0.5 ml (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

m) Imunisasi Influenza

Influenza adalah penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan oleh virus Influenza. Virus influenza ini termasuk kelompok orthomyxoviridae. Imunisasi Influenza di Indonesia telah direkomendasikan oleh Satgas Imunisasi IDAI sejak April 2006 dan telah dimasukkan dalam kelompok vaksin yang dianjurkan, sesuai jadwal Satgas Imunisasi IDAI periode 2006. Vaksin influenza ini terdiri dari Virus Inflenza tipe A yaitu H3N2 dan H1N1, serta virus Influenza tipe B. Vaksin ini diberikan pada anak umur 6-23 bulan dan disambung dengan pemberian setiap tahun, mengingat pengantian jenis galur virus beredar di masyarakat. Imunisasi ini diberikan dengan dosis 0.26 ml pada anak umur 6-35 bulan dan 0.5 ml untuk anak umur melebihi 5 tahun (Satgas Imunisasi IDAI, 2011).

(11)

Gambar 2.1 Jadwal Imunisasi 2011-2012 Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (Satgas Imunisasi IDAI)

(12)

Gambar 2.2 Jadwal Imunisasi 2008 (Satgas Imunisasi IDAI)

(13)

2.2.6 Efek Samping Imunisasi

Imunisasi terkadang dapat menimbulkan efek samping, tetapi hal ini menandakan bahwa vaksin bekerja secara tepat. Efek sam ping yang dapat terjadi antara lain;

1. Setelah bayi diberikan imunisasi BCG akan terjadi pembengkakan kecil dan merah pada tempat suntikan selama 2 minggu. Setelah 2-3 minggu, pembengkakan akan menjadi abses kecil dan menjadi luka. Luka akan sembuh dengan sendiri dalam waktu 2-3 bulan dan meninggalkan luka parut. Apabila dosis yang diberikan tinggi maka ulkus yang terbentuk juga lebih besar dan apabila suntikan terlalu dalam maka luka parut yang akan tertarik kedalam (retracted).

2. Setelah bayi mendapatkan imunisasi DPT anak menjadi gelisah dan menangis terus-menerus selama bebebrapa jam pasca suntikkan. Biasanya bayi akan demam pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT. Biasanya demam ini akan hilang setelah 2 hari.

3. Beberapa balita pusing-pusing setelah imunisai polio serta diare ringan dan sakit otot.

4. Setelah mendapatkan imunisasi campak kemungkinan anak akan diare, panas, dan disertai kemerahan selama 4-10 hari setelah suntikan.

2.2.7 Kontraindikasi imunisasi

1. Tidak memberikan imunisasi selama terjadi penyakit demam berat.

2. Hindari pemberian imunisasi dengan virus hidup pada anak-anak yang mengalami ganguan sistem imun

3. Tunda imunisasi dengan virus hidup selama 3 sampai 7 bulan pada anak- anak yang baru saja menerima kekebalan pasif melalui transfusi darah, imunoglobulin, atau antibodi maternal.

4. Jangan berikan vaksin jika anak alergi terhadap vaksin atau setiap bahagian dari komponen vaksin tersebut

5. Pada bayi –bayi prematur diimunisasi pada usia kronologis yang sesuai dengan berat badan. (Muscari, Mary E, 2005)

Gambar

Gambar 2.1   Jadwal Imunisasi 2011-2012 Rekomendasi Ikatan Dokter Anak  Indonesia (Satgas Imunisasi IDAI)
Gambar 2.2 Jadwal Imunisasi 2008 (Satgas Imunisasi IDAI)

Referensi

Dokumen terkait

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya

Imunisasi merupakan upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh yang

Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit Poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT. Polio adalah penyakit susunan saraf pusat

Pemberian ASI ekslusif pada bayi sampai berusia 6 bulan akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat

Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh harus meningkat, pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih lama untuk membuat zat anti itu

Imunisasi adalah proses memicu sistem kekebalan tubuh seseorang secara artifisial yang dilakukan melalui vaksinasi (imunisasi aktif) atau melalui pemberian antibodi (imunisasi

Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak.. Kandungan vaksin ini adalah virus

Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah ia mendapatkan zat kekebalan tubuh (imunoglobulin) dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan turun setelah