• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan ASEAN, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sejak 1980 sampai dengan 2012 (dihitung dengan persentase perubahan PDB (Produk Domestik Bruto) riil) sebesar 5,52 persen.

Indonesia menduduki peringkat ke tiga dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan negara ASEAN yang lain. Walaupun rata-rata pertumbuhan ekonominya dalam tiga puluhan tahun terakhir cukup tinggi, namun rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan Laos dan Kamboja.

Tabel 1.1

Rata-rata Pertumbuhan PDB Negara ASEAN Tahun 1980-2012 (dalam persen)

Negara

Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi

Periode Lima Tahunan Periode 1980-

2012 1980-

1984

1985- 1989

1990- 1994

1995- 1999

2000- 2004

2005- 2009

2010- 2012

Singapura 9,07 6,54 9,14 5,49 5,17 5,19 7,09 6,80 Malaysia 6,87 4,88 9,31 5,19 5,47 4,11 5,95 5,97 Indonesia 6,72 6,04 7,99 1,68 4,57 5,64 6,31 5,52 Thailand 5,55 9,04 9,01 1,54 5,14 2,98 4,79 5,48 Filipina 1,35 2,68 1,86 3,64 4,52 4,39 6,03 3,34 Brunei -4,35 -0,43 2,49 1,68 2,57 0,25 2,32 0,54 Myanmar 5,84 -1,97 5,07 7,17 12,92 n/a n/a n/a

Laos n/a 4,14 6,13 6,42 5,98 7,73 8,24 n/a

Kamboja n/a n/a n/a 6,88 8,47 8,20 6,76 n/a Vietnam n/a 4,54 7,32 7,51 7,18 7,35 5,92 n/a Keterangan : n/a= tidak ada data

Sumber : The World Bank, 2013, diolah.

Dalam perekonomian global, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh

kegiatan perdagangan antarnegara melalui ekspor dan impor. Negara yang memiliki

(2)

produk berlebih pada sektor tertentu dapat menjual hasil komoditasnya ke negara lain dengan ekspor. Di sisi lain, negara yang belum mampu memproduksi barang ataupun jasa tertentu dapat terpenuhi kebutuhannya dengan melakukan impor. Pada studinya, Aboustait (2005) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi, di mana ekspor yang tinggi dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula.

Tabel 1.2

Rata-rata Ekspor Negara ASEAN Tahun 1980-2012 (nilai dalam Miliar US$)

Negara

Rata-rata Ekspor Pada Periode Tahun Rata-rata Ekspor 1980-2012 1980-

1984

1985- 1989

1990- 1994

1995- 1999

2000- 2004

2005- 2009

2010- 2012

Singapura 21,41 31,60 69,19 118,57 148,67 281,75 389,92 137,14 Malaysia 13,46 18,71 42,11 77,72 102,33 166,83 217,70 83,60 Thailand 6,71 12,66 33,21 56,42 75,68 144,53 217,88 69,69 Indonesia 21,90 18,35 33,13 49,24 61,65 110,82 183,77 61,42 Filipina 5,06 5,94 10,29 25,50 36,27 45,33 50,51 24,04

Myanmar n/a n/a 0,44 n/a n/a n/a 7,63 n/a

Brunei n/a n/a 2,25 n/a n/a n/a n/a n/a

Kamboja n/a n/a n/a n/a 1,95 3,89 n/a n/a

Vietnam n/a n/a n/a 10,03 18,57 48,12 84,57 n/a Keterangan : n/a= tidak tersedia datanya

Sumber : WITS (Software The World Bank), 2013, diolah.

Secara umum, total ekspor negara ASEAN pada tahun 1980-2012 mengalami

kenaikan. Dari rata-rata nilai ekspor seperti terlihat pada Tabel 1.2, posisi pertama

diraih oleh Singapura dengan nilai lebih dari US$137.000.000.000,- pada periode

tahun 1980 sampai dengan 2012. Sementara rata-rata ekspor Indonesia pada rentang

periode yang sama hanya mencapai US$61.420.000.000,- atau tidak sampai setengah

dari yang dicapai Singapura. Salah satu hal yang menarik adalah bahwa Indonesia

memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari pada rata-rata

pertumbuhan ekonomi Thailand, meskipun rata-rata total ekspor Indonesia jauh lebih

rendah dari pada rata-rata total ekspor Thailand.

(3)

Sumber : Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2013, diolah.

Gambar 1.1

Komposisi Ekspor Indonesia Per Sektor Tahun 2012 (dalam persen)

Khusus untuk Indonesia, ekspor pada tahun 2012 didominasi dari sektor industri/manufaktur dengan persentase 61 persen (lihat Gambar 1.1). Data ini menunjukkan bahwa ekspor sektor industri/manufaktur memegang peranan penting pada pembentukan ekspor nasional dan juga memberikan kontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan alasan tersebut, tidak berlebihan jika sektor industri/manufaktur menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Indonesia. Sesuai dengan teori keunggulan komparatif, sektor manufaktur dapat secara signifikan meningkatkan ekspor jika mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi.

Besarnya ekspor suatu komoditas di suatu negara akan dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya sebagai modal melakukan aktivitas produksi. Karena sumber daya yang tersedia di berbagai negara berbeda dan bervariasi satu dengan

19%

3%

61%

17%

0%

Minyak dan Gas Pertanian

Industri/ Manufaktur Pertambangan Lainnya

(4)

yang lain, akibatnya timbullah spesialisasi hasil produk di tiap-tiap negara berdasar sumber daya yang tersedia tersebut. Di negara timur-tengah misalnya, mereka melakukan spesialisasi pada produk minyak dan turunannya.

Negara yang melakukan spesialiasi pada sektor tertentu akan memiliki nilai keunggulan komparatif yang relatif tinggi. Keunggulan komparatif ini, menurut Kowalski (2011) dinyatakan sebagai salah satu penjelasan pokok atas terjadinya perdagangan internasional dan penjelasan paling kuat atas tingginya pendapatan dan tingkat pertumbuhan pendapatan pada perekonomian terbuka. Dari pernyataan tersebut digambarkan bahwa keunggulan komparatif juga merupakan isu yang penting dalam perekonomian negara, selain pertumbuhan ekonomi dan ekspor.

Tabel 1.3

Rata-rata Indeks RSCA Sektor Manufaktur Negara ASEAN*

Tahun 1980-2012

Negara

Rata-rata Indeks RSCA Sektor Manufaktur Pada Periode Rata-rata Indeks RSCA

1980-2012 1980-

1984

1985- 1989

1990- 1994

1995- 1999

2000- 2004

2005- 2009

2010- 2012

Singapura -0,34 -0,18 0,05 0,26 0,32 0,18 0,07 0,05 Filipina -0,70 -0,69 -0,52 0,18 0,55 0,46 -0,01 -0,11 Thailand -0,62 -0,45 -0,17 -0,10 0,03 0,14 0,10 -0,17 Malaysia -0,71 -0,60 -0,23 0,03 0,13 0,00 -0,07 -0,22 Indonesia -0,95 -0,80 -0,56 -0,55 -0,42 -0,51 -0,58 -0,63 Vietnam n/a n/a n/a -0,61 -0,50 -0,31 -0,04 n/a

Brunei n/a n/a -1,00 n/a n/a n/a n/a n/a

Kamboja n/a n/a n/a n/a 0,80 0,85 n/a n/a

Sumber : The World Bank, 2013, diolah.

Keterangan: * Negara ASEAN kecuali Laos dan Brunei yang tidak tersedia datanya

Nilai RSCA >0 berarti memiliki keunggulan komparatif

Studi tentang keunggulan komparatif sudah sering dilaksanakan di ASEAN.

Widodo (2010) pada studinya di ASEAN (termasuk Indonesia), salah satu

simpulannya menyatakan bahwa semakin tinggi keunggulan komparatif pada suatu

produk, semakin besar kemungkinan negara tersebut menjadi net-exporter. Jumlah

(5)

ekspor yang tinggi tidak menjamin suatu negara memiliki keunggulan komparatif.

Indonesia yang sebagian besar ekspornya ditopang oleh sektor industri/manufaktur (lihat Gambar 1.1), ternyata tidak memiliki keunggulan komparatif pada sektor yang sama (lihat Tabel 1.3). Buktinya, indeks RSCA untuk sektor manufaktur Indonesia selalu bernilai negatif dari tahun 1980 hingga tahun 2012.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan menguji kointegrasi dan kausalitas antara tiga variabel, yaitu pertumbuhan ekonomi, ekspor dan keunggulan komparatif pada sektor industri manufaktur Indonesia di kawasan ASEAN.

Pertumbuhan ekonomi dan ekspor yang tinggi dan berkelanjutan merupakan prioritas pemerintah Indonesia. Sektor manufaktur adalah penyumbang ekspor terbesar di Indonesia saat ini. Secara empiris terdapat pertentangan antara penelitian yang dilakukan oleh Saimul dkk (2011), Rahmaddi dan Ichihasi (2011), dan Maulana (2009) tentang apakah ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi (ELG) ataukah pertumbuhan ekonomi mendorong ekspor (GLE). Jadi permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah mengetahui untuk kasus sektor manufaktur Indonesia apakah mendukung hipotesis ELG atau GLE? Bagaimana juga dengan negara lain di ASEAN?

Selanjutnya, penelitian mengenai keunggulan komparatif juga masih

memberikan simpulan yang berbeda. Widodo (2010) dan Isogai, Morishita dan

Ruffer (2002) sependapat bahwa keunggulan komparatif dapat mempengaruhi kinerja

ekspor di negara Asia termasuk Indonesia. Sementara Li dan Bender (2007)

menyatakan bahwa untuk kasus ASEAN (termasuk Indonesia) keunggulan kompetitif

hanya memiliki pengaruh yang lemah terhadap produktivitas. Permasalahan kedua

(6)

dari penelitian ini adalah: Apakah keunggulan komparatif sektor manufaktur di Indonesia mempengaruhi ekspor? Terakhir, studi ini akan meneliti apakah keunggulan komparatif memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi?

1.2 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh dan hubungan antarvariabel makroekonomi

telah banyak dilakukan di Indonesia dan negara-negara lain di dunia. Variabel

makroekonomi yang dimaksud contohnya adalah pertumbuhan ekonomi, Produk

Domestik Bruto (PDB), ekspor, impor, Penanaman Modal Asing (PMA), inflasi dan

lain-lain. Penelitian tersebut dilakukan dengan variabel, periode penelitian dan alat

analisis yang berbeda, sehingga membuahkan hasil yang berbeda pula. Namun

penelitian yang menyandingkan variabel makroekonomi dengan keunggulan

komparatif masih terbatas. Sebagai acuan dan pembanding, berikut beberapa

penelitian terdahulu yang menggunakan variabel makroekonomi dengan keunggulan

komparatif.

(7)

Tabel 1.4 Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Variabel Metoda Hasil Penelitian 1. Yu dan Hong-

wei (2010)

Keunggulan komparatif dan ekspor

RSCA (Revealed Symmetric Comparative Advantage) dan Kausalitas Granger

Terdapat hubungan kausalitas granger dari keunggulan komparatif produk teknologi menengah ke kemampuan net ekspor China.

2. Akhtaruzzaman dan

Hasanuzzaman (2012)

Keunggulan komparatif dan PDB Perkapita

RCA (Revealed Symmetric Comparative Advantage) dan SUR

(Seemingly Unrelated Regression)

Bangladesh memiliki dominasi yang kuat sebagai eksportir pakaian dan tekstil di antara negara-negara Asia.

Dari hasil regresi SUR menunjukkan bahwa sektor industri pakaian dan tekstil memberikan kontribusi

positif terhadap

pertumbuhan PDB per kapita pada perekonomian Bangladesh.

3. Lee (2010) Keunggulan komparatif dan

pertumbuhan ekonomi

RCA dan

Quantile Regression

Dari sampel 71 negara diungkap bahwa pada negara yang meningkatkan spesialisasinya pada ekspor barang berteknologi tinggi, maka perekonomian akan tumbuh lebih cepat.

4. Lee dkk (2011) Keunggulan komparatif,

RCA dan

Kausalitas

Terdapat mutual casuality

antara penelitian dan

(8)

No. Nama Peneliti Variabel Metoda Hasil Penelitian pertumbuhan

ekonomi dan PDB

Granger pertumbuhan ekonomi di Asia, sementara di negara barat kausalitasnya lemah.

5. Riaz (2010) Keunggulan komparatif, ekspor dan pertumbuhan ekonomi

RSCA, Kointegrasi Engle-Granger

dan VAR

(Vector

Autoregressive)

Terdapat hubungan keseimbangan antara keunggulan komparatif, ekspor dan pertumbuhan ekonomi di sebagian besar negara berkembang yang diteliti. Terdapat hubungan jangka panjang yang mendukung hipotesis ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi di semua negara kecuali Malaysia, Pakistan dan Srilanka. Dalam jangka pendek ditemui kausalitas dari ekspor ke Produk Domestik Bruto (PDB).

Secara keseluruhan, dalam jangka pendek disimpulkan bahwa ekspor mendorong pertumbuhan di semua kasus kecuali Malaysia, Nepal dan Srilanka.

Penelitian ini berfokus pada tiga variabel yaitu pertumbuhan ekonomi, ekspor

dan keunggulan komparatif, namun penelitian ini berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Riaz (2010). Riaz (2010) melakukan penelitian di 13 negara

berkembang pada sektor unggulan di masing-masing negara, termasuk Indonesia

(9)

pada sektor Pertambangan dan Migas (Fuel and Mining). Sementara penelitian ini dilakukan pada sektor Manufaktur Indonesia di kawasan ASEAN.

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menguji kointegrasi dan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi, ekspor dan keunggulan komparatif pada sektor industri manufaktur Indonesia di kawasan ASEAN.

1.3.2 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah sebagai pihak pengambil kebijakan dalam bidang ekonomi untuk dapat mengevaluasi kinerja sektor manufaktur dalam menopang pertumbuhan ekonomi dan penyumbang terbesar ekspor Indonesia. Selain itu, pemerintah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai landasan dalam membantu menciptakan kebijakan yang mendukung sektor manufaktur.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini terdiri dari empat bagian dengan sistematika sebagai

berikut. Bab I Pengantar, mencakup uraian mengenai latar belakang masalah,

rumusan permasalahan, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan. Kemudian Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, berisi

tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis dan cara penelitian. Disusul Bab III

Analisis Data, yang akan menjabarkan mengenai hasil penelitian beserta analisis hasil

penelitian. Terakhir, Bab IV Simpulan dan Saran, yang terdiri dari simpulan hasil

penelitian secara keseluruhan dan implikasinya terhadap perekonomian Indonesia.

Gambar

Tabel 1.4  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Makanan khas dari solo adalah sate kambing, nasi liwet, nasi timlo, nasi gudeg dan gudeg cakar, pecel desa, cabuk rambak, bestik solo, selat Solo, bakso solo, serabi

Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi, namun tetap harus dipenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Contoh: pariwisata

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Bentuk kalimat pada data dalam bahasa Kaili sering diucapkan oleh pegawai Komisi Pemilihan Umum kabupaten Sigi saat bertutur dengan mitra tutur baik yang bersuku

Pelayanan publik merupakan proses pemberian layanan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat atau publik tanpa membeda-bedakan golongan tertentu dan

Sistem kontrol kipas angin otomatis menggunakan sensor suhu LM35 merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk mendeteksi suhu ruangan serta mentransmisikan data perubahan suhu

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan hurlf c perlu menetapkan Peraturan Daerah Tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten