• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KINERJA SISTEM PENGAPIAN PADA GASOLINE INTERNAL COMBUSTION ENGINES DENGAN MENGOPTIMALKAN ARC DURATION *)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENINGKATAN KINERJA SISTEM PENGAPIAN PADA GASOLINE INTERNAL COMBUSTION ENGINES DENGAN MENGOPTIMALKAN ARC DURATION *)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KINERJA SISTEM PENGAPIAN PADA GASOLINE INTERNAL COMBUSTION ENGINES

DENGAN MENGOPTIMALKAN ARC DURATION *)

Ir. Rosehan, M.T.**) ABSTRACT

Gas Emission is result of reaction of burning process a mixture of air-fuel in in combustion chamber, in order to perform a new dissosiative process.

Gas emission may be quite dangerous to human being and its sorruounding environment.

The burning process inside the combustion chamber depends on when, how long and the amount of energy triggered by the ignition system.

This research presents such analysis based in extensive literatur review and laboratorium experiment.

Keyword: Emission, ignition system

PENDAHULUAN Latar Belakang.

Sistem pengapian yang baik adalah waktu peningkatan (rise time) tegangan tinggi yang sangat cepat, lama penyalaan bunga api (arc duration) yang cukup panjang untuk melaksanakan pembakaran campuran udara bahan bakar dengan sempurna dan menghasilkan emisi gas buang di bawah standar baku.

Sistem pengapian akan terus berkembang dengan tujuan hampir sama yaitu:

hemat bahan bakar, power optimum, emisi gas buang di bawah standar baku mutu.

Banyak kendaraan bermotor konvensional yang seharusnya dapat menyumbangkan atau berperan seperti kendaraan bermotor modern, yaitu dengan cara memodifikasi sistem pengapian. Pada kendaraan bemotor konvensional dapat dilakukan modifikasi sistem pengapian standar pabrik dengan sistem pengapian yang sudah ada atau sistem pengapian yang belum pernah dicoba sama sekali.

Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat besar pengaruh sistem pengapian dua kali lompat bunga api dengan sistem pengapian standar CDI, terhadap kinerja motor dan emisi gas buang.

*) Merupakan ringkasan hasil penelitian yang dibiaya oleh Lembaga Penelitian UniversitasTarumanagara

**) Staf pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara

(2)

KAJIAN PUSTAKA

Motor bakar torak adalah mesin kalor dengan pembakaran dalam (Internal Combustion Engines) yang mengubah energi termal menjadi energi mekanis, diteruskan dari piston melalui batang penghubung (connecting rod) ke poros engkol.

Motor bakar torak yang umum digunakan pada kendaraan bermotor terbagi menjadi dua yaitu; Spark Ignition atau SI Engines dan Compression Ignition atau CI Engines.

Emisi Gas Buang.

Motor otomobil dengan pembakaran dalam (internal combustion engine) mengeluarkan tiga bahan pengotor utama, yaitu; hydrocarbon (HC), carbon monoxide (CO), dan oxide nitrogen (NOx). Hasil sampingan pembakaran pada motor berupa partikel timah, belerang, arang dan partikel lain, seperti sulfur oxide. Motor diesel mengeluarkan lebih sedikit HC dan CO tetapi lebih banyak partikel dan sulfur oxide daripada motor bensin.

1. Hydrocarbon (HC)

Hasil pembakaran pada motor bensin pada otomobil memberikan kontribusi sebesar 60% dari yang dihasilkan oleh sebuah otomobil (Layne, 1986: 260.).

Hydrocarbon dapat dikurangi dengan pembakaran sempurna. Bila motor membakar semua bahan bakar secara sempurna, tidak akan ada HC pada saluran buang, hanya uap air dan carbon dioxide (CO2) (Maleav, 1983: 77.).

2. Carbon monoxide (CO)

Carbon monoxide diakibatkan oleh pembakaran yang tidak sempurna.

Banyak CO yang dihasilkan tergantung pada bagaimana hydrocarbon bahan bakar dibakar. Bila campuran kaya, maka tidak cukup oxygen (O2) tersedia yang bersenyawa dengan carbon untuk membentuk CO2. Campuran udara-bahan bakar dimungkinkan sangat kurus sekali yang mengandung cukup oxygen untuk membentuk CO2 dengan tanpa menghasilkan CO. Pada kenyataan,

pembentukan CO tidak dapat dihilangkan secara sempurna dari proses pembakaran di dalam motor (Layne, 1986: 261. dan Lichty, 1951: 149.).

3. Oxides of nitrogen (NOx)

Temperatur dan tekanan tinggi dari pembakaran akan menghasikan dayaguna yang baik dan penghematan bahan bakar. Kondisi ini juga menghasil- kan oxides of nitrogen (NOx). Udara terdiri dari 21 prosen oxygen dan 78 prosen nitrogen. Bila temperatur pembakaran melampaui 1370o C, oxygen dan nitrogen akan bersenyawa dalam jumlah besar membentuk Nox (Layne, 1986: 261.).

(3)

Sistem Pengapian.

Sistem pengapian diperlukan untuk meyalakan campuran udara-bahan bakar pada pembakaran di motor bensin, macam-macam sistem pengapian antara lain:

Sistem pengapian konvensional; Magneto ignition; Dual ignition; Sistem pengapian transistor assisted contacts (TAC); Sistem capacitive discharge ignition (CDI);

Intelligent-dual and sequential ignition (i-DSI).

Sistem capacitive discharge ignition (CDI)

Tegangan yang dihantarkan ke kapasitor antara 300 Volt sampai 400 Volt berasal dari power circuit (Layne, 1986: 237. dan Agus dan Wito, 1978: 850.).

Selama kapasitor diberi muatan, triac dalam kondisi hubungan terbuka (open circuit) untuk menjaga agar kapasitor tidak melepas muatan. Bila timing circuit mengirim signal pulse ke gate dari triac, maka terjadi hubungan tertutup (closed circuit), sehingga kapasitor melepas muatannya. Kapasitor melepas muatan bertegangan ke kumparan primer. Tegangan primer tiba-tiba meningkat dan arus menginduksi tegangan tinggi sekunder pada kumparan (coil). Tegangan sekunder (HV) ini didistribusikan ke busi pada sistem pengapian. Kapasitor melepas muatan berte-

Gambar 1. Sistem CDI

gangan ke kumparan primer. Tegangan primer tiba-tiba meningkat dan arus meng-induksi tegangan tinggi sekunder pada kumparan (coil). Tegangan sekunder (HV) ini didistribusikan ke busi pada sistem pengapian. Kelemah- an dan kelebihan dibandingkan dengan sistem pengapian sebelumnya adalah:

TIMING CIRCUIT POWER

CIRCUIT

TRIAC P S

Is C HV

BAT

D INDUC. COIL

PULSE PICKUP GEAR TOOTH

1. Motor mudah hidup dalam kondisi dingin (Obert, 1973: 547.)

2. Mampu membakar campuran udara-bahan bakar AFR>14,7:1 dengan baik, kare- na tegangan sangat tinggi pada saat kenaikan tegangan (Layne, 1986: 238.).

3. Umur kontak pemutus (sebagai sensor) lebih panjang karena kontak pemutus tidak dialiri arus listrik yang besar (Agus dan Wito, 1978: 851.).

4. Waktu dibutuhkan untuk membangkitkan tegangan induksi pada bagian kumparan induksi primer lebih cepat, drop-off pada putaran lebih tinggi (Agus dan Wito, 1978: 851.).

5. Waktu peningkatan tegangan dan lama penyalaan sangat singkat (Layne, 1986:

238. dan Obert, 1973: 543.).

(4)

Pembakaran.

Pembakaran berlangsung selama 0,003 sec secara konstan pada berba-gai putaran (Layne, 1986: 62.). Lama

pembakaran dapat dihitung sebagai berikut:

t n

tig dg 60

3601 ×

×

= (detik) 1

Syarat suatu proses pembakaran adalah adanya udara, bahan bakar dan energi pembakar dengan rasio yang sesuai.

Apabila ketiga unsur tersebut tidak memenuhi rasio yang sesuai, maka akan terjadi gagal penyalaan atau pembakaran tidak sempurna, perbandingan udara- bahan bakar yang dapat terbakar hampir sempurna apabila jumlah AFR kira-kira sama dengan 14,7:1. Ini disebut stoichiometric ratio (Layne, 1986: 58.).

Daya Poros.

Besar daya poros itu adalah (Arismunandar, 1980: 39.):

Ne = Ni – (Ng + Na) 2 Daya poros dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Arends dan Berenschot, 1992: 22.),

Ne = 2 .

π

. n . M 3 Atau;

Ne = 2 .

π

. n . F. L

Pemakaian Bahan Bakar Spesifik.

e

e Gf N

B = 4

METODOLOGI PENELITIAN

Secara skematik langkah- langkah penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Literatur, Majalah, Journal, Internet

Alternatif Sistem Pengapian Sistem

Pengapian

Putaran, Beban,

AFR

Motor bakar, Beban, alat ukur dan sistem pengapian Reduksi

EGB, Daya, Torsi

Pengujian EGB, Daya, Torsi

Sistem Pengapian Putaran, Beban, AFR, Data EGB,

Daya, Torsi

Pengolahan Data Literatur, Majalah,

Journal, Internet

Analisa Data Literatur, Majalah,

Journal, Internet

Kesimpulan IS 1, IS 2 Put 1 - n No

Yes No

Yes Uji keandalan Sistem Pengapian

3000 Km Yes

No

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Peralatan Uji.

1. Motor Otto Kijang 5K.

Tabel 1. Data Teknis Motor OTTO Kijang 5K

Spesifikasi:

Pabrik pembuat : Toyota Co LTD, Japan Jenis : Kijang 5K Tipe motor : 4 selinder 4 langkah Isi silinder : 1486 cc

Rasio kompresi : 9,3 : 1 Diameter silinder : 80,5 mm Langkah Torak : 73,0 mm

Daya maksimum : 73 PS / 5000 min-1 Torsi maksimum : 11,3 kg.m / 2800 min-1 Sistem bahan bakar : Karburator

Bahan bakar : Bensin

(5)

2. Motor Otto Kijang 5K.

Tabel 1. Data Teknis Motor OTTO Kijang 5K

Spesifikasi:

Pabrik pembuat : Toyota Co LTD, Japan Jenis : Kijang 5K Tipe motor : 4 selinder 4 langkah Isi silinder : 1486 cc

Rasio kompresi : 9,3 : 1 Diameter silinder : 80,5 mm Langkah Torak : 73,0 mm

Daya maksimum : 73 PS / 5000 min-1 Torsi maksimum : 11,3 kg.m / 2800 min-1 Sistem bahan bakar : Karburator

Bahan bakar : Bensin

3. Torsi-meter.

Tabel 2. Data Teknis Torsi-meter

Spesifikasi:

Jenis : Disk brake Diameter disk : 330 mm Panjang lengan : 200 mm Pengatur beban : Sistem hidrolik Pengukuran beban : Sistem hidrolik (dia. silinder 5/8”) Pembaca beban : Pressure gauge Pendingin disk : Air

4. Sistem pengapian eksprimen.

Tabel 3. Data Teknis Sistem Pengapian

Spesifikasi:

Jenis : CDI (Capacitive Disch. Ignition) Tegangan Kapasitor : 350 VDC

Kapasitor : 0,68 µF/630 VDC Sensor : contact breaker Pengatur interval : elektronik

Parameter dan Variabel yang Ditentukan.

1. Penentuan derajat penyalaan pertama.

Derajat penyalaan pertama pada putaran idle 800 min-1 ditentukan berdasarkan spesifikasi dari mesin tersebut, yaitu; 8o Penentuan derajat penyalaan dilakukan menggunakan satu kali lompatan bunga api (sistem CDI konvensional).

2. Karakteristik derajat interval sistem pengapian kedua

Sistem pengapian kedua adalah modifikasi dari sistem pengapian CDI konvensional yang menerapkan lompatan bunga api dua kali dengan interval tertentu (Sistem Dual CDI) (gambar rangkaian dapat dilihat pada lampiran). Derajat interval lompat bunga api yang pertama dan kedua pengapian perlu untuk diketahui, guna menganalisis lama pembakaran. Pengumpulan data dilakukan pada simulator pengapian tanpa dilengkapi centrifugal advance dan vacuum advance. Simulator pengapian menggunakan motor listrik DC dengan kecepatan putar yang dapat diatur.

3. Penentuan derajat penyalaan kedua.

Derajat interval penyalaan kedua pada berbagai kecepatan putar diperoleh dengan mengakumulasi derajat pengapian pertama dan derajat interval pengapian kedua.

(6)

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Data Penelitian terbagi dua yaitu; data diambil dari simulator pengapian dan motor otomobil. Data yang diambil dari simulator pengapian digunakan untuk mengetahui karakteristik penyalaan kedua dari sistem Dual CDI. Data yang diambil dari motor otomobil dengan sistem penyalaan CDI konvensional dan Dual CDI. Data- data ini digunakan menganalisis kinerja motor dan emisi gas buang. Pengolahan data menggunakan bantuan software Excel dan MathCAD.

Data Karakteristik Derajat Interval Lompatan Bunga Api.

Data diambil dengan menggunakan simulator pengapian untuk melihat karakteristik derajat interval lompatan bunga api antara bunga api yang pertama dan kedua. Pada saat eksprimen data derajat penyalaan yang diambil hanya lompatan bunga api kedua dari sistem Dual CDI, mengingat ketidak mampuan alat pendeteksi mengukur lompatan pertama dan kedua secara bersamaan. Lompatan bunga api pertama dari sistem Dual CDI konstan, karena simulator pengapian tidak dilengkapi centrifugal advance dan vacuum advance. Data derajat interval lompatan bunga api dilakukan sepuluh kali pengukuran. Hasil pengolahan data seperti berikut:

Tabel 4. Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI.

Derajat interval lompatan bunga api kedua terhadap putaran

Saklar 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3500

1 0 0 0,5 0,9 1,6 1,7 2,7 2,4 4,6 5,1 2 0 0,2 0,6 1,2 1,4 2 2,6 2,9 3,8 5,4 3 0 0,5 1,2 1,8 2 3 3,8 4,5 5,5 5,9 4 0 0,8 1,9 2 2,8 3,9 5,4 5,7 7,2 9 5 0,4 1,3 1,9 2,5 3,8 4,7 6,6 7,9 9,6 11,6

Penentuan Derajat Penyalaan I.

Penentuan derajat penyalaan I, berdasarkan spesifikasi dari pembuat yaitu 8o, pengaturan derajat ini dilakukan pada mesin menggunakan timing light.

Data Penentuan Derajat Interval Penyalaan Kedua Sistem Dual CDI.

Derajat interval penyalaan kedua memiliki lima saklar pilihan, data pada tabel 4.

Hasil pengolahan data pada saklar 5 kenaikan derajat interval penyalaan cukup berarti yaitu 11o 36’ pada putaran 3500 min-1. Sehingga pada eksprimen ini dilakukan pada saklar 5.

Data Prestasi Motor Otomobil dan Emisi Gas Buang

Data eksprimen motor otomobil dengan pembebanan konstan, ekprimen dilaku kan uji emisi gas buang. Ekprimen motor otomobil terdiri dari dua kelompok yaitu;

motor otomobil dengan sistem penyalaan CDI konvensional dan sistem penyalaan

(7)

Dual CDI. Data diambil sebanyak lima kali. Hasil pengolahan data seperti pada Tabel 5 dan 6 berikut:

Tabel 5. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv.

Sistem pengapian : CDI Konvensional Derajat penyalaan : 8o BTC / 800min-1 Beban torsimeter (P) : 6 kg/cm Volume bahan bakar (V

2 l) : 50 ml

Motor : Otto Toyoya Kijang 5K Torsi-meter : Prony brake

Penguji emisi : Digital Gas Emissions Analyzer

No. n

min-1

tfuel

(sec) AFR CO

( % )

CO2

( % )

HC (ppm)

O2

( % )

Toil

( oC) 1 1015,4 134,08 30 0,3 0,44 1745 20,8 72 2 1351 113,3 30 0,04 2,72 519,4 20,74 75,6 3 1569,6 79,92 30 0,04 2,7 547,6 20,7 79,8 4 1962 48,28 30 0,04 2,7 561,4 20,7 83,6 5 2230,4 37,78 30 0,04 2,66 576,8 20,74 84 6 2515 31,42 30 0,05 2,68 523,6 20,74 88,2 7 2813,6 29,52 30 0,058 2,66 587,2 20,78 90,4 8 3118 25,88 30 0,062 2,7 527,8 20,72 94,4 9 3408 20,82 30 0,06 2,7 584,6 20,76 95,2

Tabel 6. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI

Sistem pengapian : CDI Konvensional Derajat penyalaan : 8o BTC / 800min-1 Beban torsimeter (P) : 6 kg/cm Volume bahan bakar (V

2 l) : 50 ml

Motor : Otto Toyoya Kijang 5K Torsi-meter : Prony brake

Penguji emisi : Digital Gas Emissions Analyzer

No. n

min-1

tfuel

(sec) AFR CO

( % )

CO2

( % )

HC (ppm)

O2

( % )

Toil

( oC) 1 1009 121,86 30 0,132 5,92 740,8 10,88 84,4 2 1370,2 107,18 18,87 0,144 10 180,4 4,28 82 3 1610,4 82,74 13,98 3,32 10,26 203,6 1,22 84 4 1976 44,9 10,68 9,746 6,3 300,2 0,78 79,4 5 2282,6 37,04 10,37 9,758 5,94 333,6 0,58 85,6 6 2566 32,46 10,32 9,766 5,72 309,2 0,6 92,6 7 2854,2 29,38 10,24 9,774 5,6 303,8 0,6 95,8 8 3187,8 27,66 10,29 9,774 5,56 339,8 0,6 98 9 3472,6 26,88 10,33 9,768 4,52 361,4 0,7 99,2

Analisa Model Regresi

Pengolahan data lanjut dengan bantuan program MathCAD menggunakan regresi polynomial , dari data Tabel 4, 5 dan 6 diperoleh koefisien determinasi dan persamaan hubungan antara x dan y.

Tabel 7. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konvensional dengan Analisa Model Regresi.

Sistem pengapian : CDI Konvensional Derajat penyalaan : 8o BTC / 800min-1 Beban torsimeter : 6 kg/cm Volume bahan bakar : 50 ml

2

Motor : Otto Toyoya Kijang 5K Torsi-meter : Prony brake

Penguji emisi : Digital Gas Emissions Analyzer

No. n

min-1

tfuel

(sec) AFR CO

( % )

CO2

( % )

HC (ppm)

O2

( % )

Toil

( oC) 1 1000 141,283 30 0,283 0,611 1649,0 20,803 72,661 2 1300 106,586 30 0,119 2,009 910,426 20,740 74,910 3 1600 78,983 30 0,033 2,742 522,029 20,712 78,315 4 1900 57,781 30 0,006 2,983 394,164 20,708 82,240 5 2200 42,289 30 0,019 2,905 436,697 20,721 86,049 6 2500 31,816 30 0,049 2,681 559,494 20,740 89,106 7 2800 25,670 30 0,077 2,483 672,421 20,757 90,775 8 3100 23,161 30 0,082 2,484 685,343 20,761 90,421 9 3400 23,597 30 0,045 2,857 508,127 20,744 87,407 R2 0,986 1 0,881 0,866 0,854 0,664 0,919

k 3 3 3 3 3 3 3

(8)

Tabel 8. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI dengan Analisa Model Regresi

Sistem pengapian : CDI Konvensional Derajat penyalaan : 8o BTC / 800min-1 Beban torsimeter : 6 kg/cm Volume bahan bakar : 50 ml

2

Motor : Otto Toyoya Kijang 5K Torsi-meter : Prony brake

Penguji emisi : Digital Gas Emissions Analyzer

No. n

min-1

tfuel

(sec) AFR CO

( % )

CO2

( % )

HC (ppm)

O2

( % )

Toil

( oC) 1 1000 127,997 27,760 0,257 0,611 680,084 10,840 85,522 2 1300 102,490 21,590 1,646 2,537 378,803 5,433 81,600 3 1600 79,704 16,601 3,628 4,859 230,956 2,157 80,867 4 1900 60,139 12,793 5,865 7,253 196,851 0,534 82,537 5 2200 44,298 10,164 8,020 9,395 200,000 0,092 85,822 6 2500 32,68 8,717 9,757 10,96 311,092 0,356 89,937 7 2800 25,790 8,450 10,737 11,630 380,053 0,850 94,094 8 3100 24,127 9,363 10,624 11,070 403,984 1,101 97,506 9 3400 28,193 11,458 9,082 8,963 343,190 0,634 99,386 R2 0,971 0,927 0,750 0,6662 0,745 0,986 0,928

k 3 3 3 3 3 3 3

Gambar 3. Grafik Waktu Dubutuhkan Vf terhadap Putaran

Gambar 5. Grafik Kadar Carbon Monoxide terhadap Putaran

Gambar 7. Garfik Kadar Hydrocarbon terhadap Putaran

10 40 70 100 130 160

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm) Waktu dibutuhkan Vf (det)

CDI Konv.

Dual CDI Poly. (CDI Konv.) Poly. (Dual CDI)

8 12 16 20 24 28 32

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm)

AFR

C D I K onv.

D ual C D I P oly. (C D I K onv.) P oly. (D ual C D I)

Gambar 4. Grafik AFR terhadap Putaran.

0 2 4 6 8 10 12

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm)

Kadar CO2 (%)

CDI Konv.

Dual CDI Poly. (CDI Konv.) Poly. (Dual CDI)

-0,5 1,5 3,5 5,5 7,5 9,5 11,5

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm)

Kadar CO (%)

C D I K onv.

D ual C D I P oly. (C D I K onv.) P oly. (D ual C D I)

Gambar 6. Garfik Kadar Carbon Dioxide terhadap Putaran

150 450 750 1050 1350 1650

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm)

Kadar HC (ppm)

CDI Konv.

Dual CDI Poly. (CDI Konv.) Poly. (Dual CDI)

0 4 8 12 16 20

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm)

Kadar O2 (%)

CDI Konv.

Dual CDI Poly. (CDI Konv.) Poly. (Dual CDI)

Gambar 8. Grafik Kadar Oxygen terhadap Putaran

(9)

Gambar 9. Grafik Temperatur Pelumas terhadap Putaran

65 73 81 89 97 105

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm)

Temp.oil (deg C)

CDI Konv.

Dual CDI Poly. (CDI Konv.) Poly. (Dual CDI)

0 2 4 6 8 10 12

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm) Derajat penyalaan II (deg)

S5 Poly. (S5)

Gambar 10. Grafik Derajat Interval Penya- laan II terhadap Putaran

Tabel 9. Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI.

Derajat interval lompatan bunga api kedua terhadap putaran R2 Saklar 1000 1300 1600 1900 2200 2500 2800 3100 3400

5 0,893 1,568 2,387 3,365 4,515 5,852 7,389 9,14 11,119 0,998

Perhitungan Prestasi Motor

Dari Tabel 7 dan 8, dapat dihitung jumlah pemakaian bahan bakar per-jam, daya efektip motor diukur dengan beban konstan pada berbagai putaran, dan pema- kaian bahan bakar spesifik. Berikut hasil perhitungan dan grafik terhadap putaran:

Tabel 10. Hasil Perhitungan Prestasi Mesin untuk Kedua Sistem Penyalaan

CDI Konvensional Dual CDI

Put

(min-1) tfuel

(sec)

Gf

(l/jam) Ne (kW)

Be

(l /kWjam) tfuel

(sec)

Gf

(l/jam) Ne (kW)

Be (l /kWjam) 1000 141,283 1,274 2,485 0,513 127,997 1,406 2,485 0,566 1300 106,586 1,689 3,23 0,523 102,490 1,756 3,23 0,544 1600 78,983 2,279 3,976 0,573 79,704 2,258 3,976 0,568 1900 57,781 3,115 4,721 0,66 60,139 2,993 4,721 0,634 2200 42,289 4,256 5,467 0,779 44,298 4,063 5,467 0,743 2500 31,816 5,658 6,212 0,911 32,681 5,508 6,212 0,887 2800 25,670 7,012 6,957 1,008 25,790 6,979 6,957 1,003 3100 23,161 7,772 7,703 1,009 24,127 7,461 7,703 0,969 3400 23,597 7,628 8,448 0,903 28,193 6,385 8,448 0,756

Gambar 11. Grafik Jumlah Pemakaian Bahan Bakar Per-jam terhadap Putaran

2 3,5 5 6,5 8 9,5

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm) Ne (l/HPjam)

1 2,5 4 5,5 7 8,5

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm)

Gf (l/jam) CDI Konv.Dual CDI

Poly. (CDI Konv.) Poly. (Dual CDI)

6

Gambar 12. Grafik Daya Efektif Motor terhadap Putaran

(10)

Gambar 13. Grafik Pemakaian Bahan Bakar Spesifik terhadap Putaran

Pembahasan

0,4 0,55 0,7 0,85 1 1,15

1000 1500 2000 2500 3000 3500

Putaran (rpm)

Be (l/kW jam

C D I K onv.

D ual C D I P oly. (C D I K onv.) P oly. (D ual C D I)

1. Derajat penyalaan

Derajat penyalaan bervariasi pada setiap putaran yang dipenga- ruhi oleh centrifugal advance dan vacuum advance. Perubahan dera-jat penyalaan pengaruh centrifugal advance bergerak secara linier, se- dangkan vacuum advance tidak linier mengikuti tekanan venturi karburator. lihat Gambar 14 berikut:

Gambar 14. Grafik Pemajuan Penyalaan Pengaruh Centrifugal Advance dan Vacum Advance (Lichty, 1951: 349.)

0 8 16 24 32 40

400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000

Engine speed, rpm

Spark adv. (deg)

Centripugal advance I

Vacum advance I Centrifugal advance 0

8 16 24 32 40

400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000

Engine speed (rpm)

Spark adv. ( deg) Vacum advance

Gambar 15. Grafik Pemajuan Penyalaan I dan II Pengaruh Centrifugal Advance dan Vacum Advance

Derajat penyalaan I pada putaran idle 800 min-1 diatur 8o BTC, putaran di atas 800 min-1 tidak dilakukan pengukuran derajat penyalaan, secara teoretik penyalaan ini dipercepat sampai 30o BTC pada putaran 3600 min-1, pemajuan derajat penyalaan dilakukan oleh centrifugal advance. Pemajuan derajat penyalaan oleh vacuum advance mencapai 36o pada putaran 2800 min-1.

Derajat penyalaan kedua diatur keterlambatan dari derajat penyalaan I sebesar pada Tabel 9, sehingga derajat penyalaan I dan II dapat diilustrasikan pada grafik Gambar 15. Waktu antara penyalaan I dan II dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1, seperti pada Tabel 11 berikut:

Tabel 11. Waktu Antara Penyalaan I dan II terhadap Putaran

Putaran (min-1)

1000 1300 1600 1900 2200 2500 2800 3100 3400 tig (µsec) 149 201 249 295 342 390 440 491 545

Lama penyalaan secara teoretik terjadi 0,003 sec, waktu antara terjadi pada penyalaan kedua terhadap penyalaan pertama masih berada di bawah lama penyalaan teoritik, sehingga penyalaan II tidak terjadi pada proses ekspansi. Jika

Centripugal advance

(11)

arc duration terjadi selama 250 µsec (Obert, 1973: 543.), maka penyalaan I dan II akan terjadi overlap atau tidak terjadi interval penyalaan pada putaran di bawah 1600 min-1, pada penyalaan di atas 1600 min-1 terjadi interval.

2. Pemakaian bahan bakar spesifik.

Waktu yang dibutuhkan untuk Gf pada sistem penyalaan CDI konvensional dan Dual CDI dilihat dari grafik Gambar 3 relatif kecil perbedaannya, sehingga jumlah pemakaian bahan bakar per-jam dari kedua sistem penyalaan ini tidak jauh berbeda (lihat Tabel 7, Tabel 8 dan Gambar 11). Pada grafik terlihat pemakaian bahan bakar spesifik pada putaran kurang dari 1500 min-1 sistem penyalaan Dual CDI berada di atas pemakaian bahan bakar spesifik sistem penyalaan CDI konvensional. Pada putaran lebih dari 1500 min-1, spesifik pemakaian bahan bakar sistem penyalaan Dual CDI berada di bawah pemakaian bahan bakar spesifik sistem penyalaan CDI konvensional. Pemakaian bahan bakar spesifik akan terlihat perbedaan antara kedua sistem penyalaan dengan mentabulasikan selisih dari kedua pemakaian bahan bakar spesifik, seperti pada tabel berikut:

Tabel 12. Perbedaan Pemakaian Bahan Bakar Spesifik antara CDI Konvensinal dan Dual CDI

Putaran min-1 1000 1300 1600 1900 2200 2500 2800 3100 3400

∆ Be

(l /kWjam) -0,053 -0,021 0,005 0,026 0,036 0,024 0,005 0,04 0,147

Dari Tabel 12 pemakaian bahan bakar spesifik pada putaran kurang dari 1600 min-1 pada penyalaan sistem Dual CDI lebih besar dari penyalaan sistem penyalaan CDI konvesional. Hal ini bila dilihat pada derajat penyalaan di bawah 1600 min-1 penyalaan I dan II masih overlap atau tidak tejadi interval, sehingga penyalaan I dan II seperti penyalaan tunggal. Pada putaran di atas 1600 min-1 pemakaian bahan bakar spesifik terjadi kenaikan dibandingkan dengan penyalaan I, hal ini dimungkinkan karena penyalaan I dan II sudah terjadi interval penyalaan.

3. Emisi gas buang.

Hasil sisa pembakaran bahan bakar dalam ruang kompresi akan menghasil- kan emisi gas buang. Emisi gas buang sangat dipengaruhi terhadap kesempurnaan.

a. AFR.

Pada sistem penyalaan CDI konvensional terlihat AFR = 30 konstan pada berbagai putaran. Ini diakibatkan energi pembakar tidak mencukupi (arc dura- tion CDI relatif singkat) untuk membakar semua campuran udara bahan bakar sehingga tebentuk HC dan sisa O2 yang tinggi. Hasil pembakaran sempurna

(12)

terlihat CO sangat rendah sekali (lihat Gambar 5 Tabel 7). Sistem penyalaan Dual CDI pada putaran 1000 min-1, AFR mulai bergeser mengecil menjadi AFR:

27,76 hingga AFR: 8,45 (Gambar 4 dan Tabel 7). AFR mengindikasikan campuran kaya pada putaran lebih dari 1750 min-1. Campuran kaya diakibatkan oleh sisa HC yang tidak tebakar secara sempurna dikarenakan kekurangan O2

pada saat penyalaan II (Gambar 8 dan Tabel 8).

b. Hydrocarbon

Pada penyalaan I HC dihasilkan relatip tinggi, karena Arc duration yang sangat singkat, sehingga terlihat pada Tabel 3 dan Gambar 7, HC tertinggi 1649 ppm dan terendah 394,164 ppm. Kemampuan penyalaan II membakar secara maksimum HC hasil penyalaan I cukup tinggi, yaitu HC direduksi lebih 50%. Pada Gambar 7, HC bergerak paralel lebih kecil dari sistem penyalaan CDI konvensional dan pada Tabel 8, HC dihasilkan tertinggi 680,084 ppm, terendah 196,851 ppm. Sistem penyalaan Dual CDI mempunyai kemampuan mereduksi 50% HC dibandingkan dengan CDI konvensional, sisa HC setelah penyalaan II dapat diasumsikan sementara diakibatkan faktor kondisi mesin, seperti telah dijelas sebelumnya.

c. Carbon monoxide dan carbon dioxide

Dikarenakan oksigen berlebihan di atas 20% (lihat Tabel 5 dan Gambar 8), maka carbon monoxide terbentuk dari pengikatan C dan O2 serta sebagian CO terikat dengan O2, mengakibatkan CO menjadi rendah yaitu antara 0,006%

sampai dengan 0,881%. Hasil reaksi sebagian CO dengan O2 akan memben- tuk CO2, pada sistem penyalaan I CO2 berkisar antara 0,611% sampai 2,983%

(lihat Tabel 5 dan Gambar 6). Pembakaran tahap kedua dari sistem penyalaan Dual CDI dibatasi ketersedian O2 sisa pembakaran tahap I, sehingga nilai O2

paling kritis berada pada putaran 2200 min-1 yaitu 0.092%, HC tersedia 200 ppm pada putaran yang sama tidak dapat terbakar habis. Pada putaran meningkat, CO dan CO2 naik seirama, hal ini dimungkinkan karena O2

tersedia dari sisa pembakaran tahap pertama tidak cukup, terlihat O2 berada di bawah 1% setelah putaran di atas 2200 min-1. Pada Gambar 4 grafik AFR menunjukan kekurangan oksigen sehingga menjadi campuran kaya.

d. Temperatur pelumas

Pada penyalaan II temperatur pelumas mengalami kenaikan dapat diakibatkan blow by gases dari ruang pembakaran melalui celah ring piston.

(13)

Temperatur minyak pelumas dapat mengindikasikan temperatur ruang bakar.

Dilihat dari perbedaan cukup berarti pada putaran rendah dan tinggi (Gambar 9.), temperatur minyak pelumas pada sistem penyalaan Dual CDI berada di atas CDI konvensional. Bila pada sistem penyalaan CDI konvensional sudah menghasilkan NOx, maka pada sistem penyalaan Dual CDI NOx terbentuk akan lebih banyak daripada sistem penyalaan CDI konvensional.

KESIMPULAN

1. Derajat Interval penyalaan Dual CDI terlalu kecil, maka proses pembakaran sedikit berbeda dibandingkan dengan sistem penyalaan CDI konvensional, karena pada priode setelah penyalaan dan pemben-tukan nyala api dilanjutkan dengan perambatan nyala api. Sedangkan derajat interval kecil waktu perambatan nyala api sangat kecil atau tidak ada pembakaran kedua pada penyalaan pertama.

2. Sistem penyalaan Dual CDI dengan interval terus membesar mengakibatkan penyalaan kedua mendekati TMA, sehingga terjadi pembakaran tidak sempurna pada tahap II.

3. Pemakaian bahan bakar spesifik Dual CDI lebih kecil dibandingkan dengan CDI konvensional pada pembebanan yang sama.

SARAN

1. Perlu diteliti lagi sistem penyalaan yang sama , di mana penyalaan I, II berimpit dan interval konstan kurang dari 2,5o, dapat dilihat dari grafik emisi gas buang dan Gambar Grafik Pemakaian Bahan Bakar Spesifik.

2. Pada penyalaan dengan Dual CDI kekurangan O2 mulai pada putaran 1600 min-1, sehingga perlu diteliti proses pembakaran dengan pengkayaan O2.

3. Pengaruh reaksi pembakaran kedua pada setiap penyalaan perlu diteliti dengan penyalaan multi spark ignition.

4. Mereduksi temperatur pembakaran dan NOx, dapat diteliti dengan menginjeksikan uap air kedalam campuran udara bahan bakar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Agus dan Wito. 1978. Pengapian elektronik dengan CDI, Majalah Elektron, Volume 08 TH. 02, hal. 848 – 851

2. Arends BPM dan Berenschot H. 1992. Motor bensin, terjemahan Umar Sukrisno.

Jakarta: Penerbit Erlangga.

3. Arismunandar Wiranto.1980. Motor bakar torak. Bandung: Penerbit ITB.

4. Heldt, P.M. 1956. High-speed combustion engines. Philadelphia: Pchilton Company.

(14)

5. Hollembebeak, Barry. 1997. Automotive electricity & electronics, Second edition.

New York Delmar Publishers.

6. Jacobs, Christopher. 1999. Performeance ignition system. New York: The Berkley, Publishing Group.

7. Layne, Ken. 1986. Automotive engine performance. Canada: John Wiley and Sons.

8. Lichty, Lester C. 1951. Internal combustion engine. Tokyo: Mc Graw Hill Book Company.

9. Maleev, V.L. 1983. Internal combustion engine. Tokyo: Mc Graw Hill Book Company.

10. Obert, Edward F. 1973. Internal combustion engines and air pollution. New york:

Harper & Row, Publisher.

11. Pulkrabek, Willard W. 1997. Engineering fundamentals of the internal Combustion Engine. New Jersey:Prentice-Hall, Inc.

12. Resko, Boy Sasongko. 1982. Pengapian elektronik dengan CDI, Majalah Elektron, Volume 21 TH. VI, hal. 2124 – 2126.

13. SPX Corporation, Digital Gas Emissions Analyzer.

14. Zoelis. 2003. Pembakaran akurat bensin hemat Tabloid Otomotif, No. 11/XII Senin 21 Juli, hal. 30.

DAFTAR SIMBOL

A Luas penampang silinder hidrolik beban cm2 AFR Air-fuel ratio

Be Pemakaian bahan bakar Spesifik l /kWjam BTC Before Top Center

Gf Jumlah bahan bakar digunakan l/jam k Derajat polynomial

n Putaran min-1

L Jarak antara titik putar poros dengan beban m

Na Daya aksesori kW

Ne Daya poros berguna atau daya efektif kW

Ng Daya gesek kW

Ni Daya indikator kW

M Momen putar Nm

R2 Koefisien determinasi

tf Waktu yang dibutuhkan untuk Vf sec tdg Waktu pembakaran dalam derajat engkol deg

tig Waktu pembakaran µsec

TMA Titik Mati Atas TMB Titik Mati Bawah

Toil Temperatur minyak pelumas oC VAC Volt Alternate Current

VDC Volt Direct Current

Vf Volume bahan bakar digunakan ml

(15)

LAMPIRAN

200

1K 1K8

100n

NE 555

2 x 220

2 x 100mF/25V

2 x 86

100 2 x IN4001

.047 mF/400V

33 330K

100

100n

.47mF 630V

300K 10K

20K

4K7 IN4001

BC 178

BC 107

BC 107

100n

5K 2K 2.2

53n 68n 100n

115n 86n

100

100 100

100 100 100

100

100

IN4007

CB BAT

+ _

C + C_

100n

Gambar 16. Rangkaian Sistem Penyalaan Dual CDI.

Gambar

Tabel 1. Data Teknis Motor OTTO Kijang 5K
Tabel 1. Data Teknis Motor OTTO Kijang 5K
Tabel 6. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI
Gambar 10. Grafik Derajat Interval Penya- Penya-laan II terhadap Putaran
+3

Referensi

Dokumen terkait

Memenuhi Berdasarkan hasil hasi verifikasi terhadap dokumen Bill of Lading dari kegiatan penjualan ekspor oleh CV Cipta Usaha Mandiri selama setahun terakhir periode Mei

Pengembangan model untuk simulasi skenario tidak terlepas dari penyusunan berbagai asumsi. Asumsi-asumsi tersebut menjadikan model lebih bersifat “black box”, namun tidak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil aktivitas antioksidan pada teh kombinasi dari daun katuk dan daun kelor dengan dengan variasi suhu pengeringan.. Teh

Tetapi potensial antara sampel yang tidak diketahui dengan elektroda gelas dapat berubah tergantung sampelnya, oleh karena itu perlu dilakukan kalibrasi dengan menggunkan larutan

Analisis Hujan Bulan Maret 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan Mei, Juni dan Juli 2016 disusun berdasarkan hasil analisis data hujan yang diterima dari stasiun dan

• Uji pasti Fisher berlaku untuk semua ukuran contoh (tidak hanya untuk ukuran contoh kecil). • Untuk ukuran contoh besar uji ini memerlukan waktu komputasi

Sesuai dengan pembahasan diatas mengenai Notaris yang berkewajiban membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada

Menyusun laporan kegiatan Pusat Perencanaan Institusi secara berkala dalam rangka pertanggungjawaban kepada Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sumber