• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA MEDAN 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA MEDAN 2008"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

KABULARASI GRAFEM DAN FONEM DALAM AKSARA JAWI

(ARAB MELAYU) INDONESIA

KARYA ILMIAH

Dra. Fauziah, M.A.

NIP : 131 882 283

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wa syukrillah atas segala apa yang di karuniakan Allah selama ini dan yang akan datang kepada makhluk-Nya dimuka bumi ini, karena berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul “KABULARASI GRAFEM DAN FONEM DALAM AKSARA JAWI (ARAB

MELAYU) INDONESIA”. Seiring salawat dan salam kepada junjungan-Nya yang telah

menerangi umat dari alam jahiliyah ke arah kehidupan yang penuh petunjuk.

Pembahasan dalam penelitian ini berkaitan dengan Bahasa lisan adalah bahasa primer dan bahasa tulis adalah bahasa sekunder, tetapi peran atau fungsi bahasa tulis didalam kehidupan modern sangat besar sekali. Bahasa tulis sebenarnya merupakan rekaman bahasa lisan, sebagai usaha manusia untuk menyimpan bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada di ruang dan waktu yang berbeda. Hubungan antara bahasa lisan dan bahasa tulis sangat berkaitan dalam analisa bahasa, kalau bahasa lisan berkaitan dengan bunyi sedangkan bahasa tulis berkaitan dengan huruf. Analisa satu bahasa diantara bahasa-bahasa itu yang nantinya akan berhubungan dengan bunyi dan lambang yaitu aksara arab melayu indonesia (aksara jawi).

Dengan terwujudnya karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu bahasa dan pengetahuan kita dalam khasanah ilmu bahasa khusunya dalam bidang ilmu tata bahasa, dan dengan segala kerendahan hati, penelitian ini dipersembahkan kepada pembaca. Semoga bermanfaat untuk pengembangan pendidikan khususnya di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Amin YA Rabbal Alamin.

Medan, 2008 Penulis

Dra. Fauziah, M.A.

(3)

KABULARASI GRAFEM DAN FONEM DALAM AKSARA JAWI (ARAB MELAYU) INDONESIA

1. PENDAHULUAN

Bahasa lisan adalah bahasa primer dan bahasa tulis adalah bahasa sekunder, tetapi peran atau fungsi bahasa tulis didalam kehidupan modern sangat besar sekali.

Dalam studi Linguistik serta penganalisaan bahasa, bahasa lisan adalah bahasa primer, sedangkan bahasa tulis adalah bahasa sekunder. Bahasa lisan lebih dahulu ada dari pada bahasa tulis. Malah hingga saat itu hanya digunakan secara lisan, tetapi tidak secara tulisan. Dalam bahasa itu belum dikenal ragam bahasa tulis yang ada ragam bahasa lisan. (Chaer,1994:82).

Bahasa tulis sebenarnya merupakan rekaman bahasa lisan, sebagai usaha manusia untuk menyimpan bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada di ruang dan waktu yang berbeda. Hubungan antara bahasa lisan dan bahasa tulis sangat berkaitan dalam analisa bahasa, kalau bahasa lisan berkaitan dengan bunyi sedangkan bahasa tulis berkaitan dengan huruf.

Berbicara tentang bunyi secara umum dalam linguistik disebut fonologi, yang didalamnya dibahas tentang fonetik dan fonemik. Sedangkan pembahasan tentang huruf digarap bidang grafologi, dengan bahasan graf dan grafen. Hubungan keduanya adalah bagaimana nantinya bunyi diucapkan dan bagaimana dilambangkan dengan huruf.

Penganalisaan ini dapat dilakukan terhadap semua bahasa, karena setiap bahasa dapat dianalisa sejak ia tercipta sampai perkembangannya yang paling akhir. Setiap bahasa didunia ini mempunyai perbedaan-perbedaan disamping adanya persamaan-persamaan. Perbedaan –perbedaan itu akan kelihatan unik apabila dianalisa dari bidang linguistik, diantaranya berkenaan dengan bunyi dan lambang.

Analisa satu bahasa diantara bahasa-bahasa itu yang nantinya akan berhubungan dengan bunyi dan lambang yaitu aksara arab melayu indonesia (aksara jawi). Pembahasan itu cukup menarik sebab secara lambang aksara ini menggunakan huruf hijaiyah sedangkan kaidah bahasanya adalah mengacu pada bahasa indonesia, yang mana didalamnya didapat huruf yang melambangkan bunyi lafaz arabiyah dan disamping itu terdapat huruf yang melambangkan bunyi bahasa indonesia. Selain itu terdapat huruf-huruf melayu indonesia yang berbeda dengan huruf-huruf hijaiyah.

(4)

Adapun bunyi vokal dalam bahasa indonesia terdiri dari lima fonem yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /o/ yang dalam aksara arab melayu dilambangkan dengan tiga grafen yang dikenal dengan huruf saks yaitu

ي -

و

ا

-

sedangkan untuk bunyi vokal [e’’] dan /o/ tidak memiliki huruf tersendiri cukup menggunakan grafem [

ي] dan [و]

atau menambahkan tanda pada grafem dengan fonem /e/ dan /o/. Penggunaaan bunyi vokal itu tidak selamanya menggunakan huruf saksi. Ia hanya berlaku pada suku kata dimana puncak kenyaringan itu di tempatkan. Contoh :

ﺖﺑ ﺎﺑ

= babat

ﺖﺒﻴﺑ

= bibit

2. RUMUSAN MASALAH

Bunyi-bunyi bahasa lisan tidak selalu sama jumlahnya dengan lambang bahasa tulis. Meskipun punya lambang yang sama bisa pula terjadi bunyi yang berbeda. Hal ini terdapat dalam bahasa-bahasa yang sama lambangnya tetapi berbeda bunyi. Contohnya huruf /a/, lambang ini banyak dimiliki bahasa-bahasa tetapi berbeda cara pengucapannya. Telah dikemukakan terdahulu bahwa dalam linguistik, ilmu yang membahas tentang bunyi disebut fonologi sedangkan pembahasan tentang huruf adalah grafologi. Pembahasan fonologi meliput bagian fonetik, sedangkan fonemik dan bagaimana nanti keduanya dilambangkan disebut dengan grafen atau huruf yang dibicarakan dalam grafologi.

Secara etimologi fonologi terbentuk dari kata fon yaitu dan logos adalah ilmu. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik bisa dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. (Chaer,1994:102).

Dalam pembahasan ini tidak dibahas bunyi secara fonetis karena dalam tulisan fonetis setiap bunyi dilambangkan secara akurat meskipun perbedaannya hanya sedikit. Sedangkan fonemik hanya perbedaan bunyi yang distingtif saja yaitu yang berbeda

(5)

maknanya maka diperbedakan lambangnya. Bunyi-bunyi yang mirip tetapi tidak membedakan makna kata tidak berbeda lambangnya.

Sementara grafologi adalah ilmu yang membahas tentang huruf yang berasal dari graf yaitu satuan terkecil dalam aksara yang belum ditentukan statusnya. Sedangkan grafen adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem. (Chaer,1994:93). Kemudian Nurhadi (1995:332) mengatakan bahwa grafen adalah perlambang fonem yang berbentuk huruf. Untuk lebih jelas, grafen harus dibedakan dengan fonem. Fonem lebih merujuk ke bunyi bahasa. Kata “pintu” misalnya terdiri atas lima grafen yaitu <p>, <i>, <n>, <t>, <u> dan kebetulan terdiri dari lima fonem, yaitu /p/, /i/, /n/, /t/, /u/ .

Tetapi perhatikan contoh kata berikut “pulang”. Kata ini terdiri dari enam grafem, tetapi terdiri dari lima fonem. Grafem kata “pulang” adalah <p>, <u->, <i>, <a>, <n>, <g> sedangkan fonemnya adalah /p/, /u/, /l/, /a/, /ŋ/.

Sedangkan menurut Sabaruddin (1994:1) Grafem aksara arab melayu Indonesia (aksara jawi) diciptakan berdasarkan huruf arab yang lazim disebut Hija’iyah. Huruf hija’iyah itu terdiri dari 28 huruf, dari 28 huruf itu hanya 15 huruf yang terpakai untuk menulis kata – kata bahasa Melayu Indonesia ditambah 5 huruf yang bentukan baru yang tidak terdapat dalam huruf hija’iyah. Sedangkan 13 huruf yang lain hanya dipakai khusus untuk melukiskan kata – kata bahasa Arab asli.

Kaedah bahasa dalam aksara arab melayu Indonesia ( aksara jawi ) merujuk kepada bahasa Indonesia. Penulisan aksara arab melayu ini, telah diciptakan dan berkembang menjadi lebih baik sehingga menjadi kaidah arab melayu itu sendiri.

Selanjutnya dalam aksara arab melayu Indonesia ( aksara jawi ) itu ditemukan hal – hal sebagai berikut, fonem /r/ hanya punya satu bunyi dan satu grafem yaitu <,> contoh kata

نرو

= warna dan

نوار

= rawan. Dan adapula satu grafem lebih dari satu bunyi, seperti pada kata

ترمفو

= rumput dan

انسف

= insyaf grafem <

ف

> ditemukan dua buah bunyi yaitu /p/ dan /t/ kemudian adapula satu bunyi lebih dari satu grafem contoh kata

اوبﻩ

= ubah di dapat satu fonem yaitu fonem /u/ tapi dua grafem yaitu grafem <

ا>

alif dan <

و

> waw. Sementara dua grafem <

ا

> alif dan <

و

> waw dapat melahirkan

(6)

3. Fonem

Fonem adalah kumpulan kesan – kesan akustis dan gerakan artikulasi dari satuan yang terdengar dan satuan yang dituturkan, yang satu menentukan yang lain. Sehingga fonem sudah merupakan satu kompleks, yang satu kakinya berada di dalam setiap rangkaian ( Sausure, 1998 : 13 ).

Sedangkan menurut Verhaar ( 1993 :36 ) sesuatu bunyi yang mempunyai fungsi untuk membedakan kata dengan kata yang lain disebut fonem.

Definisi lain diungkapkan oleh Nurhadi ( 1995 : 297 ) bahwa satuan terkecil dari ciri – ciri bunyi bahasa yang membedakan arti dinamakan fonem.

Selanjutnya Chaer ( 1994 : 125 ) mengatakan fonem adalah bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi untuk membedakan makna kata.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa yang berfungsi untuk membedakan makna kata dari kata yang lain.

3.1. Identifikasi Fonem

Menurut Verhaar ( 1993 : 36 ) dan Chaer ( 1994 : 125 ) untuk mengetahui apakah sebuah bunyi berupa fonem atau bukan harus mencari sebuah satuan bahasa atau sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa yang lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Satuan bahasa itu setidaknya membuat pasangan minimal ( minimal fair ). Karena definisi pasangan minimal itu menurut Verhaar adalah seperangkat kata yang sama kecuali dalam dalam hal satu bunyi saja. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, berarti bunyi tersebut adalah fonem, karena ia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu, Misalnya kata Indonesia ‘murah’ dan ‘lurah’. Kedua kata itu sangat mirip masing – masing terdiri dari lima bunyi, yang pertama adalah bunyi [m]. [u], [r], [a], dan [h] dan yang kedua mempunyai bunyi [l], [u], [r], [a], dan [h[ jika kita bandingkan ternyata perbedaannya hanya pada [m] dan [l] pada dua kata itu namun kata itu menjadi berbeda artinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi [m] dan [l] adalah fonem yang

(7)

berbeda dalam bahasa Indonesia. Tetapi kadang-kadang pasangan minimal ini tidak mempunyai jumlah bunyi yang persis sama. Misalnya kata dalam bahasa Indonesia yaitu ‘muda’ dan ‘mudah’ juga merupakan pasangan minimal, sebab tiadanya bunyi [h] pada kata kedua menyebabkan kedua kata berbeda maknya. Jadi hal itu bunyi [h] adalah sebuah fonem.

3.2. Alofon

Pengertian alofon menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah varian bunyi (Kridalaksana, 1993 : 10).

Sedangkan Chaer (1994 : 127) mengemukakan bahwa alofon adalah bunyi – bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem. Bahkan ia menambahkan pernyataannya, kalau alofon adalah realisasi dari sebuah fonem, maka fonem bersifat abstrak karena fonem itu adalah abstraksi dari alofon atau alofon-alofon lain. Dengan kata lain yang konkrit dalam bahasa adalah alofon. Sebab alaofon-alofon itulah yang diucapkan.

3.3. Klasifikasi Fonem

Bunyi – bunyi bahasa Indonesia umumnya terdiri dari dua golongan besar yaitu bunyi – bunyi segmental dan supra segmental (Nurhadi : 292).

Sama halnya seperti yang diungkapkan Chaer (1994 : 128) klasifikasi fonem sama dengan klasifikasi bunyi yaitu adanya fonem segmental dan supra segmental. Yaitu fonem – fonem yang berupa bunyi yang didapat sebagai hasil segmentasi terhadap arus ujaran disebut fonem segmental. Sebaliknya fonem yang berupa unsur suprasegmental atau fonem non segmental.

3.3.1. Bunyi Segmental

3.3.1.1. Vokal

Secara fonetis lahirnya bunyi vokal dihasilkan dengan cara mengeluarkan udara dari paru – paru tanpa mendapat hambatan atau gangguan di dalam rongga hidung (Nurhadi, 1995 : 292). Ia juga menerangkan bahwa vokal ini tidak tergantung dari kuat lembutnya udara, tapi tergantung beberapa hal, seperti : posisi bibir, tinggi rendahnya lidah, dan maju mundurnya lidah.

(8)

Kemudia Chaer (1994 : 113) mengatakan bahwa vokal biasanya diklasifikasikan berdasarkan posisi lidah dan mulut. Posisi lidah bisa vertikal bisa horizontal. Kemudian menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar.

Sedangkan bunyi vokal dalam bahasa Arab dikenal dengan menunjukkan tanda yang disebut dengan harkat. Ia tidak dinyatakan dengan huruf dan ia terdapat tiga bunyi vokal yaitu /a/ dengan nama fathah, /i/ dengan nama kasrah dan /u/ dengan nama dhomnah.

Contoh kata

بﺮﺿ

=

ب

= fathah = ba

ر

= kasrah = ri ض = dhomnah = du

( Sulaiman, 1981 : 16 )

Kemudian harkat ini juga ada yang ditandai dengan huruf namun ia tidak menyatakan bahwa kata itu berbunyi harkat panjang, Huruf itu adalah

ا

= harkat panjang untuk bunyi /a/,

و

= harkat panjang untuk bunyi /u/, dan = harkat panjang untuk bunyi

ي

/i/ : Contoh : ا

=

جار

= jaar

و

=

رﻮﻃ

= thuur

ي

=

ﻦﻳت

= tiin

3.3.1.2. Konsonan

Nurhadi (1995 : 293 ) mengemukakan bahwa bunyi konsonan dihasilkan dari keluarnya udara dari paru – paru yang kemudian mendapat hambatan atau gangguan pada rongga mulut dan hidung.

Sedangkan Chaer (1994 : 116) menyatakan bahwa konsonan dibedakan berdasarkan tiga kriteria yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.

Berdasarkan tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bunyi itu. Pembagiannya adalah sebagai berikut :

1. Bilabial, konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir yang termasuk di dalamnya adalah konsonan [p], [b], [m], dan [w].

2. Labodental, konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas, yang termasuk adalah konsona [f] dan [v].

(9)

3. Laminoalveolar, konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi, yang termasuk adalah konsonan [t], [d], dan [n].

4. Dorsovelar, konsonan yang terjadi pada pangkal dan velum atau langit lunak, dan yang termasuk adalah konsonan [k], [g], dan [n].

5. Palatal, dihasilkan oleh bagian tengah lidah dan langit – langit keras, misalnya [c], dan [j].

6. Apikovelar, dihasilkan oleh ujung lidah dan lengkung kaki gigi, misalnya [t] dan [n]. 7. Hamzah glotal stop posisi pita tertutup sama sekali, misalnya [?].

8. Laringal, posisi pita suara terbuka agak lebar, contoh [h].

Selanjutnya berdasarkan cara artikulasi, yaitu bagaiman gangguan dan hambatan yang dilakukan terhadap arus udara itu. Bagian ini dapat dibedakan adanya konsonan. 1. Hambat ( letupan, plosif, dan stop ), di sini artikulator menutup aliran udara.

Sehingga udara mampat di belakang penutupan ini. Kemudian penutupan ini dibuka secara tiba – tiba sehingga menyebabkan terjadinya letupan seperti bunyi [p], [b], [t], [d], [k], dan [g].

2. Geseran atau frikatif, di sini artikulator aktif mendekati artikulator pasif, membentuk celah sempit sehingga udara yang lewat mendapat gangguan di celah itu seperti [f], [s], dan [z].

3. Paduan atau afrikat, di sini artikulator menghambat seluruh aliran udara, lalu membentuk celah sempit dengan artikulator pasif, ini merupakan gabungan antara hambatan dan frikatif seperti [c] dan [j].

4. Sengauan atau nasal, di sini artikulator menghambat sepenuhnya aliran udara melalui mulut tetapi membiarkannya keluar melalui rongga hidung dengan beda seperti [m], [n], dan [ŋ].

5. Getaran atau triil, di sini artikulator aktif kontak beruntun dengan artikulator pasif, sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang, seperti [r].

6. Sampingan atau lateral, di sini artikulator aktif menghambat aliran udara pada bagian tengah mulut, lalu membiarkan udara keluar melalui samping lidah seperti [l].

7. Hampiran atau aproksimon, di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang mendekati posisi terbuka seperti dalam pembentukan vokal tetapi tidak cukup sempit

(10)

untuk menghasilkan konsonan geseran. Oleh karena itu bunyi yang dihasilkan sering disebut semi vokal seperti [w] dan [y].

Berdasarkan pita suara dibedakan adanya bunyi konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara dengan keterangan sebagai berikut :

1. Bunyi konsonan bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit. Sehingga terjadilah getaran pada pita suara contohnya adalah [m], [ņ], [ŋ], [ń], [ň], [b], [d], [j], [g], [v], [z], [l], [r], [ŗ], [R].

2. Konsonan tak bersuara, contohnya adalah [p], [t], [ţ], [c], [k], [f], [x], [h], [s], [š].

3.3.2. Bunyi Suprasegmental

3.3.2.1. Tekanan atau Stress

Tekanan adalah menyangkut masalah keras lunaknya bunyi suara yang diucapkan sehingga ia menghasilkan makna yang berbeda-beda. Contohnya dalam bahasa Inggris kata “black board” bila tekanannya pada unsur ‘black’ maka artinya ‘papan tulis’ kalau tekanannya pada unsur ‘board’ maka berarti ‘papan hitam’.

Kalau dalam bahasa arab tekanan kata seperti yang dikemukakan oleh Sulaiman (1981:19) di bawah ini :

1. Kata yang mempunyai dua suku kata mendapat aksentuasi (tekanan suara) pada suku pertama. Contoh :

ﻢﺴﻟا

(ismun) dan

بحر

(bahrun).

2. Kata yang mempunyai tiga suku kata mendapat aksentuasi (tekanan suara) pada suku pertama kecuali jika suku tengahnya berharkat sukun (mati) dan suku inilah yang mendapat tekanan suara (aksentuasi). Contoh

: قتل

(qotala) dan

لعب

(la’iba).

3. Apabila huruf mati digandakan (yang pertamanya tanpa harkat) maka dalam tulisannya hanya satu saja dan diberi tanda ّّ , yang dinamakan tasydid atau syaddah. Jadi huruf yang mempunyai tanda ini dibaca ganda seperti :

ﻢﻠﻋ

‘allama

مﺪﻗ

qoddama

(11)

Nada ini berkenaan dengan tinggi rendahnya suara atau bunyi yang apabila terdapat pengucapan dengan fonem yang sama tetapi nada ucapannya berbeda maka akan berbeda makna. Dan bisa ditandai dengan / َ / untuk nada naik, / / untuk nada turun, / / untuk nada turun naik, / / untuk nada naik turun.

3.3.2.3. Jeda (persendian)

Jeda (persendian) berkenaan dengan hentian bunyi arus ujar. Disebut juga karena adanya hentian itu dengan kesendian karena ditempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain. Jeda ini dapat bersifat penuh juga dapat bersifat sementara, biasanya dibedakan adalah sendi dalam arus (internal juncture) dan sendi luar (open juncture).

Sendi dalam menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang lain yang menjadi batas silabel biasanya diberi tanda tambah (+) misalnya :

/ min + ta / / an + dai /

/ ma + ta + ha + ri /

Sendi luar menunjukkan batas lebih besar dari segmen silabel dalam hal ini biasanya dibedakan :

1. jeda antar kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal ( / ) 2. jeda antar frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda ( // ) 3. jeda antar kalimat dalam wacana diberi tanda berupa silang ganda ( # ) contoh kalimat

‘# dosen // bahasa/ modern # dan # dosen / bahasa// modern #’

Dalam kata itu harus jelas pengucapannya dimana letak jedanya, sehingga tercapai makna yang dimaksud.

3.4. Silabel

Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtunan. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai puncak kenyaringan yang biasanya jatuh pada sebuah vokal. Menurut Chaer (1995 :124) menentukan batas silabel memang agak sukar karena

(12)

fonemik, morfologi dan ortografi misalkan kata ‘makanan’ apabila dipisahkan secara fonemik pemisahannya adalah [ma], [ka] dan [nan], padahal secara ortografi pemisahannya adalah ma+ka+nan.

3.5. Khasanah Fonem

Chaer (1995 : 131) menyatakan yang dimaksud dengan khasanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Menurut catatan para pakar yang tersedikit jumlah fonemnya adalah bahasa asli penduduk hawai yaitu hanya 13 buah fonem, dan yang jumlah fonemnya terbanyak yaitu 75 fonem adalah sebuah bahasa di Kaukasus Utara. Begitu juga dengan perimbangan jumlah fonem vokal fonem konsonannya. Bahasa arab hanya mempunyai tiga buah fonem vokal, bahasa Inggris dan bahasa Prancis mempunyai lebih dari 10 buah fonem vokal.

Ada kemungkinan juga karena perbedaan tafsiran, maka jumlah fonem dalam suatu bahasa menjadi tidak sama banyaknya menurut pakar yang satu dengan pakar yang lain. Ini karena cara penganalisaan yang berbeda dengan mengaitkan unsur segmental dan suprasegmental.

4. Grafem

Menurut Nurhadi (1995 : 332) bahwa grafem adalah bagian dari garapan ortografi (segala sesuatu yang berhubungan dengan tulisan). Dia mengungkapkan pembahasan ortografi itu terbagi kepada tiga yaitu :

(1). Grafem-grafem

(2). Konvensi-konvensi ejaan,

(3). Konvensi-konvensi fungtuasi atau tanda baca.

Pembahasan dalam analisis ini adalah bagian pertama yaitu grafem. Ia mendefinisikan grafem adalah pelambang dari fonem yang berbentuk huruf.

Grafem berasal dari kata graf yaitu huruf, grafem itu sendiri pengertiannya adalah lambang dari fonem (Kridalaksana 1993 : 66).

Selanjutnya Chaer (1994 : 93) mengungkapkan graf adalah satuan terkecil dalam aksara yang belum ditentukan statusnya. Kemudian pernyataan tentang grafem adalah

(13)

atuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata atau morfem, tergantung dari sistem aksara yang bersangkutan.

Jadi dari ungakapan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa grafem itu adalah huruf tetapi ia gambaran dari fonem. Jadi hubungan fonem dengan grafem sangat berkaitan.

Setelah menganalisa keterangan Chaer (1994 : 93-95) maka bagian dari grafem adalah tiga yaitu unsur-unsur grafem yang sama dengan fonem yaitu grafem yang terbentuk adanya fonem segmantal dan suprasegmental, kemudia bentuk-bentuk penulisannya yang disebut dengan alograf, serta penggunaan huruf menurut jumlahnya yang akan dibahas sebagai berikut.

4.1. Unsur-Unsur Grafem

Mengingat grafeam itu adalah pelambang dari fonem maka unsur segmental dan suprasegmental fonem itupun akan terlihat dalam grafem. Unsur-unsur itu secara keseluruhan adalah vokal, konsonan, stress, nada dan jeda. Maka grafemnyapun akan sesuai penulisannya seperti bunyi yang dihasilkan oleh fonem. Contoh fonem vokal /a/ maka grafemnya adalah <a>.

4.1. Alograf

Alograf adalah anggota dari satuan aksara yang merupakan grafem yang berbeda-beda menurut posisinya atau pelbagai bentuk dari huruf tulis. (Kridalaksana 1993 : 10).

Sedangkan Chaer (1994 : 93) menyatakan alograf adalah varian dari grafem. Jadi, alograf itu adalah bagian dari grafem yang tulisannya diatur menurut bentuk dan posisinya. Chaer mencontohkan posisi huruf arab dapat berdiri sendiri, diawal, di tengah, dan di akhir. Contoh grafem <

ج

>

ج

bila berdiri sendiri

bila di awal

bila di tengah

(14)

Contoh lain dalam bahasa Indonesia misalkan huruf <b> bila di awal kalimat menjadi huruf kapital <B> atau dalam tulisan grafem sambung dapat ditulis dengan :

B huruf kapital b bila berdiri sendiri bila di awal bila di tengah bila di akhir

4.2. Penggunaan Huruf/ Grafem Menurut Jumlah

Grafem atau huruf tidak selalu sama jumlahnya dengan fonem dalam satu bahasa atau sebaliknya. Dalam bahasa Fin dan bahasa Turki setiap huruf melambangkan satu fonem. Dalam bahasa Indonesia ada beberapa fonem yang dilambangkan dengan gabungan dua buah huruf. Contoh gabungan huruf <ng> untuk melambangkan fonem / / ada juga dalam bahasa Indonesia sebuah huruf digunakan untuk melambangkan dua buah fonem yang berbeda yaitu huruf <e> yang dipakai untuk melambangkan fonem <e> dan / / (Chaer 1994 : 95).

Muchtar (1988 : 43) mengatakan bahwa bahasa Inggris terkenal dengan sebuah bahasa dimana pengejaan dan pengucapan jauh berbeda, rangkaian suara yang sama dapat dieja dalam beberapa cara yang berbeda dari seri huruf yang sama dapat dirangkaikan dalam beberapa rangkaian suara yang berbeda. Seperti fonem /i/ ada yang dilambangkan dengan huruf <i>, ada yang dilambangkan dengan <y>, dan ada juga yang dilambangkan dengan gabungan huruf <ee> atau <ea>.

Demikian pula halnya apabila suatu bahasa itu ditulis secara sylabis maka akan terlihat pula perbedaannya dalam penulisannya, seperti yang dicontohkan oleh Muchtar (1998 : 141) bahasa yang dilambangkan secara sylabis adalah bahasa di India dan bahasa Jawa, akan tetapi masih banyak bahasa-bahasa lain yang ditulis secara sylabis.

Jadi penggunaan huruf yang berbeda jumlahnya banyak terjadi dalam suatu bahasa di dunia. Ini karena fonem-fonem yang diucapkan tidak selalu sama atau grafem-grafemnya tidak selalu sama selamanya.

4.3. Hubungan Fonem dengan Grafem

Setelah penulis menerangkan fonem dengan grafem maka telah diketahui hubungan keduanya sangat erat. Sebab grafem itu sendiri maknanya adalah gambaran

(15)

dari fonem. Meskipun dalam linguistik secara umum nantinya ada simbol untuk menyatakan unsur fonemis seperti bunyi [ ] yang di dalam bahasa Indonesia grafemnya tetap <ng>.

Kemudian kalau didalam penuturan apabila dilihat berbeda berupa alofon-alofon maka yang dilambangkan adalah fonemnya, baik dia meliputi unsur segmental atau unsur suprasegmantal. Selanjutnya mengingat adanya persamaan dan perbedaan penggunaan fonem dengan grafem dalam setiap penuturan yang dituliskan maka berbeda pula jumlahya dalam bahasa itu.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sabaruddin, dkk. 1994. Pedoman Sistem Ejaan Huruf Arab Melayu Indonesia. Medan : Departemen P & K

Arsyad Thoib Lubis, Muhammad. 1991. Riwayat Nabi Muhammad SAW. Medan : Islamiyah

Bloom Field, Leonard. 1995. Language. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka Utama

Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal – Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya : Airlangga University Press

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta

De Sausure, Ferdinand. 1996. Pengertian Linguistik Umum. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Kridalaksana, Hari Mukti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka Utama

Lass, Rober. 1991. Fonologi. Semarang : IKIP Semarang Press

Muchtar, Muhijar. 1988. Linguistik Umum Sebuah Survei Pengantar. Medan : Departemen P & K

Muda, Iskandar, T. 1996. Kesusastraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Jakarta : Penerbit Libra.

(17)

Pasaribu, Daud, dkk. Tanpa Tahun. Aksara Arab Melayu Indonesia. Jilid I, II, dan III. Medan : Budi Utomo

Samsuri. 1974. Analisa Bahasa. Jakarta : Erlangga

Sulaiman, Kasim. 1981. Prama Sastra Arab. Jakarta : Penerbit Prakarsa Belia Tarigan, H.B. 1984. Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung : Angkasa

Verhaar, J.W.M. 1990. Pengantar Linguistik. Yogyakarta : Jakarta University Press Vikov, Lars, S. 1990. Penyempurnaan Ejaan. Jakarta : Intermasa

Yock Fang, Liau. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta : Erlangga

Zubersyah, Nurhayati Lubis. 1995. Bahasa Indonesia Dan Teknis Penyusunan Karangan Ilmiah. Medan : USU Press

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar psikomotorik siswa kelas VII pada mata pelajaran Aqidah

Tes kemampuan pemahaman matematis ditujukan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa yang meliputi aspek penguasaan pemahaman konseptual dan pengetahuan

Tujuan merancang sebuah antenna J-Pole yang bekerja pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz dengan polaradiasi J-pole berpolarisasi vertikal dengan arah pancaran yang omnidirectional

Dalam penulisan tugas akhir ini juga penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak yang terkait3. Oleh karena itu, dengan terlaksananya Tugas

[r]

Untuk mencari nilai h, kita harus memenuhi persamaan (12), di mana nilai yang dibutuhkan pada karakteristik udara pada suhu 55 o C dapat dilihat pada tabel 2... Untuk mencari

Maka bagi Kyai Fuad, seni lukis rajah adalah dimensi yang meruang pada pembacaan multitafsir di mana tujuan dakwahnya melalui seni menjadi salah satu model pembacaan tersebut

Pada bab II dijelaskan mengenai definisi graf, incident dan adjacent, derajat titik dari graf, subgraf, graf beraturan- r, graf komplit, graf bipartisi, graf bipartisi komplit,