• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

12

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1

Kadar Air

Kadar air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. Kadar air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal ini adalah hal yang menjadi perhatian konsumen dalam mengkonsumsi produk ekstrusi. Berdasarkan hasil analisis kadar air produk berkisar antara 3,88 % hingga 3,89 %. Pengujian dengan general linear

model univariate menunjukkan bahwa hanya perlakuan pre-conditioning yang berpengaruh nyata

terhadap kadar air produk pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 10).

Sebagian kadar air pada produk yang diproses dengan pre-conditioner memiliki kadar air akhir yang sedikit lebih rendah. Penyebaran air pada bahan yang diproses dengan pre-conditioner jauh lebih baik dibandingkan penyebaran air pada bahan yang diproses tanpa pre-conditioner. Hal ini disebabkan oleh uap yang digunakan pada pre-conditioner lebih mudah menyebar dibanding menggunakan air. Selain itu, bahan yang diproses dengan pre-conditioner sudah menerima energi panas sebelum masuk ke dalam ekstruder. Hal ini menyebabkan energi yang diterima bahan di dalam ekstruder digunakan sebagian untuk menguapkan air sementara bahan yang tidak diproses dengan pre-conditioner menggunakan sebagian energi dari proses ekstrusi untuk menaikkan suhu bahan serta sebagai energi awal untuk gelatinisasi.

Kadar air produk yang tertinggi dan terendah produk hanya memiliki selisih 0,0043%. Selisih yang tidak terlalu besar ini disebabkan oleh kadar air bahan yang diproses dengan pre-conditioner dan tanpa pre-conditioner sudah diatur sama. Kadar air produk ekstrusi yang dihasilkan pada penelitian ini sesuai dengan standar SNI 01-2886-2000 di mana kadar air akhir produk snack ekstrusi maksimal 4 %.

5.2

Derajat Gelatinisasi

Derajat gelatinisasi pati atau biasa disebut sebagai derajat kematangan merupakan parameter yang penting dalam ekstrudat. Selain menentukan daya cerna suatu ekstrudat, derajat gelatinisasi juga akan mempengaruhi karakteristik produk yang akan dihasilkan serta kestabilan selama penyimpanan (Paton dan Spartt 1980). Berdasarkan hasil analisis, nilai derajat gelatinisasi dari ekstrudat yang dihasilkan adalah 9,68 % sampai 15,47 %. Nilai derajat gelatinisasi tertinggi sebesar 15,47 % didapatkan pada ekstrudat dengan substitusi gandum utuh 10% yang melalui pre-conditioner dan diproses dengan kecepatan ulir 370 rpm, sedangkan nilai derajat gelatinisasi terendah sebesar 9,68 % didapatkan pada ekstrudat dengan substitusi gandum 5% yang tidak melalui pre-conditioner dan diproses dengan kecepatan ulir 350 rpm.

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioning dan kecepatan ulir yang berbeda berpengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi produk pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 11a). Uji lanjut duncan dilakukan untuk menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar variabel (Lampiran 11b). Kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada produk yang dihasilkan. Tingkat substitusi gandum 0 %, 5 % dan 10 % juga memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan uji korelasi kadar gandum memiliki nilai korelasi yang paling tinggi (Lampiran 18).

(2)

13

Gambar 3. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dan perlakuan pre-conditioning

Dilihat dari pengaruh pre-conditioner pada derajat gelatinisasi ekstrudat dapat disimpulkan bahwa pre-conditioner secara nyata meningkatkan derajat gelatinisasi ekstrudat pada setiap kombinasi tingkat substitusi gandum (0 %, 5 %, dan 10 %) dan kecepatan ulir (350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm) yang diujikan. Pada pre-conditioner bahan baku mendapat perlakuan panas secara langsung dari steam yang bersentuhan langsung dengan bahan baku. Suhu yang didapat saat bahan baku keluar dari preconditioner adalah 74oC di mana ini sudah di atas suhu awal gelatinisasi dari gandum (Harper 1989). Adanya energi termal tersebut menyebabkan bahan sudah mengalami gelatinisasi awal sebelum masuk ke dalam ekstruder dan suhu bahan baku sebelum masuk ke dalam ekstruder lebih tinggi dari bahan baku yang tidak melalui pre-conditioner, sehingga energi yang didapatkan bahan selama proses ekstrusi dapat langsung digunakan untuk proses gelatinisasi.

Gambar 4. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dan kecepatan ulir 4.6 6.6 8.6 10.6 12.6 14.6 16.6 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm D e rajat Ge latinis asi (% ) preconditioner non preconditioner

(3)

14

Kecepatan ulir memberikan pengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi. Derajat gelatinisasi produk dengan kecepatan ulir 350 rpm dan 360 rpm tidak saling berbeda nyata namun berbeda nyata dibanding dengan kecepatan ulir 370 rpm. Kecepatan ulir 370 rpm menghasilkan derajat gelatinisasi yang lebih tinggi dibanding 350 rpm dan 360 rpm. Semakin tinggi kecepatan ulir yang digunakan akan meningkatkan gesekan pada bahan baku dan memberikan energi pada bahan baku sehingga memungkinkan terjadinya gelatinisasi. Walau demikian, menurut Bhattacharya dan Milford, 1987, kecepatan ulir yang terlalu tinggi akan menurunkan residence time dan bahan baku akan lebih sedikit mendapatkan panas dari ekstruder sehingga derajat gelatinisasi pada bahan baku akan lebih rendah.

Gambar 5. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dengan kadar gandum

Tingkat substitusi gandum sendiri memberikan pengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi ekstrudat. Tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 % tidak saling berbeda nyata namun berbeda nyata terhadap produk dibandingkan dengan substitusi gandum 10 %. Tingkat substitusi gandum 10 % memiliki derajat gelatinisasi yang lebih tinggi dibanding tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 %. Tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 % tidak berbeda nyata, hal ini menunjukkan tingkat substitusi gandum 5 % belum dapat memberikan pengaruh yang nyata dalam hal derajat gelatinisasi. Gandum memiliki entalpi gelatinisasi yang lebih rendah dibandingkan jagung. Hal ini menyebabkan ekstrudat dengan tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi memiliki derajat gelatinisasi yang lebih tinggi.

5.3

Water Solubility Index (WSI)

Water solubility index dan water absorption index adalah salah satu karakteristik dari ekstrudat

dan umumnya penting dalam memperkirakan bagaimana sifat ekstrudat ketika diproses lebih lanjut.

Water solubility index menunjukkan jumlah molekul ekstrudat yang dapat tersuspensi ke dalam air.

Hasil analisis menunjukkan nilai WSI berkisar antara 5,1 mg/ml hingga 9,5 mg/ml. Nilai WSI terendah sebesar 5,1 mg/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %, tanpa proses

pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 350 rpm. Sedangkan nilai WSI tertinggi sebesar 9,5 mg/ml

didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 10 %, dengan proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 370 rpm.

(4)

15

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioning dan kecepatan ulir yang berbeda berpengaruh nyata terhadap WSI ekstrudat pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 12a). Uji lanjut duncan dilakukan untuk menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar parameter (Lampiran 12b). Kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada produk yang dihasilkan. Tingkat substitusi gandum 0 %, 5 % dan 10 % juga memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan uji korelasi perlakuan pre-conditioning memiliki nilai korelasi yang paling tinggi terhadap WSI (Lampiran 18).

Gambar 6. Grafik hubungan antara WSI dan perlakuan pre-conditioning

Perlakuan pre-conditioner secara langsung meningkatkan water solubility index. Hal ini dapat dilihat dari nilai WSI ekstrudat yang diproses melalui pre-conditioner lebih tinggi dari nilai WSI ekstrudat yang diproses tanpa pre-conditioner pada setiap kombinasi tingkat substitusi gandum dan kecepatan ulir yang digunakan. Adanya panas dari pre-conditioner menyebabkan bahan baku tergelatinisasi dan sebagian besar amilopektin yang ada pada bahan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana. Molekul sederhana inilah yang dapat larut ke dalam air.

0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm WS I (g/m l) preconditioner non preconditioner

(5)

16

Gambar 7. Grafik hubungan antara WSI dan kecepatan ulir

Kecepatan ulir memberikan pengaruh nyata terhadap WSI. WSI produk dengan kecepatan ulir 350 rpm dan 360 rpm tidak saling berbeda nyata namun berbeda nyata dibanding dengan kecepatan ulir 370 rpm. Kecepatan ulir 370 rpm menghasilkan nilai WSI yang lebih tinggi dibanding 350 rpm dan 360 rpm. Kecepatan ulir yang lebih tinggi memberikan gaya gesek yang lebih tinggi pada bahan menyebabkan timbulnya energi yang mampu memecah molekul makro pada bahan baku menjadi lebih sederhana dan lebih mudah larut.

Gambar 8. Grafik hubungan antara WSI dan kadar gandum

Tingkat substitusi gandum sendiri memberikan pengaruh nyata terhadap nilai WSI. Tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 % tidak saling berbeda nyata namun keduanya berbeda nyata terhadap produk dibandingkan dengan substitusi gandum 10 %. Tingkat substitusi gandum 10 % memiliki WSI yang lebih tinggi dibanding tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 %. Tingkat substitusi gandum 0 %

0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01 350 360 370 WS I (g/m l) Kecepatan ulir (rpm) Kadar wheat 0%, nonpreconditioner Kadar wheat 0%, preconditioner Kadar wheat 5%, nonpreconditioner Kadar wheat 5%, preconditioner Kadar wheat 10%, nonpreconditioner Kadar wheat 10%, preconditioner 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01 0% 5% 10% WS I (g/m l) Kadar Gandum 350 rpm preconditioner 360 rpm preconditioner 370 rpm preconditioner 350 rpm nonpreconditioner 360 rpm non preconditioner 370 rpm nonpreconditioner

(6)

17

dan 5 % tidak berbeda nyata, hal ini menunjukkan tingkat substitusi gandum 5 % belum dapat memberikan pengaruh yang nyata pada nilai WSI. Hal ini menunjukkan keberadaan gandum juga menentukan nilai WSI dari ekstrudat. Gandum utuh memiliki proporsi kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda dengan jagung. Di antara amilosa dan amilopektin, amilosa lebih mudah larut di dalam air (Muchtadi et al., 1988).

5.4

Water Absorption Index (WAI)

Water absorption index menunjukkan jumlah air yang dapat terserap oleh ekstrudat. Hasil

analisis menunjukkan nilai WAI berkisar antara 4,86 mg/ml hingga 5,45 mg/ml. Nilai WAI terendah sebesar 4.86 mg/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 10 %, tanpa proses

pre-conditioning dan pada kecepatan ulir 360 rpm. Sedangkan nilai WAI tertinggi sebesar 5.45 mg/ml

didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %, dengan proses pre-conditioning dan pada kecepatan ulir 370 rpm.

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa di antara tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioning dan kecepatan ulir, hanya perlakuan pre-conditioning yang berpengaruh nyata terhadap WAI ekstrudat pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 13). Uji lanjut duncan tidak dilakukan karena tingkat substitusi gandum dan kecepatan ulir tidak berbeda nyata.

Gambar 9. Grafik hubungan antara WAI dan perlakuan pre-conditioning

Sebagian besar nilai WAI dari perlakuan pre-conditioning lebih tinggi dibanding nilai WAI pada perlakuan tanpa pre-conditioning. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Gomez dan Aguilera, 1983, yang menyebutkan bahwa semakin tinggi degradasi pati akan meningkatkan nilai dari WSI dan menurunkan nilai dari WAI. Hal ini disebabkan oleh derajat gelatinisasi yang ada tidak terlalu besar sehingga amilopektin yang ada pada bahan baku tidak dipecah menjadi molekul yang sangat sederhana namun menjadi molekul dengan panjang rantai menengah di mana banyak terdapat gugus hidrofilik sehingga lebih mudah menyerap air.

Berdasarkan Mezreb et al. perubahan kecepatan ulir sebesar 100 rpm memiliki pengaruh yang tidak signifikan untuk WAI. Walau demikian, peningkatan kecepatan ulir dapat meningkatkan rusaknya molekul makro dari pati dan menyebabkan pati lebih mudah larut di dalam air sehingga

4.5 5 5.5 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm WA I (m l/ g) preconditioner non preconditioner

(7)

18

molekul yang mampu menahan air pada ekstrudat lebih sedikit. Tingkat substitusi gandum 0 %, 5 %, dan 10 % juga tidak nyata dalam menentukan nilai WAI.

5.5

Bulk Density

Bulk density adalah salah satu nilai yang menggambarkan kepadatan dari produk ekstrusi yang

dinyatakan dalam satuan berat per volume. Secara tidak langsung bulk density menggambarkan struktur dari produk ekstrusi. Pada bulk densitiy rendah umumnya produk memiliki volume rongga yang lebih besar dan dinding pembentuk rongga tersebut lebih tipis. Sebaliknya produk dengan bulk

density tinggi umumnya produk memiliki volume rongga yang lebih kecil dan dinding pembentuk

rongga tersebut lebih tebal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bulk density berkisar antara 0,08 g/ml hingga 0,10 g/ml.

Bulk density terendah sebesar 0,08 g/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %,

dengan proses pre-conditioning dan pada kecepatan ulir 350 rpm. Sedangkan bulk density tertinggi sebesar0,10g/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 10 %, dengan tanpa proses

pre-conditioning dan pada kecepatan ulir 350 rpm. Pengujian dengan general linear model univariate

menunjukkan bahwa interaksi di antara tingkat substitusi gandum dan perlakuan pre-conditioning berpengaruh nyata terhadap bulk density ekstrudat pada taraf signifikansi 5% sedangkan kecepatan ulir tidak memberikan pengaruh yang nyata (Lampiran 14a). Uji lanjut duncan dilakukan pada tingkat substitusi gandum dan hasil menunjukkan bahwa tingkat substitusi 0 % dan 5 % tidak memberikan produk dengan bulk density berbeda nyata namun keduanya memberikan produk dengan bulk density yang berbeda nyata terhadap produk dengan tingkat substitusi 10 % (Lampiran 14b). Uji korelasi menunjukkan kadar gandum memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan preconditioning (Lampiran 18).

Gambar 10. Grafik hubungan antara bulk density dengan perlakuan pre-conditioning 0.075 0.08 0.085 0.09 0.095 0.1 0.105 0.11 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm B u lk d e n si ty (g/m l) preconditioner non preconditioner

(8)

19

Gambar 11. Grafik hubungan antara bulk density dengan kadar gandum

Tingkat gelatinisasi yang lebih tinggi akan menyebabkan tingginya volume dan rendahnya densitas pada produk ekstrusi (Schwartz 1992). Untuk pengaruh pre-conditioning dapat dilihat bahwa produk ekstrusi dengan perlakuan pre-conditioning memiliki bulk density yang lebih rendah pada semua kombinasi tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir yang digunakan. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dibuat Schwartz (1992). Walau demikian pada pengaruh tingkat substitusi gandum utuh, hal yang serupa tidak ditemukan. Derajat gelatinisasi yang lebih tinggi pada tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi tidak membuat bulk density lebih rendah melainkan lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh gandum utuh yang digunakan tidak hanya terdiri dari pati saja. Gandum utuh berbeda dengan jagung, gandum utuh mengandung komponen di luar pati yang lebih tinggi dibandingkan jagung seperti protein dan serat. Hal inilah yang memberikan pengaruh terhadap bulk

density yang lebih besar pada tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi.

5.6

Derajat Pengembangan dan Panjang

Derajat pengembangan dan panjang adalah dua parameter yang penting untuk mendapatkan bentukkan fisik dari produk yang diinginkan. Menurut Wang, 1997, derajat pengembangan erat kaitannya dengan tekstur produk. Pengembangan yang baik akan berdampak positif terhadap kerenyahan produk. Derajat pengembangan yang didapat pada kali ini berkisar antara 386,4 % hingga 423,07%. Derajat pengembangan terendah sebesar 386,4 % didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 10 %, dengan proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 370 rpm. Sedangkan derajat pengembangan tertinggi sebesar 423,07% didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %, dengan proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 350 rpm.

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa interaksi di antara tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioner dan kecepatan ulir, hanya kecepatan ulir yang berpengaruh nyata terhadap derajat pengembangan ekstrudat pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 15a). Uji lanjut duncan dilakukan pada kecepatan ulir dan hasil menunjukkan bahwa kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm berbeda nyata (Lampiran 15b). Dilihat dari kecepatan ulir yang digunakan menunjukkan bahwa pada kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm, kecepatan ulir

0.075 0.08 0.085 0.09 0.095 0.1 0.105 0.11 0 5 10 B u lk d en si ty (g/m l) Kadar gandum (%) 350 rpm nonpreconditioner 360 rpm nonpreconditioner 370 rpm nonpreconditioner 350 rpm preconditioner 360 rpm preconditioner 370 rpm preconditioner

(9)

20

350 rpm selalu memberikan derajat pengembangan yang lebih besar diikuti oleh kecepatan ulir 360 rpm dan yang paling rendah derajat pengembangannya adalah 370 rpm.

Derajat pengembangan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kelembaban adonan, jenis pati, ukuran partikel adonan, dan kecepatan ulir (Apriani 2009). Jenis pati yang digunakan mempengaruhi derajat pengembangan. Umumnya pati tersusun atas amilosa dan amilopektin, pati yang kaya akan amilopektin umumnya akan lebih mudah mengembang dibandingkan pati yang kaya amilosa. Hal ini disebabkan rantai amilosa terikat satu sama lain selama proses pemasakan membuat strukturnya lebih padat (Monaru & Kokini 2003). Derajat pengembangan juga berbanding lurus dengan derajat gelatinisasi dari produk (Schwartz 1992). Pada hasil analisis penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang nyata pada produk ekstrusi dengan berbagai tingat substitusi dengan gandum utuh. Hal ini disebabkan karena kandungan amilosa dan amilopektin pada jagung dan gandum tidak jauh berbeda. Selain itu derajat gelatinisasi pada tingkat substitusi gandum memang lebih tinggi namun ada beberapa komponen pada gandum seperti protein dan serat yang membatasi derajat pengembangan produk. Tingkat substitusi gandum yang berkisar 0 % hingga 10 % juga masih belum cukup untuk menghasilkan perbedaan derajat pengembangan yang berbeda.

Pengukuran panjang yang dilakukan menunjukkan panjang produk ekstrusi yang didapat dalam penelitian ini berkisar antara 19,72 mm hingga 25,58 mm. Panjang produk yang terendah sebesar 19,72 mm didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %, tanpa proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 350 rpm. Sedangkan panjang produk yang tertinggi sebesar 25,58 mm didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 5 %, dengan proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 370 rpm. Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa interaksi di antara tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioner dan kecepatan ulir, ada dua hal yang berpengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi ekstrudat pada taraf signifikansi 5 % yaitu kecepatan ulir dan perlakuan pre-conditioner (Lampiran 16a). Uji korelasi menunjukkan kecepatan ulir memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi dibanding perlakuan pre-conditioner dalam menentukkan panjang produk (Lampiran 18).

Gambar 12. Grafik hubungan derajat pengembangan dan kecepatan ulir 382 387 392 397 402 407 412 417 422 427 350 360 370 D e rajat Pen ge m b an gan ( % ) Kecepatan ulir (rpm) Kadar wheat 0%, nonpreconditioner Kadar wheat 0%, preconditioner Kadar wheat 5%, nonpreconditioner Kadar wheat 5%, preconditioner Kadar wheat 10%, nonpreconditioner Kadar wheat 10%, preconditioner

(10)

21

Gambar 13. Grafik hubungan panjang produk dengan kecepatan ulir

Uji lanjut duncan dilakukan pada kecepatan ulir dan hasil menunjukkan bahwa kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm berbeda nyata (Lampiran 16b). Pada kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm, kecepatan ulir 370 rpm menghasilkan produk dengan panjang yang tertinggi, diikuti kecepatan ulir 360 rpm dan yang paling pendek adalah 350 rpm. Hal ini berbanding terbalik dengan derajat pengembangan di mana pada derajat pengembangan kecepatan ulir 350 rpm menghasilkan nilai yang terbesar sedangkan kecepatan ulir 370 rpm menghasilkan nilai yang terendah. Pada kecepatan ulir 350 rpm hingga 370 rpm dapat dilihat bahwa pada kecepatan ulir yang lebih tinggi produk yang dihasilkan cenderung mengembang ke arah panjang, sedangkan pada kecepatan ulir lebih rendah produk yang dihasilkan cenderung mengembang ke arah lebar.

Gambar 14. Grafik hubungan antara panjang produk dan perlakuan pre-conditioning 19 20 21 22 23 24 25 26 350 360 370 Pan jan g (m m ) Kecepatan ulir (rpm) 0% nonpreconditioner 0% preconditioner 5% nonpreconditioner 5% preconditioner 10% nonpreconditioner 10% preconditioner 18 19 20 21 22 23 24 25 26 0% 350 rpm 0% 360 rpm 0% 370 rpm 5% 350 rpm 5% 360 rpm 5% 370 rpm 10% 350 rpm 10% 360 rpm 10% 370 rpm Pan jan g (m m ) Preconditioner nonpreconditioner

(11)

22

Preconditioner tidak mempengaruhi derajat pengembangan produk namun mempengaruhi panjang produk. Dalam hal panjang, preconditioner meningkatkan panjang produk ekstrusi pada setiap kombinasi kecepatan ulir dan tingkat substitusi gandum utuh yang digunakan. Hal ini serupa dengan penurunan bulk density pada produk yang diberi perlakuan preconditioner. Tingkat gelatinisasi yang lebih tinggi pada preconditioner tidak memberikan pengaruh yang nyata pada derajat pengembangan namun memberikan nilai yang nyata pada panjang dari produk ekstrusi. Sehingga dengan bentuk die yang digunakan lebih membatasi produk untuk mengembang ke arah lebar.

5.7

Analisa Tekstur

Analisa tekstur pada penelitian kali ini dilakukan dengan mengukur force atau gaya yang diperlukan oleh Texture Analyzer untuk menekan produk pada jarak tertentu. Besarnya gaya ini akan menentukan karakteristik dari tekstrur produk ekstrusi yang dianalisa. Nilai yang didapat pada analisa tekstur kali ini berkisar antara 19,43 kg force hingga 33.59 kg force. Hasil tertinggi yang diperlukan oleh Texture Analyzer adalah 33.59 kg force yang diperoleh oleh produk tanpa perlakuan

pre-conditioning, kecepatan ulir 370 rpm, dan tingkat substitusi gandum utuh sebesar 10 % sedangkan

nilai gaya terendah diperoleh oleh produk tanpa pre-conditioning, kecepatan ulir 350 rpm, dan tingkat substitusi gandum utuh sebesar 0 %.

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa interaksi di antara tingkat substitusi gandum, kecepatan ulir dan perlakuan pre-conditioning berpengaruh nyata terhadap gaya yang diperlukan Texture Analyzer untuk menekan ekstrudat pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 17). Uji lanjut duncan dilakukan pada tingkat substitusi gandum dan kecepatan ulir. Hasil menunjukkan bahwa tingkat substitusi 0 % dan 5 % tidak memberikan gaya yang berbeda nyata namun keduanya memberikan gaya yang berbeda nyata terhadap produk dengan tingkat substitusi 10 %. Kecepatan ulir 350 rpm dan 360 rpm tidak memberikan gaya yang berbeda nyata namun keduanya memberikan gaya yang berbeda nyata terhadap produk dengan dengan kecepatan ulir 370 rpm. Uji korelasi menunjukkan kecepatan ulir memiliki nilai korelasi yang paling tinggi dalam menentukkan tekstur produk (Lampiran 18).

Gambar 15. Grafik hubungan antara tingkat kekerasan dengan perlakuan pre-conditioning 19.000 21.000 23.000 25.000 27.000 29.000 31.000 33.000 35.000 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm Tin gka t kekeras an (kg) preconditioner non preconditioner

(12)

23

Secara umum penerimaan energi yang lebih tinggi oleh bahan di dalam ekstruder, akan meningkatkan denaturasi karbohidrat dan protein dan menyusun diri sepanjang aliran laminar di dalam ekstruder. Molekul-molekul kecil yang terbentuk ini membentuk ikatan silang menjadi struktur baru yang dapat mengembang setelah keluar dari die (Muchtadi 1988). Hasil yang diperoleh menunjukkan hal yang berbeda. Perlakuan pre-conditioning memberikan energi panas pada bahan tetapi produk yang didapatkan secara umum lebih keras. Pemberian energi yang terlalu besar memang tidak diinginkan karena dapat menggelatinisasi secara keseluruhan menyebabkan terjadinya dekstrinisasi yang menghasilkan tekstur yang tidak diinginkan. Walau demikian analisis derajat gelatinisasi menunjukkan hasil derajat gelatinisasi yang tidak terlalu tinggi.

Gambar 16. Grafik hubungan antara tingkat kekerasan dengan kecepatan ulir

Menurut Jin, 1994, peningkatan kecepatan ulir meningkatkan derajat gelatinisasi bahan yang secara umum meningkatkan daya cerna produk dan karakteristik tekstur menjadi lebih renyah. Walau demikian, Muchtadi, 1988, peningkatan kecepatan ulir akan meningkatkan efek pemotongan dan penyusunan ulang molekul-molekul besar seperti karbohidrat dan protein sehingga rusak dan kehilangan sifat untuk mengembang atau memiliki dinding tebal sehingga tekstur lebih keras. Pada analisis yang dilakukan didapatkan hasil bahwa semakin tinggi kecepatan ulir dalam kisaran 350 rpm hingga 370 rpm menyebabkan tekstur yang semakin keras.

19.000 21.000 23.000 25.000 27.000 29.000 31.000 33.000 35.000 350 360 370 T in g k at k ek er asan ( k g ) Kecepatan Ulir (rpm) Kadar wheat 0%, nonpreconditioner Kadar wheat 0%, preconditioner Kadar wheat 5%, nonpreconditioner Kadar wheat 5%, preconditioner Kadar wheat 10%, nonpreconditioner Kadar wheat 10%, preconditioner

(13)

24

Gambar 17. Grafik hubungan antara tingkat kekerasan dengan kadar gandum

Substitusi gandum dalam penelitian ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur. Hal ini disebabkan gandum dan jagung merupakan dua bahan baku dengan karakteristik yang berbeda. Lebih tingginya kadar protein dan serat pada gandum serta perbedaan karakteristik pati pada gandum dan jagung merupakan hal yang mendasari perbedaan ini. Tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi menyebabkan karakteristik produk yang terbentuk lebih keras. Hal ini disebabkan oleh keberadaan protein pada gandum menyebabkan energi yang diterima bahan digunakan sebagian untuk mendenaturasi protein. Tingkat gelatinisasi menjadi lebih rendah dan tekstur yang dihasilkan lebih keras.

Analisis tekstur yang dilakukan pada penelitian ini menghasilkan banyak hal-hal yang tidak dapat dijelaskan. Karakteristik tekstur produk tidak hanya dipengaruhi oleh kecepatan ulir, perlakuan

pre-conditioning, dan substitusi gandum utuh. Hal ini menyebabkan pembahasan pada karakteristik

tekstur produk belum maksimal. 19.000 21.000 23.000 25.000 27.000 29.000 31.000 33.000 35.000 0% 5% 10% T in g k at k ek er asan ( k g ) Kadar Gandum 350 rpm nonpreconditioner 360 rpm nonpreconditioner 370 rpm nonpreconditioner 350 rpm preconditioner 360 rpm preconditioner 370 rpm preconditioner

Gambar

Gambar 4. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dan kecepatan ulir 4.66.68.610.612.614.616.6Kadarwheat0%, 350rpmKadarwheat0%, 360rpmKadarwheat0%, 370rpmKadarwheat5%, 350rpmKadarwheat5%, 360rpmKadarwheat5%, 370rpmKadarwheat10%,350 rpmKadarwheat10%,360
Gambar 5. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dengan kadar gandum
Gambar 6. Grafik hubungan antara WSI dan perlakuan pre-conditioning
Gambar 8. Grafik hubungan antara WSI dan kadar gandum
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini begayut dengan konsep persepsi yang merupakan esensi dari kebudayaan etnik Riung dalam konteks hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta..

Pengaruh medan listrik berpulsa dan cahaya ultraviolet-C terhadap penurunan bakteri Escherichia coli pada biofilm yang optimum digunakan adalah pada kuatmedan listrik berpulsa 3,5

Teknik penilaian ini juga merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa dan mengetahui bagaimana siswa dapat

Galur anu digunakeun dina ieu wawacan nyaéta galur marélé, lantaran di awal carita diwanohkeun heula kumaha kaayaan kahirupan palaku utama ti leutik nepi ka gedéna,

Perancangan video layanan masyarakat ini memiliki tujuan utama, yaitu untuk mengajak generasi muda di Surabaya berpartisipasi secara aktif dalam penanganan

Sistem juga dapat menampilkan perbandingan nilai antara kasus baru dengan kasus training sesuai dengan ID kasus dimulai dari similarity paling besar ke paling

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, setelah melakukan analisis dan pembahasan terhadap masalah yang telah dikemukakan dalam penelitian, maka dapat disimpulkan

Menurut pendapat Setiati dkk, (2014) bahwa Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit yang menyebabkan penurunan dari kinerja ginjal secara bertahap dan