• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)

Menurut pendapat Setiati dkk, (2014) bahwa Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit yang menyebabkan penurunan dari kinerja ginjal secara bertahap dan akan berakhir dengan terjadi gagal ginjal kronik. Berdasarkan pendapat Doengoes dkk (2000) penurunan dari fungsi ginjal secara bertahap dan tahap akhirnya adalah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal merupaman penyakit yang membuat kinerja ginjal menjadi menurun dan penyakit ini tidak bisa disembuhkan secara total atau kinerja ginjal tidak akan kembali seperti semula. Tahap akhir dari penyakit ginjal adalah gagal ginjal kronik dan disebabkan oleh banyak hal. Komplikasi Hipertensi atau diabetes militus pada penderita gagal ginjal diakabatkan tubuh tidak mampu mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan eletrolit dalam tubuh.

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan pendapat Sudoyo dkk (2009) gagal ginjal kronik diklasifikasikan berdasarakan stage (derajat) laju filtrasi glomerulus (LFG). Nilai LFG normal adalah 125 ml/min/1,73m2. Berikut adalah cara menghitung LFG menggunakan persamaan Cockcroft-Gault:

Berikut adalah klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan stage (Setiati dkk, 2014) :

• Stage 1 yaitu kerusakan ginjal normal dengan LFG ≥ 90 ml/mn/1.73m2 • Stage 2 yaitu kerusakan ginjal ringan dengan LFG 60-89 ml/mn/1.73m2 • Stage 3 yaitu kerusakan ginjal sedang dengan LFG 30-59 ml/mn/1.73m2 • Stage 4 yaitu kerusakan ginjal berat dengan LFG 15-29 ml/mn/1.73m2 • Stage 5 yaitu gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/mn/1.73m2atau dialysis

(2)

2.3 Etiologi

Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang bertahap dan perkembangannya lambat, biasanya penyakit gagal ginjal ini beralangsung dalam beberapa tahun dan penyakit gagal ginjal ini tidak reversible (Nanda, 2010). 2.3.1 Glomerulonefritis

Glomerulonefritis adalah penyakit yang menimbulkan perubahan struktur, permeabilitas dan kinerja glomerulus yang diakibatkan karena terjadi inflamasi maupun non inflamasi pada glomerulus (Setiati dkk, 2014).

2.3.2 Proteinuria

Berdasarkan pendapat Sudoyo dkk, (2009) menyatakan bahwa proteinuria disebabkan karena adanya protein yang terkandung dalam urin manusia, kadar protein tersebut melebihi batas normalnya. Kandungan protein pada urin manusia normal yaiut 150 mg/24 jam dan pada anak anak 140 mg/m2.

2.3.3 Penyakit ginjal diabetik

Sudoyo dkk (2009) menyatakan bahwa pasien yang menderita penyakit diabetes dapat mengalami berbagai macam gangguan ginjat, seperti terjadi infeksi saluran kemih, terjadi batu saluran kemih, pielonefritis. Gangguan-gangguan ini biasanya disebut denan penyakit ginjal non diabetik.

2.3.4 Amiloidosis ginjal

Amilodosis ginjal merupakan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan polimer protein di ekstraseluler, gambari amilodosis dapat diketahui dengan cara histokimia (Sudoyo dkk, 2009).

2.3.5 Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyebab utama dan terjadi lebih dari 30% klien yang menerima dialisis, sedangkan hipertensi sebagai penyebab utama ESRD kedua (Widodo, 2014).

1. Etiologi menurut: Buku ajar “Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan perkemihan”

(3)

3. Nefrotik diabetik, angiopati sehingga jaringan ginjal <O2 dan nutrisi. 4. Nefritis hipertensil, vaskularisasi jaringan ginjal kurang.

5. Nefritis lupus, kerusakan jaringan dan nefron ginjal. 6. Eritematosa lupus sistemik

7. Terbentuknya kompleks imun pada membrane basalis menyebabkan terjadinya inflamsi dan sclerosis dengan glumerulonefritis local, focal dan difus.

8. Hipertensi Nefrosklerosis

Penyempitan arteriol ginjal, arteri kecil dan sclerosis diakibatkan oleh hipertensi jangka panjang.

2.4 Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Menurut Henderson (dalam Sudoyo dkk, 2009) manyatakan bahwa manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia akan membutuhkan bantuan untuk meraih kesehatan, kebebasan, kemandirian dan kematian yang damai. Handerson juga menyatakan bahwa kebutuhan dasar manusia ada 14 komponen adalah penanganan perawatan, berikut adalah komponen kebutuhan dasar manusia yang diklasifikasikan menjadi 4 kategori yaitu kebutuhan biologis, kebutuhan psikologis, kebutuhan sosiologis dan spiritual, berikut adalah komponen kebutuhan dasar manusia:

1. Kebutuhan Biologis a. Kebutuhan Oksigen b. Kebutuhan akan nutrisi c. Kebutuhan eliminasi d. Kebutuhan aktivitas e. Kebutuhan istirahat

f. Kebutuhan pakaian personal g. Kebutuhan cairan

h. Kebutuhan perawatan diri

i. Kebutuhan rasa aman dan nyaman 2. Kebutuhan Psikologi

(4)

b. Kebutuhan berkembang 3. Kebutuhan Sosiologis

a. Kebutuhan belajar b. Kebutuhan bermain 4. Kebutuhan spiritual

Handerson juga memberikan pendapat bahwa pikiran manusia dan tubuh manusia tidak dapat dipisahkan (inseparable). Seperti halnya bahwa klien dan keluarga juga tidak bisa dipisahkan satu sama lain (Pother dan Perry, 2005). Berikut ini adalah uraian tentang ganggian dalam pemenuhan kebutuhan dasar pada penderita penyakit gagal ginjal kronik:

2.4.1 Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

Ginjal merupakan organ yang sangat vital dalam tubuh manusia, karena ginjal berfungsi sebagai pengekresi/penyaring cairan dalam tubuh manusia. Ginjal setiap harinya rata-rata menerima 1500 ml darah dan menyaring darah tersebut menjadi urin. Pada penderita gagal ginjal kronik dimana terjadi LFG yang mempengaruhi retensi terhadap natrium dan cairan. Karena adanya LFG sehingga ginjal tidak mampu mengencerkan atau mengkonsentrasikan urin secara normal hal itu membuat retensi natrium dan cairan menjadi tidak terkendali. Cairan dan natrium yang tertahan dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya pembengkakan (edema), hipertensi dan gagal jantung (Mubarok dkk., 2015).

2.4.2 Kebutuhan Oksigen

Dalam tubuh manusia oksigen digunakan sebagai kelangsungan metabolism sel dalam tubuh manusia, oksigen juga berguna mepertahankan aktivitas dan hidup dari berbagai organ dan sel tubuh manusia.

Pada Penderita gagal ginjal mereka cenderung melakukan pernafasan yang cepat dan juga dangkal, irama nafas dari penderita gagal ginjal juga tidak teratur dan frekuensi nafas yang lebih cepat dibandingkan dengan orang normal. Menurut Pother dan Perry (2005) bahwa pada penderita gagal ginjal kronik dapat ditemukan adanya sianosis pada bagian perifer maupun sentral karena difusi oksigen di membrane alveolar tidak kuat hal ini karena adanya pembengkakan

(5)

(edema) pada paru-paru, sesak nafas dan nyeri dada akibat adanya penimbunan cairan pada bagian paru-paru.

2.4.3 Kebutuhan nutrisi

Tubuh dalam beraktivitas membutuhkan adanya energi, energi didapatkan dari pengolahan zat makanan oleh system pencernaan, hal ini biasa disebut nutrisi. Sistem pencernaan yang berperan untuk membuhi kebutuhan nutrisi, yaitu mulut sampai usus halus, dan organ yang membantu pencernaan yaitu hati, pancreas dan kantong empedu.

Pada penderita gagal ginjal, pada system pencernaannya biasanya ditemykan vomitus, anoreksia dan nausea, yang ada hubungannya dengan adanya gangguan pada metabolisme protein di usus. Karena pada penderita gagal ginjal kinerja ginjal menurun dan tidak dapat mengeluarkan sisa dari metabolism tubuh yaitu ureum. Hal ini membuat kadar ureum di dalam darah menjadi meningkat dan mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung dan meningkatkan asam lambung yang menyebabkan mual. Peningkatan kadar ureum juga akan terjadi pada air liur, ureum yang ada di air liur akan diubah oleh bakteri menjadi ammonia sehingga nafas seorang penderita gagal ginjal akan bau ammonia dan lidah kotor ataupun munculnya lesi pada mukosa mulut. Para penderita gagal ginjal kronik juga akan mengalami kembung pada perut, hal ini diakibatkan oleh meningkatnya kadar ureum dalam usus (Pother dan Perry, 2005).

2.4.4 Kebutuhan rasa aman nyaman

Pada penderita penyakit gagal ginjal kronik akan ada rasa gatal hal ini diakibatkan oleh uremi fross, kelembaban kulit akan menurun, turgor kulit akan kembali dalam >3 detik, kulit terlihat bersisik. Pada penderita gagal ginjal tahap yang lebih lanjut akan terjadi termogulasi tubuh tidak seimbang, akibat adanya anemia sehingga mengakibatkan kulit menjadi pucat dan berwarna agak kuning akibat dari urokrom, terjadi penumpukan dari kristal urea di kulit. Karena hal itu pada penderita gagal ginjal akan ditemukan bekas garukan pada kulit mereka karena adanya gatal-gatal pada kulit penderita gagal ginjal (Pother dan Perry, 2005).

(6)

2.4.5 Kebutuhan Aktivitas

Pada seseorang yang memiliki penyakit gagal ginjal akan terjadi punurunan laju filtrasi glomerulus hal ini menyebabkan kadar serum fosfat dalam tubuh akan menurun atau meningkat. Karena penurunan kadar serum fosfat tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan maupun peningkatan sekresi

parathormone di kelenjar paratiroid. Pada penderita gagal ginjal kronik, tubuh

mereka tidak dapat merespon dengan baik adanya penurunan maupun peningkatan sekresi parathormone sehingga mengakibatkan perubahan tulang dan menyebabkan osteodistrofienal (Smeltzer dan Bare, 2010).

2.5 Tanda dan Gejala

Berdasarkan pendapat Smeltzer dan Bare (2010) penderita gagal ginjal kronik akan menunjukkan terjadi hipertensi, terjadi pembengkakan (edema) pada bagian kaki atau tangan ataupun sacrum, dan juga terjadi pembesaran pada vena leher. Pada seseorang yang menderita gagal ginjal akan memiliki kulit yang warnanya abu-abu mengkilap, kulitnya juga kering dan bersisik, penderita gagal ginjal juga memiliki kuku yang rapuh dan juga tipis, rambutnya juga kasar. Sesorang yang memiliki penyakit gagal ginjal kronik memiliki nafas yang dangkal dan juga cepat. Pada seseorang yang menderita gagal ginjal memiliki nafas yang bau

2.6 Komplikasi

Para penderita gagal ginjal kronik juga akan mengalami komplikasi. Menurut pendapat Suwitra dalam (dalam Sudoyo dkk, 2009) komplikasi yang dialami oleh penderita gagal ginjal kronik, yaitu hiperkalemi, pericarditis, efusi pericardial, hipertensi, anemia, uremia, gagal jantung, malnutrisi dan sebagainya. 2.7 Penatalaksanaan

Menurut pendapat (Sudoyo dkk, 2009) menyatakan bahwa penderita gagal ginjal harus mendapat penatalaksanaan secara khusu tergantung dari stage. Berikut adalah penatalaksanaanya:

2.7.1 Penyakit ginjal Stage 1

Pada penderita penyakit ginjal stage 1 membutuhkan pentalaksanaan terapi pada penyakit dasarnya dan melakukan evaluasi terhadap pemburukan fungsi

(7)

ginjal,

2.7.2 Penyakit ginjal Stage 2

Pada penderita penyakit ginjal stage 2 membutuhkan pentalaksanaan dengan tujuan untuk menghambat pemburukan dari fungsi ginjal

2.7.3 Penyakit ginjal Stage 3

Pada penderita penyakit ginjal stage 3 membutuhkan pentalaksanaan melakukan evaluasi komplikasi dan melakukan terapi komplikasi apabila terjadi komplikasi.

2.7.4 Penyakit ginjal Stage 4

Pada penderita penyakit ginjal stage 4 membutuhkan pentalaksanaan melakukan persiapan untuk terapi pergantian ginjal.

2.7.5 Penyakit ginjal Stage 5

Pada penderita penyakit ginjal stage 5 membutuhkan pentalaksanaan yaitu melakukan terapi pergantian ginjal

2.8 Asuhan Keperawatan pada Pasien CKD 2.8.1 Pengkajian

Berdasarkan pendapat Smeltzer dan Bare (2010) pengkajian adalah dasar utama dalam proses keperawatan yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dari pasien. Sedangkan berdasarkan pendapat Guswanti (2019) pengkajian dalam asuhan keperawatan yaitu proses identifikasi pada pasien untuk mengetahui kebutuhan pasien serta memberika diagnosa keperawatan. Isi dari pengkajian adalah berikut:

1. Identitas Pasien

Pada bagian ini berisi tentang nama lengkap, alamat, umur, tempat dan tanggal lahir, suku bangsa, nama orang tua/penanggung jawab.

2. Keluhan Utama

Pada bagian ini berisi tentang keluhan yang dirasakan oleh pasien, seperti susah bergerak, gangguan istirahat tidur, nyeri, kram pada otot dan lain sebagainya.

(8)

3. Riwayat Kesehatan dan Pengobatan Pasien Sebelumnya

Pada bagian ini berisi tentang status kesehatan pasien dan bagaimana pengobatan yang dilakukan pasien untuk mengatasi penyakitnya

4. Aktifitas dan Istirahat

Pada bagian ini berisi tentang pola aktivitas pasien sebelum sakit dan sesudah sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami kelelahan, kelemahan, gangguan pada saat tidur, kelemahan pada otot.

5. Elminasi

Pada bagian ini berisi tentang pola eliminasi pasien pada saat sebelum sakit dan pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami penurunan volume urin, anuria, perubahan pada warna urin, anuria dan lain sebagainya.

6. Makan dan Minum (Cairan)

Pada bagian ini berisi tentang pola makan dan minum pasien pada saat sebelum sakit dan pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami adanya pembengkakan (edema), peningkatan berat badan, adanya penurunan pada berat badan (malnutrisi), mulut bau ammonia, adanya perubahan kelembabab pada kulit.

7. Kenyamanan

Pada bagian ini beri Pada bagian ini berisi tentang pola kenyamanan pasien pada saat sebelum sakit dan pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami nyeri pada bagian panggul, sakit kepala, gelisah, kram pada otot.

8. Pernapasan

Pada bagian ini berisi tentang pola pernapasan pasien pada saat sebelum sakit dan pada saat sakit.Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami nafas yang pendek dan dangkal, batuk dengan atau tanpa disertai sputum, dyspnea, takipnea.

9. Sesksualitas

Pada bagian ini berisi tentang sesksualitas pasien pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami penurunan pada libido, infertilitas, amenorea.

(9)

10. Neurosensori

Pada bagian ini berisi tentang neurosensori pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami penglihatan kabur, adanya rasa seperti terbakar pada bagian telapak kaki, mengalami kesemutan atau kejang. 11. Interaksi Sosial

Pada bagian ini berisi tentang pola interaksi sosial pasien pada saat sebelum sakit dan pada saat sakit. Pada penderita gagal ginjal kronik biasanya akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial karena penderita gagal ginjal mengalami kesulitan dalam menentukan kondisi.

2.8.2 Diagnosis

Diagnosis keperawatan adalah penilaian secara klinis kepada pasien, yang dinilai adalah bagaimana respon pasien terhadap masalah kesehata yang dialami oleh pasien tersebut. Diagnosa keperawwatan dibedakan menjadi dua, yaitu diagnosa positif dan diagnosa negative. Diagnosa negative adalah diagnosa yang diberikan pada pasien yang sedang sakit atau beresiko sakit yang kemudian diarahkan untuk tindakan keperawatan guna mengobati atau mencegah. Diagnosa positif adalah diagnosa yang diberkan kepada pasien yang sudah sehat atau pasien yang sudah mencapai kondisi lebih sehat dari kondisi sebelumnya (Guswanti, 2019).

Diagnosa yang diberikan kepada pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik ditunjukkan ssebagai berikut (SDKI, 2016):

1. Hipervolemi 2. Nyeri Akut

3. Gangguan Integritas Kulit 4. Gangguan Pertukaran Gas 5. Perfusi perifer yang tidak efektif 6. Defisit nutrisi

7. Nausea

(10)

2.8.3 Perencanaan

Berdasarkan pendapat (Asmadi, 2008) pada tahap perencanaan merupakan proses pembuatan urutan penanganan dari hasil diagnosa, pada bagian ini berisi tujuan, intervensi dan evaluasi dari diagnosa yang diberikan kepada pasien. Tabel 2.1 Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

No Diagnosa

Keperawatan Tujuan Intervensi

1 hipervolemi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka hipervolemi meningkat dengan kriteria hasil:

1. Asupan cairan meningkat 2. Haluaran urin meningkat 3. Edema menurun

4. Tekanan darah membaik 5. Turgor kulit membaik

Manajemen Hipervolemi Observasi:

1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (edema, dispnea, suara napas tambahan)

2. Monitor intake dan output cairan

3. Monitor jumlah dan warna urin

Terapeutik

4. Batasi asupan cairan dan garam

5. Tinggikan kepala tempat tidur

Edukasi

6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan cairan Kolaborasi 7. Kolaborasai pemberian diuretik 8. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat deuretik

9. Kolaborasi pemberian continuous renal replecement therapy (CRRT), jika perlu 2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8 jam maka tautan nyeri meningkat dengan kriteria

hasil:

1. Melaporkan nyeri terkontrol meningkat 2. Kemampuan mengenali

onset nyeri meningkat 3. Kemampuan

menggunakan teknik

Manajemen Nyeri Observasi:

1. Identifikasi factor pencetus dan pereda nyeri

2. Monitor kualitas nyeri 3. Monitor lokasi dan

penyebaran nyeri 4. Monitor intensitas nyeri

dengan menggunakan skala 5. Monitor durasi dan

(11)

nonfarmakologis meningkat 4. Keluhan nyeri penggunaan analgesic menurun 5. Meringis menurun 6. Frekuensi nadi membaik 7. Pola nafas membaik 8. Tekanan darah membaik

Teraupetik

6. Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 7. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi

8. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

9. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

Kolaborasi

10. Kolaborasi pemberian obat analgetik

3 Gangguan Integritas Kulit

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil:

1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan 2. Perfusi jaringan baik 3. Mampu melindungi kulit

dan mempertahankan kelembaban kulit

Perawatan integritas kulit Obsevasi

1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi)

Terapeutik

2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring

3. Lakukan pemijataan pada area tulang, jika perlu 4. Hindari produk berbahan

dasar alkohol pada kulit kering

5. Bersihkan perineal dengan air hangat

Edukasi

6. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion atau serum)

7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

8. Anjurkan minum air yang cukup

9. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem 4 Gangguan

Pertukaran Gas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan pertukaran gas tidak terganggu dengak kriteria hasil:

1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal

2. Tidak terdapat otot bantu napas

3. Memlihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan

Pemantauan respirasi Observasi

1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas 2. Monitor pola napas

3. Monitor saturasi oksigen 4. Auskultasi bunyi napas

Terapeutik

5. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

(12)

mulut dan hidung, jika perlu

7. Berikan oksigen tambahan, jika perlu

8. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

9. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 10. Informasikan hasil

pemantauan

Kolaborasi

11. Kolaborasi penentuan dosis oksigen

5 Perfusi perifer yang tidak efektif

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x8 jam maka perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil:

1. Denyut nadi perifer meningkat

2. Warna kulit pucat menurun

3. Kelemahan otot menurun 4. Pengisian kapiler

membaik 5. Akral membaik 6. Turgor kulit membaik

Perawatan sirkulasi Observasi

1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu)

2. Monitor perubahan kulit 3. Monitor panas, kemerahan,

nyeri atau bengkak 4. Identifikasi faktor risiko

gangguan sirkulasi

Terapeutik

5. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi 6. Hindari pengukuran

tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi 7. Lakukan pencegahan

infeksi

8. Lakukan perawatan kaki dan kuku

Edukasi

9. Anjurkan berhenti merokok 10. Anjurkan berolahraga rutin 11. Anjurkan mengecek air

mandi

12. Anjurkan meminum obat pengontrol tekanan darah secara teratur

Kolaborasi

13. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu 6 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8 jam diharapkan pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien

Manajemen Nutrisi Observasi

1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi makanan yang

(13)

tercukupi dengan kriteria hasil:

1. Intake nutrisi tercukupi 2. Asupan makanan dan

cairan tercukupi

disukai

3. Monitor asupan makanan 4. Monitor berat badan

Terapeutik

5. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu 6. Sajikan makanan secara

menarik dan suhu yang sesuai

7. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

Edukasi

8. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

9. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan, jika perlu 11. Kolaborasi pemberian

medikasi sebelum makan 7 Nausea Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8 jam maka nausea membaik dengan kriteria hasil: 1. Nafsu makan membaik 2. Keluhan mual menurun 3. Pucat membaik 4. Takikardia membaik (60-100 kali/menit) Manajemen Mual Observasi 1. Identifikasi pengalaman mual

2. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)

Terapeutik

3. Kendalikan faktor

lingkungan penyebab (mis. Bau tak sedap, suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan) 4. Kurangi atau hilangkan

keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan, ketakutan, kelelahan)

Edukasi

5. Anjurkan istirahat dan tidur cukup

6. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual

7. Ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk mengatasi mual (mis. Relaksasi, terapi musik,

(14)

akupresur)

Kolaborasi

8. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu 8 Resiko

penurunan curah jantung

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan penurunan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil: 1. Kekuatan nadi perifer

meningkat

2. Tekanan darah membaik 100-130/60-90 mmHg 3. Lelah menurun

4. Dispnea menurun dengan frekuensi 16-24 x/menit

Perawatan Jantung Observasi:

1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung (mis. Dispnea, kelelahan) 2. Monitor tekanan darah 3. Monitor saturasi oksigen

Terapeutik:

4. Posisikan semi-fowler atau fowler

5. Berikan terapi oksigen

Edukasi

6. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam

7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi

Kolaborasi

8. kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu Sumber: PPNI, 2018.

2.8.4 Implementasi

Menurut Koizer (2010) menyatakan bahwa pada proses implementasi harus didasarkan pada kebuhan pasien, berdasarkan faktor lain yang dapat mempengaruhi kebutuhan keperawatan, berdasarkan strategi implementasi keperawatan dan berdasarkan komunikasi. Pada proses implementasi ini juga terjadi penerapan dari tindakan keperawatan yang telah di rencanakan.

2.8.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan yang intelektual untuk digunakan memperbaiki proses selama perawatan yang menandakan sebarapa jauh diagnosa keperawatan, rencana akan tindakan dan pelaksanannya apakah sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2013).

Gambar

Tabel 2.1 Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik  No  Diagnosa

Referensi

Dokumen terkait

1. Undang-Undang Dasar itu sudah cukup apabila telah memuat aturanaturan pokok saja, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain

Para nasionalis kebudayaan beranggapan bahwa negara adalah produk dari keunikan sejarah maupun budaya, dan merupakan bentuk solidaritas kolektif yang diberkahi

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai motor penggerak dan tujuan akhir integrasi ekonomi seperti yang dicanangkan dalam Komunitas ASEAN 2015. Dalam hal

Membantu Kepala Sekolah dalam pelaksanaan tugas hubungan industri / masyarakat meliputi menyusun dan melaksanakan program kerja, mengarahkan, membina,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model konseptual yang tepat dalam penciptaan nation branding sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata Indonesia

18-08-2005 - 25-08-2005 Program Hibah Kompetisi Sistim Perencanaan Penyusunan Program Dan Penganggaran (sp4) Universitas Hasanuddin Jurusan Sastra Asia Barat, Fakultas

Dengan melemahnya bursa global pada perdagangan semalam, hari ini mayoritas bursa utama regional Asia juga dibuka melemah.. Kekhawatiran yang sama dan juga sikap

Lebih lanjut, dalam proses pembinaan akhlak yang dilakukan oleh Dayah Liwaul Mukhlisin terhadap remaja Gampong Lamlagang terdapat beberapa kendala, antara lain:..