• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

DIFFERENCES OF PRE AND POST HEMODIALYSIS LYMPHOCYTE LEVELS IN CHRONIC RENAL FAILURE PATIENT AT RSUD Dr. H.

ABDUL MOELOEK LAMPUNG PROVINCE 2015

By Rossadea Atziza

Chronic renal disease is a structural or functional kidney damage for ≥ 3 months, with or without decreased glomerular filtration rate (GFR). One of therapy used in patient with chronic renal disease is hemodialysis. Patient undergoing hemodialysis found to have immunity disorder that can increase the risk of secondary infection. This abnormality is characterized by changes in number and function of lymphocyte. The aim of this study is to find out the differences of pre and post hemodialysis lymphocyte levels in chronic renal failure patient at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province 2015.

Design of this study are descriptive – comparative analytic with cross-sectional approach involving 37 patients of chronic renal disease undergoing hemodialysis.

The result showed that the mean level of lymphocytes decreased by 298 ± 350,35413 after having a hemodialysis treatment. Based on these result, it was concluded that there is a significant differences of pre and post hemodialysis lymphocyte levels with p value = 0,000 (p<0,05).

(2)

ABSTRAK

PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK

PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015

Oleh Rossadea Atziza

Gagal ginjal kronik adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR). Terapi yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik salah satunya adalah hemodialisis. Pada pasien yang menjalani hemodialisis ditemukan adanya gangguan sistem imun yang dapat meningkatkan risiko infeksi sekunder. Gangguan ini ditandai dengan perubahan jumlah dan fungsi limfosit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rerata kadar limfosit pre dan post hemodialisis pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015.

Desain penelitian ini adalah deskriptif – analitik komparatif dengan pendekatan cross-sectional yang melibatkan 37 responden pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar limfosit mengalami penurunan sebesar 298 ± 350,35413 setelah pasien menjalani hemodialisis. Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar limfosit pre dan post hemodialisis yang bermakna dengan nilai p = 0,000 (p<0,05).

(3)

PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS

PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK

PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015

Oleh:

ROSSADEA ATZIZA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

(4)

PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS

PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK

PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015

(Skripsi)

Oleh

ROSSADEA ATZIZA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

(5)

 

ix   

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Potongan

Lintang Ginjal ... 10

Gambar 2.2 Kerangka Teori ... 20

Gambar 2.3 Kerangka Konsep ... 21

(6)

 

v   

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Chronic Kidney Disease ... 6

2.1.1 Definisi ... 6

2.1.2 Etiologi ... 6

2.1.3 Klasifikasi & Stadium ... 7

2.1.4 Patofisiologi ... 9

2.1.5 Gambaran Klinis ... 12

2.1.6 Penegakan Diagnosis ... 12

2.1.7 Penatalaksanaan ... 14

2.2 Hemodialisis ... 16

(7)

 

vi   

2.2.2 Prosedur ... 16

2.3 Imunodefisiensi pada Pasien ESRD ... 18

2.4 Kerangka Pemikiran ... 20

2.4.1 Kerangka Teori ... 20

2.4.2 Kerangka Konsep ... 21

2.5 Hipotesis ... 21

BAB III Metode Penelitian 3.1 Desain Penelitian ... 22

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

3.3 Populasi & Sampel ... 23

3.4 Kriteria Penelitian ... 24

3.5 Identifikasi Variabel ... 25

3.6 Definisi Operasional ... 26

3.7 Alat ,Bahan, dan Cara Penelitian ... 27

3.8 Alur Penelitian ... 29

3.9 Pengolahan & Analisis Data ... 29

3.10 Etika Penelitian ... 31

BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Gambaran Umum Penelitian...32

4.2 Hasil Penelitian...33

4.3 Pembahasan...35

BAB V Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan...39

(8)

 

vii   

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(9)

 

x   

DAFTAR SINGKATAN

APC Antigen-Presenting Cell BUN Blood Urea Nitrogen CKD Chronic Kidney Disease CT Computed Tomography DM Diabetes Melitus

DNA asam deoksiribosa nukleat

ESRD End-Stage Renal Disease GFR Glomerular Filtration Rate IGF Insuline-like Growth Factor MAC Membran Attack Complex MRI Magnetic Resonance Imaging NRBC Nucleated Red Blood Cell PHBS Pola Hidup Bersih dan Sehat

PMN polimorfonuclear RNA asam ribonukleat

RRT Renal Replacement Therapy USRDS United States Renal Data System

(10)

 

viii   

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Stadium CKD ... 7

Tabel 2.2 Rencana Tatalaksana CKD Sesuai Derajatnya ... 15

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 26

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin ... 33

Tabel 4.2 Kadar Limfosit Pre dan Post Hemodialisis ... 34

(11)

i    

Untuk Mama dan Papa tercinta,

(12)
(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 4 November 1994

sebagai anak pertama dari Bapak Dr. Gamal Pasya, M.Sc. dan Ibu Dra. Dewi

Komalasari.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Kartika II - 5 Bandar

Lampung dan selesai pada tahun 2006. Selanjutnya, penulis melanjutkan

pendidikan di SMP Negeri 2 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun

2009, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung dan

selesai pada tahun 2012.

Tahun 2012, Penulis diterima dan terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Tertulis. Selama

menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Paduan Suara Fakultas

(14)

ii   

SANWACANA

Puji dan Syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala

kemudahan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

Skripsi dengan judul “Perbedaan Kadar Limfosit Pre dan Post

Hemodialisis Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

3. dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp.PK selaku Pembimbing Utama atas

kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses

(15)

iii   

4. dr. Ade Yonata, M.MolBiol., Sp.PD dan dr. Rodiani, M.Sc., Sp.OG selaku

Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran

dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Putu Ristyaning Ayu, M.Kes., Sp.PK selaku Penguji utama pada Ujian

Skripsi atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;

6. dr. M. Yusran, M.Sc., Sp.M dan dr. Syazili Mustofa selaku pembimbing

akademik atas bimbingan, pesan dan nasehat yang telah diberikan selama

ini;

7. Papa tercinta di surga, Dr. Gamal Pasya, M.Sc, dan Mama tersayang, Dra.

Dewi Komalasari, atas segala cinta dan kasih sayang, do’a dan dukungan,

serta keringat dan air mata yang selalu tercurah untuk kesuksesan dan

kebahagiaanku;

8. Adikku, Agnar Afif, yang selalu menemani dan memberi semangat dalam

menyelesaikan pendidikan ini;

9. Seluruh keluarga besar Moh. Yoesoef dan R. Helmi yang tiada henti

memberikan do’a dan dukungan;

10.Seluruh kepala dan staf Instalasi Hemodialisa dan Laboratorium Patologi

Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung;

11.Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung atas segala ilmu dan bimbingan yang kelak digunakan sebagai

bekal dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter;

12.Sahabat seperjuanganku yang tercinta, HEPAR, Luh Dina Yulita,

Alfianita Fadila, Anggun Chairunnisa, Genoveva Maditias, Hj.Rahma

(16)

iv   

saling menguatkan dan mengingatkan, menyediakan tangan untuk saling

menopang, demi cita-cita kesuksesan di masa depan;

13.Jelang Prakarsa yang selalu memberikan do’a, dukungan, dan juga

semangat setiap harinya;

14.Seluruh sahabat Paduan Suara Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran berharga dalam

bermusik;

15.Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Terimakasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan

memberikan motivasi belajar satu sama lain.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini

dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Januari 2016

Penulis

(17)
(18)

1   

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR). Penyakit ini dapat pula diartikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa keruskan ginjal. Berdasarkan nilai GFR, CKD dibagi

menjadi 5 stadium. Pada stadium akhir, end-stage renal disease (ESRD), GFR pasien < 15 mL/menit/1,73m2 dan memerlukan penanganan berupa

renal replacement therapy (RRT) (National Kidney Foundation, 2002). Hemodialisis merupakan metode yang paling umum digunakan untuk

menangani keadaan ini. Hemodialisis membersihkan darah melalui suatu

filter yang membuang zat sisa serta kelebihan cairan. Hal ini juga bertujuan

untuk mengontrol tekanan darah dan menjaga keseimbangan natrium-kalium

dalam tubuh (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney

Disease, 2006).

Prevalensi CKD di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter

adalah 0,2 %. Sedangkan di provinsi Lampung, prevalensinya sebesar 0,3 %

(19)

2   

meningkat seiring bertambahnya umur, yaitu tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun sebesar 0,6 %. Prevalensi pada laki-laki (0,3 %) lebih tinggi dari

wanita (0,2 %), prevalensi tinggi pada masyarakat pedesaan (0,3 %), tidak

bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%)

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2013). Chronic Kidney Disease merupakan suatu masalah kesehatan yang mendunia yang menunjukan angka kejadian, mortalitas dan juga morbiditas yang terus

meningkat (National Kidney Foundation, 2002).

Terkait dengan peningkatan prevalensi dan hubungannya dengan

imunodefisiensi, ESRD merupakan suatu masalah kesehatan yang serius

(Saad et al., 2014). Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi kronis bertanggungjawab atas tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada pasien

yang menjalani dialisis (Amore & Coppo, 2002). Penurunan fungsi ginjal

pada uremia meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan beberapa

abnormalitas pada sistem imun. Terapi dialisis yang berulang juga

menyebabkan aktivasi leukosit dan produksi sitokin (Tbahriti et al., 2013). Uremia dan kontak ulang dengan dialiser dianggap sebagai faktor penting

yang memicu respon sistem imun berupa inflamasi (Amore & Coppo, 2002).

Limfosit yang terdiri dari limfosit B dan T merupakan sel yang

memiliki peran utama dalam sistem imun spesifik. Sel T berperan dalam

imunitas selular dan sel B berperan dalam imunitas humoral. Apabila terjadi

defisiensi ataupun disfungsi limfosit, maka kekebalan tubuh seseorang akan

terganggu. Akibatnya, tubuh menjadi lebih rentan terhadap infeksi

(20)

3   

Pada pasien ESRD ditemukan jumlah netrofil, limfosit B dan T yang

rendah serta terdapat peningkatan apoptosis limfosit B dan T. Hal ini

merupakan mekanisme utama kerusakan atau gangguan pada sistem imun

(Saad et al., 2014). Jumlah leukosit pada pasien yang menjalani dialisis normal, tetapi terdapat limfopenia relatif (Amore & Coppo, 2002).

Atas dasar ini, peneliti ingin mengetahui perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Berapakah rata-rata kadar limfosit pre-hemodialisis pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015?

1.2.2 Berapakah rata-rata kadar limfosit post-hemodialisis pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015?

1.2.3 Berapakah persentase pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015 yang mengalami

penurunan kadar limfosit post hemodialisis?

1.2.4 Apakah terdapat perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

(21)

4   

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis pada pasien ESRD.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui rata-rata kadar limfosit pre hemodialisis pasien

ESRD.

2. Mengetahui rata-rata kadar limfosit post hemodialisis

pasien ESRD.

3. Mengetahui persentase pasien ESRD yang mengalami

penurunan kadar limfosit post hemodialisis.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah

wawasan terkait keadaan limfopenia pada pasien ESRD yang

(22)

5   

1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan, wawasan, dan informasi tentang

keadaan limfopenia pada ESRD yang menjalani

hemodialisis.

2. Bagi peneliti lain

Sebagai sumber refrensi bagi peneliti lain dalam melakukan

penelitian selanjutnya terkait keadaan limfopenia pada

pasien ESRD yang menjalani hemodiallisis.

3. Bagi masyarakat

Memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang

penurunan sistem kekebalan tubuh pada pasien gagal ginjal

menahun yang menjalani cuci darah.

4. Bagi instansi pendidikan

Sebagai sumber acuan dan wawasan dalam rangka

peningkatan mutu pendidikan.

5. Bagi instansi kesehatan

Sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi instansi

kesehatan untuk dapat lebih meningkatkan kualitas

pelayanan dan penanganan pasien ESRD.

(23)

6   

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Chronic Kidney Disease

2.1.1 Definisi

Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada

struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain

itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002).

2.1.2 Etiologi

Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan

tekanan darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus

(National Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat

menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit

peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik,

malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus,

obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar

(24)

7   

2.1.3 Klasifikasi Stadium

Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan

ginjal dan kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya.

Klasifikasi ini ditujukan untuk memfasilitasi penerapan pedoman

praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan kualitas

pada evaluasi, dan juga manajemen CKD (National Kidney

Foundation, 2002). Berikut adalah klasifikasi stadium CKD:

Tabel 2.1 Stadium CKD.

Stadium Deskripsi GFR

(mL/menit/1.73 m2)

1

Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, abnormalitas struktur atau ciri genetik menunjukkan adanya penyakit ginjal

≥90

2

Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain (seperti pada stadium 1) menunjukkan adanya

4 Penurunan fungsi

ginjal berat 15-29

5 Gagal ginjal <15

(25)

8   

Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang

dimiliki oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh

dokter. Semakin parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya

akan semakin kecil (National Kidney Foundation, 2010).

Chronic Kidney Disease stadium 5 disebut dengan gagal

ginjal. Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat

hubungan antara bersihan kreatinin dengan GFR sebagai

presentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan

kadar blood urea nitrogen (BUN) (Wilson, 2005). Kadar BUN

dapat diukur dengan rumus berikut (Hosten, 1990):

Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi menjadi tiga stadium.

Stadium pertama merupakan stadium penurunan cadangan ginjal

dimana pasien tidak menunjukkan gejala dan kreatinin serum serta

kadar BUN normal. Gangguan pada fungsi ginjal baru dapat

terdeteksi dengan pemberian beban kerja yang berat seperti tes

pemekatan urin yang lama atau melakukan tes GFR yang teliti

(Wilson, 2005). Stadium kedua disebut dengan insufisiensi ginjal.

Pada stadium ini, ginjal sudah mengalami kehilangan fungsinya

sebesar 75%. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat

melebihi nilai normal, namun masih ringan. Pasien dengan

insufisiensi ginjal ini menunjukkan beberapa gejala seperti

(26)

9   

Tetapi biasanya pasien tidak menyadari dan memperhatikan gejala

ini, sehingga diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti (Wilson,

2005). Stadium akhir dari gagal ginjal disebut juga dengan

end-stage renal disease (ESRD). Stadium ini terjadi apabila sekitar

90% masa nefron telah hancur, atau hanya tinggal 200.000 nefron

yang masih utuh. Peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum

sangat mencolok. Bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 mL

per menit atau bahkan kurang. Pasien merasakan gejala yang

cukup berat dikarenakan ginjal yang sudah tidak dapat lagi bekerja

mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Pada berat

jenis yang tetap sebesar 1,010, urin menjadi isoosmotis dengan

plasma. Pasien biasanya mengalami oligouria (pengeluran urin <

500mL/hari). Sindrom uremik yang terjadi akan mempengaruhi

setiap sistem dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian bila

tidak dilakukan RRT (Wilson, 2005).

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang

mendasari, namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih

sama. Penyakit ini menyebabkan berkurangnya massa ginjal.

Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh

molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya,

(27)

10   

aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,

hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa

sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti

dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang

mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).

Gambar 2.1 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Potongan Lintang Ginjal

Sumber: (McAlexander, 2015)

Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi

ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah

yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson,

2005). Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan

(28)

11   

dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang

diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor

(IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia

kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam

amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi

ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis

tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009).

Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal

ginjal. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan

perubahan-perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh,

ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding

pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah

ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka

sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi

lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi

lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk

membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan

cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan

tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini

membentuk suatu siklus yang berbahaya (National Institute of

(29)

12   

2.1.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang

sesuai dengan penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala

kompikasi. Pada stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang

ginjal dimana GFR masih normal atau justru meningkat.

Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang

ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan

keluhan. Ketika GFR sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti

nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan

berat badan. Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien

menunjukkan gejala uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan

tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,

mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terserang

infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air. Pada

GFR di bawah 15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan

pasien membutuhkan RRT (Suwitra, 2009).

2.1.6 Penegakan Diagnosis

Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun

tidak langsung. Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan

pada pencitraan atau pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal.

Pencitraan meliputi ultrasonografi, computed tomography (CT),

(30)

13   

mendeteksi beberapa kelainan struktural pada ginjal. Histopatologi

biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular

yang mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines Network,

2008).

Bukti tidak langsung pada kerusakan ginjal dapat

disimpulkan dari urinalisis. Inflamasi atau abnormalitas fungsi

glomerulus menyebabkan kebocoran sel darah merah atau protein.

Hal ini dideteksi dengan adanya hematuria atau proteinuria

(Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008).

Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar

ureum dan kreatinin serum. Penurunan GFR dapat dihitung dengan

mempergunakan rumus Cockcroft-Gault (Suwitra, 2009).

Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin

(Willems et al., 2013).

♀ = ,

♂=

Pengukuran GFR dapat juga dilakukan dengan menggunakan

rumus lain, salah satunya adalah CKD-EPI creatinine equation

(31)

14   

min , max , ,

, , jika wanita

, jika ras hitam

Keterangan :

κ wanita = 0,7 κ pria = 0,9 α wanita = - 0,329 α pria = - 0,441

Scr = kreatinin serum (mg/dL)

Selain itu fungsi ginjal juga dapat dilihat melalui

pengukuran Cystatin C. Cystatin C merupakan protein berat

molekul rendah (13kD) yang disintesis oleh semua sel berinti dan

ditemukan diberbagai cairan tubuh manusia. Kadarnya dalam

darah dapat menggambarkan GFR sehingga Cystatin C merupakan

penanda endogen yang ideal (Yaswir & Maiyesi, 2012).

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD

disesuaikan dengan stadium penyakit pasien tersebut (National

Kidney Foundation, 2010). Perencanaan tatalaksana pasien CKD

(32)

15   

Tabel 2.2. Rencana Tatalaksana CKD Sesuai Stadium.

Stadium GFR

(mL/menit/1,73m2) Rencana Tatalaksana

1 ≥ 90 Observasi, kontrol tekanan darah

Observasi, kontrol tekanan darah dan faktor risiko

4 15 – 29 persiapan untuk RRT

5 < 15 RRT

Sumber: (Suwitra, 2009; The Renal Association, 2013)

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat

diberikan sebelum terjadinya penurunan GFR sehingga tidak terjadi

perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga dilakukan

pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan

mengikuti dan mencatat penurunan GFR yang terjadi. Perburukan

fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi

glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi

farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus.

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

merupakan hal yang penting mengingat 40-45 % kematian pada

CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan

dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan

pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian

(33)

16   

pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul

seperti anemia dan osteodistrofi renal (Suwitra, 2009).

2.2Hemodialisis

2.2.1 Definisi

Hemodialisis merupakan proses difus melintasi membrana

semipermeabel untuk menyingkirkan substansi yang tidak

diinginkan dari darah sementara menambahkan komponen yang

diinginkan (Carpenter & Lazarus, 2000). Proses ini menggantikan

sebagian faal eksresi ginjal yang ditujukan untuk mempertahankan

hidup pasien (Rahardjo, Susalit, & Suhardjono, 2009).

Hemodialisis merupakan salah satu metode RRT yang paling

umum digunakan dalam penanganan pasien ESRD (National

Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006).

2.2.2 Prosedur

Hal penting yang perlu diperhatikan sebelum memulai

hemodialisis adalah mempersiapkan akses vaskular, yaitu suatu

tempat pada tubuh dimana darah diambil dan dikembalikan.

Persiapan ini dibutuhkan untuk lebih memudahkan prosedur

hemodialisis sehingga komplikasi yang timbul dapat diminimalisir

(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease,

(34)

17   

Akses vaskular dapat berupa fistula, graft, atau kateter.

Fistula dibuat dengan menyatukan sebuah arteri dengan vena

terdekat yang terletak di bawah kulit untuk menjadikan pembuluh

darah lebih besar. Graft merupakan akses lain yang dapat

digunakan apabila pembuluh darah tidak cocok untuk fistula.

Pembuatan graft ini dilakukan dengan cara menyatukan arteri dan

vena terdekat dengan tabung sintetis kecil yang diletakkan di

bawah kulit. Akses ketiga yang dapat digunakan adalah

pemasangan kateter. Kateter dipasang pada vena besar di leher

atau dada sebagai akses permanen ketika fistula dan graft tidak

dapat dipasang. Kateter ini kemudian akan secara langsung

dihubungkan dengan tabung dialisis dan tidak lagi menggunakan

jarum (National Kidney Foundation, 2007).

Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke

dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua

kompartemen terpisah (Rahardjo et al., 2009). Salah satu

kompartemen berisikan darah pasien dan kompartemen lainnya

berisikan cairan dialisat (National Kidney Foundation, 2007).

Dialisat merupakan suatu cairan yang terdapat dalam

dialiser yang membantu membuang zat sisa dan kelebihan cairan

pada tubuh (National Institute of Diabetes and Digestive and

Kidney Disease, 2006). Cairan ini berisi larutan dengan komposisi

elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa

(35)

18   

Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh suatu membran.

Dialisat dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan

konsenstrasi karena zat terlarut berpindah dari konsenterasi tinggi

ke konsenterasi rendah sampai konsenterasi zat pelarut sama di

kedua kompartemen (difusi) (Rahardjo et al., 2009). Hal ini yang

menyebabkan terjadinya perpindahan zat sisa seperti urea, kreatinin

dan kelebihan cairan dari dalam darah. Sel darah, protein dan zat

penting lainnya tidak ikut berpindah dikarenakan molekulnya yang

besar sehingga tidak dapat melewati membran (National Kidney

Foundation, 2007).

2.3Imunodefisiensi pada Pasien ESRD

Berdasarkan data dari United States Renal Data System (USRDS),

pasien yang menjalani hemodialisis mengalami peningkatan angka

morbiditas dan rawat inap terkait dengan infeksi. Antara tahun 1993

sampai 2012 peningkatan angka rawat inap pasien ESRD yang terjangkit

infeksi mencapai 34% (United States Renal Data System, 2014). Keadaan

ini menyumbangkan 15% penyebab kematian pada pasien ESRD (Allon et

al., 2003).

Uremia dan kontak ulang dengan dialiser dianggap sebagai suatu

faktor penting yang mempengaruhi respon sistem imun (Amore & Coppo,

2002). Hal ini menstimulasi limfosit sehingga menjadi penyebab

(36)

19   

kemudian membuat pasien ESRD menjadi rentan terhadap infeksi

(Lisowska et al., 2014)

Normalnya, sel B dapat mengenali antigen polisakarida secara

langsung dan sel T spesifik mengenali antigen lainnya. Namun pada

keadaan uremia, terjadi kerusakan pada fungsi sel T (Beaman et al., 1989;

Girndt et al., 2001). Sel B dan T berfungsi dengan normal apabila terdapat

sinyal yang baik pula dari antigen-presenting cells (APC). Pada ESRD

terdapat kerusakan fungsi pada kostimulasi APC sehingga menyebabkan

gangguan aktivasi efektor limfosit (Girndt et al., 2001).

Jumlah leukosit pada pasien dialisis normal, namun terdapat

limfopenia akibat peningkatan apoptosis limfosit perifer (Amore & Coppo,

(37)

20   

2.4Kerangka Pemikiran

2.4.1 Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka Teori.

Anemia

(38)

21   

2.4.2 Kerangka Konsep

Variabel Independent →

Variabel Dependent →

Gambar 2.3. Kerangka Konsep.

2.5Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis

H1 : Terdapat perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis CKD

Uremia (ureum >200

mg/dL) GFR <15 

Hemodialisis

pre post

(39)

22   

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah deskriptif - analitik komparatif dengan

pendekatan pengambilan data cross-sectional. Adapun sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat dari pre

dan post hemodialisis untuk mengetahui kadar limosit pasien dan data

sekunder yang didapat dari rekam medik untuk menentukan sampel sesuai

dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.2Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2015

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang hemodialisa, laboratorium

patologi klinik dan ruang rekam medik RSUD Dr. H. Abdul

(40)

23   

3.3Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok elemen atau kasus, baik itu

individual, objek, atau peristiwa, yang berhubungan dengan kriteria

spesifik dan merupakan sesuatu yang menjadi target generalisasi

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulannya (Hamdi, 2014). Pada penelitian ini, populasi

targetnya adalah pasien ESRD di Provinsi Lampung dan populasi

terjangkaunya adalah pasien ESRD yang melakukan hemodialisis

di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah populasi yang diteliti

sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan (Hamdi, 2014).

Pada penelitian ini, penghitungan sampel menggunakan rumus

sebagai berikut:

Keterangan :

Zα : deviat baku alfa

(41)

24   

S : simpang baku dari selisih nilai antar kelompok

X1 – Xz : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

Hasil perhitungan :

, , 8 ,

,

, ≈ 35

Berdasarkan hasil perhitungan, maka jumlah sampel

minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 35

sampel. Untuk mencegah drop out, maka peneliti menambahkan

jumlah sampel sebesar 10% sehingga total keseluruhan sampel

yang digunakan adalah 40. Cara pengambilan sampel ini

menggunakan teknik consecutive sampling.

3.4Kriteria Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

a. Pasien ESRD yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Provinsi Lampung

b. Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani

informed-consent

3.4.2 Kriteria Eksklusi

(42)

25   

b. Pasien mengidap penyakit limfadenopati

c. Pasien mengonsumsi obat imunosupresan, imunomodulator

atau anti-inflamasi

d. Pasien mengalami infeksi viral akut seperti common cold, cacar

3.5Identifikasi Variabel

3.5.1 Variabel Terikat (dependent variable)

Variabel terikat dari penelitian ini adalah kadar limfosit (pre dan

post hemodialisis)

3.5.2 Variabel Bebas (independent variable)

(43)

26   

3.6Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional.

No Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Kadar

Flow cytometry Automated

Hematology

GFR dengan persamaan CKD-EPI

GFR = 141 x min(Scr/κ, 1)α x max(Scr/κ, 1)-1,209 x 0,993usia x 1,018 (jika wanita) x 1,159 (jika ras hitam)

κ♀ = 0,7

κ♂ = 0,9

α♀ = - 0,329

α♂ = - 0,411

Scr = kreatinin serum (mg/dL)

(44)

27   

3.7Alat, Bahan, dan Cara Penelitian

3.7.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam

medik, lembar observasi, alat tulis, spuit 3cc, tabung EDTA,

handscoon, plester, dan automated hematology analyzer.

3.7.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah

vena pasien sebanyak 3 cc.

3.7.3 Cara Kerja Alat

Automated hematology analyzer menggunakan prinsip

kerja flow cytometry. Flow cytometry digunakan untuk

menganalisis sifat fisiologis dan kimia sel yang menyediakan

informasi tentang ukuran, struktur, dan interior sel

(Sysmex-Europe, 2015).

Dalam flow cytometry, sel dan partikel diteliti saat mengalir

melewati aliran sel yang sempit. Pertama, sampel darah di aspirasi

dan kemudian diencerkan untuk rasio pra-set dan diberi penanda

fluoresensi eksklusif yang berikatan dengan asam nukleat. Lalu

sampel diangkut ke dalam aliran sel dan diterangi oleh sinar

semikonduktor, yang dapat memisahkan sel melalui tiga sinyal

berbeda. Sinyal forward-scattered light menunjukkan volume sel,

(45)

28   

meliputi nukleus dan granula, dan sinyal side-fluorescence light

menunjukkan jumlah asam deoksiribosa nukleat (DNA) dan asam

ribonukleat (RNA) dalam sel. Sel dengan sifat fisik dan kimia

yang mirip membentuk klaster dalam grafik yang dikenal sebagai

scattergram (Sysmex-Europe, 2015).

Teknik analisis hematologi dengan flow cytometry ini dapat

digunakan untuk pengukuran sel darah putih dan hitung jenis,

untuk menghitung nucleated red blood cell (NRBC) dan

pengukuran retikulosit (Sysmex-Europe, 2015).

3.7.4 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel darah dari responden dilakukan dua

kali, yaitu sebelum dan sesudah proses hemodialisis dengan cara

berikut:

1. Melakukan informed-consent kepada responden

2. Cuci tangan dan menggunakan handscoon

3. Aspirasi darah sebanyak 3 cc melalui selang yang

terhubung dari badan ke dialiser

4. Memasukkan sampel darah ke dalam tabung

5. Menuliskan identitas responden pada tabung

6. Mengirimkan sampel darah ke laboratorium patologi

(46)

29   

3.8Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian.

3.9Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data

akan diubah kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah

1. Tahap Persiapan Pembuatan proposal,

perijinan, koordinasi

2. Tahap Pelaksanaan

Pengisian informed-consent

Pencatatan data pasien yang terdiagnosis ESRD dari rekam medis

Pengambilan darah pasien sebanyak 3cc (pre dan post

hemodialisis)

Melakukan input data 3. Tahap Pengolahan

Data

Analisa data statistik

Pengolahan spesimen dengan dimasukkan ke analyzer di laboratorium patologi klinik

(47)

30   

menggunakan program pengolahan data statistik. Proses

pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri

beberapa langkah :

a. Editing, kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau

kuesioner.

b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang sesuai

untuk keperluan analisis.

c. Data entry, memasukkan data ke dalam program komputer. d. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau

responden untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,

ketidaklengkapan, dan kemudian dilakukan koreksi

(Notoatmodjo, 2010).

3.9.2 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Bentuk

analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data

numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, nilai minum dan

maksimum dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis

ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari

(48)

31   

b. Analisis Bivariat

Hasil analisis univariat yang menggambarkan

karakteristik atau distribusi setiap varibel dapat dilanjutkan

dengan analisis bivariat (Notoatmodjo, 2010). Uji statistik

yang digunakan dalam penelitian ini adalah T-dependent

(Dahlan, 2011). Uji T-dependent dipilih karena peneliti akan

mengkomparasi dua kelompok variabel numerik yang

berpasangan, yaitu kadar limfosit pre-hemodialisis dan post

-hemodialisis.

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini telah diajukan kepada Komite Etik Penelitian

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan disetujui

dengan nomor surat 2700/UN26/8/DT/2015.

 

 

 

(49)

39   

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Dari hasil penelitian perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung tahun 2015, didapat simpulan sebagai berikut:

5.1.1 Pada pemeriksaan kadar limfosit pre-hemodialisis didapatkan

rerata sebesar 1696 sel/mm3 dan termasuk dalam rentang normal

nilai limfosit absolut.

5.1.2 Pada pemeriksaan kadar limfosit post hemodialisis didapatkan

rerata sebesar 1397 sel/mm3 dan termasuk dalam rentang normal

nilai limfosit absolut.

5.1.3 Pasien ESRD yang mengalami penurunan kadar limfosit post

hemodialisis sebesar 83,78%.

5.1.4 Terdapat perbedaan rerata kadar limfosit pre dan post hemodialisis

(50)

40   

5.2Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan

agar:

5.2.1 Pasien gagal ginjal kronik lebih menjaga kebersihan tubuh dan

lingkungan sesuai dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) agar

terhindar dari penyakit infeksi.

5.2.2 Pasien gagal ginjal kronik menjaga dan meningkatkan kualitas

hidup dengan pengaturan gizi yang baik dan melakukan

pengobatan teratur.

5.2.3 Klinisi meningkatkan pelayanan kesehatan untuk mencegah infeksi

nosokomial dengan early diagnosis terhadap tanda-tanda awal

infeksi.

5.2.4 Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian

hubungan kadar limfosit dengan lama terapi hemodialisis yang

(51)

41 

 

DAFTAR PUSTAKA

Allon, M., Depner, T.A., Radeva, M., Bailey, J., Beddhu, S., Butterly, D., et al.

2003. Impact of dialysis dose and membrane on infection-related

hospitalization and death: results of the HEMO study. J Am Soc Nephrol.

14(7):1863–70.

Amore, A., Coppo, R. 2002. Immunological basis of inflammation in dialysis.

Nephrol Dial Transplat. 17:16–24.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Baratawidjaja, K. G., Rengganis, I. 2012. Imunologi Dasar. Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Beaman, M., Michael, J., MacLennan, I., Adu, D. 1989. cell independent and T-cell dependent antibody responses in patients with chronic renal disease.

Nephrol Dial Transplant. 4:216–21.

Carpenter, C.B., Lazarus, J.M. 2000. Dialisis dan Transplantasi dalam Terapi Gagal Ginjal. Dalam : Isselbacher, K.J., Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., Kasper, D.L., penyunting. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC. hlm.1443-54.

Dahlan, M.S. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke-5. Jakarta: Salemba Medika.

(52)

42 

 

Girndt, M., Sester, M., Sester, U., Kaul, H., Kohler, H. 2001. Molecular aspects of T- and B-cells in uremia. Kidney Int Suppl. 59:S206–11.

Hamdi, A. S. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan. Edisi ke-1. Yogyakarta: Deepublish.

Hendromartono. 2009. Nefropati Diabetik. Dalam: Sudoyo , A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadribata, M.K., Setiati, S., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1942–6.

Hosten, A.O., 1990. BUN and Creatinine. In: Walker, H.K., Hall, W.D., Hurst, J.W., 3rd eds. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. Boston: Butterworths. p. 874–8.

Lisowska, K.A., Dbska-Ślizień, A., Jasiulewicz, A., Bryl, E., Witkowski, J.M. 2014. Influence of hemodialysis on circulating CD4lowCD25 high

regulatory T cells in end-stage renal disease patients. Inflamm Res. 63(2):99– 103.

Lisowska, K.A., Dbska-Ślizień, A., Jasiulewicz, A., Heleniak, Z., Bryl, E., Witkowski, J.M. 2012. Hemodialysis affects phenotype and proliferation of CD4-positive T lymphocytes. J Clin Immunol. 32(1):189–200.

McAlexander, J. 2015. A Cross-Section of The Kidney Showing Ischemic Pyramids and Sclerotic Arteries and Arterioles. Diakses dari

http://www.nursingceu.com/courses/470/index_nceu.html. Diunduh pada 24 November 2015.

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. 2006. Treatment Methods for Kidney Failure: Hemodialysis. Diakses dari:

http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/kidney-disease/hemodialysis/Documents/hemodialysis_508.pdf. Diunduh pada 19 Agustus 2015.

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. 2014. High Blood Pressure and Kidney Disease. Diakses dari:

(53)

43 

 

National Kidney Foundation. 2002. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Clasification and Stratification.

Diakses dari: http://doi.org/10.1634/theoncologist.2011-S2-45. Diunduh pada 16 Agustus 2015.

National Kidney Foundation. 2007. Hemodialysis: What You Need to Know. Diakses dari:

https://www.kidney.org/sites/default/files/docs/hemodialysis.pdf. Diunduh pada 16 Agustus 2015.

National Kidney Foundation. 2010. Keeping Your Heart Healthy What You Should Know About Lipids. Diakses dari:

https://www.kidney.org/sites/default/files/docs/11-50-2106_fba_patbro_hearthealthy_3_1_1.pdf. Diunduh pada 31 Juli 2015.

National Kidney Foundation. 2015. About Chronic Kidney Disease. Diakses dari: https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd. Diunduh pada 16 Agustus 2015.

National Kidney Foundation. 2015. CKD-EPI Creatinine Equation. Diakses dari: www.kidney.org/content/ckd-epi-creatinine-equation-2009. Diunduh pada 21 Desember 2015.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pernice, F., Floccari, F., Nostro, L., Caccamo, C., Belghity, N., Mantuano, S., Buemi, M. 2006. Oxidative stress, sister chromatid exchanges and apoptosis in the pathogenesis of lymphocytopenia in ESRD patients. J Nephrol. 19(5). 613–20.

Pusparini. 2000. Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. J Kedokter Trisakti, 19(3), 115–24.

(54)

44 

 

Saad, K., Elsyah, K.I., Zahran, A.M., & Sobhy, K.M. 2014. Lymphocyte populations and apoptosis of peripheral blood B and T lymphocytes in children with end stage renal disease. Ren Fail.36(4):502–7.

Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2008. Diagnosis and management of chronic kidney disease: a national clinical guideline. Diakses dari:

http://www.sign.ac.uk/pdf/sign103.pdf. Diunduh pada 19 Agustus 2015.

Suwitra, K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo , A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadribata, M.K., Setiati, S., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1035–40.

Sysmex-Europe. 2015. Fluorescence Flow Cytometry. Diakses dari:

http://www.sysmex-europe.com/academy/knowledge-centre/measurement-technologies/fluorescence-flow-cytometry.html. Diunduh pada 21 Desember 2015.

Tbahriti, H.F., Meknassi, D., Moussaoui, R., Messaoudi, A., Zemour, L., Kaddous, A., Bouchenak, M., Mekki, K. 2013. Inflammatory status in chronic renal failure: the role of homocysteinemia and pro-inflammatory cytokines. World J Nephrol. 2(2):31–7.

The Renal Association. 2013. CKD Stages. Diakses dari:

http://www.renal.org/information-resources/the-uk-eckd-guide/ckd-stages#sthash.frm4MEB8.dpbs. Diunduh pada 25 September 2015.

United States Renal Data System. 2014. 2014 USRDS Annual Data Report, Volume 2: End-Stage Renal Disease.

Wilson, L.M. 2005. Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Wilson, L.M., Price, S.A., penyunting. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:ECG. hlm. 912–47.

Wilson, L. M. 2005. Pengobatan Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Wilson, L.M., Price, S.A., penyunting. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:ECG. hlm.964–90.

Gambar

Tabel 2.1 Stadium CKD.
Gambar 2.1 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Potongan Lintang Ginjal Sumber: (McAlexander, 2015)
Tabel 2.2. Rencana Tatalaksana CKD Sesuai Stadium.
Gambar 2.2. Kerangka Teori.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menyusun sampai dengan analisis data sehingga mendapat gambaran yang sesuai dengan apa yang diharapkan dalam penelitian ini diperlukan sumber data. Data

In earlier study, the genetic inheritance of prurtgo Hebra (PH) has been analyzed and it followed the pattern of multifacbrtal tait.. All of PH paiients

Untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan hasil investasi di gunakanlah rasio profitabilitas - yaitu kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan,

[r]

c. Situasi/ kisi-kisi : siswa membaca teks yang berbentuk invitation, kemudian menjawab soal yang berupa pilihan ganda.. What kind of party is it? E. When will the party be held?

Studi discografi yaitu dengan cara mendengarkan rekaman lagu pilih sidang atau berdamai karya band Morfem sebagai sarana untuk menganalisis bentuk musik dan

Skripsi ini membahas tentang Persepsi Masyarakat Kecamatan Tallo Kota Makassar terhadap Fatwa MUI tentang Penggunaan vaksin Measles Rubella Analisis Perbandingan Sosiologi

Mengungkapkan makna yang terdapat dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana ( misalnya instruksi, daftar barang, ucapan selamat, pengumuman, dll.)