ABSTRACT
DIFFERENCES OF PRE AND POST HEMODIALYSIS LYMPHOCYTE LEVELS IN CHRONIC RENAL FAILURE PATIENT AT RSUD Dr. H.
ABDUL MOELOEK LAMPUNG PROVINCE 2015
By Rossadea Atziza
Chronic renal disease is a structural or functional kidney damage for ≥ 3 months, with or without decreased glomerular filtration rate (GFR). One of therapy used in patient with chronic renal disease is hemodialysis. Patient undergoing hemodialysis found to have immunity disorder that can increase the risk of secondary infection. This abnormality is characterized by changes in number and function of lymphocyte. The aim of this study is to find out the differences of pre and post hemodialysis lymphocyte levels in chronic renal failure patient at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province 2015.
Design of this study are descriptive – comparative analytic with cross-sectional approach involving 37 patients of chronic renal disease undergoing hemodialysis.
The result showed that the mean level of lymphocytes decreased by 298 ± 350,35413 after having a hemodialysis treatment. Based on these result, it was concluded that there is a significant differences of pre and post hemodialysis lymphocyte levels with p value = 0,000 (p<0,05).
ABSTRAK
PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015
Oleh Rossadea Atziza
Gagal ginjal kronik adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR). Terapi yang digunakan pada pasien gagal ginjal kronik salah satunya adalah hemodialisis. Pada pasien yang menjalani hemodialisis ditemukan adanya gangguan sistem imun yang dapat meningkatkan risiko infeksi sekunder. Gangguan ini ditandai dengan perubahan jumlah dan fungsi limfosit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rerata kadar limfosit pre dan post hemodialisis pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015.
Desain penelitian ini adalah deskriptif – analitik komparatif dengan pendekatan cross-sectional yang melibatkan 37 responden pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar limfosit mengalami penurunan sebesar 298 ± 350,35413 setelah pasien menjalani hemodialisis. Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar limfosit pre dan post hemodialisis yang bermakna dengan nilai p = 0,000 (p<0,05).
PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015
Oleh:
ROSSADEA ATZIZA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
PERBEDAAN KADAR LIMFOSIT PRE DAN POST HEMODIALISIS
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015
(Skripsi)
Oleh
ROSSADEA ATZIZA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Potongan
Lintang Ginjal ... 10
Gambar 2.2 Kerangka Teori ... 20
Gambar 2.3 Kerangka Konsep ... 21
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR SINGKATAN ... x
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Chronic Kidney Disease ... 6
2.1.1 Definisi ... 6
2.1.2 Etiologi ... 6
2.1.3 Klasifikasi & Stadium ... 7
2.1.4 Patofisiologi ... 9
2.1.5 Gambaran Klinis ... 12
2.1.6 Penegakan Diagnosis ... 12
2.1.7 Penatalaksanaan ... 14
2.2 Hemodialisis ... 16
vi
2.2.2 Prosedur ... 16
2.3 Imunodefisiensi pada Pasien ESRD ... 18
2.4 Kerangka Pemikiran ... 20
2.4.1 Kerangka Teori ... 20
2.4.2 Kerangka Konsep ... 21
2.5 Hipotesis ... 21
BAB III Metode Penelitian 3.1 Desain Penelitian ... 22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22
3.3 Populasi & Sampel ... 23
3.4 Kriteria Penelitian ... 24
3.5 Identifikasi Variabel ... 25
3.6 Definisi Operasional ... 26
3.7 Alat ,Bahan, dan Cara Penelitian ... 27
3.8 Alur Penelitian ... 29
3.9 Pengolahan & Analisis Data ... 29
3.10 Etika Penelitian ... 31
BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Gambaran Umum Penelitian...32
4.2 Hasil Penelitian...33
4.3 Pembahasan...35
BAB V Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan...39
vii
DAFTAR PUSTAKA ... 41
x
DAFTAR SINGKATAN
APC Antigen-Presenting Cell BUN Blood Urea Nitrogen CKD Chronic Kidney Disease CT Computed Tomography DM Diabetes Melitus
DNA asam deoksiribosa nukleat
ESRD End-Stage Renal Disease GFR Glomerular Filtration Rate IGF Insuline-like Growth Factor MAC Membran Attack Complex MRI Magnetic Resonance Imaging NRBC Nucleated Red Blood Cell PHBS Pola Hidup Bersih dan Sehat
PMN polimorfonuclear RNA asam ribonukleat
RRT Renal Replacement Therapy USRDS United States Renal Data System
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Stadium CKD ... 7
Tabel 2.2 Rencana Tatalaksana CKD Sesuai Derajatnya ... 15
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 26
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin ... 33
Tabel 4.2 Kadar Limfosit Pre dan Post Hemodialisis ... 34
i
Untuk Mama dan Papa tercinta,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 4 November 1994
sebagai anak pertama dari Bapak Dr. Gamal Pasya, M.Sc. dan Ibu Dra. Dewi
Komalasari.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Kartika II - 5 Bandar
Lampung dan selesai pada tahun 2006. Selanjutnya, penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 2 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun
2009, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung dan
selesai pada tahun 2012.
Tahun 2012, Penulis diterima dan terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Tertulis. Selama
menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Paduan Suara Fakultas
ii
SANWACANA
Puji dan Syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala
kemudahan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
Skripsi dengan judul “Perbedaan Kadar Limfosit Pre dan Post
Hemodialisis Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
3. dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp.PK selaku Pembimbing Utama atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
iii
4. dr. Ade Yonata, M.MolBiol., Sp.PD dan dr. Rodiani, M.Sc., Sp.OG selaku
Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran
dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. dr. Putu Ristyaning Ayu, M.Kes., Sp.PK selaku Penguji utama pada Ujian
Skripsi atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;
6. dr. M. Yusran, M.Sc., Sp.M dan dr. Syazili Mustofa selaku pembimbing
akademik atas bimbingan, pesan dan nasehat yang telah diberikan selama
ini;
7. Papa tercinta di surga, Dr. Gamal Pasya, M.Sc, dan Mama tersayang, Dra.
Dewi Komalasari, atas segala cinta dan kasih sayang, do’a dan dukungan,
serta keringat dan air mata yang selalu tercurah untuk kesuksesan dan
kebahagiaanku;
8. Adikku, Agnar Afif, yang selalu menemani dan memberi semangat dalam
menyelesaikan pendidikan ini;
9. Seluruh keluarga besar Moh. Yoesoef dan R. Helmi yang tiada henti
memberikan do’a dan dukungan;
10.Seluruh kepala dan staf Instalasi Hemodialisa dan Laboratorium Patologi
Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung;
11.Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung atas segala ilmu dan bimbingan yang kelak digunakan sebagai
bekal dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter;
12.Sahabat seperjuanganku yang tercinta, HEPAR, Luh Dina Yulita,
Alfianita Fadila, Anggun Chairunnisa, Genoveva Maditias, Hj.Rahma
iv
saling menguatkan dan mengingatkan, menyediakan tangan untuk saling
menopang, demi cita-cita kesuksesan di masa depan;
13.Jelang Prakarsa yang selalu memberikan do’a, dukungan, dan juga
semangat setiap harinya;
14.Seluruh sahabat Paduan Suara Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran berharga dalam
bermusik;
15.Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terimakasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan
memberikan motivasi belajar satu sama lain.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Januari 2016
Penulis
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR). Penyakit ini dapat pula diartikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa keruskan ginjal. Berdasarkan nilai GFR, CKD dibagi
menjadi 5 stadium. Pada stadium akhir, end-stage renal disease (ESRD), GFR pasien < 15 mL/menit/1,73m2 dan memerlukan penanganan berupa
renal replacement therapy (RRT) (National Kidney Foundation, 2002). Hemodialisis merupakan metode yang paling umum digunakan untuk
menangani keadaan ini. Hemodialisis membersihkan darah melalui suatu
filter yang membuang zat sisa serta kelebihan cairan. Hal ini juga bertujuan
untuk mengontrol tekanan darah dan menjaga keseimbangan natrium-kalium
dalam tubuh (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease, 2006).
Prevalensi CKD di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter
adalah 0,2 %. Sedangkan di provinsi Lampung, prevalensinya sebesar 0,3 %
2
meningkat seiring bertambahnya umur, yaitu tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun sebesar 0,6 %. Prevalensi pada laki-laki (0,3 %) lebih tinggi dari
wanita (0,2 %), prevalensi tinggi pada masyarakat pedesaan (0,3 %), tidak
bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%)
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2013). Chronic Kidney Disease merupakan suatu masalah kesehatan yang mendunia yang menunjukan angka kejadian, mortalitas dan juga morbiditas yang terus
meningkat (National Kidney Foundation, 2002).
Terkait dengan peningkatan prevalensi dan hubungannya dengan
imunodefisiensi, ESRD merupakan suatu masalah kesehatan yang serius
(Saad et al., 2014). Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi kronis bertanggungjawab atas tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada pasien
yang menjalani dialisis (Amore & Coppo, 2002). Penurunan fungsi ginjal
pada uremia meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan beberapa
abnormalitas pada sistem imun. Terapi dialisis yang berulang juga
menyebabkan aktivasi leukosit dan produksi sitokin (Tbahriti et al., 2013). Uremia dan kontak ulang dengan dialiser dianggap sebagai faktor penting
yang memicu respon sistem imun berupa inflamasi (Amore & Coppo, 2002).
Limfosit yang terdiri dari limfosit B dan T merupakan sel yang
memiliki peran utama dalam sistem imun spesifik. Sel T berperan dalam
imunitas selular dan sel B berperan dalam imunitas humoral. Apabila terjadi
defisiensi ataupun disfungsi limfosit, maka kekebalan tubuh seseorang akan
terganggu. Akibatnya, tubuh menjadi lebih rentan terhadap infeksi
3
Pada pasien ESRD ditemukan jumlah netrofil, limfosit B dan T yang
rendah serta terdapat peningkatan apoptosis limfosit B dan T. Hal ini
merupakan mekanisme utama kerusakan atau gangguan pada sistem imun
(Saad et al., 2014). Jumlah leukosit pada pasien yang menjalani dialisis normal, tetapi terdapat limfopenia relatif (Amore & Coppo, 2002).
Atas dasar ini, peneliti ingin mengetahui perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Berapakah rata-rata kadar limfosit pre-hemodialisis pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015?
1.2.2 Berapakah rata-rata kadar limfosit post-hemodialisis pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015?
1.2.3 Berapakah persentase pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015 yang mengalami
penurunan kadar limfosit post hemodialisis?
1.2.4 Apakah terdapat perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis pasien ESRD di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis pada pasien ESRD.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui rata-rata kadar limfosit pre hemodialisis pasien
ESRD.
2. Mengetahui rata-rata kadar limfosit post hemodialisis
pasien ESRD.
3. Mengetahui persentase pasien ESRD yang mengalami
penurunan kadar limfosit post hemodialisis.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah
wawasan terkait keadaan limfopenia pada pasien ESRD yang
5
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan, dan informasi tentang
keadaan limfopenia pada ESRD yang menjalani
hemodialisis.
2. Bagi peneliti lain
Sebagai sumber refrensi bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian selanjutnya terkait keadaan limfopenia pada
pasien ESRD yang menjalani hemodiallisis.
3. Bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang
penurunan sistem kekebalan tubuh pada pasien gagal ginjal
menahun yang menjalani cuci darah.
4. Bagi instansi pendidikan
Sebagai sumber acuan dan wawasan dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan.
5. Bagi instansi kesehatan
Sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi instansi
kesehatan untuk dapat lebih meningkatkan kualitas
pelayanan dan penanganan pasien ESRD.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Chronic Kidney Disease
2.1.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada
struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain
itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002).
2.1.2 Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan
tekanan darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus
(National Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit
peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik,
malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus,
obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar
7
2.1.3 Klasifikasi Stadium
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan
ginjal dan kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya.
Klasifikasi ini ditujukan untuk memfasilitasi penerapan pedoman
praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan kualitas
pada evaluasi, dan juga manajemen CKD (National Kidney
Foundation, 2002). Berikut adalah klasifikasi stadium CKD:
Tabel 2.1 Stadium CKD.
Stadium Deskripsi GFR
(mL/menit/1.73 m2)
1
Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, abnormalitas struktur atau ciri genetik menunjukkan adanya penyakit ginjal
≥90
2
Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain (seperti pada stadium 1) menunjukkan adanya
4 Penurunan fungsi
ginjal berat 15-29
5 Gagal ginjal <15
8
Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang
dimiliki oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh
dokter. Semakin parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya
akan semakin kecil (National Kidney Foundation, 2010).
Chronic Kidney Disease stadium 5 disebut dengan gagal
ginjal. Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat
hubungan antara bersihan kreatinin dengan GFR sebagai
presentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan
kadar blood urea nitrogen (BUN) (Wilson, 2005). Kadar BUN
dapat diukur dengan rumus berikut (Hosten, 1990):
Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama merupakan stadium penurunan cadangan ginjal
dimana pasien tidak menunjukkan gejala dan kreatinin serum serta
kadar BUN normal. Gangguan pada fungsi ginjal baru dapat
terdeteksi dengan pemberian beban kerja yang berat seperti tes
pemekatan urin yang lama atau melakukan tes GFR yang teliti
(Wilson, 2005). Stadium kedua disebut dengan insufisiensi ginjal.
Pada stadium ini, ginjal sudah mengalami kehilangan fungsinya
sebesar 75%. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
melebihi nilai normal, namun masih ringan. Pasien dengan
insufisiensi ginjal ini menunjukkan beberapa gejala seperti
9
Tetapi biasanya pasien tidak menyadari dan memperhatikan gejala
ini, sehingga diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti (Wilson,
2005). Stadium akhir dari gagal ginjal disebut juga dengan
end-stage renal disease (ESRD). Stadium ini terjadi apabila sekitar
90% masa nefron telah hancur, atau hanya tinggal 200.000 nefron
yang masih utuh. Peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum
sangat mencolok. Bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 mL
per menit atau bahkan kurang. Pasien merasakan gejala yang
cukup berat dikarenakan ginjal yang sudah tidak dapat lagi bekerja
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Pada berat
jenis yang tetap sebesar 1,010, urin menjadi isoosmotis dengan
plasma. Pasien biasanya mengalami oligouria (pengeluran urin <
500mL/hari). Sindrom uremik yang terjadi akan mempengaruhi
setiap sistem dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian bila
tidak dilakukan RRT (Wilson, 2005).
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang
mendasari, namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih
sama. Penyakit ini menyebabkan berkurangnya massa ginjal.
Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya,
10
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti
dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang
mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).
Gambar 2.1 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada Potongan Lintang Ginjal
Sumber: (McAlexander, 2015)
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi
ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah
yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson,
2005). Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan
11
dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang
diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor
(IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia
kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam
amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi
ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009).
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal
ginjal. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan
perubahan-perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh,
ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding
pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah
ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka
sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi
lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi
lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk
membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan
cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan
tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini
membentuk suatu siklus yang berbahaya (National Institute of
12
2.1.5 Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang
sesuai dengan penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala
kompikasi. Pada stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal dimana GFR masih normal atau justru meningkat.
Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan. Ketika GFR sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan
berat badan. Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien
menunjukkan gejala uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terserang
infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air. Pada
GFR di bawah 15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan
pasien membutuhkan RRT (Suwitra, 2009).
2.1.6 Penegakan Diagnosis
Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun
tidak langsung. Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan
pada pencitraan atau pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal.
Pencitraan meliputi ultrasonografi, computed tomography (CT),
13
mendeteksi beberapa kelainan struktural pada ginjal. Histopatologi
biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular
yang mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines Network,
2008).
Bukti tidak langsung pada kerusakan ginjal dapat
disimpulkan dari urinalisis. Inflamasi atau abnormalitas fungsi
glomerulus menyebabkan kebocoran sel darah merah atau protein.
Hal ini dideteksi dengan adanya hematuria atau proteinuria
(Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008).
Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin serum. Penurunan GFR dapat dihitung dengan
mempergunakan rumus Cockcroft-Gault (Suwitra, 2009).
Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin
(Willems et al., 2013).
♀ = ,
♂=
Pengukuran GFR dapat juga dilakukan dengan menggunakan
rumus lain, salah satunya adalah CKD-EPI creatinine equation
14
min , max , ,
, , jika wanita
, jika ras hitam
Keterangan :
κ wanita = 0,7 κ pria = 0,9 α wanita = - 0,329 α pria = - 0,441
Scr = kreatinin serum (mg/dL)
Selain itu fungsi ginjal juga dapat dilihat melalui
pengukuran Cystatin C. Cystatin C merupakan protein berat
molekul rendah (13kD) yang disintesis oleh semua sel berinti dan
ditemukan diberbagai cairan tubuh manusia. Kadarnya dalam
darah dapat menggambarkan GFR sehingga Cystatin C merupakan
penanda endogen yang ideal (Yaswir & Maiyesi, 2012).
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD
disesuaikan dengan stadium penyakit pasien tersebut (National
Kidney Foundation, 2010). Perencanaan tatalaksana pasien CKD
15
Tabel 2.2. Rencana Tatalaksana CKD Sesuai Stadium.
Stadium GFR
(mL/menit/1,73m2) Rencana Tatalaksana
1 ≥ 90 Observasi, kontrol tekanan darah
Observasi, kontrol tekanan darah dan faktor risiko
4 15 – 29 persiapan untuk RRT
5 < 15 RRT
Sumber: (Suwitra, 2009; The Renal Association, 2013)
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat
diberikan sebelum terjadinya penurunan GFR sehingga tidak terjadi
perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga dilakukan
pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan
mengikuti dan mencatat penurunan GFR yang terjadi. Perburukan
fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi
farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
merupakan hal yang penting mengingat 40-45 % kematian pada
CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan
dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
16
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul
seperti anemia dan osteodistrofi renal (Suwitra, 2009).
2.2Hemodialisis
2.2.1 Definisi
Hemodialisis merupakan proses difus melintasi membrana
semipermeabel untuk menyingkirkan substansi yang tidak
diinginkan dari darah sementara menambahkan komponen yang
diinginkan (Carpenter & Lazarus, 2000). Proses ini menggantikan
sebagian faal eksresi ginjal yang ditujukan untuk mempertahankan
hidup pasien (Rahardjo, Susalit, & Suhardjono, 2009).
Hemodialisis merupakan salah satu metode RRT yang paling
umum digunakan dalam penanganan pasien ESRD (National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2006).
2.2.2 Prosedur
Hal penting yang perlu diperhatikan sebelum memulai
hemodialisis adalah mempersiapkan akses vaskular, yaitu suatu
tempat pada tubuh dimana darah diambil dan dikembalikan.
Persiapan ini dibutuhkan untuk lebih memudahkan prosedur
hemodialisis sehingga komplikasi yang timbul dapat diminimalisir
(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease,
17
Akses vaskular dapat berupa fistula, graft, atau kateter.
Fistula dibuat dengan menyatukan sebuah arteri dengan vena
terdekat yang terletak di bawah kulit untuk menjadikan pembuluh
darah lebih besar. Graft merupakan akses lain yang dapat
digunakan apabila pembuluh darah tidak cocok untuk fistula.
Pembuatan graft ini dilakukan dengan cara menyatukan arteri dan
vena terdekat dengan tabung sintetis kecil yang diletakkan di
bawah kulit. Akses ketiga yang dapat digunakan adalah
pemasangan kateter. Kateter dipasang pada vena besar di leher
atau dada sebagai akses permanen ketika fistula dan graft tidak
dapat dipasang. Kateter ini kemudian akan secara langsung
dihubungkan dengan tabung dialisis dan tidak lagi menggunakan
jarum (National Kidney Foundation, 2007).
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke
dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua
kompartemen terpisah (Rahardjo et al., 2009). Salah satu
kompartemen berisikan darah pasien dan kompartemen lainnya
berisikan cairan dialisat (National Kidney Foundation, 2007).
Dialisat merupakan suatu cairan yang terdapat dalam
dialiser yang membantu membuang zat sisa dan kelebihan cairan
pada tubuh (National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Disease, 2006). Cairan ini berisi larutan dengan komposisi
elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa
18
Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh suatu membran.
Dialisat dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan
konsenstrasi karena zat terlarut berpindah dari konsenterasi tinggi
ke konsenterasi rendah sampai konsenterasi zat pelarut sama di
kedua kompartemen (difusi) (Rahardjo et al., 2009). Hal ini yang
menyebabkan terjadinya perpindahan zat sisa seperti urea, kreatinin
dan kelebihan cairan dari dalam darah. Sel darah, protein dan zat
penting lainnya tidak ikut berpindah dikarenakan molekulnya yang
besar sehingga tidak dapat melewati membran (National Kidney
Foundation, 2007).
2.3Imunodefisiensi pada Pasien ESRD
Berdasarkan data dari United States Renal Data System (USRDS),
pasien yang menjalani hemodialisis mengalami peningkatan angka
morbiditas dan rawat inap terkait dengan infeksi. Antara tahun 1993
sampai 2012 peningkatan angka rawat inap pasien ESRD yang terjangkit
infeksi mencapai 34% (United States Renal Data System, 2014). Keadaan
ini menyumbangkan 15% penyebab kematian pada pasien ESRD (Allon et
al., 2003).
Uremia dan kontak ulang dengan dialiser dianggap sebagai suatu
faktor penting yang mempengaruhi respon sistem imun (Amore & Coppo,
2002). Hal ini menstimulasi limfosit sehingga menjadi penyebab
19
kemudian membuat pasien ESRD menjadi rentan terhadap infeksi
(Lisowska et al., 2014)
Normalnya, sel B dapat mengenali antigen polisakarida secara
langsung dan sel T spesifik mengenali antigen lainnya. Namun pada
keadaan uremia, terjadi kerusakan pada fungsi sel T (Beaman et al., 1989;
Girndt et al., 2001). Sel B dan T berfungsi dengan normal apabila terdapat
sinyal yang baik pula dari antigen-presenting cells (APC). Pada ESRD
terdapat kerusakan fungsi pada kostimulasi APC sehingga menyebabkan
gangguan aktivasi efektor limfosit (Girndt et al., 2001).
Jumlah leukosit pada pasien dialisis normal, namun terdapat
limfopenia akibat peningkatan apoptosis limfosit perifer (Amore & Coppo,
20
2.4Kerangka Pemikiran
2.4.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka Teori.
Anemia
21
2.4.2 Kerangka Konsep
Variabel Independent →
Variabel Dependent →
Gambar 2.3. Kerangka Konsep.
2.5Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis
H1 : Terdapat perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis CKD
Uremia (ureum >200
mg/dL) GFR <15
Hemodialisis
pre post
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif - analitik komparatif dengan
pendekatan pengambilan data cross-sectional. Adapun sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat dari pre
dan post hemodialisis untuk mengetahui kadar limosit pasien dan data
sekunder yang didapat dari rekam medik untuk menentukan sampel sesuai
dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.2Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2015
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang hemodialisa, laboratorium
patologi klinik dan ruang rekam medik RSUD Dr. H. Abdul
23
3.3Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah sekelompok elemen atau kasus, baik itu
individual, objek, atau peristiwa, yang berhubungan dengan kriteria
spesifik dan merupakan sesuatu yang menjadi target generalisasi
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya (Hamdi, 2014). Pada penelitian ini, populasi
targetnya adalah pasien ESRD di Provinsi Lampung dan populasi
terjangkaunya adalah pasien ESRD yang melakukan hemodialisis
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah populasi yang diteliti
sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan (Hamdi, 2014).
Pada penelitian ini, penghitungan sampel menggunakan rumus
sebagai berikut:
Keterangan :
Zα : deviat baku alfa
24
S : simpang baku dari selisih nilai antar kelompok
X1 – Xz : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna
Hasil perhitungan :
, , 8 ,
,
, ≈ 35
Berdasarkan hasil perhitungan, maka jumlah sampel
minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 35
sampel. Untuk mencegah drop out, maka peneliti menambahkan
jumlah sampel sebesar 10% sehingga total keseluruhan sampel
yang digunakan adalah 40. Cara pengambilan sampel ini
menggunakan teknik consecutive sampling.
3.4Kriteria Penelitian
3.4.1 Kriteria Inklusi
a. Pasien ESRD yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung
b. Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani
informed-consent
3.4.2 Kriteria Eksklusi
25
b. Pasien mengidap penyakit limfadenopati
c. Pasien mengonsumsi obat imunosupresan, imunomodulator
atau anti-inflamasi
d. Pasien mengalami infeksi viral akut seperti common cold, cacar
3.5Identifikasi Variabel
3.5.1 Variabel Terikat (dependent variable)
Variabel terikat dari penelitian ini adalah kadar limfosit (pre dan
post hemodialisis)
3.5.2 Variabel Bebas (independent variable)
26
3.6Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional.
No Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Kadar
Flow cytometry Automated
Hematology
GFR dengan persamaan CKD-EPI
GFR = 141 x min(Scr/κ, 1)α x max(Scr/κ, 1)-1,209 x 0,993usia x 1,018 (jika wanita) x 1,159 (jika ras hitam)
κ♀ = 0,7
κ♂ = 0,9
α♀ = - 0,329
α♂ = - 0,411
Scr = kreatinin serum (mg/dL)
27
3.7Alat, Bahan, dan Cara Penelitian
3.7.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam
medik, lembar observasi, alat tulis, spuit 3cc, tabung EDTA,
handscoon, plester, dan automated hematology analyzer.
3.7.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah
vena pasien sebanyak 3 cc.
3.7.3 Cara Kerja Alat
Automated hematology analyzer menggunakan prinsip
kerja flow cytometry. Flow cytometry digunakan untuk
menganalisis sifat fisiologis dan kimia sel yang menyediakan
informasi tentang ukuran, struktur, dan interior sel
(Sysmex-Europe, 2015).
Dalam flow cytometry, sel dan partikel diteliti saat mengalir
melewati aliran sel yang sempit. Pertama, sampel darah di aspirasi
dan kemudian diencerkan untuk rasio pra-set dan diberi penanda
fluoresensi eksklusif yang berikatan dengan asam nukleat. Lalu
sampel diangkut ke dalam aliran sel dan diterangi oleh sinar
semikonduktor, yang dapat memisahkan sel melalui tiga sinyal
berbeda. Sinyal forward-scattered light menunjukkan volume sel,
28
meliputi nukleus dan granula, dan sinyal side-fluorescence light
menunjukkan jumlah asam deoksiribosa nukleat (DNA) dan asam
ribonukleat (RNA) dalam sel. Sel dengan sifat fisik dan kimia
yang mirip membentuk klaster dalam grafik yang dikenal sebagai
scattergram (Sysmex-Europe, 2015).
Teknik analisis hematologi dengan flow cytometry ini dapat
digunakan untuk pengukuran sel darah putih dan hitung jenis,
untuk menghitung nucleated red blood cell (NRBC) dan
pengukuran retikulosit (Sysmex-Europe, 2015).
3.7.4 Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel darah dari responden dilakukan dua
kali, yaitu sebelum dan sesudah proses hemodialisis dengan cara
berikut:
1. Melakukan informed-consent kepada responden
2. Cuci tangan dan menggunakan handscoon
3. Aspirasi darah sebanyak 3 cc melalui selang yang
terhubung dari badan ke dialiser
4. Memasukkan sampel darah ke dalam tabung
5. Menuliskan identitas responden pada tabung
6. Mengirimkan sampel darah ke laboratorium patologi
29
3.8Alur Penelitian
Gambar 3.1. Alur Penelitian.
3.9Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data
akan diubah kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah
1. Tahap Persiapan Pembuatan proposal,
perijinan, koordinasi
2. Tahap Pelaksanaan
Pengisian informed-consent
Pencatatan data pasien yang terdiagnosis ESRD dari rekam medis
Pengambilan darah pasien sebanyak 3cc (pre dan post
hemodialisis)
Melakukan input data 3. Tahap Pengolahan
Data
Analisa data statistik
Pengolahan spesimen dengan dimasukkan ke analyzer di laboratorium patologi klinik
30
menggunakan program pengolahan data statistik. Proses
pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri
beberapa langkah :
a. Editing, kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau
kuesioner.
b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang sesuai
untuk keperluan analisis.
c. Data entry, memasukkan data ke dalam program komputer. d. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau
responden untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan kemudian dilakukan koreksi
(Notoatmodjo, 2010).
3.9.2 Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Bentuk
analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data
numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, nilai minum dan
maksimum dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis
ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari
31
b. Analisis Bivariat
Hasil analisis univariat yang menggambarkan
karakteristik atau distribusi setiap varibel dapat dilanjutkan
dengan analisis bivariat (Notoatmodjo, 2010). Uji statistik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah T-dependent
(Dahlan, 2011). Uji T-dependent dipilih karena peneliti akan
mengkomparasi dua kelompok variabel numerik yang
berpasangan, yaitu kadar limfosit pre-hemodialisis dan post
-hemodialisis.
3.10 Etika Penelitian
Penelitian ini telah diajukan kepada Komite Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan disetujui
dengan nomor surat 2700/UN26/8/DT/2015.
39
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
Dari hasil penelitian perbedaan kadar limfosit pre dan post hemodialisis pasien gagal ginjal kronik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2015, didapat simpulan sebagai berikut:
5.1.1 Pada pemeriksaan kadar limfosit pre-hemodialisis didapatkan
rerata sebesar 1696 sel/mm3 dan termasuk dalam rentang normal
nilai limfosit absolut.
5.1.2 Pada pemeriksaan kadar limfosit post hemodialisis didapatkan
rerata sebesar 1397 sel/mm3 dan termasuk dalam rentang normal
nilai limfosit absolut.
5.1.3 Pasien ESRD yang mengalami penurunan kadar limfosit post
hemodialisis sebesar 83,78%.
5.1.4 Terdapat perbedaan rerata kadar limfosit pre dan post hemodialisis
40
5.2Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan
agar:
5.2.1 Pasien gagal ginjal kronik lebih menjaga kebersihan tubuh dan
lingkungan sesuai dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) agar
terhindar dari penyakit infeksi.
5.2.2 Pasien gagal ginjal kronik menjaga dan meningkatkan kualitas
hidup dengan pengaturan gizi yang baik dan melakukan
pengobatan teratur.
5.2.3 Klinisi meningkatkan pelayanan kesehatan untuk mencegah infeksi
nosokomial dengan early diagnosis terhadap tanda-tanda awal
infeksi.
5.2.4 Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian
hubungan kadar limfosit dengan lama terapi hemodialisis yang
41
DAFTAR PUSTAKA
Allon, M., Depner, T.A., Radeva, M., Bailey, J., Beddhu, S., Butterly, D., et al.
2003. Impact of dialysis dose and membrane on infection-related
hospitalization and death: results of the HEMO study. J Am Soc Nephrol.
14(7):1863–70.
Amore, A., Coppo, R. 2002. Immunological basis of inflammation in dialysis.
Nephrol Dial Transplat. 17:16–24.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Baratawidjaja, K. G., Rengganis, I. 2012. Imunologi Dasar. Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Beaman, M., Michael, J., MacLennan, I., Adu, D. 1989. cell independent and T-cell dependent antibody responses in patients with chronic renal disease.
Nephrol Dial Transplant. 4:216–21.
Carpenter, C.B., Lazarus, J.M. 2000. Dialisis dan Transplantasi dalam Terapi Gagal Ginjal. Dalam : Isselbacher, K.J., Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., Kasper, D.L., penyunting. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC. hlm.1443-54.
Dahlan, M.S. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke-5. Jakarta: Salemba Medika.
42
Girndt, M., Sester, M., Sester, U., Kaul, H., Kohler, H. 2001. Molecular aspects of T- and B-cells in uremia. Kidney Int Suppl. 59:S206–11.
Hamdi, A. S. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan. Edisi ke-1. Yogyakarta: Deepublish.
Hendromartono. 2009. Nefropati Diabetik. Dalam: Sudoyo , A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadribata, M.K., Setiati, S., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1942–6.
Hosten, A.O., 1990. BUN and Creatinine. In: Walker, H.K., Hall, W.D., Hurst, J.W., 3rd eds. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. Boston: Butterworths. p. 874–8.
Lisowska, K.A., Dbska-Ślizień, A., Jasiulewicz, A., Bryl, E., Witkowski, J.M. 2014. Influence of hemodialysis on circulating CD4lowCD25 high
regulatory T cells in end-stage renal disease patients. Inflamm Res. 63(2):99– 103.
Lisowska, K.A., Dbska-Ślizień, A., Jasiulewicz, A., Heleniak, Z., Bryl, E., Witkowski, J.M. 2012. Hemodialysis affects phenotype and proliferation of CD4-positive T lymphocytes. J Clin Immunol. 32(1):189–200.
McAlexander, J. 2015. A Cross-Section of The Kidney Showing Ischemic Pyramids and Sclerotic Arteries and Arterioles. Diakses dari
http://www.nursingceu.com/courses/470/index_nceu.html. Diunduh pada 24 November 2015.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. 2006. Treatment Methods for Kidney Failure: Hemodialysis. Diakses dari:
http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/kidney-disease/hemodialysis/Documents/hemodialysis_508.pdf. Diunduh pada 19 Agustus 2015.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. 2014. High Blood Pressure and Kidney Disease. Diakses dari:
43
National Kidney Foundation. 2002. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Clasification and Stratification.
Diakses dari: http://doi.org/10.1634/theoncologist.2011-S2-45. Diunduh pada 16 Agustus 2015.
National Kidney Foundation. 2007. Hemodialysis: What You Need to Know. Diakses dari:
https://www.kidney.org/sites/default/files/docs/hemodialysis.pdf. Diunduh pada 16 Agustus 2015.
National Kidney Foundation. 2010. Keeping Your Heart Healthy What You Should Know About Lipids. Diakses dari:
https://www.kidney.org/sites/default/files/docs/11-50-2106_fba_patbro_hearthealthy_3_1_1.pdf. Diunduh pada 31 Juli 2015.
National Kidney Foundation. 2015. About Chronic Kidney Disease. Diakses dari: https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd. Diunduh pada 16 Agustus 2015.
National Kidney Foundation. 2015. CKD-EPI Creatinine Equation. Diakses dari: www.kidney.org/content/ckd-epi-creatinine-equation-2009. Diunduh pada 21 Desember 2015.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pernice, F., Floccari, F., Nostro, L., Caccamo, C., Belghity, N., Mantuano, S., Buemi, M. 2006. Oxidative stress, sister chromatid exchanges and apoptosis in the pathogenesis of lymphocytopenia in ESRD patients. J Nephrol. 19(5). 613–20.
Pusparini. 2000. Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. J Kedokter Trisakti, 19(3), 115–24.
44
Saad, K., Elsyah, K.I., Zahran, A.M., & Sobhy, K.M. 2014. Lymphocyte populations and apoptosis of peripheral blood B and T lymphocytes in children with end stage renal disease. Ren Fail.36(4):502–7.
Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2008. Diagnosis and management of chronic kidney disease: a national clinical guideline. Diakses dari:
http://www.sign.ac.uk/pdf/sign103.pdf. Diunduh pada 19 Agustus 2015.
Suwitra, K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo , A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadribata, M.K., Setiati, S., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1035–40.
Sysmex-Europe. 2015. Fluorescence Flow Cytometry. Diakses dari:
http://www.sysmex-europe.com/academy/knowledge-centre/measurement-technologies/fluorescence-flow-cytometry.html. Diunduh pada 21 Desember 2015.
Tbahriti, H.F., Meknassi, D., Moussaoui, R., Messaoudi, A., Zemour, L., Kaddous, A., Bouchenak, M., Mekki, K. 2013. Inflammatory status in chronic renal failure: the role of homocysteinemia and pro-inflammatory cytokines. World J Nephrol. 2(2):31–7.
The Renal Association. 2013. CKD Stages. Diakses dari:
http://www.renal.org/information-resources/the-uk-eckd-guide/ckd-stages#sthash.frm4MEB8.dpbs. Diunduh pada 25 September 2015.
United States Renal Data System. 2014. 2014 USRDS Annual Data Report, Volume 2: End-Stage Renal Disease.
Wilson, L.M. 2005. Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Wilson, L.M., Price, S.A., penyunting. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:ECG. hlm. 912–47.
Wilson, L. M. 2005. Pengobatan Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Wilson, L.M., Price, S.A., penyunting. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:ECG. hlm.964–90.