KANKER SERVIKS UTERI
PENCEGAHAN, DETEKSI DINI
TERAPI DAN VAKSINASI
Oleh :
Dr. Heru Priyanto SpOG (K) Onk
Gynae Oncologist
Ahli Kandungan – Konsultan Onkologi
Pendahuluan
Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari suatu sel atau jaringan di mana sel atau jaringan tersebut tumbuh dan berkembang tidak terkendali,kecepatan tumbuhnya berlebihan, dan sering disertai perubahan perangai sel yang akhirnya menganggu organ lain.
Kanker serviks di negara yang sedang berkembang antara lain di Indonesia masih banyak ditemukan, dan berbeda dengan di negara maju di mana program skrining sudah dilaksanakan sejak beberapa dekade. Dengan skrining tersebut maka insidens dan mortalitas sudah sangat jauh berkurang. Human papillomavirus (HPV) merupakan penyebab utama dari kanker ini, dan dengan adanya pengembangan vaksin virus HPV maka diharapkan kanker ini dapat dikendalikan terutama di negara dimana program skrining sulit dilaksanakan.
Gambar 1 : Organ reproduksi wanita
Epidemiologi
Ovarium
Rahim
Tuba
Peringkat kanker leher rahim di seluruh dunia menduduki urutan ke-2 diantara kanker pada perempuan setelah kanker payudara. Setiap tahun diperkirakan ada 500.000 perempuan ditemukan menderita kanker leher rahim dan setengahnya akan meninggal. (1) Di Tingkat dunia diperkirakan setiap dua menit ada seorang perempuan meninggal Di Indonesia, berdasar data patologi kanker leher rahim menempati urutan pertama dari kanker-kanker yang terdapat baik pada perempuan, maupun gabungan perempuan dan laki-laki. Diperkirakan setiap jam atau dua
jam ada seorang perempuan meninggal akibat kanker. (2) Dengan perhitungan interpolasi,
diperkirakan di Jakarta satu orang perempuan meninggal akibat kanker serviks setiap satu atau
dua hari. (3) Di Asia Tenggara insidensnya adalah 32.800 atau 7.5% atau urutan kelima, dengan
mortalitas sebanyak 15.400 (47%) atau penyebab kematian karena kanker ketujuh atau sebanyak 5.3% (Shibuya, 2003). Di Indonesia ia menduduki urutan pertama yaitu sebanyak 17.8% (Rukmini, 2005).
Etiologi
Sangat sedikit kanker yang diketahui sebabnya, selain epstein barr viruses (EBV), hepatitis B virus (HBV) dan kaposi sarcoma herpes virus (KSHV), human papilloma virus (HPV) adalah yang terkait erat dengan kanker kanker serviks. (4) Sejak tahun 1976 telah dikenal HPV (
Human Papiloma Virus) sebagai penyebab kanker serviks. (5) dan terdeteksi pada 97,7%
kanker serviks. Karena itu HPV merupakan penyebab penting dalam perjalanan penyakit kanker serviks. Pada temuan selanjutnya, ternyata HPV diklasifikasikan dalam tiga klasifikasi, yaitu risiko tinggi, kemungkinan risiko tinggi dan risiko rendah. (6)
Klasifikasi HPV Berdasarkan Genotipe (7), terbagi atas kelompok HPV risiko tinggi : 16,
18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59. Dikenal kelompok HPV kemungkinan risiko tinggi 26, 53, 66, 68, 73, 82, dan kelompok HPV risiko rendah: 6, 11, 40, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, 81. Hingga kini lebih dari 100 genotipe yang telah dikenal (8) sebagiannya, terutama yang tergolong risiko tinggi dapat menyebabkan kanker serviks. Kebanyakan studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks dihubungkan dengan jenis HPV. Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Karsinogenesisnya berbeda yaitu melalui mutasi p53.
Virus HPV termasuk double stranded DNA virus (dsDNA), famili Papopa virus, mempunyai genome sirkuler dengan ukuran 7-8 base pairs (bp), dan genomenya tersebut
(gambar 2), sehingga merusak ekspresi E2. Integrasi disekitar gen ini kadang-kadang menimbulkan delesi fokal, sehingga E6 dan E7 bergabung secara langsung dengan enhancer dan
promoter sequences virus pada HPV upstream regulatory region, sehingga ekspresi E6 dan E7
terus berlanjut. Selain dari itu rusaknya E1 dan E2 pada waktu integrasi, akan menginaktifasi atau lepasnya (decouple) E (early) dan L (late) gen lainnya dari enhancer dan promoter
sequences. Dengan hilangnya fungsi E2 akan terjadi de-represi promoter dan peningkatan
ekspresi onkogen E6 dan E7
L1 Late gene L2 E5 E2 E4 E1 E7 E6 Regulation of Viral transcription & replication Growth Stimulation Regulation of viral replication Transforming genes/ growth stimulation Encodes for minor capsid protein Encodes for major capsid protein HPV genome (-7815 base pairs)
( Upper regulatory regions )
URR
Gambaran Skematik dari organisasi genome HPV
Gambar 2 . Genome HPV 16 dan gambar virus HPV
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi kanker serviks adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan inisiasi transformasiatipik serviks dan perkembangan displasia serviks. Berbagai faktor dinilai sebagai
kofaktor (faktor yang mempermudah) terjadinya kanker serviks antara lain: .
1). Infeksi HPV berkaitan dengan 95% dari terjadinya kanker serviks.
2).Perempuan dengan mitra seksual multipel atau mempunyai mitra seksual/suami risiko tinggi berarti bahwa suaminya mempunyai mitra seksual multipel juga.
3).Perempuan yang merokok mempunyai risiko dua kali lebih tinggi untuk menderita kanker serviks daripada perempuan yang tidak merokok.
4).Perempuan yang kehamilan pertamanya terlambat, risiko untuk menderita kanker serviks lebih rendah. Risiko bertambah dengan jumlah persalinan.(9)
5) Tingkat sosial ekonomi rendah mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker serviks daripada tingkat menengah sosial ekonomi menengah atau tinggi.
6). Pengguna obat imunosupresan, misalnya pasca transplantasi organ termasuk kelompok risiko tinggi untuk menderita kanker serviks.
7). Penggunaan kontrasepsi oral menunjukkan peningkatan risiko walaupun diketahui bahwa manfaat penggunaan kontrasepsi oral lebih memberikan banyak manfaat daripada kemungkinan risikonya. (10;11). Lama penggunaan kontrasepsi hormonal akan meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks, dan penggunaan 10 tahun meningkatkan risiko sampai dua kali.
8). Riwaya terpapar infeksi menular seksual (IMS), meningkatkan risiko menderita kanker serviks.
Faktor protektif kanker serviks adalah sebagai berikut:.
1) Penggunaan kondom dan juga diketahui upaya skrining dapat mencegah 75% terjadinya kanker serviks.
2) Perempuan yang melakukan tes pap sekali dalam tiga tahun berisiko menderita kanker serviks 1/10 dari kelompok perempuan yang tidak pernah tes pap. (12)
3) Perempuan yang telah mengalami histerektomi total untuk kasus tumor jinak tidak ada alasan untuk menderita kanker serviks. Ada pendapat tidak diperlukan lagi skrining kanker serviks.
Riwayat Alamiah Kanker Serviks
Sebagian besar kanker serviks berasal dari zona transformasi. Dalam daerah ini, sel-sel endoserviks digantikan oleh metaplasia skuamosa. Karena infeksi HPV maka terjadilah displasia, karsinoma in situ dan adenokarsinoma in situ. Lesi-lesi ini merupakan lesi prakanker. Infeksi HPV tipe risiko tinggi dapat mengakibatkan displasi skuamosa berat atau karsinoma in situ tanpa melalui tahapan displasia ringan. Dalam suatu penelitian, displasia berat terjadi dalam waktu median 26 bulan setelah infeksi HPV terdeteksi. Hanya sekitar 15% displasia ringan akan menjadi displasia berat dalam waktu 2 tahun, tetapi sekitar sepertiga displasia berat akan menjadi karsinoma invasif dalam masa 10 tahun bila tidak diterapi.
Telah kita diketahui bahwa pencegahan efektif kanker serviks merupakan tindakan preventif sekunder, yaitu deteksi lesi prakanker melalui tes Pap dan rangkaian tindak lanjut, misalnya pemeriksaan kolposkopi, biopsi. Pengalaman di negara maju
menunjukkan bahwa konsep tersebut baru efektif jika cakupan populasi yang diperiksa tes Pap mencapai sebagian besar populasi yang berisiko. Namun, implementasi hal tersebut membutuhkan tidak hanya biaya, melainkan juga sumber daya manusia dan logistik peralatan yang besar.
Di Indonesia, cakupan tes Pap diperkirakan kurang dari 5 %. Untuk memenuhinya, diupayakan alternatif tes Pap dengan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) yang diharapkan mendapatkan cakupan yang lebih luas. Upaya memperluas skrining dengan tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) ini membutuhkan waktu sosialisasi yang tidak singkat meskipun telah dicanangkan oleh Ibu Negara.
TES PAP
Tes pap atau yang lebih dikenal dengan pap smear adalah salah satu deteksi dini terhadap kanker serviks yang sering dilakukan. Pap smear banyak ditawarkan oleh klinik laboratorium. Pelaksanaannya mudah dan murah. Pada prinsipnya, pap smear adalah mengambil sel epitel yang ada di leher rahim yang kemudian dilihat kenormalannya.
Berikut cara melakukan pap smear.
1. Usapkan spatula Eyre pada ektoserviks (bibir mulut rahim) terlebih dahulu. Lalu, pulas di kaca benda.
2. Usapkan cytobrush pada endoserviks. Lalu,pulas di kaca benda. 3. Rendam kaca benda dalam alkohol 96 %, minimal 30 menit.
PEMERIKSAAN SSBC/LBC (SITOLGI SERVIKS BERBASIS CAIRAN/ LIQUID BASE CYTOLOGY)
rahim ”dilarutkan” lebih dahulu pada suatu cairan, kemudian di-sentrifugasi/diambil endapannya, baru kemudian dibuat hapusan dan dibaca di bawah mikroskop. Dengan tehnik baru ini, keakuratan hasil pemeriksaan lebih tinggi walaupun biayanya lebih mahal.
INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA)
Metode IVA pertama kali ditemukan oleh Sankaranarayanan dkk. Deteksi dengan metode IVA ini sangat cocok diaplikasikan di negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak invasif, juga dapat dilakukan langsung oleh dokter, bidan atau paramedik. Hasilnya pun langsung bisa didapat, dan sensifitas serta spesifitasnya cukup baik. Alat dan bahan yang dibutuhkan pun sangat sederhana, yaitu spekulum vagina, asam asetat 3−5 %, kapas lidi, meja pemeriksaan,arung tangan bersih (lebih baik steril), dan dilakukan pada kondisi ruang yang terang (cukup cahaya). Kriteria pemeriksaan IVA atau Hasil pemeriksaan
IVA, dikelompokkan sebagai berikut. I. Normal
II. Radang/Atipik/Servisitis
III. IVA positif/ditemukan bercak putih IV. Kanker serviks
KOLPOSKOPI
Kolposkopi adalah pemeriksaan mulut rahim dengan kamera pembesaran untuk mendeteksi serta melakukan tindakan terapi pada pasien dengan prakanker serviks uteri.
Manifestasi Klinis
Pada 92% lesi prakanker tidak terdapat gejala, kalau ada hanya berupa rasa kering di vagina. Gejala:
- awal: perdarahan per vaginam (kontak atau di luar masa haid).
- lanjut: cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, lumbosakral,
gluteus), gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rektum. Kalau sudah bermetastasis maka akan timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena.
- residif: edema tungkai unilateral, nyeri siatika dan gejala obstruksi ureter.
Gambar 4. Stadium Klinis Kanker Serviks Terapi
Stadium
IA1 Histerektomi ekstrafasial. Bila fertilitas masih diperlukan, observasi kalau tepi
sayatan negatif pada konisasi IA2 Operasi
1. Histerektomi radikal atau modifikasi (tipe 2) dan limfadenektomi pelvis
2. Histerektomi ekstrafasial dan limfadenektomi pelvis bila tidak ada invasi
limfo-vaskular
3. Konisasi luas atau trakhelektomi radikal dengan limfadenektomi laparoskopi, kalau
fertilitas masih dibutuhkan.
Radioterapi: radiasi luar dan brakiterapi (dosis di titik A 75-80 Gy)
IBI/IIA≤ 4 cm Hindari gabungan operasi dengan radiasi untuk mengurangi morbiditas
Operasi
1. Histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis, ± sampel kgb para-aorta
2. Pada usia muda, ovarium dapat dikonservasi
3. Terapi adjuvan kemoradiasi pasca bedah (dengan cisplatin ± 5-FU) bila ada faktor
risiko kgb (+), parametrium (+), tepi sayatan (+)
Radioterapi: radiasi luar dan brakiterapi (dosis di titik A 80-85 Gy)
IB2/IIA > 4 cm
Kemoradiasi
Radiasi luar dan brakiterapi serta pemberian cisplatin 40 mg/m2/minggu
selama radiasi luar. Kalau kgb iliaka kommunis atau para-aorta (+) lapangan radiasi diperluas.
Operasi
Neoadjuvan kemoterapi (cisplatin 3 seri) diikuti histerektomi radikal dan
limfadenektomi pelvis IIB, III, IVA
Kemoradiasi
Radiasi luar dan brakiterapi serta pemberian cisplatin 40 mg/m2/minggu
selama radiasi luar. Kalau kgb iliaka kommunis atau para-aorta (+) lapangan radiasi diperluas
Eksenterasi
Dapat dipertimbangkan pada IVA bila tidak meluas sampai dinding panggul, terutama bila ada fistel rektovaginal dan vesikovaginal
IVB atau residif
Residif lokal sesudah operasi
1. Radiasi + kemoterapi (cisplatin ± 5-FU). 50 Gy bila lesi mikroskopik dan 64-66 Gy
pada tumor yang besar
2. Eksenterasi kalau proses tidak sampai dinding panggul
Telah diketahui bahwa pencegahan efektif kanker serviks uterus merupakan tindakan preventif sekunder, yaitu deteksi lesi prakanker, melalui tes Pap dan rangkaian tindak lanjut (13,14,15,16,17,18). Pengalaman negara maju menunjukkan bahwa konsep tersebut baru efektif bila cakupan populasi yang diperiksa tes Pap, mencapai sebagian besar populasi yang berisiko. Namun implementasi hal tersebut membutuhkan tidak hanya biaya, melainkan juga sumber daya manusia dan logistik peralatan yang besar. Di Indonesia cakupan tes Pap diperkirakan kurang dari 5%.Alternatif tes Pap ialah IVA dengan cakupan lebih luas (19,20) Upaya memperluas skrining, dengan tes IVA (inspeksi visual asam asetat), membutuhkan waktu sosialisasi meskipun telah dicanangkan oleh Ibu Negara.
Vaksinasi Kanker Serviks Uteri
Virus HPV mempunyai siklus hidup yang unik, dan hanya terdapat di permukaan epitel berlapis gepeng, maka imfeksi karenya tidak menimbulkan viremia sistemik. Berbeda dengan vaksin pencegahan pada beberapa virus seperti polio, mumps, measles, rubella yang menggunakan virus yang dilemahkan atau virus yang diinaktifkan seperti polio, maka pada HPV hal ini tidak diberlakukan, karena virus HPV tidak efisien jika dikultus dan juga genome virus HPV mengandung onkogen sehingga tidak mungkin diberikan sebagai vaksin pada perempuan
sehat.Oleh karena itu vaksin HPV dikembangkan dari subunitnya, dalam hal ini dikembangkan
Gambar 5. Proses Pengembangan Vaksin HPV
Ada 2 macam vaksin yang telah dipasarkan, yaitu : 1.Vaksin HPV Bivalent
2. Vaksin HPV Quadrivalent
Vaksin tersebut ditujukan terhadap terutam HPV tipe 16 dan 18, dan juga tipe 6 dan 11.
Pemberian Vaksinasi
Jadualnya adalah : 0,1, 6 bulan (Bivalent)/ 0, 2, 6 bulan (Quadrivalent)
Hindari pemberian vaksin pada kehamilan, karena data keamanan masih terbatas. Berikut ini pedoman yang ditetapkan oleh Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia : 1. Diperlukan informasi dan persetujuan yang bersangkutan
2. Vaksin diberikan pada kelompok umur 11-55 tahun
3. Vaksinasi pria masih kontroversi, perlu kajian cost effectivenes 5. Vaksin diberikan oleh dokter
6. Pemeriksaan identifikasi DNA HPV (Hibrid capture) tidak diperlukan sebelum vaksinasi
Eukaryotic Cell
L1 gene of HPV
L1 gene is inserted into a plasmid and the plasmid is inserted into the nucleus of a mRNA Transcription Translation Capsid proteins Empty viral capsid (VLP) Elicits immune response in
H
H
P
P
V
V
I Innssiiddee7. Vaksin diberikan 3 suntikan, pada bulan 0, 1-2 bulan setelah bulan pertama, dan 6 bulan setelah penyuntikan pertama
8. Booster belum diperlukan (estimasi >10 tahun)
9. Perempuan dengan penyakit yang mengganggu imunitas (immunosupression) dapat diberikan perlindungan dengan vaksin
10. Perempuan dengan riwayat terinfeksi HPV atau lesi prakanker diberikan setelah dilakukan terapi lesi prakankernya
11. Tidak dapat diberikan pada perempuan hamil
12. Efek samping minimal dan paling sering nyeri di tempat suntikan Vaksin diberikan 3 suntikan, pada bulan 0, 1-2 bulan setelah bulan pertama, dan 6 bulan setelah penyuntikan pertama
Penutup
Kanker serviks samapai saat masih menjadi masalah kesehatan reproduksi bagi bangsa Indonesia, karena prevalensnya yang tinggi,serta tingginya akngka morbiditas serta mortalitasnya. Penyebabnya hampir 100% (99,7%) terkait dengan infeksi HPV yang sebagian besar terkait dengan skin to skin contact, utamanya kontak seksual. HPV tipe 16, dan 18 mendominasi tipe onkogenik (70%) sebagai tipe penyebab kanker serviks.
Perjalanan penyakit infeksi HPV hingga timbulnya kanker serviks invasif memerlukan waktu yang sangat panjang, dapat berlangsung 3 sampai 17 tahun, dan keadaan ini sebenarnya memberi tantangan untuk melakukan deteksi dini dengan berbagai metode yang telah dikenal populer.
Beberapa metode dini yang populer antara lain Pap smear, kolposkopi tes HPV DNA, IVA ( Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). Untuk masyarakat luas di Indonesia dengan metode IVA dimungkinkan menjadi metode deteksi dini yang diprogramkan.Pada dasawarsa ini telah diptemukan dan diproduksi vaksin HPV yang memerikan harapan bagi upaya eradikasi kanker serviks. Dan diharapkan meningkatkan harapan dan kwalitas hidup wanita.
Daftar Pustaka
B, Bundy, dan Brady M. 2000. ”Biostatistics and Clinical Trials” dalam Hoskins WJ, Perez CA, Young RC. Principles and Practice of Gynecologic Oncology. Third edition. (hlm 225-241). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
D.M, Gerhenson, McGuire W.P, Gore M, Quuin M.A, and Thomas G. 2004. Gynecologic
Cancer Controversies in Management. Toronto: Elsevier. Churchil Livingstone.
E., Burghart (Ed). 1993. Surgical Gynecologic Oncology.New York: Thieme Medical Publishers,Inc.E.I.O, Gartner. 2003. ”Cervical Cancer: Disparities in screening, Treatment, and Survival. Cancer Epid”. Biom. Prev. 12: 241s-47s.
MF, Aziz. 2004. ”Faktor Kliniko-Patologik, Molekul Adhesi Sel E-Kadherin, Katenin-A, dan Enzim Proteolitik Matriks Ekstraselular Kathepsin-D sebagai Prediktor Metastasis Kelenjar Getah Bening dan Prognosis Kanker Serviks Stadium Awal”. Disertasi. Jakarta: Program studi ilmu kedokteran S3 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Priyanto, Heru, dan Aziz MF. 2007. Peran Vascular Endotelial Growth Factor-C (VEGF-C) dan
Lymph Vascular Space Invasion (LVSI) sebagai Faktor Prognosis pada Kanker Serviks Stadium Dini. Bag.Obstetri danGinekologi RS Dr.Cipto Mangunkusumo–FK Universitas Indonesia.
Jakarta.
J.S, Berek. 2007. Berek & Novak’s Gynecology. 14th edition. (hlm 2100-2157). Philadelpia: Lippincott Willam & Wilkins.
J.B, Trimbos, Schueker J.A. et. al. 1990. ”Reason for in Incomplete Surgical Staging in Ovarian Carcinoma Gynecology Oncology.” 37:374-377.
J.L, Benedet, Ngan H.Y.S, Hacker N.F. 2003. Staging Classification and Clinical Practice
Guidelines of Gynecologic Cancers. Toronto: Elsevier.
JL, Epperson J. Pfenninger. 2006. Electrosurgery for Cervical Intresepithelial Neoplasia. Obgyn.net–The Female Patient. April 13, 2006.
JR, McLaughlin, dan Boyd NF. 1998. ”Epidemiology of Cancer” dalam Tannock IF, HillRP. The