• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catur Mei Astuti, Asih Setiarini. Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Abstrak. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Catur Mei Astuti, Asih Setiarini. Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Abstrak. Abstract"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di Poliklinik

Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang Tahun 2013

Catur Mei Astuti, Asih Setiarini

Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Abstrak

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit yang memerlukan pengelolaan berkelanjutan khususnya dalam pengendalian kadar glukosa darah untuk mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 yang meliputi umur, jenis kelamin, durasi penyakit, kepatuhan minum obat, kepatuhan diet, asupan (karbohidrat, protein, lemak, serat), indeks glikemik, aktivitas fisik, pengetahuan dan dukungan keluarga. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dengan responden 86 pasien DM tipe 2 rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr.

Soerojo Magelang pada bulan April-Mei 2013. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kuesioner, food recall 1x24 jam, pengukuran berat badan dan tinggi badan serta pencatatan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dari catatan medik pasien. Analisis statistik menggunakan uji Chi square dan Anova. Hasil penelitian menunjukkan 61,6%

responden memiliki pengendalian kadar glukosa darah buruk. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan minum obat, kepatuhan diet, pengetahuan, asupan lemak dan dukungan positif keluarga dengan pengendalian kadar glukosa darah. Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan petugas kesehatan dapat meningkatkan edukasi dan evaluasi terkait diet pasien kepada pasien dan keluarga pasien serta memberikan motivasi bagi pasien dan keluarga pasien mengenai pentingnya peran keluarga dalam pengelolaan diabetes.

Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, pengendalian kadar glukosa darah, kepatuhan diet, kepatuhan minum obat, cross sectional

Abstract

Type 2 Diabetes Mellitus is a disease that requires continuous management particularly in blood glucose control to prevent or slowing complication. The objective of this study was to identify factors related to blood glucose control in type 2 Diabetes Mellitus includes age, gender, duration of disease, medication adherence, dietary adherence, intake (carbohydrate, protein, fat, fiber), glycemic index, physical activity, knowledge and family support. The design used in this study is cross sectional, with 86 outpatients at Internal Medicine Clinic Prof. Dr. Soerojo Psychiatric Hospital Magelang in April-May 2013 as respondent. Data were collected through interview with questionnaire, 1x24 hour food recall, weight and height measurement and record blood glucose assessment result from patient medical record.

Statistical analysis used Chi square and Anova test. The result of this study showed that 61,6% respondents have poor blood glucose control. Bivariate analysis indicated that there were significance association between medication adherence, dietary adherence, knowledge, fat intake, and positive family support with blood glucose control. Based on that result, health

(2)

workers are expected to improve education and evaluation for patient and their family regarding patient dietary and improve education and motivation for patient and their family regarding the importance of family support in diabetes management.

Keywords: type 2 diabetes mellitus, blood glucose control, dietary adherence, medication adherence, cross sectional

Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia, yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin atau keduanya.1 Pada tahun 2007, prevalensi DM di Indonesia adalah sebesar 1,1% dan 5,7% pada penduduk umur >15 tahun di daerah perkotaan.2 Salah satu provinsi yang memiliki prevalensi DM diatas prevalensi nasional adalah Jawa Tengah, dengan Kota Magelang sebagai kota dengan prevalensi DM tertinggi di Jawa Tengah pada tahun 2011, yaitu sebesar 7,99%.3

Pengelolaan DM yang tidak dilakukan dengan baik, khususnya dalam hal pengendalian kadar glukosa darah dapat menimbulkan komplikasi pada pembuluh darah otak, mata, jantung, ginjal dan kaki yang mengakibatkan terjadinya kebutaan, gagal ginjal, penyakit kardiovaskular, stroke serta amputasi pada kaki.4,5 Pengelolaan DM merupakan hal yang penting mengingat penyakit ini diderita seumur hidup. Oleh sebab itu, upaya untuk mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi perlu dilakukan, melalui upaya pengendalian kadar glukosa darah dengan salah satu indikatornya yaitu kadar glukosa darah puasa.1 Namun, dari beberapa penelitian diketahui bahwa sebagian besar penderita diabetes memiliki kadar glukosa darah yang tidak terkendali dengan baik. Hasil penelitian di 6 negara Amerika Latin menunjukkan bahwa 57% penderita DM tipe 2 memiliki kendali kadar glukosa darah yang buruk.6 Berdasarkan penelitian DiabCare di 12 negara Asia, diketahui jumlah penderita DM tipe 2 dengan kendali glukosa darah yang buruk mencapai 68%.7

Penelitian yang dilakukan DiabCare tahun 2008 di Indonesia menunjukkan 47,2%

penderita DM tipe 2 memiliki kendali glukosa darah yang buruk, yakni kadar glukosa plasma puasa >130mg/dl.8 Penelitian pada beberapa rumah sakit di Indonesia juga menunjukkan kendali kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 sebagian besar masih buruk. Berdasarkan penelitian di Poli DM RS Cipto Mangunkusumo tahun 2003, sebanyak 46% pasien DM tipe 2 memiliki kadar glukosa darah tidak terkendali.9 Penelitian lain di Poliklinik Penyakit Dalam RS Roemani Muhammadiyah Semarang menemukan 46,3% penderita DM tipe 2 memiliki kendali glukosa darah yang buruk.10 Berdasarkan survey awal peneliti di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang bulan Februari 2013 diketahui bahwa sebanyak

(3)

66,7% pasien DM tipe 2 rawat jalan memiliki pengendalian kadar glukosa darah yang buruk.

Tingginya prevalensi pengendalian kadar glukosa darah yang buruk serta adanya peningkatan jumlah pasien DM setiap tahunnya menjadi pertimbangan pemilihan Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo sebagai lokasi penelitian.

Berbagai faktor turut mempengaruhi pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2, antara lain faktor umur, jenis kelamin, kepatuhan minum obat, kepatuhan diet, asupan (karbohidrat, protein, lemak dan serat), indeks glikemik, aktivitas fisik, pengetahuan dan dukungan keluarga. Banyaknya faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 tentunya membuat tindakan pengelolaan penyakit hendaklah dilakukan dengan cermat, untuk mencegah maupun memperlambat terjadinya berbagai komplikasi. Apalagi jika mengingat bahwa penyakit DM merupakan penyakit yang akan diderita seumur hidup. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr.

Soerojo Magelang.

Tinjauan Teoritis

Pengendalian Kadar Glukosa Darah

Pemantauan status metabolik penderita DM merupakan salah satu bagian dari pengelolaan DM. Hasil pemantauan digunakan untuk menilai manfaat pengobatan, sebagai pedoman penyesuaian diet, latihan jasmani dan obat-obatan agar mencapai kadar glukosa darah senormal mungkin, serta menghindari terjadinya hiperglikemia maupun hipoglikemia.5 Salah satu penilaian status metabolik penderita DM adalah dengan pemantauan pengendalian kadar glukosa darah. Pengendalian kadar glukosa darah berarti menjaga kadar glukosa darah agar sedapat mungkin mendekati normal.5 Kriteria pengendalian kadar glukosa darah berdasarkan PERKENI tahun 2006 dibedakan menjadi 3 yaitu: baik (80 - <100 mg/dl), sedang (100-125 mg/dl) dan buruk (≥126 mg/dl).

Penggunaan kadar glukosa darah puasa sebagai indikator pengendalian kadar glukosa darah sering dijumpai dalam praktik pelayanan kesehatan pada pasien DM yang tidak tergantung insulin. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kadar glukosa darah puasa lebih murah dan mudah serta memberikan informasi yang langsung tersedia sehingga dapat digunakan untuk melakukan tindak lanjut maupun evaluasi intervensi yang telah diberikan.

Selain itu, kadar glukosa darah puasa memiliki korelasi dengan kadar HbA1C.11

(4)

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah

Seiring dengan bertambahnya usia, organ tubuh mengalami penurunan fungsi atau bahkan kegagalan dalam menjalankan fungsinya, termasuk sel beta pankreas. Pada orang yang memiliki umur lebih dari 45 tahun, fungsi sel beta pankreas mengalami penurunan yang besarnya tergantung pada beban kerja sel beta pankreas. Beban kerja pankreas ini dipengaruhi oleh tingkat resistensi insulin serta durasi terjadinya resistensi insulin.12 b.

Pada beberapa penelitian, jenis kelamin penderita DM berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah.13,14 Wanita diketahui memiliki pengendalian kadar glukosa darah yang lebih buruk dibanding pria.14 Wanita memiliki sikap yang lebih baik terhadap pengelolaan DM, namun memiliki dukungan keluarga yang kurang serta aktivitas fisik yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.13 Meningkatnya durasi DM berhubungan dengan semakin buruknya kendali kadar glukosa darah. Hal ini berkaitan dengan progresivitas penurunan sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas.15

Kepatuhan pengobatan adalah keterlibatan secara aktif dan sukarela dari pasien terhadap pengelolaan penyakit yang dideritanya dengan mengikuti kesepakatan pengobatan yang telah dibuat antara pasien dan petugas kesehatan.16 Kepatuhan minum obat merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 dimana penderita DM yang tingkat kepatuhan minum obatnya rendah memiliki pengendalian kadar glukosa darah yang buruk.17 Kepatuhan terhadap diet yang dijalankan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengelolaan DM.5 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengendalian kadar glukosa darah penderita DM tipe 2 berkaitan dengan kepatuhan terhadap diet yang dianjurkan.15,18

Karbohidrat merupakan komponen utama dalam makanan yang mempengaruhi kadar glukosa darah postprandial dan kebutuhan insulin. Makanan yang termasuk dalam jenis karbohidrat sederhana (monosakarida dan disakarida) lebih cepat meningkatkan kadar glukosa darah dibandingkan karbohidrat kompleks yang umumnya tinggi serat.19 Glukosa yang diabsorbsi dari asupan makanan memiliki kontribusi terbesar dalam menaikkan kadar glukosa darah, sedangkan asupan lemak, protein, fruktosa dan galaktosa memiliki efek yang kecil terhadap kenaikan kadar glukosa dalam darah.20 Pada umumnya, peranan asupan protein pada pengendalian kadar glukosa darah penderita DM hanya dilihat dari kontribusi asam amino menghasilkan glukosa melalui proses glukoneogenesis.21 Asupan glukosa yang disertai protein pada penderita DM tipe 2 menstimulasi sekresi insulin dan menurunkan respon glukosa darah terhadap glukosa jika dibandingkan dengan asupan glukosa saja.22

(5)

Diet tinggi lemak diketahui memperburuk pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM, sedangkan diet rendah lemak dapat memperbaiki toleransi glukosa dan sensitivitas insulin jika disertai dengan asupan karbohidrat kompleks tinggi serat atau asupan tinggi protein.4 Asupan makanan tinggi lemak berkaitan dengan terjadinya peningkatan oksidasi asam lemak yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat, menurunkan oksidasi glukosa pada otot dan meningkatkan produksi glukosa di hati.4 Serat larut air terutama pektin dan gum memiliki pengaruh hipoglikemik karena memperlambat pengosongan lambung, memperpendek waktu transit dalam saluran cerna dan mengurangi absorbsi glukosa.23 Serat diketahui berhubungan dengan indeks glikemik makanan, dimana semakin tinggi kadar serat dalam makanan akan menurunkan indeks glikemik makanan tersebut.24

Indeks glikemik berguna untuk menentukan respons glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.25 Konsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah diketahui dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial serta dapat memperbaiki kendali kadar glukosa darah.4 Aktivitas fisik pada penderita DM memiliki peranan penting dalam pengendalian kadar glukosa darah, khususnya bagi penderita DM tipe 2. Pada saat melakukan aktivitas fisik atau berolahraga, kebutuhan otot terhadap glukosa sebagai bahan bakar akan meningkat, sehingga terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot.5 Pada otot yang aktif karena aktivitas fisik, jumlah reseptor insulin pada sel tubuh serta sensitivitas reseptor terhadap insulin mengalami peningkatan.4

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.26 Penderita DM tipe 2 yang memperoleh edukasi sehingga pengetahuannya meningkat memiliki kemampuan adaptasi dan melakukan perubahan perilaku yang lebih baik. Semakin baik pengetahuan penderita mengenai kondisi yang dialaminya, semakin baik pengendalian kadar glukosa darah yang dapat dicapai.27 Anggota keluarga dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan penderita DM melalui mekanisme kontribusi terhadap aktivitas pengelolaan DM serta kontribusi dalam mencegah atau menimbulkan stress.28

Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian dilakukan bulan April-Mei 2013 di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. Pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling dan perhitungan sampel menggunakan rumus uji beda 2 proporsi dengan α=5% dan 1-β=80% sehingga diperoleh sampel sebanyak

(6)

86 orang. Pasien yang menjadi sampel memenuhi kriteria inklusi yaitu berusia ≥20 tahun, didiagnosa menderita DM tipe 2, memungkinkan dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan serta mengonsumsi obat hipoglikemik oral. Pasien yang sedang hamil dan mengalami komplikasi berat (DM nefropati, stroke) atau ≥2 komplikasi tidak diikutsertakan dalam penelitian.

Data yang dikumpulkan meliputi data umur, jenis kelamin, durasi penyakit, kepatuhan minum obat, aktivitas fisik, pengetahuan dan dukungan keluarga yang diperoleh dari hasil wawancara kuesioner. Kuesioner kepatuhan minum obat menggunakan Morisky Medication Adherence Questionnaire, kuesioner aktivitas fisik menggunakan Baecke Physical Activity Questionnaire, kuesioner dukungan keluarga menggunakan Diabetes Family Behaviour Checklist, sedangkan kuesioner penelitian menggunakan kuesioner Lestari (2012) yang dimodifikasi. Data asupan diperoleh dari wawancara food recall 1x24 jam, sedangkan data tinggi badan dan berat badan untuk perhitungan kebutuhan energi diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan Data kadar glukosa darah merupakan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa pasien pada saat pengambilan data dilakukan, yang diperoleh dari catatan medik pasien.

Analisis statistik meliputi analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji Chi square dan Anova dengan α= 0,05. Uji Chi square digunakan untuk mengetahui hubungan pengendalian kadar glukosa darah dengan variabel jenis kelamin, durasi penyakit, kepatuhan minum obat, kepatuhan diet, pengetahuan dan aktivitas fisik. Sedangkan uji Anova digunakan pada variabel umur, asupan (karbohidrat, lemak, protein, serat), indeks glikemik dan dukungan keluarga.

Hasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Data Karakteristik Responden

Karakteristik Mean Median SD Minimum Maksimum

Kadar Glukosa Darah (mg/dl) 150,86 135 49,24 87 315

Umur (tahun) 56,2 56 9,518 32 76

Karbohidrat (g) 207,9 207,9 39,16 101,5 287,5

Protein (g) 42,4 42,7 9,429 17,1 67

Lemak (g) 32,4 32,4 7,046 13,8 46,8

Serat (g) 9,9 9,4 3,442 3,1 18,8

Indeks glikemik Pengetahuan

50,7 12,3

50,7 11

3,604 4,165

41,4 6

58,7 23

Positif 15,9 16 3,164 11 23

Negatif 8,8 9 1,684 6 13

(7)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik n %

Pengendalian Kadar Glukosa Darah

Buruk 53 61,6

Sedang 27 31,4

Baik 6 7,0

Jenis Kelamin

Perempuan 53 61,6

Laki-laki 33 38,4

Durasi Penyakit

≥ 4 tahun 44 51,2

< 4 tahun 42 48,8

Kepatuhan Minum Obat

Rendah 32 37,2

Sedang 54 62,8

Kepatuhan Diet

Tidak patuh 52 60,5

Patuh 34 39,5

Aktivitas Fisik

Rendah 7 8,1

Sedang 61 70,9

Tinggi 18 20,9

Pengetahuan

Buruk 67 77,9

Sedang 17 19,8

Baik 2 2,3

Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat Chi square

Variabel Pengendalian Kadar Glukosa Darah

p value

Buruk Sedang Baik

Jenis Kelamin

0,716

Perempuan 32 (60,4%) 18 (34,0%) 3 (5,7%)

Laki-laki 21 (63,6%) 9 (27,3%) 3 (9,2%)

Durasi Penyakit

0,106

≥ 4 tahun 31 (70,5%) 12 (27,3%) 1 (2,3%)

< 4 tahun 22 (52,4%) 15 (35,7%) 5 (11,9%)

Kepatuhan Minum Obat

0,042*

Rendah 25 (78,1%) 5 (15,6%) 2 (6,2%)

Sedang 28 (51,9%) 22 (40,7%) 4 (7,4%)

Kepatuhan Diet

0,001*

Tidak patuh 40 (76,9%) 9 (17,3%) 3 (5,8%)

Patuh 13 (38,2%) 18 (52,9%) 3 (8,8%)

Aktivitas Fisik

0,561

Rendah 6 (85,7%) 1 (14,3%) 0 (0%)

Sedang 38 (62,3%) 19 (31,1%) 4 (6,6%)

Tinggi 9 (50,0%) 7 (38,9%) 2 (11,1%)

(8)

Variabel Pengendalian Kadar Glukosa Darah

p value

Buruk Sedang Baik

Pengetahuan

0,000*

Buruk 50 (74,6%) 11 (16,4%) 6 (9,0%)

Sedang 3 (17,6%) 14 (82,4) 0 (0%)

Baik 0 (0%) 2 (100%) 0 (0%)

*signifikan, dengan p value = 0,05

Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat Anova Variabel Pengendalian

Kadar Glukosa Darah

n Mean SD 95% CI P value

Umur Buruk 53 57,89 9,143 55,37-60,41

Sedang 27 54,11 9,713 50,27-57,95 0,092

Baik 6 51,00 9,695 40,83-61,17

Karbohidrat Buruk 53 209.55 38.44 198.96 – 220,15

Sedang 27 207.37 39.25 191.85 – 222,90 0,717 Baik 6 195.75 49.29 144.02 – 247,48

Lemak Buruk 53 30.95 7.00 29.02 – 32, 87

Sedang 27 34.92 6.92 32.18 – 37,66 0,044*

Baik 6 34.28 4.79 29.25 – 39,32

Protein Buruk 53 41.33 7.68 39.21 – 43,45

Sedang 27 45.27 10.76 41.01 – 49,52 0,158

Baik 6 39.65 15.11 23.79 – 55,50

Serat Buruk 53 9.50 3.05 8.67 – 10,35

Sedang 27 10.53 3.51 9.14 – 11,92 0,209

Baik 6 11.68 5.79 5.60 – 17,76

Indeks Buruk 53 50.57 3.90 49.49 – 51,64

Glikemik Sedang 27 51.43 2.92 50.28 – 52,28 0,277

Baik 6 48.95 3.38 45.41 – 52,49

Dukungan Buruk 53 15.25 2.752 14.49 – 16,00

Positif Sedang 27 17.19 3.453 15.82 – 18,55 0,025*

Baik 6 16.83 3.869 12.77 – 20,89

Dukungan Buruk 53 9.15 1.769 8.66 – 9,64

Negatif Sedang 27 8.37 1.445 7.80 – 8,94 0,107

Baik 6 8.33 1.506 6.75 – 9,91

*signifikan, dengan p value = 0,05

Rentang nilai kadar glukosa darah 86 responden berkisar antara 87 mg/dl - 315 mg/dl dengan nilai rata-rata 150.86 mg/dl. Sebanyak 61,6% responden termasuk dalam kategori memiliki pengendalian kadar glukosa darah buruk, 31,4% responden termasuk kategori sedang, dan hanya 7% responden yang memiliki pengendalian kadar glukosa darah baik.

Umur responden rata-rata 56,2 tahun dengan usia termuda 32 tahun dan tertua 76 tahun.

Berdasarkan uji statistik, tidak terdapat perbedaan rata-rata umur pada kelompok

(9)

pengendalian buruk, sedang dan baik sehingga dinyatakan tidak ada hubungan umur dengan pengendalian kadar glukosa darah. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (61,6%) dan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan pengendalian kadar glukosa darah. Rata-rata durasi penyakit responden adalah 4,7 tahun dengan 51,2%

responden memiliki durasi penyakit ≥4 tahun. Dari uji statistik diketahui tidak ada hubungan antara umur dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Sebanyak 62,8% responden memiliki kepatuhan minum obat sedang, sedangkan sisanya (37,2%) memiliki kepatuhan rendah. Terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan responden dengan pengendalian kadar glukosa darah (p=0,042). Dalam hal kepatuhan diet, 60,5% responden termasuk dalam kategori tidak patuh dan sebesar 39,5% responden patuh terhadap diet. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan antara kepatuhan diet dengan pengendalian kadar glukosa darah (p=0,001). Asupan karbohidrat, protein, dan serat responden diketahui tidak memiliki hubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Pada asupan lemak, terdapat hubungan antara asupan lemak dengan pengendalian kadar glukosa darah. Dengan uji Bonferroni diketahui terdapat perbedaan rata-rata asupan lemak antara kelompok pengendalian buruk dan sedang. Indeks glikemik diketahui tidak berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Sebagian besar (70,9%) responden memiliki aktivitas fisik sedang dan dari uji statistik tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Sebanyak 77,9% responden memiliki pengetahuan buruk, dan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pengendalian kadar glukosa darah (p=0,000). Dukungan keluarga positif diketahui memiliki hubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah (p=0,025) sedangkan dukungan keluarga negatif tidak berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Pembahasan

Sebagian besar responden (61,6%) memiliki pengendalian kadar glukosa darah yang buruk. Beberapa penelitian lain di Indonesia juga menunjukkan buruknya pengendalian kadar glukosa darah penderita DM tipe 2. Penelitian terhadap pasien DM tipe 2 di Puskesmas Pancoran menunjukkan bahwa 62% responden memiliki pengendalian kadar glukosa darah yang buruk.29 Buruknya pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM berpengaruh terhadap terjadinya berbagai macam penyakit komplikasi yang dapat menyebabkan terjadinya kebutaan, gagal ginjal, penyakit kardiovaskular, stroke, amputasi pada kaki serta meningkatkan risiko kematian.4,5

(10)

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata umur responden yang tertinggi terdapat pada kelompok pengendalian kadar glukosa darah buruk. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian glukosa darah yang buruk cenderung dialami responden dengan umur lebih tua. Hal ini disebabkan karena semakin lanjut usia seseorang, produksi insulin oleh pankreas akan semakin berkurang.30 Pada usia diatas 45 tahun, sel beta pankreas mengalami penurunan baik jumlah maupun fungsinya, seiring dengan berjalannya usia.12 Namun berdasarkan uji statistik, pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan rata-rata umur yang bermakna sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara umur dan pengendalian kadar glukosa darah. Tidak adanya hubungan antara umur dan pengendalian kadar glukosa darah pada penelitian ini dapat disebabkan karena terdapat faktor lain yang lebih berkaitan dengan pengendalian glukosa darah, yaitu perilaku responden.

Pada penelitian ini, proporsi pengendalian kadar glukosa darah yang buruk lebih tinggi pada laki-laki (63,6%) dibandingkan pada perempuan (60,4%). Adanya perbedaan pengendalian kadar glukosa darah pada perempuan dan laki-laki disebabkan oleh perbedaan dalam perilaku dan sikap terhadap diabetes. Wanita memiliki sikap yang lebih baik terhadap pengelolaan diabetes serta memiliki usaha yang lebih baik dalam perubahan gaya hidup dibandingkan laki-laki.13 Namun, berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian lain.31,32 Ketidakbermaknaan hubungan antara jenis kelamin dan pengendalian kadar glukosa darah dapat disebabkan karena jenis kelamin tidak secara langsung berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Adanya perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan menjadi faktor yang mungkin lebih berkaitan dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Pada penelitian ini, proporsi pengendalian kadar glukosa darah buruk lebih tinggi (70,5%) pada kelompok ≥ 4 tahun dibandingkan kelompok < 4 tahun (52,4%). Meningkatnya durasi DM berhubungan dengan semakin buruknya kendali kadar glukosa darah. Hal ini berkaitan dengan progresivitas penurunan sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas.15 Berdasarkan uji statistik, diketahui bahwa tidak ada hubungan bermakna antara durasi penyakit dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian lain.31,32 Tidak bermaknanya hubungan antara durasi penyakit dengan pengendalian kadar glukosa darah dapat disebabkan karena faktor perilaku pengelolaan diabetes lebih berpengaruh terhadap pengendalian kadar glukosa darah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan pengendalian kadar glukosa darah yang buruk lebih tinggi proporsinya (78,1%) pada kelompok dengan kepatuhan minum

(11)

obat yang rendah dibandingkan pada kelompok kepatuhan sedang (51,9%). Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan minum obat dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian lain yang menyatakan terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan minum obat dengan pengendalian kadar glukosa darah penderita diabetes.17,32 Terapi farmakologis termasuk dalam salah satu pilar penatalaksanaan diabetes dan berkontribusi terhadap pengendalian kadar glukosa darah.1 Tingkat kepatuhan pengelolaan diabetes dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik pengobatan dan penyakit (kompleksitas terapi, durasi penyakit dan layanan perawatan), faktor intrapersonal (umur, gender, rasa percaya diri, stres, dan konsumsi alkohol), faktor interpersonal (kualitas hubungan pasien dengan petugas layanan kesehatan dan dukungan sosial) dan faktor lingkungan.16 Pada penelitian ini, responden dengan kepatuhan sedang sebagian besar berjenis kelamin perempuan, dengan rata-rata umur lebih muda dibandingkan responden yang kepatuhan minum obatnya rendah. Perempuan memiliki kepatuhan minum obat yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan alasan perempuan memiliki tingkat kecemasan terhadap penyakit dan komplikasi yang lebih tinggi dibanding laki-laki sehingga memiliki tingkat kepatuhan pengobatan yang lebih baik.33

Kepatuhan terhadap diet yang dijalankan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengelolaan diabetes.5 Hasil penelitian juga menunjukkan proporsi pengendalian kadar glukosa darah yang buruk lebih tinggi (76,9%) pada kelompok tidak patuh dibandingkan pada kelompok patuh (38,2%). Melalui uji statistik didapatkan hubungan bermakna antara kepatuhan diet dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian lain yang menyatakan terdapat hubungan antara kepatuhan diet dengan pengendalian kadar glukosa darah.15,31 Ketidakpatuhan terhadap diet dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya keterbatasan ekonomi yang mempengaruhi pemilihan makanan serta dukungan sosial. Menurut salah satu penelitian, dukungan keluarga diketahui berkaitan terhadap perilaku pengelolaan diabetes, salah satunya adalah kepatuhan dalam diet.28 Selain itu, ketidakpatuhan terhadap diet juga disebabkan perbedaan informasi yang diterima dari bermacam-macam sumber, banyaknya acara atau kegiatan yang tidak memungkinkan menerapkan diet, keterbatasan waktu, dan faktor psikologi penderita diabetes.34 Kelompok yang tidak patuh terhadap diet sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan buruk.

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembentukan perilaku seseorang.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.26

(12)

Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan rata-rata asupan karbohidrat pada ketiga kelompok pengendalian glukosa darah, sehingga dinyatakan tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hal ini sejalan dengan penelitian Witasari dkk tahun 2008.35 Tidak adanya hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dengan pengendalian kadar glukosa darah dapat disebabkan faktor lain dalam asupan makanan yang mempengaruhi kadar glukosa darah, antara lain jenis karbohidrat, interaksi protein atau lemak dengan karbohidrat, kandungan serat dalam makanan, proses pencernaan, cara pemasakan, zat anti gizi, waktu makan, perbedaan interprandial, serta kepekatan makanan.25

Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan pengendalian kadar glukosa darah. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian lain 21,22 yang menyatakan ada hubungan antara asupan protein dengan pengendalian kadar glukosa darah. Peningkatan asupan protein dapat memperbaiki kendali glukosa darah pada penderita diabetes tipe 2.22 Selain itu, dalam kaitannya dengan indeks glikemik, adanya protein dalam makanan dapat memperlambat pencernaan karbohidrat sehingga dapat memperlambat kenaikan glukosa darah.25 Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan bermakna rata-rata asupan lemak pada kelompok pengendalian glukosa darah buruk dengan kelompok pengendalian kadar glukosa darah sedang, sehingga dinyatakan terdapat hubungan antara asupan lemak dengan pengendalian kadar glukosa darah. Diet tinggi lemak diketahui memperburuk pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM. Sedangkan diet rendah lemak dapat memperbaiki toleransi glukosa dan sensitivitas insulin jika disertai dengan asupan karbohidrat kompleks tinggi serat atau asupan makanan tinggi protein.4 Asupan makanan tinggi lemak berkaitan dengan terjadinya peningkatan oksidasi asam lemak yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat, menurunkan oksidasi glukosa pada otot dan meningkatkan produksi glukosa di hati.4

Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan rata-rata asupan serat sehingga dinyatakan tidak ada hubungan antara asupan serat dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Hal ini sesuai dengan penelitian Witasari dkk tahun 200835 yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara asupan serat dengan pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian lain14 yang menyatakan ada hubungan antara konsumsi serat dengan pengendalian glukosa darah pada penderita DM tipe 2. Serat larut air terutama pektin dan gum memiliki pengaruh hipoglikemik karena memperlambat pengosongan lambung, memperpendek waktu transit dalam saluran cerna dan mengurangi absorbsi glukosa.23 Serat diketahui berhubungan dengan indeks glikemik

(13)

makanan, dimana semakin tinggi kadar serat dalam makanan akan menurunkan indeks glikemik makanan tersebut.24 Dalam penelitian ini, asupan serat responden masih rendah, dibawah anjuran untuk penderita diabetes, yaitu 25 gram.1

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata indeks glikemik pada ketiga kelompok pengendalian glukosa darah sehingga dinyatakan tidak ada hubungan antara indeks glikemik dengan pengendalian kadar glukosa darah. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian lain menyebutkan bahwa pada penderita DM, konsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah memberikan efek yang menguntungkan dalam hal pengendalian kadar glukosa darah.36 Nilai indeks glikemik pada penelitian ini cenderung homogen, tidak terdapat indeks glikemik yang tinggi. Rentang indeks glikemik dari asupan responden yaitu antara 41,4 – 58,7. Menurut Jenny Miller, indeks glikemik tersebut tergolong dalam indeks glikemik rendah dan sedang.

Sebagian besar (70,9%) responden memiliki aktivitas fisik sedang. Proporsi kadar glukosa darah yang buruk lebih tinggi (64,7%) pada kelompok aktivitas sedang dibanding pada kelompok aktivitas tinggi (50%). Aktivitas fisik pada penderita diabetes memiliki peranan penting dalam pengendalian kadar glukosa darah. Pada saat melakukan aktivitas fisik atau berolahraga, kebutuhan otot terhadap glukosa sebagai bahan bakar akan meningkat, sehingga terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot. Hal ini secara langsung dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah.5 Berdasarkan dari hasil uji statistik, diketahui bahwa tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian lain30,31. Pada responden penelitian, sebagian besar terdiri dari ibu rumah tangga maupun pegawai yang sudah pensiun sehingga aktivitas fisik yang dilakukan cenderung aktivitas yang tergolong ringan. Selain itu tidak banyak responden yang melakukan olahraga berat seperti tenis, bulutangkis, basket.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (77,9%) memiliki pengetahuan DM yang masih rendah. Sebagian besar responden dengan pengetahuan buruk berjenis kelamin perempuan dan memiliki rata-rata umur lebih tua dibandingkan kelompok pengetahuan sedang dan baik. Selain itu, responden dengan pengetahuan buruk sebagian besar tidak patuh terhadap diet. Proporsi responden dengan pengendalian kadar glukosa darah yang buruk lebih tinggi pada kelompok pengetahuan buruk (74,6%) dibandingkan pada kelompok dengan pengetahuan sedang (15,8%). Melalui uji statistik diketahui ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan pengendalian kadar glukosa darah. Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang menyatakan ada hubungan antar pengetahuan dengan pengendalian glukosa darah.10,27,32 Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam

(14)

pembentukan perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.26 Pengetahuan ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti edukasi dari petugas kesehatan, informasi dari anggota keluarga, media cetak maupun media elektronik. Dengan adanya peningkatan pengetahuan penderita diabetes diharapkan dapat menunjang perubahan perilaku sehingga penderita diabetes dapat mencapai keadaan sehat yang optimal dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.5

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata nilai dukungan positif keluarga pada ketiga kelompok pengendalian kadar glukosa darah sehingga dapat dinyatakan ada hubungan antara dukungan positif keluarga dengan pengendalian kadar glukosa darah.

Sedangkan dukungan negatif keluarga tidak berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah. Perubahan perilaku penderita DM kearah yang lebih baik sangat diperlukan dalam pengelolaan penyakit DM. Keluarga merupakan kelompok sosial terdekat yang memiliki peran penting terhadap perubahan perilaku penderita DM. Dukungan keluarga dapat memberikan pengaruh baik positif maupun negatif pada kepatuhan pasien terhadap perilaku pengelolaan DM yaitu kepatuhan diet, kepatuhan pengobatan dan aktivitas fisik yang berdampak pada pengendalian kadar glukosa darah dan kesehatan penderita DM.28

Kesimpulan

Sebagian besar (61,6%) responden penelitian memiliki pengendalian kadar glukosa darah yang buruk. Gambaran responden penelitian yaitu berumur rata-rata 56,2 tahun, sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan memiliki durasi penyakit 4 tahun atau lebih.

Sebagian besar responden memiliki tingkat kepatuhan minum obat sedang dan tidak patuh terhadap diet. Rata-rata asupan karbohidrat, protein dan lemak berturut-turut 207,9 gram, 42,4 gram dan 32,4 gram. Rata-rata asupan serat rendah dan rata-rata indeks glikemik termasuk dalam indeks glikemik rendah. Karakteristik lain yaitu sebagian besar responden memiliki aktivitas fisik sedang, berpengetahuan buruk dan rata-rata skor dukungan keluarga positif dan negatif yaitu 15,9 dan 8,8.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah yaitu:

kepatuhan minum obat, kepatuhan diet, asupan lemak, pengetahuan dan dukungan keluarga positif. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berhubungan yaitu umur, jenis kelamin, durasi penyakit, asupan (karbohidrat, protein, serat, indeks glikemik), aktivitas fisik, dan dukungan keluarga negatif.

(15)

Saran

Saran bagi RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang antara lain rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien khususnya dalam hal gizi melalui kegiatan seminar atau penyuluhan yang salah satunya dapat dilaksanakan pada saat kegiatan senam diabetes. Selain itu, tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan edukasi dan motivasi kepada keluarga pasien mengenai pentingnya dukungan keluarga dalam pengelolaan diabetes. Keluarga diajak untuk ikut mengawasi kepatuhan diet dan kepatuhan minum obat pasien melalui kegiatan konseling yang dapat dilakukan pada saat keluarga menemani pasien berobat ke poliklinik atau pada saat kegiatan senam diabetes. Rumah sakit juga diharapkan dapat memberikan edukasi untuk meningkatkan kepatuhan diet pasien diabetes dengan memberikan leaflet yang berisi pengaturan makan bagi penderita diabetes sehingga pasien dapat menerapkannya di rumah. Jika memungkinkan, diharapkan dapat menambah staf untuk memberikan edukasi gizi serta mengevaluasi diet pasien.

Bagi peneliti atau penelitian lain diharapkan adanya penelitian mengenai pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 dengan menggunakan disain studi yang berbeda (misal: kohort), menggunakan indikator pengendalian kadar glukosa darah yang lebih lengkap, misalnya dengan menyertakan data glukosa darah 2 jam pp atau menggunakan data HbA1C serta meneliti mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah, misalnya faktor stress dan psikososial lain.

Kepustakaan

1. PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

2. Departemen Kesehatan RI. (2008). Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

3. Dinkes Propinsi Jawa Tengah. (2011). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Semarang: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.

4. Wahlqvist, Mark L. et al. (1997). Food and Nutrition: Australasia, Asia and the Pacific.

Sydney: Allen and Unwin Pty Ltd.

5. Soegondo, Sidartawan et al. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

6. Gagliardino, Juan Jose et al. (2001). Evaluation of the quality of care for diabetic patients in Latin America. Pan American Journal of Public Health, 10(5): 305-310. Diakses dari www.scimagojr.com pada 20 Februari 2013.

(16)

7. Nitiyanant, W et al. (2002). The Diabcare-Asia 1998 Study--outcomes on control and complications. Current Medical Research and Opinion,18(5): 317-327. Diakses dari http://search.proquest.com pada 20 Februari 2013.

8. Soewondo, Pradana et al. (2010). The DiabCare Asia 2008 study – Outcomes on control and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Medical Journal of Indonesia,19(4):235-244. Diakses dari mji.ui.ac.id pada 20 Februari 2013.

9. Yuniatun, Kurniati. (2003). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pengendalian Glukosa Darah Puasa Pasien DM Lansia di Poli DM RSCM tahun 2003. Tesis.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok: FKM UI

10. Sudrisman. (2008). Hubungan Pengetahuan Diet dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. Riset Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Diakses dari www.undip.ac.id pada 22 Februari 2013.

11. Bonora, Enzo et al. (2001). Plasma Glucose Levels Throughout the Day and HbA1c Interrelationships in Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 24:2023–2029. Diakses dari care.diabetesjournals.org pada 20 Februari 2013.

12. Holt, Paula. (2009). Diabetes in Hospital: A Practice Approach for Healthcare Professionals.United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd.

13. Nielsen, Anni BS. et al. (2006). Structured Personal Diabetes Care in Primary Health Care Affects Only Women’s HbA1c. Diabetes Care, 29:963–969. Diakses dari care.diabetesjournals.org pada 20 Februari 2013.

14. Xu, Jiaqiong et al. (2007). Macronutrient intake and glycemic control in a population- based sample of American Indians with diabetes: the Strong Heart Study The American Journal of Clinical Nutrition, 86: 480-487. Diakses dari www.ajcn.org pada 11 Januari 2013

15. Khattab, Maysa et al. (2010). Factors associated with poor glycemic control among patients with Type 2 diabetes. Journal of Diabetes and Its Complications, 24: 84–89.

Diakses dari www.jdcjournal.com pada 20 Februari 2013

16. World Health Organization. (2003). Adherence to Long-Term Therapies, Evidence For Action. Geneva: World Health Organization

17. Chua, SS and SP Chan. (2011). Medication adherence and achievement of glycaemic targets in ambulatory type 2 diabetic patients. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 1(4): 55-59. Diakses dari www.japsonline.com pada 18 Februari 2013

(17)

18. Anani, Sri, Ari Udiyono, Praba Ginanjar. (2012). Hubungan Antara Perilaku Pengendalian Diabetes dan Kadar Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2): 466-478. Diakses dari http://ejournals1.undip.ac.id pada 28 Januari 2013

19. Shils, Maurice et al. (2006). Modern Nutrition in Health and Disease 10th edition.

Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins.

20. Gannon, Mary C and Frank Nutall. (2004). Effect of a High-Protein, Low-Carbohydrate Diet on Blood Glucose Control in People With Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 53:2375-2382. Diakses dari http://search.proquest.com pada 22 Februari 2013

21. Gannon, Mary C et al. (2003). An increase in dietary protein improves the blood glucose response in persons with type 2 diabetes. The American Journal of Clinical Nutrition,78:

734-741. Diakses dari www.ajcn.org pada 11 Januari 2013.

22. Nutall, Frank Q dan Marry C. Gannon. (2007). Dietary Management of Type 2 Diabetes:

A Personal Odyssey. Journal of the American College of Nutrition, 26(2): 83–94.

Diakses dari http://search.proquest.com pada 18 Februari 2013.

23. Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

24. Post et al. (2012). Dietary Fiber for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus: A Meta- Analysis. The Journal of the American Board of Family Medicine, 25:16 –23. Diakses dari http://www.jabfm.org pada 17 Februari 2013.

25. Waspadji, Sarwono et al. (2003). Indeks Glikemik Berbagai Makanan Indonesia. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI

26. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

27. Ozcelic, Fatih et al. (2010). Association between glycemic control and the level of knowledge and disease awareness in type 2 diabetic patients.. Pol Arch Med Wewn, 120(10): 399-406 diakses dari www.medscape.com pada 18 Februari 2013.

28. Mayberry, Lindsay S. dan Chandra Y. Osborn. (2012). Family Support, Medication Adherence, and Glycemic Control Among Adults With Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 35:1239–1245. Diakses dari care.diabetesjournals.org pada 20 Februari 2013.

29. Iskandar, Riskawati. (2011). Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Tentang Terapi Diet Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Keterkendalian Kadar Glukosa Darah Puasa di Puskesmas Kecamatan Pancoran. Skripsi. Diakses dari www.library.upnvj.ac.id pada 10 Juni 2013

(18)

30. Mihardja, Laurentia. (2009). Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Perkotaan Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, 59(9): 418-424. Diakses dari www.scholar.google.co.id pada 30 Januari 2013.

31. Tan, Juliana S dan Sakinah H. (2011). Dietary Compliance and its Association with Glycemic Control among Poorly Controlled Type 2 Diabetic Outpatients in Hospital Universiti Sains Malaysia. Malaysian Journal of Nutrition, 17(3):287-299. Diakses dari www.schoolar.google.co.id pada 18 April 2013.

32. Al-Qazaz, Harith et al. (2010). Diabetes knowledge, medication adherence and glycemic control among patients with type 2 diabetes. International Journal of Clinical Pharmacy, 33:1028–1035. Diakses dari www.springer.com pada 14 Februari 2013.

33. Lafta, Riyadh K, Ula Faiq dan Abdul Hameed Al-Kaseer. (2009). Compliance of Diabetic Patient. Iraq Academic Scientific Journal,8:17-22. Diakses dari www.iasj.net pada 12 Juli 2013.

34. Yannakoulia, Mary. (2006). Eating Behavior among Type 2 Diabetic Patients: A Poorly Recognized Aspect in a Poorly Controlled Disease. The Review of Diabetic Studies, 3(1):

11-16. Diakses dari www.the-rds.org pada 20 April 2013

35. Witasari, Ucik dkk. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Asupan Karbohidrat Dan Serat Dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 10: 130 – 138. Diakses dari www.schoolar.google.co.id pada 10 Februari 2013

36. Gabriele, Riccardi et al. (2008). Role of glycemic index and glycemic load in the healthy state, in prediabetes, and in diabetes. The American Journal of Clinical Nutrition, 87(suppl):269S–74S. Diakses dari www.ajcn.org pada 11 Januari 2013

37. Adetunji et al. (2007). Perceived family support and blood glucose control in type 2 diabetes. Mera: Diabetes International, 3:18-19. Diakses dari www.scholar.google.com pada 20 Februari 2013.

Gambar

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat Anova  Variabel  Pengendalian  Kadar Glukosa  Darah  n  Mean  SD  95% CI  P value  Umur  Buruk  53  57,89  9,143  55,37-60,41  Sedang  27  54,11  9,713  50,27-57,95  0,092  Baik  6  51,00  9,695  40,83-61,17  Karbohidrat  B

Referensi

Dokumen terkait

Mengganti seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh Negara ke- pada Kantor Kas Negara, jika dalam hal tertentu karyasiswa: (a) memutuskan untuk mengundurkan diri

Sebaliknya ketika handset on-hook, subscriber loop (saluran pelanggan) akan membentuk closed loop sehingga ada arus DC yang mengalir dari sentral (catu daya dari sentral

Apabila Tertanggung mengalami Kecelakaan Di Kendaraan Umum (Public Transportation) dan mengakibatkan meninggal dunia seketika atau dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

oleh konsumen yang dilakukan dengan menggunakan sample 100 responden di Desa Salaman Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

treatment pada elemen interior yang merusak eksisting akan diminamalisir sehingga budaya pinisiq sebagai bagian dari unsur daerah kemudian dapat diterapkannya ke dalam desain

This strategy was proposed by Amit and Geman (Amit, 1997), and later successfully used by researchers and engineers.. It allows resizing binary tests, if necessary.

Produk luaran yang nanti akan dihasilkan adalah Roti Kulit Ketela Pohon yang merupakan makanan siap saji dengan bahan dasar kulit ketela pohon yang berwarna putih dicampur dengan