• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel indikator. Indikator pertama Komunikasi, sudah dilakukan dengan rapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel indikator. Indikator pertama Komunikasi, sudah dilakukan dengan rapat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Review Penelitian Terdahulu

Abdurrahman et al., (2019) Penelitian ini dilakukan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Barat, memperoleh hasil Implementasi manajemen pengendalian risiko Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Barat telah berjalan sesuai 2 variabel indikator. Indikator pertama Komunikasi, sudah dilakukan dengan rapat setiap bulan, rapat triwulanan, dan rapat pada setiap semeter. Yang kedua sumberdaya yang ada pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Barat dari jumlah, jenjang pendidikan, dana dan fasilitas kantor. Proses Implementasi manajemen pengendalian risiko sudah dilaksanakan dengan baik mulai dari komunikasi dan konsultasi, penetapan konteks, penilaian risiko (identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko), pengendalian (mitigasi), dan pemantauan (monitoring) mereviu ulang risiko. Unit pengelola Risiko Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Barat, melakukan pengendalian/penanganan (mitigasi) risiko. dengan dua solusi yaitu dengan mengurangi kemungkinan terjadinya risiko dan menurunkan dampak risiko.

Qintharah (2019) Penelitian ini dilakukan pada UMKM Saripakuan, memperoleh hasil terdapat 14 risiko yang ada dalam UMKM Saripakuan.

Risiko risiko tersebut merupakan risiko yang terjadi karena dianggap bisa menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan UMKM Saripakuan. Dari 14

(2)

risiko yang terdapat dalam UMKM Saripakuan terdiri 7 risiko operasional, 2 risiko pasar ( Market Risk), 3 risiko strategi, 1 risiko reputasi dan 1 risiko kepatuhan. Seluruh risiko tersebut kemudian dibuatkan suatu manajemen risiko yang tertulis dan formal untuk diterapkan dalam UMKM Saripakuan.

Dari perancangan manajemen risiko untuk UMKM Saripakuan tersebut diperoleh dari 14 risiko ada 3 macam upaya penanganan risiko yang dapat dilakukan yakni, mengurangi dampak atau frekuensi risiko, menerima risiko dan mentransfer risiko.

Ahmad (2019) Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung Barat, dengan hasil penelitian yang diperoleh yaitu :

1. Pedoman tentang penerapan Manajemen Risiko di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sudah ada dan harus disahkan pada akhir tahun 2018. Dalam pedoman tersebut dapat diketahui bahwa standar yang digunakan dalam penerapan Manajemen Risiko adalah ISO 31000.

2. Organisasi Manajemen Risiko di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sudah terbentuk seiring dengan ditetapkannya Keputusan Bupati Nomor 188.45/Kep. 509 –Itda/2018 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Peraturan ini sekaligus menjadi pedoman dalam pelaksanaan Manajemen Risiko Pemerintah Kabupaten Bandung Barat.

3. Proses penerapan Manajemen Risiko di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat masih belum efektif, masih hanya menerapkan audit berbasis risiko yang belum efektif juga.

(3)

4. Audit berbasis risiko yang diterapkan masih belum sesuai dengan pedoman yang ada karena dalam pedoman audit berbasis risiko harus menentukan prioritas audit berdasarkan peta risiko yang sudah disajikan. Sedangkan audit berbasis risiko yang diterapkan dalam penentuan prioritas audit menggunakan anggaran yang tertinggi dan temuan yang terbanyak.

5. Masih banyak kendala yang dialami Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam menerapkan Manajemen Risiko. Di antaranya adalah kurang pahamnya Perangkat Daerah tentang pentingnya Manajemen Risiko.

Wandhita & John (2018) Penelitian ini dilakukan pada Provinsi DKI Jakarta dengan melakukan analisis terhadap langkah kerja identifikasi dan analisis risiko dibandingkan dengan tahapan yang tertuang dalam elemen manajemen risiko, maka pedoman penilaian risiko yang telah disusun BPKP masih diperlukan penyempurnaan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menggunakan hasil analisis pedoman pelaksanaan penilaian risiko untuk dijadikan sebagai usulan pedoman penilaian risiko,khususnya dalam kegiatan penilaian risiko pada proses penyusunan APBD Provinsi DKI Jakarta, sehingga dapat diterapkan di seluruh SKPD/UKPD dalam rangka melakukan percepatan penyelenggaraan SPIP.

Riani & Jumhur (2020) Penelitian ini dilakukan pada kementerian keuangan, dari penelitian tersebut menghasilkan bahwa :

1. Pedoman tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan sudah ada dan disempurnakan pada tahun 2019 dalam bentuk Keputusan Menteri Keuangan No. 577/KMK.01/2019 sebagai pedoman dalam pelaksanaan Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian

(4)

Keuangan. Implementasi Manajemen Risiko pada Kemenkeu telah diterapkan sesuai dengan ISO 31000. Semua tahapan proses manajemen risiko juga sudah dilaksanakan dengan baik mulai dari komunikasi dan konsultasi, menetapkan konteks, penilaian risiko, penindakan risiko, pengawasan dan peninjauan, dan pencatatan proses manajemen risiko.

Namun dalam hal mitigasi risiko pada implementasi manajemen risiko, Kemenkeu masih belum sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

2. Kemenkeu masih belum maksimal dalam menerapkan Manajemen Risiko, hal ini karena ditemukannya masalah dalam Penerapan Implementasi Manajemen Risiko pada Kemenkeu. yaitu belum maksimalnya penggunaan IT pada Kemenkeu.

Tabel. 2.1 Reviu Penelitian Terdahulu NO Nama

Peneliti

Judul Metode

Penelitian

Hasil Penelitian 1 (Riani

&

Jumhur , 2020)

Implementasi

Manajemen Risiko Pada Kementerian Keuangan Menurut Keputusan Menteri Keuangan (KMK)

No.577 (e-

Proceeding of Management)

Kualitatif Deskriptif

Implementasi Manajemen Risiko pada

Kemenkeu telah

diterapkan sesuai dengan ISO 31000. Semua

tahapan proses

manajemen risiko juga sudah dilaksanakan dengan baik, namun Kemenkeu masih belum

maksimal dalam

menerapkan Manajemen Risiko,

hal ini karena ditemukannya masalah dalam Penerapan Implementasi

Manajemen Risiko pada Kemenkeu. yaitu belum maksimalnya penggunaan IT pada Kemenkeu.

(5)

NO Nama Peneliti

Judul Metode

Penelitian

Hasil Penelitian 2 (Abdurr

ahman et al., 2019)

Analisis Manajemen Pengendalian Risiko

Dalam Upaya

Tercapainya Tujuan Organisasi (Studi Kasus Pada Kantor Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Barat) (Jurnal Ilmu Administrasi Publik)

Kualitatif Deskriptif

Implementasi manajemen pengendalian

risiko Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Barat telah berjalan sesuai 2 variabel indikator.

Indikator pertama Komunikasi, sudah dilakukan

dengan rapat setiap bulan, rapat triwulanan, dan rapat pada setiap semeter.

Yang kedua

sumberdaya yang ada pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Barat dari jumlah, jenjang pendidikan, dana dan fasilitas kantor.

3 (Qintha rah, 2019)

Perancangan Penerapan

Manajemen Risiko

Kualitatif Deskriptif

UMKM Saripakuan memiliki banyak risiko yang muncul dikarenakan umur UMKM y

ang masih muda sehingga, dianggap UMKM ini memerlukan adanya rancangan

manajemen risiko untuk meminimalisir risiko tersebut.

Manajemen risiko dibuat agar level risiko risiko risiko yang ada di UMKM Saripakuan dapat

diturunkan ke level yang dapat

diterima

(6)

NO Nama Peneliti

Judul Metode

Penelitian

Hasil Penelitian sehingga mereka dapat mencapai sasaran dengan optimal. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa UMKM Saripakuan memiliki 14 risiko dalam

UMKM Saripakuan.

4 (Ahma

d, 2019)

Analisis Manajemen Risiko Dalam Mewujudkan Good Governance Pada Pemerintah

Kabupaten Bandung Barat (Jurnal Akuntansi)

Kualitatif Deskriptif

Proses penerapan Manajemen Risiko di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat masih belum efektif, masih hanya menerapkan audit berbasis risiko yang belum efektif .

Masih banyak kendala yang dialami Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam menerapkan Manajemen Risiko. Di antaranya adalah kurang pahamnya Perangkat

Daerah tentang

pentingnya Manajemen Risiko.

5 (Wandh

ita &

John, 2018)

Analisis Pedoman Penilaian Risiko Dan Penerapanya Pada Penyusunan APBD Provinsi DKI Jakarta

Kuantitatif Kualitatif

Pedoman penilaian risiko yang telah disusun oleh BPKP perlu dilakukan penyempurnaan sesuai

dengan elemen

manajemen risiko sehingga pedoman penilaian

risiko tersebut dapat diterapkan dalam kegiatan penilaian risiko pada proses

penyusunan APBD Provinsi DKI Jakarta.

(7)

2.2 Tinjauan Pustaka

Penelitian ini membahas tentang Implementasi Manajemen Risiko Pada Badan Keuangan Daerah Kota Banjarmasin.

2.2.1. Risiko dan Manajemen Risiko

Definisi Resiko menurut Risk Management Standards Australia dan Selandia Baru (AS/NZS) 4360:2004 adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap tujuan.

Risiko merupakan suatu kondisi ketidakpastian atau peristiwa-peristiwa yang tidak bisa diramalkan secara pasti akan terjadi di masa mendatang (Hanafi &

Mahmudah, 2006). Sementara , Jorion & ebrary Inc., (2001) mengatakan bahwa risiko merupakan volatilitas atau guncangan yang terjadi dan tidak diharapkan pada suatu tujuan tertentu. Dari berbagai definisi di atas, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga.

Manajemen risiko merupakan bagian dari sebuah sistem manajemen, merupakan tahap awal dari proses peningkatan secara berkelanjutan yang diterapkan pada sebuah perusahaan atau organisasi. Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai proses untuk menghilangkan atau meminimalkan efek merugikan terhadap risiko yang dimiliki oleh sebuah sistem kerja (Djunaedi, 2005).

Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis, banyak terdapat teknik yang digunakan dalam melakukan manajemen risiko tergantung terhadap tipe risiko, namun sebagian besar memiliki rangkaian

(8)

kegiatan yang sama yaitu identifikasi bahaya, evaluasi nilai risiko dan pengendalian. Proses ini dapat diterapkan pada semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk maupun aset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko dapat dilakukan pada tahap pelaksanaan maupun operasional kegiatan (Djunaedi, 2005).

Dalam Institusi Pemerintahan, manajemen resiko disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, khususnya pasal 13 sampai dengan pasal 17. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tersebut, secara tersirat mewajibkan Pimpinan Instansi Pemerintah baik Pusat maupun daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen resiko dalam mengelola sumber daya yang ada di instansi pemerintah yang dipimpinnya dalam mencapai tujuan dari instansi pemerintah yang bersangkutan. Penerapan tersebut bersifat mutlak dan harus dilakukan, demi keakuratan penilaian atas resiko dari instansi pemerintah yang dipimpinnya, sehingga resiko atau hambatan tersebut bisa diatasi dan tujuan instansi pemerintah yang dipimpinnya terwujud.

2.2.2. Unsur-UnsurManajemen

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, seorang manajer membutuhkan sarana manajemen yang disebut dengan unsur manajemen. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Manullang sebagaimana dikutip oleh Mastini tentang unsurmanajemen tersebut, terdiri atas manusia,material, mesin, metode, dan

(9)

markets, setiap unsur-unsur tersebut memiliki penjelasan dan peranan bagi suatu memanajemen agaruntuk mengetahui bahwa manajemenmemiliki unsur-unsur perlu dimanfaatkanunsur-unsur manajemen tersebut (Agustini, 2013). Untuk mengetahui hal tersebutdapat dijelaskan unsur-unsur manajemenseperti di bawah ini:

1. Manusia (Man). 2. Material (Material).

3. Mesin (Machine).

4. Metede (Method).

5. Uang (Money).

6. Pasar (Markets).

2.2.3. Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen adalah sebagai berikut menurut Henry Fayol dalam buku(Malayu, 2009) yaitu :

1. Planning (Perencanaan)

Menunjukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu.

2. Organizing (Pengorganisasian)

Mengelompokan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.

3. Commanding (Pengarahan)

Memberikan arahan agar dapat menunaikan tugas mereka masing-masing.

(10)

4. Coordinating (Motivasi)

Mengarahkan dan menyalurkan perilaku manusia kearah tujuan-tujuan.

5. Controlling (Pengawasan)

Mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan korektif dimana perlu.

2.2.4 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Pemerintah telah banyak mengeluarkan berbagai bentuk sistem yang seluruhnya berakhir pada tujuan untuk mewujudkan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan pemerintahan tentu memiliki kegiatan yang cukup banyak dan sangat luas, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, pengawasan hingga evaluasi. Maka untuk dapat mewujudkan tata kelola penyelenggaraan pemerintah yang baik tersebut pemerintah membentuk suatu sistem yang dapat mengendalikan seluruh kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Sistem dimaksud adalah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau sering disingkat dengan SPIP.

Pasal 58 UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Sebagai tindak lanjut, Pemerintah telah menetapkan PP 60 Tahun 2008 tentang SPIP yang berlaku bagi penyelenggaraan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

(11)

Dalam pasal 60 PP 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa ketentuan penyelenggaraan SPIP di tingkat Pemerintah Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah dengan tetap berpedoman pada PP 60 Tahun 2008.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

2.2.5. Unsur Unsur Sistem Pengendalian Intern

Unsur SPIP Sistem Pengendalian Intern yang dikemukakan oleh Australia/New Zealand Standar (AS/NZS 4360 : 2004), yaitu meliputi:

Gambar 2.1

Sistem Pengendalian Intern

(12)

2.2.6 Penetapan Konteks

Penetapan konteks bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis organisasi sebagai lingkungan tempat manajemen risiko akan diterapkan.

1. Identifikasi lingkungan dan pihak-pihak yang paling berkepentingan dengan proses penerapan manajemen risiko.

2. Ruang lingkup dan tujuan proses, kondisi yang membatasi, serta hasil yang diharapkan dari penerapan manajemen risiko.

3. Kriteria untuk menganalisis dan mengevaluasi risiko.

2.2.7 Identifikasi risiko

1. bertujuan untuk mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang berpotensi menghalangi, menurunkan, atau menunda tercapainya sasaran Unit Pemilik Risiko yang ada dalam organisasi.

2. Proses ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi lokasi, waktu, sebab dan akibat dari proses terjadinya peristiwa risiko yang dapat menghalangi, menurunkan, atau menunda tercapainya sasaran.

2.2.8 Analisis Risiko

1. Analisis risiko bertujuan untuk mengetahui profil dan peta dari risiko- risiko yang ada di organisasi dan akan digunakan dalam proses evaluasi dan strategi penanganan risiko.

2. Proses analisis risiko dilakukan dengan cara mencermati sumber risiko dan tingkat pengendalian yang ada serta dilanjutkan dengan menilai risiko dari sisi konsekuensi (Impact) dan kemungkinan terjadinya (likelihood).

(13)

2.2.9 Evaluasi Risiko

1. Evaluasi risiko bertujuan untuk menetapkan prioritas risiko yang telah diidentifikasi dan dianalisis.

2. Evaluasi risiko dilakukan agar para pengambil keputusan di organisasi bisa mempertimbangkan perlu tidaknya dilakukan penanganan risiko lebih lanjut serta prioritas penanganannya.

2.2.10 Penanganan Risiko

1. Proses penanganan risiko bertujuan menentukan jenis penanganan yang efektif dan efisien untuk suatu risiko.

2. Penanganan risiko dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai opsi penanganan risiko yang tersedia dan memutuskan opsi penanganan risiko yang terbaik yang dilanjutkan dengan pengembangan rencana mitigasi risiko.

2.2.11 Komunikasi dan Konsultasi

Proses komunikasi dan konsultasi bertujuan memperoleh informasi yang relevan serta mengkomunikasikan setiap tahapan proses manajemen risiko sehingga pihak-pihak yang terkait dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan baik.

1. Dialog 2 arah

2. Dilaksanakan sejak awal

3. Menjaring masukan dari berbagai sudut pandang

(14)

2.2.12 Monitoring dan Reviu

1. Monitoring merupakan pengamatan terus menerus terhadap kinerja yang sebenarnya dibandingkan kinerja yang diharapkan.

2. Reviu merupakan pemeriksaan periodik terhadap kondisi terkini dan biasanya terfokus pada hal tertentu.

3. Proses monitoring dan reviu dilakukan dengan cara memantau efektivitas rencana penanganan risiko, strategi, dan sistem manajemen risiko

Referensi

Dokumen terkait

Solusi yang ditawarkan adalah mengusulkan program pengembangan kompetensi Guru melalui pelatihan membuatan media belajar smart learning dengan memanfaatkan beberapa software

Garam rangkap adalah garam yang terdiri dari dua kation yang berbeda dengan sebuah Garam rangkap adalah garam yang terdiri dari dua kation yang berbeda dengan sebuah anion yang sama

Dari hasil analisa pengaruh konsentrasi sorbitol degan carboxymethyl cellulose pada pembuatan plastik dari ampas tebu dan pati ampas tahu dapat di simpulkan bahwa dapat

Travelling screen terdiri dari motor penggerak, yang dihubungkan dengan rantai untuk memutar travelling screen.. Travelling screen terdiri dari basket-basket

Sementara itu, dalam kondisi sistem VAC mati lebih dari 50 jam (lebih dari 2 hari), konsentrasi aktifitas radionuklida pemancar  udara di kedua daerah itu melampaui

Dari konsep di atas dapat disimpulkan bahwa angkatan kerja (labor force) adalah kelompok penduduk usia kerja yang potensial untuk bekerja.. Pengertian potensial

Harga Surat Utang Negara pada perdagangan kemarin cenderung bergerak terbatas pada awal perdagangan di tengah kekhawatiran pelau pasar bahwa nilai tukar rupiah akan

Untuk itu, keyakinan terhadap arah kiblat masjid yang didirikan oleh wali dan meyakini sampai sekarang tentang kebenaran arah tersebut tanpa melihat disiplin