9 BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan dan acuan. Untuk menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian ini, dalam bagian ini dicantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan topik.
Pertama, "penelitian yang dilakukan oleh Asrori membuahkan
sebuah temuan bahwa homeschooling di Indonesia memiliki landasan yang sangat kokoh di mana secara konstitutif diatur dalam UU Nomor 20 tahun 2003, yakni pada pasal 27. Landasan filosofisnya adalah berlakunya UUD 1945, yang menjadikan pemerintah berkewajiban melindungi seluruh warga negara, dan secara sosiologis homeschooling dipraktikkan oleh tokoh-tokoh independen Indonesia seperti Ki Hajar Dewantoro dan Haji Agus Salim. Di sisi lain, pendidikan rumah menurut cara pandang pendidikan Islam didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah dan dilakukan oleh para mubaligh yang telah mengajarkan nilai-nilai Al-Qur'an kepada komunitas Muslim yang berbasis di tempat peribadatan (masjid dan musholla) maupun sekolah.
1"Kedua, penelitian yang dilakukan
Difa’ul Husna menjelaskan konsep visi dan misi pada pedagogi kepercayaan Islam dari famili Syahirul Alim yaitu membimbing, mengarahkan &
membekali anak buat sebagai misalnya tujuan penciptaanya pada bumi, yaitu buat beribadah pada Tuhan & sebagai khalifah. Targetnya saat telah baligh nanti sanggup mengerti mengenai ajaran syariat islam bersama fiqh muamalah nya yg telah kentara bersumber berdasarkan al- Qur`an & as-Sunnah. Dari output implementasi kurikulumnya meliputi aspek akal, hati & fisik berdasarkan hal tadi sanggup memunculkan norma yg islami & yg pernah diajarkan pada kehidupan nabi bersama nilai-nilai Islam lainnya. Dan output berdasarkan implementasi kurikulum tadi sudah tahu maknanya & sanggup menerapkanya pada setiap kehidupa. Lalu pada problematika pelaksanaanya yaitu kurang & minimnya pengetahuan orang tua pada kasus pedagogi kepercayaan menggunakan pembelajaran mandiri.
2"1 Asrori. Homeschooling dalam Perspektif Pendidikan Islam dan Undang-Undang Sisdiknas. Edukasia:
Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. Hal 86
2 Difa’ul Husna, “Model Kurikulum Pendidikan Agama Islam Dalam Program Homeschooling (Studi Terhadap Keluarga Syahirul Alim)”. Hal 101-105
10
Ketiga, penelitian yang dilakukan
Yuniasri Sadewi Harmani menunjukkan hasil penelitian di mana
"manajemen pembelajaran homeschooling Primagama Yogyakarta dilaksanakan dengan cukup baik. Proses pembelajaran terdiri dari beberapa kegiatan yang meliputi perencanaan pelatihan, organisasi pelatihan, pelaksanaan pelatihan, dan evaluasi pelatihan. Rencana pembelajaran meliputi, tetapi tidak terbatas pada, pembelajaran manajemen pembelajaran, perencanaan pembelajaran, perencanaan metode pembelajaran, perencanaan pembelajaran dan materi, dan perencanaan metode penilaian. Penilaian pembelajaran di Homeschooling Primagama berupa tugas harian, soal latihan, ulangan sub bab dan mata pelajaran, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester. Penilaian dilakukan dalam domain kognitif, emosional dan psikomotorik. Hasil evaluasi diserahkan kepada guru perwalian yang tertera pada transkrip dan dibagikan pada setiap pertengahan atau akhir semester. Kelebihan dari pengelolaan homeschooling ini adalah pelaksanaan homeschooling disertai dengan perencanaan dan pengelolaan yang baik. Penggunaan media dan alat bantu pendidikan harus sesuai dengan materi dan kebutuhan pendidikan. Kelemahan manajemen pembelajaran Primagama Homeschooling terutama karena kurangnya interaksi siswa-sesama dan status sosial yang beragam yang dapat memberikan pengalaman belajar yang berharga dalam kehidupan masyarakat. Kelemahan tersebut harus selalu diantisipasi oleh manajer sesering mungkin. Melakukan kegiatan di luar lingkungan homeschooling.
3"Keempat, penelitian yang dilakukan
Ichsan W. Saputro melaporkan sebuah kesimpulan bahwa munculnya sistem sekolah rumah sangat disambut baik oleh wali murid, di mana secara umum dianggap bahwa sstem tersebut sangat cocok untuk mengarahkan anak agar dapat menyerap ilmu dan mengembangkan potensinya. Ini merupakan hasil dari kegiatan belajar yang berbasis minat dan kenyamanan. Setiap anak tentu memiliki gaya belajar ayng berbeda- beda, sehingga tidak serta-merta dapat dikumpulkan dalam satu rungan untuk menerima materi/pelajaran dengan sistem yang sama. Hal lain yang menjadikan semakin diminati adalah diadopsinya sistem sekolah rumah tersebud dalam pendidikan berbasis keagamaan. Ini menjadikan anak lebih fokus dalam menyerap ajaran-ajaran yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa mendapatkan pengaruh yang tidak baik dari pergaulan yang salah.
3 Yuniasri Sadewi Harmani. “Manajemen Pembelajaran Homeschooling Di Homeschooling Primagama Yogyakarta”. Hal 8
11
Dengan kata lain, orangtua dapat menghadirkan lingkungan belajar yang kondusif dan nyaman bagi anak melalui sistem sekolah rumah.
4Kelima, penelitian yang dilakukan Rizqi Minhajul menunjukkan sebuah kesimpulan bahwa perencanaan kegiatan belajar mengajar berbasis keislaman di lokasi penelitian, yakni homeschooling Fikar School, tidak menerapkan sistem RPP layaknya kebanyakan, namun lebih pada sistem perencanaan kombinasi yang ditujukan agar proses pembelajaran dapat dilakukan secara menyeluruh, sehingga peserta didik dapat menyerap materi dengan baik. Poin prioritas yang dipertimbangkan adalah minat, bakat, serta intelejensi peserta didik yang tentunya berbeda satu sama lain. Selain itu, RPP juga didesain berbeda-beda antar tingkatan. Jika peserta didik pada kelas 1-3 dasar memperoleh materi berupa ajaran sholat, maka peserta didik pada kelas 4-6 dasar akan fokus pada pemahaman nilai dari kisah-kisah sahabat nabi. Selanjutnya, peserta didik pada tingkat menengah pertama akan memperoleh materi tentang sifat dendam dan munafik, sedangkan peserta didik menengah atas lebih fokus pada materi kejujuran dan kepribadian yang baik. Materi tidak hanya dikumpulkan dari sumber buku saja, namun juga dengan memanfaatkan informasi di internet. Adapun metode pembelajaran untuk sekolah rumah didesain dengan basis "pencarian informasi", "semua orang adalah guru", dan metode
"pendalaman". Karena terintegrasi dengan internet, maka pemberian materi dilakukan dengan laptop dan media presentasi. Sistem evaluasi afektif, kognitif, dan psikomotorik dilakukan dengan penilaian harian dan raport.5
Keenam, penelitian yang dilakukan Fifia Wandi melaporkan temuan bahwa siswa dalam negeri dapat menggunakan kurikulum Lembaga Pendidikan Nasional bersama dengan kurikulum luar negeri dalam mengembangkan buku ajar, dan kurikulum juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak. Tidak ada standar khusus untuk menggunakan kurikulum, jadi Anda bisa mengembangkannya sendiri. Home School Perkembangan pembelajaran Dolan School sangat beragam dan metode yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan anak, antara lain cerita, tamasya, tanya jawab, sosiodrama dan ceramah.
Dibutuhkan kreativitas seorang guru untuk menggunakan semua alat pengajaran yang tersedia dan untuk membuat alat pengajaran yang menyenangkan, dan Internet adalah alat pengajaran yang lengkap.
Sistem penilaian berlangsung setiap hari dan menggunakan portofolio, yang tidak harus dalam bentuk dokumen resmi, tetapi dapat berupa CD, artwork, dan lain-lain.6"
4 Ichsan W. Saputro. “Kemunculan Islamic Homeschooling dan Korelasinya dengan Kebangkitan Kelas Menengah Muslim di Indonesia (Studi Kasus Homeschooling Group Khoiru Ummah)”. Jurnal eL – Tarbawi Volume XI, No. 1, 2018.
5 Rizqi Minhajul.“Implementasi Sistem Pembelajaran PAI di Homeschooling (studi kasus di Homeschooling Fikar School Rempoa)”. Hal 61
6 Fifia Wandi. “Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Homeschooling (Studi Kasus Di Komunitas Homeschooling Sekolah Dolan Malang)” .
12
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Judul dan Penulis Temuan Persamaan Perbedaan
1. “Homeschooling dalam Perspektif Pendidikan Islam dan Undang- Undang Sisdiknas”
Ketentuan terkait kualifkasi pendidik telah diatur oleh pemerintah
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standarisasi Nasional Pendidikan Pasal 28 ayat (1).
Pendidik harus mampu mencermati penjabaran dalam memilih lembaga pendidikan berbasis homeschooling."
Membahas mengenai tentang sistem metode homescooling pendidikan agama Islam.
Penelitian "ini mengarah ke cara pandang stikma
mengenai implementasi pendidikan agama berbasis homeschooling di kalangan masyarakat
& pelaksana dan juga beserta membahas payung hukum yang sesuai dengan UU Sisdiknas."
2. “Model Kurikulum Pendidikan Agama Islam Dalam Program Homeschooling (Studi Terhadap Keluarga Syahirul Alim, S.kp., M.Sc., Ph.D.)”
Orang tua "bebas dalam menemukan materi. Metode pemetaan potensi dilakukan sejak dini dan model evaluasi yang sistematis sehingga orang tua perlunya menyiapkan skema
pembelajaran dalam bentuk sederhana secara request."
Membahas mengenai tentang sistem metode homeschooling pendidikan agama Islam.
Terdapat "perbedan dalam penerapan di keluarga tersebut yaitu kebebasan orang tua dalam menentukan materi yang ingin dipelajari oleh sang anak dan kurangnya pengetahuan orang tua dalam hal bidang materi tersebut secara holistik."
3. “Manajemen Pembelajaran Homeschooling Di Homeschooling Primagama Yogyakarta”
"Lembaga pendidikan mengedepankan bakat dan minat peserta didik dan pembelajaran lebih sistematis, tematik, aktif, konstruktif, dan kontekstual
serta belajar mandiri melalui
Membahas mengenai tentang sistem metode homeschooling.
Membahas "tentang perencanaan kurikulum pada Homeschooling Primagama Yogyakarta.
Pembelajaran pada
13 penekanan kepada kecakapan hidup dan keterampilan dalam memecahkan masalah."
Homeschooling Primagama Yogyakarta.
Monitoring dan evaluasi kurikulum homeschooling
primagama. Kelebihan dan kelemahan
Homeschooling Primagama Yogyakarta."
4. “Kemunculan Islamic
Homeschooling dan Korelasinya dengan Kebangkitan Kelas Menengah Muslim di Indonesia (Studi Kasus
Homeschooling Group Khoiru Ummah)”
"Ditemukan berkembangnya sistem sekolah Islam dengan mekanisme yang lebih sederhana sehingga mampu menjangkau masyarakat modern atau perkotaan agar bisa belajar memperdalam agama."
Membahas mengenai tentang sistem metode Islamic
Homeschooling (PAI).
Awal "muncul pendidikan
homeschooling bagi dunia islam dan konversi sistem santri pondok pesantren ke homeschooling secara historis. Dan pula terjadinya islamisasi pada sistem
homeschooling."
5. “Implementasi Sistem
Pembelajaran PAI di Homeschooling (studi kasus di Homeschooling Fikar School Rempoa)”
"Penelitian ini menemukan perencanaan pembelajaran PAI di homeschooling Fikar School tidak
menggunakan RPP seperti halnya di sekolah formal.
Karena
pembelajaran PAI dilakukan secara gabungan antar jenjang pendidikan. Dan metode dalam homeschooling berbeda dengan sekolah formal pada umumnya maka dari itu
Membahas mengenai tentang sistem metode homeschooling pendidikan agama Islam.
Penelitian dilakukan untuk mengkaji sistem pembelajaran agama Islam secara
menyeluruh pada sistem sekolah rumah.
temuan menjelaskan bahwa homeschooling Fikar School tidak menerapkan sistem RPP layaknya kebanyakan, namun lebih pada sistem perencanaan kombinasi
14 banyak menemukan metode belajar ala homeschooling."
yang ditujukan agar proses pembelajaran dapat dilakukan secara menyeluruh. Poin prioritas yang
dipertimbangkan adalah minat, bakat, serta intelejensi peserta didik. Selain itu, RPP juga didesain berbeda- beda antar tingkatan.
Pembelajaran berbasis internet dengan penyampaian
menggunakan laptop.
6. “PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI HOMESCHOOLING (Studi Kasus di Komunitas Homeschooling Sekolah Dolan Malang)”
Penelitian "ini menemukan dalam pasal 27, 31 dan 5 mengenai tindakan belajar mengajar secara mandiri dan kegiatan homeschooling bisa disosialisasikan kepada masyarakat."
Membahas mengenai tentang sistem metode homescooling pendidikan agama Islam.
Penelitian fokus pada pengembangan kurikulum dan materi pembelajaran berbasis Islam dengan tujuan untuk meningkatkan performa siswa, yang secara umum
merefleksikan mutu pendidikan.
Penyusunan kurikulum harus memperhatikan kebutuhan peserta didik.
Tabel penelitian terdahulu dimaksudkan untuk memperjelas penelitian yang penulis lakukan.
Penelitian yang penulis lakukan mempunyai titik perbedaan dengan penelitian terdahulu. Dalam penelitian ini, penulis ingin menemukan konsep manajemen dan pengembangan dari sistem pembelajaran homeschooling. Serta, selanjutnya dapat mengkonsep penerapan pendidikan Islam melalui sistem homeschooling.
15
B. Kajian Teori
1. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, sebuah kurikulum memiliki fungsi sebagai instrumen penting yang menjadi acuan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Kurikumum merupakan satu kesatuan instrumen yang terdiri dari berbagai komponen proses pembelajaran yang saling mendukung. Pada akhirnya, pendidikan dikatakan berhasil apabila peserta didik mengalami perubahan tingkah laku menjadi lebih baik.
"Dengan kata lain, peserta didik tidak hanya mengetahui (hafal) dengan teori atau ilmu pengetahuan yang diajarkan, namun juga mengerti kenapa ilmu pengetahuan tersebut harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Agar hal tersebut dapat tercapai, maka seorang tenaga pendidik harus berpatokan pada kurikulum yang ada. Di sisi lain, komponen dalam kurikulum juga memiliki kontribusi dalam pembangunan suasana belajar, baik itu dalam kelas maupun di luar kelas. Suasana belajar tersebut terkait dengan motivasi dan kreativitas peserta didik untuk belajar, sehingga instruktur atau penyedia layanan pendidikan harus memperhatikan faktor tersebut.
7 Terkait peran guru dalam proses pembelajaran, Gage dan Berliner (dalam Suyono dan Hariyanto) menjelaskan bahwa guru memiliki tiga fungsi utama dalam pembelajaran yaitu sebagai perencana (planner), pelaksana dan pengelola (organizer) dan penilai (evaluator).8"Pendidikan juga dianggap sebagai media dan wahana transfer sistem nilai. Dalam hal ini, fungsi guru dijelaskan oleh Makmur (2000) terdiri dari lima, yaitu konservator, inovator, transmitor, transformator, dan organisator. "Sebagai konservator, guru bertanggung jawab dalam memelihara sistem tata nilai yang merupakan sumber norma-norma kedewasaan. Sebagai inovator, guru bertanggung jawab untuk mengembangkan sistem nilai ilmu pengetahuan. Sebagai transmitor, guru bertanggung jawab untuk meneruskan sistem nilai kepada siswa hingga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sebagai transformator, guru bertanggung jawab untuk menerjemahkan sistem nilai melalui penjelmaan dalam pribadi dan perilaku melalui proses interaksi dengan peserta didik. Terakhir, sebagai organisator, guru bertanggung jawab sebagai penyelenggara terciptanya proses edukasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam proses transformasi sistem nilai9Adapun peran guru juga dijelaskan oleh Flewelling dan Higginson (2003), "yakni untuk memberikan stimulasi kepada siswa dengan menyedian tugas-tugas pembelajaran yang kaya (rich learning tasks) dan terancang dengan baik untuk meningkatkan perkembangan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial (1). Selanjutnya, guru harus berinteraksi dengan siswa untuk mendorong keberanian, mengilhami, menantang, berdiskusi, berbagi,
7 Abdullah Idi. 2016. Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal.
39
8 Suyono dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 187
9 Abin Syamsuddin Makmur. 2000. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
16
menjelaskan, menegaskan, merefleksi, menilai dan merayakan perkembangan, pertumbuhan dan keberhasilan (2). Guru juga berperan penting untuk menunjukkan manfaat yang diperoleh dari mempelajari suatu pokok bahasan (3). Serta yang terakhir, guru berperan sebagai seseorang yang membantu, seseorang yang mengerahkan dan memberi penegasan, seseorang yang memberi jiwa dan mengilhami siswa dengan cara membangkitkan rasa ingin tahu, rasa antusias, gairah dari seorang pembelajar yang berani mengambil resiko (risk taking learning), dengan demikian guru berperan sebagai pemberi informasi (informer), fasilitator, dan seorang artis (4).10"
Selanjutnya, Oemar Hamalik, dalam bukunya yang berjudul "Psikologi Belajar dan Mengajar"
menjelaskan bahwa peran guru yang pertama adalah sebagai pengajar. "Guru bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para siswa agar pencapaian hasil belajar mereka sesuai dengan tujuan sekolah. Kemudian, peran guru yang kedua adalah sebagai pembimbing. Guru bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan kepada setiap peserta didik agar ia mampu mencapai hasil belajar yang maksimal, serta mampu menerapkan nilai-nilai yang diajarkan dengan baik.11 Rusman melengkapi uraian terkait peran guru tersebut sebagai berikut:"
a. Guru sebagai demonstrator.
"Artinya, seorang guru harus menguasai bahan atau materi belajaran yang akan diajarkan dan mengembangkannya, sebab akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
"b. Guru sebagai pengelola kelas.
"Guru diharuskan untuk mampu mengelola kelas, di mana kenyamanan lingkungan belajar tentu sangat berdampak pada proses belajar.
"c. Guru sebagai mediator dan fasilitator.
"Di sini, guru memiliki tuntutan untuk memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup untuk media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Begitu juga guru sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar dari berbagai sumber.
"d. Guru sebagai evaluator yang baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bagian krusial dalam sebuah kegiatan belajar mengajar adalah evaluasi. Evaluasi sangat penting karena dapat menginformasikan sejauh mana pembelajaran telah berdampak pada perubahan sikap peserta didik, atau secara keseluruhan sebaik apa sistem pendidikan yang telah dirancang, serta apa saja yang perlu diperbaiki dalam penerapannya.
10 Gary Flewelling and William Higginson. 2003. Teaching with Rich Learning Tasks. Adelaide: The Australian Association of Mathematic Teacher. Page. 189
11 Oemar Hamalik.2009. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Hal. 33
17
Menurut Davies dalam Suyono dan Hariyanto, guru memiliki empat peran utama, yakni sebagai desainer atau pencipta lingkungan pembelajaran yang baik, sebagai pembangun kemampuan siswa yang dididik, sebagai pembelajar terkait bagaimana untuk terus meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar, serta sebagai penggagas yang adil di mana guru hadir untuk seluruh peserta didik tanpa terkecuali tanpa memandang perbedaan apapun di antara satu sama lain. Selain itu, guru juga memiliki peran sebagai pemelihara yang harus menjaga nilai-nilai positif agar selalu diterima oleh peserta didik sebagai modal amalan sehari- hari, serta sebagai peraih titik puncak di mana guru mampu melaksanakan seluruh tahap kegiatan dengan baik dari awal hingga akhir, dan dari yang mudah hingga yang sulit. Seluruh peran tersebut harus dijalankan sebaik mungkin karena berpengaruh terhadap performa belajar peserta didik. Hal tersebut sekaligus sebagai gambaran terkait letak pentingnya seorang guru terkait tugasnya untuk mengevaluasi pencapaian belajar peserta didik.
122. Konsep Implementasi Homeschooling Pendidikan Agama Islam
Setiap anak memiliki karakteristik yang unik, sehingga minat dan bakat peserta didik tidak bisa disamakan satu sama lain. "Umum dijumpai dalam kegiatan pembelajaran bahwa pendekatan individual diperlukan agar setiap anak mampu menyerap semua materi dengan baik. Pendekatan ini penting karena setiap anak mengalami hambatan yang berbeda-beda (Suryadi, 2006: 17). Sementara itu, sistem pendidikan tradisional mengharuskan semua anak belajar secara bersama-sama dalam satu kelas, dengan penerapan metode dan pendekatan yang sama untuk diterima oleh seluruh siswa. Padahal, setiap siswa memiliki kebutuhan, gaya belajar, motivasi, hingga kendala yang berbeda-beda. Untuk itu, diperlukan alternatif metode pendidikan yang tepat, yakni sekolah rumah atau homeschooling.
Landasan hukum dari homeschooling adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, Pasal 54 ayat 1. Selain itu, Arifin (2003: 4) menjelaskan bahwa pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap anak yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau sekolah saja, namun juga tanggung jawab masyarakat dan keluarga."
Direktoral pendidikan kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional "menyajikan data bahwa terdapat sekitar 600 pengguna layanan pendidikan homeschooling di Indonesia di mana 500 orang (83,3%) diantaranya mengikuti homeschooling majemuk dan komunitas, sedangkan 100 orang (16,7%) mengikuti homeschooling tunggal. Seiring dengan perkembangan waktu, angka tersebut diduga kuat akan terus meningkat, tidak hanya terkait dengan animo masyarakat yang semakin tinggi namun juga kebutuhan akan sistem pendidikan yang fleksibel, yang dapat disesuaikan dengan kesibukan masyarakat
12 Suyono dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 188
18
umum saat ini yang semakin padat. Meski demikian, tentu tidak menutup kemungkinan yang terjadi justru sebaliknya (Mulyadi, 2006: 34). Secara tidak langsung, data tersebut menjelaskan bahwa homeschooling terdiri dari tiga macam berdasarkan penerapannya, yaitu homeschooling tunggal, majemuk, dan komunitas. Ketiga macam tersebut merujuk pada kebutuhan peserta didik yang tentunya berbeda-beda. Fleksibilitas dan kemudahan yang ditawarkan sistem sekolah rumah memberikan keuntungan yang besar bagi wali murid (Kembara, 2007: 30). Mulyadi (2006: 20) menambahkan bahwa pendidikan homeschooling sejauh ini terbukti membantu mengembangkan potensi anak secara optimal baik dalam pengetahuan, sikap, dan kepribadian dengan menekankan pada penguasaan pengembangan sikap mandiri yang kelak dapat berguna bagi segala aspek di hidupnya."
Kemandirian dianggap sebagai faktor penting dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, salah satu aspek kemandirian yang krusial adalah terkait dengan intelektualitas. Kemandirian dalam rana intelektual sangat meenentukan bagaimana seorang individu berkehidupan di tengah masyarakat.
Peserta didik akan mampu menjalani proses belajar dengan lebih baik dan efektif jika memiliki kemandirian intelektual, tanpa selalu bergantung pada peran fasilitator. Ini menjadikan kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif. Selain itu, anak juga dapat berpikir dan bertindak secara dewasa, dan mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Anak juga akan memiliki kemampuan analisis yang baik terhadap masalah-masalah kompleks, serta menyelesaikannya sendiri maupun dengan orang lain. Ini sekaligus merefleksikan tingkat kepercayaan diri untuk mengungkapkan dan mengaktualisasikan seluruh ide yang dimiliki (Sumarno, 2006: 5).
Secara prinsip, "kegiatan belaar dalam sistem homeschooling diselenggarakan oleh orangtua siswa sendiri, di tempat tinggal sendiri. Setiap proses belajar dilakukan dengan mengedepankan kenyamanan dan memprioritaskan minat dan bakat anak. Tujuannya adalah agar setiap bakat yang dimiliki oleh anak dapat berkembang secara maksimal.13 Dari penjelasan tersebut, maka dapat digarisbawahi bahwa homeschooling adalah alternatif dari sistem pendidikan konvensional yang menghadirkan metode yang fleksibel dan berorientasi pada kebutuhan individual tiap siswa. Sistem pendidikan homeschooling juga memiliki keharusan untuk menyesuaikan dengan standar nasional berdasarkan tingkat pendidikan siswa, jadi tidak hanya fokus pada minat siswa saja. Penyesuaian ini penting agar hasil belajar dapat memenuhi standar yang ditetapkan secara nasional. Seluruh kegiatan Secara lugas, homeschooling dapat digambarkan sebagai sebuah model pendidikan berbasis rumah, dengan orang tua sebagai penanggung jawab aktif serta fokus pada kepentingan dan kebutuhan anak sebagai peserta didik.14"
13 Maulia D. Kembara, Panduan Lengkap Homeschooling, (Bandung, Progressio, 2007)
14 Indah Hataco, I Love Homeschooling Segala Sesuatu yang Harus Diketahui tentang Homeschooling, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2012). Hal 6
19
Dari beberapa pendadapat di atas, dapat dikatakan bahwa homeschooling bukanlah lembaga melainkan orang tua sendiri yang menyelenggarakan. "Homeschooling merupakan program anak yang diberikan tidak di sekolah tradisional. Siswa homeschooling terdiri dari beberapa anak di mana orang tua mereka setuju untuk memberikan program ini kepada anaknya. Program homeschooling ini biasanya dilakukan oleh orangtua atau orang lain yang ditunjuk sebagai gurunya. Homeschooling sering diartikan sebagai school at home. Artinya, ibu akan mengajar di salah satu ruang di rumah dan anak duduk dengan rapi mendengarkan instruksi dari ibunya yang menjadi guru."
3. Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Homeschooling a. Pengertian Homeschooling
Homeschooling dapat dijelaskan sebagai konsep sistem pembelajaran terkini yang tengah mendapat animo yang baik dari masyarakat. Meskipun kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah, namun pelaksanaan tetap berdasarkan sistem yang terrencana dengan tujuan yang jelas. Jika mengacu pada definisi yang dijelaskan oleh Cambridge Dictionaries Online (2015), maka homeschooling sederhananya adalah pembelajaran rumah oleh orang tua.
Dengan kata lain, kegiatan belajar sangat mengedepankan fleksibilitas dan kenyamanan peserta didik agar tidak bosan dan dapat menerima materi dengan lebih maksimal. Konsep homeschooling juga telah dijelaskan dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sumardiono (2007: 4) menambahkan bahwa dalam homeschooling, orangtua sengaja memilih untuk mendidik anak di rumah, di mana orangtua dapat bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan anak dalam hal belajar. Selain itu, orang tua menghendaki sebuah lingkungan belajar yang kondusif dan terkontrol, sehingga dapat memastikan anak fokus belajar tanpa memperoleh gangguan atau pengaruh yang tidak baik dari lingkungan.
Konsekuensi dari keputusan tersebut adalah, bahwa orangtua harus terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran anak. Dengan kata lain, performa belajar, dan perkembangan perilaku anak, juga merupakan tanggung jawab orangtua. Meski demikian, fasilitator atau tenaga pendidik tetap memiliki kewajiban besar dalam membantu peserta didik memahami materi dengan baik dan mengembangkan potensinya dengan maksimal.
Undang-Undang Sisdiknas menjelaskan bahwa pendidikan tidak hanya sebatas sebuah
sistem pembelajaran formal dan konvensional sebagaimana yang dikenal selama ini, namun
bisa dalam bentu atau sistem apapun selama dilakukan dengan perencanaan dan metode yang
terstruktur dengan tujuan yang sejalan dengan ketentuan nasional. Pendidikan informal seperti
sekolah rumah juga memiliki kedudukan yang setara dengan pendidikan formal, dan secara
20
tegas telah diatur secara hukum. Artinya, ijazah peserta didik dari sebuah lembaga homeschooling bernilai sama dan dapat digunakan untuk menempuh pendidikan tinggi atau melamar pekerjaan. Hal tersebut menjadikan sekolah rumah semakin banyak dijumpai di banyak daerah di Indonesia, yang menunjukkan bahwa minat masyarakat semakin tinggi.
b. Sistem Pelaksanaan Homeschooling
Homeschooling merepresentasikan sistem pembelajaran informal yang dilaksanakan di rumah, namun tetap menggunakan sistem pembelajaran yang terpogram. Artinya, pelaksanaan homeschooling tidak hanya mengedepankan sistematika saja, namun juga menerapkan penggunaan materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku secara nasional. Jika homeschooling diterapkan pada pendidikan Islam, maka materinya harus menyesuaikan kurikulum pendidikan Islam yang berlaku.
c. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan
"dalam pengertian umum memiliki arti yang sama dengan berbagai definisi yang ada, namun dalam penelitian ini perbedaannya terletak pada kata “Islam”. Dalam pendidikan Islam, kata tersebut biasanya menunjukkan karakteristik khusus dari pendidikan dan anatomi tertentu. Menurut Marimba (1989: 19), pendidikan adalah bimbingan yang diberikan secara sadar oleh instruktur kepada peserta didik untuk melatih perkembangan fisik dan mental, termasuk membentuk kepribadian atau perilaku yang diharapkan. Sedangkan menurut Tafsir (2005:45), pendidikan dinyatakan sebagai program yang dilaksanakan oleh guru dalam hubungannya dengan siswa untuk mencapai perkembangan positif
"yang maksimal.
d. Dasar Pendidikan Islam
Al-Qur'an
"adalah landasan dasar pendidikan Islam karena merupakan tempat di mana siswa dapat memberikan sumber nilai. Al-Qur'an menjelaskan bahwa Allah memiliki pantun dan akan menaikkan derajat orang yang mengetahuinya ke beberapa tingkatan (Q.S. 58:11).
Ayat ini menjelaskan bahwa ada golongan orang yang berilmu atau guru dan ada yang mencari
ilmu atau murid. Sebagai sumber nilai, al-Qur’an harus dipelajari dan dikembangkan sesuai
dengan capaian ilmu pengetahuan dan teknologi, agar peserta didik menjadi beriman,
bertaqwa, berakhlak mulia, cerdas, maju dan mandiri (AlMunawar, 2005: 8). As-Sunnah
merupakan landasan pendidikan Islam kedua setelah Al-Qur'an.
"Sebagaimana Nabi
Muhammad SAW mengatakan: "Tuhanku mendidikku dengan pendidikan yang mulia".
21