• Tidak ada hasil yang ditemukan

SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PPAT ATAS KELALAIAN PENGAWASAN PEMBAYARAN BPHTB DALAM PEMBUATAN AKTA PERRALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TESIS OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PPAT ATAS KELALAIAN PENGAWASAN PEMBAYARAN BPHTB DALAM PEMBUATAN AKTA PERRALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TESIS OLEH :"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH :

SRI YUMEINAR SITOMPUL 127011102/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SRI YUMEINAR SITOMPUL 127011102/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

terjadinya perolehan hak tersebut juga diberi kewenangan memeriksa dan ikut serta melaksanakan tugas pengawasan sekaligus penegakan hukum atas pemenuhan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPh HTB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pasal 91 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang PDRD yaitu PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas dan/atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. PPAT/Notaris yang melanggar ketentuan penandatanganan akta (setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak), dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran. Yang terdapat pada Pasal 93 ayat (1) Undang- Undang PDRD. Permasalahan dalam penelitian ini adalah sanksi administratif apa yang dikenakan terhadap PPAT/Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 91 ayat (1) dan siapa yang berwenang untuk memberikan sanksi pada Pasal 93 ayat (1) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD, bagaimana pemenuhan prinsip keadilan dalam pengenaan sanksi pada Pasal 91 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD, dan serta apa upaya hukum untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi PPAT/Notaris dalam pengenaan sanksi pada Pasal 93 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang PDRD.

Penelitian ini menggunakan teori keadilan dari Aristoteles dan metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Data-data yang diperoleh kemudian diolah dianalisis secara deduktif dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antar berbagai jenis data sehingga permasalahan dalam penelitian ini dapat dipecahkan.

Hasil penelitian dan analisis bahwa sanksi administratif bagi PPAT/Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 91 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD bukan merupakan sanksi pajak, ketentuan Pasal 91 ayat (2) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD tidak memenuhi prinsip keadilan, dan PPAT/Notaris yang dikenakan sanksi Pasal 93 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD tidak dapat mengajukan gugatan, keberatan, banding dan peninjauan kembali, tetapi hanya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Adapun saran dalam penelitian ini adalah hendaknya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD dan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang PPAT direvisi dengan memindahkan ketentuan Pasal 91 ayat (1) dan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD kedalam PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan PPAT, dan juga merevisi Pasal 91 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD agar terpenuhinya prinsip keadilan.

Kata Kunci : Sanksi Administratif, PPAT/Notaris, Pengawasan

(4)

he also has the authority to examine and supervise, as well as to enforce law on the responsibility to pay BPHTB (Income Tax on Land and Building). Article 91 of Law No. 28/2009 on PDRD states that PPAT/Notary oinly has the right to sign the transfer of right certificate on building after the taxpayer has submitted tax quittance.

PPAT/Notary who violates the provision on signing certificate (after taxpayer has submitted tax quittance), will be imposed on administrative sanction by paying the fine of Rp.7,500,000 (seven million five hundred thousand rupiahs) for each violation as it is stipulated in Article 93, paragraph 1 of Law No. 28/2009 on PDRD. The problems of the research are as follows: what type of administrative sanction which will be imposed on PPAT/Notary who has violated Article 91, paragraph 1, who has the authority to give the sanction on Article 91, paragraph 1 of Law No. 28/2009 on PDRD, how about fulfilling the principle of justice in imposing the sanction on Article 91, paragraph 1 of Law No. 28/2009 on PDRD, and what legal remedy in getting legal protection for PPAT/Notary about the sanction in Article 91, paragraph 1 of Law No. 28/2009 on PDRD.

The research used the theory of justice from Aristotle and judicial normative with descriptive analytic methods. The gathered data were processed and analyzed deductively and systematically in order to explain the correlation among various data so that the problems found in the research can be solved.

The result of the research shows that administrative sanction imposed on PPAT/Notary who violates Article 91, paragraph 1 of Law No. 28/20098 on PDRD is not tax sanction since the law does not fulfill the principle of justice. The PPAT/Notary who has been given the sanction cannot file a complaint, legal objection, appeal, and judicial review; he can only file the complaint to the State Administrative Court. It is recommended that Law No. 28/2009 on PDRD and PP No.

37/1998 on PPAT should be revised by changing Article 91, paragraph 1 and Article 93, paragraph 1 of Law No. 28/2009 on PDRD into PP No. 37/1998 on PPAT and revise Article 91, paragraph 2 of Law NO 28/2009 on PDRD in order to fulfill the principle of justice.

Keywords: Administrative Sanction, PPAT/Notary, Supervision

(5)

ALLAH S.W.T atas rahmad dan hidayahnya memberikan kesehatan, kekuatan, kesabaran, dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul: SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PPAT ATAS KELALAIAN PENGAWASAN PEMBAYARAN BPHTB DALAM PEMBUATAN AKTA PERALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini tidak akan terlaksana tanpa saran Maupin petunjuk yang diberikan oleh pembimbing maupun penguji baik pada saat pengajuan judul, seminar proposal, seminar hasil penelitian sampai pada sidang penutup. Penulis dalam penyelesaian tesis ini banyak mendapatkan bantuan, dukungan baik itu materil maupun spiritual dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis sangat berterima kasih kepada:

1. Prof. Subhilhar, Ph.D, selaku Plt. Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang telah diberikan untuk menyelesaikan pendidikan program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara;

(6)

kesempatannya setiap saat pada penulis dalam memberikan petunjuk dan pengarahan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

4. Dr.T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara juga sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan perhatian, arahan dengan tulus ikhlas serta dorongan, masukan, nasehat yang sangat membantu dalam penyelesaian tesis ini;

5. Dr. H. Syahril Sofyan, SH, M.Kn, selaku anggota Komisi Pembimbing telah memberikan masukan, arahan, petunjuk, nasehat, perhatian dan dorongan semangat setiap saat dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini;

6. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS dan Notaris Syafnil Gani, SH,MHum, selaku penguji yang telah memberikan pemasukan,arahan saran dan petunjuk dalam penyempurnaan tesis ini;

7. Terimakasih kepada Dr. Bastari, MM, BKP yang telah membantu membimbing serta memberikan masukan, semangat, arahan dengan tulus, Ikhlas dan telah meluangkan waktu dalam penyempurnaan tesis ini;

8. Para Bapak/Ibu Dosen yang telah bersusah payah memberikan Ilmu Pengetahuan dan membuka cakrawala penulis, sehingga menjadi sangat

(7)

Tercinta & Tersayang Ayahanda Alm. Drs. H. Muhammaddin Sitompul dan Ibunda Almh. Hj. Syamsinar Sihombing, yang telah mendoakan penulis dengan tiada putus-putusnya, menjaga, melahirkan, membesarkan dan mendidik penulis dengan pengorbanan juga keikhlasan, semoga ALLAH S.W.T memaafkan kesalahan kedua orang tua penulis, dibukakan pintu surga, dilapangkan juga kuburnya sebagai taman-taman surga dan memberikan tempat yang semulia-mulianya, Aamiin Ya Robbal’alamin;

10. Terkhusus dan Terimakasih kepada kakak-kakak dan abang kandung tercinta dan tersayang, Kak Asli, Kak Ati, Kak Elly,Kak Mega, Bang Uli dan Kak Musda yang telah memberikan doa, semangat, nasehat dan motivasi kepada penulis;

11. Terkhusus kepada yang tersayang Almh, Hj. Nurlaini Sihombing (etek) dan nenek penulis yang senantiasa mendoakan penulis;

12. Terimakasih kepada kak Tati, bang Ridwan, dan ponakan Indah, Ira yang telah mendoakan, memberikan wejangan, spirit kepada penulis;

13. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih kepada pada sahabat yang senasib seperjuangan Nurfadhillah, SH, M.Kn, Lira Apriana Sari Nasution, S.H, Amalia Khairiza, S.H, Taufiq Tahir Yusuf Lubis, Fitri Andriani, SH, M.Kn, Ahmad Maulana, SH, M.Kn, Hary Suseno, A.md, S.Kom, Emi Purnamasari,

(8)

Sari, Bu Fatimah, Winda, Lisa, Afni, Kenali dan Aldy, yang selama ini telah memberikan semangat dan do’a.

Semoga ALLAH S.W.T senantiasa memberikan hidayah, limpahan rahmat dan karunia-NYA serta membalas segala kebaikan yang telah dilakukan. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih memerlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun, akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu.

Medan, September 2015 Penulis

Sri Yumeinar Sitompul

(9)

Nama : Sri Yumeinar Sitompul Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl.Lahir : Kalangan / 18 Mei 1985 Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Raja Junjungan Lubis No. 20 Pandan, Tapanuli Tengah No. Hp : 081376932585 / (0631)371077

KELUARGA

Nama Ayah : Almarhum Drs. H. Muhammaddin Sitompul Nama Ibu : Almarhumah Hj. Syamsinar Sihombing Nama Saudara : 1. Sitiasli Sitompil, SE

2. Sri yuniati Sitompul, A.md, S.Kom 3. Elly Robeitona Sitompul, S.AP, M.AB 4. Megawati Sitompul, SE, S.Pd

5. Marulitua Sitompul, ST 6. Musdawati Sitompul, ST PENDIDIKAN

SD : SD Negeri No 152979 Pandan

SMP : SMP Negeri 3 Pandan

SMA : SMA Negeri 1 Sibolga

S1 : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

(10)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR ISTILAH ASING ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori... 15

2. Kerangka Konsepsi ... 21

G. Metode Penelitian ... 24

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 25

2. Sumber Data ... 25

3. Tehnik Alat Pengumpulan Data ... 27

4. Analisis Data ... 27

(11)

A. Sanksi Administrasi Secara Umum ... 29

1. Pengertian Hukum Administrasi Negara ... 29

2. Sumber-Sumber Administrasi ... 32

3. Sanksi Administrasi ... 34

B. Sanksi Perpajakan ... 38

1. Sanksi Administrasi Perpajakan ... 39

2. Sanksi Pidana Perpajakan ... 42

C. Sanksi Administrasi Berupa Denda ... 47

BAB III. KEADILAN DALAM PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PASAL 91 AYAT (2) UNDANG- UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH ... 61

A. Tinjauan Keadilan Menurut Hukum ... 61

B. Prinsip Keadilan Menurut Hukum Pajak ... 67

C. Prinsip Keadilan Dalam Pengenaan Sanksi Terhadap PPAT/Notaris ... 75

1. PPAT ... 75

2. Notaris ... 81

(12)

A. Sengketa Pajak ... 90

1. Formil ... 90

2. Material ... 98

B. Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak ... 107

1. Keberatan ... 109

2. Banding ... 111

3. Gugatan ... 114

4. Peninjauan Kembali ... 117

5. PPAT/Notaris Dikenakan Sanksi Denda Administratif ... 119

C. Perlindungan Hukum Bagi Notaris/PPAT Yang Dikenakan Sanksi Administrasi Pajak ... 121

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 129

A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132

(13)

Atribusi : Pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan Perundang- undangan atau aturan hukum

Begunstigende beschikking : Ketetapan yang menguntungkan Belastende beschikking : Ketetapan yang memberikan beban Benefit principle : Prinsip manfaat

Berstuursdwang : Paksaan pemerintah

Certainty : Asas kepastian

Convenience of payment : Asas kenyamanan pembayaran

Delegasi : Merupakan pemindahan/pengalihan wewenang yang ada berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum

Dwangsom : Pengenaan uang paksa oleh pemerintah Economic of collection : Asas efisiensi

Equality, equity, dan ability : Asas persamaan, keadilan dan kemampuan

Justice : Keadilan

Law enforcement : Penegakan hukum Law enforcement : Penegakan Hukum Lex generalis : Peraturan umum

(14)

Polis : Warga negara Politiedwang : Paksaan pemerintah

Sein : Segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen

Self assessment system : Wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri Sollen : Segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk

berpikir dan bersikap

Zakelijk : Pajak kebendaan

(15)

BPHTB : Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan HTUN : Hukum Tata Usaha Negara

KBBI : Ketentuan Kamus Besar Bahasa Indonesia

MA : Mahkamah Agung

PK : Peninjauan Kembali

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah PPH : Pajak Penghasilan

PPn : Pajak Pertambahan Nilai

PPn.BM : Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara

SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah

SKPDKB : Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar SKPDLB : Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar SKPDN : Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil

SPT : Surat Permberitahuan Pajak SSPD : Surat Setoran Pajak Daerah

UUKUP : Undang-Undang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan UUPDRD : Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

WP : Wajib Pajak

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma), sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh masyarakat (rakyat).Masyarakat memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berupa ternak, dan hasil tanaman misalnya saja padi, jagung, pisang, kelapa dan lain sebagainya, pemberian yang dilakukan semata-mata hanya untuk kepentingan raja atau penguasa setempat, sementara imbalan kepada rakyatnya tidak ada karena sifatnya memang hanya untuk kepentingan sepihak. Namun dalam perkembangannya, sifat upeti yang diberikan rakyat tidak hanya untuk kepentingan raja, namun telah mengarah pada kepentingan masyarakat itu sendiri yaitu dengan kata lain pemberian yang dilakukan rakyat kepada raja ,digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air untuk pengairan sawah dan membangun sarana sosial lainnya seperti taman.

Seiring dengan perkembangannya di masyarakat, dibuatlah suatu aturan yang lebih baik dan bersifat memaksa berkaitan dengan sifat upeti (pemberian) tersebut dengan memperhatikan unsur keadilan. Guna memenuhi unsur keadilan inimaka masyarakat diikutsertakan dalam membuat berbagai aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri.1

1 Wirawan B.IIyas dan Richard Burton, Hukum Pajak (Teori, analisis dan perkembangannya) edisi 6, Jakarta, Salemba Empat, 2013, Hal 1

(17)

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang utama dan salah satu bentuk pendapatan Negara yang menyumbang persentase terbesar dibandingkan dengan sektor–sektor pendapatan lainnya artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan kata lain dari rakyat untuk rakyat.

Adapun pengertian pajakmenurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan dipergunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2

Defenisi pajak menurut Rochmat Sumitro, pajak yaitu iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. “dapat dipaksakan” mempunyai arti, apabila utang pajak tersebut tidak dibayar, maka utang tersebut dapat ditagih dengan kekerasan, seperti surat paksa, sita, lelang dan sandera. Dengan demikian, ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut :

a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang.

b. Jasa timbal tidak dapat ditunjukkan secara langsung.

2Undang-Undang Pajak Lengkap Tahun 2013, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2013, Hal 3

(18)

c. Pajak dipungut oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

d. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluran umum pemerintahan.

e. Dapat dipaksakan (bersifat yuridis).3

Menurut Smeet, sebagaimana dikutip oleh Chidir Ali, pajak adalah prestasi- prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum yang diterapkan, dapat dipaksakan tanpa daya kontra prestasi terhadapnya, dapat ditujukan dalam hal yang khusus pribadi dan dimaksudkan untuk menutup pengeluaran- pengeluaran negara. Jika dirangkum dapat menghasilkan rumusan pajak tidak akan mengalami pergeseran meskipun terjadi perubahan peraturan perundang-undangan pajak. Rumusannya adalah “pungutan yang dilakukan oleh negara, berdasarkan Undang-Undang, pelaksanaannya dapat dipaksakan dan wajib pajak tidak ada jasa balik secara langsung” selain itu, beberapa defenisi pajak tersebut, cenderung masih dalam lingkup fungsi pajak yang pertama yaitu memasukkan dana sebanyak- banyaknya ke kas negara (Budgetair).4

Pajak oleh Negara dapat berfungsi sebagai alat (instrument), pengaturan (regulation), kebijakan keuangan (monetery), dan juga untuk mengisi kas anggaran Negara (budgeting). Adapun fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua kategori besar yaitu :

3 Tony Marsyahrul, Pengantar Perpajakan, Jakarta, PT Grasindo, 2005, Hal 2

4 H. Mustaqiem, Pajak Daerah(Dalam Transisi Otonomi Daerah), Yogyakarta, FH UII Press, 2008, Hal 44

(19)

1. Fungsi Pajak sebagai sumber penerimaan negara yang aman dan berkelanjutan (Budgetair).

Fungsi ini sebagai alat atau sumber untuk memasukkan uang sebanyak- banyaknya kedalam kas negara yang tujuannya untuk membiayai pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.Dengan kata lain dapat dikatakan juga sebagai penopang bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintah.

2. Fungsi pajak sebagai instrument politik (regulared).

Fungsi ini disebut juga sebagai fungsi mengatur, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan misalnya di bidang ekonomi, budaya, pertahanan keamanan seperti :

1. mengadakan perubahan-perubahan tarif, dan

2. memberikan pengecualian, keringanan dan sebaliknya, yang ditujukan kepada masalah tertentu.5

Selain fungsi, pajak juga dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu, pajak dapat dilihat :

1. Dari segi administratif yuridis

Penggolongan pajak dari sisi ini akan menghasilkan apa yang sering dikenal dengan pajak langsung. Kedua jenis pajak tersebut masih dapat dibagi lagi ke dalam dua segi lain, yaitu dari sisi yuridis dan ekonomis.

5 Tony Marsyahrul, Op.cit, Hal 2

(20)

2. Berdasarkan titik tolak pungutannya

Pembedaan pajak dengan menggunakan dasar titik tolak pungutannya ini akan menghasilkan dua jenis pajak yakni pajak subyektif dan pajak obyektif.

3. Berdasarkan sifatnya

Sebagian pajak dengan mendasarkan sifatnya ini akan memunculkan apa yang disebut menjadi pajak yang bersifat pribadi (persoonlijk) dan pajak kebendaan (zakelijk)

4. Berdasarkan kewenangan pemungutannya

Dengan mendasarkan pada kewenangan pemungutannya, maka pajak dapat digolongkan menjadi dua yakni pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat atau disebut juga dengan (pajak pusat), dan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (pajak daerah).6

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang berwenang pemungutannya atau dikelolah oleh Pemerintah Pusat dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin Negara dan pembangunan (APBN), adapun yang tergolong jenis pajaknya antara lain, (PPH) Pajak Penghasilan, (PPN) Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa, (PPn.BM) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Bea materai dan Cukai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang berwenang pemungutannya atau dengan kata lain dikelolah oleh Pemerintah Daerah, baik itu pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan Pembangunan Daerah (APBD). Adapun jenis-jenis Pajak Provinsi dan Pajak Daerah adalah:

1. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas a. Pajak Kendaraan Bermotor,

b. Bea balik Nama Kendaraan Bermotor, c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah, e. Pajak Air Permukaan, dan

6 Y.Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta, Andi, 2004, Hal 9-14

(21)

f. Pajak Rokok

2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral Logam dan Batuan g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan perkotaan, dan k. Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.7

Dari berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah salah satunya yaitu pajak yang dikenakan akibat adanya perbuatan hukum atas peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, adalah Pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), ini dikarenakan Negara menganggap tanah dan bangunan tersebut merupakan salah satu aset yang mendatangkan nilai ekonomis. Jenis pajak ini dikenakan bagi pihak-pihak yang mengalihkan hak ataupun yang menerima hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.

Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai pajak pusat atau disebut juga dengan kewenangan pemerintah pusat, pajak BPHTB ini mulai dipungut pada Tahun 1997 berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang sudah mengalami perubahan, terahir dengan Uudang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Undang-Undang BPHTB. Dengan demikian seluruh penerimaan BPHTB yang dipungut pemerintah pusat pada dasarnya diserahkan kepada daerah melalui

7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang terdapat pada Pasal 2, Mitra Wacana Media, 2013, Hal 355-356

(22)

mekanisme Dana Bagi Hasil.Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan dalam upaya menata kembali system perpajakan nasioanal yang dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mulai tahun 2011 BPHTB dialihkan dari Pajak Pusat menjadi Pajak Daerah Kabupaten/Kota (tax sharing). Kebijakan tersebut merupakan suatu langka maju yang dilakukan Indonesia dalam penataan sistem perpajakan nasional.8

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.9Adapun objek dari BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah meliputi:

a. Pemindahan hak karena:

1. Jual beli;

2. Tukar menukar;

3. Hibah;

4. Hibah wasiat;

5. Waris;

6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;

7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

8. Penunjukan pembeli dalam lelang;

9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

10. Penggabungan usaha;

11. Peleburan usaha;

8 Bastari M, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Bea Perolehan Tanah dan Bangunan), Hal 26

9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 angka 41 dan 42

(23)

12. Pemekaran usaha; atau 13. Hadiah.

b. Pemberian hak baru karena:

1. Kelanjutan pelepasan hak; atau 2. Diluar pelepasan hak.

Dengan demikian diketahui dalam peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan pajak, yaitu pajak yang dikenakan kepada pihak yang menerima peralihan atau perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.Untuk selanjutnya wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.Subjek dari pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

Dalam pembuatan akta peralihan hak atas tanah, PPAT mempunyai peran penting karena PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun.Sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah.PPAT dalam hal peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain berperan karena kewenangan dan jabatannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak tersebut juga diberi kewenangan memeriksa dan ikut serta melaksanakan tugas pengawasan sekaligus penegakan hukum atas pemenuhan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan hak atas tanah dan bangunan (PPh HTB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

(24)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menentukan pejabat berwenang dalam menentukan kewajiban perpajakan BPHTB, karena kewenangannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Adapun pejabat yang berwenang itu adalah PPAT, Pejabat Lelang dan Pejabat Pertanahan.Pejabat tersebut diberi kewenangan untuk memeriksa sekaligus mengawasi apakah BPHTB terutang tersebut sudah dibayar oleh pihak yang memperoleh hak sebelum menandatangani dokumen yang bersangkutan.10

Pada umumnya yang diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Notaris, berkaitan dengan fungsinya sebagai Pejabat Umum yang berwenang menbuat akta otentik di bidang hukum. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 ditetapkan ada tiga macamPejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu:

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah

Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

2. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara

Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara adalah pejabat pemerintahan yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah.Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ini adalah Kepala Kecamatan.

3. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasioanal yang ditunjuk untuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah terntentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dan penunjukannya.11

10 Bastari M, Diktat Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Program Magister Kenotariatan USU, Medan, 2013, Hal 7.

11 Urip Santoso, Op.Cit, Hal 327-328

(25)

Pada Pasal 91 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa:

1. PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas dan/atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

2. Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

3. Kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran hak atas tanah dan/atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

Dari ketentuan diatas penandatanganan akta mewajibkan pejabat berwenang ikut serta dalam pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan BPHTB dan WP (wajib pajak).

PPATdan Kepala Kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara yang melanggar ketentuan penandatanganan akta dan risalah lelang (setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak), dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran. Yang terdapat pada Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Sedangkan pada ayat (3) Kepala Kantor bidang pertanahan yang melanggar ketentuan pendaftaran hak atas tanah dan/atau bangunan (setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan.

(26)

Ketentuan pada Peraturan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terkait sanksi administratif adalah berupa denda yang dikenakan terhadap PPAT, tidak ditentukan dengan jelas jenis sanksi tersebut termasuk juga dengan tatacara pembayaran/penagihan, kewenangan yang mengenakan sanksi, dan Perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh PPAT. Pajak BPHTB merupakan kewajiban dari pihak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan, bukan merupakan kewajiban dari PPAT, sebagaimana yang dicantumkan pada Pasal 1 angka 45 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah :

“wajib pajak adalah seorang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan perpajakan daerah”.

Pengenaan sanksi denda kepada PPAT yang melakukan pelanggaran atas pembuatan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut tentunya harus mempunyai dasar pengaturan yang jelas mengapa PPAT dikenakan sanksi denda tersebut. Berdasarkan uraian-uraian diatas, peneliti mengambil suatu penelitian lebih lanjut mengenai sanksi administratif terhadap PPAT atas kelalaian pengawasan pembayaran BPHTB, maka dilakukan penelitian yang berjudul Sanksi Administratif TerhadapPPAT Atas Kelalaian Pengawasan Pembayaran BPHTB Dalam Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

(27)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latarbelakang yang telah dijelaskan tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Sanksi administratif apa yang dikenakan terhadap PPAT yang melanggar ketentuan pada pasal 91 ayat (1) dan siapakah yang berwenang untuk memberikan sanksi pada pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ?

2. Bagaimana pemenuhan prinsip keadilan dalam pengenaan sanksi pada pasal 91 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ?

3. Apa upaya hukum untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi PPAT dalam pengenaan sanksi pada pasal 93 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sanksi administratif yang dikenakan terhadap PPAT yang melanggar ketentuan pada pasal 91 ayat (1) dan yang berwenang memberikan sanksi terdapat pada pasal 93 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah ?

(28)

2. Untuk mengetahui pemenuhan prinsip keadilan pada pengenaan sanksi pada pasal 91 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah ?

3. Untuk mengetahui upaya hukum untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi PPAT dalam pengenaan sanksi pada pasal 93 ayat (3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah ?

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan dari permasalahan-permasalahan diatas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis akan memberikan penjelasan dan menambah wawasan bagi PPAT khususnya apabila terjadi pengenaan sanksi administrasi pajak yang dijatuhkan.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi, PPAT, masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik perpustakaan pusat yang ada di sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Tinjauan Yuridis Upaya HukumPPAT Yang Dikenakan Sanksi Administrasi pajak Dalam Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

(29)

Namun ada penelitian yang menyangkut masalah aspek hukum peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh :

1. Judul Tesis “Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta PPAT” yang ditulis oleh Aldi Subhan Lubis, studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Tahun 2007, dengan perumusan masalahnya adalah :

a. Bagaimana peranan pejabat pembuat akta tanah dalam peralihan hak atas tanah dengan adanya kuasa mutlak?

b. Bagaimana tanggung jawab PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta PPAT?

c. Bagaimana akibat hukum terhadap akta PPAT yang dibuat oleh PPAT secara melawan hukum?

2. Judul Tesis “Perlindungan Hukum Bagi PPAT Yang Dikenakan Sanksi/Denda Atas Peralihan Hak Atas Tanah dan/Atau Bangunan Sebelum Wajib Pajak Membayar BPHTB : Studi di Kota Medan” yang ditulis oleh Fery Mensen Bangun, studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Tahun 2010.

Dengan perumusan masalah yaitu :

a. Apakah penerapan sanksi denda yang dikenakan terhadap PPAT atas penandatanganan akta peralihan hak atas tanah/atau bangunan sebelum wajib pajak membayar BPHTB merupakan sanksi pajak?

(30)

b. Apakah dasar pertimbangan serta kewenangan terhadap penerapan sanksi denda bagi PPAT atas penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum wajib pajak membayar BPHTB?

c. Bagaimana perlindungan hukum bagi PPAT yang dikenakan sanksi denda atas penandatanganan akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum wajib pajak membayar BPHTB?

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Teori hukum mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam penelitian tesis. Hal ini disebabkan karena disetiap penyusunan proposal penelitian laporan penelitian tesis selalu dicantumkan, dikaji dan dianalisis teori-teori yang akan diterapkan di dalam penelitian tersebut. Salah satu substansi didalam proposal laporan penelitian tesis yaitu adanya kerangka teori. Kerangka teori digunakan dalam menganalisis masalah-masalah yang menjadi fokus kajiannya, apakah hasil penelitiannya sesuai atau tidak dengan teori yang digunakannya dan/atau akan mengubah dan menyempurnakan teori yang digunakan atau diterapkannya tersebut.12 Menurut Muchyar yayah teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang mempelajari berbagai aspek teoritis maupun praktis dari hukum positif tertentu secara tersendiri dan dalam keseluruhannya secara interdisipliner, yang bertujuan memperoleh

12H.Salim.HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, Hal. 1

(31)

pengetahuan dan penjelasan yang lebih baik, lebih jelas, dan lebih mendasar mengenai hukum positif yang bersangkutan.13

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.14

Teori hukum mempunyai kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan memsistematisasikan masalah yang dibicarakan.15

Buku Achmad Ali yang berjudul Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologi semua teori keadilan adalah merupakan teori tentang tata cara untuk menyatukan kepentingan-kepentingan yang berbeda dari seluruh warga masyarakat.

Menurut Rawls bagaimanapun cara yang adil untuk mempersatukan kepentingan yang berbeda, adalah melalui keseimbangan kepentingan-kepentingan tersebut, tanpa memberikan perhatian istimewa terhadapa kepentingan itu sendiri. Adapun prinsip- prinsip keadilannya adalah prinsip-prinsip dimana orang yang rasional akan memilih jika ia belum tahu kedudukannya dalam masyarakat (berstatus tinggi atau rendah;

cerdas atau bodoh).Teori Rawls ini sering dikatakan “justice as fairness” (keadilan

13 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka, 2012, Hal 87

14 J.J.J. M. Wuisman, Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, FE UI, Jakarta, 1996, Hal. 203

15 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2000, Hal 253

(32)

sebagai kejujuran).Dan prinsip keadilan inilah nantinya yang kita pilih jika kita belum mengetahui status sosial kita.Ada dua prinsip dasar keadilan menurut Rawls yaitu:

1. Prinsip Kebebasan, menyatakan bahwa setup orang berhak mempunyai kebebasan yang terbesar asal ia tidak menyakiti orang lain. Menurut prinsip kebebasan ini, setiap orang harus diberi kebebasan memilih menjadi pejabat, kebebasan berbicara dan berpikir kebebasan, memiliki kekayaan, kebebasan dari penangkapan tanpa alas an dan sebagainya.

2. Prinsip ‘fair’, bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus menolong seluruh masyarakat dan para pejabat tinggi harus terbuka bagi semuanya.

Tegasnya ketidak samaan sosial dan ekonomi dianggap tidak adil kecuali jika ketidaksamaan ini menolong seluruh masyarakat.16

Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750, telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Adam Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri sendiri dari kerugian”(the end of justice is to secure from injury).

Keadilan adalah keharmonisan, dan keharmonisan adalah kedamaian.Teori etis merupakan salah satu tujuan hukum yang terdapat pada Grand Theory Achmad Ali, dimana tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan keadilan (justice). Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles, filsuf dari Yunani17

Menurut Aristoteles memandang kebenaran (theoria, kontenplasi) sebagai keutamaan hidup, dalam hal ini manusia dipandu oleh dua pemandu yakni akal (rasio, nalar) memandu pada pengenalan hal yang benar dan yang salah secara naluri murni,

16Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologi, Jakarta, Toko Gunung Agung, 2002, Hal 79-81

17 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), Jakarta, Kencana, 2012, Hal 213

(33)

serta memastikan mana barang materi yang dianggap baik bagi hidupnya. Jadi akal memiliki dua fungsi, yakni fungsi teoritis dan fungsi praktis.sedangkanmoral memandu manusia untuk memilih jalan tengah antara dua ekstrim yang berlawanan, termasuk dalam menentukan keadilan.Keadilan hukum identik dengan keadilan umum. Keadilan yang baik ditandai dengan hubungan yang satu dengan yang lain, sehingga tampak yang menjadi dasar dari teori Aristoteles yakni perasaan sosial-etis.

Ada tiga prinsip keadilan yang utama menurut Aristoteles yaitu hidup secara terhormat, tidak mengganggu orang lain dan memberikan kepada tiap orang bagiannya. Prinsip keadilan ini merupakan patokan dari apa yang benar dan tepat dalam hidup, karenanya mengikat semua orang baik itu masyarakat maupun penguasa.

Aristoteles mengatakan tanpa ada kecenderungan hati sosial-etis yang baik pada warga negara, maka tidak ada harapan untuk tercapai keadilan tertinggi dalam negara meskipun yang memerintahnya adalah orang-orang bijak dengan undang-undang mutu sekalipun.Karena hukum mengikat semua orang. Ada tiga jenis keadilan menurut Aristoteles yaitu:

a. Keadilan kesamaan, keadilan ini membagi dua prinsip antara lain prinsip numerik (semua orang sederajat didepan hukum), prinsip proporsional (member tiap orang apa yang menjadi haknya).

b. Keadilan korektif, merupakan standar umum untuk memperbaiki setiap akibat dari perbuatan, tanpa memandang siapa pelakunya.

c. Keadilan distributif, identik dengan keadilan atas dasar kesamaan proporsional.18

18 Bernard L. Tanya, Teori Hukum (Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi), Yogyakarta, Genta Publishing, 2010, Hal 45

(34)

Prinsip-prinsip itu adalah hukuman harus memperbaiki kejahatan, ganti rugi harus memperbaiki kerugian dan memulihkan keuntungan yang tidak sah. Ada dua peluang eksplanasi yang mungkin dapat kita ambil dari teori Aristoteles adalah:

1. Memberi peluang eksplanasi tentang kaitan antara mutu negara dengan perilaku taat hukum seorang warga. Atau dapat dikatakan, ketaatan seseorang pada hukum, ditentukan oleh keberhasilan negara menjadi guru moral.

2. Mengenai faktor akal dan moral dalam menentukan keadilan dibidang hukum.

Diarahkan kepada cara manusia menentukan apa yang benar, apa yang baik dan apa yang tepat.19

Adapun arti adil dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah : tidak berat sebelah (tidak memihak), sepatutnya tidak sewenang-wenang. Sedangkan kata keadilan mempunyai arti sifat (perbuatan, perlakuan, dan sebagainya) yang adil, misalnya mempertahankan hak dan keadilan, keadilan masyarakat, keadaan yang adil bagi kehidupan dalam masyarakat.20

Pengertian keadilan dalam hukum pajak adalah salah satu sendi keadilan dalam hukum pajak yaitu berlakusama kepada wajib pajak, yang tidak membedakan kewarganegaraan, baik itu pribumi maupun asing, dan tidak membedakan agama, aliran politik dan sebagainya.

Bila dihubungkan dengan penelitian ini, maka teori hukum tersebut berusaha untuk menganalisis Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

19Ibid, Hal 46

20 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hal 16.

(35)

Retribusi Daerah tepatnya khusus Pasal 91 ayat (1) dan (2) juga Pasal 93 ayat (1) dan (3) yang berbunyi : “ Pasal 91 ayat (1) dan (2) : ayat (1) : ‘pejabat pembuat akta tanah/notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak’. ayat (2) : kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/atau banguanan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak’, sedangkan Pasal 93 ayat (1) dan (3) : ayat (1) : ‘pejabat pembuat akta tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 91 ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 7.500.000,- (tujuh juta limaratus ribu rupiah) untuk setup pelanggaran. Ayat (2): ‘kepala kantor bidang pertanahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

Dalam hal ini yang terdapat Pasal 93 ayat 1 dan 3 tersebut yang dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran, yaitu hanya PPAT dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara sedangkan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dan Khusus tidak dicantumkan didalam Undang-Undang tersebut.

Didalam Undang-Undang Perpajakan semua aturan tersebut harus tertulis dalam hal ini dimana letak keadilan kepada PPAT dan pelayanan lelang negara jika PPAT sementara dan khusus tidak dituangkan dalam Undang-Undang tersebut.Pengenaan

(36)

denda sebesar denda sebesar Rp 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran itu tidak diketahui siapa sebenarnya yang memberikan sanksi tersebut.

Keadilan Aristoteles adalah perlakuan yang sama pada setiap orang. tentu dalam situasi yang sama. Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang samaterhadap semua orange lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.

Karena suatu perlakuan yang tidak sama selalu perlu dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya betul kecuali terdapat alasan- alasan khusus.21

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berpikir, daya pikir khususnya penalaran dan pertimbangan.22Sedangkan menurut Amiruddin Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut adalah dengan membuat definisi.

Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah dan definisi bertitik tolak pada referensi.23Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori

21 Abdul Rahman, Modul, Etika Profesi Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2012, Hal 5

22 Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Hal. 122.

23Amiruddin dan H.Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 47 - 48

(37)

dan observasi, antara abstraksi dan realitas.24 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional. Dalam rangka penulisan hukum ini, maka istilah-istilah berikut diartikan:

1. Upaya Hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif yang bersifat represif, baik yang tertulis yang tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

2. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.25

3. PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)

PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

24 Maria Singarimbun dan Sifian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3S: 1989, hal.

34.

25Jabatan Notaris (Perpaduan Naskah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014) di lengkapi dengan petunjuk, (Jakarta: Tatanusa) hal 3

(38)

4. BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.26

5. Sanksi Administrasif

Sanksi Administrasi adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif.

Administrasi adalah mengenai administrasi, segala sesuatu di dalam administrasi, hukuman-hukuman jabatan (tidak dipecat melainkan diturunkan pangkatnya, dikurangi masa kerjanya dan sebagainya).27

6. Akta

Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan di tandatangani pihak yang membuatnya.28 Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau atas Hak milik atas satuan rumah susun.29

7. Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan Hak Atas Tanah adalah suatu perbuatan hukum yang dikuatkan dengan akta otentik yang di perbuat oleh dan dihadapan pejabat pembuat akta tanah

26 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan teori dan praktek, Jakarta, Rajawali pers, 2002, hal 42

27Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pustaka Indonesia, hal 870

28 Pasal 1867 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

29 Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT

(39)

(PPAT) yang mengakibatkan peralihannya pemegang hak atas tanah kepada pihak lain.30

8. Surat Paksa

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian ilmiah pada hakekatnya merupakan operasionalisasi dan metode keilmuan, dengan demikian maka penguasaan metode ilmiah merupakan persyaratan untuk memahami jalan pikiran yang terdapat dalam langkah-langkah penelitian mencakup apa yang diteliti, bagaimana penelitian dilakukan serta untuk apa hasil penelitian digunakan.31 Metode menyangkut masalah kerja yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode ilmiah juga merupakan ekspresi mengenal cara bekerja pikiran, sedangkan berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan.32 Dengan demikian metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah dengan menggunakan metode:

30Muhammad Yamin dan AbdulRahim, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal 276

31 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: CV. Mandar Maju, 2008, hal. 15.

32 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal. 119.

(40)

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktrin yang mengacu kepada norma-norma hukum,33 yang terdapat perlindungan hukum maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,34 yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini.

Sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis, maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.35

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dibutuhkan, yaitu data primer dan data sekunder, yang akan diperoleh dari penelitian lapangan melalui wawancara dan penelitian kepustakaan yaitu dari bahan-bahan pustaka, yang akan diperoleh langsung melalui penelitian di kepustakaan .

33 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Semarang: PT. Ghalia Indonesia, 1996, hal.

13.

34 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 13.

35 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Bandung: Alumni, 1994, hal. 101.

(41)

Data sekunder dalam penelitian tesis ini diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu untuk memperoleh bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulkan data- data yang ada di kepustakaan atau bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer serta bahan hukum tertier dalam bidang hukum, antara lain:

a. Bahan hukum primer36

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah:

1. Undang-undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah daan Retribusi Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan PPAT 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan telah direvisi menjadi

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

b. Bahan hukum sekunder

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan Sanksi Administratif terhadap

36 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1990, hal. 53.

(42)

Atas KelalaianPPATdan Pengawasan Pembayaran BPHTB dalam Pembuatan Akta Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan.

c. Bahan hukum tertier

Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, internet dan makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan/dokumentasi.

Yaitu dengan menelaah bahan hukum kepustakaan yang terkait dengan permasalahan yang diajukan untuk meneliti lebih jauh, guna memperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan tanya jawab antara peneliti dengan informan untuk mendapatkan informasi. Untuk menambah dan melengkapi data sekunder yang diperoleh akan dilakukan wawancara dengan informan yang terdiri dari Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dikota Medan yang telah membuat akta yang berkaitan dengan Akta Peralihan Hak Atas Tanah.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif yaitu dengan melakukan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-

(43)

tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan dan asas-asas hukum yang terkait tentang permasalahan yang telah diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan kontruksi hukum dengan menarik kesimpulan dengan metode deduktif yakni berpikir dari yang umum menuju hal yang khusus dengan menggunakan perangkat normatif.Sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan dan tujuan peneliti yang ditetapkan.

(44)

BAB II

SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PPAT YANG MELANGGAR KETENTUAN PASAL 91 AYAT (1) DAN YANG BERWENANG

MEMBERIKAN SANKSI PADA PASAL 93 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

A. Sanksi Administrasi Secara Umum 1. Pengertian Hukum Administrasi Negara

Berbicara mengenai pengertian dari Hukum Administrasi Negara atau disebut juga dengan HAN, jika dibedah dalam arti kata perkata dimulai dari kata

“administrasi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berarti :

a. Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penerapan cara-cara penyelenggaraan pembinaan organisasi.

b. Usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan serta mencapai tujuan.

c. Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

d. Kegiatan kantor dan tata usaha.

Dalam pengertian sempit maka ‘administrasi’ adalah tata usaha.Padahal tata usaha merupakan sebagian dari kegiatan administrasi.

Pada dasarnya sangat sulit untuk dapat memberikan suatu definisi yang dapat diterima oleh semua pihak mengingat ilmu hukum administrasi negara sangat luas dan terus berkembang mengikuti arah penyelenggaraan suatu negara. Namun ketika mempelajari tentang hukum administrasi negara, maka kita akan banyak mengkaji

(45)

sekumpulan aturan yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan badan-badan dalam suatu negara.

Istilah “Hukum Administrasi Negara” dikenal dalam berbagai literatur dengan sebutan Hukum Tata Usaha Negara (HTUN), hukum tata pemerintahan, administratief recht, bestuursrecht (Belanda), administrative law (Inggris), dan Droit administratief (Prancis). Semua istilah tersebut memberikan makna sebagai

“seperangkat aturan hukum yang menyangkut hubungan hukum antara pemerintah dengan rakyat (individu/badan hukum perdata) berkenaan dengan penyelenggaraan urusan pemerintah”.37

E.Utrecht mengatakan bahwa yang dimaksud Hukum Admistrasi Negara adalah gabungan jabatan-jabatan yang berada dibawah pimpinan pemerintahan (presiden dibantu oleh menteri-menteri) melakukan sebagian pekerjaan pemerintahan, yang tidak ditugaskan kepada badan-badan pengadilan, badan-badan legislatif (pusat) dan badan-badan pemerintah dari persekutuan hukum lebih rendah dari pada Negara.

Menurut Prajudi Atmosudirdjo bahwa tidaklah ada perbedaan juridis prinsipil antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara. Menurut beliau, perbedaannya hanyalah terletak pada titik berat dari pembahasannya: dalam mempelajari hukum tata negara kita membat “focus” terhadap konstitusi Negara sebagai keseluruhan sedangkan dalam hukum administrasi Negara kita menitik beratkan perhatian kita secara khas kepada administrasi saja dari pada Negara.

Administrasi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam konstitusi Negara disamping legislatif, judikatif dan eksaminasi.Jadi dapat dikatakan hubungan antara hukum administrasi negara dan hukum tata negara adalah mirip dengan hubungan antara hukum dagang terhadap hukum perdata dimana hukum dagang meupakan suatu pengkhususan dari pada hukum perikatan dalam hukum perdata.Jadi hukum administrasi negara adalah sebagai suatu

37 Darda Syahrizal, Hukum Administrasi Negara dan Pengadilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta, Pustaka yustisia, 2012, Hal 8

(46)

pengkhususan atau spesialisasi dari pada hukum tata negara yakni bagian hukum mengenai administrasi dari pada Negara.38

Sedangkan Djokosutono memandang hukum administrasi negara sebagai hukum mengenai hubungan-hubungan antara jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat.Adapun ruang lingkup dari hukum administrasi negara yaitu sangat berkaitan erat dengan tugas dan wewenang lembaga negara baik itu dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, begitu juga antara lembaga negara (administrasi negara) dengan warga masyarakat (warga negara) serta jaminan perlindungan hukum kepada keduanya, yakni kepada warga masyarakat dan administrasi negara itu sendiri.

Menurut Prajudi Atmosudirdjo, ada enam ruang lingkup yang dipelajari HAN yaitu :39

a. Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrsi Negara;

b. Hukum tentang organisasi negara;

c. Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutama yang bersifat yuridis;

d. Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara terutama mengenai kepegawaian negara dan keuangan negara;

e. Hukum administrasi pemerintah daerah dan wilayah;

f. Hukum tentang peradilan administrasi Negara.

Menurut Kusumadi Pudjosewojo membagi bidang-bidang pokok hukum administrasi negara adalah hukum tata pemerintahan, hukum tata keuangan termasuk hukum pajak, hukum hubungan luar negeri dan hukum petahanan dan keamanan umum.

38 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1984, Hal 454

39Ibid, Hal 9-10

(47)

Jadi Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan adminstrasi negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu sendiri.Berdasarkan beberapa definisi tersebuttampak bahwa dalam hukum administrasi negara tergantung dua aspek yaitu:

1. aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya.

2. aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara alat perlengkapan administrasi negara dengan para warga negaranya.

Dengan demikian hukum administrasi negara adalah hukum dan peraturan- peraturan yang berkenaan dengan pemerintah yang dalam arti sempit administrasi negara, peraturan-peraturan tersebut dibentuk oleh lembaga legislatif untuk mengatur tindakan pemerintah dalam hubungannya dengan warga negara dan sebagian peraturan-peraturan itu dibentuk pula oleh administrasi negara.40

2. Sumber-sumber Administrasi

Sumber hukum administrasi negara merupakan segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa. Apabila aturan tersebut dilanggar, maka hal tersebut akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Dan ini juga bisa juga dikatakan sebagai faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap lahirnya hukum, atau faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal.Artinya dimana hukum itu dapat dicari atau hakim

40 Ridwan.HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Press Indonesia, 2002, Hal 28

(48)

dapat menemukan hukum, sehingga dasar putusannya dapat diketahui bahwa suatu peraturan tertentu mempunyai kekuatan mengikat atau berlaku.

Hukum administrasi negara mempunyai dua sumber hukum yaitu:

1. Sumber Hukum Materil

Sumber hukum Materil adalah segala sesuatu atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi isi hukum.Termasuk di dalamnya faktor historis, faktor sosiologis/antropologis, serta faktor filosofis.41

2. Sumber Hukum Formal

Sumber hukum formal yaitu berbagai bentuk aturan hukum yang ada, fakta ini dinamakan sumber hukum dalam arti formal, karena kita hanya memandang mengenai cara dan bentuk yang melahirkan hukum positif, tanpa mempersoalkan dari mana isi peraturan hukum itu. Sumber hukum formal diartikan juga sebagai tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum.adapun sumber hukum formalnya ialah peraturan perundang-undangan, praktek administrasi negara/

hukum tidak tertulis, yurisprudensi, dan doktrin.42

Menurut SF. Marbun dan Moh.Mahfud, doktrin atau pendapat para ahli dapat menjadi sumber hukum formal hukum administrasi negara, dikarenakan pendapat para ahli dapat melahirkan teori-teori dalam lapangan hukum administrasi negarayang kemudian dapat mendorong timbulnya kaidah-kaidah hukum administrasi negara.43 3. Sanksi Administrasi

41 Darda Syahrizal, Op, Cit, Hal 19

42 Ridwan.HR, Op.Cit, Hal 47

43Ibid, Hal 52

Referensi

Dokumen terkait

Beyf Bersaudara pada dasarnya masih bersifat manual, tidak adanya proses penilaian kinerja yang dilakukan, tidak sesuai dengan kenyataan dan melalui proses yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan asas itikad baik dan permasalahan-permasalahan yang timbul serta penyelesaiannya apabila terjadi wanprestasi dalam

Laporan Pemisahan dan Penentuan Kadar Asam lemak dari sabun ( online ).. Pembagian solut antara dua cairan yang tak saling campur memberikan banyak kemungkinan yang

Dengan harapan para konsumen dapat menilai lebih lanjut tentang produk yang ditawarkan atau setidaknya dapat menyimpan dalam memori otak atau dapat menciptakan Brand Image yang kuat

ELECTRONICS SOLUTION/TELESINDO - LT.2 (MALL DEPOK)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT.1 BLOK A (TERAS KOTA MALL)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT. 2 B2 (GRAND GALAXY PARK)_HHP

Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten atau berkemampuan sehingga kompetensi profesional guru dapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi (interaksi) mulsa dengan pupuk kandang ayam dapat meningkatkan kadar N, P, K tanah, memperbaiki pertumbuhan (tinggi tanaman,