HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. PABRIK ES SIANTAR KOTA
PEMATANGSIANTAR TAHUN 2018
SKRIPSI
Oleh
YUN PATRIOMI SIDABUTAR NIM. 141000347
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. PABRIK ES SIANTAR KOTA
PEMATANGSIANTAR TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
YUN PATRIOMI SIDABUTAR NIM. 141000347
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
i
ii Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal : 30 Januari 2019
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K.
Anggota : 1. Ir. Kalsum, M.Kes.
2. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes.
iii
Pernyataan Keaslian Skripsi
Saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja Bagian Produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Januari 2019
Yun Patriomi Sidabutar
iv Abstrak
Area produksi merupakan tempat dimana pekerja melakukan pekerjaannya. Area produksi juga merupakan sumber dari berbagai risiko kecelakaan kerja yang sewaktu-waktu dapat menimpa pekerja yang berada di area produksi. Untuk menanggulangi segala bahaya dan risiko ditempat kerja, maka perusahaan melakukan tindakan pencegahan kecelakaan kerja dengan menyediakan alat pelindung diri pada pekerja. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh pekerja demi melindungi dirinya dari potensi bahaya serta kecelakaan kerja yang kemungkinan dapat terjadi di tempat kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri pada pekerja bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar tahun 2018. Data dianalisis dengan menggunakan pendekatan cross sectional, untuk tujuan menganalisa hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan penggunaan alat pelindung diri. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian produksi soda limun sarsaparilla yang berjumlah 40 orang Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung dengan menggunakan kuesioner. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan pekerja dengan penggunaan APD (p = 0,904 > p = 0,05) dan ada hubungan sikap pekerja dengan penggunaan APD (p = 0,022 < p = 0,05) di unit kerja produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar tahun 2018. Disarankan kepada pihak perusahaan untuk lebih tegas dalam memberikan peringatan dan sanksi bagi pekerja yang tidak menggunakan APD, melaksanakan pengawasan, memberikan penghargaan bagi pekerja yang disiplin menggunakan APD, menambahkan media promosi seperti penempelan poster, dan memberikan penyuluhan secara berkala mengenai penggunaan APD.
Kata Kunci : Alat Pelindung Diri, Pengetahuan, Sikap
v Abstract
The production area is a place where workers do their jobs. The production area is also a source of various risks of workplace accidents which can happen to workers in the production area at any time. To overcome all hazards and risks in the workplace, the company takes action to prevent workplace accidents by providing personal protective equipment to workers. Personal protective equipment (PPE) is a device used by workers to protect themselves from potential hazards and workplace accidents that might occur in the workplace. This study aims to determine the relationship between knowledge and attitudes with the use of personal protective equipment for workers in the production unit of PT.
Pematangsiantar City Es Siantar Factory in 2018. Data were analyzed using a cross sectional approach, for the purpose of analyzing the relationship of knowledge and attitudes of workers with the use of personal protective equipment.
The population and sample in this study were all workers in the production section of sarsaparilla lemonade soda which amounted to 40 people. Data collection was done by interviews and direct observation using a questionnaire.
The results of the analysis showed that there was no relationship between knowledge of workers and the use of PPE (p = 0.904> p = 0.05) and there was a relationship between workers' attitudes and use of PPE (p = 0.022 <p = 0.05) in the production work unit of PT. Pematangsiantar City Es Siantar Factory in 2018.
It is recommended that the company be more assertive in providing warnings and sanctions for workers who do not use PPE, carry out supervision through field supervisors, give awards to disciplined workers using PPE, add promotional media such as posting posters on the importance use of PPE, and provide regular counseling on the use of PPE.
Keywords: Attitudes, Knowledge, Personal Protective Equipment
vi
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja Bagian Produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018”.
Selama mengerjakan skripsi ini penulis banyak mendapatkan motivasi, bimbingan, bantuan, serta dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes. selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. Ir. Kalsum, M.Kes. selaku Dosen Penguji I dan Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.
vii
6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.
8. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9. Pimpinan, Mandor, dan pegawai administrasi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam melakukan penelitian, serta para pekerja di unit kerja produksi yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian untuk penulisan skripsi ini.
10. Teristimewa untuk orang tua (J. Sidabutar dan K. Naiborhu) yang menjadi penyemangat dan selalu memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi, serta materil maupun spiritual yang tak henti-hentinya kepada penulis.
11. Terkhusus utuk saudara dan saudari (Febridi, Januasri, Indah), tante Nurita, keponakan Pandaoni dan Uli, yang telah memberi dukungan, motivasi, dan menjadi penyemangat penulis dalam menulis skripsi ini.
12. Benni Chandra Sihombing yang telah memberikan bantuan, dukungan, motivasi, dan menjadi penyemangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Sahabat Putri Marisa, Pasca Nainggolan, dan Ingwer Manik yang telah memberikan dukungan dan motivasi, kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
14. Teman-teman terdekat (Finolia, Widya, Hera, Mona, Gita, Intan) dan teman PBL Simpang Tiga Pekan (Tamik, Fina, Ratna) serta teman-teman seangkatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberi dukungan, saran, motivasi, dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Januari 2019
Yun Patriomi Sidabutar
ix Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv
Daftar Lampiran xv
Daftar Istilah xvi
Riwayat Hidup xvii
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Tujuan umum 6
Tujuan khusus 6
Manfaat Penelitian 7
Tinjauan Pustaka 8
Perilaku 8
Pengetahuan 9
Sikap 11
Alat Pelindung Diri 12
Pengertian alat pelindung diri 12
Tujuan dan manfaat alat pelindung diri 13
Kriteria dan karakteristik alat pelindung diri 14
Syarat-syarat alat pelindung diri 15
Fungsi dan jenis alat pelindung diri 16
Pengenalan alat pelindung diri pada pekerja 23
Masalah dalam penggunaan alat pelindung diri 24
Dasar hukum penggunaan alat pelindung diri 25
Alat pelindung diri di bagian produksi 26
Konsep Soda Limun Sarsaparilla 28
Bahan baku soda limun sarsaparilla 29
Proses pembuatan soda limun sarsaparilla 30
Landasan Teori 31
Kerangka Konsep 32
Hipotesis Penelitian 32
x
Metode Penelitian 33
Jenis Penelitian 33
Lokasi dan Waktu Penelitian 33
Populasi dan Sampel 34
Variabel dan Definisi Operasional 34
Metode Pengumpulan Data 35
Metode Pengukuran Data 35
Metode Analisis Data 37
Hasil Penelitian 39
Deskripsi Lokasi Penelitian 39
Sejarah PT. Pabrik Es Siantar 39
Letak PT. Pabrik Es Siantar 42
Visi PT. Pabrik Es Siantar 42
Misi PT. Pabrik Es Siantar 42
Tujuan PT. Pabrik Es Siantar 42
Struktur organisasi PT. Pabrik Es Siantar 42 Jumlah pekerja di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar 45 Waktu kerja di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar 45 Bidang-bidang di Bagian Produksi PT. Pabrik Es Siantar 45
Kepala bagian produksi 46
Mandor produksi 46
Bagian quality control 47
Bagian syrup room 48
Bagian washer/ pencuci botol 48
Bagian operator mesin 50
Bagian sortir botol 50
Proses Produksi Soda dan Limun Sarsaparilla 50
Proses masuk dan pembersihan botol 51
Proses pembuatan soda limun sarsaparilla 51
Proses pengisian soda limun sarsaparilla 52
Gambaran Hasil Penelitian 54
Kelompok umur 54
Jenis kelamin 55
Masa kerja 55
Tingkat pendidikan 56
Distribusi Pekerja Berdasarkan Pengetahuan, Sikap, Penggunaan Alat Pelindung Diri 56
Pengetahuan pekerja 56
Sikap pekerja 58
Penggunaan alat pelindung diri 61
Distribusi Pekerja Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap dengan
Penggunaan Alat Pelindung Diri 63
Hubungan pengetahuan pekerja dengan penggunaan alat
pelindung diri 63
Hubungan sikap pekerja dengan penggunaan alat pelindung diri 64
xi
Pembahasan 65
Hubungan pengetahuan pekerja dengan penggunaan alat pelindung
diri 65
Hubungan sikap pekerja dengan penggunaan alat pelindung diri 68
Keterbatasan penelitian 71
Kesimpulan dan Saran 72
Kesimpulan 72
Saran 73
Daftar Pustaka 74
Lampiran 77
xii Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Kelompok Umur di Bagian Produksi PT. Pabrik Es Siantar
Kota Pematangsiantar Tahun 2018 54
2 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Jenis Kelamin di Bagian Produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota
Pematangsiantar Tahun 2018 55
3 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Masa Kerja di Bagian Produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota
Pematangsiantar Tahun 2018 55
4 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Bagian Produksi PT. Pabrik Es Siantar
Kota Pematangsiantar Tahun 2018 56
5 Distribusi Jawaban Pengetahuan Pekerja Mengenai Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Produksi
PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018 56 6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pekerja di Bagian
Produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar
Tahun 2018 58
7 Distribusi Jawaban Sikap Pekerja Mengenai Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Produksi PT. Pabrik Es
Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018 58
8 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Sikap di Bagian Produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar
Tahun 2018 61
9 Distribusi Observasi Pekerja Mengenai Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Produksi PT. Pabrik Es
Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018 62
10 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Produksi PT. Pabrik Es
Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018 62
xiii
11 Hasil Uji Pearson Chi Square Pengetahuan Pekerja dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Produksi PT. Pabrik
Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018 63
12 Hasil Uji Pearson Chi Square Sikap Pekerja dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Produksi PT. Pabrik Es
Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018 64
xiv Gambar
No Judul Halaman
1 Kerangka konsep hubungan pengetahuan dan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri pada pekerja bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota
Pematangsiantar Tahun 2018 32
2 Struktur organisasi PT. Pabrik Es Siantar 44
3 Bagan proses produksi soda limun sarsaparilla 53
xv
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian 76
2 Surat Permohonan Izin Penelitian 81
3 Surat Keterangan Selesai Penelitian 82
4 Dokumentasi 83
5 Master Data 88
6 Output 94
xvi Daftar Istilah
APD Alat Pelindung Diri
Depkes Departemen Kesehatan
ILO International Labour Organization
K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kemenakertrans Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kemenkes Kementerian Kesehatan
OSHA Occupational Safety and Health Administration
PAK Penyakit Akibat Kerja
PERMENAKERTRANS Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
PT Perseroan Terbatas
SMK3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
UU Undang – Undang
WHO World Health Organization
xvii Riwayat Hidup
Penulis bernama Yun Patriomi Sidabutar berumur 22 tahun. Penulis lahir di Porsea, Sumatera Utara. Penulis beragama Kristen Protestan, anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak J. Sidabutar dan K. Naiborhu.
Pendidikan formal dimulai di TK Cinta Rakyat Pematangsiantar Tahun 2001. Pendidikan sekolah dasar di SD Swasta Methodist Pematangsiantar Tahun 2002-2007, sekolah menengah pertama di SMP Swasta Methodist Pematangsiantar Tahun 2008-2010, sekolah menengah atas di SMAN 3 Pematangsiantar Tahun 2011-2013, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, Januari 2019
Yun Patriomi Sidabutar
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Industrialisasi masyarakat di Indonesia semakin cepat, ditandai dengan banyaknya perusahaan dan tempat kerja yang beragam. Oleh sebab itu, penting bagi perusahaan untuk meningkatkan aktivitas produksi dan jumlah produk yang dihasilkan, dikarenakan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin maju dalam menghasilkan mesin-mesin produksi yang semakin modern. Perkembangan industri ini juga kemudian dapat menimbulkan masalah keselamatan dan kesehatan kerja diiringi dengan adanya macam-macam potensi dan risiko bahaya yang lebih besar, dimana penggunaan mesin dan alat-alat kerja yang digunakan dalam proses produksi semakin kompleks.
Adanya aktifitas manusia, mesin, dan bahan yang terlibat melalui tahapan proses produksi mempunyai risiko bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan tingkatan yang berbeda-beda karena adanya sumber-sumber bahaya yang berasal dari aktifitas di tempat kerja. Terdapat beberapa sumber bahaya di tempat kerja pada umumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa sumber bahaya tidak terlepas dari tempat kerja (Sahab, 1997). Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia 03/MEN/1998 kecelakaan kerja didefinisikan sebagai hal-hal yang terjadi di lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan cedera, barang yang rusak, mengganggu pekerjaan, dan daerah kerja yang tercemar.
Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO) Tahun 2013, setiap 15 detik terdapat 1 pekerja di dunia yang meninggal akibat kecelakaan kerja dan 160 pekerja sakit akibat kerja. Pada Tahun 2012, tercatat
angka kematian mencapai 2 juta kasus setiap tahun dikarenakan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (Kemenkes, 2014). Perusahaan harus memperhatikan dan mengkondisikan keselamatan kerja sebagai faktor penting di dunia kerja. Pekerja dapat merasa aman, nyaman, dan selamat saat bekerja di tempat kerja jika tercipta kondisi keselamatan kerja yang baik. Jika pekerja merasakan hal tersebut, maka akan tercapai hasil kerja yang lebih baik (Sucipto, 2014)
Terciptanya perlindungan dan keamanan terhadap pekerja, perusahaan, dan masyarakat dari resiko kecelakaan dan bahaya merupakan suatu usaha dan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Menurut Julian B. Olishifski (1985) dalam Santoso (2004), kecelakaan dapat dicegah dengan memperkecil atau mempersempit kejadian yang dapat membahayakan yang berasal dari cara kerja dan struktur mesin, memberikan alat untuk mengamankan, memberikan training mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, dan memberikan alat pelindung diri kepada pekerja. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan seperangkat alat yang digunakan pekerja untuk melindungi dirinya dari potensi bahaya dan kemungkinan kecelakaan kerja yang dapat terjadi di tempat kerja.
Area produksi merupakan tempat dimana pekerja melakukan pekerjaannya dan merupakan sumber dari berbagai risiko kecelakaan kerja yang sewaktu-waktu dapat menimpa pekerja yang berada di area produksi. Untuk menanggulangi segala bahaya dan risiko ditempat kerja, maka perusahaan menyediakan alat pengaman berupa APD pada pekerja yang bekerja di area produksi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Banyak sarana yang dapat digunakan untuk menghindari kecelakaan kerja, namun jika beberapa sarana yang ada sudah
dilakukan maka alternatif terakhir untuk menghindari bahaya-bahaya tersebut adalah dengan menggunakan alat pelindung diri (Alamsyah dan Muliawati, 2013).
Menurut Sari (2014) perlindungan dari kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat menimbulkan keparahan akibat dari kecelakaan kerja adalah dengan menggunakan APD secara baik dan benar, sehingga produktivitas pekerja maupun perusahaan dapat semakin berkembang dan meningkat. Namun kenyataannya, peraturan yang berlaku mengenai penggunaan APD banyak diabaikan oleh pekerja dikarenakan beberapa alasan, sehingga akan memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja yang lebih besar. Menurut Suma’mur (2014) ketidakpatuhan penggunaan alat pelindung diri sangat berpengaruh pada kejadian kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang akan menyebabkan 5 jenis kerugian yaitu barang yang rusak, organisasi yang kacau, timbulnya penyakit, kelainan sistem, cacat tubuh, dan kematian.
Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja maka pekerja harus menggunakan APD. Dengan berlakunya UU tersebut diharapkan penggunaan APD dapat berjalan seperti yang semestinya, namun ternyata tersedianya APD yang lengkap di suatu perusahaan belum menjamin semua pekerja akan menggunakannya, dikarenakan beberapa faktor yang menjadi pengaruh dalam alasan pekerja untuk tidak menggunakan APD. Menurut Lewrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012), terdapat faktor pendorong yang dapat menjadi pengaruh dalam penggunaan APD yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai–
nilai tradisi atau budaya.
Menurut penelitian Trisiani dkk (2012) mengenai hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku pekerja terhadap penggunaan APD di departemen engineering PT. Kertas Trimitra Mandiri Bojongsoang Bandung menunjukkan bahwa responden berpengetahuan kurang sebanyak (41,4%), responden bersikap negatif sebanyak (51,7%), responden tidak baik dalam penggunaan APD sebanyak (62,1%), sehingga terdapat hubungan pengetahuan dan perilaku pekerja juga antara sikap dengan perilaku pekerja terhadap penggunaan APD.
Menurut penelitian Saputro (2015) mengenai hubungan pengetahuan dan sikap dengan penggunaan APD pada pekerja di unit kerja produksi pengecoran logam CV. Manunggal Baja Sejahtera Dukuh Batur Kecamatan Ceper Klaten menunjukkan pengetahuan responden tidak baik (52,5%) dan sikap responden negative (55%) sehingga terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan penggunaan APD.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Liambo dkk (2017) mengenai faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD pada teknisi PT. PLN wilayah SULSELRABAR pembangkitan PLTD Wua-wua Kendari menunjukkan bahwa sikap dengan nilai p-Value = 0,049 menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD.
Berdasarkan penelitian Repi dkk (2015) tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan penggunaan APD pada pekerja di PT. Tropica Cocoprima Desa Lelema Kecamatan Tumpaan Minahasa Selatan menunjukkan pengetahuan APD yaitu baik (62,8%), sikap penggunaan APD yaitu baik (50%), tindakan penggunaan APD yaitu kurang baik (68,1%).
Pada bagian produksi di PT. Pabrik Es Siantar, terdapat proses pembuatan minuman soda limun sarsaparilla yang melibatkan mesin produksi dan lingkungan kerja yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
Berdasarkan survei pendahuluan di PT. Pabrik Es Siantar terdapat proses pengambilan, pencucian, dan pengecekan botol. Kemungkinan bahaya yang dapat terjadi adalah terkena panas dari mesin sterilisasi, tersayat tutup botol yang mempunyai sisi yang tajam, tergelincir dikarenakan lantai yang licin. Sedangkan pada proses pembuatan dan pengisian soda limun sarsaparilla terdapat suara yang bising, resiko bahaya yang kemungkinan terjadi adalah berkurangnya fungsi alat pendengaran, terjatuh, terpleset dan bahaya pecahan kaca di sekitar wilayah kerja.
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Pabrik Es Siantar sudah diterapkan mengikuti aturan yang dibuat oleh Kemenakertrans. Untuk menunjang penerapan K3 dan SMK3, perusahaan menyediakan fasilitas yang salah satunya adalah APD yang disesuaikan dengan kebutuhan pekerja.
Perusahaan sudah mewajibkan penggunaan dan menyediakan alat pelindung diri untuk menunjang penerapan K3 dan SMK3 berupa penutup telinga, sepatu keamanan, sarung tangan, masker, dan pakaian kerja. Diharapkan dengan adanya fasilitas APD yang disediakan oleh perusahaan, semua pekerja dapat menggunakan APD untuk meminimalisir penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
Namun pada fakta yang ditemukan penulis, terdapat pekerja yang tidak menggunakan APD di tempat kerja saat bekerja.
Berdasarkan uraian tersebut, mengingat pentingnya penggunaan APD saat bekerja di bagian produksi, maka penulis mengambil keputusan untuk mengambil judul penelitian “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018”.
Perumusan Masalah
Penelitian ini mempunyai rumusan masalah yaitu apakah terdapat hubungan pengetahuan dan sikap dengan penggunaan APD di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan penggunaan APD pada pekerja di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar 2018.
Tujuan khusus.
1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja mengenai penggunaan APD di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar 2018.
2. Untuk mengetahui sikap pekerja mengenai penggunaan APD di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar 2018.
3. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pekerja dengan penggunaan APD di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar 2018.
4. Untuk memgetahui hubungan sikap pekerja dengan penggunaan APD di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar 2018.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan dan informasi untuk bahan pertimbangan bagi pihak PT.
Pabrik Es Siantar dalam membina dan mengembangkan kualitas pekerja.
2. Sebagai bahan informasi bagi pekerja khususnya di bagian produksi mengenai manfaat dan kegunaan alat pelindung diri.
3. Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan melatih pikiran yang sistematis bagi peneliti dalam menganalisa dan memecahkan suatu masalah.
4. Sebagai bahan informasi penelitian sejenis dan bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
8
Tinjauan Pustaka
Perilaku
Perilaku merupakan segala sesuatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan makhluk hidup yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya yang disebut dengan perilaku manusia adalah tindakan atau kegiatan manusia itu sendiri, yang secara langsung dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012). Dalam artian luas, perilaku dapat diartikan sebagai segala sesuatu kelakuan atau pengalaman seseorang, sedangkan dalam artian sempit perilaku disebut sebagai respon dan reaksi seseorang yang dapat diamati secara umum atau objektif (Chaplin, 2005).
Benyamin Bloom (1974) dalam Notoatmodjo (2012) mengatakan kesehatan individu, kelompok, dan masyarakat sebagian besar dipengaruhi oleh perilaku. Notoatmodjo (2012) mengutip pendapat Skinner (1938), proses yang terjadi pada stimulus dengan organisme akan menghasilkan perilaku yang menimbulkan respons yang disebut dengan teori S-O-R (Stimulus – Organisme – Respon).
Berdasarkan bentuk respon yang menghasilkan stimulus pada perilaku dapat dibedakan menjadi dua bagian (Notoatmodjo, 2012) :
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku ini terjadi jika pada stimulus terdapat respons yang bentuknya terpendam atau tertutup (convert). Pihak luar masih belum dapat mengamati sikap yang timbul dari reaksi ini dikarenakan perilaku ini masih berbentuk perhatian, pendapat, pengetahuan atau kesadaran.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku ini terjadi jika respon sudah menunjukkan tindakan langsung yang nyata, sehingga pihak luar sudah dapat mengamati dan melihat dengan mudah. Karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang diamati sangat mempengaruhi dalam pemberian respon, yang akhirnya menjadi alasan mengapa perilaku manusia mempunyai kerumitan dan jangkauan yang sangat luas. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012) mengatakan bahwa perilaku terbagi menjadi tiga ranah yang dimodifikasi menjadi knowledge (pengetahuan), attitude (sikap), dan practise (tindakan).
Pengetahuan
Proses pembelajaran yang menggunakan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap kemudian menghasilkan pengetahuan. Dalam mengambil keputusan dan berperilaku, pengetahuan berperan untuk memberikan penguatan, sehingga individu akan mengadopsi perilaku baru dengan penuh kesadaran, keyakinan, dan didasari pengetahuan sehingga akan dapat bertahan lebih lama dan langgeng (Setiawati dan Dermawan, 2008).
Menurut Notoatmodjo (2012), pengindraan yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu objek akan menghasilkan pengetahuan. Pada pembentukan perilaku seseorang terdapat ranah yang sangat penting yaitu pengetahuan atau ranah kognitif yang mempunyai enam tahap yaitu :
1. Tahu (know)
Memikirkan kembali (recall) suatu substansi atau seluruh bahan dan rangsangan yang spesifik yang telah diterima dan dipelajari sebelumnya.
Kemampuan ini disebut tahu.
2. Memahami (comprehension)
Pemahaman yang dibutuhkan dalam menjelaskan dan menginterpretasikan secara baik dan benar mengenai materi sebuah objek yang dilihat dan telah dipelajari. Kemampuan ini disebut memahami.
3. Aplikasi (aplication)
Menggunakan dan mengaplikasikan materi berupa hukum-hukum, metode, prinsip dalam suatu konteks yang telah disimak pada keadaan atau konteks yang terjadi secara nyata. Kemampuan ini disebut aplikasi.
4. Analisis (analysis)
Suatu bahan atau substansi yang terdapat pada elemen-elemen yang terdapat di dalam satu wadah yang kemudian akan saling dijabarkan dan dikaitkan. Kemampuan ini disebut analisis.
5. Sintesis (synthesis)
Suatu bentuk keseluruhan yang baru kemudian disusun dan dihubungkan ke dalam bagian-bagian yang utuh. Kemampuan ini disebut sintesis.
6. Evaluasi (evaluation)
Suatu materi atau objek dinilai dan dilakukan justifikasi agar pengkajian dan pendalaman memiliki bukti dalam perilaku yang langgeng terdapat kesadaran akan pengetahuan. Kemampuan ini disebut evaluasi.
Rogers mengatakan bahwa terjadi proses di dalam diri individu sebelum mengaplikasikan perilaku baru yaitu sebagai berikut :
1) Awareness, stimulus disadari dan diketahui terlebih dahulu 2) Interes, menghasilkan ketertarikan pada stimulus.
3) Evaluation, menguji apakah stimulus baik atau tidak.
4) Trial, stimulus mempengaruhi subjek untuk melakukan sesuatu.
5) Adoption, stimulus sudah berperan agar subjek melakukan sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap.
Sikap
Salah satu penentu timbulnya perilaku adalah sikap, karena berhubungan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Timbulnya pengaruh atau reaksi seorang dengan yang lain, objek-objek, dan situasi-situasi disebabkan oleh adanya sikap yang dipelajari dan diorganisir sesuai dengan pengalaman (Winardi, 2004).
Menurut La Pierre dalam Azwar (2007) sikap merupakan suatu motif perilaku, kecenderungan atau kesiapan memberi tanggapan, alternatif untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Secara sederhana, sikap diartikan sebagai respons yang dikondisikan terhadap dorongan stimuli sosial.
Sikap masih belum berbentuk aktifitas, masih sebagai reaksi tertutup dan merupakan alternatif dari tindakan suatu perilaku. Kesiapan dan penghayatan subjek untuk bereaksi terhadap objek di suatu lingkungan merupakan bagian dari sikap (Notoatmodjo, 2012).
Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2012) menjabarkan sikap mempunyai 3 bagian utama yaitu :
1. Kepercayaan, gagasan, dan rancangan.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi.
3. Kemungkinan untuk bertindak.
Ketiga bagian itu serentak membentuk sikap yang utuh (total attitude) yang ditentukan oleh pengetahuan, akal, keyakinan, dan emosi. Tingkatan dari sikap yaitu sebagai berikut :
a. Menerima (reciving), mengarahkan stimulus yang diterima.
b. Merespon (responding), bereaksi pada stimulus yang diterima.
c. Menghargai (valuing), mengadakan diskusi mengenai suatu masalah.
d. Bertanggung Jawab (responsible), menerima resiko atas yang telah dipilih.
Sikap dapat diukur langsung dengan cara mengadakan pertanyaan mengenai pendapat atau menyatakan sesuatu mengenai objek yang diperhatikan.
Pengukuran tidak langsung dengan cara menanyakan pendapat responden terhadap pernyataan-pernyataan hipotesis melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2012).
Alat Pelindung Diri
Pengertian alat pelindung diri. Ketika mesin, praktik kerja dan kontrol administratif tidak layak atau perlindungan yang diberikan tidak maksimal, pihak perusahaan wajib menyediakan dan mengajarkan kegunaan APD kepada pekerja.
Paparan bahaya yang mungkin terjadi di tempat kerja dapat di minimalkan dengan menggunakan seperangkat alat yang disebut dengan alat pelindung diri. Contoh-
contoh APD mencakup barang-barang seperti sarung tangan, pelindung kaki dan mata, alat pelindung telinga (penutup telinga, sarung tangan), topi keras, respirator, dan pakaian tubuh lengkap (OSHA, 2004).
Alat pelindung diri merupakan seperangkat alat yang ditujukan pada seluruh atau sebagian tubuh agar digunakan dalam hal perlindungan dari paparan bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008). Secara teknis APD tidak sepenuhnya dapat memberi perlindungan pada tubuh, tetapi dapat meminimalisir tingkat keseriusan dari kecelakaan kerja yang mungkin dapat terjadi.
Tujuan dan manfaat alat pelindung diri. Untuk mengurangi resiko dan memberi perlindungan pada tubuh dari ancaman penyebab penyakit dan kecelakaan kerja, maka penggunaan alat pelindung diri mengambil bagian peranan penting. Hal ini bermanfaat untuk pekerja dan juga untuk perusahaan.
1) Manfaat bagi tenaga kerja yaitu;
a. Pekerjaan menghasilkan rasa aman dan mengurangi bahaya-bahaya kerja.
b. Kecelakaan akibat kerja dapat di minimalisir.
c. Derajat kesehatan dapat diperoleh sesuai hak dan martabat sehingga mampu bekerja secara dinamis dan produktif.
d. Meningkatkan hasil produksi seiring dengan produktifitas pekerja. Hal ini akan menambah keuntungan berupa naiknya gaji atau jaminan sosial pada kesejahteraan.
2) Manfaat bagi perusahaan yaitu:
a. Meningkatkan mutu dan jumlah produksi sehingga keuntungan yang diperoleh juga bertambah.
b. Dapat menghemat biaya pengobatan dan pemeliharaan kesehatan pekerja c. Tercapainya produktivitas dan efisiensi yang optimal dikarenakan absentisme
yang minimal. (Tarwaka, 2014).
Kriteria dan karakteristik alat pelindung diri. Menurut Tarwaka (2008) beberapa kriteria dalam memilih APD adalah :
1. Sesuai dengan potensi bahaya yang ada sehingga dapat memberikan perlindungan yang efektif pada pekerja.
2. Mempunyai bahan yang ringan agar nyaman dan tidak menimbulkan beban saat digunakan.
3. Bentuknya dibuat menarik agar pekerja nyaman memakainya.
4. Tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan pengguna.
5. Memiliki bentuk dan ukuran yang efisien dalam pemakaian.
6. Tidak menimbulkan gangguan pada indra dan kesehatan pengguna saat digunakan dalam jangka waktu panjang.
7. Tidak menimbulkan penurunan fungsi sensoris dalam menerima tanda-tanda peringatan.
8. Suku cadang mudah didapat.
9. Mudah disimpan dan dirawat.
10. Sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Karakteristik APD menurut Rijanto (2011) adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat menghilangkan bahaya pada sumbernya.
2. Alat pelindung diri harus diketahui kelemahannya, sehingga resiko bahaya yang timbul dapat dicegah terlebih dahulu.
3. Alat pelindung diri harus tepat guna dan harus selalu diawasi saat digunakan.
4. Pekerja harus sudah terlatih dalam menggunakannya.
Syarat-syarat alat pelindung diri. Menentukan APD yang teliti dan pas adalah persyaratan muthlak yang harus dilakukan. Pekerja dapat mengalami kecelakaan karena terpapar bahaya yang mungkin terjadi pada tempat dimana mereka bekerja. Dalam menentukan APD yang pas, perusahaan harus meninjau kemungkinan bahaya yang dapat terjadi, baik itu dapat dikendalikan atau dihilangkan, dan juga mampu memberi pemahaman mengenai cara kerja APD yang akan digunakan.
Menurut Rijanto (2010) ada beberapa syarat-syarat APD yang layak digunakan yaitu :
1. Nyaman dipakai.
2. Harus seringan mungkin sehingga tidak mengganggu kenyamanan pada saat digunakan.
3. Memberikan perlindungan terhadap bahaya yang kemungkinan dapat terjadi berdasarkan sumber bahaya dan tidak menimbulkan bahaya-bahaya lainnya.
4. Sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan dan suku cadang mudah didapat.
Anjuran ILO (1989) yang dikutip oleh Boediono (2003), terdapat dua hal penting yang harus dipenuhi semua jenis APD, yaitu:
1. Harus memberikan perlindungan terhadap apapun sifat bahaya yang kemungkinan dapat terjadi.
2. Harus awet saat digunakan dalam jangka waktu yang lama, agar meningkatkan rasa nyaman dan mobilitas yang maksimum.
Fungsi dan jenis alat pelindung diri. Menurut Tarwaka (2014) APD berfungsi untuk memberi perlindungan pada tubuh dari potensi resiko yang kemungkinan akan terjadi di tempat kerja saat melakukan pekerjaan. Beberapa macam APD yang digunakan pekerja berdasarkan pada fungsinya yaitu sebagai berikut :
1. Alat pelindung kepala (Headwear)
Saat mesin sedang hidup dan berputar, dapat memungkinkan terjadinya bahaya yang mengenai bagian kepala seperti rambut yang dapat terjerat. Bagian kepala juga dapat kemungkinan untuk terbentur, terpukul, dan kejatuhan benda tajam atau keras, serta kemungkinan banyaknya mikroorganisme yang dapat hinggap di kepala. Untuk itu diperlukan alat yang dapat melindungi daerah kepala. Terdapat beberapa jenis alat pelindung kepala antara lain :
a. Topi pelindung (Safety helmet)
Dalam memberi perlindungan dari benturan benda keras, maka pelindung kepala ini disesuaikan untuk itu. Topi pelindung harus tahan, tidak mudah terbakar, dan bersifat isolator listrik. Bahan dari topi ini dapat berupa plastik yang ringan, tahan panas dan benturan, serta bersifat isolator listrik.
Sedangkan bahan fiberglass dapat melindungi daerah kepala dari asam dan basa kuat. Anyaman penyangga terdapat pada bagian dalam topi pelindung untuk menyerap keringat dan mengatur sirkulasi udara.
b. Tutup kepala
Pada daerah kerja terdapat suhu yang ekstrim, api, dan korosi. Untuk itu diperlukan tutup kepala yang biasanya terbuat dari bahan asbestos, kulit dan kain yang tahan terhadap korosi dan air.
c. Topi (Hats / cap)
Saat mesin hidup dan berputar, penting untuk melindungi daerah kepala berupa rambut dari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi. Dalam memebri perlindungan itu, maka diperlukan pelindung kepala berupa topi yang umumnya terbuat dari kain katun.
2. Alat pelindung mata
Pada setiap tempat kerja pasti terdapat partikel-partikel kecil berupa debu dan gas/ uap serta bahan korosif lainnya yang memungkinkan mata akan terkena iritasi, juga terdapat radiasi gelombang elektromagnetik, serta kemungkinan terkena benturan atau pukulan benda keras. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada daerah mata maka diperlukan alat yang memebri perlindungan sebagai berikut :
a. Kacamata (spectacles)
Alat ini dapat memberi perlindungan pada daerah mata dari partikel- partikel kecil dan radiasi gelobang elektromagnetik.
b. Goggles
Alat ini dapat memebri perlindungan pada daerah mata dari partikel gas/
uap, debu, kemungkinan terkena percikan bahan kimia, dan radiasi gelombang elektromagnetik.
3. Alat pelindung telinga (ear protection)
Pada darah kerja akan terdapat suara-suara yang berintensitas tinggi yang dapat menurunkan fungsi pendengaran. Untuk itu diperlukan alat pelindung telinga dalam meminimalisir intensitas suara yang masuk. Alat pelindung telinga mempunyai beberapa jenis sebagai berikut :
a. Sumbat telinga (earplug)
Dalam mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga, alat ini dapat digunakan karena alat ini dapat meminimalisir suara hingga 20 dB.
Setiap manusia mempunyai ukuran dan bentuk telinga yang berbeda, sehingga dalam pemilihan alat pelindung telinga jenis ini diperlukan ketelitian. Alat pelindung telinga jenis ini dapat terbuat dari kapas atau spons yang hanya dapat digunakan dalam sekali pakai (disposable), sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan sintesis dapat digunakan hingga berulang kali.
b. Tutup telinga (earmuff)
Alat pelindung telinga ini dapat melindungi bagian luar pada telinga dari beturan atau percikan bahan kimia dan meminimalisir suara hingga 30 dB.
Alat ini berbentuk headband yang terdiri atas dua buah tutup yang isinya terdapat cairan atau busa yang berguna untuk menyerap suara yang
mempunyai intensitas dan frekuensi yang tinggi. Dalam penggunaan alat ini untuk jangka waktu panjang, akan menjadikan bantalan alat ini mengeras dan mengerut sehingga efektivitas nya akan menurun.
4. Alat pelindung pernafasan (respiratory protection)
Pada tempat kerja terdapat gas/uap, debu, dan udara yang sudah terkontaminasi racun dan korosi. Unuk itu diperlukan alat yang dapat memebri perlindungan pada daerah pernafasan. Dalam melakukan pemilihan alat ini dibutuhkan identifikasi terlebih dahulu terhadap kemungkinan bahaya atau takaran kontaminan yang terdapat di lingkungan kerja. Hal-hal yang perlu diketahui sebelum menggunakan alat ini yaitu:
a. Wujud dari kontaminan yang terdapat di udara apakah berupa gas/ uap, asap, debu, atau kombinasi dari beberapa bentuk tersebut.
b. Berapa kadar pencemaran yang ada di lingkungan kerja.
c. Berapa NAB yang diijinkan untuk setiap pencemaran yang terjadi.
d. Ketika terjadi iritasi pada pekerja maka ditinjau reaksi fisiologis dari penyebabnya.
e. Kadar oksigen yang terdapat di lingkungan kerja berdasarkan kecukupannya.
Terdapat beberapa jenis alat pelindung pernafasan yang umumnya digunakan yaitu sebagai berikut:
1) Masker
Lingkungan kerja terdapat partikel-partikel kecil yang tidak terlihat yang kemungkinan dapat mengganggu fungsi alat pernafasan, untuk itu diperlukan alat ini dalam meminimalkan paparan tersebut.
2) Respirator
Alat ini dapat memberi perlindungan dari terpaparnya saluran pernafasan terhadap debu, kabut, uap/ gas, dan gas berbahaya yang terdiri atas beberapa jenis yaitu antara lain :
a. Chemical Respirator
Respirator jenis ini berisi adsorban dan karbon arang aktif serta silica berbentuk gel yang berguna dalam memberi perlindungan terhadap kontaminasi gas/ uap dengan tingkat racun yang rendah. Khlor dan gas atau uap zat organik di adsorbs di tempat penyimpanan yang disebut canister.
b. Mechanical Filter Respirator
Dalam memberi perlindungan pada alat pernafasan diperlukan alat yang dapat menangkap partikel berupa filter. Filter pada alat ini terbuat dari fiberglass, wol, dan serat sintesis yang telah dilapisi dengan resin.
5. Alat pelindung tangan (hand protection)
Pekerja dalam melakukan pekerjaannya tidak lepas dari penggunaan tangan yang dapat mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti terpercik bahan kimia berbahaya, benda panas dan dingin, tersengat listrik, tertusuk atau
tersayat. Untuk itu diperlukan alat untun memberi perlindungan pada daerah tangan dari hal tersebut. Alat pelindung ini dapat terbuat dari karet untuk perlindungan terhadap sengatan listrik dan bahan kimia, dari bahan kulit untuk perlindungan terhadap benda tajam, dan bahan kain/ katun untuk perlindungan terhadap benda panas/ dingin. Dalam memilih alat pelindung tangan yang tepat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Mengetahui kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja.
b. Mengetahui daya tahan bahan alat pelindung sesuai dengan fungsinya.
c. Mengetahui kesesuaian terhadap objek yang dikerjakan.
d. Mengetahui bagian mana saja yang harus dilindungi.
1) Sarung tangan steril
Pada perlakuan bedah, alat pelindung tangan harus di sterilkan atau di disinfeksi dengan tingkatan yang tinggi agar tidak menjadi pencemar.
2) Sarung tangan rumah tangga (gloves)
Fungsi sarung tangan berdasarkan bahan-bahannya yaitu:
a. Untuk melindungi daerah tangan dari benda yang memiliki suhu panas dan dingin, maka menggunakan sarung tangan yang terbuat dari bahan asbes, kain/ katun, dan wool.
b. Dalam memberi perlindungan terhadap kemungkinan tersengat listrik maka menggunakan sarung tangan yang terbuat dari kulit.
c. Radiasi elektromagnetik juga dapat mengenai daerah tangan, untuk memberi perlindungan dari hal itu diperlukan sarung tangan yang telah diberi pelapis timbal (Pb)
d. Pentingnya memberi perlindungan pada daerah tangan dari kemungkinan terkena bahan kimia berbahaya, maka sarung tangan dengan bahan poli vinyl chlorida merupakan alat pelindung tangan yang sesuai dan juga berguna sebagai oksidator.
6. Alat pelindung kaki (feet protection)
Daerah kaki merupakan bagian penting dari tubuh yang harus diberikan perlindungan, dikarenakan daerah kaki paling rentan terkena benda keras/ tajam/
panas, larutan kimia, dan arus listrik. Dalam memberi perlindungan pada daerah kaki diperlukan alat pelindung kaki yang mempunyai beberapa jenis sebagai berikut :
a. Sepatu steril
Pada daerah kerja yang melakukan tindakan bedah, laboratorium, ICU, isolasi, dan otopsi diperlukan alat pelindung kaki khusus yang telah di sterilkan agar tidak terkontaminasi.
b. Sepatu kulit
Pada setiap tempat kerja terdapat kemungkinan bahaya dari benda keras dan berat, panas, dan lantai yang licin. Dalam melindungi daerah kaki dari hal tersebut maka alat pelindung yang sesuai terbuat dari bahan kulit.
c. Sepatu boot
Timbulnya dermatitis, adanya bahan kimia yang merusak, dan adanya arus listrik di tempat kerja dapat mengenai pekerja saat melakukan pekerjaannya. Untuk melindungi pekerja dari hal tersebut maka menggunakan sepatu khusus.
7. Pakaian pelindung (body protection)
Berdasarkan sumber bahaya seperti percikan api, suhu panas dan dingin, bahan kimia berbahaya diperlukan alat yang dapat memberi perlindungan pada bagian tubuh. Terdapat beberapa jenis pakaian pelindung berdasarkan bahannya antara lain :
a. Seragam kerja
Seragam kerja yang tahan terhadap panas yang bersifat isolasi terbuat dari wool, katun, asbes.
b. Celemek
Pakaian pelindung yang terbuat dari plastik atau karet yang tahan air dan dan bahan-bahan kimia.
c. Apron
Pakaian yang melindungi bagian tubuh dengan bahan timbal untuk menyerap radiasi.
8. Sabuk pengaman keselamatan (safety belt)
Terdapat pekerjaan yang dilakukan di ketinggian dan dapat mengakibatkan kemungkinan terjatuh, untuk itu diperlukan alat ini agar mengurangi potensi bahaya pada pekerja saat melakukan pekerjaannya.
Pengenalan alat pelindung diri pada pekerja. Begitu manajemen memutuskan untuk menggunakan APD, maka langkah-langkah berikut dapat dilakukan (Rijanto, 2011)
1. Buat kebijakan tertulis tentang pemakaian APD dan mensosialisasikan kepada pekerja dan tamu.
2. Pilih jenis APD yang sesuai.
3. Laksanakan suatu program pelatihan agar pekerja mengetahui cara pemakaian dan perawatan yang benar APD yang digunakannya.
4. Terapkan dan control penggunaan APD.
Manajemen harus memberikan pengarahan kepada pekerja mengenai:
a. Manfaat APD yang tersedia berdasarkan potensi bahaya di tempat kerja.
b. Bahaya potensial yang akan diterima jika tidak menggunakan APD.
c. Cara menggunakan dan merawat APD.
d. Pengawasan dan sanksi mengenai penggunaan APD.
e. Menghindari kerusakan dan menjaga mutu dengan memelihara APD dengan baik dan benar.
f. Agar bebas dari kontaminasi, APD harus disimpan dalam kondisi bersih di tempat yang telah tersedia.
Masalah dalam penggunaan alat pelindung diri. Menurut Santoso (2004), adapun yang menjadi masalah dalam penggunaan APD yaitu :
1) Pekerja enggan menggunakan dengan alasan a. Belum menyadari dan mengerti fungsi APD.
b. Merasa panas, berat, dan sesak saat dipakai sehingga dapat mengganggu pekerjaan.
c. Tidak menarik untuk dipakai dan dipandang.
d. Bahannya tidak sesuai.
e. Tidak diberikan sanksi.
f. Melihat atasan tidak memakai
1) Perusahaan tidak menyediakan dengan alasan
a. Tidak mengerti bahkan pura-pura tidak mengerti fungsi penggunaan APD.
b. Sia-sia karena pekerja tetap tidak mau memakai.
c. Bahan tidak sesuai dengan bahaya yang akan ditimbulkan.
d. Karena alat tersebut mahal maka perusahaan memilih yang murah dengan menyampingkan kualitas.
Menurut Suma’mur (2014) beberapa hal yang penting untuk diperhatikan saat menggunakan APD adalah :
1. Mutu harus diuji terlebih dahulu sebelum dipasarkan, apakah sudah memenuhi standar atau belum, agar memenuhi jaminan alat tersebut sesuai dalam penggunaannya sebagai alat pelindung.
2. Kesesuaian APD dengan pekerja itu sendiri dan berdasarkan kemungkinan bahaya yang terdapat pada tempat kerja, agar dapat memberikan perlindungan yang maksimal.
3. Ukuran harus tepat berdasarkan para pekerja sehingga tidak menimbulkan gangguan pada saat digunakan di tempat kerja.
4. Agar memberikan manfaat yang maksimal dan sesuai, maka alat harus digunakan dengan baik dan benar.
Dasar hukum penggunaan alat pelindung diri. Pentingnya menggunakan APD harus menjadi kewajiban bagi setiap orang yang berada di tempat kerja. Hal ini sesuai dengan UU No.1 Tahun 1970 mengenai keselamatan kerja yang berisi :
a. Pasal 3 ayat 1 butir f, menyatakan syarat-syarat pemberian APD.
b. Pasal 9 ayat 1 butir c, menyatakan pengurus wajib menjelaskan pada pekerja tentang hal-hal yang berkenaan dengan APD.
c. Pasal 12 butir b, menyatakan kewajiban dan hak pekerja untuk menggunakan APD.
d. Pasal 14 butir c, menyatakan kewajiban pengurus untuk menyediakan APD dalam usaha pencegahan penyakit akibat kerja.
Kewajiban pekerja dalam menggunakan APD juga terdapat pada PERMENAKERTRANS No.01 Tahun 1981 dalam pasal 5 ayat 2 mengenai wajibnya melapor penyakit akibat kerja sebagai usaha dalam mencegah penyakit akibat kerja. Penggunaan APD juga diatur dalam PERMENAKERTRANS No. 08 Tahun 2010 mengenai APD yang berisi :
a. Pasal 2 ayat 1, menyatakan APD diwajibkan untuk disediakan oleh pengusaha bagi pekerja yang ada di tempat kerja.
b. Pasal 3 ayat 1, menyatakan lingkup APD merupakan pelindung kepala, mata dan wajah, telinga, pernafasan, tangan, dan kaki.
c. Pasal 5, menyatakan pengusaha diwajibkan untuk memasang rambu-rambu mengenai penggunaan APD di tempat kerja dalam bentuk tertulis.
d. Pasal 6 ayat 1, menyatakan APD wajib digunakan dan dipakai oleh setiap orang yang masuk ke wilayah kerja.
Alat pelindung diri di bagian produksi. Kesesuaian APD yang disediakan merupakan hal utama dalam memastikan keselamatan di tempat kerja.
Namun, agar peralatan mampu berfungsi sesuai dengan tujuannya, perlu dipastikan ukuran yang tepat untuk setiap pekerja. Selain itu, para pekerja harus
mengetahui tujuan dan cara penggunaan yang tepat dari setiap peralatan yang berbeda. Mereka juga harus mampu dilatih dalam penggunaan peralatan yang tepat dalam situasi yang berbeda. Kerja sama antara pengusaha dan pekerja dalam penyediaan peralatan yang sesuai dan memastikan bahwa penggunaannya tepat adalah bagian penting untuk mengurangi tingkat kecelakaan dalam industri makanan dan minuman.
Berdasarkan Program Kegiatan Sektoral (Sectoral Activities Programme) Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Makanan dan Minuman oleh Tomoda (1993) beberapa jenis alat pelindung diri adalah :
1. Penyumbat telinga (ear plugs), untuk melindungi telinga terhadap kebisingan atau tekanan dari mesin.
2. Masker, untuk melindungi pernafasan dari : - kontaminasi paparan udara.
- kejadian gangguan pernapasan di antara pekerja.
- kontak langsung dengan agen penyebab, juga dapat meminimalkan risiko mengembangkan dermatitis dan bentuk-bentuk alergi lainnya.
3. Sarung tangan rumah tangga (gloves), untuk melindungi tangan dari:
a. kontak langsung dengan agen penyebab, meminimalkan risiko perkembangan dermatitis dan bentuk-bentuk alergi lainnya.
b. luka karena sayatan, dimana para pekerja sering terpapar dengan pecahan botol kaca.
c. risiko luka bakar yang melibatkan penggunaan panas.
4. Sepatu boot bersol tebal dan anti slip, untuk melindungi kaki dari :
a. luka karena sayatan, dimana para pekerja sering terpapar dengan pecahan botol kaca.
b. risiko luka bakar yang melibatkan penggunaan panas.
c. kemungkinan tergelincir.
5. Celemek atau pakaian kerja, untuk melindungi badan dari : a. risiko luka bakar yang melibatkan penggunaan panas.
b. kontak langsung dengan agen penyebab, meminimalkan risiko perkembangan dermatitis dan bentuk-bentuk alergi lainnya.
Konsep Soda Limun Sarsaparilla
Minuman yang tidak mengandung alcohol tetapi mengandung bahan alami ataupun sintesis, yang dibuat sedemikian rupa agar siap konsumsi disebut dengan minuman ringan. Minuman ringan dikenal dengan dua jenis, antara lain dengan karbonasi dan non-karbonasi. Minuman dengan karbonasi yaitu minuman yang ditambahkan CO² yang kemudian disebut sebagai air soda. Pada Tahun 1770-an, seorang ilmuwan Inggris bernama Joseph Priestley, menemukan soda ketika air destilasi dicampurkan dengan karbondioksida (CO2). Luasnya pengenalan soda dimulai saat seorang ilmuwan Inggris lainnya yang bernama John Mervin Nooth, menyempurnakan penemuan Joseph Priestly dan menjualnya sebagai obat.
Komponen yang paling penting dalam membuat air soda adalah air dan gas karbondioksida. Gas karbondioksida merupakan satu-satunya yang paling cocok terhadap timbulnya efek extra sparkle. Rasa asam oleh CO2 saat larut menjadikan pH di dalam air tersebut menurun diperkirakan 3,2 – 3.7 sehingga
dapat bertahan dalam cairan pada suhhu ruang. Asam karbonat terbentuk dalam karbondioksida bila air diinjeksi dengan tekanan tinggi, sehingga disebut minuman berkarbonasi (carbonated beverages). Air soda kemudian berkembang dengan dicampurkannya beberapa bahan perasa termasuk rasa sarsaparilla.
Minuman limun sarsaparilla adalah minuman yang dihasilkan dari tanaman Sarsaparilla yang dalam bahasa Latinnya dinamakan smilax aristolochiaetolia yang akarnya digunakan untuk tujuan pengobatan dalam bentuk minuman dengan rasa pedas manis dan aroma yang khas, tanaman ini tumbuh di beberapa negara seperti Jamaika, Meksiko, Honduras dan India. Sarsaparilla mengandung sejumlah saponin steroid, mineral, dan quercetin yang merupakan bahan bersifat antioksidan untuk memberi perlindungan pada tubuh dari radikal bebas.
Bahan baku soda limun sarsaparilla. Bahan baku merupakan komposisi yang kemudian menjadi pembentuk dari bagian integral suatu produk yang akan digunakan dalam suatu proses produksi. Proses produksi minuman soda di PT.
Pabrik Es Siantar menggunakan bebrapa bahan baku sebagai berikut :
1. Dalam meminimkan biaya, perusahaan memiliki sumber mata air sendiri yang terdapat di wilayah perusahaan, sehingga air pada proses produksi dapat diperoleh secara langsung sebagai bahan baku maupun pembangkit listrik.
2. Secara keseluruhan untuk delapan minuman bahan baku di peroleh dari IFF (International Flavor & Fragrance) Eropa dalam bentuk essence sarsaparilla, nanas/ananas dari Narden Jakarta, dan pepsi cola dari Amerika. Karena sangat bergantung pada bahan baku dari daerah tersebut, maka perusahaan membutuhkan tenaga lebih untuk mengolah bahan baku tersebut.
3. Agar rasa yang dihasilkan lebih enak, maka digunakan gula murni yang diperoleh dari PT. Indolampung Perkasa. Pengawet pada produk diberikan gas CO2 cair yang didapatkan dari distributor PT. Andalas Jaya Perkasa.
Proses pembuatan soda limun sarsaparilla. Tahapan pembuatan soda limun sarsaparilla di PT. Pabrik Es Siantar adalah sebagai berikut :
1. Sebelum memulai kegiatan produksi, harus melakukan persiapan proses produksi selama 2 jam. Hal-hal yang dilakukan dalam aktifitas produksi ini adalah :
c. Menyiapkan tabung sirup agar sirup dapat di transfer ke mesin trimec.
d. Menyiram mesin filler menggunakan air panas agar mesin bersih.
e. Menghidupkan boiler agar uap panas dapat di transfer ke mesin washer.
2. Pengendalian kualitas botol sebelum digunakan dengan mencuci menggunakan mesin washer dan mengeliminasi botol yang cacat retak atau tidak agar penggunaannya memadai.
3. Air sebanyak 600 liter dicampur dengan gula lalu dimasak dengan suhu 100ºC sampai larut, kemudian disaring sebanyak 2 kali dengan mesin filter Carlson.
Gula yang telah larut dengan bersih tersebut kemudian di transfer ke tabung sirup dengan mencampur ekstrak sarsaparilla, asam sitrat, dan pewarna alami bersama larutan 600 liter air. Saat dipastikan semuanya telah larut, kemudian di transfer ke mesin trimec yang mencampur 270 liter air dengan gas CO2 cair yang diaduk selama beberapa menit, lalu sirup diisi ke dalam botol dengan menggunakan mesin filler.
4. Pengambilan sampel untuk dilakukan tes laboratorium dalam upaya mengendalikan produk akhir yang berkualitas pada meja yang telah tersedia, kemudian saat kualitas dan kelayakan produk telah dinyatakan lulus uji, maka diberikan tanggal kadaluarsa pada botol minuman.
5. Agar siap untuk dipasarkan, maka dilakukan pengepakan yang setiap krat nya berisi 24 botol.
Landasan Teori
Pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuaman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo 2012).
Sikap. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek tertentu. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Notoatmodjo, 2012)
Alat pelindung diri. Alat pelindung diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2014).
Kerangka Konsep
Variabel bebas (indepeden) Variabel terikat (dependen)
Gambar 1. Kerangka konsep hubungan pengetahuan dan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri pada pekerja bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018.
Hipotesis Penelitian
Ha: Terdapat hubungan pengetahuan dan sikap dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018.
Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Pengetahuan
Sikap
33
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik, yaitu penelitian yang memusatkan perhatian kepada masalah-masaah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya (Sugiyono 2007), dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian dimana cara pengukuran variabel bebas dan variabel terikat dalam waktu yang bersamaan untuk menganalisa hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan penggunaan alat pelindung diri di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar kota Pematangsiantar Tahun 2018.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di bagian produksi PT.
Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar dengan alasan:
1. Masih terdapat tenaga kerja yang tidak memakai Alat Pelindung Diri ketika bekerja.
2. Belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan penggunaan alat pelindung diri di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018.
3. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak perusahaan untuk melakukan penelitian.
Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – November 2018.
Populasi dan Sampel
Populasi. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian produksi PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar Tahun 2018, berjumlah 40 orang di bagian produksi soda limun sarsaparilla.
Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari jumlah populasi pada pekerja di bagian produksi soda limun sarsaparilla PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar, yaitu sebanyak 40 orang.
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat. Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan (Sugiyono, 2010)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah penggunaan alat pelindung diri.
Definisi operasional.
1. Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui oleh responden mengenai alat pelindung diri, seperti: pengertian, kegunaan, akibat bila tidak menggunakannya, kapan harus menggunakan, jenis-jenisnya, tujuan penggunaan, syarat-syarat, dan bagaimana pemilihan yang tepat dari masing- masing alat
2. Sikap adalah pernyataan kepercayaan responden untuk menggunakan alat pelindung diri di bagian produksi.
3. Penggunaan alat pelindung diri adalah penggunaan alat pelindung diri yang disediakan oleh perusahaan berupa ear plugs, safety boots, sarung tangan, masker, topi, dan pakaian kerja saat bekerja di bagian produksi.
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dan observasi dengan menggunakan kusioner yang diadopsi dan dimodifikasi oleh penulis.
Data sekunder. Data sekunder diperoleh dari PT. Pabrik Es Siantar Kota Pematangsiantar
Metode Pengukuran Data
Pengetahuan. Pengetahuan responden diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tersedia pada kuesioner dengan menggunakan skala Guttman yaitu multiple choice. Pertanyaan tentang pengetahuan berjumlah 10 dengan total skor 10. Adapun ketentuan pemberian skor yaitu “benar” diberi skor 1 dan “salah” diberi skor 0. Menurut Arikunto yang dikutip oleh Wawan dan Dewi (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala sebagai berikut:
a. Tingkat pengetahuan dikatakan baik jika pekerja mampu menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan benar sebesar 76% 100% yaitu dengan skor 8 10
b. Tingkat pengetahuan dikatakan cukup jika pekerja mampu menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan benar sebesar 56% 75% yaitu dengan skor 6 7
c. Tingkat pengetahuan dikatakan kurang jika pekerja mampu menjawab pertanyaan pada kuesioner dengan benar sebesar <56% yaitu dengan skor <6
Sikap. Pengukuran sikap dengan menggunakan skala Likert, dimana kuantifikasi ini dilakukan dengan mencatat penguatan respon :
a. Untuk pernyataan kepercayaan positif (kuesioner nomor 11, 14, 15, 17, 20) jika jawaban “sangat setuju” diberi skor 5, “setuju” diberi skor 4, “kurang setuju” diberi skor 3, “tidak setuju” diberi skor 2, dan “sangat tidak setuju”
diberi skor 1.
b. Untuk pernyataan kepercayaan negatif (kuesioner nomor 12, 13, 16, 18, 19) jika jawaban “sangat setuju” diberi skor 1, “setuju” diberi skor 2, “kurang setuju” diberi skor 3, “tidak setuju” diberi skor 4, dan “sangat tidak setuju”
diberi skor 5.
Sehingga didapatkan jumlah nilai maksimal yag dapat diperoleh dari penilaian sikap pekerja ialah sebanyak 5x10=50
Berdasarkan jawaban tersebut, sikap pekerja kemudian dapat dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2006) :
a. Sikap dikatakan baik jika pekerja mampu menjawab pernyataan pada kuesioner sebesar 76% 100% yaitu dengan skor 38 – 50
b. Sikap dikatakan cukup jika pekerja mampu menjawab pernyataan pada kuesioner sebesar 56% 75% yaitu dengan skor 28 – 37
c. Sikap dikatakan kurang jika pekerja mampu menjawab pernyataan pada kuesioner sebesar 56% yaitu dengan skor 28