• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN HUBUNGAN MASA KERJA, PENGETAHUAN, KEBIASAAN MEROKOK, DAN PENGGUNAAN MASKER DENGAN GEJALA PENYAKIT ISPA PADA PEKERJA PABRIK BATU BATA MANGGIS GANTIANG BUKITTINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN HUBUNGAN MASA KERJA, PENGETAHUAN, KEBIASAAN MEROKOK, DAN PENGGUNAAN MASKER DENGAN GEJALA PENYAKIT ISPA PADA PEKERJA PABRIK BATU BATA MANGGIS GANTIANG BUKITTINGGI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN HUBUNGAN MASA KERJA, PENGETAHUAN, KEBIASAAN MEROKOK, DAN PENGGUNAAN MASKER DENGAN GEJALA PENYAKIT ISPA PADA

PEKERJA PABRIK BATU BATA MANGGIS GANTIANG BUKITTINGGI

Billy Harnaldo Putra1) , Rifka Afriani 2)

1,2 Prodi Kesehatan Masyarakat, STIKes Fort De Kock, Bukittinggi e-Mail: billyharnaldoputra@fdk.ac.id

Abstrak

Kajian terhadap bakaran aktivitas pabrik batu bata Manggis Gantiang Bukittinggi telah diketahui memiliki kadar partikulat PM10 yang diatas ambang batas ISPU dengan kategori berbahaya (Putra, et.al, 2016). Hal ini dapat menyebabkan gejala infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada pekerja di pabrik batu bata tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor masa kerja, pengetahuan, kebiasaan merokok, dan penggunaan masker terhadap gejala ISPA pada pekerja batu bata di Kelurahan Manggis Gantiang, Bukittinggi. Hubungan ini dilihat dengan pendekatan desain cross sectional dan analisis chi-square. Deteksi penyakit ISPA dilakukan penggukuran dengan menggunakan peak flow meter dan kuisioner gejala ISPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 46 responden pekerja pabrik batu bata dengan pengecekan peek flow meter diketahui 35 orang (76.08%) yang memiliki gejala berat sementara dengan penilaian kuisioner terdapat 27 orang (58.7%), yang memiliki pengetahuan rendah tentang dampak bakaran sebanyak 24 orang (52.2%), yang menggunakan masker saat bekerja sebanyak 26 orang (56.5%), yang sudah lama bekerja 27 orang (58.7%), dan yang memiliki kebiasaan merokok 36 orang (78.3%). Hasil uji statistik hubungan gejala ISPA dengan pengetahuan memiliki nilai p=0.041, OR=4.333 (CI= 1.235- 15.206), terhadap penggunaan masker dengan p=0.002, OR= 9.800 (CI=2.500 – 38.411), terhadap masa kerja dengan p=0.026, OR= 0.204 (CI= 0.057 – 0.726), dan terhadap merokok dengan p=0.031, OR= 9.000 (CI= 1.031–78.574). Dari kajian ini, diketahui bahwa Pengetahuan, Penggunaan Masker, Masa Kerja dan Merokok berhubungan dengan gejala ISPA pada pekerja pabrik batu bata dengan tingkat hubungan yang tertinggi pada variabel penggunaan masker oleh pekerja. Sehingga, dapat dikatakan perlunya perlindungan diri dari para pekerja terhadap dampak dari aktivitas pabrik batu bata terhadap kesehatan sistem pernafasan.

Kata kunci: Bakaran aktivitas Pabrik Batu Bata, Gejala ISPA, Masa Kerja, Kebiasaan Merokok, Pengetahuan, Penggunaan Masker

Abstract

(2)

kiln workers (78.3%) who have a smoking habit. Statistical results shows that there is a

relationship between URI’s symptoms and knowledge of URI (p=0.041, OR=4.333 (CI=

1.235- 15.206), towards using of mask p=0.002, OR= 9.800 (CI=2.500 – 38.411), towards working duration p=0.031, OR= 9.000 (CI= 1.031–78.574). Therefore, there is a relationship between working duration, knowledge of URI, smoking habit, and using of mask towards URI’s symptoms to brick kiln workers in Manggis Gantiang Urban Village, Bukittinggi, Indonesia. It is important to enhance workforce-safety and workforce-protection in the brick kiln factory in order to promote respiratory health for brick kiln workers.

Keywords: brick kiln factory, URI’s symptoms, working duration, knowledge of URI, smoking habit, using of mask

PENDAHULUAN

Kajian terhadap bakaran aktivitas pabrik batu bata Manggis Gantiang Bukittinggi telah diketahui memiliki kadar partikulat PM10 yang diatas ambang batas ISPU

dengan kategori berbahaya (Putra, et.al, 2016). Hal ini dapat menyebabkan gejala infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada masyarakat di lingkungan pabrik batu bata khususnya para pekerja. Prevalensi penyakit ISPA di Indonesia sebanyak 25% sementara di Sumatera Barat mencapai 25,7% (Riskesdas, 2013). Sementara, untuk data kasus ISPA di Kota Bukittinggi bersifat fluktuatif dan cenderung mengalami peningkatan dimana tahun 2012 berjumlah 35.206 kasus, tahun 2013 menurun 22.778 kasus, dan tahun 2014 kembali meningkat hingga 27.789 kasus. ISPA selalu menempati peringkat pertama dari sepuluh penyakit terbanyak di Bukittinggi pada tahun 2012 hingga 2014 (DinKes Kota Bukittinggi, 2014). Data kasus ISPA di Kelurahan Manggis Gantiang pada tahun 2014 sebanyak 337 kasus dan pada tahun 2015 sebanyak 309 kasus (Puskesmas Mandiangin, 2015). Oleh dasar itu, kasus ISPA di Kota Bukittinggi masih menjadi perhatian penting yang perlu dicarikan solusinya. Banyak faktor yang mempengaruhi kecendrungan peningkatan kasus ISPA tersebut di Kota Bukittinggi. Namun, pengkajian mengenai faktor penyebab tingginya kasus ISPA di Kota Bukittinggi ini belum banyak diketahui dan perlu diteliti lebih lanjut. Pekerja batu bata

bekerja pada setiap hari, dengan rata-rata waktu kerja ±8 jam perharinya. Dalam seharinya satu pekerja mampu menghasilkan ±2000 buah batu bata. Pada tahap pembakaran batu bata yang memerlukan waktu 2-4 hari pekerja harus selalu menunggu ditempat tersebut, dan dari pembakaran tersebut menimbulkan asap sehingga pekerja sering mengeluhkan sesak nafas dan pedih di mata. Saat pembakaran pekerja juga tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) masker. Sehingga risiko keluhan gangguan saluran pernafasan pada pekerja batu bata sangat tinggi. Selain itu juga, risiko gangguan saluran pernafasan tidak hanya disebabkan oleh konsentrasi debu yang tinggi saja, melainkan juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat pada individu pekerja seperti usia lama kerja, masa kerja, pengetahuan, pemakaian APD, jenis masker, riwayat merokok dan riwayat penyakit lainnya. Sehingga dengan kata lain, kajian terhadap faktor yang berhubungan ini akan menjadi solusi yang akan dicapai baik dalam usaha-usaha promotif, preventif, maupun kuratif dan rehabilitasi terhadap penyakit atau keluhan kesehatan yang yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja akibat dari paparan asap bakaran pabrik batu bata tersebut. Dalam hal ini, peneliti ingin mengetahui distribusi frekuensi dan hubungan dari pengetahuan pekerja, penggunaan masker saat bekerja, masa kerja, dan kebiasaan merokok dari pekerja terhadap gejala ISPA yang dialami oleh para

(3)

pekerja batu bata pada pabrik Kelurahan Manggis Gantiang pada tahun 2016.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan desain Cross Sectional

dimana untuk mengetahui hubungan variabel dependen dan independen yang diidentifikasi pada waktu bersamaan. (Notoadmodjo, 2010). Sampel penelitian diambil secara total dimana seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan pada para pekerja yang terpapar asap bakaran pembuatan batu bata di Pabrik kelurahan Manggis Ganting kota Bukittinggi pada tahun 2016 yang memenuhi kriteria sebagai responden.

Variabel independen yang diteliti yaitu pengetahuan, penggunaan masker, masa kerja dan kebiasaan merokok, sedangkan variabel dependennya yaitu gejala ISPA yang dideteksi dari para pekerja pabrik batu bata. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner. Selain dengan kuesioner, untuk melihat gejala ISPA juga dilakukan dengan mengukur secara langsung kapasitas paru dengan alat peak flow meter sebagai data pendukung untuk mengetahui fungsi paru para pekerja. Pengetahuan diketahui dengan kategori rendah dan tinggi. Penggunaan masker dicatat sebagai persentase yang menggunakan APD maupun tidak. Masa kerja dikategorikan baru dan lama (diatas 5 tahun).

Analisis data penelitian menggunakan analisis univariat dan bivariat. Data yang terkumpul tersebut dianalisa dengan uji statisktik Chi-square (X2), dengan derajat

kepercayaan 95% (α=0,05). Hubungan

dikatakan bermakna apabila P value≤ 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat

Dari 54 orang pekerja pabrik secara keseluruhan terdapat 46 responden yang mewakili untuk dijadikan responden. Dari 46 responden tersebut yang mengalami gejala ISPA sedang sebanyak 27 orang (58.7%), yang berpengetahuan rendah sebanyak 24 orang (52.2%), yang tidak menggunakan masker saat bekerja sebanyak

26 orang (56.5%), yang masa kerja lama yaitu sebanyak 27 orang (58,7%). Untuk gejala ISPA diketahui dengan melihat riwayat para pekerja yang menderita salah satu atau lebih gejala berikut tanpa atau dengan pernapasan cepat, pilek, hidung tersumbat, nyeri tenggorokan sesak, keluar cairan dari telinga, kejang, nafas berbunyi seperti mengorok, nafsu makan menurun, kejang, dehidrasi, kesadaran menurun dan

mengalami gejala selama ≥14 hari atau 2

minggu. Dari hal tersebut, terdapat 27 orang (58.7%) yang memiliki gejala ISPA. Sementara itu, sebagai data pendukung terhadap gejala ISPA yang diukur dengan alat flow meter tersebut terdapat 35 orang (76,08%) yang memiliki kapasitas paru dengan kondisi gejala ISPA yang berat.

2. Analisis Bivariat

Dari data kasus gejala ISPA pada responden diketahui banyak para pekerja sering menderita gejala ISPA selama proses bekerja di pabrik batu bata dimana rata-rata lebih dari 50% baik yang diperoleh dari pengukuran dengan kuesioner maupun dengan alat flow meter. Dalam hal ini jika dilihat dari pengetahuan dari responden lebih banyak yang memiliki pengetahuan yang rendah tentang penyakit akibat kerja (ISPA) yaitu sebanyak 24 responden dengan gejala ISPA sedang yang sering diderita sebanyak 18 orang dan yang berat sebanyak 6 orang (Tabel.1). Sementara, gejala ISPA yang berat banyak diderita oleh responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Tabel 1. Hubungan pengetahuan dengan gejala ISPA

(4)

berat (Tabel 2.). Dalam hal lebih lanjut penggunaan masker perlu dipelajari tentang frekuensi penggunaan masker saat bekerja serta jenis masker yang digunakan. Hal ini terbilang sangat berpengaruh dikarenakan tidak semua jenis masker yang dapat membantu melindungi pekerja dari dampak asap yang terpapar setiap harinya.

Tabel 2. Hubungan penggunaan masker dengan gejala ISPA

Sementara itu, dalam kajian hubungan masa kerja dengan gejala ISPA diketahui bahwa dari 27 responden dengan masa kerja lama terdapat 7 responden (25,9%) mengalami gejala ISPA berat (Tabel 3). Masa kerja yang lama akan berdampak semakin banyak juga pengaruh paparan asap, namun dalam hal ini juga perlu melihat kondisi dan riwayat kesehatan para pekerja, perlindungan diri para pekerja, serta kebiasaan merokok.

Tabel 3.Hubungan masa kerja dengan gejala ISPA

Dalam melihat faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap gejala ISPA perlu mempertimbangkan kebiasaan merokok dari para pekerja. Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 36 responden yang merokok terdapat 18 responden (50,0%) mengalami gejala ISPA berat, sementara responden yang tidak merokok banyak menderita gejala ISPA sedang (90,0%).

Setelah dilakukan uji Chi Square antara gejala ISPA dengan setiap variabel yang diteliti baik karakteristik pekerja maupun perilaku pekerja, maka dapat diketahui ada hubungan antara gejala ISPA dengan yang dihubungkan tersebut diantaranya pengetahuan pekerja tentang perlindungan

diri akibat aktivitas kerja, penggunaan masker, masa kerja, dan kebiasaan merokok.

Tabel 4. Hubungan merokok dengan gejala ISPA

Pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan dan lingkungan, pada dasarnya akan beriringan dengan pengetahuan tentang upaya perlindungan diri dari dampak yang akan timbul dari suatu paparan cemaran. Dari hasil penelitian ini, pekerja yang berpengetahuan tinggi dapat mengenali tentang penyakit ISPA dan dampak asap bakaran pabrik batu bata bagi kesehatan mereka. Namun, dalam hal lebih lanjut, warga tidak mengetahui dampak kesehatan secara spesifik jika terus terakumulasi dari cemaran tersebut. Selain itu, upaya para pekerja untuk melakukan perlindungan diri dari cemaran tersebut masih terbilang kurang. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 24 responden dengan pengetahuan rendah terdapat 6 responden (25,0%) yang mengalami gejala ISPA berat. Sedangkan dari 22 responden dengan pengetahuan tinggi terdapat 13 responden (59,1%) yang mengalami gejala ISPA berat. Sehingga dengan kata lain, dengan pengetahuan tinggi yang dimiliki oleh para pekerja terkait perlindungan diri dari dampak aktivitas pekerjaan tidak menjamin untuk terhindar dari gejala yang ditimbulkan dari aktivitas tersebut (gejala ISPA berat). Berdasarkan analisis statistik, diketahui bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan gejala ISPA pada pekeja batu bata di Kelurahan Manggis Ganting Kecamatan Mandiangin Kota Bukittinggi tahun 2016 dengan (P value=0,041). Berdasarkan hasil analisis diperoleh (OR=4.333) dimana responden dengan pengetahuan rendah memiliki resiko akan mengalami gejala ISPA 4.333 kali jika dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan tinggi.

(5)

Penggunaa masker sebagai penyaring debu merupakan upaya yang dapat melindungi pernafasan dari serbuk-serbuk logam, pengerindahan atau serbuk kasar lainnya dari hasil bakaran dalam pemanasan batu bata. Bakaran ini biasanya menggunakan kayu bakar dan sekam padi sebagai media pembakarannya. Dalam penelitian ini diketahui bahwa penggunaan masker dapat membuat ketidaknyaman para pekerja dalam bekerja serta dapat menghambat aktivitas kerja. Sehingga dari data diketahui lebih banyak pekerja yang tidak menggunakan masker dari pada memakai masker tersebut. Namun dari pada itu, pekerja yang menggunakan masker juga tidak setiap saat memakai masker saat bekerja. Hal ini yang akan membuat pekerja lebih beresiko untuk mendapatkan penyakit akibat kerja saat bekerja di pabrik produksi batu bata ini yangmana salah satunya adalah ISPA. Berdasarkan hasil analisis diperoleh (OR=9.800). Artinya responden yang tidak menggunakan masker beresiko akan mengalami gejala ISPA 9.800 kali dibandingkan responden yang menggunakan masker.

Masa kerja lebih dari 5 tahun memiliki resiko untuk mengalami gejala ISPA yang lebih tinggi pada pekerja batu bata. Para pekerja dapat terpapar cemaran lingkungan kerja sejak pertama kali bekerja, yang dalam hal ini terdapat faktor bahaya cemaran kimia asap dan debu, sehingga dengan kata lain masa kerja akan berhubungan dengan proses masuknya cemaran udara tersebut ke dalam sistem pernafasan. Dampak cemaran tersebut khususnya partikel debu yang mengendap di paru dapat terakumulasi tergantung lama kerja dari para pekerja dan jumlah cemaran yang dihasilkan setiap harinya, serta tergantung pada upaya para pekerja untuk menetralisir racun dan partikel yang masuk dalam tubuh tersebut. Pada tenaga kerja, masa kerja yang lama pada lingkungan kerja berdebu menyebabkan semakin banyak partikel debu yang terhirup sehingga dalam hal ini dapat mengakibatkan

pneumokoniosis, dengan gejala-gejala seperti batuk kering, sesak napas, kelelahan

umum, susut berat badan, dan banyak dahak. Berdasarkan hasil analisis statistik, diketahui bahwa terdapat hubungan masa kerja dengan gejala ISPA pada pekerja batu bata dengan (P value = 0,026). Berdasarkan hasil analisis diperoleh (OR=0.204) yangmana hal ini berarti responden dengan masa kerja lama (>5 tahun) akan mengalami gejala ISPA 0.204 kali dibandingkan responden dengan masa kerja baru (<5 tahun).

Selain faktor pengetahuan pekerja, penggunaan APD, dan masa bekerja, kebiasaan merokok dari para pekerja menjadi hal yang patut dipertimbangkan jika ingin mengaitkan dampak bakaran batu bata terhadap gejala ISPA yang diderita oleh para pekerja. Hal ini dikerenakan kebiasaan merokokpun dapat menimbulkan berbagai gangguan sistem pernapasan seperti kanker paru, gejala iritan akut, gejala pernapasan kronik, penyakit paru obstruktif kronik, infeksi pernapasan. Dengan kebiasaan merokok dari para pekerja akan lebih meningkatkan jumlah polutan udara yang masuk ke dalam tubuh sehingga lebih beresiko mengalami penyakit ISPA. Selain itu, para pekerja yang perokok tidak begitu sensitif terhadap asap yang dihasilkan dari pabrik batu bata ini karena sudah memiliki kebiasaan terhadap asap dari bakaran rokok. Selain itu, adanya perokok aktif dan pasif pada konteksnya juga akan memberikan dampak yang berbeda-beda terhadap gejala ISPA yang terjadi. Berdasarkan hasil analisis statistik, diketahui bahwa terdapat hubungan merokok dengan gejala ISPA pada pekerja batu bata di Kelurahan Manggis Ganting Kecamatan Mandiangin Kota Bukittinggi tahun 2016 dengan (P

value = 0,031). Berdasarkan hasil analisis diperoleh (OR=9.000). Artinya responden yang merokok akan mengalami gejala ISPA 9.000 dibandingkan dengan responden yang tidak merokok.

Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa kajian yang dilakukan memiliki hubungan terhadap dampak penyakit ISPA yang terjadi dimana hal ini terlihat daripengukuran dengan alat peak flow meter

(6)

diketahui 76,08% para pekerja yang memiliki kapasitas paru yang dalam keadaan yang tidak baik atau butuh penanganan. Sehingga dengan kata lain, kajian ini perlu dilakukan penanganan lebih lanjut untuk dapat mengevaluasi faktor-faktor yang telah dikaji diantaranya kebiasaan meroko, penggunaan APD masker, masa bekerja, dan pengetahuan tentang penyakit akibat kerja. Upaya lebih lanjut dapat melakukan penanganan untuk meminimalisir dampak bakaran ke lingkungan dengan cara pengelolaan cemaran yang dihasilkan. Selain itu, dari faktor yang paling berpengaruh pada kajian ini diantaranya pengaruh penggunaan masker perlu dilaksanakan sebagai komitment pekerja untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan. Penggunaan masker dengan jenis yang aman dan terstandar perlu diketahui. Sosialisasi lebih lanjut tentang upaya untuk penanganan dan perlindungan diri para pekerja dan masyarakat dari dampak cemaran pabrik batu bata kelurahan Manggis Gantiang kota Bukittinggi ini perlu dilakukan untuk menjaga arah pembangunan kesehatan lingkungan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja di pabrik pembuatan batu bata diketahui semua variabel yang kaji berhubungan terhadap gejala ISPA dari para pekerja dimana didapatkan nilai P value dari masing-masing variabel yaitu pengetahuan (p=0.041), penggunaan masker (p=0.02), masa kerja (p=0.026), merokok (p=0.026). Faktor yang paling berpengaruh adalah penggunaan APD masker oleh para pekerja. Kajian ini dapat digunakan sebagai evaluasi lebih lanjut untuk melakukan tindakan dalam upaya meminimalisir dampak lingkungan serta meningkatkan kesadaran kesehatan dalam hal perlindungan diri khususnya para pekerja pabrik batu bata.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga, 1992. Rokok dan Kesehatan. Jakarta.

Anizar, 2012. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Graha Ilmu: Yogyakarta.

Basri, S dan S Erniatin, 2015. Hubungan Pengetahuandan Sikap Kesehatan Kerja Dengan Penyakit Akibat Kerja Pada Pekerja Batu Bata, Universitas Wiralodra.

Basti, Alya Mutiara, 2014. Kadar Debu Total Dan Gejala ISPA Ringan Pada Pekerja Pemintalan Di Industri Tekstil PT. Unitex, Tbk Bogor. Buntarto, 2015. Panduan Praktis

Keselamatan dan Kesehatan Keja Untuk Industri. Yogyakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut.

Faisal, Fakri dan Faisal Yunus, 2012.

Dampak Asap Kebakaran Hutan Pada Pernapasan.

Goel, Kapil, Ahmad Sartaj, 2012. A Cross Sectional Study on Prevalence of Acute Respisitor Infections (ARY) in Under-Five Children of Meerut District, India.

Halim, Fitria, 2012. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Pekerja Di Industri Mebel Dukuh Turkejo, Desa Bondo, Kecamatan Bandsri, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah.

Hartono, R dan Dwi Rahmawati H, 2012. ISPA gangguan pernapasan pada anak.Yogyakarta.

Kementerian Keshatan Republik Indonesia, 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut.

Kunoli, Firdaus j, 2013. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta

Noer, R.H dan T Martiana, 2013. Hubungan Karakteristik Dan Perilaku Pekerja Dengan Gelajala ISPA Di Pabrik Asam Fosfat DEPT. Produksi III PT. Petrokimia Gresik.

(7)

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.

Putra, et.al, 2016. Analisa Kadar Partikulat PM10 Hasil Bakaran Produksi Batu Bata pada Pabrik Kelurahan Manggis Gantiang Bukittinggi.

Rahayu, Heppy Roosarina, 2009. Hubungan Antara Lingkungan Kerja Dan

Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Polisi Lalu Lintas Di Polwil Tabes Semarang.

Skinder, Bhat Mohd dan Afeefa Qayoom Sheikh, 2014. Brick Kiln Emissions And Its Environmental Impact: A Review.

Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan Dan

Kesehatan Kerja (Hiperkes), Jakarta. Thaib,Yulina Purnamasari, 2012 Hubungan

antara paparan debu dengan Kejadian gangguan saluran pernafasan pada masyarakat kelurahan kairagi Satu lingkungan 3

kota manado. Wijayanti, Reni, 2014. Kadar Debu Kayu,

Gambar

Tabel 1. Hubungan pengetahuan dengan gejala

Referensi

Dokumen terkait

Dan untuk mengetahui serta menganalisis lebih lanjut terhadap batas waktu pada Putusan BPSK berdasarkan Pasal 55 UUPK atas wanprestasi yang dilakukan oleh konsumen

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hadi, dkk (2010) yang mana pada penelitiannya mengenai Penyerapan air pada formula baru resin modifikasi glass

daerah nursery ground dan feeding ground kepiting bakau berada pada stadia. muda menjelang dewasa dan dewasa, sedangkan diperairan

diungkapkan apa yang disebut sebagai kapasitas dari pengawasan. Kriteria kapasitas pengawasan ini pun dapat diterapkan pada modus pengawasan untuk menguji sejauh

Pada tahap selanjutnya dilakukan identifikasi masalah yang sangat menarik perhatian. Cara melakukan identifikasi masalah antara lain sebagai berikut. a) Menuliskan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur ibu melahirkan, jarak kelahiran, dan berat bayi lahir rendah terhadap Angka Kematian Neonatal (AKN) di

Tugas Akhir ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Untuk menghindari cap jelek sebagai orang yang tidak bermoral, maka sebagai manusia kita harus memahami moralitas yang terdapat dalam masyarakat. Dengan memahami