© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–0
BAB XI BAB XI
KONFLIK DAN NEGOSIASI
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–1
Konflik Konflik
Definisi Konflik
–Proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain secara negatif mempengaruhi atau akan secara negatif mempengaruhi sesuatu yang menjadi keperdulian pihak pertama.
•Definisi ini menjelaskan bahwa titik tertentu pada setiap kegiatan yang tengah berlangsung bila interaksi
“bersilangan” dapatmenjadi konflik antarpihak.
–Definisi ini mencakup rentang luas konflik yang dialami orang dalam organisasi:
•Ketidakcocokan sasaran
•Perbedaan penafsiran fakta
•Ketidaksepakatan yang didasarkan pada pengharapan perilaku
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–2
Transisi dalam Pemikiran Konflik Transisi dalam Pemikiran Konflik
Akibatnya:
• Komunikasi yang buruk
• Kurangnya keterbukaan
• Kegagalan untuk tanggap terhadap kebutuhan karyawan Akibatnya:
• Komunikasi yang buruk
• Kurangnya keterbukaan
• Kegagalan untuk tanggap terhadap kebutuhan karyawan
Pandangan Tradisional tentang Konflik
Keyakinan bahwa semua konflik membahayakan dan harus dihindari.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–3
Transisi dalam Pemikiran Konflik (
Lanjutan) Transisi dalam Pemikiran Konflik (
Lanjutan)
Pandangan Hubungan Manusia tentang Konflik Keyakinan bahwa konflik merupakan hasil alamiah dan tidak terhindarkan oleh kelompok.
Pandangan Interaksionis tentang Konflik
Keyakinan bahwa konflik tidak hanya menjadi kekuatan positif dalam kelompok namun konflik juga sangat diperlukan agar kelompok berkinerja efektif.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–4
Konflik Fungsional Lawan Disfungsional Konflik Fungsional Lawan Disfungsional
Konflik Fungsional
Konflik yang mendukung sasaran kelompok dan memperbaiki kinerjanya.
Konflik Disfungsional Konflik yang menghambat
kinerja kelompok.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–5
Jenis Konflik Jenis Konflik
Konflik Tugas
Konflik atas isi dan sasaran pekerjaan.
Konflik Hubungan Konflik berdasarkan hubungan interpesonal.
Konflik Proses
Konflik atas cara melakukan pekerjaan.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–6
Proses Konflik Proses Konflik
E X H I B I T 14–1 E X H I B I T 14–1
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–7
Proses Konflik (
Lanjutan) Proses Konflik (
Lanjutan)
Tahap I: Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan
Komunikasi
–Kesulitan semantik, kesalahpahaman, and “kebisingan”
Struktur
–Ukuran dan spesialisasi bertindak –Ambiguitas jurisdiksi
–Ketidakcocokan tujuan
–Gaya kepemimpinan (tertutup atau partisipasi) –Sistem imbalan (menang-kalah)
–Ketergantungan/ketidak ketergantungan kelompok
Variabel Pribadi
–Perbedaan sistem nilai individu –Tipe kepribadian
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–8
Tahap II: Kognisi dan personalisasi Tahap II: Kognisi dan personalisasi
Perasaan Positif Perasaan Positif Emosi Negatif
Emosi Negatif
Definisi Konflik Definisi Konflik Konflik yang Dipersepsikan Kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya kondisi yang menciptakan peluang terjandinya konflik.
Konflik yang Dirasakan Keterlibatan emosional dalam suatu konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau kekerasan.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–9
Tahap III: Maksud Tahap III: Maksud
Kekooperatifan:
• Mencoba untuk memuaskan kepentingan pihak lain.
Ketegasan:
• Mencoba untuk memenuhi kepentingannya sendiri.
Kekooperatifan:
• Mencoba untuk memuaskan kepentingan pihak lain.
Ketegasan:
• Mencoba untuk memenuhi kepentingannya sendiri.
Maksud
Keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–10
Dimensi-Maksud pada Penanganan Konflik Dimensi-Maksud pada Penanganan Konflik
E X H I B I T 14–2 E X H I B I T 14–2 Source: K. Thomas, “Conflict and Negotiation Processes in Organizations,” in M.D. Dunnette
and L.M. Hough (eds.), Handb ook of Industrial and Organizational Psychology, 2nd ed., vol. 3 (Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press, 1992), p. 668. With permission.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–11
Dimensi-Maksud pada Penanganan Konflik (Lanjutan) Dimensi-Maksud pada Penanganan Konflik (Lanjutan) Persaingan
Keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak memperdulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut.
Kolaborasi
Situasi yang di dalamnya pihak-pihak yang berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak.
Penghindaran
Keinginan menarik diri dari atau menekan konflik.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–12
Dimensi-Maksud pada Penanganan Konflik (Lanjutan) Dimensi-Maksud pada Penanganan Konflik (Lanjutan)
Akomodasi
Kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing diatas kepentingannya sendiri.
Kompromi
Satu situasi yang didalamnya masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–13
Tahap IV: Perilaku Tahap IV: Perilaku
Manajemen Konflik
Penggunaan teknik-teknik resolusi dan stimulasi untuk meraih level konflik yang diinginkan.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–14
Kontinum Intensitas Konflik Kontinum Intensitas Konflik
E X H I B I T 14–3 E X H I B I T 14–3 Source: Based on S.P. Robbins, Managing Organizational Conflict: A Nontraditional Approach
(Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, 1974), pp. 93–97; and F. Glasi, “The Process of Conflict Escalation and the Roles of Third Parties,” in G.B.J. Bomers and R. Peterson (eds.), Conflict Management and Industrial Relations (Boston: Kluwer-Nijhoff, 1982), pp. 119–40.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–15
Tahap V: Hasil Tahap V: Hasil
Hasil Fungsional dari Konflik –Memperbaiki kinerja kelompok –Memperbaiki kualitas keputusan –Merangsang kreativitas dan inovasi –Mendorong perhatian dan keingintahuan –Menjadi sarana penyampaian masalah
–Memupuk lingkungan evaluasi diri serta perubahan
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–16
Tahap V: Hasil (
Lanjutan) Tahap V: Hasil (
Lanjutan)
Hasil Disfungsional –Memunculkan ketidakpuasan –Mengurangi efektifitas kelompok –Penghambatan komunikasi –Pengurangan keterpaduan kelompok
–Dikalahkannya sasaran kelompok oleh pertikaian antara anggota
Menciptakan Konflik Fungsional
–Menghargai perbedaan pendapat dan menghukum penghindar konflik.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–17
Perundingan Perundingan
Perundingan
Proses yang di dalamnya dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati tingkat kerjasama tersebut bagi mereka.
BATNA
The Best Alternative To a Negotiated Agreement atau alternatif terbaik pada persetujuan yang dirundingkan; nilai terendah yang dapat Anda terima atas persetujuan yang dirundingkan.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–18
Strategi Tawar Menawar Strategi Tawar Menawar
Tawar Menawar Distributif
Negosiasi yang berupaya membagi sumberdaya yang jumlahnya tetap; situasi menang-kalah.
Tawar Menawat Integratif
Perundingan yang mencari satu penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan penyelesaian menang-menang.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–19
Mengawasi Zona Tawar-Menawar Mengawasi Zona Tawar-Menawar
E X H I B I T 14–6 E X H I B I T 14–6
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–20
Proses Perundingan
Proses Perundingan
E X H I B I T 14–7 E X H I B I T 14–7
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–21
Isu-isu dalam Perundingan Isu-isu dalam Perundingan
Peran Ciri Kepribadian dalam Perundingan
– Ciri kepribadian tidak mempunyai dampak langsung yang mencolok baik pada proses tawar menawar maupun pada hasil perundingan.
Perbedaan Jenis Kelamin dalam Perundingan – Negosiasi wanita tidak berbeda dari pria, walaupun
kelihatannya negosiasi pria lebih baik hasilnya.
– Pria dan wanita dengan dasar kekuasaan yang sama menggunakan gaya negosiasi yang sama.
– Sikap wanita dalam negosiasi dan kesuksesan mereka sebagai perunding lebih sedikit baik dibanding pria.
Perbedaan Budaya dalam Perundingan
– Mempengaruhi jumlah dan tipe persiapan tawar-menawar, tekanan relatif pada hubungan tugas lawan antarpribadi, taktik yang digunakan, dan bahkan kapan perundingan itu hendaknya dijalankan.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–22
Perundingan Pihak Ketiga Perundingan Pihak Ketiga
Mediator
Pihak ketiga netral yang memfasilitasi
penyelesaiangan perundingan dengan menggunakan penalaran, bujukan dan saran-saran alternatif.
Arbitrator Pihak ketiga dalam
perundingan yang mempunyai wewenang mendiktekan kesepakatan.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–23
Perundingan Pihak Ketiga (
Lanjutan) Perundingan Pihak Ketiga (
Lanjutan)
Konsultan
Pihak ketiga netral, terlatih dalam manajemen konflik, yang berupaya menfasilitasi penyelesaian masalah kreatif melalui komunikasi dan analisis.
Konsiliator
Pihak ketiga terpercaya yang memberikan jalur hubungan komunikasi informal antara perunding dan lawan.
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–24 E X H I B I T 14–9 E X H I B I T 14–9
Konflik dan Kinerja Unit Konflik dan Kinerja Unit
© 2005 Prentice Hall Inc. All rights reserved. 14–25