• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I. Oleh: MICHAELL YOSE ANDERSEN DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "S K R I P S I. Oleh: MICHAELL YOSE ANDERSEN DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MICHAELL YOSE ANDERSEN 170200438

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MICHAELL YOSE ANDERSEN 170200438

Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum NIP. 196602021991032002

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A Syaiful Azam, S.H., M. Hum NIP. 19630216198 8031002 NIP. 19600106199 4031001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

telah melimpahkan kasih dan berkat-Nya kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya, yang berjudul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG

MEMBELI SMARTPHONE BERSTATUS BLACK MARKET DI E- COMMERCE INDONESIA DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG RI

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”

Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dengan penuh rasa hormat Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penulis, yaitu Dr. Ferry Aries Suranta Karo-Karo Sitepu, S.H., M.BA., M.H, dan Herawaty Tarigan, SE, serta abang Penulis, yaitu Marshall Stanley Yehezkiel Karo-Karo Sitepu, S.H.,M.H, atas segala doa dan cinta kasih yang tulus, ikhlas dan penuh kasih sayang serta kesabaran dan memberikan kepercayaan, dukungan moril, dan dukungan immateriil yang tidak ada habisnya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, Penulis juga banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan moral maupun materil. Maka pada

(4)

Sumatera Utara Medan;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. OK. Saidin S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan untuk menyelesaikan skripsi;

9. Bapak Syaiful Azam, S.H., M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan untuk menyelesaikan skripsi;

(5)

kasih atas doa dan dorongan semangat untuk menyelesaikan skripsi;

12. Teman-teman seperjuangan Penulis, yaitu Jason Nathanael, Clara Manihuruk, Fitri Rahayu, Nabila Nasution, Egy Pratama Putra Sinaga, Izzalhaq Syahbana, Izzulhaq Syahbani, dan masih banyak lagi yang belum disebutkan semua yang telah memberikan semangat kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan dukungan yang diberikan kepada Penulis, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka Penulis memohon maaf kepada pembaca skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan Penulis dan besar harapan Penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya dan memberikan manfaat untuk perkembangan hukum di Republik Indonesia.

Medan, Maret 2021 Penulis

Michaell Yose Andersen Nim. 170200438

(6)

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian ... 13

G. Keaslian Penulisan ... 16

H. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II SMARTPHONE YANG TERMASUK DALAM KATEGORI BLACK MARKET A. Latar Belakang Pembentukan UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen………. . 20

1. Ruang Lingkup Perlindungan Konsumen dan Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen………….. . 20

2. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen ... 27

3. Tanggung jawab Produsen Terhadap Konsumen. ... 28

(7)

dalam Hukum Perdata. ... 34 C. Smartphone yang termasuk dalam Kategori Black Market. ... 36 D. Hubungan Hukum antara Produsen dengan Konsumen ... 38 E. Manfaat dan Fungsi Pengawasan terhadap Perlindungan

Konsumen ... 42 BAB III HAK KONSUMEN YANG MEMBELI SMARTPHONE

BERSTATUS BLACK MARKET DI INDONESIA

A. Hak Konsumen yang Membeli Smartphone Black Market bcrdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. ... 43 B. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan... 44 C. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Dalam Pengadilan ... 47

1. Gugatan Ganti Rugi terhadap Pembelian

Produk Smartphone Black Market di Indonesia. ... 47 2. Pembuktian Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen. ... 49 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF

PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA

A. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam

Perspektif Hukum di Indonesia. ... 53 B. Perlindungan Konsumen Dalam Aspek Hukum Publik ... 56

(8)

C. Perlindungan Konsumen Dalam Aspek Keperdataan. ... 65 1. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum

(onrechtmaagtigdaad). ... 65 2. Kerugian terhadap Konsumen sebagai

Perbuatan wanprestasi ... 67 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 72

(9)

Perkembangan penggunaan teknologi di sarana telekomunikasi berlangsung sangat pesat. Hal ini mengakibatkan manusia mempunyai banyak pilihan dalam berkomunikasi. Seiring dengan perkembangan zaman, penemuan-penemuan terbaru dan inovasi akan sarana komunikasi semakin meningkat. Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai suasana usaha. Permasalahan dalam penelitian ini smartphone yang termasuk dalam kategori black market, hak konsumen yang membeli smartphone berstatus black market di Indonesia. perlindungan hukum dalam perspektif perlindungan konsumen dengan pendekatan sistem hukum di Indonesia.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka. Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan deskriptif analitis kualitatif.

Smartphone yang termasuk dalam kategori black market, seperti tidak ada garansi ponsel. Ponsel black market merupakan produk asli dari brand yang sudah ada, seperti Oppo, Samsung, atau Xiaomi. ...tidak memiliki kode IMEI. Pada umumnya dijual di toko online. Hak konsumen yang membeli smartphone berstatus black market di Indonesia hak-hak konsumen dalam transaksi e- commerce dalam black market sangat rentan, sehingga konsumen transaksi e- commerce berada dalam posisi tawar yang sangat lemah. Perlindungan hukum dalam perspektif perlindungan konsumen dengan pendekatan sistem hukum di Indonesia. Perlindungan hukum terhadap konsumen tidak diberikan oleh satu aspek hukum saja, melainkan oleh satu sistem perangkat hukum yang mampu memberikan perlindungan yang simultan dan komprehensif.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Konsumen, Smartphone Berstatus Black Market Di E-Commerce.

(10)

The development of technology use in telecommunication facilities is taking place very rapidly. This results in humans having many choices in communicating. Along with the times, the latest discoveries and innovations in means of communication are increasing. Protection of consumers is seen both materially and formally as increasingly important, given the increasing pace of science and technology which is the driving force for productivity and efficiency of producers for the goods and services they produce in order to achieve a business atmosphere. The problem in this research is that smartphones are included in the black market category, the rights of consumers who buy smartphones with black market status in Indonesia. legal protection from the perspective of consumer protection with a legal system approach in Indonesia.

This type of research used in this research is normative juridical research. This research is descriptive analytical, descriptive analytical. The data used in this research is secondary data. Data collection techniques data collection methods in this study were carried out by literature study. The analysis used in this research uses qualitative analytical descriptive.

Smartphones that are included in the black market category, such as there is no cellphone warranty. Black market phones are original products from existing brands, such as Oppo, Samsung, or Xiaomi. ... does not have an IMEI code. Generally sold in online stores. The rights of consumers who buy smartphones with black market status in Indonesia, the rights of consumers in e- commerce transactions in the black market are very vulnerable, so that consumers of e-commerce transactions are in a very weak bargaining position.

Legal protection from the perspective of consumer protection with a legal system approach in Indonesia. Legal protection for consumers is not provided by just one legal aspect, but by a system of legal instruments capable of providing simultaneous and comprehensive protection.

Keywords: Legal Protection, Consumers, Smartphones with Black Market Status in E-Commerce.

* Student at Law Faculty in University of North Sumatera

** Advisior I

*** Advisior II

(11)

A. Latar Belakang

Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintas batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi, baik produksi luar negeri maupun produk lokal.1

Pembangunan dan perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa. Akibatnya barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.2

Fenomena kecepatan dan perkembangan teknologi informasi ini mulai merebak di seluruh belahan dunia. Tidak hanya di negara maju saja akan tetapi di negara berkembang dan dimanfaatkan untuk berbagai bidang komunikasi atau e-

1 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk dalam Perlindungan Konsumen, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2008, hlm 8

2Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2014, hlm 37

(12)

commerce, meskipun pada awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat positif, akan tetapi juga digunakan untuk hal-hal yang negatif.3

Perkembangan penggunaan teknologi di sarana telekomunikasi berlangsung sangat pesat. Hal ini mengakibatkan manusia mempunyai banyak pilihan dalam berkomunikasi. Seiring dengan perkembangan zaman, penemuan-penemuan terbaru dan inovasi akan sarana komunikasi semakin meningkat. Di abad 21 ini, sudah banyak jenis telepon seluler yang dapat dijadikan sebagai sarana telekomunikasi yang mudah dibawa oleh penggunanya.

Mengingat telepon seluler merupakan sarana komunikasi multifungsi yang selalu dibawa oleh penggunanya. Untuk menghindari dan mengatasi segala kemungkinan dan risiko-risiko yang dapat mengurangi fungsi maupun nilai dari telepon seluler tersebut, perlu adanya suatu pengalihan risiko.

Telepon seluler pada umumnya dijamin dengan garansi dari pabrik dan distributor (garansi pabrik/jaminan terbatas pabrikan). Namun saat ini, perdagangan yang melanggar hukum dan dilakukan di luar jalur resmi, dan tidak dilengkapi perizinan untuk diperdagangkan, sehingga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Az. Nasution menyebutkan pengertian hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam

3 Agus Rahardjo, Cybercrime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.1.

(13)

hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang/jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.4

Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti sebagai mana dikutip Sidharta, mengemukakan bahwa focus gerakan perlindungan konsumen dewasa ini sebenarnya masih parallel dengan gerakan pertengahan abad ke-20. Di Indonesia, gerakan perlindungan konsumen menggema dari gerakan serupa di Amerika Serikat. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang secara popular dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia berdiri pada kurun waktu, pada tanggal 11 Mei 1973. Gerakan di Indonesia ini termasuk cukup responsive terhadap keadaan, bahkan mendahului Revolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) Nomor 2111 Tahun 1978 tentang perlidungan konsumen.5

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun fomal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai suasana usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya.6

Pertumbuhan belanja online juga telah mempengaruhi struktur industri. E- commerce telah merevolusi cara bertransaksi berbagai bisnis, seperti toko buku

4 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta, Diadit Media, 2002, hlm.30.

5 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Grasindo, 2006, hlm 29

6 Ibid, hlm 5

(14)

dan agen perjalanan. Umumnya, perusahaan besar dapat menggunakan skala ekonomi dan menawarkan harga yang lebih rendah. Individu atau pelaku bisnis yang terlibat dalam e-commerce, baik itu pembeli ataupun penjual mengandalkan teknologi berbasis internet untuk melaksanakan transaksi mereka. E-commerce memiliki kemampuan untuk memungkinkan transaksi kapan saja dan di mana saja.7

Electronic commerce atau disingkat E-commerce adalah kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumer), manufaktur (manufacturers), service provider, dan perdagangan perantara (intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer networks), yaitu e-commerce yang sudah meliputi seluruh spektrum kegiatan komersial. E-commerce juga dapat dikatakan sebagai suatu cakupan yang luas mengenai teknologi, proses dan praktik yang dapat melakukan transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas sebagai sarana mekanisme transaksi. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui e-mail atau umumnya melalui World Wide Web.8

Kondisi penjualan black market yang semakin merambah luas ini menjadikan konsumen hanya menjadi objek aktivitas pelaku usaha yang ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya melalui praktik penjualan black market.

Definisi dari pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) berbunyi “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk

7 Mahir Pradana, Klasifikasi Bisnis E-Commerce Di Indonesia, MODUS Vol. 27 No (2), 2015 hal 169-170.

8 Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal E-Commerce, Jakarta, Elex Media Komputindo, 2001, hlm. 1-2

(15)

badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Smartphone atau ponsel cerdas merupakan kombinasi dari PDA (Personal Digital Assistant) dan ponsel, namun lebih berfokus pada bagian ponselnya.

smartphone ini mengintegrasikan kemampuan ponsel dengan fitur komputer.

smartphone mampu menyimpan informasi, e-mail, dan instalasi program, seperti menggunakan mobile phone dalam satu device. Smartphone biasanya berorientasi pada fitur ponsel dibanding dengan fitur PDA. Sebagian besar perangkat mobile phone yang melebihi kemampuan ponsel dapat dikategorikan sebagai smartphone.

Banyak yang mendefinisikan smartphone adalah ponsel yang di dalamnya berisi inovasi gadget termutakhir.9

Pasar gelap disini maksudnya tentu bukan pasar yang tidak ada penerangan atau lampunya mati. Pasar gelap (black market) adalah sektor kegiatan ekonomi yang melibatkan transaksi ekonomi ilegal, khususnya pembelian dan penjualan barang dagangan yang barang-barangnya ilegal.

Misalnya, barang dagangan curian, atau barang dagangan resmi yang sengaja dijual secara gelap untuk menghindari pembayaran pajak.10

Dengan adanya berbagai masalah yang muncul dalam menjalankan bisnis black market smartphone, seharusnya mempunyai strategi yang tepat. Strategi

9 Chuzaimah, dkk, Smartphone: Antara Kebutuhan Dan E-lifestyle, Jurnal Seminar Nasional Informatika, Yogyakarta: Jurusan Manajemen Universitas Muhamadiyah Solo, 2010, hlm.315

10Muhammad Arifin Badri dkk, Pengusaha Muslim: Pasar Muslim Potensi & Karakter, Jakarta, Yayasan Bina Pengusaha Muslim, 2012, hlm.16

(16)

garansi merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Garansi atau jaminan istimewa sangat diperlukan untuk meringankan kerugian konsumen. Fungsi utama dari garansi yaitu untuk mengurangi risiko kerugian konsumen baik sebelum dan sesudah adanya jual beli.11

Sebagai pengguna smartphone tentunya ingin memiliki ponsel berkualitas tinggi, akan tetapi apa daya uang tidak mencukupi untuk membelinya. Oleh karena itu, banyak orang yang melakukan jalan pintas. Mereka membeli ponsel black market (selundupan dari luar negeri) dengan harga ponsel black market yang ilegal ini seringkali menjadi pilihan bagi konsumen yang ingin membeli gawai dengan harga murah. Bagaimana tidak, dibandingkan dengan smartphone yang dijual secara resmi, ponsel black market dijual jauh lebih murah dan model baru lebih cepat masuk ketimbang smartphone bergaransi resmi.12

Alasan lain konsumen memilih membeli Smartphone di black market umumnya didorong oleh dua faktor, pertama karena alasan harga yang lebih murah dan kedua masalah gengsi. Sementara mereka yang mementingkan gengsi, konsumen memilih beli dari pasar gelap jenis ponsel tertentu tidak mendarat di Indonesia tapi tersedia di black market.13

Larangan jual beli di pasar gelap tidak tertuju kepada perbuatan jual beli, akan tetapi tertuju kepada tempatnya dan dapat dipisahkan antara jual beli dengan pasar gelap, maka keabsahan akan jual belinya tidak terganggu oleh tempat

11 T. Elisabeth Cintya Santosa, Peran Garansi Untuk Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Dalam Perusahaan Jasa, Jurnal Manajemen Maranatha Volume 3, tahun 2004, hlm.33

12 Jundi Amrullah, https:// gizmologi.id/tips/risiko-ponsel-black-market/ diakses tanggal 21 Maret 2021 Pukul 20.01 Wib

13 https://www. cnnindonesia.com/teknologi/20190123155208-185-363162/alasan- konsumen-tertarik-beli-ponsel-ilegal/diakses tanggal 21 Maret 2021 Pukul 21.06 Wib

(17)

berlangsungnya perjanjian.14 Konsumen yang merasa dirugikan atas perbuatan pelaku usaha tersebut dapat mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa: Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.15

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Membeli smartphone Berstatus black market, Di e-commerce Indonesia Di Tinjau Dari Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, dalam latar belakang permasalahan di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan yang hendak diteliti pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana smartphone yang termasuk dalam kategori black market?

2. Bagaimana hak konsumen yang membeli smartphone berstatus black market di Indonesia?

3. Bagaimana perlindungan hukum dalam perspektif perlindungan konsumen dengan pendekatan sistem hukum di Indonesia?

14 Muhammad Arifin Badri dkk, Loc.Cit.

15 Ahmad Ade Saputra, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Beredarnya Penjualan Elektronik Handphone Jenis Replika Dan Paraller Import (Blackmarket)Di Kota Pekanbaru, JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 1 Februari 2016, hlm 11

(18)

C. Tujuan Penulisan

Suatu penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan yang jelas dan merupakan pedoman dalam mengadakan penelitian serta menunjukkan kualitas dari penelitian tersebut, maka tujuan dari penelitian yang hendak dicapai antara lain :

1. Untuk mengetahui smartphone yang termasuk dalam kategori black market.

2. Untuk mengetahui hak konsumen yang membeli smartphone berstatus black market di Indonesia.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum dalam perspektif perlindungan konsumen dengan pendekatan sistem hukum di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak secara teoritis maupun praktis;

1. Manfaat teoritis

Diharapkan penelitian dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan khususnya hukum perdata berkaitan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Membeli smartphone Berstatus black barket Di e-commerce Indonesia.

2. Manfaat praktis a. Pemerintah

(19)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan kepada pemerintah mengenai maraknya peredaran produk smartphone Berstatus black market Di e-commerce.

b. Produsen

Lembaga Konsumen Produsen produk seluler dan lembaga konsumen melalui hasil penelitian ini akan memperoleh informasi terkait sejauh mana kemampuan dan kesadaran masyarakat untuk membeli smartphone Berstatus black market Di e-commerce.

c. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa banyak produk smartphone Berstatus black market Di e-commerce yang beredar di pasaran yang dapat merugikan masyarakat karena kualitasnya yang buruk serta tidak disertai jaminan garansi apabila terjadi cacat atau kerusakan.

E. Tinjauan Pustaka 1. Perlindungan Hukum

Sesungguhnya peranan hukum dalam konteks ekonomi adalah menciptakan ekonomi dan pasar yang kompetitif. Terkait dengan hal ini pula, bahwa tidak ada pelaku usaha tunggal yang mampu mendominasi pasar, selama konsumen memiliki hak untuk produk mana yang menawarkan nilai terbaik dalam harga maupun mutu. Serta tidak ada pelaku usaha dan produsen yang mampu menetapkan harga berlebihan atau menawarkan produk dengan kualitas yang

(20)

rendah selama masih ada proudusen lain dan konsumen akan pindah kepada produk lain tersebut.16

Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum hadir dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain. Pengkoordinasian kepentingan-kepentingan tersebut dilakukan dengan cara membatasi dan melindungi kepentingan- kepentingan tersebut.17 Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam memenuhi kepentingannya tersebut. Pemberian kekuasaan, atau yang sering disebut dengan hak ini, dilakukan secara terukur, keluasan dan kedalamannya.18

2. Konsumen

Istilah konsumen ini berasal dari alih Bahasa dari kata concumer (Inggris- Amerika) atau consument/konsument (Belanda). Pengertian consumer ini hanya bergantung di mana posisi ia berada.19 Secara harfiah arti kata consumer itu adalah (lawan dari produsen), setiap orang yang menggunakan barang dan jasa.

Konsumen diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada konsumen oleh pelaku usaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi.20 Pasal 1 angka 2 UUPK menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

16 Rosmawati, Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Depok, Prenadamedia Group, 2018, hlm 5

17 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014, hlm. 53.

18 Ibid.

19 Rosmawati, Op.Cit, hlm 2

20 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014, hlm 14

(21)

sendiri, keluarga, orang lain maupun makluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.21

3. Smartphone

Jauh sebelum smartphone di ciptakan di Tahun 1920 orang baru berbicara mengenai media massa, dan pada Tahun 1950 orang berbicara tentang revolusi komunikasi namun alat-alat komunikasi belum ditemukan dan jauh lebih tua dari pada itu.22 Telepon cerdas (smartphone) merupakan telepon genggam yang memiliki sistem operasi untuk masyarakat luas, fungsinya tidak hanya guna SMS dan telepon, akan tetapi pengguna dapat dengan bebas menambahkan aplikasi, menambah fungsi-fungsi atau mengubah sesuai keinginan pengguna. Istilah lain telepon cerdas merupakan komputer mini yang mempunyai kapabilitas sebuah telepon.23

Smartphone salah satu alat komunikasi yang dipakai saat ini, mulai dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Awalnya handphone hanya untuk berkomunikasi saja, dengan seiring perkembangan zaman teknologi hingga bisa mengirim data dan menambah aplikasi yang disukai. Dewasa ini penggunaan media komunikasi merupakan kebutuhan pokok bagi individu, kelompok, maupun organisasi.24

21 Ibid.

22 Oetama Jacob, Sejarah Media Dari Gutenberg Sampai Internet, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2006 hlm 1

23 Zaki Baridwan, Intermediate Accounting, Yogyakarta, Universitas Gajah Mada, 2010, hlm 83

24 Ibid

(22)

4. Black Market

Pasar gelap atau Black Market merupakan pasar yang barang-barangnya merupakan barang-barang ilegal yang di datangkan dari negara-negara di luar Indonesia maupun dari Indonesia sendiri.25

5. E-commerce

Kemajuan teknologi dan industri, telah pula memperkuat perbedaan antara pola hidup masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Terdapat dua perbedaan pokok antara masyarakat tradisional dan modern, yaitu dalam hal cara memproduksi barang kebutuhan konsumen dan pola hubungan antara konsumen dan produsen. Dalam masyarakat tradisonal, barang-barang kebutuhan konsumen diproduksi melalui proses yang sederhana. Sementara dalam masyarakat modern barang-barang diproduksi secara massal, sehingga melahirkan masyarakat yang mengkonsumsi produk barang dan jasa secara massal. (mass consumer consumption).26

E-commerce didefinisikan sebagai proses pembelian, penjualan, mentransfer atau bertukar produk, jasa dan/atau informasi melalui jaringan komputer melalui internet. Dengan mengambil bentuk-bentuk tradisional dari proses bisnis dan memanfaatkan jejaring sosial melalui internet, strategi bisnis dapat berhasil jika dilakukan dengan benar, yang akhirnya menghasilkan peningkatan pelanggan, kesadaran merek dan pendapatan.27

25 Alsa, http://Black Market Rugikan Perekonomian Dunia.com/diakses tanggal 28 Februari 2021, Pukul 20.11 Wib

26 Deky Paryadi, Perkembangan Regulasi Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi E- Commerce Di Indonesia Dan Negara-Negara Asean, ERA HUKUM NO.2/ TH.16/ OKTOBER 2016, hlm 299

27 Mahir Pradana, Op.Cit, hlm 165

(23)

E-commerce merupakan suatu proses jual beli barang dan/atau jasa yang dilakukan melalui jaringan komputer, e-commerce tersebut dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun. Semua transaksi jual beli melalui internet ini tidak dilakukan secara langsung atau tatap muka antara para pihaknya, mereka mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain, sehingga perjanjian jual beli yang terjadi di antara penjual dan pembeli dilakukan secara elektronik.28

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan disebutkan dalam Pasal 1 bahwa Perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.29

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal, dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis pada peraturan perundang-undangan (law in books) dan penelitian terhadap sistematika hukum dapat dilakukan ada peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum tertulis.30 Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang hanya melukiskan keadaan objek atau

28 Ahmad M. Ramli, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta, Refika Aditama, 2013, hlm.1.

29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

30 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2014, hlm 184.

(24)

peristiwanya tanpa suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu dengan cara menganalisis data berdasarkan undang-undang.31

2. Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian.32 Sumber data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan. Bahan ini antara lain adalah peraturan perundang- undangan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang terdiri atas buku-buku, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana (doktrin), kasus-kasus hukum, jurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir, yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.33

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

31 Ibid.

32 Mukti Fajar, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum-Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 34.

33 Jhony Ibrahim. Teori dan Penelitian Hukum Normatif. Malang, Bayumedia Publishing, 2006, hlm 295.

(25)

misalnya penjelasan perundang-undangan, ensiklopedia hukum, dan indeks majalah hukum.34

3. Teknik dan alat pengumpul data

Untuk memperoleh hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenaran serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka dipergunakan alat pengumpulan data. Studi kepustakaan (library research) studi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data sekunder yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan, buku teks, data dari instansi atau lembaga lain yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian ini.

4. Analisis data

Analisis merupakan penjelasan dari semua bahan-bahan maupun data-data yang sudah dikumpulkan dan dijelaskan sebelumnya secara sistematis. Penjelasan tersebut diuraikan secara logis menurut pemikiran dari penulis. Terdapat beberapa jenis teknik analisis data, tetapi dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data secara kualitatif. Teknik analisis data secara kualitatif yaitu metode analisis data dengan cara mengelompokkan dan menseleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya kemudian disusun secara sistematis, yang selanjutnya dikaji dengan metode berfikir secara deduktif dihubungkan dengan teori-teori dari studi kepustakaan (data sekunder), kemudian

34 Ibid

(26)

dibuat kesimpulan yang berguna untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.35

G. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelesuran yang dilakukan di perpustakaan fakultas hukum Universitas Sumatera Utara dan fakultas hukum yang ada di Indonesia, baik secara fisik maupun online tidak ditemukan judul tersebut, namun ada beberapa penelitian terkait perlindungan hukum terhadap konsumen diantaranya:

1. Gandhi Diapari Siregar. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (2018), judul penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Jual Beli Telepon Genggam Tanpa Garansi (Studi Pada Telepon Genggam Black Market) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Adapun permasalahan dalam penelitian ini;

a. Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap jual beli telepon genggam yang tidak disertai dengan kartu jaminan/garansi.

b. Tanggungjawab pelaku usaha dalam layanan purna jual produk telepon genggam yang tidak disertai dengan kartu jaminan/garansi.

c. Penyelesaian perselisihan antara produsen dengan konsumen apabila hak- hak konsumen dilanggar.

2. Ni Putu Aprilia Surya Dewi. Fakultas Hukum Universitas Udayana (2018), judul penelitian Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Smartphone Bermerek

35 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum Cet. I, Bandung. Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.50

(27)

iPhone Dalam Kaitannya Dengan Peredaran Produk iPhone Rekondisi Di Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini;

a. Pengaturan mengenai peredaran produk iPhone rekondisi.

b. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dalam kaitannya dengan peredaran produk iPhone rekondisi di Indonesia.

3. Sri Widya Astuti. Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (2016), judul penelitian Tanggung Jawab Perbuatan Melawan Hukum Pelaku Usaha Penjual Smartphone Terhadap Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Adapun permasalahan dalam penelitian ini;

a. Pelaku usaha penjual smartphone supercopy harus bertanggungjawab atas produk smartphone supercopy yang dijualnya pada konsumen.

b. Tanggung jawab penjual smartphone supercopy terhadap produk smartphone supercopy yang dijualnya pada konsumen.

c. Perlindungan hukum bagi konsumen dari produk smartphone supercopy yang dibelinya.

4. Vincent Teodoran. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

(2017), judul penelitian Keseimbangan Kedudukan Hukum Para Pihak Pada Transaksi E-commerce (Studi Pada PT. Bukalapak.Com). Permasalahan dalam penelitian ini adalah;

1. Pengaturan e-commerce di Indonesia.

2. Kedudukan hukum para pihak dalam transaksi e-commerce.

(28)

3. Upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang dirugikan terkait dengan transaksi e-commerce.

H. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri atas 5 (lima) bab, dimana satu sama lainnya saling terkait. Sistematika penulisan skripsi ini untuk memberikan gambaran agar memudahkan dalam mempelajari isinya. Adapun sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan awal dalam penelitian yang berisikan Latar Belakang. Rumusan Masalah. Tujuan dan Manfaat Penulisan.

Tinjauan Pustaka. Metode Penelitian. Keaslian Penulisan Sistematika Penulisan.

BAB II SMARTPHONE YANG TERMASUK DALAM KATEGORI BLACK MARKET

Bab ini berisikan Latar Belakang Pembentukan UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang terdiri atas Ruang Lingkup Perlindungan Konsumen dan Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen. Tanggung jawab Produsen Terhadap Konsumen. Hak-hak Konsumen terhadap Produk yang Di beli.

Jenis-jenis Produk dan Standarisasi. Dan penerapan Undang- undang Perlindungan Konsumen dalam Hukum Perdata.

(29)

Smartphone yang termasuk dalam kategori Black Market.

Hubungan Hukum antara Produsen dengan Konsumen serta Manfaat dan Fungsi Pengawasan terhadap Perlindungan Konsumen.

BAB III HAK KONSUMEN YANG MEMBELI SMARTPHONE BERSTATUS BLACK MARKET DI INDONESIA

Bab ini berisikan Hak Konsumen yang Membeli Smartphone Black Market berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Dalam Pengadilan yang terdiri atas Gugatan Ganti Rugi terhadap Pembelian Produk Smartphone Black Market di Indonesia.

Pembuktian Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF

PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA

Bab ini berisikan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Perspektif Hukum di Indonesia. Perlindungan Konsumen Dalam Aspek Hukum Publik yang terdiri atas Gugatan Class Action.

Keuntungan dan Kerugian melakukan Gugatan Class Action.

Perlindungan Konsumen Dalam Aspek Keperdataan. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmaagtigdaad). Kerugian terhadap Konsumen sebagai Perbuatan Wansprestasi.

(30)

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh setelah penelitian pada skripsi ini selesai dilakukan. Bab ini juga berisi saran-saran pengembangan dari skripsi ini, agar dapat menjadi bahan pemikiran bagi para pembaca yang ingin mengembangkannya.

(31)

A. Latar Belakang Pembentukan UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

1. Ruang Lingkup Perlindungan Konsumen dan Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah- kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.36 Perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 1 angka 1 UUPK yang menegaskan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.37

Kehadiran UUPK menjadi tonggak sejarah perkembangan hukum perlindungan konsumen Indonesia. Diakui bahwa undang-undang tersebut bukanlah yang pertama dan yang terakhir, karena sebelumnya telah ada

36 Az. Nasution, Op.Cit, hlm. 30.

37 Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm 8

(32)

beberapa rumusan konsumen tersebar dalam beberapa peraturan perundang- undangan. Undang-Undang ini mengatur tentang kebijakan perlindungan konsumen, baik menyangkut hukum materiil maupun hukum formil mengenai penyelesaian sengketa konsumen.38

Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang ilmu hukum lainnya, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berpredikat sebagai konsumen.

a. Konsumen

Pasal 1 butir 2 UUPK menyatkan bahwa: Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Secara umum, konsumen dibagi menjadi tiga bagian, yaitu;

1) Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;

2) Konsumen-antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa lain untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/atau jasa lain untuk diperdagangkan (untuk tujuan komersial);

3) Konsumen-akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan

38 Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Ctk. Pertama, Bandung, Nusa Media, 2008, hlm.20.

(33)

hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non-komersial).

The UN Guidelines for Consumer protection yang diterima dengan suara bulat oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi PBB Nomor A/RES/39/248 tanggal 16 April 1995 tentang Perlindungan Konsumen, mengandung pemahaman umum dan luas mengenai perangkat perlindungan konsumen yang asasi dan adil. Hal yang diperjuangkan oleh guidelines tersebut adalah struktur kelompok-kelompok konsumen yang independen, dimana dinyatakan dalam paragraf pertama bahwa pemerintah-pemerintah sepakat untuk memfasilitasi/mendukung perkembangan kelompok-kelompok konsumen.39

b. Pelaku Usaha

Hukum perlindungan konsumen, yang disebut pelaku usaha adalah setiap orang, baik perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang (Pasal 1 butir 3 UUPK).

Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan/atau jasa hingga sampai ke tangan

39 Yusuf Sofie. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya.

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm 31

(34)

konsumen. Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pihak pembuat/pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian/peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen.40

Cakupan perlindungan konsumen dapat dibedakan menjadi dua aspek yaitu:

a. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati;

b. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil bagi konsumen.41

Kehadiran dari perlindungan konsumen adalah untuk menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun kerangka umum mengenai sendi-sendi pokok perlindungan konsumen yang dinyatakan oleh A. Zen Umar Purba sebagaimana dikutip Happy Santoso, yaitu:

a. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha;

b. Konsumen mempunyai hak;

c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban;

d. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional;

e. Perlindungan konsumen dalam iklan bisnis sehat;

f. Keterbukaan dalam promosi barang dan/atau jasa;

g. Pemerintah perlu berperan aktif;

40 Janus Sidabalok, Op.Cit, hlm 16

41 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakata, Prenada mediagroup, 2016, hlm 12

(35)

h. Masyarakat juga perlu berperan serta;

i. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang;

j. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap.42

Perkembangan hukum konsumen di dunia berawal dari adanya gerakan perlindungan konsumen pada abad ke-19 terutama di tandai dengan munculnya gerakan konsumen yang terjadi di Amerika Serikat. pada Tahun 1891 di New York terbentuk Liga Konsumen yang pertama kali didunia. Baru pada Tahun 1898, di tingkat nasional Ameika Serikat terbentuk Liga Konsumen Nasional (The National Consumer’s League). Organisasi ini semakin tumbuh pesat dan pada Tahun 1903 telah berkembang menjadi 64 cabang yang meliputi 20 negara. Dalam perjalanan waktu, ada banyak hambatan yang dihadapi organisasi ini.43

Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai keinginan atau dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Disisi lain, kondisi dan fenomena tersebut diatas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada disisi yang lemah.44

42 Happy Santoso, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta, :Visimedia, 2010, hlm 4

43 Happy Santoso, Op.Cit, hlm 6

44 Adrian Sutendi, Op.Cit, hlm. 2

(36)

Kepentingan-kepentingan konsumen telah lama menjadi perhatian, yang secara tegas telah dikemukakan pada Tahun 1962 oleh Presiden Amerika Serikat Jhon F. Kennedy yang menyampaikan pesan di depan kongres tentang pentingnya kedudukan konsumen di dalam masyarakat. Dua pertiga dari jumlah uang yang dipergunakan dalam kehidupan ekonomi berasal dari konsumen. Namun demikian, biasanya suara mereka tidak didengar. Seringkali pada kenyataan bahwa para konsumen inilah yang biasanya kurang mendapat perlindungan sehingga merekalah pertama-tama yang terkena akibat dari kualitas barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi persyaratan.45

Dilihat dari sejarahnya, mengenai perlindungan konsumen di Indonesia telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, kendatipun sebagaian besar peraturan-peraturan tersebut pada saat ini sudah tidak berlaku lagi. Gemparnya perlindungan konsumen di Indonesia mulai terdengar dan popular pada sekitar Tahun 1970an yakni saat berdirinya lembaga perlindungan konsumen yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Tahun 1973.46 YLKI muncul dari sekelompok kecil anggota masyarakat yang bertujuan mempromosikan hasil produksi Indonesia. Metode kerja YLKI melakukan penelitian terhadap sejumlah barang dan/atau jasa dan mempublikasikan hasilnya kepada masyarakat.47

Sejarah perkembangan perlindungan konsumen sejalan dengan perkembangan perekonomian dunia. Perkembangan perekonomian yang begitu pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis

45 Ibid, hlm. 2-3.

46 Zulham, Op.Cit, hlm 34

47 Shidarta, Op.Cit, hlm 40

(37)

barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Barang dan/atau jasa tersebut umumnya merupakan barang dan/atau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplementer satu terhadap yang lainnya. Dengan diversifikasi produk yang sedemikian luasnya dan dengan dukungan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, dimana terjadi perluasan ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan pada berbagai jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari produksi domestik dimana konsumen berkediaman maupun yang berasal dari luar negeri.48

2. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

Kebutuhan-kebutuhan akan informasi hukum, khususnya hukum ekonomi dalam perkembangannya dewasa ini sangatlah mendesak. Apabila dalam era globalisasi seperti saat ini, yang ditandai dengan saling ketergantungan antara negara satu dengan negara lainnya, pembentukan hukum nasional yang baru perlu memperhatikan dimensi internasional, Indonesia dituntut membentuk hukum nasional yang harus mampu berperan dalam memperlancar lalu lintas ditingkat internasional.49

Prinsip perlindungan konsumen berdasarkan Pasal 2 UUPK terdiri dari 5 (lima) prinsip yang merupakan usaha bersama dalam pembangunan nasional, yaitu:

a. Prinsip manfaat bertujuan untuk mempercayakan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen harus

48 Ibid, hlm 47

49 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Sinar Grafika, 2017, hlm 98

(38)

memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan

b. Prinsip keadilan bertujuan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Prinsip keseimbangan bertujuan untuk memberi keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah.

d. Prinsip keamanan dan keselamatan konsumen bertujuan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian serta pemanfaatan barang dan/atau jasa yang digunakannya.

e. Prinsip kepastian hukum yaitu ditujukan kepada pelaku usaha maupun konsumen untuk menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen serta negara memiliki tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum tersebut.50 3. Tanggungjawab Produsen Terhadap Konsumen

Secara teoritis pertanggung jawaban terkait dengan hubungan hukum yang timbul antara pihak yang menuntut pertanggung jawaban dengan pihak yang dituntut untuk bertanggung jawab. Oleh karena itu berdasarkan jenis hubungan hukum atau peristiwa hukum yang ada, maka dapat dibedakan:

pertama pertanggung jawaban atas dasar kesalahan adalah tanggung jawab

50 Abdul Halim Barakatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Bandung, Nusa Media, 2016, hlm.7

(39)

yang dapat lahir karena terjadinya wanprestasi, timbulnya perbuatan melawan hukum dan/atau karena tindakan yang kurang hati-hati. Kedua, pertanggung jawaban atas dasar risiko adalah tanggung jawab yang harus dipikul sebagai risiko yang harus diambil oleh seorang pelaku usaha atas kegiatan usahanya.51

Tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen.

Dalam kasus-kasus pelanggaran konsumen diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab tersebut dibebankan kepada pihak yang terkait. Dan kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan yang paling banyak mengalami kerugian yang disebabkan produk dari pelaku usaha itu sendiri.

Beberapa sumber formal hukum, seperti perundang-undangan dan perjanjian di hukum keperdataan sering memberikan pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen yaitu pelaku usaha.52

Dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen khususnya menentukan tanggung jawab pelaku usaha dengan konsumen yang menderita kerugian karena produk cacat, maka fakta-fakta sekitar peristiwa yang menimbulkan kerugian itu terlebih dahulu dikualifisir menjadi suatu perbuatan melawan hukum. Artinya dapat ditunjukkan bahwa perbuatan pelaku usaha adalah perbuatan yang melanggar hukum, baik itu berupa pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, dan/atau pelaku usaha melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, melanggar kesusilaan,

51 Janus Sidabalok, Op.Cit, hlm 90-91

52 Louis Yulius, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Produk Yang Merugikan Konsumen, Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013, hlm 29

(40)

ataupun telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepatutan dan pergaulan hidup masyarakat dalam menjalankan usahanya, khususnya kepatutan dalam hal berproduksi dan mengedarkan produknya.53

Prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan, antara lain:

a. Tanggung jawab atas dasar kesalahan (liability based on fault). Prinsip liability based on fault adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana maupun perdata. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukanya.

b. Praduga selalu bertanggungjawab (presumption of liability). Prinsip ini menyatakan tergugat selalu dianggap bertanggungjawab sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka dari itu beban pembuktian terdapat pada si tergugat.

c. Praduga selalu tidak bertanggungjawab (presumption of nonliability).

Lingkup transaksi konsumen dalam prinsip ini sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.

d. Tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip ini menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, terdapat pengecualian- pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari prinsip ini, misalnya keadaan memaksa (force majeure). Keadaan memaksa ini adalah keadaan yang terjadi diluar kuasa dari para pihak yang bersangkutan,

53 Ibid, hlm 89

(41)

seperti terjadi bencana alam. Secara umum prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen digunakan untuk “menjerat” pelaku usaha (produsen), yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen.

e. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability) Prinsip ini sangat disenangi oleh produsen untuk dicantumkan sebagai klausul pengecualian kewajiban dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen apabila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha.54

4. Hak-hak Konsumen terhadap Produk yang Di Beli

Pembangunan dan perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa.

Akibatnya barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.55 Larangan terhadap pelaku usaha yang terdapat dalam Pasal 9 Ayat (2) ini, membawa akibat bahwa pelanggaran atas larangan tersebut dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.56

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingan tersebut.

Kekuasaan ini dilakukan secara terukur yaitu telah ditentukan keluasan dan

54 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hlm 92-97

55 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit,hlm. 37

56 Ibid, hlm 91

(42)

kedalamannya yang dapat disebut sebagai hak. Setiap kekuasaan dalam masyarakat tidak dapat disebut sebagai hak, karena kekuasaan itu tertentu saja yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.57 Hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga kehendak.58

Supaya hak-hak konsumen itu sempurna harus memenuhi tiga syarat, yakni hak itu dibutuhkan untuk perkembangan manusia, hak itu diakui oleh masyarakat dan hak itu dinyatakan demikian dan karena itu dilindungi dan dijamin oleh lembaga negara.59 Di Indonesia hak-hak konsumen diatur didalam Pasal 4 UUPK, terutama huruf b yang menyatakan “hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan”, dan huruf c menyatakan bahwa “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”. Dengan menggunakan kedua ayat pada Pasal 4 UUPK ini, maka dapat diketahui bahwa konsumen berhak atas segala janji yang dijanjikan oleh pelaku usaha dalam mempromosikan barang dan/atau jasa serta berhak atas segala informasi terkait dengan barang dan/atau jasa. Untuk itu dapat dikatakan bahwa pelaku usaha disisi lain berkewajiban untuk menepati janji-janji serta memberikan segala informasi terkait barang dan/atau jasa.60

Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen tersebut. Produk barang dan/atau jasa itu

57 Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hlm 53

58 Ibid

59 Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm. 50.

60 Ibid.

(43)

tidak boleh membahayakan, jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani dan rohani.61

5. Jenis-Jenis Produk dan Standarisasi

Produk adalah segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan dengan teknologi.62 Produk terdiri atas barang dan/atau jasa. Pasal 1 angka 4 UUPK barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai dan/atau dimanfaatkan oleh konsumen.

Standarisasi berfungsi membantu menjembatani kepentingan konsumen dan pelaku usaha dengan menetapkan standard produk yang tepat dapat memenuhi kepentingan dan mencerminkan aspirasi kedua belah pihak. Dengan adanya standarisasi produk ini akan memberi manfaat yang optimum pada konsumen dan pelaku usaha, tanpa mengurangi hak milik konsumen.63

Jika suatu produk telah distandarisasi/disertifikasi, maka produk tersebut harus benar-benar memberikan jaminan atas kualitas dan keamanan dari produk yang bersangkutan. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa jika suatu produk telah memenuhi standar dan tersertifikasi, maka produk tersebut dipastikan akan memberikan jaminan dan perlindungan kepada konsumen. Namun dalam kenyataannya masih banyak ditemui produk-produk

61 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hlm 33

62 Janus Sidabalok, Op.Cit, hlm 15

63 Ibid, hlm 16

(44)

yang telah berstandar dan bersertifikasi masih merugikan konsumen, apalagi terhadap produk-produk yang belum memenuhi standar dan tersertifikasi.64

Seringkali konsumen merasa dirugikan atas beredarnya produk.

Misalnya yang sempat heboh adalah adanya produk susu kemasan yang mengandung melamin, ketidakhalalan bumbu masak ajinomoto, permen yang mengandung zat adiktif, tempe bongkrek yang beracun dan masih banyak lagi produk yang beredar di pasaran, terutama produk-produk home industry yang belum memenuhi standar mutu yang ditentukan.65

B. Penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Hukum Perdata

UUPK dan peraturan perundang-undangan lainnya yang materinya juga ada yang mengatur tentang perlindungan konsumen tidak ada yang merumuskan tentang pengertian atau definisi tentang hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen sudah seringkali kita dengar, namun belum jelas benar apa yang masuk ke dalam materi keduanya, apakah beda keduanya identik.66

Hukum perlindungan konsumen atau kadangkala dikenal juga dengan hukum konsumen (consumers law).67 Menurut Lowe, secara umum hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen yakni “…rule of law which

64 Tami Rusli, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Pranata Hokum Volume 7 Nomor 1 Januari 2012, hlm 81

65 Ibid

66 Shidarta, Op.Cit, hlm 11

67 Gunawan Wijaya, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm.12.

Referensi

Dokumen terkait

melakukan tindakan yang secara moral baik, apabila mematuhi perintah atau aturan, yang dengan bantuan rasionya dijabarkan dari kaidah moral yang berlaku umumc. Peran etika

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan di Puskesmas Cukir Kabupaten Jombang yang berjudul “Gambaran Kadar Protein Urin Pada Ibu Hamil Trimester II Menggunakan

kemampuan yang dimiliki karyawan diiringi dengan pemberian motivasi kerja yang cukup dari pimpinan perusahaan, maka karyawan tersebut diharapkan dapat menggerakkan

Dengan adanya penghematan pajak setelah dilakukannya perencanaan pajak, maka pengeluaran kas atau biaya pajak penghasilan menjadi berkurang sehingga menambah

Upaya Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Metode Sosiodrama Pada Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas XI MA Roudlotul Mubtadiin Balekambang Nalumsari1. Jepara

Populasi sampel adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe 2 baik dengan atau tanpa penyakit penyerta yang tercatat sebagai pasien yang menjalani

Syaikh Abdurrauf tidak saja mengajarkan dan memper- kenalkan membaca Alquran kepada anaknya, Syakih Azra‘i, akan tetapi beliau juga mengajarkan makharij al-Huruf dan ilmu tajwid

Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda yaitu assurantie sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan assurance. Dalam bahasa Belanda selain istilah