BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pada saat pandemi COVID-19 dunia menghadapi krisis kesehatan maupun krisis ekonomi sektor perbankan pun ikut terkena dampaknya. Dengan adanya pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7-day reverse rate (BI7DRR) menyebabkan tren Bunga deposito mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Akan tetapi, jumlah simpanan masyarakat khususnya deposito terus meningkat di tengan pandemic COVID-19. Fenomena ini berdampak kepada likuiditas perbankan yang berlimpah tertinjau dari dana pihak ketiga (DPK) bank yang terus naik. Sekaligus laju loan to deposit ratio (LDR) menjadi turun signifikan.
Pada tahun 2020 banyak pemilik dana cenderung menabung untuk deposito. 13 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2008 kasus kebangkrutan di Amerika Serikat ini menjadi kasus terbesar pada 2008 mengungkapkan seberapa besar pasar keuangan kepada aset ‘usang’ hipotek subprime dan turunannya saat itu terjadi melonjak kembali. Masalah ini timbul kembali karena industry hipotek memberikan dana para peminjam yang sebenarnya tidak mampu untuk membayar.
Bagi dunia, hal ini menandakan berakhirnya pertumbuhan. Setelah 6 tahun belalu,
ekonomi berkembang melambat di tahun 2009 ke tingkat pertumbuhan yang lebih
menengah 2,8%, menurut Dana Moneter Internasional (IMF) sementara ini negara
industri menyusut menjadi -3,4%. Pada pertemuan G20, ekonomi terbesar dunia
menyadari perlunya mendukung ekonomi dunia, dan menyepakati serangkaian
kebijakan untuk membangkitkan pertumbuhan. Bagaimana dengan Indonesia
sendiri? Indonesia pada tahun 2009, wartawan BBC Jonathan Head melaporkan
negara Asia Tenggara ini kurang bergantung pada ekspor sehingga kemungkinan
akan dapat menahan dampak krisis lebih baik daripada tetangganya. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia di tahun 2008 sebesar 6,01%, menjadi turun sebesar 4,63% di
tahun 2009 dan di tahun 2018 indonesia di perkirakan akan tumbuh di tingkat
5,17%.
Perbandingan seperti itu sangat terlihat signifikan jika dilihat dari rasio kredit yang bermasalah atau non-performing loan (NPL) di masing-masing periode.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan “ditengah pandemic seperti ini rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) industri perbankan Indonesia masih berada dibawah 5%”. Hal tersebut berbeda dengan kondisi krisis ekonomi dengan rasio NPL mencapai 50%. Menurutnya sangat berpengaruh signifikan untuk menentukan kondisi perbankan maupun sistem keuangannya. Pasalnya, jika NPL terus melonjak maka akan menggerus permodalan (Capital) dan akan menghilangkan tingkat profitabilitas bank.
Berdasarkan OJK, rasio NPL perbankan pada September 2020 mencapai 3,15%
(gross) dan 1,07% (nett). Menurutnya “ketika NPL meningkat tinggi perbankan akan mengalami penurunan kinerja yang luar biasa, bahkan bisa mengalami krisis”.
Piter menjelaskan dengan sehatnya kondisi industri dengan kondisi bank yang sehat dan stabil akan menjadi modal besar dalam melakukan pemulihan di masa yang akan datang. Namun perlu diketahui pemulihan ekonomi nasional juga tidak bergantung pada pemerintah meskipun program stimulus akan tetap berlanjut.
Menurutnya, dengan perbankan yang masih stabil dan sehat, perbankan bisa membantu untuk meningkatkan peran swasta dalam pemulihan ekonomi lewat penyaluran kredit.
Pada tahun 2020 adalah tahun terberat bagi industri perbankan, pandemi
COVID-19 yang memukul sebagian besar sektor bisnis membuat perbankan hanya
fokus terhadap debitur saja agar para debitur bertahan untuk menghadapi tekanan
lewat program restrukturisasi kredit. Sementara ekspansi sangat terbatas mengingat
perihal sektor usaha sulit dalam melakukan ekspansi. Prospek perbankan pada
tahun yang akan datang sangat tergantung pada perkembangan pandemi. OJK
memproyeksikan kredit hanya bisa tumbuh sekitar 6-7% tahun depan. pada 22
Desember 2020 Menurut Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK dalam
outlook ekonomi Indonesia perkembangan kredit masih dalam keadaan yang belum
normal meskipun banyak sentimen positif yang akan membantu pemulihan
ekonomi karena masih harus menempuh penurunan pada tahun 2020.
Untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional tahun depan, OJK masih tetap fokus pada segmen Usaha Mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan menerapkan teknologi dalam memperluas akses maupun dari sisi penilaian kredit, meredesign arsitek industri keuangan agar lebih kokoh dalam menghadapi krisis Bank Indonesia (BI) lebih optimis lagi dengan prospek positif perbankan. BI menargetkan pertumbuhan kredit tumbuh sekitar 7-9%. BI yakin pemulihan ekonomi nasional pada tahun yang akan datang dapat terwujud karena vaksinasi akan berjalan secara bertahap sehingga mobilitas manusia akan semakin membaik Menurut (Unda, 2012) di tengah perkembangan industri perbankan yang semakin membaik, Bank Indonesia melakukan pengawasan, pembinaan, dan bimbingan.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan dan mengalokasikan kepada masyarakat dalam kredit dana atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (UU No.10 tahun 1998). Menurut Dendawijaya dalam (Panjaitan & Wardani, 2015) bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya menghimpun dana dalam bentuk giro, tabungan dan deposito kemudian menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit, modal kerja dan investasi serta memberikan jasa- jasa dalam lalu lintas peredaran uang. Bila dilihat dari segi usahanya, bank dapat diartikan suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai jenis macam jasa, seperti sebagai tempat melakukan transaksi pembayaran, pengiriman uang pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaan-perusahaan lainnya.
Kinerja keuangan diberitahukan oleh laporan keuangan yang diterbitkan secara periodik dimana laporan keuangan tersebut menunjukan keadaan bank yang sebenarnya. Kinerja keuangan bank yang sehat dapat mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat pada bank itu sendiri (SAHRUL MUNIROH, 2014).
Tingkat kesehatan bank dapat dikatakan sebagai keahlian suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
semua kewajibannya dengan baik menggunakan cara-cara sesuai peraturan
perbankan yang berlaku. Kinerja keuangan memiliki peran penting, dengan kinerja
keuangan yang baik maka akan lebih mudah menarik minat investor. Kinerja keuangan ialah suatu cerminan dari perolehan sebuah keberhasilan perusahaan itu sendiri yang dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas berbagai aktivitas yang telah dilaksanakan.
Pasar modal adalah salah satu pelopor utama perekonomian di dunia termasuk Indonesia, dengan melalui pasar modal perusahaan dapat mengantongi dana untuk melakukan kegiatan perekonomiannya. Salah satu indikator keberhasilan pengeloaan perusahaan adalah harga saham, jika harga saham suatu perusahaan selalu mengalami kenaikan, maka investor ataupun calon investor menilai bahwa perusahaan berhasil dalam menjalankan usahanya (Zuliarni, 2012). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya ditutup turun 0,95% di level 5.979,07 pada perdagangan terakhir di tahun ini, Rabu (30/12/2020) yang ditutup oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Harga saham dapat menjadi bayangan citra sebuah perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Perusahaan yang baik ialah perusahaan yang sahamnya selalu stabil bahkan harga sahamnya selalu naik, karena dengan naiknya harga saham dapat menggambarkan bahwa saham tersebut diminati oleh banyak investor sehingga dapat membuat harga saham naik. Dengan kinerja perusahaan yang baik pada suatu perbankan menjadi sebuah penilaian bagi para investor atau calon investor.
Kinerja keuangan dapat berpengaruh terhadap keputusan seorang investor
dalam investasi yang dilakukan pada perbankan yang lebih memberikan
keuntungan dengan tingkat resiko yang rendah. Selain itu, perbankan dapat
memahami seberapa besar kinerja yang telah dihasilkan dengan tujuan untuk
kesejahteraan pemegang saham dapat dicapai. Berikut grafik harga saham Bank
Umum-Buku IV:
Sumber: Data diolah penulis 2021
Gambar 1.1
Grafik Harga Saham Bank Umum-Buku IV Tahun 2016-2020
Sebelumnya sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum menggunakan sistem penilaian yang di atur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 yang diketahui dengan metode CAMELS yaitu terdiri dari Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity & Sensitivity to market risk.
Sedangkan cara atau pendekatan yang digunakan dalam menilai kesehatan bank saat ini mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, yaitu : dengan menggunakan Pendekatan Risiko (Risk-based Bank Rating) baik secara individual maupun secara konsolidasi, dengan cakupan penilaian meliputi faktor-faktor sebagai berikut: Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabiltas (earnings), dan permodalan (capital) atau disingkat menjadi metode RGEC. Perubahan sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dari metode CAMELS menjadi metode RGEC penyebabnya ialah krisis keuangan global yang terjadi beberapa tahun terakhir memberi pelajaran berharga bahwa inovasi dalam produk, jasa aktivitas perbankan yang tidak diimbangi dengan penerapan Manajemen Resiko yang memadai dapat meningkatkan berbagai permasalahan mendasar pada bank maupun
2335 3640 3660 4400 4170
5525
9900 8800 7850
6175 11575
8000 7375 7675 6325
750 1140 1145 1335 1065
3710
6960 7550
3950 3200
15500
21500
26000
33425 33850
-2000 3000 8000 13000 18000 23000 28000 33000
2016 2017 2018 2019 2020
BBRI BBNI MANDIRI CIMB NIAGA
PANIN DANAMON BBCA