• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSELING INDIVIDU TERHADAP SISWA KORBAN BROKEN HOME (STUDI KASUS DI SMA NEGERI 2 KOTA PADANGSIDIMPUAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSELING INDIVIDU TERHADAP SISWA KORBAN BROKEN HOME (STUDI KASUS DI SMA NEGERI 2 KOTA PADANGSIDIMPUAN)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KONSELING INDIVIDU TERHADAP SISWA KORBAN BROKEN HOME (STUDI KASUS DI SMA NEGERI 2 KOTA PADANGSIDIMPUAN)

Oleh:

Riem Malini Pane, M.Pd IAIN Padangsidimpuan

riem.malini@gmail.com

Abstract

The problem in this study is how to carry out individual counseling in dealing with broken home victims in SMA Negeri 2 Padangsidimpuan City, what method is used in dealing with broken home victims in SMA Negeri 2 Padangsidimpuan City, why is individual counseling used to deal with broken home victims at SMA Negeri 2 Padangsidimpuan City

Based on the above problems, the purpose of this study was to find out the description of the implementation of individual counseling in dealing with broken home victims in SMA Negeri 2 Padangsidimpuan City, to find out the method used in dealing with broken home victims at SMA Negeri 2 Padangsidimpuan City, and to find out the use of individual counseling in dealing with broken home victims in SMA Negeri 2 Padangsidimpuan City.

This type of research is qualitative, namely research conducted by observing the surrounding phenomena and analyzing them using scientific logic. The approach used in qualitative research is to use a descriptive qualitative approach, aims to describe systematically and accurately, certain facts and characteristics.

Based on this research, it was found that the implementation of individual counseling in dealing with broken home victims in SMA Negeri 2 Padangsidimpuan City not well structured but the BK teacher himself took the initiative to solve student problems by meeting the homeroom teacher not well structured but the BK teacher himself took the initiative to solve student problems by meeting the homeroom teacher is student acceptance regardless of condition, carrying out assessment of student problems, is empathy and sympathy for students, listening and giving open questions to students, the method used in dealing with broken home victims at SMA Negeri 2 Padangsidimpuan City is directive counseling services provided by the BK teacher to handle the case of students from broken home families in SMA Negeri 2 Padangsidimpuan City is in the form of individual counseling, because it is considered more effective, consideration that student problems are classified as personal problems, also more open students express their problems.

Keywords: individual counseling, students, broken home

(2)

Pendahuluan

Siswa mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa dan negara. Siswa merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat membangun dan berkarya bagi negara. Anak-anak yang terdidik, disiplin, dan berkualitas secara intelektual, mental dan spiritual akan mampu berkompetisi dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga kelangsungan dan martabat bangsa dapat terjamin. Oleh karenanya, siswa sebagai generasi penerus cita-cita bangsa dan pembangunan nasional, perlu ditingkatkan pembinaan dan pengembangannya serta diarahkan sehingga benar-benar dapat berkembang sebagaimana mestinya yaitu menjadi tumpuan masa depan bangsa dan negara.

Di sisi lain, siswa yang duduk di tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) adalah siswa yang rentan dengan pancaroba, gejolak dan penuh dengan tantangan, masa dimana seseorang sedang mengalami saat kritis, sebab ia berada dalam masa peralihan menginjak kepada masa pematangan. Pada masa peralihan itu pula siswa yang rata-rata seusia remaja sedang mencari identitasnya yang sedang bergejolak tidak menentu dan sangat rawan perkembangan kejiwaannya. Sehingga dapat dipastikan, tidak semua anak di tahap ini dapat melalui proses perkembangannya dan berhasil dengan baik, apabila tidak didukung secara penuh oleh faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Tidak sedikit di antara mereka yang mengalami kegagalan dalam mencapai tugas perkembangannya, justru terjerumus kepada perbuatan yang tidak semestinya dilakukan.

Permasalahan yang dialami siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini terlebih lagi disebabkan karena sumber- sumber permasalahan siswa yang banyak terletak di luar sekolah. Dalam kaitan ini, permasalahan siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja. Apabila misi sekolah adalah menyediakan pelayanan yang luas untuk membantu siswa mencapai tujuan-tujuan

(3)

perkembangannya dan mengatasi permasalahannya, maka segenap kegiatan dan kemudahan yang diselenggarakan sekolah perlu diarahkan ke sana. Di sinilah dirasakan perlu pelayanan bimbingan dan konseling di samping kegiatan pengajaran. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sangat penting dilaksanakan guna membantu siswa mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya.1

Salah satu wahana dalam menumbuh kembangkan potensi siswa adalah melalui keluarganya. Keluarga memiliki peran yang sentral untuk menunjang keberhasilan belajar siswa. Siswa yang memiliki keluarga yang harmonis, peduli dan bertanggung jawab akan menghantarkannya kepada pintu keberhasilan, dan setidaknya siswa lebih siap untuk menghadapi realitas dunia pendidikannya. Hal yang sebaliknya, apabila keluarga kurang memperhatikan dan anak bebas tanpa pantauan orangtua, maka peluang jenis permasalahan yang dihadapi siswa tidak hanya dari lingkungan belajarnya, namun juga permasalah yang bersumber dari keluarga.

Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi tumbuh berkembangnya anak sejak lahir sampai dewasa, oleh karena itu fungsi keluarga menjadi sangat penting untuk diketahui setiap orangtua. Kesejahteraaan keluarga sangat erat kaitannya dengan pembinaan anak dalam keluarga, oleh karena itu orangtua mempunyai peran sangat penting dalam keluarga dan perlu dibekali pengetahuan tentang pola asuh anak dalam keluarga.

Siswa merupakan target yang rentan mendapat masalah karena kondisinya yang masih labil. Hal ini berarti dalam usia siswa terutama siswa yang pada jenjang SMA (Sekolah Menengah Atas) permasalahan semakin kompleks dan mereka memerlukan bantuan untuk mengatasi masalahnya tersebut. Ada permasalahan yang muncul dikarenakan permasalahan keluarga, sosial, pribadi, belajar, karir, maupun keagamaan.

1 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 11

(4)

Keluarga dan sekolah mempunyai pengaruh yang penting untuk membantu perkembangan siswa dan membantu siswa mengatasi masalah-masalah yang dihadapi remaja yang semakin lama semakin kompleks.

Ketika siswa mengalami permasalahan dalam keluarganya dan dari permasalahan tersebut muncul perilaku-perilaku negatif yang dapat menimbulkan masalah, khususnya dalam pendidikannya, dalam hal ini keluarga tidak dapat berperan secara maksimal untuk membantu mengatasi permasalahan siswa tersebut. Sehingga pihak sekolah memiliki peran penting dalam membantu siswa mengatasi masalah mereka. Guru bimbingan dan konseling mempunyai peran penting dalam membantu siswa menyelesaikan masalah mereka melalui layanan-layanan, salah satunya melalui layanan konseling individu.

Konseling individu dalam hal ini merupakan layanan yang tepat diberikan pada siswa yang mengalami masalah pribadi, dalam hal ini yaitu siswa yang mempunyai permasalahan dalam keluarganya yang berlatar belakang broken home.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Guru bimbingan dan konseling Ibu Dewi Narti,S.Pd di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan, data informasi yang diperoleh mengenai siswa yang broken home cenderung memiliki kasus yang sangat kompleks yang semuanya mengarah kepada perilaku kenakalan yang dilakukan oleh siswa yaitu membolos, berkelahi, merokok, berbohong dengan memalsukan surat ijin, tidak disiplin dalam proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), sering terlambat masuk kelas/sekolah, pakaian tidak sesuai ketentuan sekolah, dan tidak mengerjakan tugas dari guru.2 Dan alasan peneliti memilih SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan sebagai tempat penelitian karena di sekolah tersebut ditemukan banyak kasus yang berbeda akibat dari broken home sehingga peneliti menganggap perlu untuk memecahkan masalah-masalah melalui konseling individu.

2 Hasil wawancara dengan Guru bimbingan dan konseling SMA Negeri 2 Padangsidimpuan tanggal 13 Desember 2017

(5)

Telah banyak usaha yang dilakukan oleh sekolah terutama guru bimbingan konseling untuk mengatasi efek dari broken home, mulai dari memberikan peringatan, teguran, hukuman serta pemanggilan kepada orangtua. Namun sejauh ini belum memberikan hasil yang signifikan. Sehingga, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang konseling individu yang dilaksanakan oleh Guru bimbingan dan konseling kepada siswa-siswa tersebut.

Metodologi

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan bertujuan untuk memperoleh informasi dan mendeskripsikan peristiwa, kejadian yang terjadi di lapangan sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan.3Adapun pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif.

Metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.4

Dengan itu dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya penelitian ini merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data, menyajikan informasi selanjutnya mendeskripsikan keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan mengenai konseling individu terhadap siswa korban broken home di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan dan menarik kesimpulan yang ada di lapangan.

3 Rosady Ruslan, Metode Penelitian : Public Relation & komunikasi (Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2004), hlm. 32.

4 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 4.

(6)

B. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.5Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata- kata, tindakan, dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.6 Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam sumber, yaitu sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah proses pengambilan data yang dihimpun langsung oleh peneliti,7artinya sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.8Sumber data primer atau data pokok yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang dicari.9

Dari hal tersebut sumber data primer peneliti dalam mendapatkan informasi dalam penelitian ini adalah Guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan yang berperan sebagai pelaksana konseling individu.

2. Data Sekunder

Adapun data sekunder, merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.10

5Salim dan Syahrum, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Citapustaka Media, 2007), hlm. 129.

.

6Lexy J. Moleong, Op. Cit., hlm. 157.

7Ahmad Nizar Rangkuti, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Citapustaka Media, 2014), hlm. 63.

8Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dilengakapi dengan Contoh Proposal dan Laporan Penelitian, Cet. Ke- 1 (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 62.

9 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 91.

10Sugiyono, Op. Cit, hlm.53.

(7)

Sumber data sekunder atau data pendukung dalam penelitian ini adalah wali kelas, siswa, dan dokumen yang dianggap relevan dengan masalah yang sedang diteliti.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Adapun subjek penelitian adalah siswa kelas XI yang mengalami kasus broken home di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan.

2. Objek Penelitian

Adapun objek penelitian adalah pelaksanaan konseling individu terhadap siswa korban broken home di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan yang dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling.

D. Instrumen Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.11

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.Wawancara tidak terstruktur merupakan pedoman wawancara yang hanya memuat garis-garis besar yang akan ditanyakan ketika di lapangan.12

11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 231.

12 Syukur Kholil, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: Citapustaka Media, 2006), hlm. 102.

(8)

Wawancara dilakukan dengan guru bimbingan dan konseling, siswa dan wali kelas untuk memperoleh data tentang pelaksanaan konseling individu dalam menangani siswa broken home yaitu melalui analisis data klien, pensintesisan data guna mengenali kekuatan dan kelemahan klien, diagnosis masalah, prognosis tentang perkembangan masalah, pemecahan masalah sampai pada tindak lanjut dan peninjauan hasil-hasil konseling.

2. Observasi

Observasi merupakan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam penelitian ini penulis mengamati pelaksanaan konseling individu yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling terhadap siswa yang mengalami broken home. Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengamatan terbuka, yaitu pengamatan yang dilakukan secara terbuka diketahui oleh subjek.13

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), karya-karya momumental, yang semuanya itu memberikan informasi untuk proses penelitian.14

Dokumentasi ini dilakukan untuk memperoleh data tentang profil bimbingan konseling, foto-foto kegiatan bimbingan konseling, catatan kegiatan guru bimbingan konseling dari kasus-kasus yang pernah ditangani di sekolah.

13Lexy J. Moleong, Metode Penulisan Kualitatif, Edisi Revisi. (Bandung:Rosada, 2008). hlm. 174.

14Lexy J. Moleong, Op. Cit., hlm. 103.

(9)

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih nama yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.15

Adapun langkah-langkah yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:

a. Menelaah seluruh data yang dikumpulkan dari sumber data (Collection Data) Langkah pertama yang dilakukan dengan cara pencarian data yang diperlukan terhadap berbagai jenis data dan bentuk data yang ada di lapangan kemudian melaksanakan pencatatan di lapangan.

b. Reduksi Data (Reduction Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

c. Penyajian Data (Display Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

15Sugiyono, Op. Cit, hlm. 224.

(10)

Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

d. Kesimpulan (Conclusion)

Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi jika kesimpulan awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.16

F. Teknik Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif diperlukan keabsahan data. Adapun teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan.17

Triangulasi yang dilakukan peneliti dengan cara:

16Ibid, hlm. 247-253.

17 Sugiyono, Op. Cit,hlm. 178.

(11)

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

b. Membandingkan hasil penelitian dengan fakta di lapangan.

Setelah hasilnya diketahui yang harus dilakukan peneliti adalah membandingkan hasil yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian dengan fakta atau nyata yang terjadi di lapangan, untuk mengetahui apakah hasil penelitian sudah sesuai secara fakta atau nyata serta meningkatkan derajat keabsahan data peneliti.

Hasil Pembahasan

1. Pelaksanaan konseling individu dalam menangani siswa korban broken home di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan

Pelaksanaan layanan konseling individu di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu bentuk penanganan untuk membantu siswa korban broken home. Layanan konseling individu ini diselenggarakan oleh seorang guru BK terhadap seorang siswa dalam rangka pengentasan masalah pribadi siswa khususnya mengenai masalah keluarga siswa.

Berdasarkan observasi dan hasil wawancara dengan koordinator BK ibu Ostima, S.Pd., bahwa pelaksanaan konseling individu dalam menangani siswa korban broken home di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan belum terstruktur dengan baik namun guru BK sendiri berinisiatif untuk menuntaskan masalah siswa dengan menjumpai wali kelas serta menanyakan perkembangannya dengan frekuensi yang terbatas, jadi guru BK sifatnya masih menunggu jika ada laporan dari pihak sekolah mengenai siswa yang memiliki masalah.18

18 Ostima, S.Pd, Koordinator BK,. Hasil Wawancara, 27 April 2018.

(12)

Peneliti juga melakukan wawancara dengan koordinator BK ibu Ostima, S.Pd mengenai prosedur pelaksanaan konseling individu dengan siswa korban broken home, beliau mengatakan bahwa:

1. Penerimaan siswa bagaimanapun kondisinya 2. Melaksanakan assessment permasalahan siswa 3. Bersifat empati dan simpati terhadap siswa

4. Mendengarkan dan memberikan pertanyaan terbuka kepada siswa agar siswa dengan leluasa menyampaikan permasalahannya. Sementara metode yang digunakan guru BK terhadap siswa korban broken home pendekatan direktif yaitu guru BK lebih aktif dibanding siswa dan menampung semua permasalahan siswa supaya siswa nyaman.19

Kemudian peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu siswa korban broken home dan wali kelas tentang pelaksanaan konseling individu yang dilaksanakan di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan, siswa ini menyampaikan bahwa dia sangat terbantu dengan adanya konseling individu sehingga masalah yang selama ini dipendam dapat tercurahkan dalam konseling individu terutama masalah keluarga dan wali kelas juga menyampaikan bahwa dengan adanya konseling individu siswa yang memiliki masalah cukup terbantu dengan melihat perubahan perilaku siswa di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah dan hubungan sosial dengan teman-temannya.20

Peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu guru BK yang mengasuh kelas XI yaitu ibu Dewi Narti, S.Pd., tentang kasus-kasus broken home yang pernah terjadi di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan.21 Berikut adalah

19 Ostima, S.Pd, Koordinator BK,. Hasil Wawancara, 27 April 2018.

20 Siswa dan wali kelas, Hasil Wawancara, 27 April 2018

21 Dewi Narti, S.Pd, Guru BK, Hasil Wawancara, 3 Mei 2018

(13)

kasus siswa korban broken home yang ditangani guru BK di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan:

1. Nama : Z (Laki-laki) Umur : 18 tahun Kelas : XI IPS 2 Ayah : HP Pekerjaan : Wirausaha Ibu : SA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Z melanggar tata tertib sekolah yaitu merokok disamping itu juga sering absen, sering terlambat. Setelah mendapatkan laporan dari wali kelas, Z dipanggil oleh guru BK lalu dimintai keterangan. Pada mulanya Z banyak diam, tidak menjawab ketika ditanyai, dia juga terlihat melawan, sengaja tidak memperhatikan ketika diajak bicara. Melihat sikap Z demikian, guru BK mencoba untuk lebih tegas, Z diancam dengan hukuman dan akan dipanggil orangtuanya ke sekolah, Z langsung bereaksi, dia takut kalau permasalahannya dilaporkan ke orangtuanya. Akhirnya Z mulai bisa diajak bicara, dia mulai memperhatikan teguran dan nasehat yang diberikan guru BK. Guru BK terus mengembangkan pertanyaan, Z ditanya kenapa dia takut kalau permasalahannya dilaporkan ke orangtuanya. Z bercerita mulai kecil kira-kira umur 3 tahun orangtuanya sudah berpisah tanpa ada surat cerai, ayahnya tinggal di Padangsidimpuan sedangkan ibunya tinggal di Pekan Baru, Z sekarang tinggal bersama dengan ayahnya. Mendengar keterangan Z, guru BK mengambil kesimpulan bahwa permasalahan keluargalah yang membuat Z melalukan pelanggaran. Guru BK memberi nasehat tentang bagaimana seharusnya sikap Z

(14)

menghadapi masalah, kalau kita ada masalah seharusnya dicari solusinya jangan malah melampiaskan ke hal-hal yang negatif, itu hanya menambah permasalahan baru, Z juga dinasehati tentang tanggung jawabnya sebagai seorang anak, apalagi Z adalah seorang lelaki, yang kelak memikul tanggung jawab keluarga, menjaga nama baik keluarga.

Permasalahan ini hendaknya dijadikan pelajaran, disikapi secara sehat, dihadapi dengan tanggung jawab dan yang penting adalah tanggung jawab Z sebagai seorang pelajar, yang harus terus belajar agar bisa berprestasi demi masa depan. Z tidak diberi hukuman akan tetapi guru BK membuat surat perjanjian yang berisi pernyataan bahwa Z bersedia untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi dan bersedia menerima hukuman kalau melanggar pernyataan yang sudah dibuat, surat pernyataan tersebut ditanda tangani oleh kepala sekolah, guru BK dan Z, Z membaca surat pernyataan tersebut dan berjanji untuk tidak melakukan pelanggaran lagi. Konseling berakhir guru BK berpesan agar Z jangan segan menemui guru BK kalau ada permasalahan yang dihadapinya.

Melihat sumber permasalahan Z yang berasal dari keluarga broken home

,

seminggu kemudian guru BK minta izin kepada wali kelas untuk memanggil Z, Z bersedia datang ke ruang BK, guru BK ingin mengetahui kabar dan perkembangan Z. Z mengaku keadaannya baik-baik saja, tidak terlihat beban atau sedang dalam masalah.

Berdasarkan pantauan guru BK dan wali kelas, Z tidak lagi melakukan pelanggaran, di kelas dia bersikap baik ketika belajar dan Z terlihat tidak ada masalah.

2. Nama : SR (Perempuan)

Umur : 18 tahun

(15)

Kelas : IX IPS 2 Ayah : AS

Pekerjaan : Jualan Sembako di Sampagul Ibu : RR

Pekerjaan : Jualan Pakaian di Mall

SR melanggar peraturan sering absen, ribut di kelas, sering terlambat, sering tidak mengerjakan tugas di kelas dan berpacaran dengan berlainan aqidah (non muslim). Setelah mendapatkan laporan dari wali kelas, SR dipanggil oleh guru BK kemudian dinasehati diberi teguran dan diberi sanksi terkait dengan pelanggaran tata tertib yang dilakukannya, SR diberi surat pemanggilan orangtua sedangkan masalah belajar SR dimintai keterangan tentang apa penyebabnya, masalah tugas yang sering tidak dikerjakan SR mengaku lupa mengerjakannya di rumah, guru BK menyarankan agar SR lebih rajin belajar, terutama dalam mengerjakan tugas di rumah sebelum tidur diperiksa kembali apakah masih ada tugas yang belum dikerjakan, SR bersedia mencoba saran dari guru BK.

SR ditanya tentang permasalahan yang lain, masalah pergaulan dan keadaan keluarga. Setiap guru BK bertanya tentang masalah pergaulan SR selalu menangis, guru BK terus mencari informasi lebih dalam tentang pergaulannya ternyata SR mengatakan dia berpacaran dengan non muslim dan dia sudah tidak perawan lagi, SR tidak perawan lagi sejak kelas 1 SMP katanya dia berpacaran dengan mahasiswa dan dipaksa untuk melakukan zina.

Sedangkan masalah keluarga SR diasuh sejak kecil oleh bou (adik ayah) karena orangtua bercerai sejak umur 5 tahun dengan alasan tidak ada keharmonisan dalam keluarga karena sering bertengkar, dia tidak pernah

(16)

diajari etika berpakaian, sopan-santun sehingga cara berpakaian seksi dan tidak memiliki sopan-santun, ibunya sudah menikah lagi, setelah dewasa kelas 1 SMA dia mencari orangtuanya dan sekarang dia tinggal bersama dengan ibunya bersam dengan 2 kakak tirinya.

Guru BK memberi nasehat tentang masalah pergaulannya kalau cara SR itu tidak benar, bagaimanapun seorang perempuan seharusnya dapat menjaga kesuciannya dan guru BK menyarankan agar SR ini perlahan-lahan menjauhi pacarnya yang non muslim karena takut terjadi kesalahan untuk yang kedua kalinya, SR menerima saran dari guru BK dan guru BK juga memanggil orangtuanya (ibu) untuk memberi tahu bahwa SR berpacaran dengan non muslim dan ternyata orantuanya sudah mengetahuinya tapi guru BK belum menyampaikan bahwa SR tidak perawan lagi pada orangtuanya karena SR meminta pada guru BK agar tidak memberitahu siapapun terutama pada orangtuanya.

Guru BK menyampaikan kalau ada masalah sikapilah dengan sehat, cari solusi yang tepat, bicarakan dengan orang yang mungkin bisa membantu, misalnya sewaktu di sekolah bisa konsultasikan dengan guru BK atau ketika di rumah bisa dengan saudara dan jangan lupa berdoa, kewajiban sholat lima waktu jangan sampai ditinggalkan dan menyerahkan urusan kepada Allah serta mohon ampun pada Allah.

Pertemuan diakhiri guru BK dengan berpesan kalau ada permasalahan silahkan temui guru BK karena guru BK siap membantu, guru BK bekerjasama denganm wali kelas untuk melihat perkembangan dari SR, dari laporan yang didapat SR mengalami perkembangan, yaitu pakaian sudah rapi sesuai aturan, etika sopan-santun juga sudah bagus.

(17)

3. Nama : T

Umur : 18 tahun Kelas : XI IPA 1 Ayah : YK

Pekerjaan : Pengawas SMA Ibu : IM

Pekerjaan : Polwan

T sering melamun di kelas, sering absen dan sering terlambat.

Berdasarkan laporan dari guru mata pelajaran, ketika belajar di kelas T Sering tidak memperhatikan, dia terlihat melamun dan tidak konsentrasi, kasus ini dilaporkan wali kelas kepada guru BK.

Mendapat informasi tersebut guru BK memanggil T, guru BK meminta keterangan kepada T alasan selama ini sering tidak masuk sekolah dan tidak ada kabarnya, T sempat mengaku sakit dan tidak sempat memberi kabar.

Guru BK mengatakan memberi kabar bisa lewat telepon, jadi tidak ada alasan tidak sempat, T hanya diam.

Guru BK membuat surat pemanggilan orangtua, kasus T ini diceritakan kepada kepala sekolah untuk dicarikan solusi atau tindakan yang tepat, kepala sekolah mengatakan peraturan harus dijalankan akan tetapi melalui pertimbangan dan melihat latar belakang permasalahan.

Besoknya, ibu dari T datang dan diajak ke ruang BK, disana ada kepala sekolah, wali kelas, dan guru BK menceritakan tentang peraturan sekolah yang sudah dilanggar T beserta sanksi yang diterapkan untuk pelanggaran tersebut, ibu T terkejut mendengarnya karena dia tidak tahu ternyata selama ini anaknya tidak masuk sekolah, ibu T meminta kepada kepala sekolah agar

(18)

diberi keringanan jangan sampai dikeluarkan dari sekolah, kepala sekolah mengatakan bahwa kasus T ini tergolong berat dan demi menjaga nama baik sekolah maka peraturan ini harus dilaksanakan.

Mendengar pernyataan kepala sekolah tersebut, ibu T bercerita bahwa kalau permasalahan ini tidak sepenuhnya kesalahan T, ternyata ibunya baru bercerai dengan ayahnya dan alasan mereka bercerai karena suaminya selingkuh, sering melakukan KDRT dan sekarang tinggal di Medan.

Hal inilah yang membuat T merasa tidak ada yang memperhatikan/

mengawasi akhirnya dia semaunya masuk dan tidak masuk sekolah, ibunya mengatakan kalau T hanyalah korban dari perceraian orangtuanya, permasalahan T ini saat ini disebabkan karena kesalahan orangtua yang tidak memperhatikan, jadi sepatutnya diberi keringanan, kalau T dikeluarkan dari sekolah itu hanya akan menambah masalah baru bagi T.

Mendengar keterangan ibu T tersebut kepala sekolah, wali kelas dan guru BK meminta waktu untuk merundingkan/ mengambil jalan terbaik bagi permasalahan T , berdasarkan kesepakatan semuanya T tidak jadi dikeluarkan dari sekolah dengan pertimbangan latar belakang masalah yang ada tetapi dengan perjanjian kalau nanti melakukan pelanggaran lagi maka T terpaksa dikeluarkan, ibu T menyetujuinya dan guru BK membuat surat perjanjian ditandatangani kepala sekolah, guru BK, ibu T dan T sendiri.

Ibu T meminta kepada guru BK untuk melaporkan bila nanti T melakukan pelanggaran lagi, guru BK memberi saran kepada ibu T sementara sebaiknya T diantar jemput dulu masuk sekolah untuk membatasi kesempatan T, dikhawatirkan nanti dia membolos lagi karena merasa ada kesempatan, Ibu T bersedia mencoba saran dari guru BK.

(19)

T sudah tidak pernah membolos lagi, dalam hal belajar T juga cukup mengalami perkembangan dan dapat mengikuti pelajaran dengan baik.

4. Nama : SN (Perempuan) Umur : 18 tahun

Kelas : XI IPS 1 Ayah : AL Pekerjaan : Dosen Ibu : YM Pekerjaan : Dosen

Wali kelas melaporkan kepada guru BK bahwa SN sering absen, terlambat, mengejek teman dan sering ribut di kelas. Mendapat laporan tersebut guru BK memanggil SN dan meminta keterangan kepada SN alasan absen dan terlambat dan di kelas sering mengejek teman dan ribut.

Pertama SN hanya diam dan belum mau terbuka tapi setelah guru BK menyampaikan akan ada surat panggilan orangtua, SN langsung bereaksi dan menceritakan masalah yang dihadapinya.

Orangtuanya sering berkelahi di rumah dan ibunya sering ke luar kota untuk berobat karena ibunya mengidap penyakit kanker payudara jadi dia sering terlambat bangun dan sering absen sejak kelas X. Pada waktu kelas XI semester 2 ibunya SN pergi ke Jakarta dan meninggalkan uang sebesar 150 juta hasil uang penjualan rumah untuk membeli rumah kecil-kecilan tempat tinggal ayah dan SN.

(20)

Ternyata ayah SN mempergunakan uang tersebut untuk menikah lagi, setelah ibunya pulang mendapat kabar bahwa suaminya nikah lagi, ibunya stress dan sekarang SN tinggal bersama dengan uwaknya.

Setelah mendapat cerita dari SN, maka guru BK menyampaikan kepada SN agar uwaknya SN datang ke sekolah tapi berkali-kali dibuat surat panggilan belum pernah sekalipun uwaknya datang ke sekolah. Jadi guru BK meminta kerjasama dengan wali kelas agar SN selalu dipantau bagaimana perkembangannya dikarenakan tidak ada kerjasama dari orangtua/wali.

2. Metode yang digunakan dalam menangani siswa korban broken home di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan

Menurut hasil wawancara peneliti dengan koordinator BK ibu ostima, S.Pd di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan siswa dari keluarga broken home yang ditangani adalah mereka yang menunjukkan adanya pelanggaran aturan, hambatan dalam belajar, sering absen, sering terlambat, merokok, ribut di kelas.22 Ada empat kasus yang peneliti paparkan tentang permasalahan siswa yang disebabkan oleh permasalahan keluarga broken home yang pernah terjadi dan cara penanganan yang dilakukan guru BK di SMA Negeri 2 kota Padangsidimpuan.

Pertama kasus Z, cara penanganan yang dilakukan guru BK memberi nasehat tentang bagaimana seharusnya sikap Z menghadapi masalah, kalau kita ada masalah seharusnya dicari solusinya jangan malah melampiaskan ke hal-hal yang negatif, itu hanya menambah permasalahan baru, Z juga dinasehati tentang tanggung jawabnya sebagai seorang anak, apalagi Z adalah seorang lelaki, yang kelak memikul tanggung jawab keluarga, menjaga nama baik keluarga.

22 Ostima, S.Pd, Koordinator BK,. Hasil Wawancara, 7 Mei 2018.

(21)

Penanganan permasalahan Z ini guru BK menggunakan metode/ teori- teori konseling, langkah-langkah konseling juga dilaksanakan. Metode konseling yang digunakan guru BK adalah konseling direktif .

Kedua kasus SR, dalam menangani kasus SR guru BK memberi nasehat tentang masalah pergaulannya kalau cara SR itu tidak benar, bagaimanapun seorang perempuan seharusnya dapat menjaga kesuciannya dan guru BK menyarankan agar SR ini perlahan-lahan menjauhi pacarnya yang non muslim karena takut terjadi kesalahan untuk yang kedua kalinya. Metode konseling yang digunakan guru BK adalah konseling direktif .

Ketiga kasus T, dalam penanganan kasus T guru BK bekerjasama dengan kepala sekolah, wali kelas, dan ibu T, T yang sudah melanggar peraturan dan melebihi batas ketentuan seharusnya diberi sanksi yaitu dikeluarkan dari sekolah, akan tetapi melihat latar belakang permasalahan yang ada, T adalah korban dari keluarganya yang broken home, dengan pertimbangan tersebut dan demi kebaikan T, maka pihak sekolah memberikan kesempatan agar bisa tetap bersekolah di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan dengan membuat perjanjian untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Dalam penanganan kasus T ini guru BK bisa mengacu pada fungsi bimbingan konseling, yaitu fungsi pemeliharaan dan pengembangan. Guru BK perlu menyadari bahwa pelayanan yang diberikan juga mengemban fungsi pemeliharaan dan pengembangan untuk mengoptimalkan potensi dan perkembangan T, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Metode konseling yang digunakan guru BK adalah konseling direktif.

Kasus keempat, dalam penanganan kasus SN maka guru BK bekerjasama dengan agar SN selalu dipantau bagaimana perkembangannya

(22)

dikarenakan tidak ada kerjasama dari orangtua/wali. Metode konseling yang digunakan oleh guru BK adalah metode konseling direktif

Dari ke empat kasus siswa korban broken home di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan menurut peneliti metode penanganan yang dilakukan sebaiknya adalah metode konseling elektrik dengan pendekatan behavior.

3. Penggunaan konseling individu dalam menangani siswa korban broken home di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan

Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator BK Di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan yang bernama ibu Ostima, S.Pd, kegiatan konseling individu berjalan dengan baik, guru BK aktif melakukan pemberian layanan.

Layanan konseling individu biasanya dilakukan di ruang BK.23

Pada dasarnya guru BK di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan tidak memiliki data khusus mengenai keluarga siswa, siswa diketahui berasal dari keluarga broken home pada saat dilakukan wawancara konseling. Pada mulanya guru BK mendapat laporan dari wali kelas siswa yang bersangkutan tentang perilaku yang dilakukan siswa, setelah itu siswa yang bersangkutan dipanggil ke ruang BK untuk diberi teguran dan kemudian dinasehati, siswa juga dimintai keterangan terkait pelanggaran yang dilakukannya, untuk menggali permasalahan siswa lebih dalam guru BK melakukan wawancara, mengajukan beberapa pertanyaan terkait masalah di sekolah dan di luar sekolah termasuk keadaan keluarga, biasanya guru BK akan mengetahui bahwa siswa tersebut dari keluarga broken home.

23 Ostima, S.Pd, Koordinator BK,. Hasil Wawancara, 7 Mei 2018.

(23)

Permasalahan keluarganya yang broken home membuat siswa merasa tertekan, stress dan frustasi. Siswa juga tidak lagi mendapat perhatian penuh dari kedua orangtua yang berimbas pada perilaku sosial, siswa cenderung melanggar peraturan, sering absen, sering terlambat, membolos, merokok dan berbohong dengan memalsukan surat ijin.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru BK ibu Murni, S.Pd adalah umumnya layanan yang diberikan guru BK untuk menangani kasus siswa dari keluarga broken home di SMA Negeri 2 Kota Padangsidimpuan adalah berupa konseling individu, karena dianggap lebih efektif, dengan pertimbangan bahwa masalah siswa tergolong masalah pribadi, juga siswa lebih terbuka mengungkapkan permasalahannya.24 Hal yang sama juga disampaikan siswa pada hasil wawancara peneliti bahwa mereka lebih nyaman dan terbuka mengungkapkan masalah mereka ketika dilakukan konseling individu.25 Konseling dilakukan di ruang BK, dalam konseling biasanya siswa diberi nasehat, motivasi, juga diperkenalkan tentang arti tanggung jawab. Kerjasama yang dilakukan guru BK dalam penanganan kasus biasanya dengan wali kelas, kepala sekolah, dan orangtua (pihak keluarga) siswa.

Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa:

1. Prosedur pelaksanaan konseling individu dengan siswa korban broken home adalah penerimaan siswa bagaimanapun kondisinya, melaksanakan assessment

24 Murni, S.Pd , S.Pd, Guru BK,. Hasil Wawancara, 22 Mei 2018.

25 Siswa,. Hasil Wawancara, 22 Mei 2018.

(24)

permasalahan siswa, bersifat empati dan simpati terhadap siswa, mendengarkan dan memberikan pertanyaan terbuka kepada siswa agar siswa dengan leluasa menyampaikan permasalahannya.

2. Metode yang digunakan guru BK terhadap siswa korban broken home pendekatan direktif yaitu guru BK lebih aktif dibanding siswa dan menampung semua permasalahan siswa supaya siswa nyaman.

3. Penggunaan konseling individu dianggap lebih efektif, dengan pertimbangan bahwa masalah siswa tergolong masalah pribadi dan siswa lebih terbuka mengungkapkan permasalahannya.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagi program studi BKI, adanya kajian yang serius dan mendalam tentang pelaksanaan dan metode konseling individu mengenai kasus broken home.

2. Bagi guru BK, semoga bisa melaksanakan dan memberikan metode konseling individu yang sesuai dalam penanganan siswa yang mengalami keluarga broken home.

3. Saran untuk penelitian selanjutnya, agar bisa mengeksplor lagi mengenai hal-hal terkait kasus broken home, karena di berbagai sekolah masih banyak terkait masalah siswa broken home.

(25)

Daftar Rujukan

Ahmad Nizar Rangkuti, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Citapustaka Media, 2014 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013 Rosady Ruslan, Metode Penelitian : Public Relation & komunikasi. Jakarta: RajaGrapindo

Persada, 2004

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Salim dan Syahrum, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Citapustaka Media, 2007

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dilengkapi dengan Contoh Proposal dan Laporan Penelitian, Cet. Ke- 1. Bandung: Alfabeta, 2007

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2013 Syukur Kholil, Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung: Citapustaka Media, 2006 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2013

Referensi

Dokumen terkait

Belum optimalnya pencegahan kebakaran lahan dan hutan di Kabupaten Kuantan Singingi disebabkan oleh manajemen pemerintah dalam pencegahan kebakaran lahan dan hutan

Hasil pengujian menunjukkan tingkat keberhasilan menerima perintah suara dari kondisi yang sudah ditentukan dan pengucapan perintah suara yang memiliki variasi sama

a) Menurut sistem KUHP , dibedakan antara kejahatan yang dimuat Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah diketahui dari ancaman pidana pada

Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi implementasi program pendidikan guru MIPA Biologi Unggulan (PGMIPAU Biologi) terkait tingkat keterlaksanaan program, kendala yang

Rendahnya penyerapan yang terjadi pada pH 5,0; 6,0; dan 7,0 ini disebabkan karena adanya beberapa kemungkinan yaitu pertama, karena pada pH rendah terjadi persaingan antara H +

Sekalipun saksi Yehova hidup berdampingan dengan anggota masyarakat dari aliran atau agama lain, namun beberapa perbedaan mendasar antara saksi Yehova dan

Pintaoppijat perustelivat usein näkymättömyyttään ryhmälle esimerkiksi kiireellä tai sairastelulla, mutta haastatteluissa tuli ilmi myös tapaus, jossa kurssin

Dalam hal ini perlu penyelesaian agar tidak terjadi perselisihan akan tetapi harus sesuai dengan syara’. Adapun orang yang bermusyawarah dengan jalan