KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP
(Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh Asri Nurhafsari
0800478
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN
MODEL
ELICITING ACTIVITIES (MEAS)
UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP
Oleh Asri Nurhafsari
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Asri Nurhafsari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dra. Hj. Ade Rohayati, M.Pd. NIP. 196005011985032002
Pembimbing II
Tia Purniati, S.Pd., M.Pd. NIP. 197703062006042001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
*ABSTRAK
Asri Nurhafsari. (2013). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional; 2) Untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs). Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen, sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 26 Bandung tahun ajaran 2012/2013. Instrumen penelitian yang digunakan berupa instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes berupa soal uraian berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematik dan instrumen non-tes berupa angket, lembar observasi dan jurnal harian siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan
Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional; 2) Hampir seluruh siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
Model Eliciting Activities (MEAs).
ABSTRACT
Asri Nurhafsari. (2013). The Mathematics Learning Using Model Eliciting Activities (MEAs) Approach in Improving Mathematical Communication Skill of Junior High School Students.
This study is motivated by the lack of student’s mathematical
communication skill. The purpose of this study were: 1) to investigate whether student undertaking mathematics learning with Model Eliciting Activities (MEAs) approach make better improvement in mathematical communication skill compared to those undertaking mathematics learning with conventional approach; 2) to investigate students’ attitude towards mathematics learning using Model Eliciting Activities (MEAs) approach. This study used quasi-experimental methods, while the population in the study were all students of class VII SMP Negeri 26 Bandung academic year 2012/2013. The test and non-test instruments were deployed in this study. The kind of test instruments used by the study was essay based on indicator of mathematical communication skill and non-test instruments were in the forms of questionnaire, observation sheet and students’ daily jounal. The result of this study show that: 1) students undertaking mathematics learning with Model Eliciting Activities (MEAs) approach make better improvement in mathematical communication skill compared to those undertaking mathematics learning with conventional approach; 2) almost all the students have positive attitude towards mathematics learning using Model Eliciting Activities (MEAs) approach.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMAKASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... E. Definisi Operasional ... 7 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9
A. Kemampuan Komunikasi Matematik ... 9
B. Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) ... 14
C. Keterkaitan antara Kemampuan Komunikasi Matematik dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) ... 20
D. Hipotesis ... 20
BAB III METODE PENELITIAN ... 22
B. Populasi dan Sampel ... 23
C. Variabel Penelitian ... 24
D. Instrumen Penelitian ... 24
E. Alat atau Bahan Ajar ... 34
F. Prosedur Penelitian ... 34
G. Teknik Pengumpulan Data ... 36
H. Analisis Data ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Hasil Penelitian ... 45
B. Pembahasan ... 61
BAB V PENUTUP ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 71
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik ... 26
Tabel 3.2 Kriteria Validitas Butir Soal ... 28
Tabel 3.3 Hasil Validitas Butir Soal ... 28
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas ... 29
Tabel 3.5 Kriteria Indeks Kesukaran ... 30
Tabel 3.6 Hasil Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 30
Tabel 3.7 Kriteria Daya Pembeda ... 31
Tabel 3.8 Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 32
Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain ... 41
Tabel 3.10 Kategori Skor Angket skala Likert ... 42
Tabel 3.11 Interpretasi Jawaban Angket Siswa ... 42
Tabel 4.1 Deskriptif Data Skor Pretes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen .... 45
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 47
Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Data Pretes ... 48
Tabel 4.4 Deskriptif Data Skor Postes Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen .. 49
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Postes ... 50
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Postes ... 51
Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Postes ... 52
Tabel 4.8 Skor Angket Siswa dan Kategori Sikap Siswa Berdasarkan Angket . 54 Tabel 4.9 Persentase Sikap Siswa untuk Setiap Pernyataan ... 55
Tabel 4.10 Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 71
A.2 Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 89
A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 101
Lampiran B B.1 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 116
B.2 Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 120
B.3 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 122
B.4 Kisi-kisi Angket Sikap Siswa ... 127
B.5 Angket Sikap Siswa ... 128
B.6 Lembar Observasi ... 129
B.7 Jurnal Harian Siswa ... 131
Lampiran C C.1 Skor Hasil Uji Coba Instrumen ... 132
C.2 Data Perhitungan Hasil Uji Coba Instrumen ... 133
C.3 Kelompok Atas dan Kelompok Bawah ... 135
C.4 Validitas Tiap Butir Soal ... 136
C.5 Reliabilitas Tes ... 136
C.6 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 136
Lampiran D
D.1 Skor Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 138
D.2 Skor Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 139
D.3 Hasil Uji Statistik Data Pretes dengan SPSS Versi 18.0 ... 140
D.4 Hasil Uji Statistik Data Postes dengan SPSS Versi 18.0 ... 142
D.5 Data Hasil Angket Siswa ... 145
Lampiran E E.1 Contoh Hasil Jawaban Pretes Siswa ... 147
E.2 Contoh Hasil Jawaban Postes Siswa ... 156
E.3 Contoh Hasil Jawaban LKS ... 173
E.4 Contoh Hasil Angket ... 185
E.5 Contoh Hasil Lembar Observasi ... 188
E.6 Contoh Hasil Jurnal Harian Siswa ... 194
Lampiran F F.1 Surat Izin Uji Instrumen ... 196
F.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Instrumen ... 197
F.3 Surat Izin Penelitian ... 198
F.4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 199
F.5 Surat Tugas Skripsi ... 200
F.6 Kartu Bimbingan ... 201
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai ilmu yang tidak terpisahkan dari dunia pendidikan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetak Sumber Daya Manusia
(SDM) yang berkualitas. Hal ini dikarenakan matematika adalah ilmu yang
berhubungan dengan penalaran dan pola pikir manusia. Mengingat pentingnya
matematika inilah yang menjadikan matematika sebagai mata pelajaran yang
wajib dipelajari di semua jenjang pendidikan. Mata pelajaran matematika yang
diajarkan di sekolah berfungsi sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang biasa disebut
dengan KTSP (BSNP: 2006), tujuan diberikannya mata pelajaran matematika
adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah;
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika;
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah;
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika.
Sejalan dengan kurikulum KTSP tersebut, Sumarmo (Permana, 2010: 1)
mengatakan bahwa
Pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya matematik (mathematical power) siswa yang meliputi: kemampuan menggali, menyusun konjektur dan menalar secara logik, menyelesaikan masalah yang tidak rutin, menyelesaikan masalah (problem solving),
berkomunikasi secara matematik dan mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya (koneksi matematik).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa kemampuan
komunikasi matematik adalah hal yang penting dalam pembelajaran matematika.
Hal ini dikarenakan kemampuan komunikasi matematik adalah salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa dan merupakan salah satu tujuan
pembelajaran yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana
dikemukakan oleh Turmudi (2008: 55) bahwa “Komunikasi adalah bagian yang
esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Hal ini merupakan cara
untuk sharing gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman”.
Pentingnya komunikasi dalam matematika ini sejalan dengan fungsi mata
pelajaran matematika, seperti yang dikemukakan oleh Suherman, dkk. (2001: 55)
bahwa
Dari pendapat Suherman, dkk. tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi
matematika yang dipaparkan adalah dari aspek komunikasi. Kemampuan
komunikasi matematik inilah yang akan menjadi alat untuk memahami atau
menyampaikan informasi dengan bahasa matematika melalui persamaan, tabel,
grafik ataupun model matematika.
Kemampuan komunikasi matematik bukan hanya sebagai suatu
kompetensi siswa yang harus diajarkan dan dipelajari, tetapi hendaknya
diupayakan agar siswa mampu memecahkan suatu permasalahan matematik.
Aspek komunikasi juga dapat melatih siswa untuk mengomunikasikan
gagasannya, baik secara tertulis maupun secara lisan. Namun kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa masih
rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendriana (2009)
bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa SMP masih berada pada level
kurang. Begitupun dengan hasil penelitian Fitriah (2011: 49) yang menunjukkan
bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa tergolong rendah dengan nilai
rata-rata 17,4790 dan skor tertingginya 29,41 dari skor maksimal 100.
Selain itu dari hasil pengamatan yang penulis lakukan terhadap kondisi
kelas pada saat PPL (Program Pengalaman Lapangan) di salah satu SMP Negeri
di kota Bandung, penulis menemukan suatu masalah yaitu rendahnya kemampuan
komunikasi matematik siswa. Hal tersebut terlihat dari kemampuan komunikasi
siswa secara tertulis dimana siswa kesulitan menginterpretasikan soal uraian ke
dalam model matematika dan banyak yang kebingungan dalam menafsirkan soal.
gagasan-gagasan matematika melalui bahasa matematis yang tepat. Selain itu banyak siswa
yang belum berani untuk mengemukakan pendapat maupun bertanya ketika
pembelajaran matematika berlangsung karena mereka merasa bahwa
pembelajaran matematika itu menakutkan dan membosankan.
Selama ini pembelajaran yang dilakukan guru di kelas cenderung monoton
yaitu banyak guru yang menggunakan pembelajaran dengan metode ceramah
ataupun ekspositori. Dimana dalam metode ini pusat pembelajaran ada pada guru,
guru menyampaikan materi pelajaran, siswa mendengar dan mencatat kemudian
apabila ada yang belum paham siswa bertanya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Slettenhaar (Permana, 2010: 5) yang menyatakan bahwa
Pada model pembelajaran sekarang ini, umumnya aktivitas siswa hanya mendengar dan menonton penjelasan guru, kemudian guru menyelesaikan sendiri dengan satu cara penyelesaian dan memberi soal latihan untuk diselesaikan sendiri oleh siswanya.
Kegiatan pembelajaran seperti ini kurang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengkonstruksi pemahaman matematikanya sendiri. Hal ini dapat
menyebabkan siswa untuk banyak mengahafal tanpa memahami materi pelajaran
yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran seperti ini aktivitas siswa di
dalam kelas kurang ditonjolkan sehingga mengakibatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa kurang berkembang.
Melihat kondisi pembelajaran matematika yang seperti ini, maka perlu
adanya inisiatif dari guru dalam memilih pendekatan yang tepat dalam
melaksanakan pembelajaran matematika di kelas. Hal ini bertujuan agar
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan diperkirakan mampu untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa.
Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik siswa adalah dengan pendekatan Model
Eliciting Activities (MEAs). Pendekatan MEAs adalah pendekatan pembelajaran
untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang
terkandung dalam suatu sajian masalah melalui proses pemodelan matematika.
Dalam pendekatan MEAs, kegiatan pembelajaran diawali dengan
penyajian situasi masalah yang memunculkan aktivitas untuk menghasilkan model
matematis yang digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika. Jadi
kemampuan komunikasi matematik inilah yang menjadi jalan untuk dapat
menyelesaikan permasalahan matematika. Selain itu dalam pembelajaran MEAs
siswa diharuskan berdiskusi dengan teman sekelompoknya kemudian
mempresentasikan hasil diskusi tersebut kepada kelompok lain. Melalui cara
seperti inilah siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya
baik melalui representasi membentuk model, berdiskusi maupun presentasi hasil
diskusi.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka penulis terdorong
untuk melakukan penelitian tentang peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa dengan menggunakan pendekatan MEAs. Oleh karena itu,
penulis melakukan sebuah penelitian dengan judul “Pembelajaran Matematika
dengan Menggunakan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) untuk
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan
Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi
matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran
matematika dengan pendekatan konvensional?
2. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika
dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan
komunikasi matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat
pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.
2. Untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang nyata bagi
kemajuan pembelajaran matematika di masa yang akan datang. Adapun manfaat
yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi siswa, diharapkan dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.
2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai alternatif dalam proses pembelajaran
matematika di sekolah sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa.
3. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya, diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk mengaplikasikan pendekatan Model Eliciting Activities
(MEAs) dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia.
4. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan dan khazanah ilmu
pengetahuan tentang pembelajaran matematika dengan pendekatan Model
Eliciting Activities (MEAs) sekaligus dapat menggunakan dan
mengembangkannya dalam pembelajaran matematika.
E. Definisi Operasional
Agar penelitian lebih terarah dan tidak terjadi kesalahpahaman terhadap
istilah yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini diuraikan beberapa definisi
1. Model Eliciting Activities (MEAs)
Model Eliciting Activities (MEAs) adalah pendekatan pembelajaran untuk
memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang
terkandung dalam suatu sajian permasalahan yang didasarkan pada situasi
kehidupan nyata, bekerja dalam kelompok kecil, dan mampu mendorong
siswa untuk menciptakan model matematis.
2. Kemampuan Komunikasi Matematik
Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa dalam hal
mengomunikasikan ide-ide matematis kepada orang lain dalam bentuk
tulisan. Indikator-indikator kemampuan komunikasi yang dipakai dalam
penelitian ini adalah: (a) Written text, yaitu memberikan jawaban dengan
menggunakan bahasa sendiri, dan menyusun suatu argumen. (b) Drawing,
yaitu merepresentasikan gambar kedalam ide-ide matematik, atau dari ide-ide
matematika ke dalam gambar dan diagram. (c) Mathematical expression,
yaitu mengekspresikan konsep matematika dalam bahasa atau simbol
matematika misalnya membuat model matematis atau persamaan aljabar.
3. Pendekatan Konvensional
Pendekatan konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran matematika dengan guru aktif menyampaikan materi pelajaran
kemudian siswa mendengarkan, mencatat, mengerjakan latihan dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa dengan menerapkan pendekatan Model Eliciting Activities
(MEAs) dalam pembelajaran matematika. Hal ini berarti perlakuan yang diberikan
dalam penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan pendekatan MEAs,
sedangkan aspek yang diukur adalah kemampuan komunikasi matematik siswa.
Metode dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Russeffendi (2005:
52) mengemukakan bahwa “Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak
dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya”.
Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa apabila pembentukan kelas baru
hanya akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran yang telah ditentukan oleh
sekolah.
Desain penelitiannya adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen (the
nonequivalent control group design). Penelitian ini melibatkan dua kelompok,
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen
memperoleh perlakuan berupa pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting
Activities (MEAs), sedangkan pada kelompok kontrol memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan konvensional. Pada dua kelompok tersebut akan dibandingkan
Adapun desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut (Ruseffendi,
2005: 53).
O X O
O O
Keterangan:
O = Pretes(tes awal) dan postes (tes akhir)
X = Perlakuan berupa pendekatan MEAs
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP
Negeri 26 Bandung tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari delapan kelas yaitu
kelas VII-A, VII-B, VII-C, VII-D, VII-E, VII-F, VII-G, dan VII-H. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini melalui teknik pusposif sampling yang bersifat
subyektif dimana pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan peneliti dan
guru yang bersangkutan. Dari populasi tersebut diambil dua kelas sebagai sampel
penelitian yaitu kelas VII-B dan VII-D. Untuk kelas VII-B dijadikan sebagai
kelas eksperimen yang akan diberikan pembelajaran matematika dengan
pendekatan MEAs, sedangkan kelas VII-D dijadikan sebagai kelas kontrol yang
akan diberikan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.
Jumlah siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 38 siswa di
kelas VII-B dan 38 siswa di kelas VII-D. Namun pada kedua kelas tersebut
terdapat beberapa siswa yang tidak mengikuti pretes dan postes sehingga hanya
C. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan MEAs, sedangkan variabel
terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematik siswa.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen data
kuantitatif dan kualitatif. Instrumen data kuantatif berupa tes yang meliputi pretes
(tes yang dilakukan sebelum perlakuan diberikan) dan postes (tes yang dilakukan
setelah perlakuan diberikan). Sedangkan instrumen data kualitatif berupa data
non-tes yang meliputi angket, lembar observasi, dan jurnal harian siswa.
Berikut ini akan dijelaskan tentang instrumen penelitian secara lebih
rinci.
1. Instrumen Data Kuantitatif
Instrumen tes yang digunakan adalah pretes dan postes. Tes ini diberikan
kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi
matematik. Oleh karena itu tes disusun berdasarkan indikator kemampuan
komunikasi matematik.
Tipe soal pretes dan postes adalah tes subjektif (uraian) yang terdiri dari 6
butir soal. Hal ini bertujuan agar penulis dapat melihat proses pengerjaan soal
oleh siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah memiliki
terdapat pada pretes sama dengan soal-soal yang terdapat pada postes. Pretes
diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik
siswa sebelum perlakuan, sedangkan postes diberikan dengan tujuan melihat
kemampuan komunikasi matematik siswa setelah perlakuan.
Sebelum tes kemampuan komunikasi matematik diberikan pada siswa,
terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen kepada siswa di luar sampel yang
telah mempelajari materi persamaan linear satu variabel. Uji coba instrumen
dilakukan untuk mengetahui kualitas instrumen yang meliputi validitas,
reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen tes. Uji coba
instrumen tes kemampuan komunikasi matematik telah dilakukan kepada siswa
kelas VIII-F SMP Negeri 26 Bandung.
Hasil tes kemampuan komunikasi matematik diberi skor sesuai kriteria
penskoran. Penskoran memerlukan rubrik yang sesuai dengan kebutuhan
evaluasi. Pedoman pemberian skor kemampuan komunikasi matematik yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan penskoran holistic scoring
rubrics dari Cai, Lane dan Jakabsin (Hidayat, 2009: 44-45) yaitu sebagai
Tabel 3.1
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik
Skor Kategori Kualitatif Kategori Kuantitatif Representasi 0 Jawaban salah dan tidak
cukup detail
Jawaban diberikan menunjukkan tidak memahami konsep, sehingga tidak cukup detail informasi yang diberikan
Written text, Drawing, dan Mathematical expression 1 Jawaban samar-samar
dan prosedural
Menunjukkan pemahaman yang terbatas mengenai isi tulisan, diagram, gambar atau tabel maupun model matematika dan perhitungan
Penjelasan secara matematika masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar
Written text
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar
Drawing
Menggunakan persamaan aljabar atau model matematika dan melakukan perhitungan, namun hanya sebagian benar dan lengkap
Mathematical expression
3 Jawaban hampir lengkap dan benar, serta lancar dalam memberikan bermacam-macam jawaban benar yang berbeda
Penjelasan secara matematika masuk akal dan benar, namun ada sedikit kesalahan
Written text
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar, namun ada sedikit kesalahan
Drawing
Menggunakan persamaan aljabar atau model matematika dan melakukan perhitungan, namun ada sedikit kesalahan
Mathematical expression
4 Jawaban lengkap dan benar, serta lancar dalam memeberikan bermacam-macam jawaban benar yang berbeda
Penjelasan secara matematika masuk akan dan benar
Written text
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar
Drawing
Menggunakan persamaan aljabar atau model matematika dan melakukan perhitungan secara lengkap dan benar
Setelah data skor hasil uji coba instrumen diperoleh, data tersebut
dianalisis untuk diketahui validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda
butir soal, dan indeks kesukaran butir soal.
a. Validitas Butir Soal
Suatu data dikatakan valid apabila sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Oleh karena itu suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003: 102).
Dalam penelitian ini, untuk mencari koefisien validitas instrumen adalah
dengan menggunakan rumus korelasi produk-moment memakai angka kasar
(raw score) (Suherman, 2003: 119-120), yaitu:
Tabel 3.2
Berdasarkan perhitungan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007
dalam menentukan daya validitas untuk setiap butir soal, maka diperoleh
hasil sebagai berikut.
Tabel 3.3
Hasil Validitas Butir Soal Nomor
Soal Nilai rxy Interpretasi
1 0,64 Validitas sedang
2 0,51 Validitas sedang
3 0,62 Validitas sedang
4 0,58 Validitas sedang
5 0,56 Validitas sedang
6 0,55 Validitas sedang
b. Reliabilitas
Suherman (2003: 131) mengemukakan bahwa “Suatu alat evaluasi
dikatakan reliabel apabila hasil evaluasi tersebut memberikan hasil yang
tetap sama (konsisten, ajeg)”. Adapun bentuk soal tes yang digunakan pada
penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu menurut
Suherman (2003: 154) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11)
menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
= Koefisien reliabilitas
n = Banyaknya butir soal (item)
∑ = Jumlah varians skor setiap soal
= Varians skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi
dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P Guilford (Suherman, 2003:
139) sebagai berikut ini.
0,20 11 Reliabilitas rendah
0,70 r
0,40 11 Reliabilitas sedang
0,90 r
0,70 11 Reliabilitas tinggi 1,00
r
0,90 11 Reliabilitas sangat tinggi
Berdasarkan hasil pengolahan dari Microsoft Office Excel 2007,
reliabilitas data hasil tes siswa adalah 0,57. Menurut kriteria dari koefisien
reliabilitas termasuk derajat reliabilitas sedang.
c. Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan derajat kesukaran
suatu butir soal dimana bilangan real pada interval 0,00 sampai 1,00
(Suherman, 2003: 169). Untuk mengetahui indeks kesukaran tiap butir soal
digunakan rumus dari Depdiknas (Dainah, 2012: 33), yaitu sebagai berikut.
Keterangan :
IK = Indeks Kesukaran
̅ = Rata-rata skor tiap soal
SMI = Skor maksimum ideal
Kriteria indeks kesukaran tiap butir soal (Suherman, 2003: 170) sebagai
berikut.
Berdasarkan perhitungan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007
dalam menentukan indeks kesukaran untuk setiap butir soal, maka diperoleh
hasil sebagai berikut.
Tabel 3.6
Hasil Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal Nomor
Daya pembeda sebuah soal menyatakan sejauh mana kemampuan butir
menjawab salah. Galton (Suherman, 2003: 159) mengemukakan bahwa
„Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk
membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi
dengan siswa yang bodoh‟.
Untuk menentukan daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus dari
Depdiknas (Dainah, 2012: 32), yaitu sebagai berikut.
SMI
Kriteria untuk daya pembeda (Suherman, 2003:161) diinterpretasikan
sebagai berikut.
Berdasarkan perhitungan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007
dalam menentukan daya pembeda untuk setiap butir soal, maka diperoleh
Tabel 3.8
Hasil Daya Pembeda Tiap Butir Soal Nomor
Soal Daya Pembeda (DP) Interpretasi
1 0,39 Cukup
2 0,48 Baik
3 0,41 Baik
4 0,23 Cukup
5 0,23 Cukup
6 0,32 Cukup
Berdasarkan hasil uji validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya
pembeda terhadap data hasil uji coba instrumen yang telah diuraikan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang disusun layak untuk digunakan
dalam penelitian.
2. InstrumenData Kualitatif
a. Angket
Angket merupakan evaluasi non-tes yang mengukur aspek afektif.
Menurut Suherman (2003: 56), “Angket adalah suatu daftar pertanyaan atau
pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi
(responden)”. Tujuan pembuatan angket sikap siswa adalah untuk
mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, khususnya yang
menggunakan pendekatan MEAs. Skala yang digunakan untuk angket ini
adalah skala Likert. Siswa diminta untuk menjawab pernyataan dengan
jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak
b. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan data pendukung yang dinilai pada saat
penelitian berlangsung. Lembar observasi harus diisi oleh seorang observer
(pengamat) yang bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa dan guru dalam
kegiatan pembelajaran dengan pendekatan MEAs. Hal tersebut dibuat untuk
mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana dan tujuan
penelitian.
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua
bagian yaitu lembar observasi untuk mengamati aktivitas guru dalam
mengelola pembelajaran dan lembar observasi untuk mengamati aktivitas
siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi aktivitas
siswa berfungsi untuk menilai partisipasi siswa dalam proses pembelajaran
dengan pendekatan MEAs.
c. Jurnal Harian Siswa
Jurnal harian siswa ini adalah karangan siswa yang dibuat setiap akhir
pembelajaran. Siswa bebas memberikan tanggapan, kritikan, atau komentar
tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan MEAs.
Jurnal harian siswa digunakan sebagai sumber informasi tentang pendapat,
saran dan komentar siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
E. Alat atau Bahan Ajar
Alat atau bahan ajar yang disusun dalam penelitian ini yaitu rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS).
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun setiap pertemuan
pembelajaran. RPP ini memuat standar kompetensi, kompetensi dasar,
indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran dan
kegiatan pembelajaran. RPP disusun untuk 3 pertemuan, RPP untuk kelas
eksperimen menggunakan pembelajaran dengan pendekatan MEAs sedangkan
RPP untuk kelas kontrol menggunakan pembelajaran dengan pendekatan
konvensional.
2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar kegiatan siswa (LKS) ini memuat kegiatan dan
permasalahan-permasalahan yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS diberikan pada kelas
eksperimen yang menggunakan pendekatan MEAs.
F. Prosedur Penelitian
Tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan dalam melaksanakan penelitian
ini yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi permasalahan yang akan diteliti.
c. Menyusun proposal penelitian.
d. Melaksanakan seminar proposal.
e. Merevisi proposal penelitian berdasarkan hasil seminar.
f. Membuat instrumen penelitian.
g. Mengurus perizinan ke sekolah yang akan dijadikan tempat uji coba
instrumen dan tempat penelitian yaitu SMP Negeri 26 Bandung.
h. Menguji instrumen penelitian.
i. Menganalisis hasil uji coba instrumen.
j. Membuat RPP, LKS dan instrumen penelitian.
k. Mengkonsultasikan RPP, LKS dan instrumen penelitian ke dosen
pembimbing.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut.
a. Menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel dalam penelitian yaitu
kelas VII-B sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-D sebagai kelas
kontrol.
b. Melaksanakan tes awal (pretes) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik awal siswa sebelum
mendapat perlakuan pembelajaran.
c. Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan MEAs pada kelas
eksperimen dan pembelajaran dengan pendekatan konvensional pada kelas
kontrol.
e. Melaksanakan tes akhir (postes) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
f. Memberikan angket pada siswa kelas eksperimen untuk mengetahui sikap
siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan MEAs.
3. Tahap Analisis Data
Setelah penelitian selesai dilaksanakan, hasil data kuantitatif dan kualitatif
dikumpulkan untuk kemudian diolah dan dianalisis.
4. Tahap Penyusunan Laporan
Setelah penelitian dan analisis data selesai, dilakukan penyusunan laporan.
Hasil data yang telah diolah dan dianalisis kemudian melakukan bimbingan
serta merevisi hasil laporan setelah melakukan bimbingan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data-data penelitian dilakukan setiap kegiatan siswa yang
berkaitan dengan penelitian dimana data yang digunakan berupa data kuantitatif
dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari instrumen tes yaitu tes awal
(pretes) dan tes akhir (postes) yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.
Data kualitatif diperoleh dari instrumen non-tes yaitu angket, lembar observasi
dan jurnal harian siswa yang diberikan pada kelas eksperimen.
H. Analisis Data
Secara garis besar dalam penelitian ini ada dua jenis data yang diperoleh
tersebut kemudian diolah dan dianalisis sehingga dapat digunakan untuk
menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun analisis data yang
dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari hasil data pretes, postes/indeks gain yang
diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengolahan data kuantitatif
dengan menggunakan uji statistik terhadap hasil data pretes, postes/indeks gain
dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji statistik ini menggunakan bantuan
software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 18.0 for windows.
Langkah-langkah untuk menganalisis data kuantitatif adalah sebagai berikut.
a. Analisis Data Pretes
Analisis data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol bertujuan untuk
mengetahui kemampuan awal kedua kelas, apakah kedua kelas tersebuut
mempunyai kemampuan yang setara atau tidak. Skor pretes kemampuan
komunikasi matematik yang diperoleh, dilakukan pengujian sebagai berikut:
1) Deskriptif Statistik Data Pretes
Deskriptif statistik dilakukan untuk memperoleh gambaran umum mengenai
data pretes yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah nilai
maksimum, nilai minimum, rata-rata, varians, standar deviasi, dan jumlah siswa.
2) Uji Normalitas Data Pretes
Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah data yang
diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Normalitas data diperlukan untuk
normalitas data menggunakan bantuan software SPSS versi 18.0 yaitu uji
statistika Saphiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Apabila kedua data
berdistribusi normal, maka akan dilanjutkan dengan uji homogenitas varians
untuk mengetahui jenis statistika yang sesuai dengan uji kesamaan dua rata-rata.
Jika salah satu atau kedua data yang dianalisis berdistribusi tidak normal,
dilakukan uji statistik non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Dalam penelitian ini ada salah satu data yang tidak berdistribusi normal
yaitu data pretes dari kelas eksperimen. Oleh sebab itu langkah pengujiannya
tidak dilanjutkan pada uji homogenitas akan tetapi langsung dilakukan uji
kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji non-parametrik yaitu uji
Mann-Whitney.
3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pretes
Uji kesamaan dua rata-rata bertujuan untuk melihat apakah skor pretes
kedua kelas sama atau tidak. Pengujian kesamaan dua rata-rata ini menggunakan
uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney. Karena hasil pretes kelas ekperimen
dan kelas kontrol menunjukkan kemampuan yang sama maka data yang
digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik
siswa adalah data postes.
b. Analisis Data Postes
Pengolahan data postes kelas eksperimen dan kelas kontrol bertujuan
untuk mengetahui kemampuan akhir kedua kelas. Skor postes kemampuan
1) Deskriptif Statistik Data Postes
Deskriptif statistik dilakukan untuk memperoleh gambaran umum
mengenai data postes yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung
adalah nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata, varians, standar deviasi, dan
jumlah siswa.
2) Uji Normalitas Data Postes
Pengujian normalitas data menggunakan bantuan software SPSS versi 18.0
yaitu uji statistika Saphiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Apabila kedua
data berdistribusi normal, maka akan dilanjutkan dengan uji homogenitas
varians untuk mengetahui jenis statistika yang sesuai dengan uji perbedaan dua
rata-rata. Jika salah satu atau kedua data yang dianalisis berdistribusi tidak
normal, dilakukan uji statistik non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney. Dalam
penelitian ini data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol keduanya
berdistribusi normal, sehingga langkah pengujian selanjutnya adalah uji
homogenitas.
3) Uji Homogenitas Varians Data Postes
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians data yang
diuji memiliki varians yang homogen atau tidak. Pengujian homogenitas varians
dilakukan menggunakan uji statistika Levene’s test dengan taraf signifikansi
5%. Dalam penelitian ini data postes dari kedua kelas mempunyai varians yang
homogen sehingga langkah pengujian selanjutnya adalah uji perbedaan dua
4) Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Postes
Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata
secara signifikan atau tidak dari kedua kelas. Jika data memenuhi asumsi
normalitas dan homogenitas, maka pengujian hipotesisnya menggunakan uji t
yaitu Independent Sample T-Test. Sedangkan jika data memenuhi asumsi
normalitas tetapi tidak homogen, maka pengujiannya hipotesisnya
menggunakan pengujian t‟ yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi
kedua variansi tidak homogen. Data postes dalam penelitian ini berdistribusi
normal dan homogen. Oleh karena itu uji perbedaan dua rata-rata nya
menggunakan uji t yaitu Independent Sample T-Test.
c. Analisis Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik
Siswa
Jika hasil pretes kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukkan
kemampuan komunikasi matematik yang sama, maka data yang digunakan untuk
mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik adalah data postes.
Namun, jika hasil pretes kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukkan
kemampuan komunikasi matematik yang berbeda, maka data yang digunakan
untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik adalah data
indeks gain. Indeks gain ini dihitung dengan menggunakan rumus dari Hake
(Kurniawan, 2011: 43), yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain
g Keterangan
Tinggi Sedang Rendah
Dalam penelitian ini karena data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol
menunjukkan kemampuan komunikasi yang sama maka data yang digunakan
untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematik adalah data
postes. Sedangkan data skor indeks gain digunakan untuk menganalisis kualitas
peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa. Cara pengolahan data skor
indeks gain adalah mendeskripsikan data indeks gain dengan cara menghitung
rata-rata kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Analisis Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari angket, lembar observasi dan jurnal harian
siswa yang diberikan pada kelas eksperimen. Pengolahan untuk masing-masing
data kualitatif tersebut adalah sebagai berikut.
a. Angket
Angket diberikan kepada siswa kelas eksperimen untuk mengetahui sikap
siswa terhadap pembelajaran MEAs. Angket pada penelitian ini terdiri dari dua
buah kelompok pernyataan yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Jenis
angket yang diberikan berupa angket tertutup, maka untuk mengolah data yang
diperoleh dari angket menggunakan skala Likert.
Setiap pernyataan dalam angket skala Likert memiliki skor yang berbeda,
Tabel 3.10
Kategori Skor Angket skala Likert
Skor siswa dihitung dengan cara menjumlahkan bobot skor setiap
pernyataan dari alternatif jawaban yang dipilih. Kemudian data dipersentasekan
dengan menggunakan rumus perhitungan persentase (Rahayu, 2011:37) sebagai
berikut.
Persentase yang diperoleh ditafsirkan berdasarkan kriteria (Rahayu, 2011:
38) sebagai berikut.
Setelah angket diolah dengan menggunakan cara seperti di atas maka sikap
sikap negatif. Penggolongan ini dilakukan dengan membandingkan skor subjek
dengan skor alternatif jawaban netral dari pernyataan. Apabila rata-rata skor
siswa terhadap pernyataan lebih dari tiga, maka dapat dikatakan bahwa sikap
siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan MEAs adalah positif. Apabila
rata-rata skor siswa terhadap pernyataan kurang dari tiga, maka dapat dikatakan
bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan MEAs adalah
negatif (Suherman, 2003: 191).
b. Lembar Observasi
Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung
aktivitas dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa. Data hasil
observasi ditulis dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif.
c. Jurnal Harian Siswa
Penilaian jurnal harian siswa dilakukan untuk menganalisis pendapat siswa
setelah selesai pembelajaran. Data yang terkumpul ditulis dan dipisahkan mana
yang termasuk jurnal yang bersifat positif dan mana yang bersifat negatif,
sehingga dapat disimpulan secara umum sebagai bahan evaluasi untuk proses
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pembelajaran
matematika dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa SMP di SMP Negeri 26
Bandung diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan Model
Eliciting Activities (MEAs) peningkatan kemampuan komunikasi
matematiknya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran
matematika dengan pendekatan konvensional.
2. Hampir seluruh siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan Model Eliciting Activities
(MEAs).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka perlu dikemukakan beberapa saran berikut ini.
1. Karena pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Model
Eliciting Activities (MEAs) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
alternatif pendekatan yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran
matematika.
2. Untuk penelitian selanjutnya mengenai penggunaan pendekatan Model
Eliciting Activities (MEAs) dapat diterapkan pada materi, indikator, dan
kompetensi matematik yang berbeda dengan subjek penelitian yang lebih
DAFTAR PUSTAKA
BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Chamberlin, Scott A & Moon, Sidney M. (2005). Model Eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians.
[online].Tersedia: http://andrianifadly.wordpress.com/2012/01/13/model-eliciting-activities/. [1 September 2012]
Dainah, E. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Advance Organizer dengan Bantuan Macromedia Flash untu Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar [online]. Tersedia: jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. [11 September 2012]
Fitriah, P. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7 E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.
Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [10 September 2012]
Hidayat, E. (2009). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realitik. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.
Kurniawan, I. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Dengan Metode Course Review Horay. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Nurjanah, I. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Permana, Y. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model-Eliciting Activities. Disertasi Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.
Rahayu, S. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pembelajaran Realistik. Skripsi FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Russeffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA-UPI.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI.
Suherman, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hands-out
Perkuliahan FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Sunata. (2009). Penerapan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.