PEMBINAAN PROFESIONAL GURU
SEKOLAH DASAR (SD)
(Penelitian Tentang Efektifitas Sistem Pengembangan
Profeslonal Guru SD Di Kodya Bandung, Jawa Barat)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Geiar Magister Pendidikan
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
Oleh
NURHATTAT
9132317
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
Pembimbing I,
Prof. Dk. H. Achmad Sanusi, SH, M.PA
Pembimbing II,
Gaffar, M.Ed
Pembimbing III,
D i s e t u j u i
Kcsardinator Efidang Studi Administrasi Pendidikan
Program Pascasarjana ikip Bandung
&
Prof. DR. H. Achmad Sanusi, SH. M.PA
Nurhattati. Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar (Pene-litian Tentang Efektifitas Sistem Pengembangan Profesional Guru SD Di Kodya Bandung Jawa Barat)
Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan dasar
yang bertujuan memberikan kemampuan dasar bagi peserta didik
yanq diharapkan akan menjadi pijakan bagi keberhasilan
pendidikan di jenjang selanjutnya. Pada kenyataannya kondisi
SD di Indonesia secara kuantitatif relatif memadai, namun
di pihak lain kondisi tersebut belum menampakkan kualitas
yanq diharapkan. Untuk itu pemerintah telah melakukan
berba-gai upaya perbaikan kualitas, yang salah satunya melalui
pembinaan profesional guru.
Dalam pelaksanaannya pembinaan profesional guru di
setiap daerah memiliki keragaman. Keragaman tersebut
mela-hirkan keragaman hasil pembinaan , yang pada gilirannya
melahirkan keragaman hasil pendidikan pula.
Kodya Bandung sebagai daerah yang memiliki kepadatan
dan dinamika penduduk cukup tinggi, memiliki sekolah cukup
banyak, latar sosial budaya perkotaan tentu saja memerlukan
penanganan pendidikan yang profesional, termasuk penanganan
pembinaan gurunya, sebagai salah satu faktor terpentingnya.
Penelitian ini memfokuskan pada bagaimanakah sistem
pembinaan profesional guru SD Kodya Bandung baik yang
dilak-sanakan di tinqkat wilayah (Bid. Pendas Depdikbud dan Dinas
P dan K wilayah DT Jabar), di tingkat Kodya (Seksi Pendas
Depdikbud dan Dinas P dan K DT II
Kodya Bandung),
di tingkat
kecamatan (Kandepdikbud Cam, penilik dan Kepala Sekolah). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pembinaan
profesional
guru
SD
Kodya Bandung,
dan
melihat
tingkat
efektifitasnya terhadap kemampuan mengajar guru, serta me-ngetahui peluang pengembangan sistem pembinaan yang
dilaksa-nakan.
iietoda penelitian menggunakan metoda kualitatif yaitu
penelitian yanq mencoba mendeskripsikan dan memahami
keselu-ruhan
perilaku manusia secara empirik
berdasar titik
pandang
mereka sendiri, bersifat naturalistik, yaitu mengangkat
fenomena seadanya dengan jalan menceburkan diri secara
langsung di lapanqan untuk menjaring data secara luas, kaya, real hingga dapat digeneralisir menjadi kesimpulan absah.
Penelitian berlokasi di Kodya Bandung, melingkupi 26
kecamatan, membawahi 982 SD Negeri dan swasta. Sumber data
adalah para pembina yang berkedudukan di tingkat wilayah DT I dan II, para Kandepdikbudcam, penilik, kepala sekolah dan
guru SD. Jumlah sumber data diamb.il secara purposif sesuai
karakteristik yang dituju. Data dikumpulkan dengan teknik
wawancara herfokus, observasi dan dokumentasi. Pengumpulan
trans-ferabilitas, dependabi1itas dan konfirmabilitas. Sedang
analisis data dilakukan melalui tahapan penelaahan dan
reduksi data, unitisasi, kategorisasi dan penafsiran.
Penelitian ini menemukan bahwa pembinaan profesional
guru SD Kodya Bandung dilaksanakan di tingkat wilayah DT I,
wilayah DT II (Kodya), di tingkat kecamatan dan sekolah.
Pembinaan di tingkat wilayah DT I, dilaksanakan Bid.
Dikdas Kanwil Depdikbud Jabar, yang dilakukan melalui rapat
Kasi Dikdas, penataran profesional, lomba guru teladan,
lomba bidang studi, publikasi media. Sedangkan yang dilaksa
nakan Dinas P dan K DT I Jabar meliputi penataran wawasan
IPTEK, penataran muatan lokal dan penataran baca tulis,
hitung. Terjadi dualisme pembinaan di tingkat wilayah hal
tersebut melahirkan tidak efektifnya pembinaan. Kurang
mampunya/keenqganan kedua instansi menerjemahkan
kebijaksa-naan, kekakuann birokrasi pengurusan SD menyebabkan pembi
naan profesional kurang efektif. Dilihat dari sistem pembi
naan terdapat keragaman hasil. Kunjungan daerah dan rapat.
kasi se propinsi yang paling dirasakan manfaatnya. Berbagai
jenis penataran profesional cukup relevan dengan kebutuhan
guru, sedangkan berbagai lomba dan penataran IPTEK
menunjuk-kan relevansinya yang kurang.
Pembinaan yanq di tingkat Kodya dilaksanakan seksi
V I 1
melalui wadah KKPS, dan non
SPP
meliputi
penataran profe
sional
dan
berbagai
lomba.
Penataran
profesional
memiliki
manfaat
besar bagi guru,
sedangkan berbagai
lomba
kurang
bermanfaat.
Pembinaan SPP melalui
KKPS sangat berguna karena
terjadi koordinasi dan konsultasi yang melahirkan
persepsi,
orientasi
serta dasar pijakan bagi
penilik,
kepala
sekolah
dan
guru da lam proses pembinaan.
Dinas P dan K DT II
Kodya
Eiandunq
walau telah memiliki otonomi,
hanya berperan
mere-krut
peserta
pembinaan.
Kondisi
tersebut
karena
penerima
otonomi
belum siap untuk melaksanakan otonomi yang
dimiliki-nya.
Di tingkaxt kecamatan pembinaan dilaksanakan melalui
sistem umum (konvensional), seperti penataran dan lomba serta sistem khusus ( SPP, penilik dan kepala sekolah).
Penataran,
lomba berjalan baik.
SPP
diberbagai
kecamatan
efektifitasnya
beragam
yang tergantung pada letak
geogra-fis,
tuntutan masyarakat,
kualitas pembina serta kelengkapan
sarana. Terdapat hubungan efektifitas antara KKG, PK6 dan
KKKS.
Pembinaan yang dilakukan
penilik dan
kepala
sekolah
belum menunjukkan hasil yang mengembirakan, dikarenakan
kekurang
fahaman penilik dan kepala sekolah terhadap
peran
dan fungsinya sebagai pembina.
1) Perumusan ulang konsep pembinaan profesional guru SD di
Indonesia, 2) Remodifikasi perundangan/peraturan yanq
ber-kaitan dengan pembinaan guru, 3) Pembina guru harus
melibat-kan lembaga pendidikan guru (LPTK), pengguna guru, dan
organisasi profesi guru, 4) Pelatihan bagi para pembuat
kebijakan, 5) Penyadaran yang intensif tentang pentingnya
pembinaan guru pada pihak yang terkait, 6) Kesesuaian pembi
naan dengan kebutuhan dasar yang dirasakan guru, 7) Analisis
jabatan bagi penilik dan kepala sekolah, 8) program pelatih
an bagi penilik dan kepala sekolah, 9) Pengangkatan penilik
dan kepala sekolah yang selektif, dan 10) Wadah KKPS, KKKS,
DAFTAR ISI
JUDUL i
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
ii
AB3TRAK . _ iv
KATA PENGANTAR ±>.
UCAPAN TERIMA KASIH >;i
DAFTAR ISI , , xiii
DAFTAR TABEL ; >ivii
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN ;.;vi±±
BAB I PENDAHULUAN i
A. Latar Belakang Masalah ;... 1
1. Peran Pendidikan Dalam Pembangunan
Nasiona 1 1
2. Posisi Sekolah Dasar Dalam Pendidikan
Nasiona 1 4
3. Kondisi SD di Indonesia 6
4. Guru Sebagai Faktor Strategis Dalam
Pendidikan „ lO
5. Pentingnya pembinaan guru 11
B. Asumsi dan Masalah Penelitian 16
1. Asumsi , Xh
2. Masalah Penelitian 20
C. Pentingnya Penelitian 23
D. Tujuan Penelitian 27
E. Manfaat Penelitian 28
BAB II KONSEP PEMBINAAN PROFESIONAL GURU 29
A. Peran Guru Dalam Pendidikan 29
1. Peran Guru Sebagai Pendidik 31
2. Peran Guru Sebagai Manajer Pembelajaran 38
B. Pembinaan Profesional Guru 65
1. Konsep Pembinaan 65
2. Guru Profesional Sebagai Tuntutan Zaman 67
3. Sistem Pembinaan Profesional Guru ... 79
C. Efektifitas Sistem Pengembangan Guru 95
1. Konsep Efektifitas 95
2. Kriteria Efektifitas Sistem Pengembangan
Profesional Guru 98
BAB 111 METODOLOGI PENELITIAN . 106
A. Metode Penelitian 106
B. Lokasi Penelitian 109
C. Sumber Data 110
D. Teknik Pengumpulan Data . 112
E. Pelaksanaan Pengumpulan Data 120
F. Cara-cara Memperoleh Keabsahan Hasil
Penelitian 124
G. Teknik Analisis Data 129
BAB IV HASIL-HASIL PENELITIAN 132
A. Deskripsi Efektifitas Sistem Pembinaan
Profesional Guru SD Kodya Bandung Pada
Tingkat Wilayah 132
1. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
Kodya Bandung Yang Dilaksanakan
Kanwil Depdikbud Jabar 132
2. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
Kodya Bandung Yang Dilaksanakan Dinas
P dan K DT I Jawa Barat .156
B. Deskripsi Efektifitas Sistem Pembinaan
Profesi onal Guru SD Kodya Bandung Pada
X V
1. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
Kodya Bandung Yang Dilaksanakan Oleh
Dinas P dan K Kodya Bandung 167
2. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
Kodya Bandung Yang Dilaksanakan Dinas
P dan K Dati 11 Kodya Bandung 185
C. Deskripsi Efektifitas Sistem Pembinaan
Profesional Guru SD Kodya Bandung Yang
Dilaksanakan Pada Tingkat Kecamatan ... 138
1. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
Oleh Kandepdiktaudcam 188
a) Pembinaan Bersifat Umum 189
b) Pembinaan Bersifat Khusus 192
.1) Implementasi SPP-CBSA . 192
2) Pembinaan Yang Dilaksanakan
Peni 1 i k SD 205
3) Pembinaan Yang Dilakukan Kepa
la Sekolah 215
2. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
Kodya Bandung Yang Dilaksanakan Ran
ting Dinas P dan K Kecamatan ... 220
BAB V RANGKLIMAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 222
A. Efektifitas Sistem Pembinaan Profesional
Guru SE> Kodya Bandung Yang Dilaksanakan
di Tingkat Wilayah 223
B. Efektifitas Sistem Pembinaan profesional Guru SD Kodya Bandung Yang Dilaksanakan di
Tingkat. Kodya . 237
C. Efektifitas Sistem Pembinaan profesional Guru SD Kodya Bandung Yang Dilaksanakan di
1. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
Yang Bersifat Umum 248
2. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD
Yang Bersifat Khusus 269
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ,
B. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA ,
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
A. TABEL
B. RIWAYAT HIDUP .
281 281 285 293
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Banyaknya Sekolah, Guru, Murid SD Negeri Dan Swasta
di Kodya bandung Jawa Barat 15
2. KKG Kategori Sangat Aktif 302
3. KKG Kategori Aktif 303
4. KKG Kategori Kurang Aktif 304
5. KKG Kategori Tidak Aktif 305
1. Gambar Masalah/Ruang Lingkup Penelitian 19
2. Gambar Struktur dan Mekanisme Keorganisasian SPP" .. 182
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
1. Peran pendidikan dalam pembangunan Nasiona1
Pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan
ke arah tercapainya kemajuan atau bentuk kualitas hidup
lebih baik. Sebagai upaya perubahan kualitatif, proses
pembangunan tidak diarahkan kepada perubahan sektor
pereko-nomian yang menyangkut kebutuhan materia1-finansia1 semata,
seperti : pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan,
serta pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja, namun juga
diarahkan kepada sektor kehidupan yang lebih kompleks, yaitu sektor idiologi, agama, sosial- budaya, keamanan, yang tergantung pada tingkat kebutuhan masyarakat atau negara.
Proses pembangunan di suatu negara, secara sosiokultural
acapkali berbeda dengan proses pembangunan di negara lain
dikarenakan berbedanya orientasi., tujuan, pendekatan serta
prioritas kebutuhan yang ditempuhnya.
Tujuan dan orientasi pembangunan nasiona1 Indonesia, adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang
merata material dan spiritual. Dengan perkataan lain, pem
bangunan diorientasikan untuk meningkatkan kualitas hidup pada segenap sektor : idiologi, politik, ekonomi sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dengan sasaran strategis
manu-Dalam konteks pembangunan nasional tersebut, pendi
dikan yang pada dasarnya merupakan proses pencerdasan
kehi-dupan bangsa dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya
menjadi dan memiliki posisi sangat strategis, dalam keber
hasilan pembangunan.
Secara spesifik, dalam bidang pembangunan bidang
ekonomi, pendidikan memiliki nilai strategis dan
determina-tif dalam pencapaian kesejahteraan hidup masyarakat. Di sini
pendidikan merupakan salah satu alat efektif untuk meraih
kesejahteraan ekonomi masyarakat. Melalui upaya pendidikan
suatu proses peralihan pengetahuan, pengalihan keterampiIan,
atau pembentukan sikap dan etos kerja individu dapat
diwu-judkan, sehingga lulusan akan dengan relatif mudah mempero
leh lapangan pekerjaan atau menciptakan lapangan pekerjaan,
yang pada gilirannya akan diperoleh penghasilan yang dapat
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kon
teks ini, bahkan Blaug (1970, 1973 : 2) merumuskan konsep
pendidikan dari sudut ekonomi secara lebih tegas sebagai
proses investasi. "Pengetahuan dan keterampiIan hasil pen
didikan dinilai sebagai human capital yang kemudian dapat
dijadikan sebagai alat produksi, baik untuk kepentingan
prihadi atau untuk kepentingan sosial dalam konteks lebih
luas." Melalui investasi kependidikan, manusia diproses
sedemikian rupa sehingga memiliki pengetahuan dan
keterampi-Ian yang sesuai dengan harapan produktifitas yang
Kanada, Selandia Baru, dan sebagainya. Blaug menyimpulkan
bahwa pertumbuhan ekonomi yang biasanya diukur dengan ting
kat pertumbuhan pendapatan nasional (GNP) sangat dipengaruhi
oleh faktor pendidikan. Perluasan dan peningkatan pendidi
kan cenderung meningkatkan pendapatan/ penghasilan bagi yang
memanfaatkannya. Dengan kata lain investasi dalam pendidikan
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
Dalam bidang sosial politik, pendidikan sebagai proses
sosialisasi juga memiliki nilai konstributif yang besar
dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional. Lewat pendi
dikan, sosialisasi nilai-nilai kehidupan berpolitik,
berso-sial, atau proses pembentukan budaya berpolitik (Tom
Bren-nan, 1981 : 19) dapat diselenggarakan dalam rangka pembentu
kan sikap masyarakat terhadap masalah-masalah dasar tentang
sistem politik yang dianut oleh negaranya. Dengan kata lain,
melalui pendidikan dilakukan suatu proses sosialisasi nilai
dan norma kepada masyarakat sehingga mereka memahami dan
menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara secara
memadai.
Dalam bidang sosial budaya yang lebih menekankan pada
penanaman nilai—nilai budaya, pendidikan menduduki peran
penting dalam pembangunan. Secara lebih luas Zeffreys
meng-artikan pendidikan sebagai upaya pelestarian (1972 : 6).
Sebagai upaya pelestarian, pendidikan bukan hanya merupakan
alat pelestari, pemelihara, tapi juga merupakan proses
an dan bencana. Pendidikan mengupayakan terbentuknya
nilai-nilai pola prilaku yang adaptif dengan kebutuhan yang ada
dalam masyarakat.
Berangkat dari analisis di atas tentang hubungan
pendidikan dengan pembangunan nasional maka secara tegas
pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia
Indonesia dan berfungsi mengembangkan kemampuan, keteram
pi Ian serta mutu kehidupan manusia Indonesia seutuhnya.
Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka pendi
dikan harus dipijakkan dan diserasikan dengan pembangunan
yang ditempuhnya. Dengan Konsepsi orientasi, tujuan,
pende-katan, isi model serta prioritas pembangunan yang dilaksana
kan .
2. Posisi Sekolah Dasar Dalam Pendidikan Nasional
Sekolah Dasar (SD) merupakan bentuk satuan pendidikan
dasar yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun
sebagai salah satu jenjang pendidikan dasar yang menurut
UUSPN No. 2/1989 terdiri dari program enam tahun di SD dan
program pendidikan tiga tahun di SLTP yang bertujuan untuk
memberikan kemampuan dasar bagi peserta didik untuk mengem
bangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga
negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta
didik untuk mengikuti pendidikan menengah (1993 : 63-64).
Dengan demikian SD merupakan jenjang pendidikan yang strate
Terdapatnya beberapa alasan mengapa SD memiliki
kedu-dukan strategis di dalam sistem pendidikan nasional.
Pertama, tujuan SD sebagai program pendidikan dasar awal
adalah memberikan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan
dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Dengan
demikian, diharapkan program SD ini menjembatani
tercapai-nya tujuan program SMP, yang seterusnya menjembatani
terca-painya tujuan jenjang pendidikan menengah dan tinggi.
Di-samping itu, program Sekolah Dasar yang memberikan pengeta
huan, keterampilan dasar yang diperlukan dalam kehidupan di
masyarakat, secara sosial- politik maupun sosial- budaya
menempatkan SD menjadi memiliki kedudukan sangat strategis.
Hal ini karena, pada jenjang pendidikan dasar, nilai dan
norma dasar tentang apa dan bagaimana lulusan seharusnya
hidup di tengah masyarakatnya itu diberikan.
Kedua, kurikulum pendidikan dasar jenjang SD. menentukan bagi keberhasilan mutu lulusan (SLTP, SLTA, PT), secara
berkesinambungan
Kemudian, dari segi administratif, SD juga dipandang
strategis, dikarenakan program ini menjadi syarat dapatnya
seseorang melanjutkan pendidikan pada jenjang lebih tinggi.
Ijazah SD merupakan syarat melanjutkan di SLTP, dan seterus
nya .
Berdasarkan uraian tersebut dapat diamb.il pengertian
definitif bahwa terdapat hubungan sistemik antara pendidikan
mempenga-pendidikan dasar berpengaruh terhadap sistem pendidikan selanjutnya, balk orientasi, prioritas, isi, pendekatan,
fasilitas, atau pun gurunya.
3. Kondisi SD di Indonesia
Di Indonesia, pada tahun 1988/1989. angka partisipasi
rnurni SD telah mencapai 93,3 7. (data Pendidikan Jabar,
1988). Indikasi. tersebut, merupakan hal menggembirakan,
karena hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah peserta didik
pada jenjang SD relatif tinggi, atau sebaliknya anak usia SD
yang tidak berpartisipasi pada jenjang pendidikan SD sangat
rendah.
Sejalan dengan pertumbuhan tingkat partisipasi pendi
dikan SD yang meninggi, berkembangnya aspirasi pendidikan SD di kalangan masyarakat, berbagai upaya pengembangan sistem pendidikan dasar, khususnya SD telah dilakukan peme-rintah. Pengembangan tersebut menyangkut tidak hanya
perang-kat
keras,
tapi juga perangkat lunak serta
segenap
unsur
pendukung lainnya.
Sejak tahun anggaran 1973/1974, misalnya, telah
diba-ngun
bangunan SD dalam jumlah relatif besar yang
merupakan
realises!
Inpres
pembangunan
SD
sebagai
bantuan
kepada
Daerah
TK.
II,
yang diantaranya
meliputi
:
pembangunan
gedung
baru,
penambahan
ruang
kelas,
rehabi1itasi,
dan
sebagainya,
sehingga pada
tahun
1990/1991
tercatat
tersedia
diper-untukkan bagi 26.528.590 siswa yang diasuh oleh 1.140.886
guru (Statistik Indonesiaf 1991: 75) yang diproyeksikan
mencapai 147,5 ribu unit gedung pada tahun 1993/1994
(Ti-laar, 1991). Atau bahkan menurut perkiraan lain pada tahun
tersebut sudah terdapat sekitar 200.000 buah SD negeri dan
swasta (Kornpas 27 Juli 1993). Berdasarkan data tersebut
dapat dianalisis bahwa sejak tahun 1991 kondisi kuantitatif
pendidikan Indonesia khususnya program pendidikan SD sangat
memadai. Hal tersebut ditunjukkan adanya Rasio antara jumlah
gedung dengan jumlah siswa yaitu 1 : 1S7, atau berarti pula
jika ditetapkan satu bangunan terdiri dari rata~rata 6
kelas/ruang, maka satu ruang (1 kelas) hanya dihuni oleh ±
30 orang siswa. Kemudian, jika dilihat dari rasio bangunan
sekolah dengan guru yang mengajar adalah 1 : 7,8, dimana
seorang guru rata-rata mengajar 23 orang siswa.
Kondisi kuantitatif SD yang relatif memadai di satu
pihak, tampak belum menunjukkan atau mencerminkan
terdapat-nya kondisi kualitatif memadai di pihak lain. Memang merupa
kan hal teramat kompleks dan rumit untuk melakukan analisis
secara memuaskan mengenai mutu pendidikan. Disamping
kom-pleksitas permasalahan pendidikan SD sebagai sistem itu
sendiri, juga disebabkan oleh belum baku dan pastinya konsep
mutu itu sendiri yang terus menerus diperdebatkan para ahli
dengan titik tolak, kerangka berpikir atau sudut logika yang
berbeda. Bruce Fuller (1985) mengatakan "Konsep kualitas
pendidikan tampak berbeda bagi masing-masing orang.
pendidikan Dasar (SMPD) Badan Litbang Dikbud berupaya
mem-perjelas konsepsi mutu pendidikan tersebut. Dalam studi
tersebut diperoleh kesepakatan rumusan mengenai pengertian
mutu pendidikan sebagai landasan berpikir. Mutu pendidikan
diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh setiap satuan
pendidikan dalam menanamkan kemampuan belajar seumur hidup
bagi lulusannya (Ace Suryadi, 1989).
Lebih komprehensif, mutu pendidikan dapat pula dilihat
dari perspektif sistem pendidikan persekolahan itu sendiri,
yang biasanya mendasarkan diri pada analisisnya terhadap
tiga komponen proses pengajaran dan komponen hasil belajar.
Yang dianggap terpenting sebagai penentu dari mutu hasil
belajar adalah mutu pengelolaan sekolah, mutu siswa, dan
mutu guru. Ketiga faktor tersebut berkaitan satu sama lain,
dan kenyataannya sekarang ketiga faktor tersebut sering
digunakan sebagai ukuran sederhana tinggi rendahnya mutu
pendidikan. Ketiga komponen mutu pendidikan di atas, secara
sistemik, menyebabkan mutu proses pengajaran yang pada
gilirannya menyebabkan mutu hasil belajar. Berdasarkan
analisis di atas, maka mutu pendidikan menyangkut masalah
mutu pengelolaan, mutu siswa, mutu guru, mutu PBM dan mutu
hasil belajar/kemampuan belajar.
Terhadap mutu pendidikan SD, Kompas 20 Februari 1991
menurunkan ulasannya tentang keresahan masyarakat tentang
mutu lulusan SD. Laporan Irjend Wil I Depdikbud mensinyalir
memprihatinkan,
terutama kemampuan dasar mengenai
kemampuan
membaca, menulis dan menghitung ( Kompas 14 Juli 1993).
Selain
rendahnya mutu pendidikan SD yang
berkaitan
dengan
lulusannya,
ditemukan
pula adanya
rendahnya
mutu
proses
belajar mengajar (PBM) yang diakibatkan oleh rendahnya mutu
guru itu sendiri serta sistem manajerialnya.
Masaiah~masalah
yang
mengakibatkan rendahnya mutu lulusan SD diantaranya
:
mutu guru yang kurang profesional, dimana guru kurang
meng-uasai materi dan metoda pengajaran,
kurang memadainya
alat
bantu penga- jaran, lemahnya sistem pengembangan profesional
guru {Kompas 4 Agustus 1993).
Kondisi
kuantitaif yang
kurang
menggembirakan
tersebut,
yang diantaranya menyebabkan masalah
peningkatan
mutu
SD menjadi agenda dalam Penyusunan Flepelita - V
Bidang
Pendidikan dan Kebudayaan. Masalah-masalah tersebut dianta
ranya
adalah
kesenjangan mutu antar sekolah
di
berbagai
daerah
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan,
disamping
kesenjangan
antara mutu pendidikan dengan kebutuhan
pemba
ngunan (Pusat informatika Balitbang Dikbud, 1993).
Keputusan Mendikbud RI No. 0416 A/U/1987 bahkan
mengantisipasi masalah tersebut. "Usaha meningkatkan mutu
pendidikan
akan
mendapat prioritas di
tingkat
pendidikan
dasar". Dengan demikian, disamping
pemerintah masih
memprio-ritaskan
pemerataan pendidikan juga
berusaha
meningkatkan
4. Guru Sebagai Faktor Strategis Dalam Pendidikan
Seperti
disinyalir dalam
Kompas
(14 Juli
, 4
Agustus
dan 25 Agustus 1993) bahwa rendahnya mutu PBM SD,
diantara
nya, diakibatkan oleh rendahnya mutu guru itu sendiri dan
sistem manajerialnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam
sistem pendidikan atau, secara lebih sempit dalam sistem pengajaran, guru merupakan faktor sangat strategis dalam pencapaian tujuan pendidikan/pengajaran, karena posisi yang
d i peran k annya.
Good Carter (1973) merumuskan pengertian guru sebagai: Seorang yang bekerja dengan bekal kemampuan khusus
untuk mengarahkan pengalaman belajar siswa dalam suatu
lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta,
Sementara itu, UUSPN No. 11/1989 Bab VII Pasal 27 ayat
3
dan
Pasal
28 mengartikan
:
Guru
adalah
sebutan
bagi
tenaga pengajar pada jenjang pendidikan dasar dan
mene-n g a h.
Dari batasan tersebut di atas dapatlah diambil suatu
kesimpulan
bahwa
seorang guru pada dasarnya
adalah
orang
yang memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab terhadap pendidikan baik secara individual maupun kelompok di sekolah
maupun di luar sekolah.
Berdasarkan
analisis
konseptual
tentang
peran
guru
tersebut dapat dirumuskan
beberapa alasan dasar mengapa guru
dipandang faktor strategis dalam pendidikan .
a) dilihat dari sudut administratif, guru adalah
11
aktifitas pendidikan. Guru, dalam sekolah khususnya, meru
pakan pelaku yang "paling" berhak untuk mengelola, mengatur
atau melibatkan diri dalam aktifitas kependidikan;
b) dilihat dari segi kewajiban, guru adalah orang yang
dituntut untuk melaksanakan kewajiban mengajar, mengalihkan
ilmu pengetahuan, ketrampilan atau membina sikap masyarakat;
c) dilihat dari segi proses belajar mengajar dalam
kelas, guru adalah seorang perencana, pengel'ola dan
sekali-gus penilai kegiatan belajar murid. Guru adalah orang yang
merencanakan, memilih dan menentukan materi apa yang akan
diajarkan serta apa dan bagaimana pendekatan/metoda penga
jaran efektif yang dipergunakannya, mencipta situasi belajar
mengajar sesuai yang direncanakan, serta melakukan penilaian
terhadap proses dan hasil belajar siswa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru merupa kan faktor utama yang dapat menentukan tingkat keberhasilan,
belajar
siswa.
Sehingga
wajar bila
Joan
Dean
(1983:71)
menyebutkan
peran
guru
sebagai
"the
most
important
and
expensive resources in any classroom".
5. Pentingnya Pembinaan Guru SD
Menyadari kestrategisan peran guru yang demikian dalam
sistem
pendidikan pada umumnya dan
dalam PBM
khususnya
di
satu
pihak
dan tuntutan masyarakat yang
menghendaki
adanya
Masyarakat Indonesia yang tengah mengalami
perkembang-an
mengarah
pada
era
tinggal
landas,
secara
konsumtif,
meningkatkan
berbagai pemenuhan kebutuhan informasi
maupun
ketrampilan praktis secara memadai. Jenis dan besaran kebu
tuhan
tersebut
secara
instruksional
tentu
mensyaratkan
terdapatnya pengelolaan pendidikan yang profesional
umumnya
dan hadirnya peran SD lebih efektif yang mampu
menghasilkan
lulusan
memadai,
yaitu
lulusan yang
memiliki
adaptabi1itas
sosial yang sesuai tuntutan perkembangan zaman." Pendidikan
hendaknya
dilakukan secara profesional sehingga upaya
pen-ingkatan
mutu
dan relevansi
pendidikan
dapat
tercapai",
demikian dinyatakan oleh Hasan Walinono —
Sekjend Depdikbud
(Kompas, 26 Juli 1993). Konsekuensi lebih lanjut dari tun
tutan ini secara sistemik menuntut adanya guru profesional.
Guru
profesional
yang
dituntut
oleh
masyarakat, '
diantaranya
adalah sosok guru yang mampu menjalankan
tugas
pokoknya
sebagai
pendidik
dan
pengajar.
Tugas
tersebut
antara
lain menyangkut tugas
makro
yaitu
mengupayakan
pe-ningkatan
kualitatif
hidup manusia secara umum
dan
tugas
mikro
sebagai manager pengajaran di kelas
pada
khususnya.
Dalam rangka ini, pada tingkat minimal,
sosok guru
pada saat
sekarang,
seperti
diungkapkan Noeng Muhadjir
adalah
guru
yang
ahli
dalam disiplin ilmu bidang
studinya
sepenuhnya
(1007.),
dan
berkepribadian lebih
sebagai
pendidik.
Atau
menurut
Muchtar
Bukhari,
adalah jenis
guru
yang
secara
lengkap memiliki ciri intelektualitas yang
kuat, berkualitas
lincah, prigel dan luwes (Kompas, 4 Agustus 1993).
Kualifikasi guru profesional seperti digambarkan
secara selintas di atas, dalam kenyataannya belum
tereali-sasi secara memuaskan. Hal ini dapat secara jelas dilihat
dari pandangan dan evaluasi masyarakat itu sendiri. Misalnya
tentang terdapatnya guru SD yang belum menguasai materi tiga kemampuan dasar (membaca, menulis dan menghitung), kurang
mampunya menguasai metoda mengajar, terdapatnya kekurang
sesuaian antara latar belakang pendidikan formal guru dengan
tugas-tugas mengajar yang dibebankan, masih banyaknya
priba-di guru yang belum matang, serta belum termi1ikinya sikap
profesional pada umumnya (Kompas, 14 Juli 1993; F;aka Joni,
1993; dan Kompas 25 Agustus 1993). Dan kenyataan-kenyataan
inilah dapat dijadikan sebagai indikator yang menunjukkan
secara faktual belum terdapatnya kualifikasi guru profesi
onal yang diharapkan. Karena itulah, pembinaan atau
pening-katan kualitatif profesional mutu guru merupakan hal yang
krusial dan perlu yang harus dilakukan jikalau menghendaki
mutu pendidikan yang memadai.
Dalam rangka peningkatan mutu guru SD, telah banyak
dilakukan pemerintah berbagai upaya pengembangan profesional
guru yang lebih menekankan pada peningkatan kualitas menga
jar guru, yang dilakukan melalui berbagai sistem. Sistem
pembinaan profesional yang sudah lama ditempuh pemerintah,
terutama sekali sejak ditetapkannya pelaksanaan kurikulum SD
pendidikan dan pelatihan,
penataran,
seminar dan
lokakarya,
studi
komparatif,
pertemuan pribadi,
rapat,
lomba
profesi
onal guru, pembinaan melalui wadah KKG, PKG, KKKS, serta pembinaan melalui media cetak dan kegiatan karyawisata, dan
pembinaan lainnya (Depdikbud, 1989/1990: 16-18).
Walaupun telah banyak sistem pembinaan profesional
guru yang telah disodorkan dengan disertai petunjuk
pelaksa-naannya atau perangkat lainnya oleh pemerintah, namun pada
kenyataannya terdapat keragaman atau perbedaan pembinaan
baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Dan,
terdapatnya berbagai perbedaan, misalnya dalam jenis,
frek-wensi, maupun pendekatan pembinaan pada masing-masing daerah
(wilayah), yan'g pada gilirannya melahirkan hasil pembinaan
yang beragam pula. Untuk itu suatu penelitian tentang efek
tifitas pembinaan profesional di masing-masing wilayah
diperlukan. Paling tidak. diperlukan untuk mengetahui karak
teristik tipikal sistem pembinaan yang paling efektif, efisien dan relevan dengan tuntutan dan kodisi di
masing-masing daerah.
Kota Madya Bandung- salah satu dari dua puluh empat
kabupaten dan kota madya di Jawa Barat—memiliki 982 SD
Negeri, yang dibimbing oleh 8892 guru serta 180 SD Swasta
yang dibina oleh 1632 guru yang tersebar di 26 kecamatan.
Dibanding dengan kabupaten/Kodya lainnya Bandung memiliki tingkat kepadatan sekolah yang tinggi dan jumlah guru yang
besar (lihat: Kota Madya Bandung Dalam Angka 1991/1992).
dilihat pada tabel berikut :
TABEL 1
BANYAKNYA SEKOLAH, GURU, MURID SD NEGERI DAN SWASTA DI
KOTA MADYA BANDUNG JAWA BARAT
15
N e g e r i S w a s t a
to. N**pc sfns tant.V-• »—• l^U 1 H_1 ^ t ^ U,
Sek Guru Murid Sek Guru Murid
1 *-> ._"> 4 5 6 7 8
1 Bandung Kulon 41 344 9168 6 39 1221
*"> Bbk. Ciparay 53 403 11504 9 62 2004
3 Bjg. Loa Kaler 18 148 5706 7 51 1931
4 Bjg. Loa Kidul 22 160 4622 5 11 1402
5 Astanaanyar 63 466 13657 7 55 1474
6 R e g o 1 61 459 9459 10 82 3517
7 Lengkong 36 370 5783 14 98 3493
8 Bandung Kidul 8 63 3724 - -
-9 Margacinta 35 374 9208 1 7 147
10 Rancasari 15 126 3051 - -
-11 C i b i r u 29 33C 6890 3 - 226
12 Ujung Berung 34 373 8148 - -
-13 Arcamanik 34 325 7568 1 1 299
14 Cicadas 37 40B 9411 1 13 618
15 Kiaracondong 5© 506 10895 -.!> 16 416
16 E<aturiunggal 65 532 14325 6 29 1514
17 Sumur Bandung 24 290 6321 11 28 2428
1 2 3 4 5 6 7. 8
19 Cicendo 51 518 10265 18 155 5300
20 Bandung Wetan 5 146 2105 17 71 6198
21 Cibeunying Kidul 64 610 13725 6 29 1336
22 Cibeunying Kaler 27 ^c-> 5942 *? 14 659
"73 Coblong 67 489 113366 10 176 1434
24 Sukajadi 45 372 10757 7 48 1670
25 Sukasari 40 328 7365 ^i 31 1029
26 Cidadap 19 141 3785 43 1295
J u m l a h 982 8892 214101 180 1632 47513
Profil kependidikan SD di Kodya Bandung tersebut
dengan berbagai latar sosial ekonomi dan sosial budaya yang
majemuk dan industrial seperti halnya di daerah Ibukota
propinsi lainnya, memerlukan penanganan yang profesional.
Terutama sekali pengelolaan profesional mutu guru sebagai
unsur strategis sehingga diharapkan mampu memberikan
kontri-busi maksimal terhadap peningkatan mutu pendidikan SD di
wilayah tersebut. Dalam kaitan ini maka upaya penelitian
tentang pengembangan profesional guru SD di Kota Madya
Bandung agaknya merupakan hal yang signifikan.
B. ASUMSI DAN MASALAH PENELITIAN
1. Asumsi
Dalam kaitannya dengan penelitian tentang efektifitas
sistem pengembangan profesional guru SD di Kota Madya Ban
hubungan-17
hubungan, konsep-konsep yang dipergunakan serta
operasiona-lisasi metodologis dalam penelitian. Asumsi-asumsi tersebut
adalah
a. Guru merupakan faktor sangat penting dalam PBM. Guru
menduduki peran strategis yang menentukan kualitas PBM. "A
good teaching depends on a good teacher" (Dahama dan
Bkhat-nagar, 1980 : 157 - 158).
Melihat pentingnya kedudukan guru dalam proses pendi
dikan umumnya dan dalam PBM, khususnya, maka kualitas guru
perlu dikembangkan secara terus menerus sehingga mampu
mengemban tugasnya secara memadai, terutama dalam era infor
masi seperti terjadi dewasa kini. Peran guru sebagai pendi
dik dalam arti luas atau sebagai manajer pembelajaran dalam
arti lebih khusus secara kualitatif dituntut untuk memiliki
kemampuan profesional. Dimana seorang guru tidak semata harus memiliki pribadi edukatif dan kompetensi mengajar yang memadai, namun juga dituntut memiliki kompetensi manajerial yang handal. Dalam hal ini guru secara profesional dituntut memiliki kemampuan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan menilai PBM. Paling tidak, seorang guru profesional
harus mampu berperan sebagai "a manager of children's learn
ing" (Dean, 1983:116). Sebagai seorang profesional dalam
bidang pendidikan/pengajaran, guru perlu memiliki latar
belakang
pendidikan
pada
bidang tertentu
yang
diajarkan,
disamping memiliki
keterampilan mengelola PBM yang
memadai.
perkembangan atau kemajuan kualitas pendidikan/pengajaran.
Selain itu, guru sebagai profesional perlu memiliki wadah
pembinaan sebagai media peningkatan kualitas profesional
guru.
b. Pembinaan profesional sebagai upaya pengembangan guru
profesional dapat ditempuh melalui beberapa pendekatan.
Diantara pendekatan pembinaan yang biasa diselenggarakan
adalah pembinaan yang bersifat pre-service dan inservice.
Pembinaan preservice yaitu pembinaan yang dilakukan sebelum
guru melaksanakan tugas profesinya. Sedangkan pembinaan
inservice merupakan upaya pembinaan yang dilakukan pada saat
guru sedang/sudah aktif melaksanakan tugas profesi
sebenar-nya. Pembinaan inservice dilihat dari sistem pelaksanannya
dapat dilakukan melalui beberapa sistem, baik dilakukan
LPTK, organisasi profesi guru atau lembaga pengguna guru.
c. Efektifitas suatu pembinaan dipengaruhi bahkan ditentukan
oleh wadah dan mekanisme pelaksanannya. Wadah yang tepat dan
akomodatif bagi anggotanya dan sistem mekanisme yang profe
sional yang sesuai dengan karakteristik situasi dan kondisi
serta potensi yang ada dapat melahirkan efektifitas pembi
naan sesuai harapan. Sebaliknya wadah yang kurang memadai
dan mekanisme pembinaan yang kurang tepat akan mengakibatkan
hasil pembinaan yang tidak diharapkan. Dengan kata lain
sistem pengembangan profesional guru menentukan kualitas
profesional guru itu sendiri.
19
lingkup
masalah
yang
menjadi
fokus
penelitian
ini
adalah
bagaimana
pengembangan
profesional guru SD
Kodya
Bandung
sebagai
manajer PBM, yang dilaksanakan di tingkat wilayah DT
I Jawa Barat (dilaksanakan Kanwil Depdikbud dan Dinas P dan
K DT I Jawa Barat), yang dilaksanakan di DT II
Kodya Bandung
(Kandepdikbud Kodya dan Dinas P dan
K Kodya
Bandung),
dila
kukan
di
tingkat kecamatan
(Kandepdikbud,
Ranting
Dinas
P
dan
K kecamatan).
Secara diagramtik
ruang
lingkup penelitian
dapat dilihat pada gambar berikut :
GAMBAR 1
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Pesbinaan Profe
sional guru SD Kodya Bandung Pengeibangan Profesional guru sebagai Manajer Pei-belajaran ->
Peibinaan yang dilaksanakan di-tingkat wilayah
- Peib. Oleh Kanwil Depdikbud
Jawa Barat
- Pe§b. Oleh Dinas P dan K DT I Jawa Barat
Peibinaan yang dilaksanakan di-tingkat Kodya
- Peib. Oleh Kandepdikbud Kodya Bandung
- Peib. Oleh Dinas P dan K DT II
Kodya Bandung
Peibinaan dilaksanakan di
ting-kat kecatatan
- Peib. Oleh Kandepdikbud keca -•atan
- Peib. Oleh Ranting Dinas P & K
kecaiatan
PENINGKATAN HUTU 6URU
SEBA6A1 MANAJER PEHBE
2. Masalah Penelitian
Berdasarkan pada ruang lingkup permasalahan tersebut
maka jelaslah bahwa penelitian ini ingin mempelajari bagai-mana kegiatan peningkatan mutu guru melalui pembinaan profe
sional yang sudah dan tengah berlangsung di Kota Madya
Bandung. Titik fokus pengamatan adalah efektifitas proses
dan hasil pembinaan, yang dilaksanakan organisasi/instansi
yang secara struktural maupun fungsional sebagai pemakai
sekaligus sebagai pembina guru, baik yang dilaksanakan di tingkat wilayah yaitu pembinaan yang diselenggarakan Kantor Wilayah Depdikbud, dan Dinas P dan K DT I Jawa Barat, yang dilaksanakan Kandepdikbud dan Dinas P dan K DT II Kodya Bandung, serta pembinaan yang dilaksanakan di tingkat keca
matan, yaitu yang dilaksanakan Kandepdikbudcam.
Bertolak dari masalah tersebut, selanjutnya dapat
dirumus pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Sistem pembinaan profesional apakah yang dilaksanakan bagi guru SD di Kodya Bandung yang dilaksanakan di ting
kat wilayah (Kanwil Depdikbud dan Dinas P dan K DT I Jawa
Barat) ?
1. Jenis pembinaan profesional apa yang dilaksanakan bagi
guru SD Kodya Bandung ?
2. Wadah apa yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembi
naan profesional guru SD di Kodya Bandung ?
3. Apa yang mendasari kebijakan penetapan jenis dan wadah
21
4. Struktur, mekanisme dan program pembinaan apa yang
ditetapkan dalam pembinaan profesional guru SD di
Kodya Bandung ?
b. Bagaimana sistem pembinaan profesional guru SD di Kodya
Bandung yang dilaksanakan di tingkat wilayah (Kanwil
Depdikbud dan Dinas P dan K DT I Jawa Barat. ?
1. Bagaimana efektifitas pelaksanaan sistem pembinaan
profesional guru SD di Kodya Bandung ?
2. Bagaimana efektifitas sistem pembinaan profesional
guru SD di Kodya Bandung dihubungkan dengan peningkat
an mutu guru sebagai pengajar ?
3. Bagaimana kemungkinan peluang pengembangan sistem
pembinaan profesional guru SD di masa mendatang ?
c. Sistem pembinaan professional apakah yang dilaksanakan
bagi guru SD kodya Bandung yang dilaksanakan di tingkat
Kodya (Depdikbud dan Dinas P dan K DT II Kodya Bandung) ?
1. Jenis pembinaan profesional apa yang dilaksanakan bagi
guru SD di Kodya Bandung ?
2. Wadah apa yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembi
naan profesional guru SD di Kodya Bandung ?
3. Apa yang mendasari kebijakan penetapan jenis dan wadah
pembinaan profesional guru SD di Kodya Bandung ?
4. Struktur, mekanisme dan program pembinaan apa yang
diterapkan dalam pembinaan profesional guru SD di
Kodya Bandung ?
d. Bagaimana sistem pembinaan profesional guru SD di Kodya
1. Bagaimana
efektifitas
pelaksanaan
sistem
pembinaan
profesional guru SD di Kodya Bandung ?
2. Bagaimana
efektifitas
sistem
pembinaan
profesional
dihubungkan
dengan
peningkatan
mutu
guru
sebagai
pengajar di Kodya Bandung ?
3. Bagaimana
kemungkinan
peluang
pengembangan
sistem
pembinaan profesional guru SD di masa datang ?
e. Sistem
pembinaan
profesional
apakah
yang
dilaksanakan
bagi guru SD di Kodya Bandung yang dilaksanakan di
ting
kat kecamatan (Depdikbud dan Ranting Dinas kecamatan) ?
1.
Jenis pembinaan profesional
apa yang dilaksanakan bagi
guru SD di Kodya Bandung ?
2. Wadah
apa
yang dipergunakan dalam pelaksanaan
pembi
naan profesional guru SD di Kodya Bandung ?
3. Struktur,
mekanisme
dan program pembinaan
apa
yang
ditetapkan
dalam
pembinaan profesional
guru
SD
di
Kodya Bandung ?
f. Bagaimana
sistem pembinaan profesional guru SD di
Kodya
Bandung yang dilaksanakan di tingkat kecamatan (Depdikbud
dan Ranting Dinas kecamatan) ?
1. Bagaimana
efektifitas
sistem
pembinaan
profesional
guru SD di Kodya Bandung ?
2. Bagaimana
efektifitas
sistem
pembinaan
profesional
dihubungkan
dengan peningkatan mutu guru
SD
sebagai
3. Bagaimana peluang pengembangan sistem pembinaan profe
sional guru SD di Kodya Bandung di masa mendatang ?
C. PENTINGNYA PENELITIAN
Terdapat beberapa alasan rasional mengapa kajian
tentang pembinaan profesional guru SD atau penelitian menge
nai efektifitas sistem pengembangan profesional guru SD di
Kodya Bandung dianggap penting bagi dunia
pendidikan/penga-jaran dan bagi disiplin ilmu tertentu umumnya, yang secara
rinci diuraikan sebagai berikut di bawah ini.
1. Masalah kualitas pendidikan pada dewasa ini merupakan
persoalan nasional yang hangat dan penting. Pentingnya
persoalan tersebut sehingga pemerintah mengagendakannya
dalam rencana PJPT II bukan hanya karena munculnya berbagai
indikator yang menunjukkan terdapatnya gejala penurunan
kualitas pendidikan atau kurang memuaskannya para lulusan
yang dihasilkan, namun lebih dari itu juga disebabkan
perlu-nya peningkatan kualitas pendidikan seoptimal dan semaksimal
mungkin dalam rangka mengantisipasi tuntutan zaman di masa
mendatang.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan memang harus
dilakukan secara sistemik. Disamping peningkatan aspek
kurikulum, sarana dan prasarana, anggaran, keorganisasian,
tapi juga aspek guru sebagai sub sistem
pendidikan/penga-jaran. Dalam prakteknya, guru merupakan faktor yang sangat
penting bahkan determinatif. Dalam hal ini seperti dikatakan
Na-sional Pendidikan I di Bandung, mensinyalir bahwa banyak
faktor yang harus dipikirkan dalam meningkatkan mutu pendi
dikan. Namun faktor guru itulah yang merupakan hal paling
penting, karena pengaruhnya yang sangat menentukan mutu
pendidikan. Terutama menentukan mutu pendidikan/PBM pada
jenjang sekolah dasar. Penelitian yang dilakukan BP3K
(1980), melaporkanbahwa guru merupakan faktor penentu efek
tifitas PBM. Kualitas kegiatan belajar murid tergantung pada
tingkat profesional guru yang bersangkutan. Merujuk pada
kenyataan tersebut di atas maka profesionalisasi kualitas
guru atau upaya pengembangan profesional guru menjadi suatu
hal yang mutlak diperlukan. Yakni aktifitas-aktifitas yang
diselenggarakan dalam upaya membentuk kualitas guru sesuai
dengan tugas profesional yang diembannya.
2. Berdasarkan kenyataan yang ada, dapat difahami bahwa
ternyata belum ditemukan adanya pola pengembangan profesi
onal yang "mapan", dalam arti sistem pengembangan guru yang
memiliki mekanisme yang permanen, wadah pengembangan yang
jelas, pelaku pengembangan yang profesional serta materi
pengembangan yang relevan dengan persoalan yang mengemuka.
Sebaliknya kenyataan yang terjadi adalah terdapatnya pola
pengembangan profesional guru yang selalu berubah-ubah,
rancu dan kurang terarah serta sering dilakukan oleh unsur
yang kurang/tidak profesional sehingga hasil pembinaannya
seringkali tidak. menyentuh persoalan yang dihadapi para guru
^c^
pemberian aspek-aspek administratif atau ketatausahaan dan
kurang
memberikan bimbingan profesional yang justru
sangat
diperlukan guru sebagai manajer pembelajaran. Hasil evaluasi
Proyek Pengembangan Pendidikan Dasar (P3D) dalam kaitan ini
melaporkan bahwa sistem pembinaan guru masih mengutamakan segi-segi administratif (ketatausahaan) dan kurang
memperli-hatkan bimbingan profesional (Tangyong, 1981).
Kenyataan-kenyataan tersebut memacu pemerintah untuk
melakukan berbagai upaya pengembangan model-model pembinaan/
bimbingan profesional. Misalnya sejak. tahun 1979
diujicoba-kan suatu proyek supervisi yang bernama "Proyek Cianjur" yang pada dasarnya bertujuan meningkatkan kompetensi guru-guru SD agar secara profesional lebih mampu mengelola PBM
dalam kelas. Selain itu pada beberapa tahun terakhir ini
diperkenalkan upaya pembinaan melalui fungsionalisasi
Jabat-an guru SD seperti tertuang dalam Kep Menpan No. 28/ Tahun
1989, yang esensinya juga bertujuan untuk menciptakan suasa-na bekerja secara profesional, disamping berbagai aktifitas
seperti penataran, lokakarya, dll, yang secara periodik
diselenggarakan.
Meskipun banyak sistem pengembangan profesional guru SD dilakukan, namun efektifitas hasil dari pengembangan itu sendiri masih harus dipertanyakan. Dalam rangka inilah penelitian mengenai efektifitas sistem pengembangan profe
sional guru SD menjadi penting dilakukan.
instruktif. Sistem pembinaan lebih merupakan sistem yang lahir dan dirancang oleh dan dari birokrat pada tingkat
atas, bukan bermula dari guru itu sendiri. Gagasan, pende
katan, prosedur dan isi dari suatu sistem pembinaan muncul
dari pihak atasan guru. Dengan demikian penyelenggaraan
pengembangan guru lebih merupakan implementasi dari
kebijak-an atasan. Meskipun sistem pengembangan guru seperti ini
tampak lebih mudah untuk dilakukan namun seringkali hasil
dari upaya ini menjadi kurang menyentuh dan relevan dengan
kebutuhan profesional guru itu sendiri. Dalam kaitan inilah
penelitian yang memfokuskan pada masalah penerapan model
pengembangan profesional guru SD menjadi cukup penting.
Lewat penelitian ini secara objektif diharapkan mampu mem
berikan gambaran alternatif tentang bagaimana sistem yang
mungkin tepat untuk pengembangan profesional guru.
4. Ditilik dari dimensi disiplin keilmuan penelitian tentang
sistem pengembangan profesional guru SD di Kodya Bandung
memiliki signifikansi keilmuan yang prospektif. Penelitian
yang memfokuskan pada masalah sistem pengembangan profesi
onal guru SD di Kodya Bandung, walaupun dilaksanakan dengan
pendekatan kualitatif, diproyeksikan dapat melahirkan bebe
rapa kesimpulan temuan yang konkrit, kaya dan mendalam.
Walaupun kajian ini merupakan studi kasus (di Kodya Bandung)
namun tetap diharapkan kesimpulan hasil temuan penelitian
tersebut tetap dapat dianggap sebagai generalisasi, yang
27
hal ini kajian atas perilaku profesional dan model pengem bangan, secara epistemologis dapat mengembangkan model teoretis manajemen pengembangan sumber daya manusia. Dengan
kata lain penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi
keilmuan pada disiplin ilmu manajemen dasar karena memberi
kan pendasaran sistem pengembangan sumber daya manusia dan
pada disiplin ilmu pendidikan dikarenakan memberikan
alter-natif upaya peningkatan kualitas pendidikan.
D. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengungkapkan sistem pembinaan profesional guru SD Kodya Bandung yang dilaksanakan di tingkat wilayah, Kodya dan
kecamatan (jenis, wadah, struktur mekanisme dan kebijakan
yang mendasari pembinaan);
2. Mengetahui sampai sejauhmana efektifitas pelaksanaan
sistem pembinaan profesional guru SD Kodya Bandung yang
dilaksanakan di tingkat wilayah, kodya dan kecamatan;
3. Mengetahui sampai sejauhmana berbagai jenis pembinaan
profesional pembinaan guru SD Kodya Bandung yang (di
tingkat wilayah, kodya dan kecamatan) berkontribusi
terhadap peningkatan kualitas profesional guru, terutama
dalam memerankan tugasnya sebagai manajer PBM;
4. Mengetahui kemungkinan peluang pengembangan sistem pembi
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini mencoba mengkaji secara mendalam ten
tang
pembinaan profesional guru SD. Oleh karena itu,
hasil
penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat secara
teoritis baik bagi pengembangan profesional guru
khususnya,
dan
bagi
pengembangan studi administrasi
pendidikan
pada
umumnya.
Secara
praktis,
hasil penelitian ini diharapkan
bisa
menjadi
masukan
bagi instansi
terkait
dalam
pelaksanaan
pembinaan
profesional guru SD, yang pada
gilirannya
dapat
meningkatkan
mutu
pendidikan jenjang
pendidikan
SD
yang
sekaligus
diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan
di
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi, dalam pengertian luas, mengacu pada pe ngertian menyangkut proses, prinsip dan prosedur yang diper
gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawabannya. Oleh
karena itu, metodologi penelitian yang diungkapkan dalam bab ini berkaitan dengan proses, prinsip dan prosedur
peneli-t i an.
A. METODE PENELITIAN
Penelitian yang berjudul Efektifitas Sistem Pembinaan
Profesional Guru di Kodya Bandung, sebagaimana dirumuskan
dalam bab pendahuluan, bermaksud "memotret" keadaan dari
keseluruhan proses yang terjadi dalam aktifitas pembinaan.
Dengan— demikian, penelitian ini tidak bertujuan mencari hubungan antara variabel melalui studi korelatif atau men cari faktor-faktor penyebab dari fakta sosial yang ada, namun memfokuskan pada mencari pemahaman prilaku manusia yang terlibat dalam suatu proses berdasarkan kerangka acuan
mereka sendiri. Konsekuensi metodologisnya, peneliti ditun
tut memiliki kadar pemahaman teoretik atau konsepsional yang
komprehensif.
Berdasarkan sifat penelitian tersebut yang berupaya
memahami variabel secara komprehensif, maka metoda kualita
tif dipergunakan disini, yaitu prosedur penelitian berdasar kan paradigma kualitatif. Bogdan dan Taylor ( 1975 : 4 ),
selanjutnya merumuskan metodologi kualitatif menunjuk kepada
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif :
kata—kata yang ditulis atau diucapkan orang-orang yang
diteliti maupun perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini
memotret keadaan individu—individu dan lingkungan yang
berada pada situasi objektif tertentu secara keseluruhan.
Reichadt dan Cook (1979 : 7-11) menggambarkan bahwa
penelitian kualitatif mempergunakan perspektif
fenomenalo-gis, yang menyorot pada masalah prilaku manusia, yaitu
ucapan dan perbuatan produk interpretasi mereka terhadap
lingkungan dunianya. Tugas peneliti dalam kaitan ini adalah
menangkap proses interpretasi, yaitu memahami keseluruhan
prilaku manusia secara empatik berdasarkan titik pandang
mereka sendiri. Peneliti dalam hal ini dituntut untuk memi
liki kemampuan mereproduksi pikiran, perasaan, motif, atau
pun empati yang berada di balik penampilan atau tindakan
mereka. Dengan demikian peneliti kualitatif tidak berupaya
untuk membuktikan suatu hipotesis yang telah dirumuskan,
tetapi untuk memahami fenomena yang komplek dalam kaitannya
dengan aspek lain yang ditelitinya. Selanjutnya penelitian
kualitatif bersifat naturalistik yang bertujuan mengamati
fenomena yang ada secara "seadanya" bukan untuk melakukan
pengukuran secara terkontrol. Penelitian dilakukan dengan
menceburkan diri secara langsung di lapangan, berorientasi
pada penemuan, eksplorasi, perluasan, dan penggambaran
secara holistik. Dengan demikian penelitian ini berorientasi
108
dekat dengan data sebagai insider tidak menjaga jarak yang
berperan sebagai Outsider. Peneliti kualitatif harus menda
sarkan diri pada asumsi bahwa realitas merupakan dinamika.
Tugas peneliti menjaring data secara luas, mendalami, kaya
dan real sehingga dapat digeneralisasi sebagai suatu kesim
pulan yang absah.
Penelitian kualitatif telah lama dilakukan dalam
ilmu-ilmu sosial. Secara historis jenis pendekatan penelitian ini
pada awalnya dipraktekkan dalam bidang antropologi dan
sosiologi. Dalam antropologi dikenal dengan sebutan etnogra
fi (ethnography) atau Ethnographic Research, yang pada
dasarnya merupakan "a picture of the way of l i f e of some
interacting human group". (Goetz dan Lecomte, 1984 : 2)
Spradley dan McCurdy (1972: 21) merumuskan etnografi sebagai
deskripsi dan rekontruksi analitis skenario budaya dan
kelompok. yang sempurna. Etnografi mengungkapkan secara utuh
sikap, praktek, artifak, pengetahuan, dan prilaku kelompok
orang. Etnografi sebagai salah satu model penelitian sering
dikontraskan dengan model eksperimentasi kuasi,
eksperimen-tasi, riset survei, studi simulasi, studi histori, dikarena
kan karakteristik pendekatannya yang berbeda dengan. Manfaat
etnografi pendidikan antara lain :
"To provide rich, descriptive data about the contexts, a c t i v i t i e s , and the beliefs of participants in educa tional settings. Typically, such data represent educa tional processes as they occur. The results of these processes are examined within the whole phenomena,
descriptive research, and for theoretical inguiry"
(Goetz dan Lecomte, 1984 : 4).
Menyimak karakteristik metoda kualitatif di atas,
menyiratkan sangat berperannya kedudukan peneliti dalam
implementasinya. Seorang peneliti kualitatif dituntut memi
liki beberapa kompetensi dan keterampilan tertentu. Pertama
peneliti dituntut memiliki wawasan pengetahuan luas dan
ketajaman analisis serta interpretasi terhadap realitas. Hal
tersebut merupakan suatu tuntutan karena peneliti dalam
prosesnya dituntut mengembangkan dan mengisi atau memberi
makna suatu teori. Kedua, peneliti dituntut pula memiliki
sensitifitas dan kreatifitas tinggi, karena dalam penelitian
kualitatif, seorang peneliti perlu mengembangkan metoda atau
teknik penelitian pada saat melaksanakan penelitiannya,
disamping peneliti perlu memformulasi suatu teori. Ketiga,
dalam penelitian kualitatif peneliti dituntut memiliki sikap
korektif dan keterbukaan yang tinggi. Dalam kaitan ini
peneliti, bukan bertugas menguji suatu teori yang ada,
tetapi berupaya menemukan atau mengembangkan suatu teori.
Sedang keterbukaan dituntut karena dalam penelitian kualita
tif kemampuan pengungkapan subjek penelitian merupakan kunci
keberhasilan penelitian. Semakin terbuka hubungan peneliti
dan subjek (responden) semakin banyak dan kaya
data/informa-si yang terjaring yang memungkinkan mengarahkan terwujudnya
keabsahan hasil penelitian.
B. LOKASI PENELITIAN
110
Penetapan lokasi didasarkan pada
beberapa alasan yang
meng-untungkan. Pertama, berdasarkan informasi bersumber dari
Kanwil (Bidang Pendidikan Dasar) bahwa wilayah Kotamadya Bandung merupakan kategori daerah pembinaan profesional guru
SD yang relatif baik. dibanding daerah-daerah lain di Jawa
Barat kecuali Kabupaten Cianjur. Bahkan menurut sumber yang sama, Jawa Barat termasuk daerah pembinaan profesional guru SD yang relatif baik dibanding propinsi lain di wilayah Indonesia. Kedua, kondisi kuantitatif sekolah di Kotamadya
Bandung relatif beragam. Dilihat dari beberapa hal di Kota
madya Bandung terdapat kualitas SD dalam kategori baik, sedang dan kurang, dikarenakan beberapa faktor. Ketiga,
keragaman kondisi kualitas SD tersebut berimplikasi terda
patnya permasalahan yang beragam dalam pembinaannya. Terak hir, studi tentang efektifitas model pembinaan profesional
guru SD di Kotamadya Bandung nampak belum pernah dilakukan
s e c a r a intensif.
Di Kotamadya Bandung terdapat 26 Kecamatan yang
memba-wahi 982 SD Negeri maupun swasta. Dari jumlah kecamatan
tersebut, seluruh kecamatan dijadikan wilayah penelitian.
Pemilihan lokasi ditetapkan kemudian sesuai kebutuhan data
dan perkembangan proses penelitian di lapangan, sehingga
rumusan penelitian terjawab.
C. SUMBER DATA
Dalam penelitian kualitatif Goetz dan Lecomte (1981 :
elemen-elemen, objek, atau siapa-siapa yang dapat memberikan infor—
masi bagi kepentingan penelitian. Dengan demikian sumber
data tergantung pada isi teori atau konsep yang digunakan
dalam penelitian. Lebih jauh Moleong (1984) menyarankan,
dalam penelitian kualitatif, sumber data tidak dapat dite
tapkan jumlahnya sebelum penelitian dilakukan, namun di
tetapkan yang sekiranya dapat memberikan informasi akurat
tentang hal yang diteliti. Dengan demikian penetapan jumlah
sumber data akan ditetapkan saat penelitian berlangsung.
Berdasarkan pandangan tersebut, sumber data dalam
penelitian ini adalah penilik, Kepala Sekolah, para pembina
lain serta guru yang berada di lokasi penelitian yang
terse-bar pada dua puluh enam kecamatan.
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif,
sumber data dalam penelitian ini ditetapkan secara purposif
yang merupakan suatu cara penetapan sumber data berdasarkan
karakteristik tertentu yang dimiliki sumber data sesuai
tujuan penelitian (Bogdan dan Biklen, 1982 : 73). Dengan
demikian jumlah sumber data tidak ditentukan sebelumnya
secara pasti, tetapi akan ditentukan pada saat penelitian
berlangsung berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu yang
berkaitan dengan tingkat kecukupan perolehan data atau
informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian.
Meski-pun demikian, para penilik, Kepala Sekolah, pembina lainnya
dan guru yang dijadikan sumber data penelitian adalah mereka
n :
masalah yang berkaitan dengan masalah penelitian.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Keberhasilan suatu penelitian terutama penelitian
kualitatif, tergantung pada beberapa faktor. Paling tidak
ditentukan oleh faktor kejelasan tujuan dan permasalahan
penelitian, ketepatan pemilihan pendekatan/metodologi,
ketelitian dan kelengkapan data/informasi serta kemampuan
interpretatif atau pemahaman peneliti terhadap data/informa
si itu sendiri. Ketepatan suatu metoda penelitian ditentukan
pula oleh ketepatan penelitian teknik pengumpulan datanya.
Dalam penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif
ini dipergunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu
teknik. observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Ketiga
teknik yang akan dijelaskan berikut ini, digunakan peneliti
dalam rangka memperoleh informasi saling melengkapi.
1. Wawancara
Wawancara dalam penelitian kualitatif merupakan
teknik pengumpulan data yang terpenting. Wawancara seba
gai bentuk komunikasi vertikal dan proses interaksi antar
peneliti dengan sumber data berfungsi sangat efektif
dalam proses pengumpulan data dalam penelitian kualita
tif. Antropolog Bunyamin D Paul (1953), melihat betapa
tinggi fungsi dari teknik wawancara, yang diantaranya
adalah menjaring data yang berupa "the visible world of
pandangan dunia (world view) masyarakat itu. Dengan
demikian, menurutnya melalui wawancara diperoleh
data/informasi serta makna dari data itu sendiri. Selain
itu, wawancara dapat pula difungsikan sebagai alat pem
bantu utama dari teknik observasi. Koentjaraningrat dalam
hal ini menyatakan bahwa : "Wawancara dalam suatu peneli
tian bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan
manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian
mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metoda
observasi" (1990 : 129).
Bentuk wawancara yang mungkin dapat dipergunakan
peneliti menurut Koentjaraningrat (1990) terdiri dari dua
golongan besar, yaitu : 1) wawancara berencana (standar
dized interview) dan 2) wawancara tak berencana
(unstand-ardized i n t e r v i e w ) . Wawancara berencana terdiri dari
suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan
disusun sebelumnya. Dalam wawancara ini, semua responden
yang diseleksi untuk diwanwancara diajukan pertanyaan
yang sama, dengan kata—kata dan tata urut yang sama dan
seragam pula. Sebaliknya wawancara tak berencana tidak
memiliki daftar pertanyaannya dengan susunan kata dan
tata urut yang sama yang dipersiapkan sebelumnya. Selan
jutnya teknik wawancara tak berencana dibagi ke dalam
wawancara tak berstruktur (structured interview, guided
atau d i r e c t i v e interview) dan wawancara tak berstruktur
(unstructures, unguided atau non directive interview).
114
khusus lagi ke dalam dua bentuk yaitu : wawancara terfo
kus (focused interview) dan wawancara bebas (free inter
view/ unfocused). Wawancara berfokus biasanya memuat
pertanyaan tak berstruktur tertentu namun selalu terpusat
pada satu masalah. Sedangkan wawancara bebas tidak memi
liki fokus dan pertanyaannya dapat berubah-ubah dari satu
pokok masalah ke masalah lain.
Sehubungan dengan penelitian ini, peneliti cende
rung mempergunakan bentuk wawancara tak berstruktur namun
terfokus (unstructuredly focused interview), dengan
beberapa pertimbangan metodologis. Pertama, penelitian
mempergunakan pendekatan metodologis kualitatif yang
terutama bertujuan mencari pemahaman terhadap fenomena
atau data berdasarkan persepsi responden. Dalam kaitan
ini, penggunaan teknik interview tak berstruktur terfokus
memberikan kecenderungan tercapainya maksud penelitian.
Dengan kata lain suasana interaksi verbal antara peneliti
dan responden yang terbuka/tak berstruktur tapi terfokus
memberi kemungkinan terjaringnya data/informasi secara
efektif sekaligus pemahaman maknanya. Kedua, dilihat dari
permasalahan penelitiannya yang luas dan komplek, peneli
tian ini memerlukan waktu, tenaga dan biaya relatif
besar. Penggunaan teknik wawancara tak. berstruktur tapi
terfokus cenderung memberikan tingkat efisiensi yang
lebih tinggi. Ketiga, teknik wawancara tak berstruktur
proses wawancara lebih terarah tanpa membatasi
kelelua-saan
bicara responden,
hingga informasi
yang
diberikan
memiliki
tingkat
representatifitas dan
validitas
yang
tinggi .
Dalam pelaksanaan wawancaranya, yang dilakukan
terhadap responden (penilik,
kepala sekolah,
guru pembina
lainnya) dibantu dengan pedoman wawancara. Pedoman ini
dipersiapkan
peneliti
dengan maksud
membantu
peneliti
memfokuskan atau mengarahkan
proses wawancara agar sesuai
tujuan pengumpulan data atau masalah yang diteliti.
Data
yang digali/dikumpulkan melalui wawancara ini adalah data
tentang :
a. Jenis pengembangan profesional guru yang dilaksanakan di tingkat wilayah Jawa Barat (Bidang Pendidikan Dasar, Kanwil,Dinas P dan K DT I, Kasi Pendidikan
Dasar
dan
Dinas P dan
K DT
II Kodya Bandung
)
maupun
pengembangan yang dilakukan pada tingkat kecamatan
(Kandepdikbudcam : Penilik dan
Kepala Sekolah,
Ranting
Dinas kecamatan);
b. Wadah pengembangan yang dipergunakan oleh Sub Dinas
Tenaga Teknis dan non teknis dan Sub Dinas Pendidikan
Dasar Dinas P dan K DT I Jawa Barat, Seksi Pendidikan
Dasar Kodya Seksi Tenaga Teknis dan Non Teknis serta
Seksi
Pendidikan
Dasar
Dinas P dan K
DT
II
Kodya
Bandung, Kandepdikbudcam, Ranting Dinas P dan K keca
matan ;
profe-116
sional guru SD yang dipergunakan di tingkat wilayah,
Kodya, Kecamatan, maupun di Sekolah.
d. Hal yang mendasari kebijakan penetapan jenis, wadah,
struktur, mekanisme serta program pengembangan profe
sional guru di tingkat wilayah, Kotamadya di Kecama
tan, dan di tingkat sekolah;
e. Efektifitas pelaksanaan kegiatan pembinaan profesional
guru SD yang di tingkat. wilayah, Kotamadya, Kecamatan,
sekolah;
h. Efektifitas pengembangan profesional guru yang dilaku
kan wilayah, Kotamadya, Kecamatan, sekolah dihubungkan
dengan mu.tu guru sebagai manajer PBM;
i. Kemungkinan peluang pengembangan jenis/model pembinaan
profesional mutu guru di masa datang yang akan dikem
bangkan di tingkat wilayah, Kotamadya, Kecamatan
maupun tingkat sekolah.
Wawancara