• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR (SD) : Penelitian Tentang Efektifitas Sistem Pengembangan Profesional Guru SD Di Kodya Bandung, Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBINAAN PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR (SD) : Penelitian Tentang Efektifitas Sistem Pengembangan Profesional Guru SD Di Kodya Bandung, Jawa Barat."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN PROFESIONAL GURU

SEKOLAH DASAR (SD)

(Penelitian Tentang Efektifitas Sistem Pengembangan

Profeslonal Guru SD Di Kodya Bandung, Jawa Barat)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Geiar Magister Pendidikan

Bidang Studi Administrasi Pendidikan

Oleh

NURHATTAT

9132317

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BANDUNG

(2)

Pembimbing I,

Prof. Dk. H. Achmad Sanusi, SH, M.PA

Pembimbing II,

Gaffar, M.Ed

Pembimbing III,

(3)

D i s e t u j u i

Kcsardinator Efidang Studi Administrasi Pendidikan

Program Pascasarjana ikip Bandung

&

Prof. DR. H. Achmad Sanusi, SH. M.PA

(4)

Nurhattati. Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar (Pene-litian Tentang Efektifitas Sistem Pengembangan Profesional Guru SD Di Kodya Bandung Jawa Barat)

Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan dasar

yang bertujuan memberikan kemampuan dasar bagi peserta didik

yanq diharapkan akan menjadi pijakan bagi keberhasilan

pendidikan di jenjang selanjutnya. Pada kenyataannya kondisi

SD di Indonesia secara kuantitatif relatif memadai, namun

di pihak lain kondisi tersebut belum menampakkan kualitas

yanq diharapkan. Untuk itu pemerintah telah melakukan

berba-gai upaya perbaikan kualitas, yang salah satunya melalui

pembinaan profesional guru.

Dalam pelaksanaannya pembinaan profesional guru di

setiap daerah memiliki keragaman. Keragaman tersebut

mela-hirkan keragaman hasil pembinaan , yang pada gilirannya

melahirkan keragaman hasil pendidikan pula.

Kodya Bandung sebagai daerah yang memiliki kepadatan

dan dinamika penduduk cukup tinggi, memiliki sekolah cukup

banyak, latar sosial budaya perkotaan tentu saja memerlukan

penanganan pendidikan yang profesional, termasuk penanganan

pembinaan gurunya, sebagai salah satu faktor terpentingnya.

Penelitian ini memfokuskan pada bagaimanakah sistem

pembinaan profesional guru SD Kodya Bandung baik yang

dilak-sanakan di tinqkat wilayah (Bid. Pendas Depdikbud dan Dinas

P dan K wilayah DT Jabar), di tingkat Kodya (Seksi Pendas

(5)

Depdikbud dan Dinas P dan K DT II

Kodya Bandung),

di tingkat

kecamatan (Kandepdikbud Cam, penilik dan Kepala Sekolah). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pembinaan

profesional

guru

SD

Kodya Bandung,

dan

melihat

tingkat

efektifitasnya terhadap kemampuan mengajar guru, serta me-ngetahui peluang pengembangan sistem pembinaan yang

dilaksa-nakan.

iietoda penelitian menggunakan metoda kualitatif yaitu

penelitian yanq mencoba mendeskripsikan dan memahami

keselu-ruhan

perilaku manusia secara empirik

berdasar titik

pandang

mereka sendiri, bersifat naturalistik, yaitu mengangkat

fenomena seadanya dengan jalan menceburkan diri secara

langsung di lapanqan untuk menjaring data secara luas, kaya, real hingga dapat digeneralisir menjadi kesimpulan absah.

Penelitian berlokasi di Kodya Bandung, melingkupi 26

kecamatan, membawahi 982 SD Negeri dan swasta. Sumber data

adalah para pembina yang berkedudukan di tingkat wilayah DT I dan II, para Kandepdikbudcam, penilik, kepala sekolah dan

guru SD. Jumlah sumber data diamb.il secara purposif sesuai

karakteristik yang dituju. Data dikumpulkan dengan teknik

wawancara herfokus, observasi dan dokumentasi. Pengumpulan

(6)

trans-ferabilitas, dependabi1itas dan konfirmabilitas. Sedang

analisis data dilakukan melalui tahapan penelaahan dan

reduksi data, unitisasi, kategorisasi dan penafsiran.

Penelitian ini menemukan bahwa pembinaan profesional

guru SD Kodya Bandung dilaksanakan di tingkat wilayah DT I,

wilayah DT II (Kodya), di tingkat kecamatan dan sekolah.

Pembinaan di tingkat wilayah DT I, dilaksanakan Bid.

Dikdas Kanwil Depdikbud Jabar, yang dilakukan melalui rapat

Kasi Dikdas, penataran profesional, lomba guru teladan,

lomba bidang studi, publikasi media. Sedangkan yang dilaksa

nakan Dinas P dan K DT I Jabar meliputi penataran wawasan

IPTEK, penataran muatan lokal dan penataran baca tulis,

hitung. Terjadi dualisme pembinaan di tingkat wilayah hal

tersebut melahirkan tidak efektifnya pembinaan. Kurang

mampunya/keenqganan kedua instansi menerjemahkan

kebijaksa-naan, kekakuann birokrasi pengurusan SD menyebabkan pembi

naan profesional kurang efektif. Dilihat dari sistem pembi

naan terdapat keragaman hasil. Kunjungan daerah dan rapat.

kasi se propinsi yang paling dirasakan manfaatnya. Berbagai

jenis penataran profesional cukup relevan dengan kebutuhan

guru, sedangkan berbagai lomba dan penataran IPTEK

menunjuk-kan relevansinya yang kurang.

Pembinaan yanq di tingkat Kodya dilaksanakan seksi

(7)

V I 1

melalui wadah KKPS, dan non

SPP

meliputi

penataran profe

sional

dan

berbagai

lomba.

Penataran

profesional

memiliki

manfaat

besar bagi guru,

sedangkan berbagai

lomba

kurang

bermanfaat.

Pembinaan SPP melalui

KKPS sangat berguna karena

terjadi koordinasi dan konsultasi yang melahirkan

persepsi,

orientasi

serta dasar pijakan bagi

penilik,

kepala

sekolah

dan

guru da lam proses pembinaan.

Dinas P dan K DT II

Kodya

Eiandunq

walau telah memiliki otonomi,

hanya berperan

mere-krut

peserta

pembinaan.

Kondisi

tersebut

karena

penerima

otonomi

belum siap untuk melaksanakan otonomi yang

dimiliki-nya.

Di tingkaxt kecamatan pembinaan dilaksanakan melalui

sistem umum (konvensional), seperti penataran dan lomba serta sistem khusus ( SPP, penilik dan kepala sekolah).

Penataran,

lomba berjalan baik.

SPP

diberbagai

kecamatan

efektifitasnya

beragam

yang tergantung pada letak

geogra-fis,

tuntutan masyarakat,

kualitas pembina serta kelengkapan

sarana. Terdapat hubungan efektifitas antara KKG, PK6 dan

KKKS.

Pembinaan yang dilakukan

penilik dan

kepala

sekolah

belum menunjukkan hasil yang mengembirakan, dikarenakan

kekurang

fahaman penilik dan kepala sekolah terhadap

peran

dan fungsinya sebagai pembina.

(8)

1) Perumusan ulang konsep pembinaan profesional guru SD di

Indonesia, 2) Remodifikasi perundangan/peraturan yanq

ber-kaitan dengan pembinaan guru, 3) Pembina guru harus

melibat-kan lembaga pendidikan guru (LPTK), pengguna guru, dan

organisasi profesi guru, 4) Pelatihan bagi para pembuat

kebijakan, 5) Penyadaran yang intensif tentang pentingnya

pembinaan guru pada pihak yang terkait, 6) Kesesuaian pembi

naan dengan kebutuhan dasar yang dirasakan guru, 7) Analisis

jabatan bagi penilik dan kepala sekolah, 8) program pelatih

an bagi penilik dan kepala sekolah, 9) Pengangkatan penilik

dan kepala sekolah yang selektif, dan 10) Wadah KKPS, KKKS,

(9)

DAFTAR ISI

JUDUL i

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

ii

AB3TRAK . _ iv

KATA PENGANTAR ±>.

UCAPAN TERIMA KASIH >;i

DAFTAR ISI , , xiii

DAFTAR TABEL ; >ivii

DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN ;.;vi±±

BAB I PENDAHULUAN i

A. Latar Belakang Masalah ;... 1

1. Peran Pendidikan Dalam Pembangunan

Nasiona 1 1

2. Posisi Sekolah Dasar Dalam Pendidikan

Nasiona 1 4

3. Kondisi SD di Indonesia 6

4. Guru Sebagai Faktor Strategis Dalam

Pendidikan „ lO

5. Pentingnya pembinaan guru 11

B. Asumsi dan Masalah Penelitian 16

1. Asumsi , Xh

2. Masalah Penelitian 20

C. Pentingnya Penelitian 23

D. Tujuan Penelitian 27

E. Manfaat Penelitian 28

BAB II KONSEP PEMBINAAN PROFESIONAL GURU 29

A. Peran Guru Dalam Pendidikan 29

1. Peran Guru Sebagai Pendidik 31

2. Peran Guru Sebagai Manajer Pembelajaran 38

(10)

B. Pembinaan Profesional Guru 65

1. Konsep Pembinaan 65

2. Guru Profesional Sebagai Tuntutan Zaman 67

3. Sistem Pembinaan Profesional Guru ... 79

C. Efektifitas Sistem Pengembangan Guru 95

1. Konsep Efektifitas 95

2. Kriteria Efektifitas Sistem Pengembangan

Profesional Guru 98

BAB 111 METODOLOGI PENELITIAN . 106

A. Metode Penelitian 106

B. Lokasi Penelitian 109

C. Sumber Data 110

D. Teknik Pengumpulan Data . 112

E. Pelaksanaan Pengumpulan Data 120

F. Cara-cara Memperoleh Keabsahan Hasil

Penelitian 124

G. Teknik Analisis Data 129

BAB IV HASIL-HASIL PENELITIAN 132

A. Deskripsi Efektifitas Sistem Pembinaan

Profesional Guru SD Kodya Bandung Pada

Tingkat Wilayah 132

1. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD

Kodya Bandung Yang Dilaksanakan

Kanwil Depdikbud Jabar 132

2. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD

Kodya Bandung Yang Dilaksanakan Dinas

P dan K DT I Jawa Barat .156

B. Deskripsi Efektifitas Sistem Pembinaan

Profesi onal Guru SD Kodya Bandung Pada

(11)

X V

1. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD

Kodya Bandung Yang Dilaksanakan Oleh

Dinas P dan K Kodya Bandung 167

2. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD

Kodya Bandung Yang Dilaksanakan Dinas

P dan K Dati 11 Kodya Bandung 185

C. Deskripsi Efektifitas Sistem Pembinaan

Profesional Guru SD Kodya Bandung Yang

Dilaksanakan Pada Tingkat Kecamatan ... 138

1. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD

Oleh Kandepdiktaudcam 188

a) Pembinaan Bersifat Umum 189

b) Pembinaan Bersifat Khusus 192

.1) Implementasi SPP-CBSA . 192

2) Pembinaan Yang Dilaksanakan

Peni 1 i k SD 205

3) Pembinaan Yang Dilakukan Kepa

la Sekolah 215

2. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD

Kodya Bandung Yang Dilaksanakan Ran

ting Dinas P dan K Kecamatan ... 220

BAB V RANGKLIMAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 222

A. Efektifitas Sistem Pembinaan Profesional

Guru SE> Kodya Bandung Yang Dilaksanakan

di Tingkat Wilayah 223

B. Efektifitas Sistem Pembinaan profesional Guru SD Kodya Bandung Yang Dilaksanakan di

Tingkat. Kodya . 237

C. Efektifitas Sistem Pembinaan profesional Guru SD Kodya Bandung Yang Dilaksanakan di

(12)

1. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD

Yang Bersifat Umum 248

2. Sistem Pembinaan Profesional Guru SD

Yang Bersifat Khusus 269

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ,

B. Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA ,

LAMPIRAN-LAMPIRAN :

A. TABEL

B. RIWAYAT HIDUP .

281 281 285 293

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Banyaknya Sekolah, Guru, Murid SD Negeri Dan Swasta

di Kodya bandung Jawa Barat 15

2. KKG Kategori Sangat Aktif 302

3. KKG Kategori Aktif 303

4. KKG Kategori Kurang Aktif 304

5. KKG Kategori Tidak Aktif 305

(14)

1. Gambar Masalah/Ruang Lingkup Penelitian 19

2. Gambar Struktur dan Mekanisme Keorganisasian SPP" .. 182

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

1. Peran pendidikan dalam pembangunan Nasiona1

Pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan

ke arah tercapainya kemajuan atau bentuk kualitas hidup

lebih baik. Sebagai upaya perubahan kualitatif, proses

pembangunan tidak diarahkan kepada perubahan sektor

pereko-nomian yang menyangkut kebutuhan materia1-finansia1 semata,

seperti : pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan,

serta pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja, namun juga

diarahkan kepada sektor kehidupan yang lebih kompleks, yaitu sektor idiologi, agama, sosial- budaya, keamanan, yang tergantung pada tingkat kebutuhan masyarakat atau negara.

Proses pembangunan di suatu negara, secara sosiokultural

acapkali berbeda dengan proses pembangunan di negara lain

dikarenakan berbedanya orientasi., tujuan, pendekatan serta

prioritas kebutuhan yang ditempuhnya.

Tujuan dan orientasi pembangunan nasiona1 Indonesia, adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang

merata material dan spiritual. Dengan perkataan lain, pem

bangunan diorientasikan untuk meningkatkan kualitas hidup pada segenap sektor : idiologi, politik, ekonomi sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dengan sasaran strategis

(16)

manu-Dalam konteks pembangunan nasional tersebut, pendi

dikan yang pada dasarnya merupakan proses pencerdasan

kehi-dupan bangsa dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya

menjadi dan memiliki posisi sangat strategis, dalam keber

hasilan pembangunan.

Secara spesifik, dalam bidang pembangunan bidang

ekonomi, pendidikan memiliki nilai strategis dan

determina-tif dalam pencapaian kesejahteraan hidup masyarakat. Di sini

pendidikan merupakan salah satu alat efektif untuk meraih

kesejahteraan ekonomi masyarakat. Melalui upaya pendidikan

suatu proses peralihan pengetahuan, pengalihan keterampiIan,

atau pembentukan sikap dan etos kerja individu dapat

diwu-judkan, sehingga lulusan akan dengan relatif mudah mempero

leh lapangan pekerjaan atau menciptakan lapangan pekerjaan,

yang pada gilirannya akan diperoleh penghasilan yang dapat

dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kon

teks ini, bahkan Blaug (1970, 1973 : 2) merumuskan konsep

pendidikan dari sudut ekonomi secara lebih tegas sebagai

proses investasi. "Pengetahuan dan keterampiIan hasil pen

didikan dinilai sebagai human capital yang kemudian dapat

dijadikan sebagai alat produksi, baik untuk kepentingan

prihadi atau untuk kepentingan sosial dalam konteks lebih

luas." Melalui investasi kependidikan, manusia diproses

sedemikian rupa sehingga memiliki pengetahuan dan

keterampi-Ian yang sesuai dengan harapan produktifitas yang

(17)

Kanada, Selandia Baru, dan sebagainya. Blaug menyimpulkan

bahwa pertumbuhan ekonomi yang biasanya diukur dengan ting

kat pertumbuhan pendapatan nasional (GNP) sangat dipengaruhi

oleh faktor pendidikan. Perluasan dan peningkatan pendidi

kan cenderung meningkatkan pendapatan/ penghasilan bagi yang

memanfaatkannya. Dengan kata lain investasi dalam pendidikan

mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Dalam bidang sosial politik, pendidikan sebagai proses

sosialisasi juga memiliki nilai konstributif yang besar

dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional. Lewat pendi

dikan, sosialisasi nilai-nilai kehidupan berpolitik,

berso-sial, atau proses pembentukan budaya berpolitik (Tom

Bren-nan, 1981 : 19) dapat diselenggarakan dalam rangka pembentu

kan sikap masyarakat terhadap masalah-masalah dasar tentang

sistem politik yang dianut oleh negaranya. Dengan kata lain,

melalui pendidikan dilakukan suatu proses sosialisasi nilai

dan norma kepada masyarakat sehingga mereka memahami dan

menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara secara

memadai.

Dalam bidang sosial budaya yang lebih menekankan pada

penanaman nilai—nilai budaya, pendidikan menduduki peran

penting dalam pembangunan. Secara lebih luas Zeffreys

meng-artikan pendidikan sebagai upaya pelestarian (1972 : 6).

Sebagai upaya pelestarian, pendidikan bukan hanya merupakan

alat pelestari, pemelihara, tapi juga merupakan proses

(18)

an dan bencana. Pendidikan mengupayakan terbentuknya

nilai-nilai pola prilaku yang adaptif dengan kebutuhan yang ada

dalam masyarakat.

Berangkat dari analisis di atas tentang hubungan

pendidikan dengan pembangunan nasional maka secara tegas

pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia

Indonesia dan berfungsi mengembangkan kemampuan, keteram

pi Ian serta mutu kehidupan manusia Indonesia seutuhnya.

Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka pendi

dikan harus dipijakkan dan diserasikan dengan pembangunan

yang ditempuhnya. Dengan Konsepsi orientasi, tujuan,

pende-katan, isi model serta prioritas pembangunan yang dilaksana

kan .

2. Posisi Sekolah Dasar Dalam Pendidikan Nasional

Sekolah Dasar (SD) merupakan bentuk satuan pendidikan

dasar yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun

sebagai salah satu jenjang pendidikan dasar yang menurut

UUSPN No. 2/1989 terdiri dari program enam tahun di SD dan

program pendidikan tiga tahun di SLTP yang bertujuan untuk

memberikan kemampuan dasar bagi peserta didik untuk mengem

bangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga

negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta

didik untuk mengikuti pendidikan menengah (1993 : 63-64).

Dengan demikian SD merupakan jenjang pendidikan yang strate

(19)

Terdapatnya beberapa alasan mengapa SD memiliki

kedu-dukan strategis di dalam sistem pendidikan nasional.

Pertama, tujuan SD sebagai program pendidikan dasar awal

adalah memberikan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan

dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Dengan

demikian, diharapkan program SD ini menjembatani

tercapai-nya tujuan program SMP, yang seterusnya menjembatani

terca-painya tujuan jenjang pendidikan menengah dan tinggi.

Di-samping itu, program Sekolah Dasar yang memberikan pengeta

huan, keterampilan dasar yang diperlukan dalam kehidupan di

masyarakat, secara sosial- politik maupun sosial- budaya

menempatkan SD menjadi memiliki kedudukan sangat strategis.

Hal ini karena, pada jenjang pendidikan dasar, nilai dan

norma dasar tentang apa dan bagaimana lulusan seharusnya

hidup di tengah masyarakatnya itu diberikan.

Kedua, kurikulum pendidikan dasar jenjang SD. menentukan bagi keberhasilan mutu lulusan (SLTP, SLTA, PT), secara

berkesinambungan

Kemudian, dari segi administratif, SD juga dipandang

strategis, dikarenakan program ini menjadi syarat dapatnya

seseorang melanjutkan pendidikan pada jenjang lebih tinggi.

Ijazah SD merupakan syarat melanjutkan di SLTP, dan seterus

nya .

Berdasarkan uraian tersebut dapat diamb.il pengertian

definitif bahwa terdapat hubungan sistemik antara pendidikan

(20)

mempenga-pendidikan dasar berpengaruh terhadap sistem pendidikan selanjutnya, balk orientasi, prioritas, isi, pendekatan,

fasilitas, atau pun gurunya.

3. Kondisi SD di Indonesia

Di Indonesia, pada tahun 1988/1989. angka partisipasi

rnurni SD telah mencapai 93,3 7. (data Pendidikan Jabar,

1988). Indikasi. tersebut, merupakan hal menggembirakan,

karena hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah peserta didik

pada jenjang SD relatif tinggi, atau sebaliknya anak usia SD

yang tidak berpartisipasi pada jenjang pendidikan SD sangat

rendah.

Sejalan dengan pertumbuhan tingkat partisipasi pendi

dikan SD yang meninggi, berkembangnya aspirasi pendidikan SD di kalangan masyarakat, berbagai upaya pengembangan sistem pendidikan dasar, khususnya SD telah dilakukan peme-rintah. Pengembangan tersebut menyangkut tidak hanya

perang-kat

keras,

tapi juga perangkat lunak serta

segenap

unsur

pendukung lainnya.

Sejak tahun anggaran 1973/1974, misalnya, telah

diba-ngun

bangunan SD dalam jumlah relatif besar yang

merupakan

realises!

Inpres

pembangunan

SD

sebagai

bantuan

kepada

Daerah

TK.

II,

yang diantaranya

meliputi

:

pembangunan

gedung

baru,

penambahan

ruang

kelas,

rehabi1itasi,

dan

sebagainya,

sehingga pada

tahun

1990/1991

tercatat

tersedia

(21)

diper-untukkan bagi 26.528.590 siswa yang diasuh oleh 1.140.886

guru (Statistik Indonesiaf 1991: 75) yang diproyeksikan

mencapai 147,5 ribu unit gedung pada tahun 1993/1994

(Ti-laar, 1991). Atau bahkan menurut perkiraan lain pada tahun

tersebut sudah terdapat sekitar 200.000 buah SD negeri dan

swasta (Kornpas 27 Juli 1993). Berdasarkan data tersebut

dapat dianalisis bahwa sejak tahun 1991 kondisi kuantitatif

pendidikan Indonesia khususnya program pendidikan SD sangat

memadai. Hal tersebut ditunjukkan adanya Rasio antara jumlah

gedung dengan jumlah siswa yaitu 1 : 1S7, atau berarti pula

jika ditetapkan satu bangunan terdiri dari rata~rata 6

kelas/ruang, maka satu ruang (1 kelas) hanya dihuni oleh ±

30 orang siswa. Kemudian, jika dilihat dari rasio bangunan

sekolah dengan guru yang mengajar adalah 1 : 7,8, dimana

seorang guru rata-rata mengajar 23 orang siswa.

Kondisi kuantitatif SD yang relatif memadai di satu

pihak, tampak belum menunjukkan atau mencerminkan

terdapat-nya kondisi kualitatif memadai di pihak lain. Memang merupa

kan hal teramat kompleks dan rumit untuk melakukan analisis

secara memuaskan mengenai mutu pendidikan. Disamping

kom-pleksitas permasalahan pendidikan SD sebagai sistem itu

sendiri, juga disebabkan oleh belum baku dan pastinya konsep

mutu itu sendiri yang terus menerus diperdebatkan para ahli

dengan titik tolak, kerangka berpikir atau sudut logika yang

berbeda. Bruce Fuller (1985) mengatakan "Konsep kualitas

pendidikan tampak berbeda bagi masing-masing orang.

(22)

pendidikan Dasar (SMPD) Badan Litbang Dikbud berupaya

mem-perjelas konsepsi mutu pendidikan tersebut. Dalam studi

tersebut diperoleh kesepakatan rumusan mengenai pengertian

mutu pendidikan sebagai landasan berpikir. Mutu pendidikan

diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh setiap satuan

pendidikan dalam menanamkan kemampuan belajar seumur hidup

bagi lulusannya (Ace Suryadi, 1989).

Lebih komprehensif, mutu pendidikan dapat pula dilihat

dari perspektif sistem pendidikan persekolahan itu sendiri,

yang biasanya mendasarkan diri pada analisisnya terhadap

tiga komponen proses pengajaran dan komponen hasil belajar.

Yang dianggap terpenting sebagai penentu dari mutu hasil

belajar adalah mutu pengelolaan sekolah, mutu siswa, dan

mutu guru. Ketiga faktor tersebut berkaitan satu sama lain,

dan kenyataannya sekarang ketiga faktor tersebut sering

digunakan sebagai ukuran sederhana tinggi rendahnya mutu

pendidikan. Ketiga komponen mutu pendidikan di atas, secara

sistemik, menyebabkan mutu proses pengajaran yang pada

gilirannya menyebabkan mutu hasil belajar. Berdasarkan

analisis di atas, maka mutu pendidikan menyangkut masalah

mutu pengelolaan, mutu siswa, mutu guru, mutu PBM dan mutu

hasil belajar/kemampuan belajar.

Terhadap mutu pendidikan SD, Kompas 20 Februari 1991

menurunkan ulasannya tentang keresahan masyarakat tentang

mutu lulusan SD. Laporan Irjend Wil I Depdikbud mensinyalir

(23)

memprihatinkan,

terutama kemampuan dasar mengenai

kemampuan

membaca, menulis dan menghitung ( Kompas 14 Juli 1993).

Selain

rendahnya mutu pendidikan SD yang

berkaitan

dengan

lulusannya,

ditemukan

pula adanya

rendahnya

mutu

proses

belajar mengajar (PBM) yang diakibatkan oleh rendahnya mutu

guru itu sendiri serta sistem manajerialnya.

Masaiah~masalah

yang

mengakibatkan rendahnya mutu lulusan SD diantaranya

:

mutu guru yang kurang profesional, dimana guru kurang

meng-uasai materi dan metoda pengajaran,

kurang memadainya

alat

bantu penga- jaran, lemahnya sistem pengembangan profesional

guru {Kompas 4 Agustus 1993).

Kondisi

kuantitaif yang

kurang

menggembirakan

tersebut,

yang diantaranya menyebabkan masalah

peningkatan

mutu

SD menjadi agenda dalam Penyusunan Flepelita - V

Bidang

Pendidikan dan Kebudayaan. Masalah-masalah tersebut dianta

ranya

adalah

kesenjangan mutu antar sekolah

di

berbagai

daerah

pada setiap jenis dan jenjang pendidikan,

disamping

kesenjangan

antara mutu pendidikan dengan kebutuhan

pemba

ngunan (Pusat informatika Balitbang Dikbud, 1993).

Keputusan Mendikbud RI No. 0416 A/U/1987 bahkan

mengantisipasi masalah tersebut. "Usaha meningkatkan mutu

pendidikan

akan

mendapat prioritas di

tingkat

pendidikan

dasar". Dengan demikian, disamping

pemerintah masih

memprio-ritaskan

pemerataan pendidikan juga

berusaha

meningkatkan

(24)

4. Guru Sebagai Faktor Strategis Dalam Pendidikan

Seperti

disinyalir dalam

Kompas

(14 Juli

, 4

Agustus

dan 25 Agustus 1993) bahwa rendahnya mutu PBM SD,

diantara

nya, diakibatkan oleh rendahnya mutu guru itu sendiri dan

sistem manajerialnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam

sistem pendidikan atau, secara lebih sempit dalam sistem pengajaran, guru merupakan faktor sangat strategis dalam pencapaian tujuan pendidikan/pengajaran, karena posisi yang

d i peran k annya.

Good Carter (1973) merumuskan pengertian guru sebagai: Seorang yang bekerja dengan bekal kemampuan khusus

untuk mengarahkan pengalaman belajar siswa dalam suatu

lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta,

Sementara itu, UUSPN No. 11/1989 Bab VII Pasal 27 ayat

3

dan

Pasal

28 mengartikan

:

Guru

adalah

sebutan

bagi

tenaga pengajar pada jenjang pendidikan dasar dan

mene-n g a h.

Dari batasan tersebut di atas dapatlah diambil suatu

kesimpulan

bahwa

seorang guru pada dasarnya

adalah

orang

yang memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab terhadap pendidikan baik secara individual maupun kelompok di sekolah

maupun di luar sekolah.

Berdasarkan

analisis

konseptual

tentang

peran

guru

tersebut dapat dirumuskan

beberapa alasan dasar mengapa guru

dipandang faktor strategis dalam pendidikan .

a) dilihat dari sudut administratif, guru adalah

(25)

11

aktifitas pendidikan. Guru, dalam sekolah khususnya, meru

pakan pelaku yang "paling" berhak untuk mengelola, mengatur

atau melibatkan diri dalam aktifitas kependidikan;

b) dilihat dari segi kewajiban, guru adalah orang yang

dituntut untuk melaksanakan kewajiban mengajar, mengalihkan

ilmu pengetahuan, ketrampilan atau membina sikap masyarakat;

c) dilihat dari segi proses belajar mengajar dalam

kelas, guru adalah seorang perencana, pengel'ola dan

sekali-gus penilai kegiatan belajar murid. Guru adalah orang yang

merencanakan, memilih dan menentukan materi apa yang akan

diajarkan serta apa dan bagaimana pendekatan/metoda penga

jaran efektif yang dipergunakannya, mencipta situasi belajar

mengajar sesuai yang direncanakan, serta melakukan penilaian

terhadap proses dan hasil belajar siswa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru merupa kan faktor utama yang dapat menentukan tingkat keberhasilan,

belajar

siswa.

Sehingga

wajar bila

Joan

Dean

(1983:71)

menyebutkan

peran

guru

sebagai

"the

most

important

and

expensive resources in any classroom".

5. Pentingnya Pembinaan Guru SD

Menyadari kestrategisan peran guru yang demikian dalam

sistem

pendidikan pada umumnya dan

dalam PBM

khususnya

di

satu

pihak

dan tuntutan masyarakat yang

menghendaki

adanya

(26)

Masyarakat Indonesia yang tengah mengalami

perkembang-an

mengarah

pada

era

tinggal

landas,

secara

konsumtif,

meningkatkan

berbagai pemenuhan kebutuhan informasi

maupun

ketrampilan praktis secara memadai. Jenis dan besaran kebu

tuhan

tersebut

secara

instruksional

tentu

mensyaratkan

terdapatnya pengelolaan pendidikan yang profesional

umumnya

dan hadirnya peran SD lebih efektif yang mampu

menghasilkan

lulusan

memadai,

yaitu

lulusan yang

memiliki

adaptabi1itas

sosial yang sesuai tuntutan perkembangan zaman." Pendidikan

hendaknya

dilakukan secara profesional sehingga upaya

pen-ingkatan

mutu

dan relevansi

pendidikan

dapat

tercapai",

demikian dinyatakan oleh Hasan Walinono —

Sekjend Depdikbud

(Kompas, 26 Juli 1993). Konsekuensi lebih lanjut dari tun

tutan ini secara sistemik menuntut adanya guru profesional.

Guru

profesional

yang

dituntut

oleh

masyarakat, '

diantaranya

adalah sosok guru yang mampu menjalankan

tugas

pokoknya

sebagai

pendidik

dan

pengajar.

Tugas

tersebut

antara

lain menyangkut tugas

makro

yaitu

mengupayakan

pe-ningkatan

kualitatif

hidup manusia secara umum

dan

tugas

mikro

sebagai manager pengajaran di kelas

pada

khususnya.

Dalam rangka ini, pada tingkat minimal,

sosok guru

pada saat

sekarang,

seperti

diungkapkan Noeng Muhadjir

adalah

guru

yang

ahli

dalam disiplin ilmu bidang

studinya

sepenuhnya

(1007.),

dan

berkepribadian lebih

sebagai

pendidik.

Atau

menurut

Muchtar

Bukhari,

adalah jenis

guru

yang

secara

lengkap memiliki ciri intelektualitas yang

kuat, berkualitas

(27)

lincah, prigel dan luwes (Kompas, 4 Agustus 1993).

Kualifikasi guru profesional seperti digambarkan

secara selintas di atas, dalam kenyataannya belum

tereali-sasi secara memuaskan. Hal ini dapat secara jelas dilihat

dari pandangan dan evaluasi masyarakat itu sendiri. Misalnya

tentang terdapatnya guru SD yang belum menguasai materi tiga kemampuan dasar (membaca, menulis dan menghitung), kurang

mampunya menguasai metoda mengajar, terdapatnya kekurang

sesuaian antara latar belakang pendidikan formal guru dengan

tugas-tugas mengajar yang dibebankan, masih banyaknya

priba-di guru yang belum matang, serta belum termi1ikinya sikap

profesional pada umumnya (Kompas, 14 Juli 1993; F;aka Joni,

1993; dan Kompas 25 Agustus 1993). Dan kenyataan-kenyataan

inilah dapat dijadikan sebagai indikator yang menunjukkan

secara faktual belum terdapatnya kualifikasi guru profesi

onal yang diharapkan. Karena itulah, pembinaan atau

pening-katan kualitatif profesional mutu guru merupakan hal yang

krusial dan perlu yang harus dilakukan jikalau menghendaki

mutu pendidikan yang memadai.

Dalam rangka peningkatan mutu guru SD, telah banyak

dilakukan pemerintah berbagai upaya pengembangan profesional

guru yang lebih menekankan pada peningkatan kualitas menga

jar guru, yang dilakukan melalui berbagai sistem. Sistem

pembinaan profesional yang sudah lama ditempuh pemerintah,

terutama sekali sejak ditetapkannya pelaksanaan kurikulum SD

(28)

pendidikan dan pelatihan,

penataran,

seminar dan

lokakarya,

studi

komparatif,

pertemuan pribadi,

rapat,

lomba

profesi

onal guru, pembinaan melalui wadah KKG, PKG, KKKS, serta pembinaan melalui media cetak dan kegiatan karyawisata, dan

pembinaan lainnya (Depdikbud, 1989/1990: 16-18).

Walaupun telah banyak sistem pembinaan profesional

guru yang telah disodorkan dengan disertai petunjuk

pelaksa-naannya atau perangkat lainnya oleh pemerintah, namun pada

kenyataannya terdapat keragaman atau perbedaan pembinaan

baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Dan,

terdapatnya berbagai perbedaan, misalnya dalam jenis,

frek-wensi, maupun pendekatan pembinaan pada masing-masing daerah

(wilayah), yan'g pada gilirannya melahirkan hasil pembinaan

yang beragam pula. Untuk itu suatu penelitian tentang efek

tifitas pembinaan profesional di masing-masing wilayah

diperlukan. Paling tidak. diperlukan untuk mengetahui karak

teristik tipikal sistem pembinaan yang paling efektif, efisien dan relevan dengan tuntutan dan kodisi di

masing-masing daerah.

Kota Madya Bandung- salah satu dari dua puluh empat

kabupaten dan kota madya di Jawa Barat—memiliki 982 SD

Negeri, yang dibimbing oleh 8892 guru serta 180 SD Swasta

yang dibina oleh 1632 guru yang tersebar di 26 kecamatan.

Dibanding dengan kabupaten/Kodya lainnya Bandung memiliki tingkat kepadatan sekolah yang tinggi dan jumlah guru yang

besar (lihat: Kota Madya Bandung Dalam Angka 1991/1992).

(29)

dilihat pada tabel berikut :

TABEL 1

BANYAKNYA SEKOLAH, GURU, MURID SD NEGERI DAN SWASTA DI

KOTA MADYA BANDUNG JAWA BARAT

15

N e g e r i S w a s t a

to. N**pc sfns tant.V-• »—• l^U 1 H_1 ^ t ^ U,

Sek Guru Murid Sek Guru Murid

1 *-> ._"> 4 5 6 7 8

1 Bandung Kulon 41 344 9168 6 39 1221

*"> Bbk. Ciparay 53 403 11504 9 62 2004

3 Bjg. Loa Kaler 18 148 5706 7 51 1931

4 Bjg. Loa Kidul 22 160 4622 5 11 1402

5 Astanaanyar 63 466 13657 7 55 1474

6 R e g o 1 61 459 9459 10 82 3517

7 Lengkong 36 370 5783 14 98 3493

8 Bandung Kidul 8 63 3724 - -

-9 Margacinta 35 374 9208 1 7 147

10 Rancasari 15 126 3051 - -

-11 C i b i r u 29 33C 6890 3 - 226

12 Ujung Berung 34 373 8148 - -

-13 Arcamanik 34 325 7568 1 1 299

14 Cicadas 37 40B 9411 1 13 618

15 Kiaracondong 5© 506 10895 -.!> 16 416

16 E<aturiunggal 65 532 14325 6 29 1514

17 Sumur Bandung 24 290 6321 11 28 2428

(30)

1 2 3 4 5 6 7. 8

19 Cicendo 51 518 10265 18 155 5300

20 Bandung Wetan 5 146 2105 17 71 6198

21 Cibeunying Kidul 64 610 13725 6 29 1336

22 Cibeunying Kaler 27 ^c-> 5942 *? 14 659

"73 Coblong 67 489 113366 10 176 1434

24 Sukajadi 45 372 10757 7 48 1670

25 Sukasari 40 328 7365 ^i 31 1029

26 Cidadap 19 141 3785 43 1295

J u m l a h 982 8892 214101 180 1632 47513

Profil kependidikan SD di Kodya Bandung tersebut

dengan berbagai latar sosial ekonomi dan sosial budaya yang

majemuk dan industrial seperti halnya di daerah Ibukota

propinsi lainnya, memerlukan penanganan yang profesional.

Terutama sekali pengelolaan profesional mutu guru sebagai

unsur strategis sehingga diharapkan mampu memberikan

kontri-busi maksimal terhadap peningkatan mutu pendidikan SD di

wilayah tersebut. Dalam kaitan ini maka upaya penelitian

tentang pengembangan profesional guru SD di Kota Madya

Bandung agaknya merupakan hal yang signifikan.

B. ASUMSI DAN MASALAH PENELITIAN

1. Asumsi

Dalam kaitannya dengan penelitian tentang efektifitas

sistem pengembangan profesional guru SD di Kota Madya Ban

(31)

hubungan-17

hubungan, konsep-konsep yang dipergunakan serta

operasiona-lisasi metodologis dalam penelitian. Asumsi-asumsi tersebut

adalah

a. Guru merupakan faktor sangat penting dalam PBM. Guru

menduduki peran strategis yang menentukan kualitas PBM. "A

good teaching depends on a good teacher" (Dahama dan

Bkhat-nagar, 1980 : 157 - 158).

Melihat pentingnya kedudukan guru dalam proses pendi

dikan umumnya dan dalam PBM, khususnya, maka kualitas guru

perlu dikembangkan secara terus menerus sehingga mampu

mengemban tugasnya secara memadai, terutama dalam era infor

masi seperti terjadi dewasa kini. Peran guru sebagai pendi

dik dalam arti luas atau sebagai manajer pembelajaran dalam

arti lebih khusus secara kualitatif dituntut untuk memiliki

kemampuan profesional. Dimana seorang guru tidak semata harus memiliki pribadi edukatif dan kompetensi mengajar yang memadai, namun juga dituntut memiliki kompetensi manajerial yang handal. Dalam hal ini guru secara profesional dituntut memiliki kemampuan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan menilai PBM. Paling tidak, seorang guru profesional

harus mampu berperan sebagai "a manager of children's learn

ing" (Dean, 1983:116). Sebagai seorang profesional dalam

bidang pendidikan/pengajaran, guru perlu memiliki latar

belakang

pendidikan

pada

bidang tertentu

yang

diajarkan,

disamping memiliki

keterampilan mengelola PBM yang

memadai.

(32)

perkembangan atau kemajuan kualitas pendidikan/pengajaran.

Selain itu, guru sebagai profesional perlu memiliki wadah

pembinaan sebagai media peningkatan kualitas profesional

guru.

b. Pembinaan profesional sebagai upaya pengembangan guru

profesional dapat ditempuh melalui beberapa pendekatan.

Diantara pendekatan pembinaan yang biasa diselenggarakan

adalah pembinaan yang bersifat pre-service dan inservice.

Pembinaan preservice yaitu pembinaan yang dilakukan sebelum

guru melaksanakan tugas profesinya. Sedangkan pembinaan

inservice merupakan upaya pembinaan yang dilakukan pada saat

guru sedang/sudah aktif melaksanakan tugas profesi

sebenar-nya. Pembinaan inservice dilihat dari sistem pelaksanannya

dapat dilakukan melalui beberapa sistem, baik dilakukan

LPTK, organisasi profesi guru atau lembaga pengguna guru.

c. Efektifitas suatu pembinaan dipengaruhi bahkan ditentukan

oleh wadah dan mekanisme pelaksanannya. Wadah yang tepat dan

akomodatif bagi anggotanya dan sistem mekanisme yang profe

sional yang sesuai dengan karakteristik situasi dan kondisi

serta potensi yang ada dapat melahirkan efektifitas pembi

naan sesuai harapan. Sebaliknya wadah yang kurang memadai

dan mekanisme pembinaan yang kurang tepat akan mengakibatkan

hasil pembinaan yang tidak diharapkan. Dengan kata lain

sistem pengembangan profesional guru menentukan kualitas

profesional guru itu sendiri.

(33)

19

lingkup

masalah

yang

menjadi

fokus

penelitian

ini

adalah

bagaimana

pengembangan

profesional guru SD

Kodya

Bandung

sebagai

manajer PBM, yang dilaksanakan di tingkat wilayah DT

I Jawa Barat (dilaksanakan Kanwil Depdikbud dan Dinas P dan

K DT I Jawa Barat), yang dilaksanakan di DT II

Kodya Bandung

(Kandepdikbud Kodya dan Dinas P dan

K Kodya

Bandung),

dila

kukan

di

tingkat kecamatan

(Kandepdikbud,

Ranting

Dinas

P

dan

K kecamatan).

Secara diagramtik

ruang

lingkup penelitian

dapat dilihat pada gambar berikut :

GAMBAR 1

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Pesbinaan Profe

sional guru SD Kodya Bandung Pengeibangan Profesional guru sebagai Manajer Pei-belajaran ->

Peibinaan yang dilaksanakan di-tingkat wilayah

- Peib. Oleh Kanwil Depdikbud

Jawa Barat

- Pe§b. Oleh Dinas P dan K DT I Jawa Barat

Peibinaan yang dilaksanakan di-tingkat Kodya

- Peib. Oleh Kandepdikbud Kodya Bandung

- Peib. Oleh Dinas P dan K DT II

Kodya Bandung

Peibinaan dilaksanakan di

ting-kat kecatatan

- Peib. Oleh Kandepdikbud keca -•atan

- Peib. Oleh Ranting Dinas P & K

kecaiatan

PENINGKATAN HUTU 6URU

SEBA6A1 MANAJER PEHBE

(34)

2. Masalah Penelitian

Berdasarkan pada ruang lingkup permasalahan tersebut

maka jelaslah bahwa penelitian ini ingin mempelajari bagai-mana kegiatan peningkatan mutu guru melalui pembinaan profe

sional yang sudah dan tengah berlangsung di Kota Madya

Bandung. Titik fokus pengamatan adalah efektifitas proses

dan hasil pembinaan, yang dilaksanakan organisasi/instansi

yang secara struktural maupun fungsional sebagai pemakai

sekaligus sebagai pembina guru, baik yang dilaksanakan di tingkat wilayah yaitu pembinaan yang diselenggarakan Kantor Wilayah Depdikbud, dan Dinas P dan K DT I Jawa Barat, yang dilaksanakan Kandepdikbud dan Dinas P dan K DT II Kodya Bandung, serta pembinaan yang dilaksanakan di tingkat keca

matan, yaitu yang dilaksanakan Kandepdikbudcam.

Bertolak dari masalah tersebut, selanjutnya dapat

dirumus pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Sistem pembinaan profesional apakah yang dilaksanakan bagi guru SD di Kodya Bandung yang dilaksanakan di ting

kat wilayah (Kanwil Depdikbud dan Dinas P dan K DT I Jawa

Barat) ?

1. Jenis pembinaan profesional apa yang dilaksanakan bagi

guru SD Kodya Bandung ?

2. Wadah apa yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembi

naan profesional guru SD di Kodya Bandung ?

3. Apa yang mendasari kebijakan penetapan jenis dan wadah

(35)

21

4. Struktur, mekanisme dan program pembinaan apa yang

ditetapkan dalam pembinaan profesional guru SD di

Kodya Bandung ?

b. Bagaimana sistem pembinaan profesional guru SD di Kodya

Bandung yang dilaksanakan di tingkat wilayah (Kanwil

Depdikbud dan Dinas P dan K DT I Jawa Barat. ?

1. Bagaimana efektifitas pelaksanaan sistem pembinaan

profesional guru SD di Kodya Bandung ?

2. Bagaimana efektifitas sistem pembinaan profesional

guru SD di Kodya Bandung dihubungkan dengan peningkat

an mutu guru sebagai pengajar ?

3. Bagaimana kemungkinan peluang pengembangan sistem

pembinaan profesional guru SD di masa mendatang ?

c. Sistem pembinaan professional apakah yang dilaksanakan

bagi guru SD kodya Bandung yang dilaksanakan di tingkat

Kodya (Depdikbud dan Dinas P dan K DT II Kodya Bandung) ?

1. Jenis pembinaan profesional apa yang dilaksanakan bagi

guru SD di Kodya Bandung ?

2. Wadah apa yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembi

naan profesional guru SD di Kodya Bandung ?

3. Apa yang mendasari kebijakan penetapan jenis dan wadah

pembinaan profesional guru SD di Kodya Bandung ?

4. Struktur, mekanisme dan program pembinaan apa yang

diterapkan dalam pembinaan profesional guru SD di

Kodya Bandung ?

d. Bagaimana sistem pembinaan profesional guru SD di Kodya

(36)

1. Bagaimana

efektifitas

pelaksanaan

sistem

pembinaan

profesional guru SD di Kodya Bandung ?

2. Bagaimana

efektifitas

sistem

pembinaan

profesional

dihubungkan

dengan

peningkatan

mutu

guru

sebagai

pengajar di Kodya Bandung ?

3. Bagaimana

kemungkinan

peluang

pengembangan

sistem

pembinaan profesional guru SD di masa datang ?

e. Sistem

pembinaan

profesional

apakah

yang

dilaksanakan

bagi guru SD di Kodya Bandung yang dilaksanakan di

ting

kat kecamatan (Depdikbud dan Ranting Dinas kecamatan) ?

1.

Jenis pembinaan profesional

apa yang dilaksanakan bagi

guru SD di Kodya Bandung ?

2. Wadah

apa

yang dipergunakan dalam pelaksanaan

pembi

naan profesional guru SD di Kodya Bandung ?

3. Struktur,

mekanisme

dan program pembinaan

apa

yang

ditetapkan

dalam

pembinaan profesional

guru

SD

di

Kodya Bandung ?

f. Bagaimana

sistem pembinaan profesional guru SD di

Kodya

Bandung yang dilaksanakan di tingkat kecamatan (Depdikbud

dan Ranting Dinas kecamatan) ?

1. Bagaimana

efektifitas

sistem

pembinaan

profesional

guru SD di Kodya Bandung ?

2. Bagaimana

efektifitas

sistem

pembinaan

profesional

dihubungkan

dengan peningkatan mutu guru

SD

sebagai

(37)

3. Bagaimana peluang pengembangan sistem pembinaan profe

sional guru SD di Kodya Bandung di masa mendatang ?

C. PENTINGNYA PENELITIAN

Terdapat beberapa alasan rasional mengapa kajian

tentang pembinaan profesional guru SD atau penelitian menge

nai efektifitas sistem pengembangan profesional guru SD di

Kodya Bandung dianggap penting bagi dunia

pendidikan/penga-jaran dan bagi disiplin ilmu tertentu umumnya, yang secara

rinci diuraikan sebagai berikut di bawah ini.

1. Masalah kualitas pendidikan pada dewasa ini merupakan

persoalan nasional yang hangat dan penting. Pentingnya

persoalan tersebut sehingga pemerintah mengagendakannya

dalam rencana PJPT II bukan hanya karena munculnya berbagai

indikator yang menunjukkan terdapatnya gejala penurunan

kualitas pendidikan atau kurang memuaskannya para lulusan

yang dihasilkan, namun lebih dari itu juga disebabkan

perlu-nya peningkatan kualitas pendidikan seoptimal dan semaksimal

mungkin dalam rangka mengantisipasi tuntutan zaman di masa

mendatang.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan memang harus

dilakukan secara sistemik. Disamping peningkatan aspek

kurikulum, sarana dan prasarana, anggaran, keorganisasian,

tapi juga aspek guru sebagai sub sistem

pendidikan/penga-jaran. Dalam prakteknya, guru merupakan faktor yang sangat

penting bahkan determinatif. Dalam hal ini seperti dikatakan

(38)

Na-sional Pendidikan I di Bandung, mensinyalir bahwa banyak

faktor yang harus dipikirkan dalam meningkatkan mutu pendi

dikan. Namun faktor guru itulah yang merupakan hal paling

penting, karena pengaruhnya yang sangat menentukan mutu

pendidikan. Terutama menentukan mutu pendidikan/PBM pada

jenjang sekolah dasar. Penelitian yang dilakukan BP3K

(1980), melaporkanbahwa guru merupakan faktor penentu efek

tifitas PBM. Kualitas kegiatan belajar murid tergantung pada

tingkat profesional guru yang bersangkutan. Merujuk pada

kenyataan tersebut di atas maka profesionalisasi kualitas

guru atau upaya pengembangan profesional guru menjadi suatu

hal yang mutlak diperlukan. Yakni aktifitas-aktifitas yang

diselenggarakan dalam upaya membentuk kualitas guru sesuai

dengan tugas profesional yang diembannya.

2. Berdasarkan kenyataan yang ada, dapat difahami bahwa

ternyata belum ditemukan adanya pola pengembangan profesi

onal yang "mapan", dalam arti sistem pengembangan guru yang

memiliki mekanisme yang permanen, wadah pengembangan yang

jelas, pelaku pengembangan yang profesional serta materi

pengembangan yang relevan dengan persoalan yang mengemuka.

Sebaliknya kenyataan yang terjadi adalah terdapatnya pola

pengembangan profesional guru yang selalu berubah-ubah,

rancu dan kurang terarah serta sering dilakukan oleh unsur

yang kurang/tidak profesional sehingga hasil pembinaannya

seringkali tidak. menyentuh persoalan yang dihadapi para guru

(39)

^c^

pemberian aspek-aspek administratif atau ketatausahaan dan

kurang

memberikan bimbingan profesional yang justru

sangat

diperlukan guru sebagai manajer pembelajaran. Hasil evaluasi

Proyek Pengembangan Pendidikan Dasar (P3D) dalam kaitan ini

melaporkan bahwa sistem pembinaan guru masih mengutamakan segi-segi administratif (ketatausahaan) dan kurang

memperli-hatkan bimbingan profesional (Tangyong, 1981).

Kenyataan-kenyataan tersebut memacu pemerintah untuk

melakukan berbagai upaya pengembangan model-model pembinaan/

bimbingan profesional. Misalnya sejak. tahun 1979

diujicoba-kan suatu proyek supervisi yang bernama "Proyek Cianjur" yang pada dasarnya bertujuan meningkatkan kompetensi guru-guru SD agar secara profesional lebih mampu mengelola PBM

dalam kelas. Selain itu pada beberapa tahun terakhir ini

diperkenalkan upaya pembinaan melalui fungsionalisasi

Jabat-an guru SD seperti tertuang dalam Kep Menpan No. 28/ Tahun

1989, yang esensinya juga bertujuan untuk menciptakan suasa-na bekerja secara profesional, disamping berbagai aktifitas

seperti penataran, lokakarya, dll, yang secara periodik

diselenggarakan.

Meskipun banyak sistem pengembangan profesional guru SD dilakukan, namun efektifitas hasil dari pengembangan itu sendiri masih harus dipertanyakan. Dalam rangka inilah penelitian mengenai efektifitas sistem pengembangan profe

sional guru SD menjadi penting dilakukan.

(40)

instruktif. Sistem pembinaan lebih merupakan sistem yang lahir dan dirancang oleh dan dari birokrat pada tingkat

atas, bukan bermula dari guru itu sendiri. Gagasan, pende

katan, prosedur dan isi dari suatu sistem pembinaan muncul

dari pihak atasan guru. Dengan demikian penyelenggaraan

pengembangan guru lebih merupakan implementasi dari

kebijak-an atasan. Meskipun sistem pengembangan guru seperti ini

tampak lebih mudah untuk dilakukan namun seringkali hasil

dari upaya ini menjadi kurang menyentuh dan relevan dengan

kebutuhan profesional guru itu sendiri. Dalam kaitan inilah

penelitian yang memfokuskan pada masalah penerapan model

pengembangan profesional guru SD menjadi cukup penting.

Lewat penelitian ini secara objektif diharapkan mampu mem

berikan gambaran alternatif tentang bagaimana sistem yang

mungkin tepat untuk pengembangan profesional guru.

4. Ditilik dari dimensi disiplin keilmuan penelitian tentang

sistem pengembangan profesional guru SD di Kodya Bandung

memiliki signifikansi keilmuan yang prospektif. Penelitian

yang memfokuskan pada masalah sistem pengembangan profesi

onal guru SD di Kodya Bandung, walaupun dilaksanakan dengan

pendekatan kualitatif, diproyeksikan dapat melahirkan bebe

rapa kesimpulan temuan yang konkrit, kaya dan mendalam.

Walaupun kajian ini merupakan studi kasus (di Kodya Bandung)

namun tetap diharapkan kesimpulan hasil temuan penelitian

tersebut tetap dapat dianggap sebagai generalisasi, yang

(41)

27

hal ini kajian atas perilaku profesional dan model pengem bangan, secara epistemologis dapat mengembangkan model teoretis manajemen pengembangan sumber daya manusia. Dengan

kata lain penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi

keilmuan pada disiplin ilmu manajemen dasar karena memberi

kan pendasaran sistem pengembangan sumber daya manusia dan

pada disiplin ilmu pendidikan dikarenakan memberikan

alter-natif upaya peningkatan kualitas pendidikan.

D. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengungkapkan sistem pembinaan profesional guru SD Kodya Bandung yang dilaksanakan di tingkat wilayah, Kodya dan

kecamatan (jenis, wadah, struktur mekanisme dan kebijakan

yang mendasari pembinaan);

2. Mengetahui sampai sejauhmana efektifitas pelaksanaan

sistem pembinaan profesional guru SD Kodya Bandung yang

dilaksanakan di tingkat wilayah, kodya dan kecamatan;

3. Mengetahui sampai sejauhmana berbagai jenis pembinaan

profesional pembinaan guru SD Kodya Bandung yang (di

tingkat wilayah, kodya dan kecamatan) berkontribusi

terhadap peningkatan kualitas profesional guru, terutama

dalam memerankan tugasnya sebagai manajer PBM;

4. Mengetahui kemungkinan peluang pengembangan sistem pembi

(42)

E. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini mencoba mengkaji secara mendalam ten

tang

pembinaan profesional guru SD. Oleh karena itu,

hasil

penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat secara

teoritis baik bagi pengembangan profesional guru

khususnya,

dan

bagi

pengembangan studi administrasi

pendidikan

pada

umumnya.

Secara

praktis,

hasil penelitian ini diharapkan

bisa

menjadi

masukan

bagi instansi

terkait

dalam

pelaksanaan

pembinaan

profesional guru SD, yang pada

gilirannya

dapat

meningkatkan

mutu

pendidikan jenjang

pendidikan

SD

yang

sekaligus

diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan

di

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi, dalam pengertian luas, mengacu pada pe ngertian menyangkut proses, prinsip dan prosedur yang diper

gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawabannya. Oleh

karena itu, metodologi penelitian yang diungkapkan dalam bab ini berkaitan dengan proses, prinsip dan prosedur

peneli-t i an.

A. METODE PENELITIAN

Penelitian yang berjudul Efektifitas Sistem Pembinaan

Profesional Guru di Kodya Bandung, sebagaimana dirumuskan

dalam bab pendahuluan, bermaksud "memotret" keadaan dari

keseluruhan proses yang terjadi dalam aktifitas pembinaan.

Dengan— demikian, penelitian ini tidak bertujuan mencari hubungan antara variabel melalui studi korelatif atau men cari faktor-faktor penyebab dari fakta sosial yang ada, namun memfokuskan pada mencari pemahaman prilaku manusia yang terlibat dalam suatu proses berdasarkan kerangka acuan

mereka sendiri. Konsekuensi metodologisnya, peneliti ditun

tut memiliki kadar pemahaman teoretik atau konsepsional yang

komprehensif.

Berdasarkan sifat penelitian tersebut yang berupaya

memahami variabel secara komprehensif, maka metoda kualita

tif dipergunakan disini, yaitu prosedur penelitian berdasar kan paradigma kualitatif. Bogdan dan Taylor ( 1975 : 4 ),

(44)

selanjutnya merumuskan metodologi kualitatif menunjuk kepada

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif :

kata—kata yang ditulis atau diucapkan orang-orang yang

diteliti maupun perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini

memotret keadaan individu—individu dan lingkungan yang

berada pada situasi objektif tertentu secara keseluruhan.

Reichadt dan Cook (1979 : 7-11) menggambarkan bahwa

penelitian kualitatif mempergunakan perspektif

fenomenalo-gis, yang menyorot pada masalah prilaku manusia, yaitu

ucapan dan perbuatan produk interpretasi mereka terhadap

lingkungan dunianya. Tugas peneliti dalam kaitan ini adalah

menangkap proses interpretasi, yaitu memahami keseluruhan

prilaku manusia secara empatik berdasarkan titik pandang

mereka sendiri. Peneliti dalam hal ini dituntut untuk memi

liki kemampuan mereproduksi pikiran, perasaan, motif, atau

pun empati yang berada di balik penampilan atau tindakan

mereka. Dengan demikian peneliti kualitatif tidak berupaya

untuk membuktikan suatu hipotesis yang telah dirumuskan,

tetapi untuk memahami fenomena yang komplek dalam kaitannya

dengan aspek lain yang ditelitinya. Selanjutnya penelitian

kualitatif bersifat naturalistik yang bertujuan mengamati

fenomena yang ada secara "seadanya" bukan untuk melakukan

pengukuran secara terkontrol. Penelitian dilakukan dengan

menceburkan diri secara langsung di lapangan, berorientasi

pada penemuan, eksplorasi, perluasan, dan penggambaran

secara holistik. Dengan demikian penelitian ini berorientasi

(45)

108

dekat dengan data sebagai insider tidak menjaga jarak yang

berperan sebagai Outsider. Peneliti kualitatif harus menda

sarkan diri pada asumsi bahwa realitas merupakan dinamika.

Tugas peneliti menjaring data secara luas, mendalami, kaya

dan real sehingga dapat digeneralisasi sebagai suatu kesim

pulan yang absah.

Penelitian kualitatif telah lama dilakukan dalam

ilmu-ilmu sosial. Secara historis jenis pendekatan penelitian ini

pada awalnya dipraktekkan dalam bidang antropologi dan

sosiologi. Dalam antropologi dikenal dengan sebutan etnogra

fi (ethnography) atau Ethnographic Research, yang pada

dasarnya merupakan "a picture of the way of l i f e of some

interacting human group". (Goetz dan Lecomte, 1984 : 2)

Spradley dan McCurdy (1972: 21) merumuskan etnografi sebagai

deskripsi dan rekontruksi analitis skenario budaya dan

kelompok. yang sempurna. Etnografi mengungkapkan secara utuh

sikap, praktek, artifak, pengetahuan, dan prilaku kelompok

orang. Etnografi sebagai salah satu model penelitian sering

dikontraskan dengan model eksperimentasi kuasi,

eksperimen-tasi, riset survei, studi simulasi, studi histori, dikarena

kan karakteristik pendekatannya yang berbeda dengan. Manfaat

etnografi pendidikan antara lain :

"To provide rich, descriptive data about the contexts, a c t i v i t i e s , and the beliefs of participants in educa tional settings. Typically, such data represent educa tional processes as they occur. The results of these processes are examined within the whole phenomena,

(46)

descriptive research, and for theoretical inguiry"

(Goetz dan Lecomte, 1984 : 4).

Menyimak karakteristik metoda kualitatif di atas,

menyiratkan sangat berperannya kedudukan peneliti dalam

implementasinya. Seorang peneliti kualitatif dituntut memi

liki beberapa kompetensi dan keterampilan tertentu. Pertama

peneliti dituntut memiliki wawasan pengetahuan luas dan

ketajaman analisis serta interpretasi terhadap realitas. Hal

tersebut merupakan suatu tuntutan karena peneliti dalam

prosesnya dituntut mengembangkan dan mengisi atau memberi

makna suatu teori. Kedua, peneliti dituntut pula memiliki

sensitifitas dan kreatifitas tinggi, karena dalam penelitian

kualitatif, seorang peneliti perlu mengembangkan metoda atau

teknik penelitian pada saat melaksanakan penelitiannya,

disamping peneliti perlu memformulasi suatu teori. Ketiga,

dalam penelitian kualitatif peneliti dituntut memiliki sikap

korektif dan keterbukaan yang tinggi. Dalam kaitan ini

peneliti, bukan bertugas menguji suatu teori yang ada,

tetapi berupaya menemukan atau mengembangkan suatu teori.

Sedang keterbukaan dituntut karena dalam penelitian kualita

tif kemampuan pengungkapan subjek penelitian merupakan kunci

keberhasilan penelitian. Semakin terbuka hubungan peneliti

dan subjek (responden) semakin banyak dan kaya

data/informa-si yang terjaring yang memungkinkan mengarahkan terwujudnya

keabsahan hasil penelitian.

B. LOKASI PENELITIAN

(47)

110

Penetapan lokasi didasarkan pada

beberapa alasan yang

meng-untungkan. Pertama, berdasarkan informasi bersumber dari

Kanwil (Bidang Pendidikan Dasar) bahwa wilayah Kotamadya Bandung merupakan kategori daerah pembinaan profesional guru

SD yang relatif baik. dibanding daerah-daerah lain di Jawa

Barat kecuali Kabupaten Cianjur. Bahkan menurut sumber yang sama, Jawa Barat termasuk daerah pembinaan profesional guru SD yang relatif baik dibanding propinsi lain di wilayah Indonesia. Kedua, kondisi kuantitatif sekolah di Kotamadya

Bandung relatif beragam. Dilihat dari beberapa hal di Kota

madya Bandung terdapat kualitas SD dalam kategori baik, sedang dan kurang, dikarenakan beberapa faktor. Ketiga,

keragaman kondisi kualitas SD tersebut berimplikasi terda

patnya permasalahan yang beragam dalam pembinaannya. Terak hir, studi tentang efektifitas model pembinaan profesional

guru SD di Kotamadya Bandung nampak belum pernah dilakukan

s e c a r a intensif.

Di Kotamadya Bandung terdapat 26 Kecamatan yang

memba-wahi 982 SD Negeri maupun swasta. Dari jumlah kecamatan

tersebut, seluruh kecamatan dijadikan wilayah penelitian.

Pemilihan lokasi ditetapkan kemudian sesuai kebutuhan data

dan perkembangan proses penelitian di lapangan, sehingga

rumusan penelitian terjawab.

C. SUMBER DATA

Dalam penelitian kualitatif Goetz dan Lecomte (1981 :

(48)

elemen-elemen, objek, atau siapa-siapa yang dapat memberikan infor—

masi bagi kepentingan penelitian. Dengan demikian sumber

data tergantung pada isi teori atau konsep yang digunakan

dalam penelitian. Lebih jauh Moleong (1984) menyarankan,

dalam penelitian kualitatif, sumber data tidak dapat dite

tapkan jumlahnya sebelum penelitian dilakukan, namun di

tetapkan yang sekiranya dapat memberikan informasi akurat

tentang hal yang diteliti. Dengan demikian penetapan jumlah

sumber data akan ditetapkan saat penelitian berlangsung.

Berdasarkan pandangan tersebut, sumber data dalam

penelitian ini adalah penilik, Kepala Sekolah, para pembina

lain serta guru yang berada di lokasi penelitian yang

terse-bar pada dua puluh enam kecamatan.

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif,

sumber data dalam penelitian ini ditetapkan secara purposif

yang merupakan suatu cara penetapan sumber data berdasarkan

karakteristik tertentu yang dimiliki sumber data sesuai

tujuan penelitian (Bogdan dan Biklen, 1982 : 73). Dengan

demikian jumlah sumber data tidak ditentukan sebelumnya

secara pasti, tetapi akan ditentukan pada saat penelitian

berlangsung berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu yang

berkaitan dengan tingkat kecukupan perolehan data atau

informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian.

Meski-pun demikian, para penilik, Kepala Sekolah, pembina lainnya

dan guru yang dijadikan sumber data penelitian adalah mereka

(49)

n :

masalah yang berkaitan dengan masalah penelitian.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Keberhasilan suatu penelitian terutama penelitian

kualitatif, tergantung pada beberapa faktor. Paling tidak

ditentukan oleh faktor kejelasan tujuan dan permasalahan

penelitian, ketepatan pemilihan pendekatan/metodologi,

ketelitian dan kelengkapan data/informasi serta kemampuan

interpretatif atau pemahaman peneliti terhadap data/informa

si itu sendiri. Ketepatan suatu metoda penelitian ditentukan

pula oleh ketepatan penelitian teknik pengumpulan datanya.

Dalam penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif

ini dipergunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu

teknik. observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Ketiga

teknik yang akan dijelaskan berikut ini, digunakan peneliti

dalam rangka memperoleh informasi saling melengkapi.

1. Wawancara

Wawancara dalam penelitian kualitatif merupakan

teknik pengumpulan data yang terpenting. Wawancara seba

gai bentuk komunikasi vertikal dan proses interaksi antar

peneliti dengan sumber data berfungsi sangat efektif

dalam proses pengumpulan data dalam penelitian kualita

tif. Antropolog Bunyamin D Paul (1953), melihat betapa

tinggi fungsi dari teknik wawancara, yang diantaranya

adalah menjaring data yang berupa "the visible world of

(50)

pandangan dunia (world view) masyarakat itu. Dengan

demikian, menurutnya melalui wawancara diperoleh

data/informasi serta makna dari data itu sendiri. Selain

itu, wawancara dapat pula difungsikan sebagai alat pem

bantu utama dari teknik observasi. Koentjaraningrat dalam

hal ini menyatakan bahwa : "Wawancara dalam suatu peneli

tian bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan

manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian

mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metoda

observasi" (1990 : 129).

Bentuk wawancara yang mungkin dapat dipergunakan

peneliti menurut Koentjaraningrat (1990) terdiri dari dua

golongan besar, yaitu : 1) wawancara berencana (standar

dized interview) dan 2) wawancara tak berencana

(unstand-ardized i n t e r v i e w ) . Wawancara berencana terdiri dari

suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan

disusun sebelumnya. Dalam wawancara ini, semua responden

yang diseleksi untuk diwanwancara diajukan pertanyaan

yang sama, dengan kata—kata dan tata urut yang sama dan

seragam pula. Sebaliknya wawancara tak berencana tidak

memiliki daftar pertanyaannya dengan susunan kata dan

tata urut yang sama yang dipersiapkan sebelumnya. Selan

jutnya teknik wawancara tak berencana dibagi ke dalam

wawancara tak berstruktur (structured interview, guided

atau d i r e c t i v e interview) dan wawancara tak berstruktur

(unstructures, unguided atau non directive interview).

(51)

114

khusus lagi ke dalam dua bentuk yaitu : wawancara terfo

kus (focused interview) dan wawancara bebas (free inter

view/ unfocused). Wawancara berfokus biasanya memuat

pertanyaan tak berstruktur tertentu namun selalu terpusat

pada satu masalah. Sedangkan wawancara bebas tidak memi

liki fokus dan pertanyaannya dapat berubah-ubah dari satu

pokok masalah ke masalah lain.

Sehubungan dengan penelitian ini, peneliti cende

rung mempergunakan bentuk wawancara tak berstruktur namun

terfokus (unstructuredly focused interview), dengan

beberapa pertimbangan metodologis. Pertama, penelitian

mempergunakan pendekatan metodologis kualitatif yang

terutama bertujuan mencari pemahaman terhadap fenomena

atau data berdasarkan persepsi responden. Dalam kaitan

ini, penggunaan teknik interview tak berstruktur terfokus

memberikan kecenderungan tercapainya maksud penelitian.

Dengan kata lain suasana interaksi verbal antara peneliti

dan responden yang terbuka/tak berstruktur tapi terfokus

memberi kemungkinan terjaringnya data/informasi secara

efektif sekaligus pemahaman maknanya. Kedua, dilihat dari

permasalahan penelitiannya yang luas dan komplek, peneli

tian ini memerlukan waktu, tenaga dan biaya relatif

besar. Penggunaan teknik wawancara tak. berstruktur tapi

terfokus cenderung memberikan tingkat efisiensi yang

lebih tinggi. Ketiga, teknik wawancara tak berstruktur

(52)

proses wawancara lebih terarah tanpa membatasi

kelelua-saan

bicara responden,

hingga informasi

yang

diberikan

memiliki

tingkat

representatifitas dan

validitas

yang

tinggi .

Dalam pelaksanaan wawancaranya, yang dilakukan

terhadap responden (penilik,

kepala sekolah,

guru pembina

lainnya) dibantu dengan pedoman wawancara. Pedoman ini

dipersiapkan

peneliti

dengan maksud

membantu

peneliti

memfokuskan atau mengarahkan

proses wawancara agar sesuai

tujuan pengumpulan data atau masalah yang diteliti.

Data

yang digali/dikumpulkan melalui wawancara ini adalah data

tentang :

a. Jenis pengembangan profesional guru yang dilaksanakan di tingkat wilayah Jawa Barat (Bidang Pendidikan Dasar, Kanwil,Dinas P dan K DT I, Kasi Pendidikan

Dasar

dan

Dinas P dan

K DT

II Kodya Bandung

)

maupun

pengembangan yang dilakukan pada tingkat kecamatan

(Kandepdikbudcam : Penilik dan

Kepala Sekolah,

Ranting

Dinas kecamatan);

b. Wadah pengembangan yang dipergunakan oleh Sub Dinas

Tenaga Teknis dan non teknis dan Sub Dinas Pendidikan

Dasar Dinas P dan K DT I Jawa Barat, Seksi Pendidikan

Dasar Kodya Seksi Tenaga Teknis dan Non Teknis serta

Seksi

Pendidikan

Dasar

Dinas P dan K

DT

II

Kodya

Bandung, Kandepdikbudcam, Ranting Dinas P dan K keca

matan ;

(53)

profe-116

sional guru SD yang dipergunakan di tingkat wilayah,

Kodya, Kecamatan, maupun di Sekolah.

d. Hal yang mendasari kebijakan penetapan jenis, wadah,

struktur, mekanisme serta program pengembangan profe

sional guru di tingkat wilayah, Kotamadya di Kecama

tan, dan di tingkat sekolah;

e. Efektifitas pelaksanaan kegiatan pembinaan profesional

guru SD yang di tingkat. wilayah, Kotamadya, Kecamatan,

sekolah;

h. Efektifitas pengembangan profesional guru yang dilaku

kan wilayah, Kotamadya, Kecamatan, sekolah dihubungkan

dengan mu.tu guru sebagai manajer PBM;

i. Kemungkinan peluang pengembangan jenis/model pembinaan

profesional mutu guru di masa datang yang akan dikem

bangkan di tingkat wilayah, Kotamadya, Kecamatan

maupun tingkat sekolah.

Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Keterpaduan syarat tersebut akan mendukung kelancaran proses Praktik Pengalaman Lapangan(PPL). Sebelum mahasiswa terjun dalam praktik lapangan, mahasiswa perlu melakukan

Tidak baik , jika hanya memenuhi 1 kriteria atau tidak satupun dari lima kriteria diatas terpenuhi... Perencanaan peningkatan tingkat partisipasi antar-lembaga (dinas/instansi

 The lazy, dirty, tall boy in the blue shirt is a student.

Penerapan model pembelajaran talking stick pada kelas VIII I (kelas eksperimen) SMP Negeri 5 Mataram dapat membantu siswa untuk lebih terlibat aktif ketika

Berdasarkan besarnya peran pasang surut di Pantai Marina Ancol dan pentingnya perencanaan bangunan pantai, maka referensi muka air laut yang ditetapkan dalam penelitian tinggi

Pembuatan E-Learning Bahasa Mandarin ini membahas tentang bentuk-bentuk dasar bahasa Mandarin, seperti bentuk dasar dari huruf,aturan dalam pembutan kalimat yang baik,dll. Untuk

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Del.) Terhadap Tikus Jantan Galur Wistar.. Medan: Falkutas

Diinkubasi pada suhu 37 O C selama 18-24 jam Diukur diameter daerah hambat di sekitar pencadang kertas dengan menggunakan jangka sorong.