• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBINAAN KARAKTER PATRIOTIK MELALUI PASKIBRAKA :Studi Kasus Paskibraka Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PEMBINAAN KARAKTER PATRIOTIK MELALUI PASKIBRAKA :Studi Kasus Paskibraka Kota Bandung."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PEMBINAAN KARAKTER PATRIOTIK

MELALUI PASKIBRAKA

(

Studi Kasus Paskibraka Kota Bandung

)

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memenuhi Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan UMUM/NILAI

Oleh

TENDI KUSMAWAN

NIM. 1005043

SEKOLAH PASCASARJANA (SPs)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah., M.Si. NIP. 19620316 1988031003

Pembimbing II,

Prof. Dr. H. Sudardja Adiwikarta., MA NIP. 130056594

Diketahui oleh

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Umum,

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Strategi Pembinaan

Karakter Patriotik Melalui Paskibraka (Studi Kasus Paskibraka Kota

Bandung)” beserta seluruh isinya adalah benar-benar asli karya saya sendiri, dan

bukan atau bebas dari plagiarisme yang bertentangan dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam masyarakat ilmiah. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung

resiko/sangsi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya

pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam tesis ini, atau ada klaim dari pihak

lain terhadap keaslian tesis ini.

Bandung, Januari 2013 Yang membuat pernyataan,

(4)

ABSTRAK

Tesis ini berjudul: Strategi Pembinaan Karakter Patriotik melalui Paskibraka (Studi Kasus Paskibraka Kota Bandung)

Penelitian ini berlatar belakang dari adanya kecemasan sebagian masyarakat tentang perilaku pada anak muda saat ini, seperti prilaku keseharian yang berimplikasi negatif, dari mulai cara berpakain, bangga dengan produk luar negeri, kurangnya daya juang, mudah putus asa, bergaya kebarat-baratan, tawuran, terlibat narkoba, geng motor, seks bebas. Pembinaan Paskibraka Kota Bandung menjadi bagian untuk turut andil dalam menanamkan (inculcation) karakter patriotik pada generasi muda saat ini.

Tujuan penelitian untuk mendapat gambaran tentang karakter patriotik pada anggota Paskibraka melalui program pembinaan dengan peran, usaha, dan pemahaman para instruktur dan pelatih, materi kurikulum serta metode pelatihan yang digunakan dalam menanamkan karakter patriotik pada Paskibraka.

Pada penelitian ini metode yang akan digunakan adalah deskriptik analitik dengan pendekatan kualitatif yang menfokuskan pada proses pembinaan Paskibraka Kota Bandung dalam menanamkan karakter patriotik pada seluruh anggota.

Metode pengumpulan data pada penilitian ini adalah pengamatan langsung, wawancara, dan study dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam rangkaian kegiatan yang meliputi mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, koding dan mengkatagorikan. Sedangkan Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini bertumpu pada 4 hal, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferrability), kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proses pembinaan karakter patriotik melalui Paskibraka berdasarkan rumusan masalah dan tujuan peneltian adalah 1) Pembinaan Paskibraka syarat dengan nilai-nilai yang bersumber dari pendidikan agama dan budaya bangsa; 2) penanaman karakter patriotik dilakukan dengan penekanan pada materi peraturan baris berbaris (PBB), lipat bentang bendera, dinamika kelompok, kepemimpinan, dan komunikasi; 3) Implementasi dari karakter patriotik melalui proses pengibaran dan penurunan duplikat bedera pusaka serta perlakuan terhadap simbol-simbol negara; 4) kendala-kendala yang dihadapi dalam pembinaan berupa miskoordinasi dan aggaran biaya; 5) Prestasi yang diperoleh selain kemampuan teknis pengibaran bendera juga soft skills berupa kemampuan berbicara di depan umum sangat meningkat dirasakan oleh seluruh anggota

(5)

ABSTRACT

The title of this thesis is Strategy of Founding The Patriotic Character Through

Paskibraka (A Case Study at Paskibaraka Bandung).

Background of this research is from the presence of thoughtfulness from some people about youth behavior recently, such as their daily behavior which has negative implication, start from the way they dressed, prefer to use overseas products, less of struggle, westernized style, dealing with drugs, motorcycle gangs, free sex. Founding of Paskibraka Bandung become a part which has contribution to inculcation Patriotic Character to youth generation nowadays.

The aim of this research is to get the description about patriotic character at members of Paskibraka through Founding Program with role, effort, and understanding of the coach and instructor, curriculum material, and exercise method which is used by the coach in founding patriotic character in Paskibraka.

This research use Analytic Descriptive Method with Qualitative Approach, which focused to the process of founding the Paskibraka Bandung in inculcation patriotic character to all members.

Collecting data method in this research is by direct observation, interview, and documentary study. Data analysis in this research has done in several activities including managing, sorting, grouping, coding, and categorizing. Meanwhile, the data validity based on 4 elements, those are credibility, transferability, dependability, and confirmability.

The result of this research showed that the process of patriotic character founding to Paskibraka based on problem formulation and the aim of this research are 1) Paskibraka founding contain values which is sourced from religious and nation culture education; 2) patriotic character founding has done with emphasizing to the marching rules, fold and unfold the flag, group dynamics, leadership, and communication; 3) Implementation of patriotic character through the process of raising and lowering the heritage flag and their treatment of state symbols; 4) Obstacles that faced during the process of founding such as incoordination and budget; 5) the achievement that all members get from the founding program are not only the technical skill in raising the flag but also the soft skills such as a great improvement of the capability in public speaking.

At the end of this research, researcher recommended the stakeholder and government to help the committee of founding program not only morally, but also materially to develop patriotic character, and for the next researcher should be able to reveal the problem above in more comprehensive and broad.

(6)

DAFTAR ISI

BAB II STRATEGI PEMBINAAN KARAKTER PATRIOTIK MELAUI PASKIBRAKA ... 18

A. DEFINISI KONSEPTUAL ……… 18

B. KONSEP DASAR PENDIDIKAN KARAKTER ……… 19

1. Pengertian dan Hakikat Pendidikan Karakter ……… 19

2. Komponen-Komponen Pendidikan Karakter ……… 22

3. Tujuh Karakter Utama ……… 25

(7)
(8)

C.

D.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN...

ANALISA TEMUAN MAKNA DAN MASALAH ...

137

177

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 180

A. KESIMPULAN ………... 180

B. REKOMENDASI ……… 182

DAFTAR PUSTAKA ……… 185

RIWAYAT HIDUP ……… 190

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kekuatan dan kelemahan Teori Belajar ...61

Tabel 2.2 Teori Belajar...64

Tabel 2.3 Model Pembelajaran...66

Tabel. 4.1 Jadwal Pemusatan dan Latihan Paskibraka ...120

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grand Disain Pembangunan Karakter Banggsa 2010 2025...32

Gambar 2.2: Kontek Mikro Pendidikan Karakter...35

Gambar 2.3 Paradigma Penelitian. ………..92

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1. Foto-foto Kegiatan Penelitian...192

Lampiran 2. SK Pengangkatan Pembimbing Tesis...196

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian kepada PPI Kota Bandung...198

Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Paskibraka Kota Bandung...199

Lampiran 5. Pedoman Wawancara ...200

Lampiran 6. Data Hasil wawancara...206

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Para pendiri bangsa (founding fathers) memiliki keyakinan bahwa potensi

yang dimiliki oleh para pemuda, di masa depan akan mengantarkan bangsa ini

berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Bangsa ini memiliki segala

pra-syarat untuk menjadi besar dalam menata kehidupan dan peradaban manusia.

Saat ini publik sering memperdebatkan perilaku sebagian remaja kita

yang dipandang kurang memiliki karakter patriotik. Hal ini dapat kita lihat dari

prilaku kesehariannya, seperti cara berpakaian, bangga dengan produk luar

negeri, kurangnya daya juang, mudah putus asa, bergaya kebarat-baratan,

tawuran, terlibat narkoba, geng motor, dan seks bebas. Ini menjadi keprihatinan

berbagai kalangan, mengingat di tangan merekalah masa depan bangsa dan

negara ini akan dipimpin.

Remaja adalah sosok yang penuh energi, ketika energi ini tidak disalurkan

dalam kegiatan-kegiatan yang positif, maka energi itu akan merusak dirinya.

Soedarsono (2010: 6) mengatakan bahwa “krisis yang semula merupakan krisis

identitas akan menjadi lebih dalam karena menyangkut masalah hati nurani yang

mencerminkan adanya krisis karakter”. Senada dengan itu Latif (2011: 117)

mengatakan bahwa” krisis karakter dan moralitas yang melanda suatu bangsa

dapat mengarah pada kebangkrutan bangsa yang bersangkutan”. Munculnya

(13)

kesalahan dalam penanganan remaja. Sadar atau tidak, adanya penyimpangan

perilaku remaja sebagai akibat dari berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Kusmayadi (2010: 4) mengatakan, ”kecerdasan interpersonal adalah

kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan dirinya

sendiri, dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dan mampu

memotivasi dirinya sendiri serta melakukan disiplin diri”. Orang-orang yang

memiliki kecerdasan interpersonal cenderung sangat menghargai nilai

(aturan-aturan), etika (sopan santun) dan moral. Gerakan dalam membina para pemuda

dengan memperhatikan potensi kecerdasan yang dimilikinya untuk melahirkan

generasi yang tangguh penting untuk dilakukan.

Para pakar dan praktisi pendidikan sepakat bahwa untuk mengubah suatu

bangsa adalah salah satunya dengan pendidikan.

Secara etimologis, pendidikan dimaknai sebagai usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1 UU no. 20 tahun 2003).

Dengan pendidikan, diharapkan generasi muda dapat mewujudkan

cita-citanya agar kelak dapat menampilkan watak dan karakter bangsa yang

diharapkan mampu menjadi pemimpin yang mumpuni. Secara yuridis formal

pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggariskan

tujuan dan fungsi dari pendidikan nasional sebagai berikut:

(14)

Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional di atas harus menjadi rujukan dalam membina

atau menyelenggarakan pendidikan di berbagai jenjang dan tingkatan pendidikan.

Dengan demikian semua pihak memilki tanggung jawab dan harus berupaya

sebaik mungkin dalam merealisasikan fungsi dan tujuan tersebut.

Pada hakikatnya pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk sebuah

kepribadian yang “kaaffah”, yaitu adanya kesesuaian antara kata dan perbuatan,

bermoral, jujur, tangguh, ulet, disiplin, patriotik, kerja keras, cinta damai dan

menghargai kearifan lokal. Pendidikan adalah kata kunci untuk membentuk

sebuah kepribadian. Internalisasi nilai-nilai dalam setiap kegiatan pembelajaran

adalah satu bentuk kegiatan agar nilai-nilai tersebut meresap dan menjadi bagian

dalam dirinya. Guru sebagai tenaga profesional harus menjadi garda terdepan

dalam membangun gerakan ini, sebab di tangan guru cita-cita mulia ini akan

terwujud. Oleh karena itu guru harus memahami betul hakikat pendidikan

karakter bangsa ini.

Apabila kita perhatikan penyimpangan perilaku yang terjadi, harus

menjadi perhatian semua pihak dalam menjaga moralitas bangsa. Dari kajian

awal, dapat diidentifikasi adanya berbagai faktor penyebab perilaku kurangnya

jiwa patriotik pada sebagian remaja kita, yaitu: (1) strategi pembinaan karakter

patriotik belum dilaksanakan secara optimal dan masih bersifat transfer ilmu

pengetahuan dan keterampilan; (2) banyaknya tanyangan di televisi yang

(15)

kurang optimalnya waktu di sekolah dalam internalisasi nilai pada siswa

(termasuk jiwa patriotik).

Umar (2011: 105) mengatakan, “keteladanan dalam pendidikan

merupakan bagian yang sangat penting karena pada dasarnya adalah

mempengaruhi anak didik melalui kata-kata maupun sikap-sikap”. Saat ini remaja

kita butuh sosok idola, figur dari seseorang yang memiliki sikap yang sama antara

kata dan perbuatan. Pentingnya keteladanan dalam pembinaan remaja guna

pembentukan karakter adalah menjadi mutlak diperlukan. Dengan suguhan

tayangan media elektronik setiap hari, boleh jadi banyak tokoh yang sering

muncul dan menjadi idola mereka, banyaknya tayangan yang tidak mendidik dan

jauh dari pembinaan karakter patriotik, bisa jadi faktor ini akan membetuk watak

dan perilaku sebagian remaja kita semakin jauh dari moralitas.

Dalam masalah ini, Kesuma, dkk (2011: 9) secara tegas menyebutkan

tujuan pendidikan karakter di sekolah sebagai berikut:

1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan;

2. Mengoreksi prilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah;

3. Menbangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama.

Melihat dari tujuan pendidikan karakter yang digambarkan di atas, maka

perlu adanya suatu kajian ke arah strategi pembinaan agar nilai-nilai yang sudah

(16)

akan berdampak cukup kuat apabila proses internalisasi ini diberikan pada setiap

jenjang pendidikan. Tanggung jawab terhadap perkembangan perilaku remaja

tidak bisa mengandalkan hanya dari satu pihak saja melainkan harus melibatkan

semua komponen dari mulai keluarga, masyarakat dan sekolah. Strategi

pembinaan ini sangat penting karena mengingat sekitar dua puluh tahun ke depan

mereka akan memegang tanggung jawab dan peranan penting dalam menentukan

kelangsungan bangsa dan negara ini. Pada tataran implementasi, transformasi dan

internalisasi nilai-nilai pada siswa tidak hanya cukup melalui proses interaksi di

kelas saja, akan tetapi harus banyak dikembangkan di luar kelas melalui wadah

ekstrakurikuler dan kegiatan kepemudaan. Kegiatan ini akan banyak memberikan

pengaruh positif terhadap pembentukan karakter pada siswa.

Sejarah membuktikan bahwa setiap perubahan banyak dimotori oleh

gerakan pemuda, pemuda memiliki peranan yang penting dalam keberlangsungan

kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Dengan potensi dan energi yang dimiliki

oleh pemuda, maka harapan dan cita-cita bangsa ke depan akan terwujud dengan

baik. Untuk itu upaya-upaya pembinaan terhadap remaja harus dilakukan secara

berkesinambungan..

Nilai-nilai yang harus diajarkan di sekolah juga tersirat dalam pandangan

Lickona yang dikemukakan oleh Kesuma, dkk. (2011: 63), tentang pendidikan

karakter di sekolah mencakup dua prinsip sebagai berikut ini:

(17)

2. Sekolah-sekolah hendaknya tidak hanya memapari para siswa dengan nilai-nilai tersebut, tetapi juga membantu mereka memahami, menginternaliasi, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai tersebut. Yang dimaksud dengan nilai di sini adalah nilai moral dan nonmoral. Nilai-nilai moral seperti kejujuran, tanggungjawab, ketidakmemihakan mengandung kewajiban. Kita merasa wajib memenuhi janji, membayar hutang, menyayangi anak, dan tidak memihak dalam menangani suatu perkara. Nilai moral mengatakan apa yang harus dilakukan.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa betapa pentingnya internalisasi

nilai-nilai dalam proses belajar mengajar di sekola, karena sekolah adalah tempat

di mana terjadi sebuah perubahan dalam diri setiap siswa dan proses pembentukan

karakter juga terjadi di sini. Keluarga, sekolah, dan masyarakat memiliki andil

yang besar dalam proses pembentukan karakter pada setiap anak. Apabila tiga

lingkungan tertata dengan baik, maka proses internalisasi nilai-nilai dapat berjalan

dengan optimal.

Character Quality Standards dalam Majid dan Andayani (2011: 109) merekomendasikan 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut:

1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter

2. Mengidentifikasi karakter secara komprehenshif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku

3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun karakter.

4. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian

5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukan perilaku yang baik

6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi dari diri para siswa.

8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.

(18)

10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.

Dengan merujuk pada 11 prinsip kualitas pengembangan karakter di atas,

maka harus ada penanganan yang komprehensif dalam menangani pembinaan

remaja atau generasi muda bangsa ini. Tidak cukup hanya dengan lingkungan

sekolah saja, melainkan berbagai lini, seperti organisasi kepemudaan dan karang

taruna.

Sekolah dipandang sebagai basis dari sebuah perubahan, maka tidaklah

keliru apabila banyak pihak yang berharap bahwa pembangunan dan

pengembangan karakter remaja akan terwujud. Pembinaan remaja atau pemuda

memiliki peranan yang sangat strategis, karena di tangan merekalah ke depannya

bangsa ini dipimpin. Sejarah membuktikan bahwa pemudalah yang banyak

“menggetarkan dunia”, pemudalah yang banyak membawa perubahan. Maka

sangatlah penting dari sejak dini perlunya menginternalisasikan nilai-nilai. Untuk

itu sangatlah penting nilai patriotik dimiliki dalam setiap Jiwa bangsa Indonesia.

Dengan demikian Bangsa Indonesia dapat berdiri tanpa rasa malu, berani

meyuarakan kebenaran, juga dapat berdiri sejajar dengan Bangsa-Bangsa lain di

dunia tanpa rasa takut dan memiliki martabat. Sauri (2010: 38) mejelaskan

peranan sekolah sebagai berikut:

(19)

pengembangan dan reproduksi budaya dan kebiasaan baru yang lebih unggul seyogyanya dilakukan.

Dari pemikiran di atas jelas bahwa peranan sekolah yang memilki fasilitas,

kurikulum dan lingkungan yang tertata dengan baik sangat memungkinkan

proses pewarisan nilai-nilai berjalan lebih optimal. Dengan demikian proses

pembentukan karakter melalui integrasi dengan mata pelajaran akan lebih tepat

sasaran dibandingkan dengan lingkungan keluarga dan masyarakat yang

membutuhkan Qudwah Al-hasanah (teladan yang baik) dari setiap orang yang

berada di lingkungan tersebut. Proses pembiasaan melalui berbagai kegiatan yang

positif di sekolah merupakan bagian dari sarana dalam membentuk kepribadian

siswa melalui internalisasi dan pananaman (inculcation) nilai-nilai.

Penanaman nilai-nilai bukan dengan doktrin atau dengan informasi yang

disampaikan melalui ceramah, karena dengan metode ini upaya yang hendak

dicapai tidak dapat tercapai dengan optimal. Pewarisan nilai-nilai ini begitu

strategis dalam membangun bangsa ke depan, sebab sebuah peradaban harus terus

berkembang dengan membawa perubahan kearah yang lebih baik. Bangsa yang

memiliki peradaban maju akan dihormati dan dicatat dalam sejarah peradaban

manusia. Bangsa ini membutuhkan sosok patriot-patriot yang mampu berjuang

dengan ikhlas, yang bukan hanya berjuang demi kelompok atau golongannya saja

sehingga memicu adanya pertengkaran antar anak bangsa. Gambaran perilaku

anak bangsa saat ini memang sangat memprihatinkan, perilaku sebagian orang

yang “ pragmatis dan hedonis” sudah menjadi bagian kehidupan kita sehari-hari.

Dengan demikian perlu sebuah upaya dan strategi pembinaan untuk mengatasi

(20)

oleh Giroux (1983: 9) tentang fungsi dari kurikulum tersembunyi sebagai

berikut:

The function of this hidden curriculum have been variously identified as the inculcation of values, political socialization, training in obediance and docility, the perpetuation of traditional class structure functions that may be characterized generally as social control

Fungsi kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) memiliki aneka

ragam untuk diidentifikasi sebagai penanaman nilai-nilai, sosialisasi politik,

pelatihan dalam ketaatan dan kepatuhan, kelangsungan fungsi struktur kelas

tradisional yang umumnya dapat dicirikan sebagai kontrol sosial. Jelas bahwa

pendidikan karakter bukan hanya bertumpu pada satu mata pelajaran tetapi

bagaimana dapat berintegrasi dengan mata pelajaran lain, yang mana nilai-nilai

tersebut ditanamkan, diinternalisasikan dalam setiap kesempatan bukan hanya

pada kegiatan kurikuler melainkan juga pada kegiatan kokulikuler dan

ekstrakulikuler.

Kegiatan Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) merupakan

bagian dari kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan perwakilan siswa-siswi

SMA yang menjadi duta sekolahnya. Kegiatan ini merupakan sarana pembiasaan

dalam proses pembentukan karakter patriotik, dan ini termasuk ke dalam hidden

curriculum. Pengalaman-pengalaman dalam mencari jati diri setiap individu

dapat diperoleh melalui interaksi remaja satu sama lain dalam kegiatan paskibraka

yang tidak didapatkan di kelas. Kegiatan ini sangat berharga apabila berjalan

sesuai dengan misi yang hendak dicapai, dan strategi yang dibuat berjalan sesuai

(21)

Berdasarkan hal tersebut Budimansyah (2010) dalam Majid dan Andayani

(2011: 109-110) berpendapat bahwa pendidikan karakter perlu dikembangkan

dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Berkelanjutan mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP. Pendidikan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya satuan pendidikan masyarakat bahwa proses pengembangan nila-nilai karakter bangsa dilakukan melalui kegiatan kurikuler setiap mata pelajaran, kulikuler mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Agama harus melahirkan dampak intruksional (intructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect), sedangkan bagi mata pelajaran lain cukup melahirkan dampak pengiring.

3. Nilai tidak diajarkan, tetapi dikembangkan

Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran tertentu.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip “tut wuri handayani” dalam setiap prilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.

Dari pandangan di atas, proses penanaman nilai-nilai harus berjenjang dari

mulai sekolah dasar sampai tingkat atas dan nilai-nilai harus diintegrasikan dalam

semua mata pelajaran. Mata pelajaran agama dan kewarganegaraan memiliki

peranan yang strategis dalam proses pengembangan karakter ini. Begitu pun mata

pelajaran lain harus memiliki dampak pengiring sehingga proses pengembangan

dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi satu sama lain. Semua orang

(22)

sangat tepat nilai-nilai dapat diintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dan guru

harus mampu mengejawantahkan dalam tataran pelaksanaan di lapangan. Guru

bukan lagi sebagai sumber ilmu satu-satunya melainkan bagaimana guru dapat

memfasilitasi siswa dalam mengeksplorasi kemampuannya sehingga dapat

menemukan jati dirinya sebagai individu yang memiliki karakter luhur. Strategi

pembinaan karakter patriotik (pendidikan afektif) termasuk kategori pembelajaran

emosional siswa. Pendidikan ini berupaya untuk menanamkan nilai-nilai patriotik

ke dalam diri siswa atau remaja.

Paskibraka Kota Bandung merupakan wadah pembinaan generasi muda

untuk berkomunikasi, konsultasi dan koordinasi dalam menampung aspirasi

anggota Paskibraka satuan (sekolah), di mana Paskibraka memiliki potensi dalam

menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dari telaah studi dokumentasi

dan studi pendahuluan, terungkap dalam anggaran dasar Paskibraka kota Bandung

adanya tujuan pembinaan, antara lain sebagai berikut:

1. Menghimpun dan membina para anggota agar menjadi warga negara Indonesia yang ber pancasila, setia dan patuh pada negara kesatuan republik Indonesia dan menjadi pandu ibu pertiwi.

2. Mengamalkan dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945

3. Membina watak, memelihara dan meningkatkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, mewujudkan kerjasama yang bulat dan jiwa pengabdian kepada bangsa dan negara, memupuk rasa tanggungjawab dan daya cipta yang dinamis serta kesadaran nasional di kalangan para anggota, keluarga sekolah dan masyarakat.

4. Membentuk manusia Indonesia yang mempunyai tiga kualitas pokok yaitu:

a. Memiliki ketahanan jiwa/mental (Tangguh)

b. Memiliki cukup pengetahuan dan kemahiran teknis untuk dapat melaksanakan pekerjaannya (Tanggap)

(23)

Memahami tujuan dari pola pembinaan Paskibraka Kota Bandung

tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa program pembinaan Paskibraka

memiliki nilai fungsional dalam proses pembinaan karakter patriotik. Dari

identifikasi awal terhadap program pembinaan Paskibraka dapat terlihat bahwa

nilai patriotik ditanamkan jelas dalam kegiatan ini. Seperti terlihat dari silabi yang

dikembangkan ada kegiatan awal bela negara, kegiatan baris-berbaris, latihan

kepemimpinan, pengetahuan tentang bendera dan lambang negara serta

perlakuannya.

Melalui struktur program pembinaan Paskibraka sebagaimana dijelaskan

di atas, maka secara konseptual dapat dikatakan bahwa proses pembinaan karakter

patriotik melalaui Paskibraka Kota Bandung memiliki peluang yang besar untuk

mewujudkannya. Berdasarkan asumsi tersebut, penelitian ini memfokuskan pada

upaya bagaimana menganalisis fenomena yang terjadi dalam konteks strategi

pembinaan karakter patriotik melalui Paskibraka kota Bandung.

B. PERMASALAHAN

Dari adanya permasalahan yang dipaparkan pada latar belakang di atas,

bagaimana implementasi pembinaan Paskibraka, dan sejumlah hambatan serta

permasalahan kerap dihadapi oleh pembina dan pelatih dalam menunjang kegiatan

pembinaan. Diantaranya sejumlah permasalahan yang ada dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Pendidikan atau pembinaan generasi muda menuntut pencapaian kompetensi

(24)

psikomotor. Dalam rangka mencapai ketiga taxonomi tersebut jangan hanya

menitikberatkan pada kegiatan kurikuler saja yang terbatas dalam lingkup

kurikulum dengan waktu relatif terbatas tetapi juga harus dilengkapi dengan

kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian sekolah ataupun wadah pembinaan

dituntut untuk mampu menyediakan fasilitas seperti tempat dan waktu dalam

menunjang pendidikan yang akan melahirkan generasi berkarakter baik.

2. Strategi pembinaan yang tepat, penting dilakukan sehingga tujuan yang ingin

dicapai dalam pembentukan karakter patriotik paskibraka dapat terwujud

3. Implementasi penanaman karakter patriotik dalam proses pembinaan menjadi

bagian penting dari proses pembinaan, sehingga instruktur dan pelatih dituntut

dapat menjalankan program kegiatan dan merencanakan latihan dengan baik.

4. Upaya-upaya dalam meningkatkan pembinaan karakter patriotik dan

kendala-kendala yang muncul harus menjadi perhatian dalam rangka terus

meningkatkan strategi pembinaan.

5. Pada pembinaan paskibraka, dampak dari proses penanamkan karakter patriotik

harus terlihat jelas perbedaan antara yang memperoleh pembinaan dengan

yang tidak, sehingga menjadi acuan dalam proses pembinaan.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, pola pembinaan

paskibraka Kota Bandung yang memiliki fungsi sangat strategis hendaknya

benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai wadah pembinaan karakter secara holistik.

(25)

dapat dicapai secara seimbang dalam rangka membangun karakter bangsa yang

unggul.

C. FOKUS PENELITIAN

Berangkat dari latar belakang dan permasalahan penelitian sebagaimana

dijelaskan di atas, maka peneltian ini akan mengkaji tentang bagaimana proses

pembinaan paskibraka Kota Bandung dapat memiliki karakter patriotik. Setting

penelitian memfokuskan pada fenomena yang terjadi dalam proses kegiatan

pembinaan dan pelatihan sebagai wahana untuk membangun karakter dan nilai

patriotik paskibraka kota Bandung. Atas dasar itulah, maka penelitian ini bersifat

satudi kasus, Maxfield (1930) dalam Nazir (1999: 66), menjelaskan bahwa “studi

kasus” (case study) adalah penelitian tentang status subjek penelitian berkenaan

dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas”. Subjek

penelitian dalam studi kasus, bisa saja individu, kelompok, lembaga, maupun

masyarakat. Tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara

mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari

kasus, ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas

akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

D. PERTANYAAN PENELITIAN

Untuk menjabarkan fokus pada penelitian ini sebagaimana dijelaskan di

atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Karakter seperti apa yang ingin dibangun oleh pembina, instruktur dan pelatih

(26)

2. Bagaimana penanaman karakter patriotik dilakukan dalam pembinaan

paskibraka Kota Bandung?

3. Bagaimana implementasi strategi pembinaan karakter patriotik melalui

paskibaraka?

4. Apa yang menjadi kendala-kendala dan upaya apa yang dilakukan oleh

pembina, instruktur dan pelatih dalam menerapkan strategi pembinaan

karakter patriotik melalui paskibraka?

5. Bagimana perbedaan sikap atau perilaku anggota paskibraka dengan siswa

lainnya di sekolah maupun di masyarakat setelah mengikuti pembinaan?

E. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna-makna

tentang fenomena yang terjadi berkaitan dengan proses strategi pembinaan

karakter patriotik melalui Paskibraka Kota Bandung, sehingga pada akhirnya

dapat dijadikan pedoman pembinaan kegiatan paskibraka dalam membangun

karakter bangsa.

(27)

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan

menganalisis data-data empiris mengenai:

a. Karakter dan nilai rujukan yang digunakan pembina, instruktur dan pelatih

dalam merumuskan program pembinaan dan pelatihan paskibraka.

b. Karakter dan nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan pembinaan paskibraka

melalui internalisasi karakter patriotik.

c. Implementasi program strategi pembinaan karakter patriotik melalui

paskibraka.

d. Kendala yang dihadapi oleh pembina, intruktur dan pelatih dalam strategi

pembinaan karakter patriotik melalui paskibraka.

e. Setelah selesai mengikuti pembinaan anggota Paskibraka memiliki karakter

patriotik yang kuat.

F. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Dalam kerangka kajian teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan bahan kajian ke arah pengembangan pendidikan nilai dalam strategi

pembinaan karakter patriotik melalui paskibraka pada setting pembinaan

paskibraka kota Bandung. Temuan-temuan empirik dari penelitian ini juga, dapat

dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan konsep-konsep mengenai strategi

(28)

merumuskan konsep-konsep yang berhubungan dengan model pendidikan nilai

dalam setting paskibraka.

2. Manfaat Praktis

Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat

sebagai berikut:

a. Bagi pembina paskibraka, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam

merumuskan program pembinaan, khususnya yang berkaitan dengan program

pembinaan paskibraka yang memberikan kontribusi positif bagi pembentukan

karakter patriotik anggota paskibraka.

b. Bagi pelatih, dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk melakukan refleksi ke

arah perumusan strategi internalisasi nilai dalam pembentukan karakter

patriotik pada kegiatan paskibraka.

c. Bagi sekolah, dapat dijadikan sebagai pedomam praktis dan kajian komparasi

dalam upaya strategi pembinaan siswa dalam setting sekolah.

d. Bagi pengembangan Body Of Knowlegde (kerangka ilmu) Pendidikan Umum,

khususnya berkaitan dengan pengembangan prinsip-prinsip dasar pembinaan

paskibraka sebagai wahana pembentukan karakter dan jiwa patriotik di

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN DAN PENDEKATAN PENELITIAN

a. Metode Penelitian

Pada penelitian ini metode yang akan digunakan adalah deskriptik analitik

dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Creswell

(1998: 15) bahwa: ―Qualitative research in an inquiry process of understanding

based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or

human problem. The researcher builds of informants, and conducts the study in a natural setting”. Dikuatkan oleh David William (Moleong, 2007: 5) menyebutkan

bahwa istilah kualitatif adalah pengumpulan data pada satu latar ilmiah, dengan

menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang

tertarik secara ilmiah. Pendekatan kualitatif didasarkan atas fenomenologis yang

pada dasarnya bertujuan memperoleh pemahaman dan pengertian tentang perilaku

manusia ditinjau dari aktor perilaku manusia itu sendiri. Fenomenologis

mempelajari pengalaman manusia dalam kehidupan yang mempercayai bahwa

kebenaran itu akan terungkap melalui proses interaksi dan menyelami perilaku

pada setiap manusia atau kelompok manusia, sehingga pada akhirnya akan

memperoleh kesimpulan tentang apa yang penting, dinamis dan berkembang.

Selanjutnya Bogdan dan Biklen (1982: 5) mendefinisikan metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

(30)

Pendekatan ini diarahkan pada latar individu secara holistic (utuh), sejalan dengan

pendapat Nasution (1982: 5) bahwa ―penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah

mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka,

berusaha memahami bahasa lisan dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya‖.

Dalam implementasinya, metode-metode deskriftif tidak hanya terbatas

hanya sampai kepada interpretasi dan penyusunan data, akan tetapi meliputi

analisa dan interpretasi tentang arti data itu. Sebab itulah, maka dapat dilakukan

sebuah penelitian kualitatif.

Ciri-ciri pendekatan kualitatif, dikuatkan oleh Bogdan dan Biklen (1982:

27-29), Yaitu: (1) sumber data dalam penelitian kualitatif ialah situasi wajar atau

natural dan peneliti merupakan instrumen kunci; (2) riset kualitatif bersifat

deskriptif; (3) riset kualitatif lebih memperhatikan proses ketimbang hasil atau

produk semata; (4) peneliti kualitatif cenderung menganalisa data secara induktif;

(5) makna merupakan soal esensial bagi pendekatan kualitatif.

Selain ciri-ciri di atas, dapat ditambahkan pula sesuai dengan pendapat

Nasution (1988: 9-12) sebagai berikut: (1) Mengutamakan data langsung atau first

hand; (2) Triangulasi; (3) Menonjolkan rincian konstektual; (4) subjek yang

diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti; (5) Mengutamakan

perspektif emic; (6) Verifikasi, termasuk kasus negatif; (7) Sampling purposif; (8)

Menggunakan audit trail; (9) Partisipasi tanpa mengganggu; (10) Mengadakan

analisis awal sejak penelitian; (11) desain penelitian tampil dalam proses

(31)

Berdasarkan ciri-ciri diatas, peneliti dapat berkomunikasi secara langsung

dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal sampai

akhir proses penelitian. Fakta atau data itulah yang kemudian akan diberi makna

sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti. Ini

sejalan dengan pandangan Bogdan dan Biklen (1982: 31) yang antara lain

mengemukakan bahwa ― pendekatan kualitatif berusaha untuk memahami dan

menafsirkan makna tentang suatu peristiwa dan interkasi perilaku manusia dalam

situasi tertentu‖. Dengan demikkian, dalam rangka menemukan fakta dan data

secara alamiah itulah, yang melandasi peneliti menetapkan untuk menggunakan

pendekatan kualitatif terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Pendekatan Penelitian

Pemilihan pendekatan kualitatif karena dianggap sangat sesuai dengan

masalah yang menjadi fokus penelitian. Selain daripada itu, pendekatan ini

memiliki karakteristik yang menjadi kelebihannya. Dan penelitian kualitatif

memiliki karakter atau cirri-ciri tersediri dibandingkan dengan jenis penelitian

yang lain. Guba dan Lincoln dalam Al Wasilah (2009: 104-107) mengemukakan

bahwa, dalam pendekatan kualitatif terdapat 14 karakteristik yakni:

1. Latar alamiah; Secara ontologis suatu objek harus dilihat dalam konteksnya yang alamiah, dan pemisahan anasir-anasirnya akan mengurangi derajat keutuhan dan makna kesatuan objek itu, sebab makna objek itu tidak identik dengan jumlah keseluruhan bagian-bagian tadi.

2. Manusia sebagai alat (instrument); Peneliti menggunakan dirinya sebagai pengumpul data utama. Benda-benda lain selain manusia tidak dapat menjadi instrument karena tidak mampu memahami dan menyesuaikan diri dengan realitas yang sesungguhnya.

(32)

proporsional (proportional knowledge) karena pengetahuan jenis pertama itu banyak dipergunakan dalam peruses interaksi antara peniliti dan responden.

4. Metode-metode kualitatif; peniliti kualitatif memilih metode-metode kualitatif karena metode-metode inilah yang lebih mudah diadaptasikan dengan realitas yang beragam dan saling berinteraksi. 5. Sampel purposif; pemilihan sampel secara purposif atau teoritis

disebabkan peneliti ingin meningkatkan cakupan dan jarak data yang dicari demi mendapatkan realitas yang berbagi-bagai, sehingga segala temuan akan terlandaskan secara lebih mantap karena prosesnya melibatkan kondisi dan nilai lokal yang semuanya saling mempengaruhi.

6. Analisis data secara induktif;

7. Teori dilandaskan pada data di lapangan;

8. Desain penelitian mencuat secara alamiah; Para peneliti memilih desain penelitian muncul, mencuat, mengalir secara bertahap, bukan dibangun di awal penelitian.

9. Hasil penelitian berdasarkan negosiasi; Para peneliti naturalistik ingin melakukan negosiasi dengan responden untuk memahami makna dan interpretasi mereka ikhwal data yang memang diperoleh dari mereka. 10. Cara pelaporan kasus; Gaya pelaporan ini lebih cocok ketimbang cara

pelaporan saintifik yang lazim pada penelitian kuantitatif, sebab pelaporan kasus lebih mudah diadaptasikan terhadap deskripsi realitas di lapangan yang dihadapi para peneliti.

11. Interpretasi idiografik; Data terkumpul termasuk kesimpulannya akan diberi tafsir secara idiografik, yaitu secara kasus, khusus dan konstektual, tidak nomotetis, yakni berdasarkan hukum-hukum generalisasi.

12. Aplikasi tentatif; Peneliti kualitatif kurang berminat (ragu-ragu) untuk membuat klaim-klaim aplikasi besar dari temuannya karena realitas yang dihadapinya bermacam-macam.

13. Batas penelitian ditentukan fokus; Ranah teritorial penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh fokus penelitian yang memang mencuat ke permukaan.

14. Kepercayaan dengan kriteria khusus; Istilah-istilah seperti internalvalidity, external validity, reliability dan objectivity kedengaran asing bagi para peneliti naturalistik, karena memang bertentangan dengan aksioma-aksioma naturalistik. Keempat istilah tersebut dalam penelitian naturalistik diganti dengan credibility, transferability, dependability, dan confirmability.

Dalam pelaksanaannya di lapangan pada umumnya persamaan sifat dari

segala bentuk penelitian deskriptif digunakan karena masalah yang sedang diteliti

(33)

Dalam berbagai pengalaman dan penelitiannya, Guba dan Lincoln

(Moleong, 2007: 8) mengkaji kembali dan memadukan cirri-ciri penelitian

kualitatif yang dilakukannya dengan hasil penelaahan yang ditemukan Bogdan

dan Biklen (1982). Dan dalam kajian ini mereka mengupas 11 macam

karakteristik kualitatif yaitu sebagai berikut:

1. Latar Alamiah; Konsteksnya alamiah dari suatu keutuhan (entity). Ontology alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami dan dipisahkan.

2. Manusia sebagai alat (instrument); Penelitian sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.

3. Metode kualitatif; Peneliti menggunakan metode kualitatif yakni pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen.

4. Analisis data secara induktif;

5. Teori dari dasar (grounded theory); lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data.

6. Deskriptif; Data-data yang dikumpulkan adalah berupa data-data, kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.

7. Lebih mementingkan proses dari pada hasil;

8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus; Alasan pertama, batas menentukan kenyataan jamak yang kemudian mempertajam fokus. Kedua, penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan dengan interaksi antara peneliti dan fokus.

9. Adanya criteria khusus untuk keabsahan data; Penelitian ini meredifikasi validitas, reliabilitas, dan objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam penelitian klasik. 10. Desain yang bersifat sementara;

11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Dari kedua pendekatan di atas, dalam hal penelitian ini penulis lebih

cenderung untuk mengikuti karekteristik yang baru yakni, yang sebelas macam

karakteristik.

B. INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian deskriptif-kualitatif peneliti menjadi instrumen utama

(34)

informasi melalui pengamatan langsung (observasi), wawancara, maupun

penelaahan dokumen.

Instrumen penelitian yang menjadi perhatian adalah bahwa peneliti terjun

langsung ke lapangan menjadi pengamat, pembaca dan penilai situasi serta

kondisi proses pelatihan dan pembinaan yang berlangsung pada Paskibraka Kota

Bandung, serta bagaimana strategi pembinaan karakter patriotik itu, terprogram

dan terencana dalam seluruh aspek pada kegiatan yang dilakukan dalam pelatihan

tersebut. Selanjutnya yang dimaksud dengan peneliti sebagai pengamat adalah

peneliti tidak sekedar melihat peristiwa dalam situasi pelatihan dan pembinaan

yang ada, melainkan memberikan interpretasi dan menganalisa terhadap situasi

tersebut. Sedangkan peneliti sebagai pembaca situasi adalah peneliti melakukan

analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi tersebut, dan

selanjutnya menyimpulkan hasil penelitian untuk dimaknai.

Maleong (2007: 196-172) menjelaskan ciri-ciri manusia sebagai instrumen

yaitu sebagai berikut:

1. Responsif. Manusia sebagai instrument responsif terhadap lingkungan dan terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai manusia ia bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya.

2. Dapat menyesuaikan diri.Manusia sebagi instrumen hampir tidak terbatas dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi mengumpulkan data.

3. Menekankan kebutuhan. Manusia sebagai instrumen memanfaatkan imajinasi dan kretivitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu keutuhan, jadi sebagai konsteks yang berkesinambungan dimana mereka memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai suatu yang riel, benar dan mempunyai arti..

(35)

5. Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan idiosinkratik. Manusia sebagai instrumen memiliki pula kemampuan untuk menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu, atau yang tidak lazim terjadi.

C. SAMPLING DAN SATUAN KAJIAN

Dalam teknik sampling penelitian kualitatif tentu akan berbeda dengan

penelitian kauantitatif. Dalam penelitian kuantitaif, sampel yang dipilih dari suatu

populasi dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. maka, sampel

benar-benar akan mewakili ciri-ciri suatu populasi.

Dalam paradigma alamiah, menurut Guba dan Lincoln dalam Moloeng

(2007: 7) peneliti memulai dengan asumsi bahwa konteks itu kritis sehingga

masing-masing konteks itu ditangani dari segi konteksnya sendiri.

Penelitian kualitatif sangat berkaitan dengan faktor-faktor kontekstual.

Sedangkan yang dimaksud sampling dalam penelitian ini adalah untuk

mendapatkan sebanyak mungkin data dan informasi dari berbagai macam sumber

yang ada. Oleh karena itu, tujuannya bukanlah menitikberatkan pada adanya

perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan untuk dilakukan generalisasi.

Tujuannya antara lain untuk melihat dan merinci kekhususan yang ada dalam

ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling adalah menggali data

dan informasi yang akan menjadi dasar dalam rancangan dan teori-teori yang

muncul. Maka dari itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi

sampel bertujuan (purposive sample).

Menurut Moleong (2007: 224-225) sampel bertujuan dapat dilihat dan

(36)

1. Rancangan sample yang muncul, yaitu sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.

2. Pemilihan sampel secara berurutan.

3. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya, setiap sampel dapat sama kegunaannya. Namun, sesudah makin banyak informasi yang masuk dan makin mengembangkan hipotesis kerja maka sampel akan dipilih atas dasar fokus penelitian.

4. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan.

Maka dari itu, satuan kajian biasanya akan ditetapkan dan juga rancangan

penelitiannya. Sedangkan keputusan tentang penentuan sampel, besarnya, dan

strategi sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian.

Biasannya satuan kajian itu bersifat perseorangan, seperti siswa, anggota, atau

pasien yang akan dijadikan kajian.

Apabila perseorangan itu sudah ditentukan dan akan dijadikan kajian,

maka proses pengumpulan data dan informasi dipusatkan disekitarnya. Sesuatu

yang akan dikumpulkan adalah apa yang telah terjadi dalam kegiatannya, apa

yang mempengaruhinya, bagaimana perilakunya, dan seterusnya. Dalam konteks

penelitian ini, satuan kajiannya adalah instruktur, pelatih dan anggota Paskibraka

Kota Bandung, sedangkan sampelnya instruktur, pelatih dan anggota Paskibraka

yang menjadi sasaran proses observasi.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan empat teknik pada saat

proses pengumpulan data yakni observasi, wawancara, dokumentasi dan kajian

(37)

a. Tehnik Observasi

Dalam tehnik ini, peneliti akan ikut berperaan serta dalam kegiatan

pelatihan di lapangan maupun dalam kelas yang dilakukan atau diikuti oleh

semua responden. Peneliti akan ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan

responden tetapi tentunya tidak akan sepenuhnya diikuti. Hal ini tidak lain adalah

untuk menjaga suasana kondusif karena kedudukan peneliti sebagai orang diluar

sistem (pengamat) dan sebagai orang yang ikut berpartisipasi dalam lingkungan

responden. Walaupun ikut berpartisipasi, observasipun dilakukan secara terbuka,

maknanya diketahui oleh responden karena sebelumnya telah mengadakan survey

pendahuluan terhadap responden yang ada.

Setiap kegiatan yang dilakukan peneliti di atas, cocok dan sesuai dengan

apa yang diungkapkan Moleong (2007: 163) bahwa ―ciri has penelitian kualitatif

tidak bisa dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peran penelitilah

yang menentukan keseluruh sekenarionya‖. Selanjunya Bogdan dalam Moleong

(2007: 164) menjelaskan bahwa:

Pengamatan berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan interaaksi sosial, yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematik dan berlaku tanpa gangguan.

Dengan demikian, agar hasil observasi ini dapat membantu menjawab dari

tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka dalam penelitian ini, peneliti

menyesuaikan dengan apa yang diungkapkan oleh Merriam dalam Alwasilah

(2006: 215-216) yakni dalam observasi harus ada lima unsur penting sebagai

(38)

(activity and interaction); 4). Frekuensi dan durasi (frequency and duration); dan

5). Faktor substil (subtle factors).

Selajutnya Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007: 174-175)

memberikan beberapa alasan, mengapa dalam penelitian ini pengamatan harus

dimanfaatkan sebesar-besarnya. Hal ini dikarenakan dapat memberikan bantuan

sebagai berikut:

Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.

Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

Keempat, sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau bias.

Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.

Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat‖.

Pada saat melakukan observasi, peneliti mencatat setiap fenomena yang

terjadi. Dan pada saat sesampainya di rumah catatan yang telah dibuat pada saat

di lapangan, langsung ditranskrif ke dalam catatan lapangan.

Untuk mengkonfirmasi dan menindaklanjuti temuan-temuan dilapangan

pada saat pengamatan langsung yang sudah dituangkan ke dalam catatan

lapangan, selanjutnya peneliti melakukan proses wawancara terhadap instruktur,

(39)

b. Tehnik Wawancara

Tehnik wawancara dilakukan dengan mengacu pada instrumen yang telah

dibuat (pedoman wawancara), berupa rangkaian pertanyaan yang tidak

berstruktur yang dapat dikembangkan terus, baik terhadap instruktur, pelatih

maupun anggota Paskibraka. Maka diperoleh data atau informasi yang valid dan

akurat. Selain dibuat pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman wawancara,

peneliti juga menggunakan tape recorder serta kamera sebagai alat bantu

penelitian.

Sedangkan maksud dan tujuan melakukan wawancara, seperti yang

dikatakan oleh Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007: 186) antara lain sebagai

berikut:

Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.

Selanjutnya Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2006: 195)

mengungkapkan ada lima langkah penting dalam melakukan intervieu, yakni: 1)

Menentukan siapa yang diinterviu; 2) Menyiapkan bahan-bahan intervieu; 3)

Langkah-langkah pendahuluan; 4) Mengatur kecepatan mengintervieu dan

mengupayakan agar tetap produktif; dan 5) Mengakhiri intervieu.

Sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan oleh Guba dan

Lincoln di atas, maka langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah

(40)

Setelah ditetapkan orang yang akan diintervieu, maka selanjutnya peneliti

menyusun pedoman wawancara sebagai acuan dalam peraktek wawancara agar

terarah kepada fokus penelitian, dan pada pelaksanaannya pertanyaan akan

terlontar secara sistematis sesuai dengan pedoman, tetapi tidak jarang

ditambahkan beberapa pertanyaan atas fenomena baru yang mencuat.

Dalam pedoman wawancara isinya akan mengacu kepada rumusan

masalah, ruang lingkup dan pedoman wawancara berbeda setiap sasaran

responden yang diwawancarai.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah: wawancara,

observasi partisipatif secara langsung di sekretariat Purna Paskibraka Indonesia,

jalan Matraman No 17 Bandung. Sedangkan wawancara akan dilakukan dengan

anggota paskibraka, pembina, pelatih dan instruktur (akan dipilih) yang

benar-benar mewakili populasi. Selanjutnya wawancara dengan orang-orang tertentu

yaitu Dinas Pendidikan Kota Bandung yang mewadahinya. Wawancara akan

dilakukan berulang kali sebagai Cross Chek (triangulasi) dan akan direkam

menggunakan alat perekam, agar diperoleh data yang valid dan ajeg. Sebelum

dilakukan wawancara akan dipersiapkan terlebih dahulu Guiding Quetions yang

relavan dengan tema penelitian ini. Data-data lainnya yang juga akan diusahakan

yaitu mendapatkan dokumen-dokumen paskibraka, booklet, dan agenda-agenda

lainnya di sekretariat Purna Paskibraka Indonesia. Semua data tersebut akan

dikumpulkan, dipilih, dan dianalisa. Data yang lain yang sudah penulis

kumpulkan adalah: buah buku tentang pendidikan karakter dan artikel, jurnal,

(41)

yang dipilih, karena paskibraka adalah adalah siswa-siswi pilihan yang dikirim

melalui proses seleksi dan dibina untuk mengenban tugas mengibarkan dupilikat

bendera pusaka.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam hal ini tidak lain adalah mengkaji dan

mempelajari dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan masalah penelitian.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Guba dan Lincoln dalam Alwasilah

(2006: 156) menyatakan bahwa:

 Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari, sekali pun dokumen tidak lagi berlaku.

 Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan dan kekeliruan interpretasi.  Dokumen itu merupakan sumber data yang relatif mudah dan murah

dan terkadang dapat diperoleh dengan cuma-cuma.

 Dokumen merupakan sumber data yang non reaktif dan alami.

 Dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi informasi yang diperoleh lewat intervieu atau observasi‖.

Pada penelitian ini, tehnik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui

dokumen tentang bagaimana kurikulum dan proses strategi pembinaan karakter

patriotik Paskibraka Kota Bandung sebelum penelitian. Dan dokumen tersebut

diperoleh dari instruktur dan pelatih Paskibraka Kota Bandung berbentuk silabus,

rencana pelatihan (Renlat). Selain itu dokumen yang berhubungan dengan

organisasi Paskibraka, diperoleh oleh peneliti dari sekretariat Paskibraka. Dan

dokumen lain berasal dari Purna Paskibraka Indonesia kota Bandung yang

dianggap mendukung pada pengembangan disiplin dan pembelajaran pendidikan

agama Islam, serta kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan strategi pembinaan

(42)

d. Tehnik Studi Pustaka

kajian pustaka dilakukan dalam rangka mengumpulkan data ilmiah dari

berbagai literatur yang berhubungan dengan konsep strategi pembinaan karakter

patriotik melalui Paskibraka Kota Bandung, kegiatan pembelajaran serta metode

penelitian pendidikan.

Untuk mendapatkan data-data ilmiah ini, penulis mengkaji berbagai

referensi diantaranya; 1) Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Bandung; 2) Perpustakaan Program Studi Pendidikan Umum SPs UPI; 3)

perpustakaan Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung; 4)

Sekretariat Purna Paskibraka Indonesia Kota Bandung; 5) Perpustakaan penulis

sendiri; 6) Internet dan sumber lain yang mendukung terhadap penulisan

penelitian tesis ini.

E. TAHAPAN-TAHAPAN PENELITIAN

Dalam rangka mendapatkan data secara maksimal, penulis melakukan

penelitian dengan beberapa tahapan yaitu melalui: orientasi lapangan , eksplorasi,

pencatatan data, dan analisis data.

a. Tahapan Orientasi

Pada tahapan orientasi, awalnya peneliti mengadakan survey ke sekretariat

Purna Paskibraka Kota Bandung (PPI), yang diawali dialog dengan instrukrur

dan pelatih. Setelah mendapatkan informasi dan izin dari ketua PPI, penulis

(43)

karakter patriotik melalui Paskibraka sebagai wujud internalisasi nilai-nilai dalam

pendidikan umum/ nilai.

Dari hasil pendekatan tersebut peneliti mengambil dua unsur responden

yaitu Instruktur, pelatih anggota Paskibraka dan Purna Paskibraka Indonesia kota

Bandung.

b. Tahapan Eksplorasi

Pada tahapan ini peneliti mulai melakukan kunjungan pada sekretariat dan

responden, serta mulai mengenal dekat dengan responden. Selanjutnya meningkat

dengan mengamati sekaligus berpartisipasi bersama responden. Sehingga penulis

dapat melaksanakan wawancara dengan instruktur, pelatih, anggota Paskibraka

dan Purna Paskibraka Indonesia kota Bandung.

Untuk mendukug kelengkapan data, peneliti pun mencari informasi dari

responden yang berasal dari anggota Paskibraka yang mewakilinya.

Proses pengamatan dilakukan dengan membuat janji terlebih dahulu

dengan instruktur, pelatih anggota Paskibraka dan PPI.

Pengamatan selanjutnya dilakukan di lapangan maupun dalam kelas pada

saat kegiatan pemusatan pendidikan dan latihan dasar anggota Paskibraka

c. Tahapan Pencatatan Data

Hasil catatan merupakan rekaman hasil observasi dan wawancara, yang

dilakukan ketika di lapangan berupa catatan-catatan singkat atau catatan kunci.

Setiap kali menemukan infoemasi baru dan mencuat segera dicatat, agar tidak

(44)

Selanjutnya langkah-langkah penulisan catatan lapangan yang dilakukan

oleh peneliti, sebagaimana yang dikatakan oleh Moleong (2006: 216-217)

sebagai berikut:

1. Pencatatan awal. Pencatatan ini dilakukan sewaktu berada di latar penelitian dengan jalan hanya menuliskan kata-kata kunci pada buku nota.

2. Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal. Pembuatan catatan ini dilakukan dalam suasana yang tenang dan tidak ada gangguan. Hasilnya sudah berupa catatan lapangan lengkap.

3. Apabila sewaktu ke lapangan penelitian kemudian teringat bahwa masih ada yang belum dicatat dan dimasukan dalam catatan lapangan, dan hal itu dimasukan.

d. Tahapan Analisis Data

Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan cara

bekerja sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh, mengorganisasikan dan

mengolah data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

diamggap penting, serta menentukan apa yang dapat diceritakan kepada orang

lain.

Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan ke dalam

catatan lapangan, maka selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisa. Pengolahan

dan penganalisaan data merupakan bagian dari upaya untuk menata data secara

sistematis. Tujuannya antara lain untuk meningkatkan pemahaman peneliti pada

berbagai masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya.

Seiddel dalam Moleong (2007: 248) mengatakan bahwa dalam proses

(45)

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mengsintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeknya.

3. Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, serta membuat temuan-temuan umum.

Tahapan selanjutnya adalah analisis data yang menurut Janice Mc Drury

dalam Moleong (2007: 248) harus dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni: ―a)

Membaca/ mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada

dalam data; b) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema

yang berasal dari data;c) Menuliskan model yang ditemukan; dan d) Koding yang

telah dilakukan‖.

Melihat paparan di atas, maka proses analisis data dalam penelitian ini

akan dikembangkan berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Selanjutnya

dituangkan dalam catatan lapangan untuk dikategorikan berdasarkan pengkodean

yang telah dibuat. Lalu peneliti memilih kategori yang terdapat hubungan dengan

fokus penelitian untuk dianalisis dan diberi makna sehingga menghasilkan sebuah

teori.

Untuk melihat alur analisis data dalam penelitian ini, dapat dilihat dalam

(46)

e. Tahapan Pelaporan

Data yaang telah dilakukan analisa maka kemudian dipadukan dengan

teori-teori yang sesuai dengan konsepsi penulis tentang permasalahan yang

menjadi fokus penelitian. Proses pemaduan konsepsi penelitian dituangkan pada

laporan penelitian yang sistematikanya mengacu pada pedoman penulisan karya

tulis ilmiah dari Universitas Pendidikan Indonesia edisi 2011.

Selain itu, dalam rangka menyempurnakan laporan penelitian dilakukan

proses bimbingan secara berkelanjutan dengan dosen pembimbing, baik

pembimbing I maupun pembimbing II.

F. VALIDISASI DAN REALIBILITAS DATA

Untuk menguji kebenaran secara ilmiahnya serta memiliki nilai keajegan,

maka dalam penelitian ini harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas data

yang ditemukan di lapangan.

a. Validasi Data

Sesuai dengan yang dinyatakan Alwasilah (2009: 169) bahwa ―validitas

adalah kebenaran dan kejujuran sebuah deskripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran

dan segala jenis laporan‖. Dan apabila ada ancaman terhadap validitas, hanya

dapat ditangkis dengan bukti, bukan dengan metode. Karena metode hanyalah alat

untuk mendapatkan bukti.

Untuk menguji validitas ini, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada

(47)

Alwasilah (2006: 175-184) yang mengemukakan 14 teknik dalam menguji

validitas penelitian sebagai berikut:

1) Pendekatan Modus Operandi (MO); 2) Mencari bukti yang menyimpang dan kasus negatif; 3) Triangulasi; 4) Masukan, asupan atau feedback; 5) Mengecek ulang atau member checks; 6) ―Richdata‖ atau data yang melimpah; 7) Quasi-statistics; 8) Perbandingan; 9) Audit; 10) Observasi jangka panjang (long-term observation); 11) Metode partisipatori (participatory mode of research); 12) Bias penelitian; 13) Jurnal reflektif (reflective Journal); dan 14) Catatan pengambilan keputusan.

Dari keempat belas teknik tersebut, dalam penelitian ini hanya terdapat 5

(lima) teknik yang dianggap dapat mewakili teknik-teknik tersebut yakni:

triangulasi, member checks, metode partisipatori, jurnal reflektif dan catatan

pengambilan keputusan.

1. Triangulasi

Alwasilah (2006: 175) menyebutkan bahwa ―Triangulasi merupakan

teknik yang merujuk pada informasi atau data dari individu dan latar dengan

menggunakan berbagai metode‖. Sejalan dengan pendapat itu Moleong (2007:

330) mengungkapkan bahwa ―Triangulasi adalah sebagai teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain‖. Selanjutnya Patton dalam

Moleong (2007: 330) menyatakan bahwa triangulasi dapat dicapai dengan jalan

sebagai berikut:

Gambar

Tabel 2.1. Kekuatan dan kelemahan Teori Belajar ..............................................61
Gambar 2.1 Grand Disain Pembangunan Karakter Banggsa 2010 2025.......................32

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan teknik validitas data menggunakan metode triangulasi data.Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, Public Relations Solo Paragon Lifestyle Mall

2 Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2011), hal.. Data sekunder yaitu "data yang diperoleh dari sumber kedua atau..

Penelitian ini menggunakan sampel 100 (seratus) responden. Teknik pengujian instrument dalam penelitian ini yaitu uji validitas, uji reliabilitas, sedangkan analisis data

Studi literatur, yaitu untuk memperoleh informasi yang digunakan dalam mengumpulkan data dengan cara membaca dari buku-buku atau media cetak lainnya yaitu tentang

Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis memperoleh data mengenai pembinaan kesadaran beragama pada kehidupan anak jalanan yang dilakukan di Rumah Singgah Anak Kurnia baik,

Angka ini menunjukkan bahwa antara suhu udara dengan konsentrasi karbon monoksida memiliki signifikansi pada derajat kepercayaan 0,01 pada sore dan keseluruhan

observasi dan analisis dokumen. Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini digunakan trianggulasi data. Sedangkan teknik analisis data menggunakan model analisis

Pada penelitian mengenai Strategi Proses Produksi Program Dahsyat Weekend (Studi Kasus Tim Kreatif) menggunakan Teknik Keabsahan Data. a) Credibility: data yang diperoleh harus