• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK (Studi Tentang Partisipasi Yayasan “KAKAK” di Surakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK (Studi Tentang Partisipasi Yayasan “KAKAK” di Surakarta)"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK

(Studi Tentang

Partisipasi Yayasan “KAKAK” d

i Surakarta)

Skripsi

Oleh:

DEWI DAMAYANTI

NIM K6407020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK

(Studi Tentang Partisipasi Yayasan “KAKAK” di Surakarta)

Oleh:

DEWI DAMAYANTI

NIM: K6407020

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Progam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Dewi Damayanti. PENCEGAHAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK (Studi Tentang Partisipasi Yayasan “KAKAK” di Surakarta). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Faktor-faktor apa yang menyebabkan anak berada pada situasi eksploitasi seksual komersial, 2) Bagaimana

partisipasi yayasan “KAKAK” dalam mencegah eksploitasi seksual komersial anak, 3)

Hambatan apa yang dihadapi yayasan “KAKAK” dalam mencegah eksploitasi seksual

komersial anak.

Penelitian ini menggunakan metode diskriptif kualitatif. Strategi penelitiannya menggunakan strategi tunggal terpancang. Sumber data diperoleh dari informan, peristiwa/aktivitas serta dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive

sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara,

observasi dan analisis dokumen. Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini digunakan trianggulasi data. Sedangkan teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1) pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) penyajian data, 4) penarikan kesimpulan/verifikasi. Adapun prosedur penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) tahap persiapan, 2) tahap pengumpulan data, 3) tahap analisis data, 4) tahap penyusunan laporan penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Faktor-faktor yang menyebabkan anak berada pada situasi eksploitasi seksual komersial yaitu: Faktor keluarga dan teman, Faktor teknologi informasi dan komunikasi, Faktor sosial ekonomi, Faktor pengalaman seksual dini. 2) Yayasan KAKAK berpartisipasi dalam mencegah eksploitasi seksual komersial anak meliputi: a) Sosialisasi-sosialisasi pencegahan ESKA, b) Kampanye-Kampanye Pencegahan ESKA, c) Mewujudkan partisipasi anak dan masyarakat melalui pendidikan komunitas, d) Mengadakan diskusi-diskusi dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, e) Advokasi kebijakan. 3) Hambatan

yang dihadapi yayasan “KAKAK” dalam mencegah eksploitasi seksual komersial anak

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Dewi Damayanti. THE PREVENTION OF COMMERCIAL SEXUAL

EXPLOITATION AGAINST CHILDREN (A Study on the Participation of “KAKAK”

Foundation in Surakarta). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, 2011.

The objectives of research are to find out: (1) the factors leading the children to

the situation of commercial sexual exploitation, (2) how the participation of “KAKAK”

foundation is in preventing the commercial sexual exploitation against children, and (3)

the obstacle the “KAKAK” foundation faces in preventing the commercial sexual exploitation against children.

This research employed a descriptive qualitative method. The research strategy used was a single embedded strategy. The data source derived from informant, event/activity as well as document. The sampling technique used was purposive sampling. Technique of collecting data used interview, observation and document analysis. Data triangulation was used to validate the data of research. Meanwhile the technique of analyzing data used was an interactive model of analysis with the following steps: 1) data collection, 2) data reduction, 3) data display, and 4) conclusion drawing/verification. The procedure of research included: 1) preparation, 2) data collection, 3) data analysis, and 4) research report writing.

Considering the result of research, it can be concluded that: 1) the factors leading the children to the situation of commercial sexual exploitation include: family and friend, information and communication technology, social economic, and earlier sexual experience factors. 2) KAKAK foundation participates in preventing the commercial sexual exploitation against children against children as: a) socializations about the prevention of commercial sexual exploitation against children (ESKA) b) campaigns of sexual exploitation against children (ESKA) prevention c) Manifesting the

children’s and society’s participation through community education, d) Holding

discussions and cooperation with the related parties, and e) policy advocacy. 3) The

obstacles the “KAKAK” foundation faces in preventing the commercial sexual

exploitation against children include: a) internal obstacles: limited human resource in KAKAK foundation, b) external obstacles: (1) From society: the society have not been motivated to prevent sexual exploitation against children (ESKA). (2) From children: the schedule of socialization in the region is frequently coincided with the lesson schedule. (3) From family: some families or parents come from lower-middle economic level that tend to be less aware of the importance of education and protection for their children. (4) From the related parties: some different opinions frequently arise during discussion

(7)

commit to user

vii

MOTTO

“Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar menahan diri. Jika anak

dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia akan belajar kebenaran dan

keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan belajar menaruh

kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia akan belajar

menemukan cinta dalam kehidupan”

(Dorothy Law Nolte)

Berani berkata tidak. Berani menghadapi kebenaran. Kerjakan sesuatu yang

benar karena itu benar. Ini adalah kunci untuk hidup d

engan integritas”

(W. Clement Stone)

Hanya mereka-mereka yang sabar mengerjakan hal-hal yang sederhana dengan

sempurnalah yang akan meraih keterampilan yang dibutuhkan untuk mengerjakan

hal-

hal sulit dengan mudah”

(Friedrich Schiller)

Bahkan suatu kesalahan dapat berubah menjadi suatu hal yang perlu untuk suatu

kemajuan yang bermanfaat”

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Teriring rasa syukur kepada Allah SWT,

skripsi yang tersusun dengan penuh

kesungguhan ini, penulis persembahkan

kepada :

1.

Ibu dan Bapak tercinta atas doanya

2.

De’ Oka yang tersayang

3.

Happy Oktavian atas semangatnya

4.

Teman-teman FKIP PPKn angkatan

2007

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan

skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan.

Banyak kendala yang dihadapi penulis dalam penyelesaian skripsi ini,

namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kendala yang timbul dapat

teratasi, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada yang terhormat:

1.

Prof. Dr. H. Muhammad Furqon Hidayatullah, M.Pd; Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

2.

Drs. Saiful Bachri, M.Pd; Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah menyetujui ijin atas permohonan penyusunan skripsi ini.

3.

Dr. Sri Haryati, M.Pd; Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan dan selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan

pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4.

Prof. Dr. Sri Jutmini, M.Pd; Pembimbing I yang telah memberikan

persetujuan, pengarahan, bimbingan dan petunjuk serta motivasi dalam

penyusunan skripsi ini.

5.

Dr. Triyanto, S.H, M.Hum; Pembimbing II yang tiada henti-hentinya

memberikan pengarahan, dorongan, motivasi, bimbingan teknis dan saran

dalam penyusunan skripsi ini.

6.

Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal pengetahuan untuk

penyusunan skripsi ini.

(10)

commit to user

x

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari

Allah SWT.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan mencurahkan

segala kemampuan dengan harapan agar memenuhi persyaratan sebagai suatu

karya ilmiah yang bermanfaat. Namun mengingat adanya keterbatasan

pengetahuan, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam skripsi ini,

maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Surakarta, September 2011

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN

ABSTRACT

... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

A.

Latar Belakang Masalah ... 1

B.

Perumusan Masalah ... 8

C.

Tujuan Penelitian ... 8

D.

Manfaat Penelitian ... 8

BAB II

LANDASAN TEORI ... 10

A.

Tinjauan Pustaka ... 10

1. Anak ... 10

a. Pengertian Anak ... 10

b. Hak dan Kewajiban Anak ... 12

2. Pencegahan Eksploitasi Seksual Komersial Anak ... 14

a.

Pencegahan ... 14

b.

Eksploitasi ... 15

c.

Eksploitasi Seksual ... 16

(12)

commit to user

xii

e.

Eksploitasi Seksual Komersial Anak ... 18

f.

Bentuk-bentuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak ... 21

g.

Pelaku Seks terhadap Anak ... 30

h.

Faktor-faktor

Terjadinya

Eksploitasi

Seksual

Komersial Terhadap Anak ... 32

i.

Anak-anak yang Rentan terhadap Eksploitasi Seksual

Komersial ... 33

j.

Faktor-faktor yang Membuat Anak Menjadi Rentan ... 34

k.

Dampak Eksploitasi Seksual Komersial terhadap Anak 40

3. Partisipasi ... 42

a.

Pengertian Partisipasi ... 42

b.

Arti Penting Partisipasi Warga Negara ... 45

4. Yayasan ... 48

a.

Pengertian Yayasan ... 49

b.

Tujuan Yayasan ... 49

c.

Struktur Organisasi Yayasan ... 52

d.

Kedudukan Hukum Yayasan dalam Sistem Hukum

Indonesia ... 52

B.

Kerangka Berpikir ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 55

A.

Tempat dan Waktu Penelitian ... 55

1. Tempat Penelitian ... 55

2. Waktu Penelitian ... 55

B.

Bentuk dan Strategi Penelitian ... 56

1. Bentuk Penelitian ... 56

2. Strategi Penelitian ... 56

C.

Sumber Data ... 57

1. Informan ... 58

2. Peristiwa atau Aktivitas ... 59

(13)

commit to user

xiii

D.

Teknik Sampling ... 59

E.

Teknik Pengumpulan Data ... 60

1. Wawancara ... 61

2. Observasi ... 61

3. Analisis Dokumen ... 62

F.

Validitas Data ... 62

G.

Analisis Data ... 63

1. Pengumpulan Data ... 64

2. Reduksi Data ... 64

3. Penyajian Data ... 64

4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi ... 64

H.

Prosedur Penelitian ... 65

1. Persiapan ... 66

2. Pengumpulan Data ... 66

3. Analisis Data ... 66

4. Penyusunan Laporan Penelitian ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 67

A.

Deskripsi Lokasi Penelitian ... 67

1.

Sejarah Berdirinya Yayasan KAKAK ... 67

2.

Visi dan Misi Yayasan KAKAK ... 68

3.

Tujuan, Mandat dan Peran Strategis Yayasan KAKAK... 69

4.

Susunan Organisasi Yayasan KAKAK ... 70

B.

Deskripsi Hasil Penelitian ... 71

1.

Gambaran Terjadinya Eksploitasi Seksual Komersial

Anak di Surakarta ... 71

2.

Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Berada Pada

Situasi Eksploitasi Seksual Komersial ... 76

(14)

commit to user

xiv

4.

Hambatan yang Dihadapi Yayasan KAKAK dalam

Mencegah Eksploitasi Seksual Komersial Anak ... 102

C.

Temuan Studi ... 108

D.

Pembahasan ... 118

1.

Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Berada Pada

Situasi Eksploitasi Seksual Komersial ... 118

2.

Partisipasi Yayasan KAKAK dalam Mencegah Eksploitasi

Seksual Komersial Anak ... 121

3.

Hambatan yang Dihadapi Yayasan KAKAK dalam

Mencegah Eksploitasi Seksual Komersial Anak ... 128

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 132

A.

Kesimpulan ... 132

B.

Implikasi ... 133

C.

Saran ... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 137

(15)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 55

Tabel 2. Susunan Organisasi Yayasan KAKAK ... 70

Tabel 3. Jumlah dan Asal Anak Korban ESKA di Surakarta ... 72

Tabel 4. Kategori ESKA ... 73

Tabel 5. Jenis Kelamin Anak Korban ESKA di Surakarta ... 74

Tabel 6. Usia Anak Korban ESKA di Surakarta ... 75

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Anak Korban ESKA di Surakarta ... 76

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berfikir ... 54

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.

Data Situasi ESKA ... 140

Lampiran 2.

Bentuk Kegiatan Yayasan KAKAK di Sekolah dan Wilayah . 141

Lampiran 3.

Catatan Lapangan ... 142

Lampiran 4.

Panduan Wawancara ... 217

Lampiran 5.

Panduan Pengamatan ... 221

Lampiran 6.

Foto Kegiatan Penelitian ... 222

Lampiran 7.

Trianggulasi Data ... 225

Lampiran 8.

Materi Sosialisasi tentang Kekerasan dan ESKA ... 228

Lampiran 9.

Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi kepada Dekan

FKIP UNS ... 233

Lampiran 10.

Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin Penyusunan

Skripsi ... 234

Lampiran 11.

Surat Permohonan Ijin

Research/Try Out

kepada Rektor UNS . 235

Lampiran 12.

Surat Permohonan Ijin

Research/Try Out

kepada Pimpinan

Yayasan KAKAK Surakarta ... 236

Lampiran 13.

Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian kepada Walikota

Surakarta ... 237

(18)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Anak-anak adalah masa depan, bukan hanya untuk dirinya sendiri dan

keluarganya, tetapi juga untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Mereka adalah

masa depan kemanusiaan. Dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian

dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

tentang Hak Anak Tahun 1989.

Anak-anak sebagai harapan dan penerus generasi bangsa, perlu

mendapatkan perhatian yang maksimal baik dari masyarakat maupun dari

pemerintah. Sebagai harapan bangsa, maka kesejahteraan anak harus ditingkatkan

dan mendapatkan perhatian yang lebih agar mereka dapat menjadi generasi

penerus bangsa yang berkualitas. Anak merupakan tumpuan bangsa, negara,

masyarakat dan juga keluarga, sehingga harus diperlakukan khusus agar dapat

tumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik, mental maupun rohaninya.

Namun kenyataan yang terjadi, kesejahteraan dan perlindungan hak-hak

anak masih sangat rendah, terbukti dengan masih banyak anak-anak yang terjerat

dalam komersialisasi seksual orang-orang dewasa di sekitar mereka. Nasib

anak-anak negeri ini sudah semakin parah, mereka dijerumuskan oleh berbagai pihak

dan masuk dalam situasi eksploitasi seksual komersial.

Ekspoitasi Seksual Komersial Anak yang selanjutnya disingkat ESKA

merupakan kejahatan yang menimpa anak-anak. Deklarasi dan Agenda Aksi

Stockholm, Swedia Tahun 1996 untuk menentang Eksploitasi Seksual Komersial

Anak mendefinisikan ESKA sebagai:

(19)

commit to user

merupakan sebuah bentuk pemaksaan dan kekerasan terhadap anak, dan

mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa serta perbudakan modern. (

End

Child Prostitution In Asia Tourism Internasional

, 2006: 4)

Bentuk-bentuk ESKA yang utama dijumpai adalah pelacuran anak,

pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.

Menurut laporan situasi anak dan perempuan (UNICEF 2000), anak dibawah

usia 18 tahun yang tereksploitasi secara seksual dilaporkan mencapai 40-70

ribu anak. Sementara itu, menurut Pusat Data dan Informasi CNSP Center,

pada tahun 2000, terdapat sekitar 75.106 tempat pekerja seks komersial yang

terselubung ataupun yang "terdaftar". Sementara itu, menurut M. Farid

(2000), memperkirakan 30 % dari penghuni rumah bordil di Indonesia

adalah perempuan berusia 18 tahun ke bawah atau setara dengan 200-300

ribu anak-anak. Di Malaysia dilaporkan terdapat 6.750 pekerja seks

komersial (PSK) dan 62,7 % dari jumlah PSK tersebut berasal dari

Indonesia atau sekitar 4.200 orang dan 40% dari jumlah tersebut adalah

anak-anak berusia antara 14-17 tahun. (Arist Merdeka Sirait:2010,

http://www.djpp.depkumham.go.id)

Laporan ini kembali diperkuat oleh

International Labour Organisation

(ILO)

pada tahun 2004, dimana ada sekitar 7452 anak-anak di kawasan Pulau

Jawa seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan sekitar 14.000 anak-anak

di kawasan Jakarta dan Jawa Barat, yang melakukan aktivitas seksual komersia

l”.

(Irwanto dkk, 2008:5)

Anak yang berada pada situasi Eksploitasi Seksual Komersial Anak

(ESKA) mengalami situasi yang merugikan mereka, sehingga mereka disebut

korban. Mereka mengalami penyiksaan, pemukulan, pelecehan seksual yang tidak

berperikemanusiaan oleh klien, mucikari, dan germo. Dampaknya ke anak adalah

berupa kerugian secara fisik, seperti terjangkit penyakit seksual dan HIV&AIDS.

Selain itu tekanan psikologis seperti trauma, stres, bahkan ingin bunuh diri.

Eksploitasi seksual komersial pada anak, seperti menjadikan anak sebagai pelacur

selain menghina martabat manusia juga menodai hak asasi manusia.

Dalam hal ini menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak Pasal 59 menegaskan bahwa:

(20)

commit to user

seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban

penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

(napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban

kekerasan, baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan

anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa pemerintah dan lembaga negara

lainnya wajib melindungi anak-anak yang menjadi korban dari berbagai tindakan

dan situasi yang disebutkan di atas.

Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB mengenai hak-hak anak

(KHA) melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 yang menjadi

momentum penting dalam upaya-upaya pemerintah dan masyarakat madani dalam

melindungi hak-hak anak. Konvensi ini merupakan sebuah traktat atau perjanjian

internasional yang mengatur pengakuan, penghormatan, dan perlindungan

terhadap hak-hak fundamental anak. Dalam Pasal 32 semua negara pihak

diharapkan melindungi anak dari semua bentuk eksploitasi yang membahayakan

fisik dan moral anak. Pasal 34 secara spesifik mengharapkan semua negara pihak

untuk mengambil berbagai tindakan di tingkat nasional, bilateral, atau multilateral

untuk mencegah eksploitasi anak untuk tujuan seksual.

Eksploitasi seksual komersial anak telah dijadikan sebagai salah satu isu

nasional dan mendapat perhatian dari pemerintah untuk mengatasinya. Hal ini

dapat dilihat dari Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana

Aksi Nasional Penghapusan Ekspoitasi Seksual Komersial Anak. Pemerintah

Indonesia berpandangan bahwa ESKA adalah kejahatan kemanusiaan dan

pelanggaran berat hak asasi manusia yang harus diberantas. Kemudian diikuti

dengan dirumuskannya Rencana Aksi Nasional Perdagangan Anak dan

Perempuan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 88 Tahun 2002. Sejak

disahkan Keppres ini, beberapa lembaga khususnya institusi pemerintah mulai

memasukkan isu ESKA dalam programnya. Kemudian sejak munculnya Rencana

Aksi Nasional ini perhatian beberapa LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) juga

mulai meningkat untuk segera melakukan langkah-langkah strategis dalam

(21)

commit to user

Secara legislatif Indonesia memang menunjukkan kemajuan yang

bermakna dalam menunjukkan komitmennya untuk memberantas eksploitasi

seksual dan perdagangan anak, ini terwujud dengan terbitnya Undang-Undang

Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang Nomor 21 Tahun 2007. Meskipun demikian

persoalan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) belum memperoleh

perhatian yang memadai.

Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Eksploitasi Seksual

Komersial Anak telah diadopsi tetapi implementasinya dan monitoring terhadap

Rencana Aksi Nasional ini masih lemah. Hal ini disebabkan oleh karena RAN

tersebut belum diadopsi secara luas di tingkat nasional karena kurangnya promosi

dan kesadaran yang dilakukan pemerintah pusat. Pemerintah Provinsi enggan

untuk mengadopsi dan mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional tersebut

karena kurang memahami tentang masalah ESKA. Hal ini mengakibatkan celah

yang besar dalam implementasi kebijakan-kebijakan nasional untuk melindungi

anak dari eksploitasi seksual komersial.

Perlindungan khusus yang bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi

dan/ atau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Undang-Undang tentang

Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 yang telah disebutkan sebelumnya

merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

Kemudian dalam Pasal 66 ayat (2) perlindungan khusus bagi anak yang

dieksploitasi dilakukan melalui:

1.

penyebarluasan dan/ atau sosialisasi ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi

secara ekonomi dan/ atau seksual;

2.

pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan

3.

pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja,

lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan

eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/ atau seksual.

Berdasarkan pemahaman Undang-Undang tentang Perlindungan Anak

Nomor 23 Tahun 2002 ini, masyarakat juga dapat berperan serta atau

berpartisipasi dalam upaya perlindungan anak. Peran masyarakat sebagaimana

(22)

commit to user

memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.

Dalam ayat (2) menjelaskan peran masyarakat dimaksud dilakukan oleh orang

perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan,

lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan

usaha, dan media massa. Selanjutnya pada Pasal 73 dijelaskan pula bahwa peran

masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Kota Solo merupakan salah satu daerah rawan ESKA, Yayasan

Kepedulian Untuk Konsumen Anak (KAKAK) adalah sebuah Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) yang salah satu fokusnya adalah perlindungan anak khususnya

dari kekerasan dan eksploitasi seksual komersial. Pihak ini dinilai sangat berperan

dalam memberikan bantuan terhadap anak-anak korban kekerasan dan ESKA

serta mengupayakan penegakan hak-hak asasi anak.

Adapun catatan yang dimiliki yayasan KAKAK yaitu:

Pada tahun 2005-2008, KAKAK mendampingi 111 anak korban ESKA,

sedangkan pada tahun 2009-April 2010, KAKAK mendampingi 42 anak

korban ESKA. Jumlah ini tentu saja hanya sebagian saja. Dari 42 anak

korban ESKA, 70% diantaranya adalah anak sekolah yang duduk dibangku

SMP dan SMA. Anak perempuan dan anak laki-laki, keduanya sama-sama

rentan menjadi korban ESKA. Terbukti dari pendampingan yang dilakukan

KAKAK juga ada korban anak laki-laki. Untuk jumlah anak perempuan

memang lebih banyak dari anak laki-laki. Akan tetapi dari hasil informasi

yang diperoleh kecenderungan anak laki-laki yang menjadi korban ESKA

ini semakin meningkat jumlahnya dibandingkan beberapa tahun yang lalu.

(Buletin Sahabat Kakak, 2010: 3)

Dari data pendampingan sebagian besar anak korban ESKA berasal dari

keluarga yang rumah tangganya berantakan ada yang orang tuanya terlalu sibuk

bekerja, ada yang sering bertengkar, dan lain-lain. Pelaku ESKA ternyata ada

dimana-mana, bahkan bisa jadi mereka adalah orang terdekat dengan kita seperti

teman, orang tua, tetangga bahkan pacar.

Sedangkan dari hasil wawancara langsung dari Kak Siswi Yuni Pratiwi

selaku pendamping dari Yayasan KAKAK (Senin, 21 Maret 2011) bahwa dari

tahun 2010 hingga maret 2011 ini ada sekitar 70 anak yang terjangkau dan

(23)

commit to user

anak, hal tersebut tidak dilaporkan dan diselesaikan melalui proses hukum.

Pertimbangan yang biasanya muncul adalah hal tersebut dapat menimbulkan aib

dan mencemarkan nama baik keluarga, lingkungan maupun sekolah. Berdasarkan

hal ini maka banyak pihak menyimpulkan bahwa kasus ESKA jumlahnya jauh

lebih besar dari yang terlaporkan.

Kota Surakarta adalah salah satu kota yang ditetapkan sebagai kota layak

anak pada Tahun 2006. Program Kota Layak Anak terkontaminasi dengan

menjamurnya fenomena Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Selain itu,

ESKA harus dilihat dalam konteks fenomena gunung es artinya kasus yang

terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari kejadian yang sebenarnya.

Menyikapi hal tersebut sebenarnya Pemerintah Kota Surakarta telah menetapkan

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi

Seksual Komersial, untuk melindungi hak-hak anak serta menyelenggarakan

pelayanan dan perlakuan khusus terhadap korban eksploitasi seksual komersial

dan menjatuhkan sanksi yang jelas dan tegas kepada pelaku. Peraturan Daerah ini

sebagai

dasar

untuk

melaksanakan

program

untuk

pencegahan

dan

penanggulangan ESKA di Surakarta.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006

tentang Penanggulangan Eksplotasi Seksual Komersial, Pasal 3 menerangkan

bahwa Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial mempunyai tujuan adalah

untuk: 1) Mencegah, membatasi, mengurangi adanya kegiatan eksploitasi seksual

komersial; 2) Melindungi dan merehabilitasi korban kegiatan eksploitasi seksual

komersial; 3) Menindak dan memberikan sanksi kepada pelaku sesuai dengan

ketentuan yang berlaku; 4) Merehabilitasi pelaku agar kembali menjadi manusia

yang baik sesuai dengan norma agama, kesusilaan dan hukum. Ruang lingkup

penyelenggaraan penanggulangan ESKA meliputi pencegahan, perlindungan, dan

rehabilitasi.

Pendidikan

kewarganegaraan

sebagai

bidang

kajian

yang

multidimensional mempunyai tujuan dalam meningkatkan partisipasi aktif dari

warga negara. Berkaitan dengan hal tersebut, komponen pokok dalam pendidikan

(24)

commit to user

1.

Civic knowledge

berkenaan dengan apa-apa yang perlu diketahui dan

dipahami secara layak oleh warga negara

2.

Civics values/dispositions

berkenaan dengan sifat dan karakter yang baik

dari seorang warga negara baik secara pribadi maupun publik

3.

Civics skill

berkenaan dengan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh

warga negara bagi kelangsungan bangsa dan negara.

Civics skill

meliputi:

keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi. (Winarno dan

Wijianto, 2010: 50)

Dalam penelitian ini yayasan KAKAK sebagai organisasi non

pemerintah ikut berpartisipasi dalam mencegah eksploitasi seksual komersial

anak. Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menekankan pada

civic skill

melalui keterampilan partisipasi dari warga negara. Dimana salah satu perspektif

pendidikan kewarganegaraan berorientasi pada partisipasi warga negara. Dalam

konteks penelitian ini warga negara yang dimaksud adalah Yayasan “KAKAK”.

Selain itu, pendidikan kewarganegaraan juga memiliki misi pendidikan

atau tugas yang harus dijalankan. Menurut Winarno dan Wijianto (2010: 64)

secara luas berfungsi dan berperan sebagai:

“1.

Program kurikuler dalam konteks pendidikan formal dan informal

2.

Program sosial kultural dalam konteks kemasyarakatan

3.

Sebagai bidang kajian ilmiah dalam wacana disiplin ilmu pengetahuan sosial

.

Dalam misinya tersebut terdapat keterkaitan antara misi pendidikan

kewarganegaraan dalam konteks kemasyarakatan dengan permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini yaitu eksploitasi seksual komersial anak. Dimana

permasalahan ESKA adalah pelanggaran hak-hak fundamental anak, sebab

anak-anak telah dijadikan sebagai objek seks orang dewasa, mereka dirampas haknya

untuk bermain dan belajar. Oleh karena itu partisipasi dari warga negara sangat

penting dalam mencegah eksploitasi seksual komersial anak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

(25)

commit to user

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan tersebut maka

rumusan masalah yang dikaji adalah :

1.

Faktor-faktor apa yang menyebabkan anak berada pada situasi eksploitasi

seksual komersial ?

2.

Bagaimana partisipasi yayasan “KAKAK” dalam mencegah eksploitasi

seksual komersial anak ?

3.

Hambatan

apa yang dihadapi yayasan “KAKAK” dalam mencegah

eksploitasi seksual komersial anak ?

C. Tujuan Penelitian

Sebuah penelitian pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui

penelitian tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui :

1.

Faktor-faktor apa yang menyebabkan anak berada pada situasi eksploitasi

seksual komersial.

2.

Bagaimana partisipasi yayasan “KAKAK” dalam mencegah eksploitasi

seksual komersial anak.

3.

Hambatan

apa yang dihadapi yayasan “KAKAK” dalam mencegah

eksploitasi seksual komersial anak.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

pembaca pada umumnya baik secara teoretis maupun praktis. Hasil penelitian ini

diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :

1.

Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu kewarganegaraan yaitu yang berkaitan dengan hak-hak yang

dimiliki warga negara. Agar anak terlindung dari bahaya eksploitasi seksual

komersial sebagai wujud pelanggaran terhadap hak-hak anak khususnya dan

merupakan kejahatan kemanusiaan pada umumnya. Selain itu sebagai upaya

(26)

commit to user

2.

Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai

pentingnya pencegahan eksploitasi seksual komersial pada anak. Sehingga

pemerintah, masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat dapat

bahu-membahu berperan serta dan membantu upaya pencegahan dan perlindungan

(27)

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Tinjauan Pustaka

1. Anak

a. Pengertian Anak

Pengertian dan batasan usia anak dapat dilihat dalam berbagai

peraturan perundang-undangan. Dalam kaitan dengan eksploitasi seksual

komersial anak, batas umur kedewasaan seksual yang ditetapkan secara legal

menjadi penting artinya bagi perlindungan anak.

Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang

untuk dapat disebut sebagai seorang anak. Batas usia anak adalah

pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status

hukum.

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia Pasal 1 angka 5 menyebutkan pengertian anak adalah

manusia yang

berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak

yang di dalam kandungan demi kepentingannya

. Dalam hal ini anak juga

mempunyai hak asasi yang melekat pada dirinya yang harus dilindungi dan

dihormati.

Menurut Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2 mengatakan bahwa anak adalah

seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum

pernah kawin

. Batas umur 21 tahun tidak mengurangi ketentuan batas dalam

peraturan perundang-undangan lainnya, dan tidak pula mengurangi

kemungkinan anak melakukan perbuatan sejauh ia mempunyai kemampuan

untuk itu berdasarkan hukum yang berlaku.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun tentang Perlindungan

Anak Menurut Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa anak adalah

seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih

(28)

commit to user

karena tidak semua orang mempunyai Akta Kelahiran atau Surat Kenal Lahir,

sehingga adakalanya menentukan usia ini dipergunakan surat keterangan lain

seperti rapor atau surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah saja. Seharusnya

setiap kasus yang menyangkut mengenai anak mengacu pada asas hukum

Lex

specialis

derogat legi generale

(peraturan yang khusus mengesampingkan

peraturan yang umum) yaitu dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, namun pada kenyataannya walaupun sudah

ditetapkan undang-undang ini masih sering terjadi kerancuan mengenai

batasan umur anak yang dipakai untuk menangani berbagai kasus sosial dalam

masyarakat yang berkaitan dengan hukum. Oleh karena itu sebaiknya

penggunaan peraturan yang ada disesuaikan dengan kasus yang dihadapi,

sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda.

Menurut Konvensi PBB tentang Hak Anak (

Convention on the

Rights of the Child

) disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20

November Tahun 1989 Pasal 1 mendefinisikan s

eorang anak adalah “

setiap

orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang

yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal”

.

(Stephanie Delaney, 2006: 10)

Konvensi Hak Anak (KHA) merupakan instrumen yang merumuskan

prinsip-prinsip universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak.

Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan mengeluarkan

Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, tertanggal 25 Agustus Tahun

1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak. Oleh karena itu, Keppres

Nomor 36 Tahun 1990 yang mengesahkan Konvensi Hak Anak tersebut

secara yuridis telah mengikat negara Indonesia sebagai negara peserta dalam

Konvensi Hak anak.

Konvensi ILO Nomor 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan

Tindakan Segera Untuk Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk

Untuk Anak disahkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000. Definisi

anak menurut Konvensi ILO adalah

setiap orang yang berusia dibawah 18

(29)

commit to user

Dari gambaran definisi diatas, tampak sudah ada kesesuaian definisi

anak yaitu antara instrumen internasional dan undang-undang di Indonesia.

Konsekuensinya semua warga negara Indonesia yang masih dalam batas umur

diatas, berhak memperoleh standar perlindungan sesuai Konvensi Hak Anak.

Pada umumnya Konvensi Hak Anak internasional menerima bahwa

usia 18 tahun merupakan usia yang sesuai untuk menentukan masa dewasa.

Menentukan usia yang baku untuk mendefinisikan masa kanak-kanak

berpengaruh terhadap bagaimana anak-anak yang menjadi korban

diperlakukan oleh hukum. Dengan demikian membakukan usia 18 tahun

sebagai usia tanggung jawab seksual secara internasional akan memberi

perlindungan yang lebih besar terhadap anak (sekaligus menyadari bahaya

mengkriminalisasi anak-anak). Definisi legal tentang anak juga akan

berpengaruh terhadap pengadilan memperlakukan para pelaku tindak

kejahatan.

Berdasarkan pengertian dan batas usia anak di atas, maka dalam

penelitian ini yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang usianya

dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

b. Hak dan Kewajiban Anak

Mengenai hak dan kewajiban anak sebagai warga negara dalam hal

ini penulis berpedoman pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak.

Hak anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak adalah sebagai berikut:

1)

Hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi. (Pasal 4).

2)

Hak diberikan nama sebagai identitas diri, dan memperoleh status

kewarganegaraan. (Pasal 5).

3)

Hak beribadah menurut agama, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan

(30)

commit to user

4)

Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang

tuanya sendiri. (Pasal 7 ayat 1)

5)

Hak untuk diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh

orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. (Pasal 7 ayat 2).

6)

Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan

kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. (Pasal 8)

7)

Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

(Pasal 9 ayat 1).

8)

Hak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan

memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

(Pasal 10).

9)

Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan

anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat,

bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. (Pasal 11).

10)

Hak mendapatkan pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun

yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan

dari perlakuan: diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiyaan; ketidakadilan; dan

perlakuan salah lainnya. (Pasal 13 ayat 1).

11)

Hak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan

dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu

adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan

terakhir. (Pasal 14).

12)

Hak untuk mendapatkan perlindungan dari: penyalahgunaan dalam

kegiatan politik; pelibatan dalam sengketa bersenjata; pelibatan dalam

kerusuhan sosial; pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur

(31)

commit to user

13)

Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiyaan, penyiksaan, atau

penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. (Pasal 16 ayat 1).

14)

Hak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. (Pasal 16 ayat 2).

15)

Hak mendapatkan perlakuan secara manusiawi, memperoleh bantuan

hukum, membela diri dan memperoleh keadilan dalam pengadilan. (Pasal

17 ayat 1).

16)

Hak untuk dirahasiakan identitasnya bagi anak yang menjadi korban atau

pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum. (Pasal 17

ayat 2).

17)

Hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya bagi anak

yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana. (Pasal 18).

Kewajiban anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak yaitu sebagai berikut:

1)

Menghormati orang tua, wali, dan guru;

2)

Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

3)

Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

4)

Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

5)

Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. (Pasal 19).

2. Pencegahan Eksploitasi Seksual Komersial Anak

a.

Pencegahan

Pencegahan agar anak-anak dapat terhindar sebagai korban

eksploitasi seksual komersial merupakan langkah strategis yang harus

dilakukan. Langkah-langkah pencegahan selayaknya memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi seorang anak dapat menjadi korban.

Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006

(32)

commit to user

Seperti yang diungkapkan oleh Stephanie Delaney (2006: 19),

Pencegahan adalah aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk memberikan

perlindungan permanen dari bencana”.

Tindakan pencegahan pada dasarnya bertujuan untuk meniadakan

kegiatan dan atau dampak kegiatan eksploitasi seksual komersial anak.

Jadi kesimpulannya pencegahan adalah segala usaha untuk

melindungi anak dan mengurangi potensi terjadinya eksploitasi seksual

komersial anak.

b.

Eksploitasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

“Eksploitasi adalah

pengusahaan, pendayagunaan, pemanfaatan untuk keuntungan sendiri;

penghisapan; pemerasan (tenaga orang)”.

(Departemen Pendidikan Nasional,

2007: 290)

Kemudian dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menjelaskan:

Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang

meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,

perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan,

pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan

hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan

tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak

lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial.

Dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006

tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Pasal 1 angka 21,

“Eksploi

tasi adalah tindakan pemanfaatan fisik, seksual, tenaga dan/atau

kemampuan diri sendiri oleh pihak lain yang dilakukan atau

sekurang-kurangnya dengan cara sewenang-wenang atau penipuan yang dilakukan

untuk mendapatkan keuntungan baik material maupun non ma

terial”.

Kesimpulannya

eksploitasi

adalah

tindakan

yang

berupa

pendayagunaan, pemanfaatan, pengusapan, pemerasan fisik maupun seksual

(33)

commit to user

c.

Eksploitasi Seksual

Dalam bukunya Kartini Kartono (2005: 221-222), Freud menyebut

bahwa

Seks sebagai

libido sexualis

(libido = gasang, dukana, dorongan hidup

nafsu erotik). Seks juga merupakan mekanisme bagi manusia untuk

mengadakan keturunan. Karena itu seks dianggap sebagai mekanisme yang

sangat vital diman

a manusia bisa mengabadikan jenisnya”.

Pengertian eksploitasi seksual menurut pendapat Irwanto adalah:

Eksploitasi Seksual adalah memperlakukan anak sebagai komoditas,

sebagai barang dagangan. Anak yang diperlakukan sebagai objek seksual

dipakai untuk mendapatkan uang, barang, atau jasa-kebaikan oleh pelaku

eksploitasi, perantara atau agen dan orang-orang lain yang terlibat.

Pelakunya adalah orang-orang terdekat, seperti orang tua, saudara

kandung, atau orang-orang yang dikenal anak dalam komunitasnya,

tetapi juga orang-orang yang tidak dikenal. (Irwanto dkk, 2008: 9)

Menurut Kartini Kartono,

“E

ksploitasi seks berarti penghisapan atau

penggunaan serta pemanfaatan relasi seks semaksimal mungkin oleh pihak

pria. Sedang komersialisasi seks berarti perdagangan seks, dalam bentuk

penukaran kenikmatan seksual dengan benda-

benda, materi dan uang”.

(Kartini Kartono, 2005: 217)

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, menjelaskan bahwa:

“Eksploitasi Seks

ual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual

atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk

tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan”.

Sarah Alexander, Stan Meuwese, dan Annemieke Wolthuis (2000:

479) mengemukakan bahwa Serikat Eropa mendefinisikan eksploitasi seksual

seperti perilaku berikut:

1)

The inducement or coercion of a child to engage in any unlawful sexual

activity;

2)

The exploitative use of a child in prostitution or other unlawful sexual

practices, and/ or

3)

The exploitative use of children in pornographic performances and

(34)

commit to user

Artinya adalah:

1)

Penghasutan atau pemaksaan anak untuk terlibat dalam kegiatan seks yang

melanggar hukum;

2)

Eksploitasi anak dalam prostitusi (pelacuran) atau praktek seksual yang

melanggar hukum lainnya, dan/atau

3)

Eksploitasi anak-anak dalam pertunjukan dan materi-materi pornografi,

termasuk pembuatan, penjualan dan penyebaran atau bentuk-bentuk

perdagangan lainnya dalam barang-barang tersebut. Dan kepemilikan

barang-barang semacam itu.

Dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006

tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Pasal 1 angka 22,

“Seksual Komersial adalah segala tindakan mempergunakan badan/fisik untuk

kepuasaan seksual orang lain dengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain”.

Jadi dapat disimpulkan eksploitasi seksual adalah segala bentuk

perlakuan yang menempatkan anak sebagai objek seksual untuk tujuan-tujuan

mendapatkan keuntungan.

d.

Eksploitasi Seksual Komersial

Dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006

tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Pasal 1 angka 23

menjelaskan:

Eksploitasi Seksual Komersial adalah tindakan eksploitasi terhadap

orang (dewasa dan anak, perempuan dan laki-laki) untuk tujuan seksual

dengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain antara orang, pembeli jasa

seks, perantara atau agen, dan pihak lain yang memperoleh keuntungan

dari perdagangan seksualitas tersebut.

Eksploitasi seksual komersial dapat didefinisikan sebagai kekerasan

seksual terhadap anak untuk mendapatkan bayaran atau kebaikan. Bayaran ini

bisa berupa uang, kebaikan atau keuntungan-keuntungan lain seperti makanan,

per

lindungan atau tempat tinggal”.

(Stephanie Delaney, 2006: 10-11)

Kesimpulannya eksploitasi seksual komersial adalah tindakan yang

(35)

commit to user

seksual untuk mendapatkan keuntungan materiil dalam bentuk perlakuan yang

menempatkan anak sebagai objek seksual untuk tujuan-tujuan mendapatkan

keuntungan.

e.

Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Eksploitasi seksual komersial anak mencangkup praktek-praktek

kriminal yang merendahkan dan mengancam integritas fisik dan psikososial

anak. Deklarasi dan Agenda Aksi untuk menentang eksploitasi seksual

komersial anak merupakan instrumen yang pertama-tama mendefinisikan

eksploitasi seksual komersial anak sebagai:

Sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran

tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian

imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang

ketiga, atau orang-orang lainnya. Anak tersebut diperlakukan sebagai

sebuah objek seksual dan sebagai objek komersial. Eksploitasi Seksual

Komersial Anak merupakan sebuah bentuk pemaksaan dan kekerasan

terhadap anak, dan mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa serta

perbudakan modern. (ECPAT Internasional, 2006: 4)

Deklarasi dan Agenda Aksi ini telah diadopsi oleh 122 negara

termasuk Indonesia, merupakan pelaksanaan Kongres Dunia pertama kali

untuk menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak bertempat di

Stockholm, Swedia, pada tahun 1996.

Eksploitasi Seksual Komersial Anak sering disebut ESKA, ECPAT

(

End Child Prostitution In Asia Tourism

) Internasional dalam Pusat Kajian

dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan, dkk (2008: 6) mendefinisikan bahwa

“ESKA sebagai sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak

-hak anak.

Pelanggaran tersebut berupa kekerasan seksual oleh orang dewasa dengan

pemberian imbalan kepada anak, atau orang ketiga, atau orang-orang lainnya.

Sederhananya anak diperlakukan sebagai objek seksual dan komersial”.

Berdasarkan pengertian eksploitasi seksual komersial anak yang

ditegaskan di atas tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa anak-anak

(36)

commit to user

oleh orang (dewasa) dengan memanfaatkan seksualitas anak yang

bersangkutan.

Eksploitasi seksual komersial dibedakan dari eksploitasi seksual non

komersial, yang biasa disebut dengan berbagai istilah seperti pencabulan

terhadap anak, perkosaan, kekerasan seksual, dan sebagainya. Melalui ESKA,

seorang anak tidak hanya menjadi sebuah obyek seks tetapi juga sebuah

komoditas yang membuatnya berbeda dalam hal intervensi. ESKA adalah

penggunaan seorang anak untuk tujuan-tujuan seksual guna mendapatkan

uang, barang atau jasa kebaikan bagi pelaku eksploitasi, perantara atau agen

dan orang-orang lain yang mendapatkan keuntungan dari eksploitasi seksual

terhadap anak tersebut. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak

dan elemen kuncinya adalah bahwa pelanggaran ini muncul melalui berbagai

bentuk transaksi komersial dimana satu atau berbagai pihak mendapatkan

keuntungan.

Penting untuk memasukkan transaksi-transaksi yang bersifat jasa dan

kebaikan ke dalam definisi tersebut karena ada kencenderungan untuk

memandang transaksi-transaksi seperti itu sebagai pemberian izin dari pihak

anak. Jika terjadi eksploitasi seksual untuk mendapatkan perlindungan, tempat

tinggal, akses untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi di sekolah atau naik

kelas maka anak tersebut tidak memberikan “izin” atas transaksi tersebut

melainkan korban dari orang atau orang-orang yang memanipulasi dan

menyalahkan kekuasaan dan tanggung jawab mereka.

Antara eksploitasi seksual komersial anak berbeda dengan kekerasan

seksual anak, kekerasan seksual terhadap anak tidak ada keuntungan

komersial walaupun eksploitasi seksual juga merupakan kekerasan.

Tindakan pencegahan eksploitasi seksual komersial menurut

Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor 3 Tahun 2006 tentang

Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial dalam Pasal 11 ayat (2) dapat

dilakukan dengan cara:

1)

Memperluas lapangan pekerjaan;

(37)

commit to user

3)

Membangun kesadaran hak anak dan perempuan terhadap hak-haknya

khususnya di lingkungan yang rentan terhadap adanya kegiatan eksploitasi

seksual komersial;

4)

Memberikan pendidikan seks melalui jalur pendidikan formal dan non

formal;

5)

Melakukan sosialisasi dan kampanye terhadap pencegahan eksploitasi

seksual komersial;

6)

Melakukan pengawasan yang bersifat

preventif

maupun

represif

dalam

upaya melaksanakan tindakan pencegahan dan penanggulangan eksploitasi

seksual komersial;

7)

Melaksanakan kerjasama antar daerah yang dilakukan melalui pertukaran

informasi, kerja sama penanggulangan dan kegiatan teknis lainnya sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

8)

Melakukan koordinasi yang diperlukan pemerintah provinsi dan

pemerintah pusat.

Dalam suatu kegiatan tidak selamanya berjalan dengan lancar sering

kali ditemukan hambatan-hambatan, begitu pula dalam mencegah ESKA.

Salah satu hambatan yang dihadapi organisasi non pemerintah berkaitan

dengan masalah internalnya seperti yang diungkapkan oleh Stephanie Delaney

(2006: 44) bahwa

salah satu kesulitan yang dihadapi organisasi-organisasi

lokal adalah bahwa mereka mengalami kekurangan sumber-sumber yang

dibutuhkan”

. Adapun hambatan lain yaitu dari sisi eksternalnya, menurut

PKPA Medan dkk (2008: 12) salah satu hambatannya yaitu

“m

asyarakat

sudah menganggap lumrah pekerjaan sebagai PSK, malahan sebagai alternatif

termudah, jalan pintas mencapai kekayaan

. Selanjutnya, dijelaskan pula

bahwa:

(38)

commit to user

Hal yang dikemukakan diatas mungkin menjadi hambatan-hambatan

ketika yayasan KAKAK melakukan pencegahan ESKA.

f. Bentuk-bentuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Menurut ECPAT (

End Child Prostitution In Asia Tourism

)

Internasional bentuk-bentuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak yaitu:

1)

Prostitusi anak

Tindakan menawarkan pelayanan atau pelayanan langsung seorang anak

untuk melakukan tindakan seksual demi mendapatkan uang atau imbalan

lain.

2)

Pornografi anak

Pertunjukkan apapun atau dengan cara apa saja yang melibatkan anak

didalam aktivitas seksual yang nyata atau yang menampilkan bagian tubuh

anak demi tujuan-tujuan seksual.

3)

Perdagangan anak untuk tujuan seksual

Proses perekrutan, pemindah-tanganan atau penampungan dan penerimaan

anak untuk tujuan eksploitasi seksual.

(PKPA Medan dkk, 2008: 6)

Definisi lain menurut Stephanie Delaney (2006: 10-11) ada tiga

bentuk dasar ekspoitasi seksual komersial terhadap anak yang saling berkaitan

antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu:

pelacuran, pornografi dan

perdagangan untuk tujuan seksual

.

1)

Pelacuran anak terjadi ketika seseorang mengambil keuntungan dari

sebuah transaksi komersial dimana seorang anak dipergunakan untuk

tujuan-tujuan seksual. Beberapa orang yang mendapat keuntungan dari

transaksi komersial tersebut adalah mucikari atau germo, perantara atau

agen, orang tua dan sektor-sektor bisnis terkait seperti hotel. Anak-anak

tersebut juga dilibatkan dalam pelacuran ketika mereka melakukan

hubungan seks dengan imbalan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti

makanan, tempat tinggal atau keamanan atau bantuan untuk mendapatkan

nilai yang tinggi di sekolah atau uang saku ekstra untuk membeli

barang-barang konsumtif.

2)

Pornografi anak

berarti pertunjukkan apapun atau dengan cara apa saja

yang melibatkan anak di dalam aktivitas seksual yang nyata atau eksplisit

(39)

commit to user

Ciri-ciri utama pornografi anak adalah bahwa pornografi anak dibuat untuk

mendapatkan kepuasan seksual. Yang termasuk pornografi anak adalah

foto, negatif film, slide, majalah, buku, gambar, rekaman film, kaset video,

disket, atau file komputer dan foto-foto yang disimpan dalam telepon

gengggam.

3)

Trafficking

adalah perekrutan, pemindahan, pengiriman atau penerimaan,

anak-anak (dan orang dewasa) untuk tujuan eksploitasi. Bentuk yang lain

adalah pariwisata seks anak. Pariwisata seks anak merupakan eksploitasi

seksual komersial anak yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan

yang melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, baik di

negara lain maupun di dalam wilayah yang berbeda di negaranya sendiri,

dan di tempat tersebut mereka melakukan hubungan seks dengan

anak-anak, para wisatawan seks anak dapat secara khusus memiliki pilihan

untuk menjadikan anak-anak sebagai pasangan seks mereka atau mereka

mungkin hanya sekedar memanfaatkan sebuah situasi dimana seorang

anak memang tersedia untuk mereka untuk melakukan eksploitasi seksual.

Dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2006

tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial juga dijelaskan

kegiatan yang masuk dalam kategori ESKA namun hanya difokuskan pada

dua kegiatan yaitu:

1)

Perdagangan orang untuk tujuan seksual adalah kegiatan mencari,

mengirim, memindahkan, menampung, menerima tenaga kerja dengan

ancaman kekerasan dan/atau kekerasan, bentuk-bentuk pemaksaan lainnya

dengan cara menculik, menipu, memperdaya termasuk membujuk dan

mengiming-imingi korban untuk tujuan eksploitasi seksual komersial.

2)

Prostitusi adalah penggunaan orang dalam kegiatan seksual dengan

pembayaran atau dengan imbalan dalam bentuk lain.

Berikut ini penulis jabarkan lagi tentang bentuk-bentuk eksploitasi

Gambar

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ...............................................................
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif ......................................................
Gambar 1. Kerangka Berfikircommit to user
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

digunakan yaitu dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Validitas data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data menggunakan model interaktif. Hasil Penelitian

pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan adalah teknik triangulasi data. Teknik analisis data

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di Kota Surakarta, (2) dampak kekerasan seksual

Teknik sampling yang dipakai adalah metode purposive sampling dan teknik pengujian data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji validitas dengan alat analisis yang

Agar memperoleh kesahihan data (validitas data) digunakan trianggulasi data dan sumber. Berdasarkan hasil analisis sesuai dengan tujuan penelitian ini, bahwa hasil

Model Penanggulangan Pekerja Seks Komersial adalah yang pertama adalah dengan penanganan melalui di dalam Panti Rehabilitasi, Panti yang berada di Surakarta adalah Panti

1.. wawancara, observasi, dokumentasi dan kunjungan rumah. Keabsahan data dilakukan dengan trianggulasi sumber dan metode, sedangkan untuk teknik analisis data menggunakan

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun analisis data menggunakan: data reduction, data display, dan verification. Sedangkan keabsahan data menggunakan teknik