TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister pada Departemen Pendidikan Kewarganegaraan
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Oleh
Juri
NIM: 1303205
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SEKOLAH PASCASARJANA
(Studi kasus pada Partai Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang)
Oleh
JURI
S.Pd. STKIP Persada Khatulistiwa Sintang, 2013
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana
© JURI 2015
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Jawa Barat
Juni 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
ABSTRAK
Juri (1303205), Membentuk Karakter Bertanggung Jawab Warga Negara melalui Pendidikan Politik (Studi Kasus pada Partai Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan politik yang dilakukan PDI Perjuangan dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara. Alasan dilaksanakannya penelitian ini, bertolak dari keprihatinan mengenai suhu politik di Kabupaten Sintang, berkaitan dengan aktivitas politik politisi partai yang cenderung jauh dari nilai-nilai moral serta tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Pendidikan politik yang dilaksanakan masih terbatas pada kalangan partai semata.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data adalah Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Bendahara DPC PDI Perjuangan Kabupaten Sintang periode 2010-2015, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan politik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kesadaran politik secara maksimal, dibutuhkan pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik secara formal dan nonformal. Bentuk pendidikan politik yang dilakukan PDI Perjuangan berupa seminar, pelatihan kepemimpinan, diklat, rapat partai serta diskusi politik. PDI Perjuangan dapat pula berperan layaknya PKn misalnya, sumber inspirasi akademik, sarana pendidikan, sarana perubahan perilaku, dan sarana habituasi untuk membangun partisipasi maupun kebiasaan politik warga negara yang demokratis. Dalam melaksanakan pendidikan politik, partai ini lebih mengedepankan musyawarah untuk mufakat sesuai dengan asas, tujuan partai, dan demokrasi. Dengan adanya muatan tersebut, diharapkan PDI Perjuangan dapat berjalan beriringan dengan PKn untuk berperanserta mencapai tujuan kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Pola pendidikan politik yang dilaksanakan seharusnya dapat memformulasikan dan mengadopsi muatan PKn kedalam muatan kurikulum yang di dalamnya dapat memuat pendekatan, materi, metode, strategi, penyampaian materi dan evaluasi.
Kesimpulan umum menerangkan bahwa PDI Perjuangan belum bisa melaksanakan pendidikan politik secara maksimal dikarenakan berbagai kendala yang dihadapi. Namun, PDI Perjuangan diharapkan dapat melaksanakan pendidikan politik secara formal dan nonformal, kepada kader, pengurus, simpatisan dan masyarakat luas. Selain itu, PDI Perjuangan diharapkan bisa menjadikan PKn sebagai muatan kurikulum dalam pelaksanaan pendidikan politik.
ABSTRACT
JURI, NIM: 1303205. Shaping Character Responsible Citizen through Political Education (Case Study on Political Parties PDI Perjuangan Sintang district).
This study aims to investigate the implementation of political education conducted PDI Perjuangan in shaping the character of responsible citizens. Reason implementation of this study, is based on the concern about the political climate in Sintang District, related to political activity politician inclined away from moral values and responsibilities towards the community. Political education conducted still limited to the party alone.
This study used a qualitative approach with case study method. Data collection techniques are observation, interviews, and documentation. The data source is the Chairman, Vice Chairman, Secretary, and Treasurer of the PDI Perjuangan Sintang District 2010-2015 period, and documents relating to the implementation of political education.
These results indicate that in order to achieve maximum political consciousness, political education by implementing needed political parties formal and nonformal. Form of political education conducted PDI Perjuangan form of seminars, leadership training, training, meetings and discussions of political parties. PDI Perjuangan may also play a role like Civics for example, the source of academic inspiration, education, behavior change means, and means habituation to build participation and political habits of democratic citizens. In carrying out political education, the party put forward the deliberation in accordance with the principles, objectives party, and democracy. With the charge is expected PDI Perjuangan can go hand in hand with Civics to participate to achieve the goal of a society that is fair and prosperous. Political education pattern should be implemented to formulate and adopt a charge into the Civics curriculum in which to load the approach, materials, methods, strategies, delivery of content and evaluation.
The general conclusion explains that PDI Perjuangan can not carry out political education to the maximum due to various constraints faced. However, PDI Perjuangan is expected to carry out political education in formal and informal, to cadres, officials, investigators and the public at large. In addition, PDI Perjuangan is expected to make a civics curriculum in the implementation of political education.
DAFATAR ISI
Halaman Judul ... *
Lembar Hak Cipta ... *
Lembar Pengesahan ... *
Lembar Persetujuan dan Pengesahan ... *
Surat Pernyataan ... i
Lembar Persembahan ... ii
Ucapan Terima Kasih ... iii
Kata Pengantar... vi
Abstrak ... viii
Abstract ... ix
Daftar Isi ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2Identifikasi & Perumusan Masalah Penelitian ... 11
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 11
1.2.2 Rumusan Masalah ... 11
1.3 Tujuan Penelitian ... 12
1.3.1 Tujuan Umum ... 12
1.3.2 Tujuan Khusus ... 13
1.4 Manfaat Penelitian ... 13
1.4.1 Manfaat dari Segi Teoritis ... 13
1.4.2 Manfaat dari Segi Kebijakan ... 14
1.4.3 Manfaat dari Segi Isu serta Aksi Sosial ... 14
1.4.4 Manfaat dari Segi Praktis ... 14
1.5 Struktur Organisasi Penulisan Tesis ... 15
1.6 Definisi Operasional ... 16
1.6.1 Karakter Bertanggung Jawab ... 16
1.6.2 Warga Negara ... 17
1.6.4 Partai Politik ... 17
1.6.5 Pendidikan Kewarganegaraan ... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19
2.1 Karakter ... 19
2.1.1 Makna Karakter ... 19
2.1.2 Konsep Karakter ... 20
2.1.3 Karakter Bertanggung Jawab ... 22
2.1.4 Pembinaan Karakter Bertanggung Jawab ... 23
2.2 Warga Negara ... 26
2.2.1 Makna Warga Negara ... 26
2.2.2 Konsep Warga Negara ... 31
2.2.3 Warga Negara yang Baik dan Bertanggung Jawab... 32
2.3 Pendidikan Politik ... 35
2.3.1 Makna Pendidikan Politik ... 35
2.3.2 Konsep Pendidikan Politik bagi Warga Negara ... 38
2.3.3 Urgensi atau Pentingnya Pendidikan Politik ... 40
2.3.4 Tujuan & Manfaat Pendidikan Politik ... 42
2.3.5 Alur Pendidikan Politik ... 45
2.3.6 Materi Pendidikan Politik ... 46
2.4 Partai Politik ... 47
2.4.1 Makna Partai Politik ... 47
2.4.2 Keberadaan Partai Politik di Masyarakat ... 49
2.4.2.1Keberadaan PDI Perjuangan ... 50
2.4.3 Tujuan dan Fungsi Partai Politik ... 52
2.4.4 Keanggotaan Partai Politik ... 55
2.4.5 Aktivitas Partai Politik ... 57
2.4.6 Pembinaan Kader Partai Politik ... 58
2.5 Pembinaan Karakter Bertanggung dalam Pelajaran PKn ... 61
2.6 Pendidikan Politik dalam Pelajaran PKn ... 64
2.7 Paradigma Penelitian ... 68
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 74
3.1 Pendekatan Penelitian ... 74
3.2 Metode Penelitian ... 77
3.3 Disain Penelitian ... 81
3.3.1 Wawancara ... 81
3.3.2 Observasi ... 84
3.3.3 Studi Dokumentasi ... 87
3.3.4 Studi Literatur ... 88
3.4 Teknik Analisa Data ... 89
3.4.1 Reduksi Data ... 90
3.4.2 Penyajian Data ... 91
3.4.3 Kesimpulan ... 92
3.5 Validitas Data ... 93
3.5.1 Memperpanjang Masa Observasi ... 94
3.5.2 Pengamatan yang Terus Menerus ... 95
3.5.3 Triangulasi ... 95
3.5.4 Menggunakan Bahan Referensi ... 96
3.5.5 Mengadakan Member Check ... 96
3.6 Subyek dan Lokasi Penelitian ... 97
3.6.1 Subyek Penelitian ... 97
3.6.2 Lokasi Penelitian ... 98
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN... 99
4.1 Kondisi Sosio Demografis Kabupaten Sintang Provinsi Kal-Bar... 99
4.1.1 Gambaran Umum ... 99
4.1.2 Luas Wilayah ... 99
4.1.3 Kondisi Penduduk ... 100
4.1.4 Kondisi Penduduk dan Pekerjaan... 102
4.1.5 Keadaan Iklim... 103
4.1.6 Sejarah Kabupaten Sintang ... 104
4.1.7 Kondisi Pendidikan ... 105
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 108
4.2.1 Keberadaan Partai Politik di Kabupaten Sintang ... 109
4.2.2 Keberadaan PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang ... 110
4.2.3 Pendidikan Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang ... 113
4.2.4 Bentuk Program Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI .... 116
Perjuangan di Kabupaten Sintang. 4.2.5 Proses Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI Perjuangan 117 di Kabupaten Sintang. 4.2.6 Karakter Bertanggung Jawab Warga Negara seperti Apakah yang 118 ingin Dibentuk oleh PDI Perjuangan melalui Pendidikan Politik di Kabupaten Sintang. 4.2.7 Kendala yang Dihadapi oleh PDI Perjuangan dalam Memberikan 119 Pendidikan Politik di Kabupaten Sintang dan Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Kendala tersebut. 4.2.8 Hasil dari Program Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI 120
Perjuangan dalam Membentuk Karakter Bertanggung jawab Warga Negara di Kabupaten Sintang. 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 126
4.3.1Bentuk Program Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI ... 127
Perjuangan di Kabupaten Sintang. 4.3.2 Proses Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI Perjuangan 131
di Kabupaten Sintang. 4.3.3 Karakter Bertanggung Jawab Warga Negara yang ingin ... 135
Dibentuk oleh PDI Perjuangan melalui Pendidikan Politik di Kabupaten Sintang. 4.3.4 Kendala yang Dihadapi oleh PDI Perjuangan dalam Memberikan 138 Pendidikan Politik di Kabupaten Sintang dan Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Kendala tersebut. 4.3.5 Hasil dari Program Pendidikan Politik yang Dilakukan oleh PDI 143
Perjuangan dalam Membentuk Karakter Bertanggung Jawab
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENASI ... 149
5.1 Simpulan Umum ... 149
5.2 Simpulan Khusus ... 151
5.3 Implikasi ... 152
5.4 Rekomendasi ... 154
5.4.1 Kepada Partai Politik PDI Perjuangan ... 154
5.4.2 Kepada Masyarakat ... 154
5.4.3 Kepada Pemerintah ... 155
5.4.4 Kepada Civitas Akademik ... 155
5.4.5 Kepada Peneliti Selanjutnya ... 155
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Pendidikan dapat dipandang sebagai proses penting untuk memenuhi janji
kemerdekaan dan pendidikan yang berkualitas akan mencetak generasi masa
depan yang juga berkualitas. Hal ini senada dengan ungkapan Baswedan dalam
kata pengantar buku Chatib (2014, hlm. xiii) bahwa untuk mencetak generasi
muda yang berkualitas, tentunya dibutuhkan guru yang juga berkualitas. Dalam
hal ini, Bacon berpendapat bahwa “Knowledge is Power” seperti yang dikutif Rifa’i (2011), yakni:
Pengetahuan adalah sumber kekuatan bagi manusia untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing hidupnya di dunia ini. Pengetahuan yang demikian, hanya bisa terwujud melalui pendidikan yang baik, yakni sebuah pendidikan yang mengandung relasi antara pendidik dengan peserta didik.
Adapun relasi yang dimaksudkan disini adalah adanya hubungan timbal
balik antara pendidik dengan peserta didik, dimana peserta didik tidak dianggap
sebagai obyek semata yang kosong yang siap dibentuk oleh pendidik. Akan tetapi
peserta didik harus dianggap sebagai subyek yang mempunyai karakteristik sama
seperti halnya pendidik.
Sementara itu pendidikan politik adalah sebuah upaya pendidikan
berkelanjutan yang mempelajari masalah politik pada masa lalu, masa sekarang
dan masa yang akan datang dalam lingkup lokal, nasional, regional bahkan
internasional. Pendidikan politik menjadi syarat bagi warga negara terutama yang
telah dewasa agar bisa menjadi warga negara yang melek politik, mengetahui
informasi jalannya pemerintahan, memahami prosedur demokrasi, mengetahui
peraturan perundang-undangan serta kemampuan berpolitik lainnya untuk
mewujudkan warga negara yang bertanggung jawab.
Pendidikan politik merupakan bukti nyata atas kepedulian dan keseriusan
partai politik dalam melahirkan warga negara yang cerdas politik, yakni warga
negara yang bertanggung jawab dalam bidang politik. Hal tersebut senada dengan
yang menyatakan bahwa partai politik berkewajiban melakukan pendidikan
politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya.
Pendidikan politik penting untuk dilaksanakan, terutama oleh partai politik
dalam rangka membentuk karakter warga negara yang melek politik. Warga
negara yang melek politik adalah warga negara yang mengetahui hak dan
kewajibannya serta bersedia mengikuti proses politik yang dilaksanakan melalui
keluarga, sekolah, masyarakat maupun oleh negara, yakni melalui pemilihan
umum (pesta demokrasi) setiap lima tahun sekali untuk mewujudkan karakter
warga negara yang bertanggung jawab. Sebab menurut Plato, sebagaimana yang
dikutif oleh Rapar (2002, hlm.40) bahwa:
Pemerintahan suatu negara akan menjadi baik dan mendatangkan kebahagiaan bagi manusia hanyalah apabila kekuasaan dalam negara diserahkan pada para filsuf, artinya para filsuf tersebut adalah negarawan yang akan berhasil membebaskan rakyatnya dari segala bentuk kesengsaraan dan duka nestapa yang dihasilkan melalui proses rekrutmen politik maupun pendidikan politik.
Disisi lain, walaupun pendidikan politik mempunyai peran yang sangat
penting dalam menumbuhkan kesadaran politik pada seluruh warga negara,
namun pendidikan politik di Indonesia masih mempunyai banyak kerapuhan,
diantaranya:
Pertama, pendidikan politik sejak 15 tahun terakhir ini belum berjalan
secara maksimal dan cenderung sporadis. Partai politik yang seharusnya memiliki tanggung jawab utama untuk memberikan pendidikan politik bagi kadernya dan simpatisan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kedua, pemerintah melalui dunia pendidikan dan lembaga terkait sudah banyak terkontaminasi oleh karena proses politisasi dari partai politik yang cenderung oportunis, merusak, dan mencari kepentingan sesaat. Ketiga, kerapuhan politik di Indonesia disebabkan oleh munculnya berbagai kepentingan dan ideologi partai politik yang tidak sejalan dengan jiwa dan jati diri bangsa Indonesia sebagaimana yang termaktub dalam Pancasila.
Keempat, Pendidikan politik berjalan di tempat dan semakin kabur terkait
Dalam keadaan yang seperti itulah, partai politik harus hadir untuk
memberikan pendidikan politik kepada warga negara. Perekrutan kader partai
haruslah selektif sehingga pelaksanaan sistem politik dijalankan secara
profesional dan pimpinan partai politik sebagai pemegang tertinggi kebijakan
harus membuat legitimasi aturan mengenai hal tersebut sehingga partai politik
membuka ruang selebar-lebarnya kepada warga negara untuk menjadi kader partai
dengan seleksi yang ketat, murni dan konsekuen. Demikian juga untuk eksternal
partai, pendidikan politik diarahkan pada peningkatan minat pemuda atau kader
(termasuk warga negara secara umum) untuk berpartisipasi secara sehat dalam
perpolitikan.
Partai politik sebagai lembaga politik dapat pula melakukan sosialisasi
politik kepada seluruh warga negara. Dengan demikian warga negara mempunyai
persepsi yang sama tentang partai politik. Sebab sosialisasi politik sama halnya
dengan melakukan pendidikan politik. Menurut Setiadi dan Kolip (2013,
hlm.167), keterlaksanaan sosialisasi politik sangat ditentukan oleh:
Lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan dimana seseorang atau individu berada. Sosialiasi politik merupakan sebuah proses yang berlangsung cukup lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling memengaruhi diantara kepribadian individu dengan pengalaman politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya. Adapun instrumen sosialisasi politik dapat dilakukan melalui, keluarga, teman sebaya, rekan kerja, LSM, maupun kelompok arisan.
Menurut Anggara (2013, hlm.85), sosialisasi politik adalah cara untuk
memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap dan etika politik yang berlaku atau yang
dianut oleh negara. Hal ini sangat penting untuk dilakukan supaya warga negara
bisa memahami apa dan bagaimana sebenarnya pendidikan politik tersebut dalam
rangka membentuk karakter kader, simpatisan maupun warga negara secara
umum.
Sedangkan fungsi dari partai politik, menurut Damsar (2010, hlm.247-256)
antara lain
Dengan demikian menurut Cangara (2009, hlm.209), ada tiga prinsip dasar
dari partai politik, yakni partai sebagai koalisi, partai sebagai organisasi, dan
partai sebagai pembuat kebijakan.
Pendidikan politik dapat juga dilakukan di sekolah maupun di perguruan
tinggi melalui mata pelajaran dan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Hal
ini mengandung arti bahwa sejak kecil seseorang sudah diperkenalkan dengan
politik dengan harapan supaya kelak setelah dewasa dapat melaksanakan hak dan
kewajibannya terutama dalam bidang politik secara suka rela dan penuh tanggung
jawab demi kesuksessan pembangunan di Indonesia.
Melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah siswa
diajarkan bagaimana menjadi warga negara yang baik, yakni dengan mematuhi
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, membuang sampah pada
tempatnya, menghormati serta menghargai teman yang berbeda baik dari agama,
status sosial maupun fisik, menghormati guru, memperkenalkan struktur
ketatanegaraan Indonesia secara hirarkis serta dalam kegiatan pemilihan ketua
kelas maupun ketua OSIS harus menerima dengan lapang dada siapapun yang
terpilih. Namun, hal tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat sekolah dan tingkat
perkembangan kognitif siswa.
Budimansyah dalam kata pengantar buku “Kewarganegaraan Indonesia: Dari Sosiologis menuju Yuridis” yang ditulis Winarno (2009, hlm.xx) mengatakan bahwa untuk mengaktualisasikan dimensi pribadi kewarganegaraan,
maka pendidikan harus berkembang dan ditingkatkan pada semua siswa,
ketetapan hati untuk menentukan kehidupan peribadi mereka dengan cara
memberikan ilmu pengetahuan yang kiranya dapat berguna di kemudian hari
sebagai warga negara yang baik. Oleh karena itu, menurut Budimansyah
pengabaian dari dimensi pribadi seseorang (siswa) dalam Pendidikan
Kewarganegaraan dapat mengurangi atau mengganggu usaha untuk
mempengaruhi tingkah laku pada bidang kewarganegaraan.
Sementara itu melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi, pendidikan politik dapat diberikan melalui pemilihan ketua
lingkungan kampus. Sebagai mata kuliah umum, Pendidikan Kewarganegaraan
berada di bawah naungan mata kuliah Pancasila dan Kewiraan yang berlaku pada
setiap jurusan. Sedangkan sebagai pendidikan disiplin ilmu, Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan program pendidikan disiplin ilmu sosial yang
digunakan sebagai program pendidikan guru mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di LPTK (IKIP/STKIP/FKIP), (Winarno 2013, hlm.16-17).
Disinilah letak dasar-dasar pendidikan politik bagi warga negara yang diberikan
melalui Pendidikan Kewarganegaraan.
Edmonson (1958) dalam Erwin, (2012, hlm.2) mengatakan bahwa “Civics is
the element of political science or that branch of political science dealing with the rights and duties of citizen” (Civics adalah sebagai cabang ilmu politik yang membahas hak dan kewajiban warga dari sebuah negara). Dengan demikian
menurut Erwin (2012, hlm.7) esensi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
diarahkan sebagai:
Pendidikan demokrasi untuk membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab serta sekaligus dalam upaya untuk menjadikan warga negara yang baik dan demokratis. Oleh karenanya, tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, yakni yang religius, yang nasionalis, yang adil, yang berkemanusiaan dan berkeadaban, serta yang demokratis.
Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada pasal 36
ayat tiga menyatakan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka NKRI dengan memperhatikan:
(a) peningkatan iman dan taqwa, (b) peningkatan akhlak mulia, (c) peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik, (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan, (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (f) tuntutan dunia kerja, (g) perkembangan IPTEKS, (h) agama, (i) dinamika perkembangan global, (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pada pasal 37 ayat satu menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat: (a) pendidikan agama, (b) pendidikan
kewarganegaraan, (c) bahasa, (d) matematika, (e) ilmu pengetahuan alam, (f) ilmu
pengetahuan sosial, (g) seni dan budaya, (h) pendidikan jasmani dan olahraga, (i)
Dalam ayat dua pada Undang-Undang yang sama juga menyatakan bahwa
kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: (a) pendidikan agama, (b) pendidikan
kewarganegaraan, (c) bahasa.
Merujuk pada pengertian pendidikan politik diatas serta adanya muatan
kurikulum yang mencantumkan Pendidikan Kewarganegaraan, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa pendidikan politik adalah upaya sadar yang
dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat dalam rangka
mempelajari dan menurunkan berbagai konsep, pembuatan dan pelaksanaan
keputusan yang mengikat bersama antara pemerintah dan masyarakat yang berada
pada suatu wilayah tertentu dalam rangka membentuk karakter warga negara yang
bertanggung jawab dimana dasar-dasar dari pendidikan politik tersebut dapat
dipelajari melalui mata pelajaran maupun mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan di sekolah serta di Perguruan Tinggi.
Kota Sintang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Kalimantan
Barat, dimana partai politik yang dominan adalah PDI Perjuangan terutama pada
pemilu 2014 yang lalu. Hal tersebut diperkuat dengan data hasil rekapitulasi dari
KPUD Kabupaten Sintang pada Pemilihan Umum Legeslatif 2014 yang
menyatakan bahwa PDI Perjuangan unggul dari partai-partai yang lainnya yakni
dengan perolehan suara mencapai 90.909 atau 17,83 persen, (Tribun News.com.
Pemilu legeslatif Kabupaten Sintang 2014, diakses 25 Oktober 2014). Untuk lebih
jelasnya, dibawah ini akan penulis sajikan dalam bentuk tabel.
Sedangkan data hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu Legislatif 2014
dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat juga menunjukkan bahwa Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan berada di posisi pertama dengan perolehan suara
mencapai 23.681.471 atau 18,95 persen.
Hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu Legeslatif 2014 ini ditetapkan
melalui surat keputusan KPU No 411/KPTS/KPU/2014 tentang Penetapan
Anggota DPR, DPD dan DPRD secara umum dalam Pemilu, yang dibacakan
Ketua KPU Husni Kamil Manik di Gedung KPU, Jakarta, pada hari Jumat
(9/4/2014) malam menjelang dini hari, (Tribun News.com. Pemilu legeslatif pusat
2014, diakses 25 Oktober 2014).
Adapun persoalan yang menyebabkan PDI Perjuangan meraih suara
terbanyak pada pemilu 2014, diantaranya, posisi PDI Perjuangan sebagai oposisi
dan pemilih militan atau para pemilih yang fanatik, artinya di Kabupaten Sintang
tidak sedikit pemilih yang masih fanatik, baik itu berdasarkan pada suku, agama,
kandidat maupun berdasarkan pada ikatan keluarga yang masih terjalin kental.
Sebab partai ini merupakan partai yang beraliran nasionalis dengan asasnya
gotong royong yang merupakan hasil pemikiran dari Soekarno sebagai cikal bakal
berdirinya PDI Perjuangan dan partai ini juga sudah lama dikenal masyarakat
sejak zaman Orde Baru.
Disamping itu juga partai ini merupakan fusi dari lima partai, yakni PNI,
Partai Katolik, Parkindo, IPKI, dan Murba yang pada dasarnya berbeda konsep,
meleburkan diri dalam satu wadah, yakni PDI, yang mana pada tahun 1999
berubah nama menjadi PDI Perjuangan berdasarkan hasil Munas IV di Bali.
Disisi lain kebanyakan para orang tua yang tidak mempunyai pendidikan
tinggi bahkan ada yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah, ketika pemilu
mereka ini diwakilkan oleh keluarganya yang lain (terutama yang telah
mempunyai pendidikan) sehingga suara menjadi menumpuk di satu partai dan
pada satu kandidat. Fenomena ini terutama banyak terjadi di pedesaan yang mana
mayoritas dari warganya belum mengenyam pendidikan.
Oleh karena itu, penelitian ini berangkat dari permasalahan dalam bidang
politik terutama yang berkaitan dengan pendidikan politik dalam membentuk
karakter bertanggung jawab warga negara karena sampai saat ini karakter politisi
sangat jauh dari nilai moral serta keberpihakkannya terhadap masyarakat. Partai
politik saat ini lebih berorientasi pada massa yang banyak, dengan demikan
mengabaikan pendidikan politik. Padahal pendidikan politik sangat penting guna
memberikan pemahaman ataupun pencerahan kepada kader, pengurus, simpatisan,
serta masyarakat luas. Dengan adanya pendidikan politik yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, diharapkan dapat meminimalisir berbagai
permasalahan yang terjadi dalam masyarakat seperti yang telah diuraikan di atas,
terutama dalam pemilu.
Melihat besarnya minat atau tanggung jawab warga negara dalam pemilihan
umum terutama para pemilih, mestinya bisa memberikan motivasi tersendiri bagi
PDI Perjuangan untuk lebih giat lagi dalam melakukan pendidikan politik kepada
kader, simpatisan dan seluruh warga negara supaya elektabilitas partai ini bisa
terus dipertahankan guna menunjang pembangunan bangsa yang berkelanjutan
dalam rangka mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu,
demokratis, adil, bertangung jawab, makmur dan berkeadaban serta berketuhanan
sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang menjadi cita-cita
bersama dari seluruh rakyat Indonesia.
Adapun tugas dan tanggung jawab PDI Perjuangan berdasarkan AD/ART
partai terhadap pengurus, kader, simpatisan dan masyarakat luas, diantaranya:
dan anggota partai, (d) sebagai cermin dari keseluruhan jati diri partai,(e) mengantarkan Indonesia untuk berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagai syarat-syarat minimum bagi perwujudan cita-cita bersama bangsa, (f) melakukan pendidikan politik secara berkesinambungan dalam bentuk program kerja, (g) melaksanakan visi dan misi partai secara efektif dan efisien, (h) bersama-sama dengan pemerintah merealisasikan kepentingan publik yang mengandung hajat hidup orang banyak.
Sementara itu negara mempunyai kewajiban untuk membentuk karakter
warganya melalui pendidikan politik. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan
cara berpikir dan cara berperilaku yang membantu individu untuk hidup dan
bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara serta membantu
mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
kata lain pendidikan karakter mengajarkan anak didik berpikir cerdas, berkarakter
sehat dan mengaktivasi otak tengah secara alami, Khan (2010, hlm.1). Sedangkan
Aqib (2012,hlm.26) mengatakan bahwa, tujuan dari pendidikan karakter adalah
untuk mengurangi perilaku destruktif pada anak, remaja, dan orang dewasa.
Pembangunan karakter yang pertama dan paling utama sesungguhnya
dimulai dari keluarga, khususnya orang tua. Orang tua yang baik melakukan lebih
dari sekedar memberi kasih sayang dalam memenuhi kebutuhan anak-anak
mereka. Orang tua juga harus mencanangkan bagaimana mereka akan membentuk
karakter anaknya supaya kelak di kemudian hari dapat menjadi insan yang
berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam keluarga
pula seseorang mulai diberikan nasihat supaya bisa bertanggung jawab terutama
terhadap tugas yang diberikan oleh orang tua maupun tugas yang diberikan oleh
guru dan dosen dalam dunia pendidikan dengan harapan apabila hal tersebut
sudah dibiasakan semenjak dini, maka besar kemungkinan karakter bertanggung
jawabnya akan terbentuk dengan baik.
Pendidikan karakter di sekolah dapat dipelajari melalui mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan, yakni dengan membiasakan para siswa untuk
berperilaku jujur, bertutur sapa sopan, menghormati guru, menghormati teman
yang berbeda agama, suku, budaya maupun status sosial, menjaga kebersihan
lingkungan dan belajar secara giat. Oleh karena itu menurut Winarno (2013,
membentuk pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan
kewarganegaraan (civic skill), dan nilai-nilai kewarganegaraan (civic values) bagi
seluruh siswa.
Menurut Branson sebagaimana yang dikutif Winarno (2009, hlm.13), ada tiga kompetensi dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yakni (a) civic
knowlegde (pengetahuan kewarganegaraan), (b) civic skill (keterampilan
kewarganegaraan, (c) civic disposition (karakter kewarganegaraan). Selanjutnya civic disposition terdiri dari karakter privat dan karakter publik. Karakter privat terdiri dari; pertanggungjawaban moral, disiplin diri, penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan karakter publik terdiri dari; taat terhadap aturan, sikap kritis, sopan, kesediaan mendengar, kemauan bernegosiasi dan kompromi.
Sedangkan pendidikan karakter di Perguruan tinggi dapat diberikan kepada
mahasiswa melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yakni dengan
membiasakan mahasiswa untuk membangun budaya demokrasi, yakni lebih
mengutamakan musyawarah untuk mufakat pada organisasi yang ada di
lingkungan kampus. Dalam hal ini Kesuma, dkk (2012, hlm.7) berpendapat bahwa
kemampuan yang perlu dikembangkan pada peserta didik di Indonesia adalah
kemampuan mengabdi kepada Tuhan yang menciptakannya, kemampuan untuk
menjadi dirinya sendiri, kemampuan untuk hidup secara harmoni dengan manusia
dan makhluk lainnya, dan kemampuan untuk menjadikan dunia ini sebagai
wahana kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, Pendidikan
Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan warga negara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.
Dengan demikian, karakter bertanggung jawab warga negara setidaknya
dapat dibentuk melalui pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik
secara kontinue kepada pengurus, kader, simpatisan dan seluruh warga negara
dengan cara melaksanakan berbagai program yang telah disusun secara efektif dan
efisien guna menunjang pembangunan negara yang demokratis sesuai dengan
Pancasila dan Pembukaan UUD NRI 1945 khususnya pada alenia keempat.
Sedangkan di sekolah maupun di Perguruan Tinggi materi pendidikan politik
membentuk karakter bertanggung jawab siswa dan mahasiswa sebagai bagian dari
warga negara terutama dalam bidang pendidikan.
Disinilah letak keterkaitan antara pendidikan politik dengan membentuk
karakter warga negara dalam menunjang Pendidikan Kewarganegaraan karena
pada dasarnya Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri ingin mewujudkan
manusia Indonesia yang seutuhnya yakni manusia yang bertanggung jawab,
berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia, mempunyai kecerdasan intelektual,
emosional, kreatif dan inovatif dalam berbagai bidang kehidupan guna
meningkatkan daya saing global.
Menurut Sapriya, dalam pidatonya pada saat pengukuhan sebagai Guru
Besar tanggal 26 April 2012, bahwa:
Warga negara Indonesia yang baik yang dicita-citakan atau diharapkan adalah warga negara yang patriotik, demokratis, dan Pancasilais. Untuk itulah sesuai dengan tugasnya, komunitas disiplin Pendidikan Kewarganegaraan harus terus-menerus secara berkelanjutan dan berkesinambungan membangun dan mengembangkan batang tubuh keilmuan (the body of knowledge)) yang dapat memperkuat status keilmuannya.
Sedangkan kriteria manusia Indonesia yang baik terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 khususnya pada pasal tiga “...manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mah Esa, berkhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Berdasarkan data dan pemikiran di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk
mengkaji secara lebih dalam lagi mengenai keberadaan partai politik terutama
dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara melalui pendidikan
politik. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul dan permasalahan ini dalam
bentuk penelitian tesis dengan judul “Membentuk Karakter Bertanggung
Jawab Warga Negara Melalui Pendidikan Politik (Studi Kasus pada Partai
Politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang)”.
1.2Identifkasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan terkait dengan penelitian yang telah
dilakukan, maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan yang
terkait dengan tesis ini, diantaranya: Pertama, banyaknya partai politik di
Indonesia yang muncul menjelang pemilihan umum; Kedua, kurang adanya upaya
pengkaderan kepada masyarakat secara sungguh-sungguh; Ketiga, partai politik
belum jelas dalam membentuk karakter politik kader, pengurus, simpatisan dan
masyarakat luas; Keempat, partai politik kurang jelas dalam melaksanakan
program yang telah ditetapkan; kelima, partai politik belum melakukan secara
rutin pendidikan politik kepada masyarakat, oleh karenanya karakter warga negara
terutama karakter yang bertanggung jawab sangat sulit terbentuk melalui partai
politik. Karena itu fokus kajian yang diulas oleh penulis adalah berkaitan dengan
bagaimana membentuk karakter warga negara yang bertanggung jawab melalui
pendidikan politik (Studi Kasus pada partai politik PDI Perjuangan di kabupaten
Sintang) Kalimantan Barat.
1.2.2 Rumusan Masalah Penelitian
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sesuai dengan latar belakang
dan identifikasi permasalahan di atas, adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah bentuk program pendidikan politik yang dilakukan oleh
PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang?
b. Bagaimanakah proses pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI
Perjuangan di Kabupaten Sintang?
c. Karakter bertanggung jawab warga negara seperti apakah yang ingin
dibentuk oleh PDI Perjuangan melalui pendidikan politik di Kabupaten
Sintang?
d. Kendala apa saja yang dihadapi oleh PDI Perjuangan dalam memberikan
pendidikan politik di Kabupaten Sintang dan apakah upaya yang dilakukan
untuk mengatasi kendala tersebut?
e. Apakah hasil dari program pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI
Perjuangan dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan penelitian ini secara umum dilakukan untuk mengkaji dan
menganalisis pembentukan karakter pengurus, kader, simpatisan serta masyarakat
luas melalui pendidikan politik yakni partai politik PDI Perjuangan di Kabupaten
Sintang, dimana hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para
pengambil atau pemangku dan pengembang kebijakan dalam
menumbuhkembangkan karakter warga negara menuju Indonesia yang lebih baik
terutama untuk menyonsong generasi emas bangsa Indonesia pada tahun 2045
(100 tahun Indonesia merdeka), dimana dalam generasi emas tersebut bangsa
Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu negara maju terutama di Asia
bahkan di dunia. Untuk itu, generasinya harus dipersiapkan dari sekarang
terutama dalam pembentukan karakter melalui pendidikan politik yang dilakukan
oleh partai politik bersama pemerintah.
Menurut Creswell (2010, hlm.167), tujuan penelitian adalah kumpulan
pernyataan yang menjelaskan sasaran-sasaran, maksud atau gagasan umum
diadakannya suatu penelitian. Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan penelitian
kualitatif adalah mencakup berbagai informasi tentang fenomena utama yang
dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan lokasi penelitian.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengkaji dan menganalisis bentuk pendidikan politik yang dilakukan
oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang
b. Menganalisis proses pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI
Perjuangan di Kabupaten Sintang.
c. Mengkaji konstelasi karakter bertanggung jawab warga negara melalui
pendidikan politik di Kabupaten Sintang.
d. Menganalisis kendala dan upaya yang dilakukan oleh PDI Perjuangan
dalam memberikan pendidikan politik di Kabupaten Sintang.
e. Mendeskripsikan hasil program pendidikan politik yang dilakukan oleh
PDI Perjuangan dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat dari Segi Teoritis
Adapun manfaat penelitian ini dapat kiranya dijadikan sebagai referensi atau
panduan dalam pengembangan keilmuan kewarganegaraan yang berbasis pada
masyarakat terutama dalam bidang politik karena kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara mau tidak mau pasti akan bersentuhan dengan politik
dan secara lebih khusus lagi adalah membentuk karakter warga negara yang
bertanggung jawab melalui pendidikan politik yang dilakukan oleh Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan.
1.4.2 Manfaat dari Segi Kebijakan
Pendidikan politik seyoginya dilaksanakan oleh setiap partai politik kepada
pengurus, kader, simpatisan serta masyarakat luas guna memberikan pemahaman
supaya setiap warga negara selalu siap sedia berpartisipasi dalam bidang politik
dan pemerintahan dalam rangka menunaikan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara yang baik. Warga negara yang baik adalah warga negara yang berkarakter
baik pula. Pendidikan politik dapat diajarkan melalui mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan baik formal, nonformal, serta informal guna membentuk
karakter warga negara yang bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarga,
lingkungan sekitar, masyarakat, lingkungan pendidikan, bangsa maupun negara.
Disamping itu pula pelaksanaan pendidikan politik yang baik dan secara
berkesinambungan dapat membentuk karakter warga negara yang baik serta
bertanggung jawab. Untuk itu pendidikan politik menjadi penting diberikan
kepada setiap pengurus, kader, simpatisan dan masyarakat luas sejak sedini
mungkin.
1.4.3 Manfaat dari Segi Isu serta Aksi Sosial
Dengan adanya penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat yang
maksimal terutama terkait dengan hasil dari program pendidikan politik yang
dilaksanakan oleh PDI Perjuangan guna membentuk karakter warga negara yang
sesuai dengan cita-cita Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan pertahanan
keamanan.
1.4.4 Manfaat Secara Praktis
Selain dapat memberikan manfaat dari segi teoritis, dari segi kebijakan, dan
dari segi isu serta aksi sosial, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat praktis, yakni berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Diketahuinya bentuk pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI
Perjuangan di Kabpuaten Sintang.
b. Diketahuinya proses pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI
Perjuangan di Kabupaten Sintang.
c. Diketahuinya karakter bertanggung jawab warga negara yang ingin
dibentuk oleh PDI Perjuangan melalui pendidikan politik di Kabupaten
Sintang.
d. Diketahuinya kendala dan upaya yang dilakukan oleh PDI Perjuangan
dalam memberikan pendidikan politik terhadap warga negara di
Kabupaten Sintang.
e. Diketahuinya hasil program pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI
Perjuangan dalam membentuk karakter bertanggung jawab warga negara
melalui pendidikan politik di Kabupaten Sintang.
1.5Struktur Organisasi Penulisan Tesis
Sebuah karya ilmiah yang baik, (skripsi, tesis dan disertasi) paling tidak
memuat bagian-bagian sebagai berikut: (1) halaman judul, (2) halaman
pengesahan, (3) lembar persetujuan dan pengesahan, (4) pernyataan tentang
keaslian tesis, (5) ucapan terima kasih, (6) kata pengantar, (7) surat pernyataan,
(8) lembar persembahan, (9) abstrak: Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, (10)
daftar isi, (11) daftar tabel, (12) daftar gambar, (13) daftar lampiran, (14) daftar
antara setiap BAB-nya saling berhubungan secara runtut. Urutan penulisannya di
mulai dari BAB satu sampai BAB lima secara berurutan.
BAB satu memuat latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi penulisan tesis, dan
definisi operasional. BAB dua memuat kajian pustaka yang memberikan konteks
yang jelas terhadap topik atau permasalahan yang diangkat dalam penelitian,
yakni berupa teori yang mendukung dari proses penelitian yang diuraikan secara
sistematis. BAB tiga memuat metodologi penelitian, yakni berupa cara atau teknik
yang digunakan oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian, instrumen yang
digunakan, tahapan pengumpulan data, serta langkah-langkah analisis yang
dilakukan dalam mengolah data yang telah diperoleh dari lapangan pada saat
pelaksanaan penelitian. BAB empat memuat temuan dan pembahasan hasil
penelitian, yakni berupa gambaran umum lokasi tempat dilaksanakannya
penelitian, deskripsi pengolahan data menggunakan instrumen seperti yang
diuraikan dalam BAB tiga, dan pengolahan data dengan menggunakan berbagai
teori yang mendukung yang merujuk pada BAB dua. BAB lima memuat
simpulan, implikasi, dan rekomendasi, yakni penulis membuat kesimpulan dari
hasil penelitian yang telah diolah pada BAB empat menggunakan instrumen yang
sesuai, memberikan implikasi serta membuat rekomendasi untuk peneliti
selanjutnya.
1.6Definisi Operasional
Guna menjelaskan maksud dan batasan dari sebuah penelitian, diperlukan
suatu definisi operasional yang merupakan seperangkat petunjuk yang lengkap
mengenai apa yang seharusnya diamati ketika melakukan penelitian dilapangan.
Untuk itu, penulis akan mengemukakan beberapa batasan penelitian ini supaya
antara pembaca dengan penulis mempunyai persepsi yang sama dengan
istilah-istilah dalam penelitian ini. Adapun istilah-istilah-istilah-istilah yang dapat penulis jelaskan
terkait dengan hasil penelitian ini yakni “Membentuk Karakter Bertanggung
Jawab Warga Negara melalui Pendidikan Politik (studi Kasus pada Partai Politik
1.6.1 Karakter Bertanggung Jawab
Karakter adalah sikap atau perbuatan individu dalam kehidupan sehari-hari
dimanapun individu tersebut berada dalam merespon segala sesuatu dimana
karakter individu tersebut yang membedakannya dari individu lain. Samani
dan Hariyanto (2012, hlm.41), mengatakan karakter adalah cara berpikir dan
berprilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjsama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan bertanggung
jawab adalah kemauan dari seseorang untuk memikul segala pekerjaan
ataupun tugas yang diberikan kepadanya dengan segenap hati dan penuh
kejujuran. Jadi dengan demikian karakter bertanggung jawab adalah cara
berpikir dan berperilaku yang khas dari setiap individu untuk hidup dan
bekerjasama dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dengan segenap
hati dan penuh kejujuran.
1.6.2 Warga Negara
Warga Negara adalah orang atau sekelompok orang yang berada dalam
wilayah negara dimana ia tinggal yang dibuktikan dengan identitas yang sah.
Menurut Komalasari dan Saifullah (2012, hlm.1), istilah warganegara
merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yakni Staatsburger. Dalam
Bahasa Inggris dikenal dengan istilah citizen. Sedangkan dalam bahasa
Perancis dikenal dengan istilah Citoyen. Jadi, warga negara adalah anggota
negara.
1.6.3 Pendidikan Politik
Pendidikan politik adalah segala usaha sadar dan terencana yang dilakukan
oleh seseorang maupun sekelompok orang untuk mencerdaskan dirinya,
keluarganya, masyarakat, bangsa dan negara supaya karakter kader partai
politik serta warga negara pada umumnya bisa terbentuk dengan baik.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik mengatakan
bahwa pendidikan politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman
tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam
Kolip (2013, hlm.282), pendidikan politik dipelajari seumur hidup oleh
manusia melalui pendidikan formal, kursus, penataran, dan kaderisasi
maupun secara tidak sengaja lewat pengalaman individual dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
1.6.4 Partai Politik
Partai politik adalah sebuah organisasi yang menghimpun individu untuk
bergabung dalam sebuah wadah kesatuan dimana susunan kepengurusannya
dimulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, baik daerah tingkat satu dan
daerah tingkat dua bahkan sampai pada level kecamatan dan kelurahan dan
sistem kerjanya menggunakan sistem komando atau perintah yakni dari
atasan kepada bawahan yang merupakan rangkaian sistem serta mempunyai
visi misi yang jelas maupun tujuan yang sama. Dalam hal ini Budiardjo
(2008:404) mengatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orentasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama dan tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan
programnya.
1.6.5 Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan (civics) merupakan mata pelajaran serta mata
kuliah yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, dalam
arti manusia Indonesia yang cakap, aktif, kreatif, inovatif, mandiri, jujur,
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agamanya masing-masing, berperilaku sopan, dan menghargai sesama dalam
kemajemukan.
Dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, mencantumkan tujuan dari
Pendidikan Kewarganegaraan, supaya siswa memiliki kemampuan:
a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta
anti-korupsi.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (kualitative approach)
dengan metode studi kasus. Adapun alasan mengapa penulis menggunakan
pendekatan kualitatif serta metode studi kasus adalah karena dalam hal ini penulis
hanya menggambarkan atau mendeskripsikan keberadaan PDI Perjuangan di
masyarakat, bentuk pendidikan politik, proses pendidikan politik, kendala yang
dihadapi dalam melaksanakan pendidikan politik, upaya yang dilakukan untuk
mengatasi kendala tersebut serta hasil dari pelaksanaan pendidikan politik yang
dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang guna membentuk karakter
bertanggung jawab warga negara tanpa melakukan perhitungan secara kuantitatif
atau tanpa menggunakan angka secara statistik.
Pembentukan karakter bertanggung jawab warga negara melalui pendidikan
politik dianggap sebagai sebuah kasus karena hal tersebut sukar dilakukan, sebab
setiap manusia dan kader partai tidak ada yang melibatkan dirinya sepenuhnya
dengan urusan partai politik. Dan saat ini kebanyakan partai politik hanya
berorientasi pada kekuasaan belaka, tanpa mau peduli apakah kader partai dalam
memperoleh kekuasaan tersebut menempuh jalan yang benar atau jalan yang
salah, namun dibenarkan. Disisi lain, pendidikan politik yang dilakukan oleh
partai politik masih terbatas pada kalangan partai semata, tanpa melibatkan
masyarakat luas selaku konstituen dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
negara yang demokratis.
Dalam melakukan penelitian, peneliti terjun langsung ke lapangan guna
melakukan pengamatan (observasi), melakukan wawancara (interview) dengan
narasumber yang terpercaya, melakukan studi dokumentasi serta studi literatur.
Selama proses penelitian, peneliti terlibat langsung dengan aktivitas yang
dilakukan oleh subyek penelitian tanpa mengganggu jalanya aktivitas mereka. Hal
tersebut dilakukan supaya data yang diperoleh benar-benar data primer, sebab
menurut Sugiyono (2010, hlm.85) tujuan penelitian kualitatif bukan semata-mata
mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap dunia sekitar
kualitatif lebih banyak menggunakan hipotetiko verifikatif. Pendekatan tersebut di
mulai dengan berpikir deduktif untuk menurunkan hipotesis, kemudian
melakukan pengujian di lapangan.
Sementara itu, data yang berhasil dikumpulkan selama proses penelitian
berupa kata-kata, perbuatan, sikap maupun tingkah laku dari subyek penelitian di
olah apa adanya tanpa terkontaminasi oleh pendapat peneliti. Hal tersebut
dimaksudkan supaya data yang disajikan benar-benar alamiah sesuai dengan apa
yang terjadi dilapangan pada saat proses penelitian berlangsung. Menurut Lofland
dan lofland (1984, hlm.47) dalam Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.169), bahwa
sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Sugiyono, (2010, hlm.15) mengatakan metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksprimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci (key intrument),
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik
pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau
kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi. Menurut Alwasilah (2003, hlm.26), penelitian kualitatif digunakan
sebagai istilah pembungkus yang meliputi sejumah strategi penelitian yang
sama-sama memiliki sejumlah sifat tertentu, yang diambil dari serangkaian asumsi yang
saling berhubungan yang bersifat khas paradigma kualitatif. Sementara itu,
Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.20 & 23) berpendapat bahwa penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi,
dan implementasi model secara kualitatif. Dikatakan lebih lanjut, bahwa tujuan
penelitian kualitatif untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum
terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan.
Adapun maksud dan tujuan pemilihan pendekatan kualitatif dalam
penelitian ini dimaksudkan agar peneliti lebih leluasa dalam mengkaji dan
menganalisis berbagai fenomena yang ditemui dilapangan secara komprehensif
kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat”. Kirk dan Miller (1986, hlm.9) sebagaimana yang dikutif Moleong (2013, hlm.4), mengatakan penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasan maupun dalam
peristilahan.
Sementara itu, menurut Miles dan Huberman (1992, hlm.2), data dalam
penelitian kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan
kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses yang terjadi dalam lingkup
setempat. Data dalam kualitatif lebih condong dapat membimbing kita untuk
memperoleh penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan untuk membentuk
kerangka teoritis baru. Dilain pihak, Denzin dan Lincoln (2009, hlm.2)
berpendapat bahwa penelitian kualitaitf mencakup penggunaan subyek yang dikaji
dan kumpulan berbagai data empiris, studi kasus, pengalaman pribadi, intropeksi,
perjalanan hidup, wawancara, teks hasil pengamatan, historis, interaksional, dan
visual yang menggambarkan saat-saat dan makna keseharian dan problematis
dalam kehidupan seseorang.
Adapun karakterisitik penelitian kualitatif menurut Creswell (2010,
hlm.261-263), adalah: (1) lingkungan alamiah/natural setting, (2) peneliti sebagai
instrumen kunci/researcher as key instrument, (3) beragam sumber data/multiple
sources of data, (4) analisis data induktif/inductive data analysis, (5) makna dari
para partisipan/participants meaning, (6) rancangan yang berkembang/emergent
desaign, (7) persfektif teoritis atau theoritical lens, (8) bersifat penapsiran atau
interpretative, (9) pandangan menyeluruh atau holistic account. Lebih lanjut
dikatakan bahwa tujuan penelitian kualitatif adalah mencakup informasi tentang
fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan
lokasi penelitian, atau dengan kata lain tujuan penelitian kualitatif adalah
rancangan penelitian yang dipilih.
Suharsaputra (2012, hlm.185-186), berpendapat bahwa ciri-ciri penelitian
kualitatif, diantaranya: (a) naturalistic inquiry, (b) inductive analysis, (c) holistic
perspective, (d) qualitative data, (e) personal kontact dan insight, (f) dynamic
(j) design flexibility. Disisi lain, Denzin dan Lincoln (2009, hlm.301) mengatakan
bahwa ada tiga jensi studi kasus, yakni: Pertama, studi kasus intrinsik (intrinsict
case study). Jenis ini ditempuh oleh peneliti yang ingin lebih memahami sebuah
kasus tertentu. Kedua, studi kasus instrumental (instrumental case study). Jenis ini
digunakan untuk peneliti suatu kasus tertentu agar tersaji sebuah perspektif
tentang isu atau perbaikan suatu teori. Ketiga, studi kasus kolektif (colective case
study). Jenis ini sebagai pengembangan dari studi instrumental kedalam beberapa
kasus yang hendak dikaji.
Pernyataan di atas menyiratkan bahwa pendekatan kualitatif (qualitative
approach) merupakan suatu pendekatan yang menekankan pada kajian interperatif
data hasil penelitian dan tidak menggunakan kuantifikasi atau perhitungan
statistik. Pendekatan kualitatif juga lebih menekankan pada proses, oleh
karenanya pendekatan ini ketika terjun ke lapangan dalam mengumpulkan data
relatif lebih lama sebab data yang dikumpulkan sampai pada tahap kejenuhan.
Sebab menurut Denzin dan Lincoln (2009, hlm.299), sebagai sebuah bentuk
penelitian, studi kasus ditentukan oleh minat pada kasus-kasus individual, bukan
ditentukan oleh metode-metode penelitian yang digunakan.
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa penelitian kualitatif
(pendekatan kualitatif) adalah penelitian dimana peneliti terjun langsung ke
lapangan untuk mengumpulkan data (peneliti sebagai instrumen kunci), data yang
dikumpulkan dalam keadaan alamiah atau apa adanya (apa yang dilihat, didengar
maupun dirasakan), pengumpulan datanya sampai pada tingkat kejenuhan, tidak
melakukan perhitungan angka secara statistik dan pengolahan datanya bersifat
induktif.
3.2Metode Penelitian
Ada berbagai bentuk metode penelitian yang dapat digunakan dalam
penelitian, namun dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi kasus.
Tujuan dan maksud penggunaan metode studi kasus dalam penelitian ini, karena
penulis hanya melakukan penelitian dalam setting yang sempit, dan mengacu pada
kasus tertentu. Dalam penelitian ini juga, penulis berusaha mengumpulkan data
penulis dan penyusunan hasil penelitian dilakukan secara induktif. Namun,
walaupun demikian saat melakukan penelitian, penulis terjun langsung ke
lapangan dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Menurut
Yin (2014, hlm.1) studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu
sosial.
Bogdan & Biklen (1982: hlm.58) mengatakan: “A case study is a detailed
examination of one setting or one single subject or one single depository of document or one particular event.” Selanjutnya, Bogdan & Biklen (1982, hlm.59) menggambarkan rancangan umum dari sebuah studi kasus itu sebagai berikut:
(1) peneliti mencari tempat dan orang yang akan dijadikan sebagai subjek atau sumber data, (2) menemukan lokasi yang diinginkan untuk dikaji kemudian mencoba mempertimbangkan kelayakan tempat tersebut atau sumber data untuk mencapai tujuannya, (3) mencari kunci-kunci tentang bagaimana ia dapat melangkah dan apa yang semestinya dilakukan, (4) memulai mengumpulkan data, mereviuew, dan mengeksplorasinya, (5) membuat keputusan tentang arah yang akan dituju dengan penelitiannya, (6) membuat keputusan tentang bagaimana mengatur waktu, siapa yang akan diinterviuwe dan apa yang akan digali secara mendalam, (7) memodifikasi desain secara terus menerus dan memilih prosedur yang lebih sesuai dengan topik kajian, (8) membuat keputusan berkenaan dengan aspek apa di antara setting, subyek, atau sumber data yang akan dikaji, dan (9) mengembangkan fokus.
Metode studi kasus adalah proses pengumpulan data dan kegiatan penelitian
yang akan mempersempit wilayah, subyek, bahan, topik, dan tema. Dari
permulaan pencarian yang luas, peneliti bergerak menuju pengumpulan data dan
analisis yang lebih terarah. Dalam penelitian ini kasus yang dikaji adalah bentuk,
proses, karakter bertanggung jawab warga negara, kendala dan solusi serta hasil
pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang
Provinsi Kalimantan Barat. Oleh karena itu, studi kasus ini bersifat observasional,
situasional, dan aktivitas suatu tipe studi kasus kualitatif yang oleh Bogdan &
Biklen disebut Observational Case Studies.
Studi kasus mempunyai kelebihan dibanding studi lainnya yaitu peneliti
dapat mempelajari sasaran penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh.
Menurut Alwasilah (2015, hlm.82-83), ada sejumlah kelebihan dari studi kasus
a. Peneliti bisa berfokus pada hal-hal yang subtil (subtle) dan rumit dari situasi sosial yang kompleks. Peneliti bisa menjelaskan hubungan sosial antar pihak yang tidak mungkin bisa dijelaskan lewat survei. Ini disebabkan studi kasus pendekatannya holistik sedangkan survei melihat persoalan secara terisolasi.
b. Peneliti bisa menggunakan berbagai cara (multiple methods) untuk mendapatkan realitas yang kompleks yang sedang diteliti.
c. Sejalan dengan kemungkinan digunakannya berbagai cara, studi kasus memungkinkan pengunaan berbagai sumber data (multiple source of data) yakni yang lazim disebut triangulation.
d. Studi kasus layak untuk meneliti fenomena yang diteliti terjadi secara alami dan peneliti tidak memiliki kewajiban melakukan kontrol untuk merubah keadaan. Ini berbeda dengan kajian tindakan (action research). e. Studi kasus cocok untuk penelitian skala kecil tetapi memungkinkan
peneliti untuk berkosentrasi pada satu kasus topik penelitian sehingga pemahamannya mendalam. Studi kasus cocok untuk memahami proses yang terjadi, yang akan tetap tersembunyi bila hanya dilakukan lewat survei.
Sementara itu, Daniel (2003, hlm.117, 119 & 120) mengatakan bahwa
keuntungan apabila peneliti menggunakan metode studi kasus adalah, peneliti
akan mendapatkan gambaran yang luas dan lengkap dari subyek yang diteliti.
Dikatakan lebih lanjut bahwa, ciri-ciri dari studi kasus adalah, Pertama, terbatas
pada populasi, tempat, dan waktu tertentu. Kedua, cukup mudah, kadangkala
mirip survei. Disisi lain, Myers (2009) dalam Sarosa (2012, hlm.123),
berpendapat bahwa keunggulan studi kasus (case study) adalah face (muka/rupa).
Face validity adalah kemampuan case study yang ditulis dengan baik dan
didukung bukti empiris yang kuat dan kredibel untuk dipahami oleh pembaca.
Selain itu, juga memungkinkan peneliti menguji teori ke dalam situasi nyata yang
sering tidak semudah atau sesederhana asumsi teori tersebut.
Berdasarkan kelebihan studi kasus tersebut diharapakan penelitian yang
dilakukan oleh penulis dapat mengungkap fakta-fakta, data atau informasi
sebanyak mungkin tentang pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI
Perjuangan di Kabupaten Sintang dalam membentuk karakter bertanggung jawab
warga negara. Sesuai dengan hakikat pendekatan penelitian kualitatif, penulis
ingin memperoleh pemahaman dengan masalah tersebut, maka aspek-aspek yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan pendidikan
politik yang dilakukan oleh partai politik terutama PDI Perjuangan kepada
Metode studi kasus dipilih sebagai metode dalam penelitian ini karena
permasalahan yang dikaji terjadi pada tempat dan situasi tertentu. Hal di atas
sejalan dengan apa yang di kemukakan Alwasilah, (2012, hlm.225), yang
menyatakan bahwa: studi kasus pada umumnya lebih menantang daripada
penulisan laporan, seperti artikel jurnal, buku ajar, artikel koran, dan sejenisnya.
Dan menurut Patton (2009, hlm.23 & 24), studi kasus berguna ketika:
Orang perlu memahami suatu problem atau situasi tertentu dengan amat mendalam, dan dimana orang mengidentifikasi kasus yang kaya, dalam pengertian bahwa suatu persoalan besar dapat dipelajari dari beberapa contoh fenomena dalam bentuk pertanyaan. Studi kasus umumnya bernilai ketika evaluasi berupaya untuk menangkap perbedaan individual atau variasi unik dari satu latar persoalan program ke yang lainnya.
Metode studi kasus lebih menitikberatkan pada suatu kasus. Adapun kasus
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan politik dalam membentuk
karakter bertanggung jawab warga negara. Kasus tersebut hanya dibatasi dalam
suatu ruang lingkup partai politik, yakni PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang.
Penggunaan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus ini diharapkan
mampu mengungkap aspek-aspek yang diteliti terutama, berkaitan dengan bentuk,
proses, karakter bertanggung jawab yang ingin dibentuk, kendala dan solusi serta
hasil pendidikan politik yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam membentuk
karakter bertanggung jawab warga negara menuju good and smart citizen.
Penggunaan pendekatan penelitian kualitatif dengan studi kasus dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi yang obyektif dan
mendalam tentang fokus penelitian. Dalam pelaksanaannya, penulis lebih banyak
menggunakan pendekatan antar personal, artinya selama proses penelitian penulis
lebih banyak mengadakan kontak atau berhubungan langsung dengan orang-orang
(responden) di lingkungan lokasi penelitian. Dengan demikian penulis dapat lebih
leluasa mencari informasi dan mendapatkan data yang lebih terperinci tentang
berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian. Selain daripada itu
dalam penelitian ini, penulis berusaha menemukan informasi maupun pandangan
dari pihak di luar sistem dari subyek penelitian, atau dari pengamat dan tokoh
masyarakat, untuk menjaga obyektifitas hasil penelitian. Sehingga dengan
demikian penulis dapat memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan dan pada