• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN 3.1Pendekatan Penelitian

3.3 Disain Penelitian

3.3.1 Wawancara

Wawancara adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dimana ada pihak yang bertanya (pewawancara) dan ada pihak yang ditanya (terwawancara) secara langsung atau bertatap muka, dimana pertanyaan yang diajukan secara lisan. Adapun hal-hal yang ditanyakan oleh pewawancara kepada terwawancara adalah seputar tema yang diangkat dalam sebuah penelitian atau dalam sebuah kegiatan yang telah, sedang, maupun akan berlangsung. Bentuk pertanyaannya pun seputar sikap, pendapat, dan komentar terhadap masalah yang diangkat dalam penelitan.

Ali (2013, hlm.90), mengatakan bahwa wawancara adalah teknik pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung yang dilakukan dengan orang yang menjadi sumber data dan dilakukan tanpa perantara, baik tentang dirinya maupun tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Sementara itu, Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.127) berpendapat bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee).

Koentjaraningrat (1994, hlm.129), mengatakan bahwa metode wawancara atau interview adalah mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang reponden. Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.127), mengatakan bahwa percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu.

Wawancara dikenal juga dengan teknik komunikasi langsung. Hal ini dikarenakan antara pihak yang mewawancara dengan pihak yang diwawancara bertemu secara tatap muka (face to face). Menurut Faisal (1989, hlm.52) yang di maksud dengan teknik komunikasi langsung adalah peneliti bertatap muka secara langsung dengan responden dan pertanyaan diajukan secara lisan. Moleong, (2013, hlm.186) mengatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, yaitu pewawancara (yang mengajukan pertanyaan atau interviewer) dan terwawancara (yang menjawab pertanyaan atau interviewe).

Patilima (2011, hlm.68), mengatakan bahwa metode wawancara dalam penelitian kualitaitf adalah salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi. Hal ini didasarkan pada dua hal, yakni: (1) dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subyek yang diteliti, akan tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subyek penelitian, (2) apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang.

Nawawi, (2007, hlm.101) mengatakan bahwa teknik komunikasi langsung adalah cara mengumpulkan data yang mengharuskan seorang peneliti mengadakan kontak langsung secara lisan atau tatap muka (face to face) dengan sumber data, baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi yang sengaja dibuat untuk keperluan tersebut.

Dalam melakukan proses wawancara, dikenal beberapa bentuk pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara kepada responden. Menurut Emzir (2011, hlm.51), jenis-jenis wawancara berdasarkan pada bentuk pertanyaan yang

diajukan kepada responden, ada tiga macam, yakni (1) wawancara tertutup, yaitu wawancara dengan mengajukan pertanyaan dengan menuntut jawaban tertentu, (2) wawancara terbuka, yaitu wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan mengajukan pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya, artinya pertanyaan yang mengundang jawaban terbuka, (3) wawancara tertutup dan terbuka, yaitu gabungan wawancara jenis pertama dan kedua.

Sementara itu, Esterbeg (2002) dalam Sugiyono (2009, hlm.73-74) mengatakan bahwa wawancara dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni: Pertama, wawancara terstruktur (structur interview). Jenis wawancara ini digunakan apabila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Kedua, wawancara semiterstruktur (semiterstructur interview). Wawancara ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan idenya. Ketiga, wawancara tak berstruktur (unstructur interview). Wawancara ini adalah wawancara yang bebas, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan data.

Berdasarkan pengertian wawancara di atas, maka dalam hal ini penulis menggunakan wawancara secara mendalam dan terstruktur yakni wawancara yang dilakukan antara peneliti dengan subyek penelitian (individu dengan individu) sampai pada batas tertentu, yaitu sebuah batas dimana tidak ditemukan lagi data yang berbeda dari setiap responden serta daftar pertanyaannya sudah dipersiapkan sebelumnya oleh peneliti. Bungin (2010, hlm.108), berpendapat bahwa wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dengan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Selama penelitian berlangsung peneliti hanya melakukan wawancara secara individu langsung dengan narasumber ataupun responden yang telah ditetapkan dari semula. Pada saat melakukan wawancara, semua responden mendapatkan perlakukan yang sama serta diberikan pertanyaan yang sama pula. Hal tersebut

dimaksudkan supaya data yang diperoleh benar-benar mendalam walaupun jawaban dari responden tidak persis sama.

Berkaitan dengan jumlah atau pengelompokkan responden yang di wawancara dalam rentang waktu yang sama, Bungin (2010, hlm.111) membaginya menjadi empat bagian, yakni:

(1) wawancara individu dengan individu, yaitu wawancara yang dilakukan antara seseorang dengan yang lainnya, (2) wawancara individu dengan kelompok, yaitu wawancara yang dilakukan antara seseorang terhadap suatu kelompok, (3) wawancara kelompok dengan individu, yaitu sekelompok pewawancara mewawancarai seseorang, (4) wawancara kelompok dengan kelompok yang lainnya, yaitu dua kelompok yang saling mewawancarai atau satu kelompok yang mewawancarai kelompok yang lainnya.

Berdasarkan beberapa pengertian dari wawancara di atas, maka dalam hal ini penulis berkesimpulan bahwa wawancara adalah proses tanya jawab antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan individu dan kelompok dengan kelompok secara tatap muka maupun menggunakan sarana teknologi, berupa telepon, dimana daftar pertanyaannya dapat dipersiapkan terlebih dahulu (wawancara terstruktur) maupun dilakukan secara spontan (tidak terstruktur) sesuai dengan kondisi yang terjadi saat wawancara berlangsung. Dengan demikian wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada saat melakukan penelitian adalah proses wawancara dengan melakukan tanya jawab terhadap responden secara langsung (face to face) di lapangan untuk mendapatkan data yang diperlukan sesuai dengan fokus permasalahan penelitian, dimana daftar pertanyaannya sudah dipersiapkan terlebih dahulu (wawancara terstruktur).

3.3.2 Observasi

Dalam penelitian kualitatif, obervasi merupakan metode yang paling utama disamping interview atau wawancara. Observasi adalah sebuah teknik penelitian yang dilakukan oleh peneliti ketika melakukan pengamatan secara langsung dilapangan. Observasi dalam penelitian ini dilakukan guna menambah kelengkapan data yang tidak dapat diperoleh melalui wawancara, dokumnetasi maupun studi literatur. Observasi ini juga dilakukan selama peneliti berada dilapangan yang berkaitan dengan aktivitas pangurus, dan kader dari PDI Perjuangan.

Sehubungan dengan observasi di atas, dalam hal ini Patton (2009, hlm.10) berpendapat bahwa data observasi harus data yang mendalam dan rinci, tergambar secara jelas, gambaran yang cukup membuat pembaca dapat memahami apa yang terjadi dan bagaimana hal itu terjadi. Senada dengan Patton, Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.94), mengatakan bahwa observasi adalah:

Salah satu metode pengumpulan data dimana peneliti mengamati secara visual sehingga validitas data sangat tergantung pada kemampuan observer. Lebih lanjut dikatakan bahwa teknik pengumpulan data dengan observasi dilakukan apabila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Bungin (2010, hlm.115) mengatakan bahwa observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya atau dengan kata lain adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.

Adapun jenis-jenis observasi menurut Bungin, diantaranya adalah (1) observasi partisipan, (2) observasi tidak berstruktur, yaitu observasi yang dilakukan tanpa menggunakan metode observasi (guide), (3) observasi kelompok. Sementara itu, Creswell (2008, hlm.221), mengatakan bahwa observasi adalah observation is a proces of gafhering open-ended, firsthand information by

observing people and places at a research site. Observasi adalah suatu proses

pengumpulan data secara terbuka yang memperoleh informasi dengan cara mengamati orang-orang dan tempat-tempat di lokasi penelitian.

Moleong (2013) dalam menyebutkan observasi lebih suka menggunakan istilah pengamatan secara langsung. Hal ini dikarenakan ketika peneliti mengobservasi ke lapangan secara otomatis peneliti tersebut akan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Adapun pengamatan menurut Guba dan Lincoln (1981, hlm.191-193)adalah:

(1) teknik pengamatan ini di dasarkan atas pengalaman secara langsung, (2) memungkinkan untuk melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya, (3) memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data, (4) sering terjadi adanya keraguan pada peneliti, misalnya ada data yang keliru dan bias, (5) memungkinkan peneliti

memahami situasi yang rumit, (6) sebagai alternatif apabila teknik lain tidak bisa digunakan.

Metode observasi dapat juga dikatakan sebagai metode survei. Hal ini dikarenakan peneliti ketika melakukan observasi identik dengan melakukan survey di lapangan terhadap permasalahan yang diangkat dalam sebuah penelitian. Adapun yang dimaksud dengan metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok, Singarimbun & Effendi, (1995, hlm.3). Penelitian survei juga bisa diartikan sebagai penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang relatif kecil, (Sukmadinata 2010, hlm.82).

Patilima, (2011, hlm.63) mengatakan bahwa metode pengamatan adalah sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam metode pengamatan dikenal ada tiga jenis metode yang sering digunakan, diantaranya: (1) metode pengamatan biasa, yaitu sebuah metode yang tidak memperbolehkan seorang peneliti terlibat secara langsung dalam hubungan emosi pelaku yang menjadi sasaran dari penelitian, (2) metode pengamatan terkendali, yaitu para pelaku akan diseleksi dan kondisi yang ada dalam ruangan atau tempat kegiatan, pelaku diamati dan dikendalikan oleh peneliti, (3) metode pengamatan terlibat, yaitu seorang peneliti harus terlibat secara langsung dalam setiap kegiatan masyarakat yang diteliti supaya bisa mengamati setiap gejala yang ada, sesuai dengan maknanya dengan yang dipahami oleh masyarakat yang sedang diteliti.

Sementara itu menurut Alwasilah (2003, hlm.211), observasi adalah pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya.

Adapun tujuan dari observasi menurut Nasution (1987, hlm.140) adalah untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan, untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial yang sukar diperoleh dengan metode lainnya, apabila belum banyak keterangan yang dimiliki tentang masalah yang diselidiki.

Jadi, berdasarkan pada berbagai pengertian observasi di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa observasi adalah proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti di lapangan dengan menggunakan pancaindra dan melakukan pencatatan sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan dari semula.

3.3.3 Studi Dokumentasi

Dalam proses penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif peneliti sekaligus sebagai instrumen kunci karena peneliti dalam mengumpulkan data terjun langsung ke lapangan dan bertemu langsung dengan responden, oleh karenanya peneliti dapat memanfaatkan berbagai sumber yang dianggap bisa menunjang kelengkapan data berupa catatan-catatan maupun dokumen.

Data yang menggunakan teknik dokumentasi dalam penelitian ini diperlukan guna mendukung hasil observasi dan wawancara. Selama berada dilapangan penulis melakukan dokumentasi terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan oleh pengurus, maupun kader PDI Perjuangan terutama yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan politik berupa fhoto, dan arsip surat.

Sukmadinata, (2010, hlm.222) mengatakan bahwa untuk menyajikan data tentunya harus dianalisis terlebih dahulu dan bukan dalam data mentah, namun walaupun demikian ada juga data yang disajikan dalam bentuk mentah, misalnya data yang dipandang sebagai data kunci.

Sementara itu, menurut Arikunto (2010, hlm.274) yang menjadi obyek kajian dari studi dokumenter ini adalah benda mati, misalnya catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger agenda, dan sebagainya. Dalam hal ini peneliti bisa mempelajari berbagi dokumen yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

Senada dengan pendapat Arikunto di atas, Creswell (2011, hlm.217), mengatakan bahwa dokumen dapat dibagi kedalam dua bentuk, yakni dokumen pribadi dan dokumen publik. Adapun yang termasuk dalam dokumen pribadi, diantaranya adalah:

Berbagai bentuk koran, catatan rapat, buku harian (jurnal) pribadi, catatan pribadi, dan surat-surat. Sedangkan yang termasuk dalam dokumen publik, diantaranya adalah memo resmi, catatan rapat, dan bahan arsip di perpustakaan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dokumen merupakan salah satu sumber yang baik sebagai informasi dalam penelitian kualitatif karena

mempunyai kelebihan, yakni berupa bahasa dan kata-kata dari para partisipan itu sendiri, yang biasanya mendapat pertimbangan yang matang sebelum diungkapkan. Ia juga siap dianalisis tanpa perlu ditranskripsikan seperti halnya data yang diperoleh dari observasi dan wawancara.

Dilain pihak, Basrowi dan Suwandi (2008, hlm.158) berpendapat bahwa metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan perkiraan. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen, yang biasanya hanya sebagai data pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara.

Merujuk pada berbagai pendapat di atas, maka dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan studi dokumentasi adalah berbagai benda mati yang terdapat dalam bentuk catatan-catatan baik pribadi maupun umum yang dapat digunakan untuk menunjang (pelengkap) data hasil penelitian selama berada di lapangan.

3.3.4 Studi Literatur

Adapun studi literatur dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagai teori yang dianggap relevan dengan permasalahan dalam proses penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, dan mengkaji berbagai literatur yang berhubungan dengan keadaan membentuk karakter bertanggung jawab warga negara melalui pendidikan politik (Studi kasus pada partai politik PDI Perjuangan di Kabupaten Sintang).

Alwasilah (2003, hlm.155), mengatakan bahwa dokumen atau literatur adalah barang yang tertulis atau terfilmkan yang tidak disiapkan secara khusus atas permintaan peneliti. Adapun hal-hal yang termasuk ke dalam dokumen, diantaranya, surat, memoar, otobiografi, diari, jurnal, buku teks, surat wasiat, makalah (position paper), pidato, artikel koran, editorial, catatan medis, pamflet propaganda, publikasi pemerintah, dan foto.

Dengan demikian yang dimaksud sebagai studi literatur dalam penelitian ini adalah segala bentuk dokumen pada partai politik PDI Perjuangan yang diperoleh melalui hasil pengkajian berupa AD/ART partai, buku tentang Peraturan

Pemerintah (PP) nomor 24 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004.

Dokumen terkait