ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengetahuan tentang kualitas pelayanan fiskus, dan ketegasan sanksi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan pajak PPh Pasal 21. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan fiskus, dan ketegasan sanki perpajakan sedangkan variabel dependen adalah meningkatkan penerimaan pajak PPh Pasal 21. Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebarkan kuisioner. Kuisioner yang disebar sebanyak 91 buah kepada wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Soreang dan kuisioner yang diolah sebanyak 77 buah. Sampel penelitian diambil dengan metode convenience sampling. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas pelayanan fiskus, dan ketegasan sanksi perpajakan berpengaruh namun tidak signifikan untuk meningkatkan penerimaan pajak PPh Pasal 21 pada KPP Pratama Soreang.
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the influence of the quality of tax service, and strict of tax punishment to increase tax revenue Tax Article 21. Independent variables in this research is the quality of tax service, and strict of tax punishment while the dependent variable is increase tax revenue Tax Article 21. This research used primary data with distributing questionnaires. Questionnaires were distributed as man as 91 pieces to individual tax player in KPP Pratama Soreang, and questionnaires were processed as many as 77 pieces. Research sampling were taken by convenience sampling method. Statistical analysis using multiple linear regression. The result of this research showed that the quality of tax service, and strict of tax punishment are affect but not significant to increase tax revenue Tax Article 21 in KPP Pratama Soreang.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... iv
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
BAB II : LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 7
2.1.1 Definisi Pajak ... 7
2.1.2 Fungsi Pajak ... 12
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak ... 13
2.1.4 Self Assessment System ... 16
2.1.4.1 Pengertian Self Assessment System ... 16
2.1.4.2 Pemahaman Pelaksanaan Self-Assessment ... 17
2.1.5 Subjek Pajak ... 18
2.1.6 Objek Pajak ... 22
2.1.7 Tarif Pajak ... 26
2.1.8 Pajak Penghasilan ... 27
2.1.9 Objek Pajak Penghasilan ... 29
2.1.10 Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 31
2.1.10.1 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 33
2.1.10.2 Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 35
2.1.10.3 Tidak Termasuk Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 36
2.1.10.4 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 37
2.1.10.5 Penghasilan yang Dikecualikan dari Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 40
2.1.12 Surat Pemberitahuan (SPT) ... 43
2.1.12.1 Definisi Surat Pemberitahuan (SPT) ... 43
2.1.12.2 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) ... 44
2.1.12.3 Prosedur Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) ... 45
2.1.12.4 Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) ... 46
2.1.12.5 Batas Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) . 49 2.1.12.6 Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) ... 49
2.1.12.7 Pengecualian Sanksi Administrasi Berupa Denda Karena Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ... 50
2.1.12.8 Sanksi Adminstrasi dan Sanksi Pidana Sehubungan dengan Surat Pemberitahuan (SPT). 51 2.1.13 Pajak Penghasilan Orang Pribadi ... 52
2.1.14 Pajak Daerah ... 53
2.1.14.1 Pengertian Pajak Daerah ... 53
2.1.14.2 Jenis Pajak Daerah ... 54
2.1.15 Pengelompokan Pajak ... 55
2.1.16 Agresivitas Pajak ... 57
2.1.17 Penghasilan Tidak Kena Pajak ... 58
2.1.18 Penerimaan Pajak ... 65
2.1.19 Faktor-Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak ... 72
2.1.19.1 Pertumbuhan Ekonomi ... 73
2.1.19.2 Inflasi ... 75
2.1.19.3 Investasi ... 76
2.1.20 Kualitas Pelayanan Fiskus ... 79
2.1.20.1 Kompetensi Account Representative ... 86
2.1.20.2 Karakteristik Kualitas Pelayanan ... 88
2.1.21 Ketegasan Sanksi Perpajakan ... 89
2.1.22 Sanksi Administrasi ... 89
2.1.22.1 Jenis Sanksi Administrasi ... 90
2.1.23 Sanksi Pidana ... 91
2.1.24 Indikator Sanksi Pajak ... 92
2.1.25 Sanksi Pajak Menurut Undang-Undang ... 92
2.2 Kerangka Pemikiran ... 104
2.3 Pengembangan Hipotesis ... 106
BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 107
3.1.1 Sejarah Singkat ... 108
3.1.2 Visi Dan Misi ... 109
3.1.4 Struktur Organisasi ... 110
3.1.5 Kedudukan, Tugas, Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang ... 113
3.1.6 Tabel Wilayah Kerja ... 115
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 121
3.2.1 Populasi ... 121
3.2.2 Sampel ... 121
3.3 Metode Penelitian ... 122
3.4 Definisi Operasional Variabel ... 123
3.5 Metode Penentuan Responden ... 127
3.5.1 Populasi Penelitian ... 127
3.5.2 Sampel Penelitian ... 127
3.6 Metode Pengumpulan Data ... 128
3.6.1 Data Primer ... 128
3.6.2 Data Sekunder ... 129
3.7 Metode Analisis Data ... 129
3.7.1 Uji Statistik Deskriptif ... 129
3.7.2 Uji Kualitas Data ... 129
3.7.2.1 Uji Validitas Menggunakan Korelasi Bivariate Pearson ... 129
3.7.2.2 Uji Reliabilitas ... 131
3.7.3 Uji Asumsi Klasik ... 133
3.7.3.1 Uji Multikolinearitas ... 133
3.7.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 134
3.7.3.3 Uji Normalitas ... 135
3.7.4 Uji Regresi Linier Berganda ... 137
3.7.4.1 Regresi Linier Berganda ... 137
3.7.4.2 Uji R2 (Koefisien Determinasi) ... 140
3.7.5 Uji Hipotesis ... 142
3.7.5.1 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 142
3.7.5.2 Uji Statistik F (Signifikansi Simultan) ... 144
3.8 Teknik Pengukuran Data ... 146
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Besarnya Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Ketegasan Sanksi Pajak dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 pada KPP Pratama Soreang ... 148
4.1.1 Analisis Statistik Deskriptif Data Responden ... 148
4.1.1.1 Jenis Kelamin ... 148
4.1.1.2 Usia Responden ... 150
4.1.1.3 Tingkat Pendidikan Responden ... 151
4.1.2.1 Variabel Kualitas Pelayanan Fiskus (X1) ... 154
4.1.2.2 Variabel Ketegasan Sanksi Pajak (X2) ... 161
4.1.2.3 Variabel Meningkatkan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 (Y) ... 167
4.1.3 Uji Instrumen ... 174
4.1.3.1 Uji Validitas ... 174
4.1.3.2 Reliabilitas ... 177
4.1.4 Uji Asumsi Klasik ... 178
4.1.4.1 Uji Normalitas ... 178
4.1.4.2 Uji Multikolinearitas ... 178
4.1.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 179
4.1.5 Uji Regresi Linier Berganda ... 181
4.1.6 Uji R2 (Koefisien Determinasi) ... 183
4.1.7 Pengujian Hipotesis Simultan (Uji – F) ... 184
4.2 Besarnya Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Ketegasan Sanksi Pajak dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 pada KPP Pratama Soreang Secara Parsial ... 186
4.2.1 Pengujian Hipotesis Parsial (Uji – t) ... 186
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 189
5.2 Keterbatasan dan Saran ... 190
5.2.1 Keterbatasan ... 190
5.2.2 Saran ... 191
5.2.2.1 Untuk Peneliti Selanjutnya ... 191
5.2.2.2 Untuk KPP Pratama Soreang ... 191
DAFTAR PUSTAKA ... 193
LAMPIRAN ... 196
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar Struktur Organisasi ... 113
Gambar 4.1 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 149
Gambar 4.2 Persentase Responden Berdasarkan Usia ... 151
Gambar 4.3 Persentase Status Responden ... 153
Gambar Interval Pernyataan Kualitas Pelayanan Fiskus (X1) ... 155
Gambar Interval Pernyataan Ketegasan Sanksi Pajak (X2) ... 162
Gambar Interval Pernyataan Meningkatkan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 ... 168
Gambar 4.4 Pengujian Hipotesis X1 (Kualitas Pelayanan Fiskus) ... 187
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel Wilayah Kerja ... 115
Tabel Operasional Variabel ... 126
Tabel Skala Likert ... 147
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 148
Tabel 4.2 Usia Responden ... 150
Tabel 4.3 Pendidikan Responden ... 151
Tabel 4.4 Status Responden ... 152
Tabel 4.5 Skor Jawaban Responden Terhadap Item-Item Pernyataan Pada Variabel Kualitas Pelayanan Fisku (X1) ... 154
Tabel 4.6 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan “Fasilitas yang Modern dan Terawat Baik pada KPP Telah Memudahkan Jalur Pembayaran Wajib Pajak ... 156
Tabel 4.7 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan “Fiskus Terampil dalam Menghitung Jumlah Pajak Terutang Sehingga Memberikan Kemudahan bagi Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya ... 157
Tabel 4.8 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan “Fiskus Melakukan Tugasnya dengan Sopan dan Ramah dalam Membimbing Wajib Pajak ketika Melakukan Kewajiban Perpajakannya Sehingga Wajib Pajak Merasa Nyaman dalam Melakukan Kewajibannya ... 158
Tabel 4.9 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan “Fiskus Memberikan Jawaban dengan Jelas dan Sabar Terhadap Setiap Pertanyaan Wajib Pajak Seputas Membayar Kewajibannya ... 159
Tabel 4.10 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan “Pelayanan Administrasi Dilakukan dengan Cepat dan Tepat (Birokasi Lancar/ Tidak Berbelit-belit) ... 160
Tabel 4.11 Skor Jawaban Responden Terhadap Item-Item Pernyataan Variabel Ketegasan Sanksi Pajak (X2) ... 161
Tabel 4.12 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan Pengenaan Sanksi Harus dilaksanakan dengan Tegas kepada Semua Wajib Pajak yang Melakukan Pelanggaran Tanpa Toleransi ... 163
Tabel 4.13 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan Penerapan Sanksi Pajak Harus Sesuai dengan Ketentuan dan Peraturan Undang-Undang Perpapajakan Sehingga Membantu Meningkatkan Kepercayaan Wajib Pajak ... 164
Tabel 4.15 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan Sanksi Pajak Sangat diperlukan Agar Tercipta Kedisiplinan Wajib
Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan ... 166
Tabel 4.16 Skor Jawaban Responden Terhadap Item-Item Pernyataan Variabel Meningkatkan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 (Y) ... 167
Tabel 4.17 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan Adanya Perbaikan Kualitas Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak ... 169
Tabel 4.18 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan Sistem Informasi Teknologi yang Semakin Sempurna ... 170
Tabel 4.19 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan Meningkatkan Kegiatan Intensifikasi dan Esktensifikasi Pajak ... 171
Tabel 4.20 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan Meningkatkan Kesadaran Masyarakat akan Kewajiban Perpajakannya Melalui Penyuluhan dan Sosialisasi ... 172
Tabel 4.21 Tanggapan Responden Tentang Item Pernyataan Penyempurnaan Sistem Administrasi Perpajakan ... 173
Tabel 4.22 Hasil Uji Kecukupan Sampel ... 174
Tabel 4.23 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan Fiskus (X1) ... 175
Tabel 4.24 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Ketegasan Sanksi Pajak (X2) ... 175
Tabel 4.25 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Meningkatkan Penerimaan Pajak PPH Pasal 21 (Y) ... 176
Tabel 4.26 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel dengan Kriteria KMO ≥ 0,50 ... 176
Tabel 4.27 Hasil Uji Reliabilitas Variabel ... 177
Tabel 4.28 Hasil Uji Normalitas ... 178
Tabel 4.29 Hasil Uji Multikolinearitas ... 179
Tabel 4.30 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 180
Tabel 4.31 Hasil Uji Scatterplot ... 180
Tabel 4.32 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 181
Tabel 4.33 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 183
Tabel 4.34 Hasil Uji Koefisien Beta x Zero – order ... 184
Tabel 4.35 Hasil Pengujian Hipotesis Simultan (Uji – F) ... 185
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Surat Keterangan Penelitian ... 196
Kuesioner ... 197
Hasil Kuesioner Variabel X1, X2, dan Y ... 202
Lampiran Jenis Kelamin Responden ... 206
Lampiran Umur Responden ... 206
Lampiran Tingkat Pendidikan Responden ... 207
Lampiran Status Responden ... 207
Lampiran Kecukupan Sampel ... 207
Lampiran Validitas dan Realibilitas ... 208
Lampiran Realibilitas X1 ... 208
Lampiran Realibilitas X2 ... 209
Lampiran Realibilitas Y ... 210
Lampiran Uji Normalitas ... 211
Lampiran Uji Multikolinearitas ... 211
Lampiran Uji Heteroskedastisitas ... 212
Lampiran Scatterplot ... 212
Lampiran Validitas X1 ... 213
Lampiran Validitas X2 ... 214
Lampiran Validitas Y ... 215
Lampiran Uji Regresi Linear Berganda ... 216
Lampiran Uji R2 (Koefisien Determinasi) ... 216
Lampiran Uji Koefisien Beta x Zero – Order ... 216
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara/i Responden
Di Tempat
Dengan hormat,
Saya mahasiswa Universitas Kristen Maranatha Jurusan Akuntansi Jenjang S1 sedang
mengerjakan Tugas Akhir mengenai “Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Ketegasan
Sanksi Pajak dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak PPH 21 pada KPP Pratama
Soreang”. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjadi
responden dengan mengisi lembar kuisoner ini secara lengkap. Data yang diperoleh hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian sehingga kerahasiaannya akan saya jaga sesuai dengan
etika penelitian.
Informasi yang diperoleh atas partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i merupakan faktor kunci
untuk mengetahui Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Ketegasan Sanksi Pajak dalam
Meningkatkan Penerimaan Pajak PPH 21, sehingga saya mengharapkan agar
Bapak/Ibu/Saudara/i membaca pertanyaan secara hati-hati dan menjawabnya dengan lengkap.
Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima
kasih.
Bandung, Oktober 2016
Hormat saya,
Nama* :
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Usia : <20 tahun 20-30 tahun 31-40 tahun
41- 50 tahun >50 tahun
Tingkat Pendidikan : SMA/Sederajat D3 S1
S2 S3 Lainnya
Status : Belum Menikah Menikah
Pekerjaan :
B. Petunjuk Pengisian
Berilah tanda checklist ( √ ) atau ( X ) pada jawaban yang anda pilih di lembar jawaban
yang telah disediakan. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan perasaan, pendapat dan
keadaan Bapak/Ibu/Sdr/i yang sebenarnya.
Keterangan Jawaban Tingkat Penelitian
Sangat Setuju (SS)
Setuju (S)
Ragu-ragu (R)
Tidak Setuju (TS)
Sangat Tidak Setuju (STS)
5
4
3
2
No Pernyataan SS S R TS STS
1 Fasilitas yang modern dan terawat baik pada
KPP telah memudahkan jalur pembayaran
Wajib Pajak.
2 Fiskus terampil dalam menghitung jumlah
pajak terutang sehingga memberikan
kemudahan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
3 Fiskus melakukan tugasnya dengan sopan dan
ramah dalam membimbing Wajib Pajak ketika
melakukan kewajiban perpajakannya sehingga
wajib pajak merasa nyaman dalam melakukan
kewajibannya.
4 Fiskus memberikan jawaban dengan jelas dan
sabar terhadap setiap pertanyaan Wajib Pajak
seputar membayar kewajibannya.
5 Pelayanan administrasi dilakukan dengan cepat
No Pernyataan SS S R TS STS
1 Pengenaan sanksi harus dilaksanakan dengan
tegas kepada semua wajib pajak yang
melakukan pelanggaran tanpa toleransi.
2 Penerapan Sanksi Pajak harus sesuai dengan
ketentuan dan peraturan undang-undang
perpapajakan sehingga membantu
meningkatkan kepercayaan wajib pajak.
3 Pengenaan sanksi yang cukup berat dapat
mendidik wajib pajak untuk selalu melaporkan
SPTnya.
4 Sanksi pajak sangat diperlukan agar tercipta
kedisiplinan Wajib Pajak dalam memenuhi
No Pernyataan SS S R TS STS
1 Adanya perbaikan kualitas pemeriksaan dan
penyidikan pajak.
2 Sistem informasi teknologi yang semakin
sempurna.
3 Meningkatkan kegiatan Intensifikasi dan
Esktensifikasi pajak.
4 Meningkatkan kesadaran masyarakat akan
kewajiban perpajakannya melalui penyuluhan
dan sosialisasi.
5 Penyempurnaan sistem administrasi
perpajakan.
No
Res
X1 X2 Y
A1 A2 A3 A4 A5 M1 M2 M3 M4 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
1 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
2 5.0 5.0 3.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
3 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 3.0 4.0 4.0 4.0 4.0
4 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 4.0 3.0 5.0 5.0 5.0
5 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 3.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
6 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 4.0 5.0 3.0 3.0
7 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0 5.0 3.0 4.0
8 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 3.0 5.0 2.0 4.0 5.0 3.0 5.0
9 5.0 5.0 5.0 3.0 3.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
10 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
11 3.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 2.0 4.0 3.0 5.0 5.0 4.0
12 4.0 4.0 3.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0 4.0
13 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 3.0 5.0 4.0 5.0
14 4.0 3.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 3.0 5.0 5.0 5.0 4.0
15 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0
16 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0 4.0
17 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 3.0 5.0 4.0
21 5.0 5.0 1.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 3.0 4.0
22 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 4.0
23 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0
24 2.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
25 5.0 5.0 5.0 5.0 1.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
26 5.0 5.0 5.0 5.0 3.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
27 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
28 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 3.0 2.0 5.0 4.0 5.0 4.0
29 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
30 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
31 5.0 5.0 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 3.0
32 4.0 4.0 5.0 5.0 4.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
34 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
35 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
36 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 4.0
37 3.0 5.0 4.0 4.0 1.0 5.0 5.0 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0 4.0 5.0
38 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
39 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 4.0 5.0 4.0 5.0 4.0
40 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
41 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0
45 4.0 4.0 5.0 4.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
46 5.0 5.0 2.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 3.0
47 4.0 4.0 4.0 4.0 3.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0
48 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 3.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
49 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 1.0 5.0 5.0 5.0 4.0
50 3.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
51 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
52 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 3.0 5.0 5.0 5.0
53 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 3.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
54 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 2.0 4.0 5.0 4.0 4.0
55 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0
56 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0
57 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0
58 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
59 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
60 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
61 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
62 1.0 5.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
63 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
64 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 3.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
68 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0 5.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
69 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
70 4.0 4.0 4.0 4.0 1.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
71 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0
72 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0
73 5.0 3.0 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 5.0 4.0 5.0 4.0 5.0 5.0 5.0
74 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 4.0 4.0
75 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 4.0 4.0 5.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0
76 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 4.0 5.0 4.0 4.0 4.0
JENIS KELAMIN RESPONDEN
SEX
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Male 43 55.8 55.8 55.8
Female 34 44.2 44.2 100.0
Total 77 100.0 100.0
UMUR RESPONDEN
AGE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulati ve Percent
Valid < 20 yo 7 9.1 9.1 9.1
20 - 30 yo 51 66.2 66.2 75.3
31 - 40 yo 11 14.3 14.3 89.6
41 - 50 yo 6 7.8 7.8 97.4
> 50 yo 2 2.6 2.6 100.0
Frequency Percent
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .754
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square
190.485
df
55
Sig.
Rotated Component Matrix
Component
1 2 3
A1 .466
A2 .553
A4 .739
A5 .721
M2 .665
M3 .662
M4 .762
Y2 .604
Y3 .745
Y4 .735
Y5 .656
X1 Kualitas Pelayanan Fiskus
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
if Item
Cronbach's Alpha N of Items
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.653 4
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
Y2 13.3506 1.915 .354 .637
Y3 13.1688 1.800 .536 .526
Y4 13.3117 1.612 .392 .629
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 77
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 1.56698622
Most Extreme Differences Absolute .140
Positive .120
Negative -.140
Kolmogorov-Smirnov Z 1.232
Asymp. Sig. (2-tailed) .096
a.
Test Distribution is normal
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B
Std.
Error Beta
1 (Constant) -.292 .994 -.293 .770
AllOf_A .046 .051 .118 .920 .361
AllOf_M .063 .077 .106 .826 .412
a. Dependent Variable: ABS
A1 A2 A3 A4 A5 AllOf_A
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Model
UJI R
2(KOEFISIEN DETERMINASI)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .365a .133 .110 1.58802
a. Predictors: (Constant), AllOf_M, AllOf_A
UJI KOEFISIEN BETA X ZERO-ORDER
Model
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.696 2 .848 1.397 .254a
Residual 44.915 74 .607
Total 46.612 76
a. Predictors: (Constant), AllOf_M, AllOf_A
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan
pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang berasal dari iuran wajib
rakyat, dimana ketentuan pungutannya diatur dalam undang-undang seperti yang
dinyatakan dalam pasal 23A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Amandemen III. Pasal
23A UUD 1945 menyatakan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang. Pajak digunakan oleh pemerintah untuk
melaksanakan tanggung jawab negara di berbagai sektor kehidupan untuk mencapai
kesejahteraan umum. Bagi rakyat, pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran
serta untuk ikut berkontribusi dalam peningkatan pembangunan nasional.
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang potensial untuk
membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Penerimaan dari sektor pajak ini
diupayakan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Penerimaan pajak yang mengalami
kenaikan diharapkan dapat membayar pembelanjaan negara demi tercapainya
kemakmuran rakyat. Penerimaan pajak berasal dari pemungutan yang dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun daerah dengan pengenaan terhadap objek pajak (Adrianti
:2012).
Untuk melaksanakan pembangunan, Indonesia memberlakukan Pajak Penghasilan
Penghasilan (PPh) pasal 21. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 merupakan salah satu pajak
penyumbang terbesar dalam pendapatan pemerintah untuk melaksanakan
pembangunannya (Jonathan, 2014).
Terdapat 2 (dua) subjek pajak orang pribadi yaitu subjek pajak orang pribadi dalam
negeri dan luar negeri. Kejelasan status seseorang apakah termasuk subjek pajak dalam
negeri atau luar negeri menjadi sangat penting karena terdapat perbedaan tarif pajak antara
kedua subjek tersebut menurut Rahayu dan Suhayati (2010:186)
Menurut Haula dan Rasin (2005:288), sebelum menghitung berapa besarnya pajak
penghasilan yang harus dihitung atas Penghasilan Kena Pajak, khusus untuk Wajib Pajak
orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri, diberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak Kena Pajak (personal exemption).
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assesment System,
dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak,
fiskus (pengumpul pajak) hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan.
Dalam pelaksanaan sistem tersebut, wajib pajak dituntut keaktifannya mulai dari saat
mendaftarkan diri, mengisi SPT (Surat Pemberitahuan) dengan jujur, baik dan benar
sampai dengan melunasi pajak terutang tepat pada waktunya. (Devano dan Siti Kurnia,
2006 : 109).
Atas kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka diperlukan tindakan
untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melakukan perpajakannya, tindakan
tersebut adalah salah satunya dengan melalui pemberian sanksi kepada wajib pajak yang
kepada Wajib Pajak yang telah lalai dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sehingga
wajib pajak akan merasa jera dan mau belajar dari kesalahan yang telah dilakukannya
sehingga untuk pemenuhan kewajiban perpajakannya di masa pajak yang akan datang
juga bisa lebih baik lagi. Dengan diberikannya sanksi terhadap Wajib Pajak yang lalai
maka Wajib Pajak pun akan berfikir dua kali jika dia akan melakukan tindak kecurangan
atau dengan sengaja lalai dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, sehingga Wajib
Pajak pun akan lebih memilih patuh dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya
daripada dia harus menanggung sanksi pajak yang diberikan. Sesungguhnya tidak
diperlukan suata tindakan apapun, apabila dengan rasa takut dan acaman hukuman (sanksi
dan pidana) saja wajib pajak sudah akan mematuhi kewajiban perpajakannya.
(Mohammad Zain 2007:35).
Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak tergantung
pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib
pajak (Jatmiko, 2006). Karanta et ak, 2000 (dalam suryadi, 2006) menekankan pada
pentingnya kualitas aparat (SDM) perpajakan dalam perpajakan memberikan pelayanan
kepada wajib pajak.
Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian,
pengetahuan, dan pengalaman dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan
perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus juga harus memiliki motivasi yang
tinggi sebagai pelayan publik. (Iiyas dan Burton, 2010).
Pemerintah beberapa kali telah melakukan reformasi undang-undang perpajakan,
tahun 2000 dan yang terakhir tahun 2008. Pada tahun 2010 pemerintah juga kembali
mereformasi UU Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu pemerintah juga melakukan
perubahan peraturan perpajakan di bawah undang-undang agar memudahkan wajib pajak
dalam memahami ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
Menurut Nasucha dalam Satriyo (2011), reformasi perpajakan adalah perbuahan
yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi perpajakan yang sekarang menjadi
prioritas menyangkut modernisasi administrasi perpajakan yang menengah (tiga sampai
enam tahun) dengan tujuan tercapainya :
1. Tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi
2. Kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi
3. Produktivitas aparat perpajakan yang tinggi
Adapun beberapa alasan lainnya mengapa pemerintah melaukan reformasi pajak
yaitu :
1. Sebagai upaya menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena pengaruh
perekonomian internasional maupun nasional.
2. Sebagai usaha mengalihkan sektor penerimaan APBN dari migas yang semula
sebagai sektor primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat
menjanjikan karena secara rasional pajak adalah penerimaan yang berkelanjutan
tidak seperti migas.
3. Usaha mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman luar
negri) yang mensyaratkan struktur pajak yang ada harus disesuaikan dengan kondisi
4. Meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
Usaha untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak mempunyai
banyak kendala, antara lain tingkat kesadaran wajib pajak yang masih rendah, wajib pajak
membayar pajak yang lebih rendah dari yang seharusnya, dan juga kendala dari wajib
pajak dalam menyelenggarakan pembukuan dengan benar dan lengkap.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam
mengenai Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Ketegasan Sanksi Pajak dalam
Meningkatkan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 dengan mengambil objek penelitian di
Kota Bandung.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menjamin konsistensi penelitian, maka perlu dibuat pertanyaan penelitian yang
lebih terperinci yang akan dijawab oleh penelitian ini. Pertanyaan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Ketegasan Sanksi Pajak
dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 pada KPP Pratama Soreang
secara Simultan?
2. Seberapa besar pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus dan Ketegasan Sanksi Pajak
dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 pada KPP Pratama Soreang
secara Parsial?
1.3 Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang diharapkan
1. Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Kualitas Pelayanan
Fiskus dan Ketegasan Sanksi Pajak dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak PPH
Pasal 21 pada KPP Pratama Soreang secara Simultan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Kualitas Pelayanan
Fiskus dan Ketegasan Sanksi Pajak dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak PPH
Pasal 21 pada KPP Pratama Soreang secara Parsial.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini kepada berbagai pihak antara lain:
1. Untuk penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman, wawasan, dan pemahaman
penulis dalam menganalisis suatu masalah lain yang mungkin timbul dikemudian hari.
2. Untuk Direktorat Jenderal Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bisa dijadikan pertimbangan
dalam menyusun perencanaan dan kebijakan perpajakan bagi Direktorat Jenderal Pajak
khususnya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat.
3. Untuk Program Studi Akuntansi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Definisi Pajak
Di Indonesia pada saat ini pajak merupakan salah satu komponen terbesar dalam
penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan, dimana
sumbangan terbesar adalah dari penerimaan pajak penghasilan, baik dari Wajib Pajak
pribadi maupun Wajib Pajak badan.
Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat balas jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Waluyo
2011:1).
Menurut P. J. A. Andriani pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
Definisi Perancis dalam buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la secience
des Finances 1906, pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja
pemerintah.
Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919); pajak adalah bantuan
secara insedental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraperstasinya), yang
dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana
terjadi suatu tatbestand (sasaran pemajakan) karena undang-undang telah menimbulkan
utang pajak.
Pajak adalah konstribusi wajib dari seorang kepada pemerintah untuk membiayai
pengeluaran yang terjadi untuk kepentingan bersama, tanpa merujuk pada manfaat khusus
dianugerahkan. ( Prof R.A. Seligman dalam Essays in Taxation New York, 1925)
Menurut Mr. Dr. J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van
Indonesia; pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada
penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya
kontraperstasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran
umum.
Menurut Prof. Dr. M. J.H. Smeets dalam bukunya De Economische betekenis der
Belastingen 1951; pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui
ditunjukan dalam hal individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
Definisi Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul Pajak
berdasarkan Asas Gotong Royong Universitas Padjadjaran bandung 1964; pajak adalah
iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barnag dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.
Pengertian pajak menurut Edwin R. A. Seligman menyatakan tax is compulsary
contribution from the person, to the government to depray the expenses incurred in the
common interest of all, without reference to special benefit conferred. Dari definisi di atas
terlihat adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat
yang ditunjukkan secara khusus pada seseorang.
Pengertian pajak menurut Philip E. Taylor memberikan batasan pajak seperti di
atas hanya menggantikan without reference dengan with little reference.
Sommerfeld, memberikan pengertian bahwa pajak adalah suatu pengalihan
sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah
berdasarkan peraturan tanpa suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam menjalankan pemerintahan.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 mendefinisikan pajak sebagai
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan "surplus"-nya digunakan untuk publik saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Secara umum, pajak
merupakan sumbangan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat
dipaksakan berdasarkan undang-undang. (Soemitro, 2012: 11).
Menurut pendapat lain mengenai pengertian pajak adalah pembayaran iuran oleh
rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara
langsung dapat ditunjuk (Yuswar dan Mulyadi, 2005:43).
Meskipun tidak terdapat keseragaman dalam memberikan definisi pajak, dari
berbagai definisi pajak menurut pakar, menurut Waluyo (2008:3) terdapat persamaan
yang merupakan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu:
1. Pajak dipungut berdasarkan (dengan kekuatan) undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannyamasih terdapat surplus, surplus tersebut di pergunakan untuk
membiayai public investment.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak adalah (Mardiasmo, 2013)
1. Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara Yang berhak memungut pajak hanyalah
negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang) yang digunakan untuk
sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Pajak adalah iuran wajib yang harus
dibayarkan oleh rakyat kepada negara, dalam hal ini pajak merupakan bagian dari
hukum publik yang mengatur hubungan hukum antara negara/pemerintah dengan
warganya/rakyatnya dimana negara mengambil kekayaan dari masyarakat dan
dikembalikan ke masyarakat. Undang-Undang Pajak dibuat dengan tujuan sebagai
aturan dasar pemungutan pajak, sehingga pemungutan pajak berdasarkan atas
kekuatan undang-undang beserta aturan pelaksanaannya. Hal ini untuk menghindari
adanya tindakan sewenang-wenang dalam memungut pajak dan supaya masyarakat
juga tidak semaunya untuk membayar pajak.
3. Dapat dipaksakan Yang dimaksud dengan dapat dipaksakan adalah bila hutang
satunya dengan menggunakan media surat paksa, bila perlu ditindak atau dikenai
sanksi apabila melakukan perlawanan.
4. Tiada mendapat kontra prestasi atau timbal balik yang langsung ditunjuk Tujuannya
untuk membedakan antara pajak dan retribusi. Pembayar pajak tidak dapat
menikmati secara langsung atas pajak yang di bayar.
Untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah Dalam negara
terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan pajak merupakan salah satu
penyokong utama dalam penerimaan yang kemudian digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran dari pemerintah, jadi atas pendapatan dari pajak tidak hanya
dinikmati oleh pembayar pajak saja akan tetapi juga oleh rakyat pada umumnya.
2.1.2 Fungsi Pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang mempunyai dua fungsi (Mardiasmo
2011 : 1), yaitu :
1. Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Pajak berfungsi sebagai sumber dana
yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Sebagai contoh yaitu dimasukannya pajak dalam APBN
sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah
kebijakan di bidang social dan ekonomi. Contohnya dalam rangka menggiring
penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai
macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Sedangkan menurut Rahayu dan Suhayati (2010:3) juga terdapat dua fungsi pajak
yaitu:
1. Fungsi budgeter (anggaran)
Fungsi mengisi Kas negara/Anggaran negara yang diperlukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan baik rutin maupun untuk
pembangunan.
2. Fungsi regulerend (mengatur)
Berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan negara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai tujuan tertentu.
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem (Mardiasmo, 2011: 7), yaitu
1. Official Assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang sepenuhnya kepada
Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang terutang.
3. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Sedangkan Tjahjono dan Husein (2010), mengutarakan bahwa pemungutan pajak
dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu :
1. Stelsel Nyata (riil stelsel)
Adalah pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui sehingga cenderung lebih
realistis tapi pengenaan pajak tidak bisa pada saat langsung, jadi pengenaannya baru
2. Stelsel Anggapan (fictive stelsel)
Adalah pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Pada sistem ini pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa menunggu
akhir tahun jadi terkesan agak ringan sehingga sehingga lebih meringankan wajib
pajak. Di lain sisi bila pajak dapat dibayarkan pada akhir tahun adanya
kecendrungan bahwa pajak tidak dibayar berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran (accrual stelsel)
Adalah kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun,
besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila dalam suatu
tahun didapat bahwa pajak lebih besar dari anggapan maka wajib pajak harus
menambah, bila pada kenyataannya yang dibayar terlampau besar maka wajib pajak
bisa meminta pengembalian kelebihan.
Dari penjelasan diatas, di Indonesia pada umumnya menggunakan metode stelsel
campuran dengan sistem self assessment, yaitu wajib pajak memeperhitungkan sendiri
besarnya kewajiban perpajakan, dimana pada akhir tahun apabila terdapat kekurangan,
wajib pajak harus membayar kekurangan tersebut dengan media yang dapat digunakan,
sedangkan apabila pajak yang telah disetor wajib pajak melebihi dari yang seharusnya,
2.1.4 Self Assessment System
2.1.4.1 Pengertian Self Assessment System
Self assessment system merupakan metode yang memberikan tanggung jawab yang besar
kepada wajib pajak karena semua proses dalam pemenuhan kewajiban perpajakan
dilakukan sendiri oleh wajib pajak. Adapun pengertian self assessment system menurut
Waluyo (2003 :18) dalam bukunya Perpajakan Indonesia adalah sebagai berikut:
”Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberikan wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus
dibayar.”
Sedangkan menurut penjelasan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan
(UU KUP) bahwa self asssessment adalah ciri dan corak sistem pemungutan pajak. Self
assessment merupakan suatu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan dan
tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk :
1. Berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendaptkan NPWP (nomor pokok wajib
pajak);
2. Menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan, bahwa Self Assessment System
merupakan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab untuk wajib pajak menghitung,
setiap tahun sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Tata cara
pemungutan pajak dengan menggunakan self assessment system berhasil dengan baik jika
masyarakat mempunyai pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi, dimana ciri-ciri self
assessment system adalah adanya kepastian hukum, sederhana perhitungannya, mudah
pelaksanaannya, lebih adil dan merata, dan perhitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak.
Self assessment system menyebabkan wajib pajak mendapat beban berat karena
semua aktivitas pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh wajib pajak sendiri.
Wajib pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam SPT, menghitung
dasar pengenaan pajak, menghitung jumlah pajak terutang, menyetorkan jumlah pajak
terutang. Namun pada kenyataanya banyak wajib pajak yang melakukan tindakan yang
melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga wajib akan mendapatkan
hukuman ataupun sanksi perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2.1.4.2 Pemahaman pelaksanaan Self-Assessment
Pelaksanaan self-assessment sudah diberlakukan sejak tahun 1984, pelaksanaan dari
self-assessment system juga terus dilakukan sampai saat ini. Pelaksanaan yang dimaksud
adalah sejauh mana wajib pajak berperan aktif, sadar, jujur, mau dan disiplin dalam
membayar pajak. Menurut Suandy Erly (2011), keberhasilan suaru sistem self-assessment
1. Kedisiplinan Wajib Pajak.
2. Kejujuran Wajib Pajak.
3. Kemauan Membayar Pajak dari Wajib Pajak.
4. Kesadaran Wajib Pajak.
Kedisiplinan wajib pajak yang dimaksud disini adalah wajib pajak yang dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan atau tunduk pada
undang-undang yang berlaku. Sedangkan wajib pajak yang jujur adalah wajib pajak yang
melaporkan semua hal yang berhubungan dengan pajak sesuai kenyataan dan menghitung
dengan tarif pajak yang sesuai. Kemauan dan kesadaran untuk membayarkan pajak
merupakan situasi dimana wajib pajak dengan rela hati memenuhi kewajiban
perpajakannya.
2.1.5 Subjek Pajak
Pengertian subjek pajak menurut Rahayu dan Suhayati (2010:185), Subjek pajak adalah
orang atau badan yang ditujukan oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak
penghasilan merupakan pajak subjektif sehingga untuk dapat dikenakan PPh, yang
pertama dilihat adalah kondisi subjeknya. Setelah itu baru dilihat apakah objek yang
dimiliki merupakan objek pajak (yang dikenai pajak berdasarkan UU PPh).
Terdapat 2 (dua) subjek pajak orang pribadi yaitu subjek pajak orang pribadi dalam
negeri dan luar negeri. Kejelasan status seseorang apakah termasuk subjek pajak dalam
negeri atau luar negeri menjadi sangat penting karena terdapat perbedaan tarif pajak antara
Pajak penghasilan menurut Mardiasmo (2011 :135) dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang menjadi
subjek pajak adalah :
1. a. Orang pribadi.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiuan persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Subyek Pajak dalam negri yang terdiri dari:
a. Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu:
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada
b. Subjek Pajak badan, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintahan yang memenuhi kriteria:
I. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
II. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
III. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintahan Pusat atau
Pemerintahan Daerah; dan
IV. Pembukuaanya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c. Subjek Pajak Warisan, yaitu:
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Warisan dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dengan mengikuti status
pewaris, dimana pemenuhan kewajiban pajaknya digantikan oleh warisan
tersebut. Selanjutnya bila warisan telah dibagikan, maka kewajiban pajaknya
berubah kepada ahli waris. Apabila warisan ditinggalkan oleh wajib pajak (WP)
luar negeri maka warisan tersebut tidak dianggap sebagai subjek pajak.
2. Subjek Pajak luar negara yang terdiri dari:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indoensia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Adapun yang tidak termasuk subjek pajak berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU PPh
No.36 Tahun 2008, yaitu:
1. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada
dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di
Indonesia serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
Contoh: Duta Besar, Konsultan.
2. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan
tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia. Contoh: staf perwakilan UNESCO, UNICEF dan
Menurut Mardiasmo (2011:138) yang tidak termasuk subjek pajak adalah:
1. Kantor perwakilan negara asing.
2. Pejabat perwakilan dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang
yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka, dengan syarat:
a. Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik.
3. Organisasi Internasional, dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya
dari iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi Internasional, dengan syarat:
a. Bukan warga negara Indonesia.
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.
2.1.6 Objek Pajak
Pengertian objek pajak menurut Waluyo (2007:66), Objek pajak dapat diartikan sebagai
sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Yang menjadi objek
diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yg berasal dari Indonesa maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Syarat subjek dan syarat objek harus terpenuhi agar Wajib Pajak dapat dikenakan
PPh. Subjek pajak akan menjadi Wajib Pajak jika ia memiliki penghasilan yang
merupakan objek pajak. Berdasarkan UU PPh No.36 Tahun 2008, dari segi cara
pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi,
penghasilan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak.
Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak adalah penghasilan yang tidak dikenakan
PPh. Adapun Penghasilan orang pribadi yang bukan objek pajak berdasarkan Pasal
4 ayat (3) UU PPh No.36 Tahun 2008, yaitu:
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
yang dibentuk/disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang ketentuannya diatur berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit);
d. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa;
e. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan
terbatas yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, Firma.
2. Penghasilan Yang Merupakan Objek Pajak.
a. Dikenakan PPh Final.
Objek pajak Yang Dikenakan PPh Final PPh yang bersifat final artinya PPh
yang dipotong atau dibayar sendiri dari suatu penghasilan, pada akhir tahun
tidak akan diperhitungkan sebagai pembayaran pajak dimuka (kredit pajak).
Maka pada akhir tahun, penghasilan yang dipotong PPh final tersebut juga tidak
lagi dihitung ulang pajak penghasilannya (tidak lagi diperhitungkan dalam SPT
Tahunan). Adapun penghasilan yang dikenakan PPh final berdasarkan
I. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi;
II. Penghasilan berupa hadiah undian;
III. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura;
IV. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan; dan
V. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
b. Tidak Dikenakan PPh Final.
Objek pajak Yang Tidak Dikenakan PPh Final PPh yang dipotong atau dibayar
sendiri dari suatu penghasilan, pada akhir tahun akan diperhitungkan sebagai
pembayaran pajak dimuka (kredit pajak) maka pada akhir tahun penghasilan
yang dipotong PPh non final akan dihitung ulang pajak penghasilannya dalam
SPT Tahunan. Adapun beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh final
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh No.36 Tahun 2008, yaitu:
I. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh;
II. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
III. Laba usaha;
IV. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
V. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
VI. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
VII.Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
VIII. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
IX. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
X. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
2.1.7 Tarif Pajak
Menurut Suparmo (2010:7), tarif pajak digunakan dalam perhitungan besarnya pajak
terutang. Dengan kata lain, tarif pajak merupakan tarif yang digunakan untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar. Secara umum, tarif pajak dinyatakan dalam bentuk
1. Tarif pajak proposional/ sebanding.
Adalah persentase pengenaan pajak yang tetap atas berapa pun dasar pengenaan
pajaknya. Contohnya, PPN akan dikenakan tarif sebesarnya 10 % atas berapa pun
penyerahan barang/jasa kena pajak, PPH Badan yang dikenakan tarif sebesar 28%
atas berapapun penghasilan kena pajak.
2. Tarif pajak tetap.
Adalah jumlah nominal pajak yang tetap terhadap berapapun yang menjadi dasar
pengenaan pajak. Contohnya, tarif atas bea materai.
3. Tarif pajak degresif.
Adalah persentase pajak yang menurun seiring dengan peningkatan dasar
pengenaan pajaknya.
4. Tarif pajak Progesif.
Adalah persentase pajak yang bertambah seiring dengan pengenaan pajaknya.
Contohnya, Pajak Penghasilan (PPH) Wajib Pajak Orang Pribadi, setiap terjadi
peningkatan pendapatan dalam level tertentu maka tarif yang dikenakan juga akan
meningkat.
2.1.8 Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan
terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau
memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan,
yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak
untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai
atau berakhir dalam tahun pajak (Mardiasmo, 2010 :135)
Berdasarkan ketentuan pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir
dengan UU No. 36 Tahun 2008 pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap
subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau
dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila
kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Subjek pajak
penghasilan diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU RI No 36 Tahun 2008 tersebut.
Menurut Erly (2022:75), Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau
dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila
kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Yang dimaksud
dengan tahun pajak adalah tahun takwim, namun Wajib Pajak dapat menggunakan tahun
buku meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Definisi Pajak Penghasilan Soebakir (1999: 41) mengemukakan definisi pajak
penghasilan sebagai suatu pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Salah satu subjek pajak adalah badan,
terdiri dari perseroan terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
lembaga dana pensiun dan bentuk badan usaha lainnya. Dengan demikian, pajak
penghasilan badan yang dikenalkan terhadap salah satu bentuk usaha tersebut, atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.
2.1.9 Objek Pajak Penghasilan
Menurut Mardiasmo (2011 :139), yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
dalam bentuk apapun, termasuk :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena pernjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. Keuntungan karena pengalihan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupah hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Mentri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
untung;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;