• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN SISWA SEBAGAI MASYARAKAT GLOBAL PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN :Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 10 Depok.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN SISWA SEBAGAI MASYARAKAT GLOBAL PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN :Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 10 Depok."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Siti Hanifah, 2013

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN SISWA SEBAGAI MASYARAKAT

GLOBAL PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

(Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Oleh

Siti Hanifah, S.Pd. NIM 1007167

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Siti Hanifah, 2013

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN SISWA SEBAGAI MASYARAKAT

GLOBAL PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

(Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok)

Oleh Siti Hanifah, S.Pd UPI Bandung, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Kewarganegaraan

© Siti Hanifah 2012 Universitas Pendidikan Indonesia

November 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Siti Hanifah, 2012. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT DALAM MENINGKATKAN KESADARAN SISWA SEBAGAI MASYARAKAT GLOBAL PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 10 Depok).

Kata Kunci : Pembelajaran Model Cooperative Script,PKn, Kesadaran global.

Penelitian ini merupakan salah satu penerapanan Model pembelajaran dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang dilatarbelakangi kurangnya kesadaran siswa dalam menyikapi dan memanfaatkan era globalisasi sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan metode mengajar PKn sering lebih dominan menggunakan ceramah, Pembelajaran PKn lebih memaksimalkan tenaga guru sebagai pusat pembelajaran dan siswa pasif dalam proses pembelajaran. Mengingat permasalahan tersebut, maka dipandang perlu untuk mengembangkan model pembelajaran yang lebih Cooperative dan menyenangkan.

Penelitian ini berdasarkan permasalahan yang terjadi khususnya di kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok : (a) Bagaimana merencanakan Pembelajaran PKn dengan Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Sebagai Masyarakat Global?” (b) Bagaimana langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Sebagai Masyarakat Global?”(c) Apa kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan Pembelajaran PKn Melalui Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Sebagai Masyarakat Global”?. (d) Upaya-upaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi Pembelajaran PKn melalui Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Sebagai Masyarakat Global ?.(e)Bagaimana Peningkatan Kesadaran Siswa Sebagai Masyarakat Global Setelah Penerapan Model Cooperative Script”?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) dengan subjek penelitian siswa kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok sebanyak tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Data yang diperoleh berupa hasil tes tertulis,dan hasil presentasi kegiatan belajar mengajar, dan skala sikap.

Pada proses perencanaan Pembelajaran PKn Model Cooperative Script terjadi perubahan baik pada siklus I, II, maupun III. Pada siklus I Model Cooperative Script dilaksanakan tanpa menggunakan media apapun. Siklus II memodifikasi tempat duduk siswa dengan bentuk U, dan Siklus ketiga memanfaatkan ruang multi media. Pada pelaksanaan siklus I siswa masih terpaku pada buku teks dan belum berpartisipasi secara aktif. Pada pelaksanaan siklus II partisipasi siswa sudah meningkat, dan pada siklus III siswa menjadi lebih partisipatif serta mampu mempertahankan argument juga menghargai pendapat teman.Kendala-kendala yang dihadapi guru antara lain: untuk dapat memanfaatkan ruang multimedia yang dapat membantu siswa tidak mudah karena ruang tersebut digunakan sebagai ruang kelas dan harus bergantian dengan guru lain. Untuk dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang kesadaran masyarakat global guru menugaskan siswa mencari materi tambahan dari media seperti internet, Koran, ataupun majalah. Kendalanya adalah membutuhkan waktu yang lebih banyak.

(6)

ABSTRACT

Siti Hanifah, 2012. THE APPLICATION OF COOPERATIVE SCRIPT MODEL TO INCREASE STUDENT AWARENESS AS GLOBAL SOCIETY IN CITIZENSHIP EDUCATION (Classroom Action Research in Public Junior High School 10 Depok).

Keywords: Learning of Cooperative Script Model, Civics, global consciousness.

This research is one of the applications model of learning in Citizenship Education with historical-background of student awareness decrease to make commitment and use of globalization as well as possible. It caused the method of Civics teaching are often using expository dominant. Civics education maximize the use of teachers as a center of learning and passive students in the learning process. With all these problems, it is necessary to application learning model with more cooperative and fun.

This research is based on problems that occur especially in class IX-8 Public Junior High school 10 Depok: (a) How to Plan a Civics education with Cooperative Script Model to Raise Awareness For Global Society? "(B) What steps of Cooperative Script Model to Improve Awareness As a Global Society? "(c) What are the constraints faced by teachers in implementing the Civics learning with Cooperative Script Model to Raise Awareness For Global Society"?. (D) Efforts to overcame the constraints faced by Civics learning with Cooperative Script Model to Raise Awareness For Global Community?. (E) How to Increase Student Awareness as Global Community after the Implementation Cooperative Script Model "?

The method used in this research was Classroom Action Research with a subject of research grade IX-8 public junior high school in three cycle. Each cycle consists of four stages: planning, implementation, observation and reflection. Data obtained in the form of a written test, and results presentation from teaching-learning process and behavior scale.

In the planning process Civics Learning with Cooperative Script Model there are good changes both in cycle I, II, and III. In the first cycle, Cooperative Script Model executed without using any media. Cycle II modify the seating students with a U-shape, and the third cycle utilizing multi-media space. In the execution cycle of students are still fixated on the textbook and not participate actively. On the implementation of the second cycle of student participation has increased, and the third cycle students become more participatory and be able to sustain the argument also can respect with their friend opinions. The constraints faced by teachers are: to be able using of the multimedia that can help students in learning process is not easy because the space is used the classroom and to take turns with other teachers. To increase students' awareness about global awareness society, teacher assigns students to look for additional material from the media such as the internet, newspapers, or magazines. The obstacles are needed more time.

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 21

C. Pemecahan Masalah ... 23

D. Hipotesis Tindakan ... 23

E. Tujuan penelitian ... 23

F. Manfaat Penelitian ... 24

(8)

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 28

A. Teori Pembelajaran ... 28

1. Teori Belajar ... 28

2. Hakikat Pembelajaran ... 31

B. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 47

1) Visi Pendidikan Kewarganegaraan ... 47

2) Misi Pendidikan Kewarganegaraan ... 48

3) Definisi Pendidikan Kewarganegaraan ... 49

4) Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 51

5) Media dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 55

C. Model Cooperative Learning ... 60

1. Konsep Dasar Cooperative learning ... 60

2. Strategi Cooperative learning ... 61

3. Karakteristik Cooperative learning ... 64

4. Unsur-unsur Cooperative learning ... 66

5. Ciri-ciri Cooperative learning ... 67

6. Model Cooperative Learning ... 67

D. Konsep Dasar Cooperative Script ... 68

1. Orientasi Model ... 68

2. Langkah-langkah Cooperative Script ... 69

E. Kesadaran Siswa Sebagai Masyarakat Global ... 72

(9)

a. Pengertian Kesadaran ... 72

b. Perspektif Global ... 78

c. Definisi Masyarakat Global ... 79

d. Pendidikan Global dan Globalisasi ... 81

e. Definisi Globalisasi ... 82

f. Materi Pendidikan Global ... 88

g. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Warga Negara Global ... 88

h. Tantangan Kecenderungan Global ... 89

i. Etika Global Untuk Masyarakat Global ... 89

j. Hubungan Pendidikan dengan Kesadaran ... 90

2. Pembinaan Kesadaran ... 92

3. Deskripsi Siswa terhadap Pengertian Masyarakat Global ... 94

4. Pengukuran Tingkat Kesadaran Siswa ... 95

5. Hasil temuan-temuan Terdahulu ... 97

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN ... 99

A. Pendekatan Penelitian ... 99

B. Metode Penelitian ... 99

C. Prosedur Penelitian Tindakan ... 101

D. Lokasi Penelitian ... 105

1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 105

2. Subjek Penelitian ... 105

(10)

E. Teknik Pengumpulan Data ... 108

F. Pengolahan dan Analisis Data ... 111

1. Reduksi Data ... 113

2. Penyajian Data ... 113

3. Pengambilan Keputusan/Verifikasi ... 113

4. Validasi Data ... 114

G. Paradigma Penelitian ... 116

H. Rencana dan Prosedur Penelitian ... 117

I. Jadwal Penelitian ... 120

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 121

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 121

1. Gambaran Umum lokasi Penelitian ... 121

2. Deskripsi Keadaan Guru SMP Negeri 10 Depok ... 124

B. Deskripsi awal/sebelum tindakan ... 125

a) Keadaan Kelas dan Siswa IX-8 ... 125

b) Profil Awal Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 127

c) Refleksi Awal ... 131

d) Perencanaan Tindakan Pertama ... 132

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 134

1. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus I ... 134

2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus II ... 154

3. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus III ... 171

(11)

1. Perencanaan Pembelajaran Cooperatif Learning Model

Cooperative Script dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 185

2. Pelaksanaan Pembelajaran Cooperatif Learning Model Cooperative Script dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 188

3. Kendala-kendala Pembelajaran Cooperatif Learning Model Cooperative Script dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 192

4. Upaya Guru dalam Mengatasi Kendala Menerapkan Pembelajaran Model Cooperative Script dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 194

5. Upaya Guru dalam Meningkatkan Kesadaran Melalui Penerapan Pembelajaran Model Cooperative Script dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 198

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 200

A. KESIMPULAN ... 200

B. REKOMENDASI ... 202

DAFTAR PUSTAKA ... 205 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel

4.1 Sarana dan prasarana SMP Negeri 10 Depok ... 122

4.2 Jumlah Siswa SMP Negeri 10 Depok tahun ajaran 2011/2012 ... 123

4.3 Jumlah Tenaga Pendidik/Guru SMP Negeri 10 Depok ... 124

4.4 Jumlah Tenaga Non-Guru SMP Negeri 10 Depok ... 125

4.5 Kriteria Penilaian Tahap Observasi ... 130

4.6 Daftar Nilai Siklus I ... 144

4.7 Kriteria Penilaian Tahap Siklus I ... 146

4.8 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus I ... 150

4.9 Daftar Nilai Siklus II ... 161

4.10 Kriteria Penilaian Tahap Siklus II ... 164

4.11 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus II ... 164

4.12 Daftar Nilai Siklus III ... 177

4.13 Kriteria Penilaian Tahap Siklus III ... 180

(13)

DAFTAR BAGAN

(14)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Gambar Aspek-aspek kompetensi dalam Pendidikan

Kewarganegaraan ... 53 3.1 Gambar Siklus penelitian Tindakan Kelas (Model Kurt Lewin) ... 102 3.2 Gambar langkah-langkah Observasi ... 110 3.3 Gambar langkah-langkah Analisis data (Model Miles dan

(15)

DAFTAR GRAFIK

Diagram

4.1 Sarana Prasarana SMP Negeri 10 Depok ... 130

4.2 Kemampuan Presentasi Siklus I ... 146

4.3 Kemampuan Presentasi Siklus II ... 163

4.4 Kemampuan Presentasi Siklus III ... 180

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam Permendiknas Nomor 22/2006 tentang Standar Isi dikemukakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Untuk dapat membentuk warga negara, maka cara yang dilakukan adalah melalui jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal.

Dalam jalur pendidikan formal, Pendidikan Kewarganegaraan (civic education atau citizenship education ) merupakan perluasan dari mata pelajaran (civics) dan lebih

menekankan pada pendidikan orang dewasa dan lebih berorientasi pada praktik kewarganegaraan. Hal ini tentu sangat penting karena melalui praktik warga negara dapat dilihat tingkat kesadarannya. Untuk itu secara sistematis Pendidikan Kewarganegaran memiliki tujuan.

Secara umum tujuan Negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar setiap warga Negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civic intelligence) baik intelektual, emosional, social maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggungjawab (civic responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan

(17)

mengemukakan “The „good citizen „today must be simultaneously a local, national, and global citizen.”

Dengan perpaduan antara unsur warga negara yang cerdas dan baik yang tidak hanya di lingkup lokal maupun nasional, maka unsur penting yang tidak dapat dipisahkan adalah warga negara yang demokratis. Kedudukan Pkn dalam demokratisasi adalah dalam rangka transformasi nilai-nilai demokrasi sebagaimana pernah dikemukakan oleh Alexis de Toqueville (dalam Branson, 1998) bahwa”each generation is a new people that must acquire the knowledge, learn the skills, and

develop dispositions or traits of private and public character that undergird a

constitutional democracy.” Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya proses

pembelajaran bagi suatu generasi untuk mewarisi pengetahuan, keterampilan, dan watak atau sifat karakter pribadi maupun publik demi tegaknya demokrasi konstitutional. Parker and Jarolimek (1984) menyatakan “citizenship is learned”.

Karena kewarganegaraan itu dipelajari, maka salah satu unsur penting yang ada di lembaga pendidikan adalah unsur pendidik. Melalui pendidik inilah, proses pendidikan demokrasi yang banyak mengandung nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks lokal, nasional, dan global dapat dibelajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

(18)

Partisipasi yang efektif dan bertanggungjawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi-disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan pada gilirannya mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat. Dengan demikian, wacana Pendidikan Kewarganegaraan berfokus pada tiga komponen dasar pengembangan, yaitu (1) civic knowledge, (2) civic skills, (3) civic disposition/traits (Bransons, 1998:5). Tiga komponen dasar pengembangan ini, maka warga negara mengerti tentang apa-apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Untuk itulah Civics atau disebut juga ilmu kewarganegaran menekankan pembahasannya pada aspek teoritik tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga negara dan akhirnnya bagaimana menjadi warga negara yang baik. Warga negara baik, memiliki kriteria atau ciri-ciri tertentu.

Gross and Zeleney (1958: 9) dalam Wahab, mengutip the Detroit Citizenship Education Study, mengidentifikasikan ciri-ciri warga negara yang baik dengan mendefinisikan dalam lima ciri yang berkualitas yakni orang yang: (1) cherishes democratic values and bases his action on them; (2) recognizes the social problems of

the time and has the will and the ability to work toward their solutions; (3) is aware

and takes responsibility for meeting basic human needs; (4)practices democratic

human relations in the family, school, and community; and (5)possesses and uses,

knowledge, skills, and abilities necessary in a democratic society.

(19)

Tuntutan agar warga negara mampu berkompetisi, maka llmu kewarganegaran saja tidak cukup bagi seorang warga negara dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, apalagi jika diharapkan lahirnya warga negara yang berpikir kritis, kreatif dan memiliki disiplin pribadi yang baik yang baik (critical self discipline)dalam upaya mencapai yang disebut dengan “desirable personal qualities”. Kualitas pribadi yang baik yang merupakan salah satu tujuan pokok PKn tersebut memang harus dibina melalui berbagai pendekatan dan metode yang memungkinkan lahirnya warga negara yang efektif dalam tindakannya (effective citizens), yang harus didukung oleh pengetahuan warga negara yang cukup dan dengan kemampuan memecahkan masalah dan membuat keputusan. Pembinaan warga negara akan meingkatkan partisipasi warga negara dan mempertebal tingkat kesadaran.

Untuk dapat melaksanakan fungsi dan perannya sebagai warga negara yang baik maka seorang warga negara seharusnya memiliki pengetahuan dan keterampilan dan nilai-nilai (civic knowledge, civic skills and civic values)yang dapat diperoleh dari berbagai disiplin ilmu sosial yang dapat digunakannya secara baik guna memudahkannya dalam kehidupannya di masyarakat terutama di dalam membuat keputusan serta di dalam membuat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya baik sebagai individu, anggota masyarakat ataupun warga negara. Semuanya harus dilandasi kepekaan, tanggungjawab dan kecerdasannya sebagai warga negara yang semakin dituntut untuk berpikir dan bertindak kritis, kreatif dan efektif sepeprti yang dikemukakan oleh (Gross dan Zeleny, 1958) dalam (Wahab, 2008) tentang bagaimana seorang warga negara dalam merespons dan bertindak di lingkungannya dengan memiliki kepekaan social (socially sensitive), tanggung jawab social (socially responsible) dan kecerdasan social (socially intelligence). Memiliki pengetahuan dan

(20)

citizen) yaitu warga negara yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

kemasyaratan dalam mencapai tujuan masyarakat secara tepat (James Banks, 1977). Dengan kata lain, seorang warga negara yang baik adalah warga negara yang mau dan mampu berpartisipasi dan bertanggung jawab yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai warga negara (civic knowledge, skills, and values/attitudes).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh “Civic Education Policy Study (CEPS)”

dengan menggunakan metode “Ethnographic Delphi Future Research (EDFR)”sebuah jaringan penelitan internasional yang dirancang untuk mengkaji “…the changing character of citizenship over the next twenty-five years and the implications of these

changes for educational policy for nine participating nations and beyond”, yakni

perubahan karakter kewarganegaraan untuk lebih dari 25 tahun mendatang beserta implikasinya terhadap kebijakan pendidikan perlu diperhatikannya Pendidikan Kewarganegaraan (Winataputra dan Budimansyah, 2007:2). Penelitian ini merekomendasikan perlunya pengembangan sebuah model “citizenship education” yang mampu mengembangkan warga negara multidimensi(multidimensional citizenship ). Warga negara Multidimensional itu memiliki atribut pokok yakni:….”a sense of

identity; the enjoyment of certain rights; the fulfillment of corresponding obligations; a

degree of interest and involvement in public affairs; and an acceptance of basic

societal values” (Cogan, 1998:2-3). Dengan kata lain secara konseptual seorang warga

Negara seyogyanya memiliki lima cirri utama, yaitu: jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu; pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait; tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik; dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasayarakatan (Winataputra dan Budimansyah, 2007:1-2).

(21)

negara yang memungkinkan dapat dibedakan antara orang yang baik” a good

person”memiliki sejumlah kewajiban untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu (to

reform certain duties)termasuk tanggung jawabnya untuk mematuhi hukum, membayar

pajaknya, menghormati hak-hak orang lain berjuang untuk kejayaan bangsa dan negaranya, serta secara umum memenuhi kewajiban-kewajiban sosialnya sebagai warga masyarakat. Kesemuanya itu akan dikembangkan melalui civics/citizenship Education, dalam membina karakteristik warga negara seperti dijelaskan dalam

definisi berikut:”Citizenship is a set of characteristics of the citizen of the 21 st century, given and agreed upon by a panel of experts, including educational, political,

socio-cultural and economic dimensions at the local, national and international

levels.”(Cogan dan Dericott, 1998:13). Definisi yang dikemukakan tersebut mengarah

pada karakteristik warga negara abad ke-21 dan bersifat komprehensif karena menyangkut berbagai dimensi pendidikan, politik, sosial budaya, ekonomi. Khusus mengenai dimensi ekonomi tampaknya amat dibaikan dalam pendidikan di Indonesia baik dalam sistem pendidikannya maupun di dalam penyelenggaraan PKn itu sendiri.

Salah satu contoh sebuah negara yang telah mempraktikkan hubungan penting pendidikan dan peran serta masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah bangsa seperti yang terjadi di Korea Selatan:

(22)

Pada pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat :”..b.pendidikan kewarganegaraan;..”dan pada ayat (2) dikemukakan

bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat”…b.pendidikan

kewarganegaraan;..”Sedangkan pada bagian penjelasan Pasal 37 dikemukakan bahwa

“Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Senada dengan

pandangan Numan Somantri (2001) melukiskan warga negara yang baik adalah warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis…, Pancasila sejati.

Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang menempati kedudukan strategis dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Adapun arah pengembangannya hendaknya difokuskan pada pembentukan peserta didik agar menjadi manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Kerangka dasar kurikulum kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian diuraikan sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dalam tabel sebagai berikut:

No Kelompok Mata Pelajaran

Cakupan

2 Kewarganegaraan dan kepribadian

(23)

wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotism bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkunganhidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggungjawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme

Pendidikan Kewargganegaraan juga mengemban misi utama memupuk dan mengembangkan warga negara agar memiliki nilai-nilai patriotisme serta membangun komitmen terhadap nilai demokratis yang dilandasi oleh komitmen terhadap nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kemerdekaan, rasa hormat, dan kebebasan berekspresi. Semua unsur tersebut merupakan nilai-nilai dasar masyarakat dan merupakan bagian utama dari Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai ujung tombak dalam misi ini adalah guru atau pendidik.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 19 dalam pendekatan pembelajaran guru bertindak sebagai guru professional “curriculum developer” pengembang kurikulum. Guru memiliki pengetahuan,

(24)

diupayakan untuk menerapkan metode mengajar yang bersifat menantang yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa seperti metode mengajar “inquiry” yang sering dinamakan metode berpikir ilmiah atau metode bertanya, “discovery” atau menemukan, dan “problem solving” atau metode pemecahan masalah.

Menurut Cogan (1998), beberapa kecenderungan global menurut para ahli, pakar kebijakan dan peramal, bersama temuan-temuan hasil penelitiannya menyarankan bahwa gaya mendidik kewarganegaraan saat ini belum cukup untuk memasuki abad baru. Mereka menuntut warga negara agar dapat memfokuskan kajian pada unsur-unsur, isu-isu, dan konteks yang berbeda-beda secara berkelanjutan. Dalam konteks inilah Cogan (1998) merekomendasi bahwa kebijakan pendidikan masa depan harus berdasarkan pada suatu konsepsi kewarganegaraan multidimensional sebagai konsepsi yang cocok dengan kebutuhan dan keinginan umat pada awal abad ke-21. Konsepsi ini harus menembus senua aspek pendidikan, termasuk kurikulum dan pendidikan, pemerintahan dan organisasi, serta keterkaitan antara sekolah dan masyarakat. Ini dapat dicapai hanya apabila sekolah dan unsur-unsur kunci lain dan agen masyarakat bekerjasama. Peran individu selain level negara semakin penting kedudukannya dalam pergaulan antar bangsa.

Nu’man Somantri (1993) menegaskan bahwa pengorganisasian dan penyajian

pendidikan kewarganegaraan secara psikologis dan ilmiah di dalam kelas sebagai “laboratorium demokrasi”untuk menumbuhkan “creative dialogue”, sebagai ciri

masyarakat demokrasi.

(25)

Kelemahan-kelemahan tersebut, paling tidak terdiri atas empat kelemahan pokok, yaitu sebagai berikut: (1) kelemahan dalam konseptualisasi pendidikan kewarganegaraan; (2) penekanan yang sangat berlebihan pada proses pendidikan moral behavioristik, terperangkap pada proses penanaman nilai yang cenderung indoktrinatif (values incalculation); (3)ketidakkonsistenan penjabaran berbagai dimensi tujuan Pendidikan

Kewarganegaraan ke dalam kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan; (4) keterisolasian proses pembelajaran dari konteks disiplin keilmuan dan lingkungan budaya.

Menyikapi kelemahan-kelemahan yang ada, diusulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan baru, sebagai tujuan utamanya, hendaknya mengembangkan kompetensi warga negara (civic competence ), ahlak warga negara yang diinginkan (desirable personal qualities atau civic virtue) dan budaya warga negara (civic culture), serta nilai dan kepercayaan terhadap demokrasi (democratic values and beliefs) untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa warga negara yang baik adalah warga negara yang mematuhi dan melaksanakan hukum serta aturan dan ketentuan perundang-undangan dengan penuh rasa tanggung jawab, tidak merusak lingkungan, tidak mencemari air dan udara disekitarnya serta memelihara dan memanfaatkan lingkungannya secara bertanggungjawab (Azis Wahab, 1996).

(26)

institusi-institusi Negara dengan segala kelengkapannya; (6) menerapkan pendekatan pedagogis dan metodologis yang tidak bernuansa dogmatis-indoktrinatif, tetapi menumbuhkembangkan budaya berpikir kritis, sistematis, kreatif, dan inovatif; (7) terintegrasi dengan konteks disiplin keilmuan dan lingkungan social budayanya; (8) mempersiapkan dan mengembangkan bahan-bahan yang diambil dari isu-isu global untuk meningkatkan wawasan dan kesadaran warga Negara sebagai warga dunia (global).

Untuk merealisasikan arah pengembangan pendidikan demokrasi yang baru, selayaknya dilakukan analisis terhadap “curriculum content”, buku ajar PKn dan survey terhadap konsep pikir para pakar dan praktisi guna menentukan pangkal tolak dan arah pengembangan program Pendidikan Kewarganegaraan yang sesuai dengan tuntutan era demokrasi dan hak asasi manusia. Dengan adanya kajian dan analisis ini diharapkan akan diperoleh suatu pola dan gambaran “curriculum content” yang sesuai

dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dan bangsa di era reformasi menuju masyarakat madani yang ditandai oleh adanya masyarakat demokratis yang berwawasan global.

Lynch (1992) mengidentifikasi sejumlah nilai dasar bagi kewarganegaraan yang kreatif yang dapat diterapkan dalam tiga tingkatan kewarganegaraan sebagai berikut: (1)freedom of conscience and religion; (2) freedom of association, peaceful assembly and protest; (3) freedom of thought, communication and expression; (4) freedom of the media, written, oral and visual; (5) freedom of individual creativity within the law, including choice of language; (6) freedom to choose one‟s place of work and abode, as well as freedom of entry to and egress from the country of one‟s birth; (7) freedom of active and informed participation in political life at local, national, and international levels; (8) freedom of appeal to law, local, national, and international; (9) freedom from starvation and malnutrition; (10) freedom from economic and environmental exploitation.

(27)

keragaman dan kesadaran akan perspektif; (2) dunia sebagai suatu sistem dan konsep saling ketergantungan dan saling terkait; (3) bagaimana keberadaan siswa yang ada pada suatu tempat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hubungan orang dan organisasi global di seluruh dunia (Merryfield, 1990).

Perwujudan semangat kewarganegaraan dan kemanusiaan, yakni “civic virtue” yang menjadi inti nilai demokrasi, dalam perilaku interaktif guru-siswa dan siswa-siswa, dan penciptaan iklim demokratis dalam rangka pengambilan keputusan. Untuk itu maka proses pembelajaran pendidikan demokrasi perlu dikembangkan dengan menerapkan pendekatan belajar yang bersifat memberdayakan siswa.

Pendekatan pembelajaran yang disarankan untuk dikembangkan adalah yang berorientasi pada proses berpikir kritis dan pemecahan masalah atau “critical thinking-oriented and problem solving-oriented modes” .

Saat ini, masyarakat dunia berada pada masa transisi yang ditandai oleh perubahan dari pre-global kepada kesadaran global (Hanvey, 1982). Adanya kesadaran global ditandai oleh pengetahuan baru tentang interaksi dalam sistem dan perencanaan dalam tindakan. Setidaknya, setiap manusia yang akan melakukan tindakan maka perlu memikirkan pilihan-pilihan berdasarkan perspektif global untuk masa depan.

(28)

Karena kita berada di tengah lingkungan system interaksi global, maka kita merasakan pula saling ketergantungan global. Untuk membantu siswa memahami ketergentungan itu, maka materi pembelajarannya harus dikaitkan dengan kajian system global di bidang ekonomi, politik, ekologi, dan teknologi sejalan dengan tempat di lingkungan mana di lingkungan mereka tinggal. Dengan cara demikian, maka diharapkan para siswa dapat berpartisipasi secara efektif dan bertanggungjawab dalam lingkungan global.

Tuntutan perubahan kurikulum PKn dikarenakan perubahan system social, politik, ekonomi, politik dan kenegaraan juga disebabkan beberapa sebab lain yang fundamental seperti dikemukakan oleh Azis Wahab (1998) :Bidang studi PPKn sesuai dengan fungsi dan tujuannya selama ini menjadi sarana untuk membina warga negara untuk lebih mengetahui hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun sejalan dengan terjadinya reformasi diperlukan kajian ulang terhadap relevansi materi PPKn dalam kurikulum karena beberapa alasan, diantaranya:

(a) Selama Orde Baru yang lalu ada kekacauan pengertian antara negara dan pemerintah/rezim yang berkuasa;seakan-akan keduanya identik sehingga penerjemahan PPKn ke dalam kurikulum banyak diwarnai oleh perspektif dan kepentingan pemerintah dengan mengatasnamakan perspektif dan kepentingan negara

(b) Topik-topik tertentu banyak diangkat (misalnya soal kepatuhan, kesetiaan pada pemerintah dibandingkan materi seperti Hak asasi manusia, demokrasi, dll. (c) PPKn adalah sarana pendidikan politik bangsa, namun selama ini sering

“sepihak”dan “monolog” yakni mendukung kelanggengan kekuasaan orde yang

(29)

(d) Dalam kenyataan, terjadi berbagai disonansi kognitif-meminjam istilah Festinger –pada siswa akibat apa yang diajarkan berbeda dengan kenyataan. Terdapat pengkajian ulang atas kurikulum 1994 tentang hal-hal berikut; (a) sejauh manakah materi topik-topik yang ada dalam kurikulum (masih)relevan dengan semangat bangsa kita yang dengan memanfaatkan momentum reformasi sedang mereformulasikan kembali format dan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; (2) banyak keluhan selama ini tentang padat dan banyaknya materi yang mesti diajarkan/pelajari oleh siswa; (3) dari segi metodologi, metode yang cenderung doktriner dan monolog selama ini perlu ditinjau ulang dari segi karakter belajar dan tahap-tahap perkembangan peserta didik.

Untuk membantu pemahaman para praktisi khusunya guru, Numan Somantri (2001) pernah mengemukakan bahwa tujuan Pkn hendaknya dirinci dalam tujuan kurikuler yang meliputi: (1) ilmu pengetahuan, yang mencakup fakta, konsep, dan generalisasi; (2) keterampilan intelektual, dari keterampilan sederhana sampai keterampilan kompleks, dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih, dari berpikir kritis sampai berpikir kreatif; (3) sikap, meliputi nilai, kepekaan, dan perasaan; dan keterampilan sosial.

Pada pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di mana acuan pengembangannya menekankan pada standar isi dan standar kompetensi lulusan dengan kewenangan pengembangan kurikulum oleh tiap satuan pendidikan dengan berbasis pada kompetensi (competence based curriculum) diharapkan bahwa semua dimensi kurikuler yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan keterampilan sosial atau tindakan (action) dapat terjadi dalam proses pembelajaran PKn.

(30)

pembelajaran dipandang sebagai proses yang bersifat rutinitas. Civic education merupakan proses kehidupan, bukan sekadar penyampaian masalah keyakinan statis tertentu kepada peserta didik. Tujuan Civic education hendaknya mencakup upaya menjawab tantangan kondisi yang sedang berunbah secara kreatif.

Penyesuaian rumusan tujuan PKn yang lebih fungsional dan dapat membantu siswa memcahkan masalah serta mampu mengambil keputusan bagi kehidupan diri, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan kata lain, tujuan Pkn hendaknya disesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan zaman, artinya bukan hanya membangun warga negara yang baik semata melainkan warga negara yang cerdas (smart citizen) dalam menghadapi lingkungan kehidupannya. Kecerdasan yang perlu dimiliki oleh seorang warga negara adalah kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual.

Hakikat objek kajian Pkn adalah perilaku warga negara (Sapriya, 2007). Dalam lokakarya metodologi Pendidikan Kewarganegaraan tahun 1973 dikemukakan bahwa obyek sstudi Civics adalah: (1) tingkah laku; (2) tipe pertumbuhan berpikir; (3) potensi yang ada dalam setiap warga negara; (4) hak dan kewajiban; (5) cita-cita dan aspirasi; (6) kesadaran (patriotisme, nasionalisme, saling pengertian internasional, moral Pancasila), dan (7) usaha, kegiatan, partisipasi dan tanggung jawab.

Kesadaran siswa sebagai masyarakat global sebagai hasil pembelajaran sangat diperlukan. Rumawas ( Marzuki, 1995 :52) menjelaskan keadaan sadar sebagai “keadaan terjaga dan waspada, yang menjadikan seseorang akan bereaksi sepenuhnya

serta adekuat terhadap rangsang visual, auditoris, atau rangsang sensible”.

Sementara itu Satyanegara (1987 : 98) mengemukakan bahwa :

“Kesadaran adalah keadaan di kala manusia dapat mengenali dirinya sendiri

(31)

dikehendaki sebagai tindakan berwaspada”. Artinya kesadaran diindikasikan melalui kemampuan tingkat aksi dan tindakan seseorang dari berbagai fenomena yang terjadi disekitarnya. Dengan demikian kesadaran merupakan suatu sikap agar diri kita mampu kita kenali dengan baik, sebagai bentuk reaksi terhadap keadaan yang ada. Kesadaran merupakan usaha yang lebih tegas dan tidak terbawa arus. Hal ini menjadi penting karena dalam globalisasi segala informasi sangat mudah didapat melalui handphone, twitter, radio, koran maupun televisi.

Disampaikan pada halaman website mengenai Definisi Pendidikan Global (http://imminentshift.com/global/define.html), Coumantarakis mendefinisikan pendidikan gobal sebagai pengajaran dan pembelajaran dengan perspektif global sebagai berikut: (1) mengenai saling ketergantungan dan keterkaitan antara isu-isu, daerah, masyarakat, tempat, system da waktu; (2) meningkatkan pemahaman isu-isu global seperti pembangunan berkelanjutan, pengelolaan lingkungan, perdamaian, dan hak asasi manusia ke dalam bidang subjek internasional; (bekerja sebagai bagian kewarganegaraan global yang aktif, bertanggung jawab dan membangun sebuah dunia yag lebih damai, adil dan berkeanjutan. Karena definisi ini termasuk gagasan bahwa “perspektif global”atau “kesadaran global” harus menjadi komponen dari setiap topik

yang diajarkan.

(32)

pembiasaan akan kesadaran nilai dapat dimaknai sebagai pendidikan atau ketrampilan hidup seperti yang diungkapkan oleh Erlina, (2011:15).

Sebagian kita dari kita setuju bahwa pada abad ke-21, kita telah berpindah ke sebuah dunia yang lebih terintegrasi secara global, sebuah dunia yang lebih sering tergantung dan memerlukan keterampilan kunci seperti pemecahan masalah, bekerja dengan tim tersebar secara global, dengan menggunakan teknologi untuk melakukannya secara efektif.

Pendidikan Kewarganegaraan semestinya menjadi mata pelajaran yang dapat menjadi sarana terciptanya pemahaman siswa tentang kesadaran global karena di dalamnya terdapat materi globalisasi yang dapat memberi tidak hanya pengetahuan, tetapi juga sikap dan perilaku sehingga tercipta hidden kurikulum terbentuknya kesadaran siswa. Namun kendala yang dihadapi guru di lapangan adalah siswa sering menganggap materi globalisasi terhenti sebagai pengetahuan saja, belum menjadi sebuah kesadaran, bahkan siswa sering justru menjadi korban dari globalisasi berwujud kenakalan siswa. Sebagai contoh, beberapa kasus siswa yang membolos setelah diselidiki sebagian mereka berangkat dari rumah, tetapi tidak sampai ke sekolah melainkan mampir ke warnet untuk bermain game, dan lain-lain. Sebaliknya, apabila guru memberikan tugas yang diambil dari internet, atau media massa banyak alasan dari keterlambatan penyerahan dari batas waktu yang telah ditetapkan.

(33)

bersifat pasif, baik dalam berpendapat, dalam kemauan membaca maupun tugas berkelompok. Dalam keterkaitan dengan pengelolaan lingkungan, kesadaran siswa masih berupa kepatuhan semu. Sebagai contoh, kemauan membuang sampah di tempatnya masih harus selalu ditegur dan diingatkan padahal SMP Negeri 10 Kota Depok memiliki visi dan misi menjadi sekolah yang beriman dan bertaqwa serta berwawasan lingkungan.

Penelitian ini dikhususkan di kelas IX-8 SMP Negeri 10 Kota Depok, karena didasarkan pengamatan awal bahwa dari seluruh kelas IX yang berjumlah delapan kelas, maka kelas IX-8 memiliki permasalahan seperti di atas yang lebih kompleks, serta membutuhkan bimbingan yang lebih tepat untuk meningkatkan kesadaran siswa sehingga tidak selalu menjadi korban dari globalisasi itu sendiri.

Berdasarkan akar permasalahan yang telah diamati, maka dianggap perlu bagi guru untuk mencari solusinya, sehingga peneliti melakukan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini bertujuan sebagai salah satu alternatif memperbaiki kinerja guru, serta memaksimalkan kemampuan siswa dalam pembelajaran, guna menumbuhkan kesadaran siswa, melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar, mampu berpikir kritis terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di sekitarnya. Penelitian ini juga ingin menerapkan pendekatan Cooperative Learning dengan Model Cooperative Script dalam pembelajaran, guna meningkatkan kemampuan menyimak serta berpikir secara kritis siswa yang ditunjukkan dengan hasil mereka mengambil point-point penting dari suatu pembahasan yang dipresentasikan di depan kawan-kawan mereka.

(34)

akan diberi hadiah seperti nilai (point) tambahan bila mau dan membantu anggota lain dalam menyelesaikan pekerjaan tim. Penilaian didasarkan atas hasil pekerjaan tim, bukan pekerjaan individual meskipun ada pula nilai khusus untuk individu.

Pendekatan Cooperative Learning mendorong siswa agar terlibat dalam belajar mandiri. Bekerja dalam kelompok member kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri. Bekerja dalam kelompok member kesempatan kepada siswa untuk belajar dalam kemampuan akademik sekaligus sosial (academic and social skills). Dengan belajar kelompok diharapkan siswa akan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, mau mendengar pendapat orang lain, mampu menyelesaikan konflik, dan mampu menyelesaikan masalah serta solusinya. Keterampilan social (social skills) dimaksudkan pula untuk melatih siswa mau mendengarkan gagasan anggota lain dalam kelompok, berkompromi, bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama, dan mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap sikap dan perbuatan yang pernah dilakukannya.

Selama ini kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada masa lalu cenderung menggunakan pendekatan ekspositori, yaitu pembelajaran yang lebih terpusat kepada guru atau teacher centered . Akibat yang muncul antara lain (1) guru adalah pihak yang mendominasi kegiatan belajar mengajar; (2) siswa diibaratkan seperti gelas kosong yang hanya menerima saja dari guru; (3) bahan pelajaran kurang bervariasi dan terpaku pada buku teks; (4) evaluasi pembelajaran lebih banyak menekankan aspek kognitifnya saja sedangkan aspek afektif dan psikomotornya kurang diperhatikan; (5) kegiatan belajar di dominasi siswa tertentu saja sementara siswa lainnya kurang aktif .

(35)

belajar sehingga siswa akan dapat menemukan sendiri makna dari materi yang dipelajari. Guru mampu mengubah suasana yang sebelumnya monoton, menjadi lebih bervariasi sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Peranan guru dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai akan sangat mempengaruhi suasana yang tercipta dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu guru akan berusaha mencari model pembelajaran yang mampu memberi semangat siswa, sehingga terjadi pemahaman dan terbentuklah kesadaran siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran siswa, yaitu model pembelajaran Cooperative Script.

Model ini merupakan bagian dari Model Cooperative Learning. Cooperative Learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang

dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa(Jacobsen, David A.; Eggen, Paul; Kauchak, Donald (2009). Adapun alasan penulis menggunakan Model Cooperative Script karena di dalam model ini siswa dilatih untuk mau dan mampu bekerja sama dan bersaing dengan teman sekelasnya, disertai dengan kemampuan untuk membaca, menyimak inti sari dari materi sehingga tercipta pemahaman dari apa saja hal-hal yang bisa diambil atau hal-hal yang harus ditingalkan oleh mereka sebagai dampak globalisasi. Diharapkan melalui model initerjadi diskusi antar siswa yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa.

(36)

penggunaan HP dan semacamnya, namun pasif dalam pembelajaran, rendah dalam minat membaca, enggan bekerja sama, dan rendah dalam pencapaian standar minimal KKM dalam PKn.

Untuk memecahkan permasalahan itulah peneliti menggunakan model Cooperative Script sebagai alternatif pemecahan masalah, sehingga diharapkan dengan

menggunakan model ini, siswa cenderung memiliki kesadaran akan pentingnya proses pembelajaran, karena telah mampu memaknai arti globalisasi itu sendiri, terutama dapat memanfaatkan teknologi dengan sebaik-baiknya.

Penelitian Tindakan Kelas merupakan langkah untuk memperbaiki dan mencari keefektifan belajar. Melalui penelitian ini, harapannya adalah terdapat inovasi baru, dalam hal ini model yang dipergunakan adalah Cooperative Script. Alasan penggunaan model pembelajaran ini juga karena untuk mengajarkan hidden curriculum berupa perlunya kerjasama dan persaingan, karena dalam globalisasi yang bertahan adalah yang mampu bekerja sama dan bersaing.

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis mencoba menerapkan model pembelajaran Cooperative Script khususnya dalam materi globalisasi terhadap siswa kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok. Adapun penelitian ini penulis batasi dengan judul : ” Penerapan Model Cooperative Script dalam Meningkatkan Kesadaran Siswa Sebagai Masyarakat Global Pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

A. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Penerapan Model Cooperative Script dalam Meningkatkan Kesadaran Siswa

Sebagai Masyarakat Global Pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan “Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok”. Dari judul

(37)

1. Guru mengalami kesulitan menanamkan nilai-nilai yang dibutuhkan siswa seperti di atas karena siswa biasanya kurang antusias terhadap proses belajar mengajar di kelas.

2. Metode dan model pembelajaran yang belum kreatif dan inovatif.

3. Guru dalam mengajarkan materi globalisasi ini secara konvensional, maka siswa merasa bosan.

4. Karakter siswa kelas IX, mereka merasa sudah remaja yang selalu ingin diakui eksistensinya.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalahnya terbagi menjadi rumusan masalah secara umum dan secara khusus, sebagai berikut:

Secara umum :”Apakah Penerapan Model Cooperative Script dalam Pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan dapat Meningkatkan Kesadaran Sebagai Masyarakat Global Pada Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok?”

Secara Khusus :

1. Bagaimana merencanakan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Sebagai Masyarakat Global Pada Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok?”

2. Bagaimana langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Sebagai Masyarakat Global Pada Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok?”

(38)

4. Upaya-upaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Sebagai Masyarakat Global Pada Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok”?.

5. Bagaimana Peningkatan Kesadaran Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok Sebagai Masyarakat Global Setelah Penerapan Model Cooperative Script”?

B. Pemecahan Masalah

Cara memecahkan masalah yang akan digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah Pengembangan pendekatan pembelajaran kooperatif. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran Sebagai Masyarakat Global Pada Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok.

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan Fokus permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut :

“Model Cooperatif Script dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat

meningkatkan kesadaran siswa sebagai masyarakat global di kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok Sebagai Masyarakat global”.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian terbagi atas tujuan secara umum dan secara khusus.

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan kesadaran siswa sebagai masyarakat global. Sedangkan tujuan secara khusus penelitian ini adalah :

(39)

Kesadaran Sebagai Masyarakat Global Pada Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok.

2. Menjadi alternatif bagi guru dalam menentukan langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Sebagai Masyarakat Global Pada Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok

3. Sebagai salah satu solusi bagi guru dalam mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Sebagai Masyarakat Global Pada Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok.

4. Sebagai lankah-langkah mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Kesadaran Sebagai Masyarakat Global Pada Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok.

5. Sebagai tolak ukur Peningkatan Kesadaran Siswa Kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok Sebagai Masyarakat Global Setelah Penerapan Model Cooperative Script.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian terbagi dua yaitu : Manfaat Teoritis dan Praktis

Secara teoritis, dapat menumbuhkan wawasan pemikiran baru tentang model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta kesadaran warga negara untuk tercipta penelitian-penelitian selanjutnya.

(40)

1. Mampu memberikan refleksi bagi guru dalam kegiatan belajar mengajar sehingga dapat mencari akar permasalahan dari kurang efektifnya pembelajaran. 2. Mampu memberikan inovasi dalam dunia pendidikan sebagai salah satu

alternatif acuan dalam pemanfaatan media baru.

3. Bagi sekolah, sebagai salah satu bahan pertimbangan baru dalam menentukan model pembelajaran yang akan dilakukan guru.

4. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi dinas pendidikan dalam pendidikan khususnya dalam usaha meningkatkan kinerja guru

F. Penjelasan Konsep

a. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Cooperative Script

Skrip kooperatif : metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan

bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Cooperative Script (Danserau, dkk, 1985). Langkah-langkahnya adalah; (a).

Guru membagi siswa untuk berpasangan;(b). Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan; (c). Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar; (d). Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya;(e). Sementara pendengar :Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (f). Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya; (g). Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya; (h). Serta lakukan seperti diatas; (i). Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru; (j). Penutup.

(41)

Satyanegara (1987 : 98) mengemukakan bahwa : “Kesadaran adalah keadaan di

kala manusia dapat mengenali dirinya sendiri mampu membedakan diri dari lingkungan sekitar serta dapat memberikan reaksi atau rangsangan terhadap yang diterima, bahkan bisa melakukan aksi sesuai dengan yang dikehendaki sebagai tindakan berwaspada”.

Dengan demikian kesadaran merupakan suatu sikap agar diri kita mampu kita kenali dengan baik, sebagai bentuk reaksi terhadap keadaan yang ada. Kesadaran merupakan usaha yang lebih tegas dan tidak terbawa arus.

2. Pengertian masyarakat global

Masyarakat global merupakan salah satu pengertian dalam era globalisasi yang tercermin dalam kedudukan masyarakat internasional. Masyarakat global dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang memiliki pemikiran secara meluas, tidak lagi terbatas pada batas suatu negara. Tetapi bersifat universal dan mengglobal tidak hanya peduli terhadap permasalahan di negaranya saja namun juga mencakup masalah orang-orangdi negara lain (Jan Scholte). Wahab dan Sapriya dalam Vivian Ota Wang (2008:231) mengemukakan bahwa masyarakat global “The international citizen is a

natural condult for intercultural understanding of justice, liberty, and peace.

(42)

kegiatan kegiatan dan aksi-aksi akan terus dilakukan untuk mempertahankan kehidupan masyarakat global.…(2011)

Dari pengertian di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa kesadaran sebagai masyarakat adalah sebuah sikap kepedulian sebuah masyarakat dalam sebuah Negara tidak hanya kepada negaranya sendiri, namun juga bagaimana efek-efek globalisasi di negara lain dengan pembekalan sikap waspada pada hal-hal yang bersifat negatif.

Apabila dihubungkan dengan fokus Pendidikan Kewarganegaraan dengan komponen dasar pengembangan, yaitu (1) civic knowledge, (2) civic skills, dan (3) civic disposition/traits (Branson, 1998:5), maka PKn sebagai mata pelajaran persekolahan

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan dua pendekatan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Pendekatan kuantitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian data numerik. Sebaliknya pendekatan kualitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek-aspek kecenderungan, non perhitungan numerik, situasional deskriptif, interview mendalam, analisis isi, bola salju dan story.

Dalam penelitian ini Peneliti menggunakan Penelltian Tindakan Kelas menggunakan Pendekatan kualitatif dominan dan pendekatan kuantitatif less dominant B. Metode Penelitian

Metode penelitian sangat penting bagi seorang peneliti untuk dapat menguraikan maksud-maksud penelitian. Ketepatan dalam menentukan dan memilih metode akan sangat membantu bagi keberhasilan penlitian, karena akan mempertegas arah serta tujuan dari penelitian.

(44)

mendengarkan pendapat dari teman-teman mereka yang berakibat kepada kurangnya antusiasme siswa dalam mengerjakan tugas dari guru karena dianggap beban, dan hasil yang dicapai siswa selama proses kegiatan belajar mengajar, dan sesudah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kurang maksimal, sehingga untuk mengatasi permaslahan tersebut maka Penelitian tindakan kelas menjadi bagian penting dari solusi agar pembelajaran lebih baik.

Kemmis (1983) menjelaskan bahwa penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu (termasuk pendidikan)untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari a) Kegiatan praktik social atau pendidikan mereka b) Pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktik pendidikan ini , dan c)situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktik ini (Wiriatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA).

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas menurut Lewis (dalam Elliot, 1991 : 69) meliputi :

 Mengidentifikasi gagasan/permasalahan umum.  Melakukan pengecekan di lapangan (reconnaissance).  Melakukan perencanaan umum.

 Mengembangkan langkah tindakan pertama.  Mengimplementasikan tindakan pertama.  Mengevaluasi.

 Merevisi perencanaan umum.

(45)

penelitiannya yakni sebagai satu-satunya instrumen karena manusialah yang dapat menghadapi situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu, seperti halnya banyak terjadi di kelas atau di ruang kuliah.

Lincoln dan Guba (1985) merinci karakter yang harus dimiliki seorang peneliti as the only human instrument, sebagai berikut :

1. Responsif, terhadap berbagai petunjuk baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat lingkungan.

2. Adaptif, dengan mampu mengumpulkan berbagai informasi mengenai banyak faktor pada tahap yang berbeda-beda secara simultan.

3. Menenkankan aspek holistik, karena manusianyalah yang mampu dengan segera menempatkan dan menyimpulkan kejadian yang membingungkan di atas ke dalam posisinya secara keseluruhan.

4. Pengembangan berbasis pengetahuan, hanya menusia yang dapat berpikir yang tidak diungkapkan.

5. Memproses dengan segera, sang peneliti lah yang mampu segera memproses data di tempat, membuat generalisasi, dan menguji hipotesis di dalam situasi yang dengan sengaja diciptakan.

6. Klarifikasi dan kesimpulan, ia juga yang memiliki kemampuan unik untuk membuat kesimpulan di tempat, dan langsung meminta klarifikasi, pembetulan, atau elaborasi kepada subyek yang diteliti.

7. Kesempatan eksplorasi, terutama terhadap jawaban-jawaban dari subyek yang diteliti yang tidak lazim, atau mengandung kelainan (idiosinkretik ), yang sepertinya tidak berguna atau tidak bisa dibuang.

(46)
[image:46.595.88.509.220.599.2]

Secara garis besar, langkah-langkah dalam penelitian tindakan meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pemantauan (monitoring atau observing), dan penilaian (reflecting atau evaluating). Kemmis dan Taggart (1982). Keempat langkah pokok ini membentuk satu siklus. Kurt Lewin dalam kasbolah (1999:14), menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah penelitian yang merupakan suatu langkah-langkah ( a spiral of steps ). Setiap langkah terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Siklus penelitian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1

(Sumber Kurt Lewin dalam Kasbolah, 1999:14)

Penelitian berupa Penelitian Tindakan Kelas direncanakan sejak minggu pertama bulan Februari 2012, siklus ke-1 pelaksanaan tanggal 2 Februari 2012, siklus ke-2 pada tanggal 9 Februari 2012, dan siklus ke-3 pada tanggal 16 Februari 2012. Prosedur atau langkah-langkah penelitian yang dilakukan terbagi dalam bentuk siklus kegiatan mengacu pada model yang diadopsi dari Lewis (dalam Elliot, 1991 : 69), di mana setiap siklus terdiri atas empat kegiatan pokok perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Empat kegiatan ini berlangsung secara simultan yang urutannya dapat mengalami modifikasi

Orientasi perencanaan

Pelaksanaan tindakan

(47)
(48)

Bagan 1

Desain PTK Model Kurt Lewin

Plan

Refleksi Act

Observasi

Refleksi Act

Observasi

Refleksi Act

Observasi

Berdasarkan desain di atas, tahapan penelitian dijelaskan sebagai berikut : 1. Refleksi Awal

Orientasi

(49)

Pada tahap ini dilakukan identifikasi kesulitan siswa dalam memahami konsep globalisasi

2. Perencanaan tindakan

Masalah yang ditemukan akan diatasi dengan melakukan langkah-langkah perencanaan tindakan yaitu menyusun instrument penelitian berupa Rencana Program Pembelajaran(RPP), membuat CD pembelajaran, Lembar kegiatan siswa (LKS), soal tes, angket, lembar observasi

3. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini dilakukan tindakan berupa pelaksanaan program pembelajaran, pengambilan atau pengumpulan data hasil angket, lembar observasi, dan hasil test.

4. Observasi, Refleksi, dan evaluasi.

Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data dan menganalisisnya untuk kemudian dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini.

Beberapa pedoman atau instrument penelitiaan yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain:

1. Tes :instrument untuk mengumpulkan data prestasi belajar peserta didik, baik melalui tes lisan, tertulis, maupun perbuatan.

2. Skala sikap: instrument untuk mengukur kecenderungan sikap peserta didiknya terhadap pembelajaran yang diikutinya.

3. Observasi : instrument yang mengadakan pengamatan terhadap aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran, baik di kelas maupun luar kelas. 4. Wawancara :instrument untuk mengumpulkan data lisan dari sumber data atau

(50)

5. Studi dokumentasi : instrument untuk mengumpulkan data tentang peristiwa atau kejadian-kejadian masa lalu yang telah didokumentasikan.

D. Lokasi Penelitian

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat melakukan penelitian guna memperoleh data. Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah SMP Negeri 1O Depok yang beralamat di Jalan Raya Bedahan Kecamatan Sawangan Depok, yang dilaksanakan pada minggu pertama bulan Februari hingga minggu pertama bulan Maret 2012(semester II tahun pelajaran 2011/2012)dengan Standar Kompetensi : 3. Memahami dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dengan Kompetensi Dasar :

1.1.Menjelaskan pengertian dan pentingnya globalisasi bagi Indonesia.

1.2.Mendeskripsikan politik luar negeri dalam hubungan internasional di era global 1.3.Mendeskripsikan dampak globalisasi terhadap kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. 1. Subjek penelitian

Menurut Nasution (1992:32)”Subjek penelitian adalah sumber yang dapat

memberikan informasi yang dipilih secara purposive dan bertalian dengan purpose

atau bertujuan tertentu.” Jadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX-8 SMP

Negeri 10 Depok dengan jumlah total 38 orang terdiri atas 17 orang laki-laki dan 21 siswa perempuan.

(51)

peraturan yang dilandasi kesadaran bukan keterpaksaan. Namun kenyataannya, mereka kurang memiliki kesadaran sesuai indikator di atas. Kelas ini juga merupakan kelas yang memerlukan bimbingan yang lebih dominan untuk menumbuhkan kesadaran sebagai masyarakat global seperti tersebut di atas.

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Sebelum pengumpulan data dan analisis data dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan kegiatan-kegiatan penting yang mendukung pelaksanaan penelitian, diantaranya:

a. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap persiapan disebut juga pra penelitian. Prosedur yang dilakukan pada tahap ini dianataranya:

1. Mengajukan rancangan (proposal) penelitian.

2. Proposal penelitian tersebut diseminarkan dihadapan tim dosen penguji utuk mendapatkan koreksi, masukan sekaligus perbaikan sehingga mendapatkan pengesahan serta persetujuan dari ketua tim Pertimbangan Penulisan tesis yang selanjutya direkomendasikan untuk mendapatkan pembimbing tesis.

Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu dilakukan pra penelitian (observasi awal) untuk melihat lebih jauh apa yang menjadi masalah di dalam pembelajaran di kelas serta untuk mengetahui kondisi lapangan yang sesungguhnya. Peneliti melakukan beberapa kegiatan diantaranya:

(52)

2. Peneliti melakukan observasi di kelas yang dijadikan penelitian dengan didampingi oleh guru mitra untuk memberikan penilaian pada saat proses belajar mengajar berlangsung.

Setelah melakukan observasi awal, maka selanjutnya yang dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah:

1. Mengajukan surat permohonan penelitian kepada Direktur Pasca Universitas Pendidikan Indonesia Bandung melalui ketua Prodi Pendidikan Kewarganegaraan dan ditandatangani oleh direktur Pasca UPI Bandung.

2. Mengajukan izin penelitian dari Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Bandung diproses selama beberapa hari sampai selesai dan dikeluarkan.

3. Menyerahkan surat permohonan izin penelitian dari Direktur Pasca Universitas Pendidikan Indonesia Bandung kepada kepala SMP Negeri 10 Depok.

4. Menemui kepala Sekolah SMP Negeri 10 Depok dan mengadakan pembicaraan dengan maksud memberitahukan dan tujuan penelitian kepada pihak SMP Negeri 10 Depok.

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Perencanaan Penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan pembicaraan non-formal dan wawancara dengan guru mitra yang juga merupakan guru Pendidikan Kewarganegaraan yang akan diteliti tentang penerapan Model Pembelajaran Cooperative Script untuk meningkatkan kesadaran siswa sebagai masyarakat global pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas IX-8 SMP Negeri 10 Depok serta membahas kesulitan-kesulitan atau kendala-kendala yang dihadapi oleh guru selama pembelajaran berlangsung .

(53)

Pada tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran di kelas IX-8 kemudian berdiskusi dengan guru mitra tentang proses pembelajaran yang telah berlangsung dengan menerapkan Model Pembelajaran Cooperative Script untuk meningkatkan kesadaran siswa sebagai masyarakat global pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam waktu 2 bulan dengan 3 siklus, setiap siklus memerlukan dua kali pertemuan.

F. Instrumen Penelitian

Sebagai Penelitian Tindakan Kelas yang bersigfat kualitatif, maka kerjanya tidak terlepas dari karakteristik penelitian kualitatif. Karakteristik penenlitian kualitatif menurut Cresswell (1997:16) adalah sebagai berikut :

[image:53.595.83.514.214.614.2]

Setting alami (terfokus data lapangan)sebagai smber data, peneliti sebagai instrument utama dalam pengumpulan data, pengumpulan data berupa kata-kata dan gambar, mengutamakan proses daripada hasil, analisis data bersifat induktif, perhatian peneliti diarahkan pada hal-hal tertentu yang bermakna, menggunakan bahsa ekspresif, pendekatannya persuasive.

Dalam penelitian ini, peneliti sendirilah yang menjadi instrument utama (human instrument) yang turun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan data yang

diperlukan. Menurut Sugiyono (2005:59):dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat peneliti adalah peneliti itu sendiri:.

Penelitian ini juga akan menggunakan instrument bantu berupa catatan lapangan(field notes), lembar panduan observasi, pedoman wawancara, dokumen sekolah, dan foto.

G. Teknik Pengumpulan Data

(54)

audio visual”. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan di sini adalah wawancara,

dokumentasi. Karena keeseluruhan teknik ini diharapkan dapat melengkapi dalam memperoleh data yang diperlukan.

1. Pedoman Observasi

Observasi adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk mengamati, merekam dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang dicapai (perubahan yang terjadi) baik yang ditimbulkan oleh tindakan yang terencana maupun akibat sampinganyya (Kasbolah, 1998/ 1999:91) tujuan utama dari observasi adalah untuk memantau proses, hasil, dan dampak perbaikan pembelajaran yang direncanakan.

Dalam penelitian ini observasi dilakukan terhadap keseluruhan rangkaian pembelajaran materi globalisasi, untuk melihat proses, keadaan dan hasilnya, apakah dari suatu siklus ke siklus berikutnya terjadi perkembangan peserta didi

Gambar

Tabel
Gambar Aspek-aspek kompetensi dalam Pendidikan
Gambar 3.1 (Sumber Kurt Lewin dalam Kasbolah, 1999:14)
gambar, mengutamakan proses daripada hasil, analisis data bersifat induktif, perhatian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

Untuk memperoleh informasi tentang kemampuan pemahaman konsep dan generalisasi siswa sebelum dan sesudah pemberian perlakuan (pelaksanaan pembelajaran), dan mengungkapkan

Penulis menganalisa penelitian ini dengan menggunakan 2 metode, yang pertama adalah Chi Kuadrat ( Chi Square ) yaitu suatu metode mengenai perbandingan antara frekuesi observasi

Namun demikian, banyak negara sedang berkembang dengan tingkat pendapatan yang masih relatif rendah menyebabkan tingkat investasi dalam negeri yang tercermin dalam

YUSEP HADIANSYAH (1101075) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING TIPE QUIZ TEAM DENGAN KETERAMPILAN BERTANYA PROBING QUESTION UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS

Penerapan Metode Community Language Learning (Cll) Dalam Pembelajaran Berbicara Pada Pembelajar Bipa Tingkat Menengah.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

“Pendidikan Inklusi dan Efektivitasnya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Berkebutuhan Khusus di SDN Inklusi Klampis Ngasem I Surabaya”.. Program