• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI (Oryza sativa L ) METODE SRI (The System of Rice Intensification).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI (Oryza sativa L ) METODE SRI (The System of Rice Intensification)."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN HASIL TANAMAN PADI (

Oryza sativa L

) METODE SRI

(

The System of Rice Intensification

)

SKRIPSI

Oleh

SONNY PRANATA RIZAL 08 10 212 087

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

(2)

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN HASIL TANAMAN PADI (

Oryza sativa L.

) METODE SRI

(

The System of Rice Intentification

)

Abstrak

Percobaan tentang Pengaruh Umur Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Metode SRI (The System of Rice Intentification)

telah dilakukan di lahan sawah petani Jorong Rageh, Kenagarian Sungai Kamuyang, Kecamatan Luak, Kabupaten 50 Kota. Percobaan ini dimulai dari bulan Maret sampai Agustus 2013. Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan umur bibit yang terbaik di persemaian terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah metode SRI. Percobaan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 4 kelompok. Perlakuan yang dicobakan adalah beberapa umur bibit padi yaitu umur 6, 8, 10, 12, dan 14 hari. Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, berat gabah bernas per malai, bobot 1000 butir gabah bernas, hasil tanaman per petak, dan hasil gabah per hektar. Data dianalisis secara statistika dengan uji F tabel 5%, dan F hitung yang lebih besar dari F tabel dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa umur bibit 6-14 hari di persemaian memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi metode SRI.

(3)

THE INFLUENCE OF SEEDLING AGE ON GROWTH AND

YIELD OF RICE (Oryza Sativa L.) USING THE SYSTEM OF

RICE INTENSIFICATION (SRI) METHOD

Abstract

An experiment on the effect of seedling age on the growth and yield of rice (Oryza sativa L.) planted in the System of Rice Intensification (SRI) method has been carried out at the paddy fields at Jorong Rageh, Kenagarian Sungai Kamuyang, Kecamatan Luak, Kabupaten 50 Kota. The experiment commenced from March to August 2013. The purpose of this experiment was to determine the best age of seedlings in the nursery on the growth and yield of rice plants grown in SRI method. A completely randomized block design with five treatments and four blocks was assigned. The treatment was rice seedling age i.e 6, 8, 10, 12, and 14 days after sowing. Data collected including plant height, number of tillers per clump, number of productive tillers, panicle length, number of grains per panicle, weight of 1000 grains, yield per plot, and yield per hectare. Data were analysed with analysis of variance and mean comparisons of Duncan’s New Multiple Range Test at 5% level. Results demonstrate that all seedling age tested did not affect the growth and yield of rice planted in SRI method.

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) adalah komoditas strategis dan merupakan sumber makanan pokok hampir seluruh penduduk Indonesia dengan konsumsi sekitar 140-150 kg beras per kapita per tahun. Kebutuhan akan padi terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Produksi padi nasional pada tahun 2011 mencapai 67.760.000 ton gabah kering giling (GKG) atau meningkat sebanyak 1,35 % dibandingkan tahun 2010. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas pertanaman seluas 14.510 hektar (0,11 %) dan produktivitas sebesar 0,62 kwintal/hektar 1,24 % (Badan Pusat Statistik, 2011).

Produksi padi di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 1980, pada periode 1970-1979 laju pertumbuhan produksi padi rata-rata meningkat sebanyak 1,1 % per tahun. Laju produksi padi terus meningkat pada periode 1980-1989 yaitu sebanyak 5.32 % per tahun. Namun pada periode 1990-2011 mengalami penurunan menjadi 1,29-0,71 per tahun (Zuhri, 2012).

Penurunan produksi padi ini mengakibatkan lonjakan permintaan dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun yang cukup tinggi yaitu sebanyak 1,49 %, jika hal ini tidak segera diantisipasi maka dikhawatirkan Indonesia akan mengalami krisis bahan pangan yang nantinya akan berdampak buruk pada ketahanan pangan nasional (Simarmata, 2007).

(5)

Permasalahan baru dalam produksi padi mulai banyak bermunculan. Berkurangnya lahan sawah karena digunakan untuk keperluan lain, kurangnya tenaga produktif di pedesaan, berkurangnya ketersediaan air irigasi dan mahalnya input produksi, hanyalah sebagian permasalahan yang membutuhkan jalan keluar (Utomo, Muhajir dan Nazarudin, 2003).

Konversi lahan sawah ke pertanian lainnya, industri dan perumahan terus meningkat. Di Indonesia, dari sekitar 8,1 juta hektar sawah, ada 3,1 juta hektar atau 40 % terancam alih fungsi lahan. Di Sumatera Barat Dalam 10 tahun terakhir, alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan pengembangan perumahan dan perkebunan lebih dari 2.000 hektar. Alih fungsi ini merupakan ancaman serius bagi ketahanan pangan di Indonesia (Faisal, 2013).

Peningkatan produktivitas lahan sawah yang mungkin dilakukan salah satunya adanya perbaikan dalam teknik bercocok tanam. Metode baru yang sedang dikembangkan dalam bercocok tanam padi adalah metode The System of

Rice Intensification (SRI). Metode ini pertama kali dicobakan di Madagaskar oleh

seorang pendeta Prancis Henri de Laulanie pada tahun 1983. Penerapan SRI di Indonesia mulai tahun 1999 dan sudah mencakup hampir seluruh propinsi di Jawa, sebagian besar propinsi di Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi, Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Luasan areal di masing-masing daerah masih sangat bervariasi dengan berbagai bentuk penerimaan oleh petani (Kasim, 2004).

Di Indonesia berbagai informasi menyebutkan bahwa SRI bisa menghasilkan gabah 12-16 ton/ha. Walaupun hasil panen dilaporkan dalam bentuk GKP (gabah kering panen), angka itu tetap jauh lebih tinggi dari hasil rata-rata padi sawah konvensional yang sekitar 5 ton/ha GKG (gabah kering giling). Sementara itu, pengembangan teknologi melalui pendekatan PTT (pengelolaan tanaman terpadu) yang mengedepankan faktor spesifik lokasi dinilai lebih cocok untuk dikembangkan secara luas (Syam, 2006).

(6)

yang bernilai ekonomis), karena waktu terbentuknya berbeda dan masaknya tidak serentak.

Menurut Hasil penelitian Rozen (2008), anakan padi dengan metode SRI lebih banyak dibandingkan dengan cara konvensional. Anakan yang terbentuk antara 60 – 125 batang. namun yang bernilai ekonomis hanya 80 % dari total anakan. Jumlah anakan yang terlalu banyak bisa bersifat sink, selama fase pertumbuhan tanaman padi. Keadaan ini menimbulkan nilai negatif dalam proses metabolisme. Banyak hasil fotosintesis yang digunakan hanya untuk pertumbuhan vegetatif dan sedikit untuk fase generatif.

Tanaman padi dalam metode SRI akan tampak kecil, kurus dan jarang di sawah selama sebulan atau lebih setelah transplantasi. Dalam bulan pertama, tanaman mulai menumbuhkan batang. Selama bulan ke-2 pertumbuhan batang mulai terlihat nyata. Dalam bulan ke-3, pertumbuhan batang semakin meningkat (Barkelaar, 2002).

Penetapan umur bibit yang cocok untuk dipindahkan ke lapangan perlu ditentukan. Secara umum SRI menganjurkan untuk menanam bibit muda saat berumur 7-15 hari (Barkelaar, 2002). Pemindahan bibit yang masih muda dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga batang yang muncul lebih banyak jumlahnya dalam satu rumpun maupun bulir padi yang dihasilkan oleh malai (Kasim, 2004).

Umur pindah bibit tanaman padi harus tepat untuk mengantisipasi perkembangan akar yang secara umum berhenti pada umur 42 hari sesudah semai, sementara jumlah anakan produktif akan mencapai maksimal pada umur 49-50 hari sesudah semai (Astri, 2007). Penanaman bibit muda memiliki beberapa keunggulan, antara lain tanaman dapat tumbuh lebih baik dengan jumlah anakan cenderung lebih banyak dan perakaran bibit berumur kurang dari 15 hari lebih cepat beradaptasi dan cepat pulih dari cekaman akibat dipindahkan dari persemaian ke lahan (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 2009).

(7)

kekeringan, dan mampu memamfaatkan hara lebih efektif (Guswara dan Kartaatmadja, 2001). Menurut pantauan di lapangan, sampai saat ini ternyata masih banyak petani menanam bibit berumur di atas 21 hari dan menggunakan bibit lebih dari 8 batang per rumpun.

Dari hasil penelitian Abdullah, Munir, Hamzah, Zen, dan Azwir (2000), penggunaan bibit padi yang berumur sekitar 30 hari akan memberikan hasil yang kurang baik, karena bibit yang digunakan relatif tua sehingga beradaptasi lambat (stagnasi pertumbuhan setelah transplanting lebih lama), mempunyai anakan yang tidak seragam, perakaran dangkal dan selanjutnya pertumbuhan tanaman kurang sempurna. Pemakaian bibit yang banyak (7-10 batang per rumpun), menyebabkan terjadinya persaingan dalam hal memperoleh unsur hara. Kondisi yang demikian akan meyebabkan pertumbuhan tanaman lemah dan kerdil, sehingga tidak tahan terhadap cekaman lingkungan dan akan menghasilkan menghasilkan persentase gabah hampa yang tinggi.

Menurut hasil penelitian Aldilani (2005) dengan menggunakan varietas Cisokan, umur bibit pindah ke lapangan yang cocok yaitu bibit muda yang masih berumur 1 sampai 2 minggu dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm dengan hasil 3.93 – 4,52 ton per hektar.

Padi varietas Sijunjung merupakan padi lokal yang berasal dari Desa Situjuah Banda Dalam, Kabupaten 50 Kota. Varietas ini banyak ditanam oleh penduduk setempat dengan metode konvensional. Dalam penerapan metode SRI untuk padi varietas Sijunjung ini masih minim dilakukan oleh petani sehingga, penentuan bibit pindah ke lapangan yang cocok untuk varetas ini belum dicobakan dan untuk itu perlu diteliti.

Untuk mendapatkan jawaban tentang permasalahan yang telah dikemukakan, maka disusun penelitian dengan judul “Pengaruh umur bibit terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) metode SRI (the

(8)

B. Tujuan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis tersebut dapat langsung terlihat bahwa displacement maksimum terjadi pada daerah yang berwarna hijau yaitu pada daerah komponen alat bantu

Media yang dikembangkan pada penelitian ini yaitu multimedia interaktif dilengkapi dengan simulasi berupa animasi yang bertujuan untuk memvisualisasikan konsep

Urutan makanan hewan dari yang paling sedikit adalah .... Coba selesaikan

Pengukuran peningkatan jumlah leukosit total (limfosit, monosit dan neutrofil) setelah perlakuan dilakukan dengan cara menghitung perubahan jumlah leukosit total pada

Perubahan temperatur dies cukup signifikan pengaruhnya terhadap perubahan ukuran dari fasa silikon primer pada temperatur 250°C dan tekanan 50 bar terlihat pada gambar

Karena kita tahu bahwa sebenarnya pesan atau informasi yang datang dari media massa hanya akan sampai pada taraf pemberian pengetahuan; sedangkan

Adanya perbedaan kualitas pelayanan yang diberikan dokter keluarga tersebut yang mendorong peneliti untuk mengetahui perbedaan kualitas pelayanan berdasar waktu tunggu dan

Merenkurkussa pyyntiruudun 23 alueella 2017 ‒ 2019 tehdyissä merkinnöissä ahvenet ovat jääneet saaliiksi läheltä kutualuetta alle 10 km etäisyydeltä (Veneranta ym. 2020), mutta