• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ADDIE UNTUK PEMBELAJARAN SENI TARI PADA SISWA SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ADDIE UNTUK PEMBELAJARAN SENI TARI PADA SISWA SEKOLAH DASAR."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

(2)

5. Multimedia Interaktif ………

C. Langkah Pengembangan Model Multimedia Interaktif (Silat Pedang) ………

D. Lokasi dan Subjek Penelitian ………..

E. Instrumen Penelitian ………

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………

A. Tahapan Pembuatan Media Pembelajaran Seni Tari Berbasis Multimedia Interaktif dengan Menggunakan Model ADDIE (analysis, design, development, implementation and evaluation)………

1. Kegiatan dan Persepsi Siswa Selama Pembelajaran dengan Menggunakan Media Pembelajaran Silat Pedang Berbasis Multimedia Interaktif ……… 2. Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Multimedia Interaktif (Silat Pedang) ………

a. Hasil Uji Coba Kelompok Kecil ………

b. Hasil Uji Coba Lapangan Terbatas ……… C. Pembahasan Hasil Penelitian (Efektivitas Media Pembelajaran Seni Tari Berbasis Multimedia Interaktif Dengan Menggunakan Model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation And Evaluation) ………...

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………...

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Tabel Penelitian terdahulu ……….. 23

2.2 Tabel Penelitian Pengembangan Multimedia Interaktif (Silat Pedang) 25 3.1 Kategorisasi Daya Serap Klasikal (Depdiknas) ……….. 68

4.1 Storyboard ……….. 86

4.2 Tampilan Multimedia Interaktif (Silat Pedang) ……….. 107

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Pola RUDE ……….. 19

2.2 Kerucut Pengalaman Edgar Dale ……… 39

2.3 Ilustrasi Kedudukan Media dalam Sistem Pembelajaran ……… 40

3.1 Desain Prosedur Penelitian dan Pengembangan Sugiyono …………. 54

3.2 Desain atau Alur Penelitian Pengembangan Multimedia Interaktif

(Silat Pedang) .………. 55

4.1 Alat Musik Pengiring Serunai dan Dua Gendang Panjang …………. 78

4.2 Kostum Silat Pedang (Destar Batik Besurek, Baju Beskap, Mainan

Pakit, Kain Benang Emeh (Emas), dan Celana Panjang) ……… 79

4.3 Properti Pedang Panjang………. 80

4.4 Cerano (Daun sirih, kapur sirih, gambir, tembakau, dan pinang …… 82

4.5 Flowchart ……… 84

4.6 Salah Satu Bagian Media yang Menggunakan Adobe Flash ……….. 105

4.7 Salah Satu Bagian Media yang Menggunakan Adobe Photoshop ….. 106

4.8 Salah Satu Bagian Media yang Menggunakan Adobe Premiere ……. 106

4.9 Tampilan Respon Games Menebak Busana Silat Pedang Saat

berhasil diselesaikan dengan Sempurna ……….. 115

4.10 Siswa Mencoba Mempraktikkan Gerak Sembah ……… 118

4.11 Siswa Asyik dengan Media Mereka Masing-masing ……….. 127

(5)

DAFTAR BAGAN

Bagan

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup ………. 142

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ………. 144

Lampiran 3A. Form Media Expert Judgement……….... 147

Lampiran 3B. Media Expert Judgement ………...………... 148

Lampiran 4A. Form Content Expert Judgement ………...…………. 149

Lampiran 4B. Content Expert Judgement ………...………... 150

Lampiran 5. Petunjuk teknis multimedia interaktif Silat Pedang untuk guru………... 151

Lampiran 6. Pedoman Observasi ………. 154

Lampiran 7. Pedoman wawancara (guru dan kepala sekolah) …….…… 155

Lampiran 8. Kuesioner untuk siswa ……..……….. 156

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pembelajar, pengajar,

dan bahan ajar (Sanaky, 2009: 3). Artinya harus ada keterkaitan antara

pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Ketiganya harus berjalan harmonis agar

tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Fenomena proses pembelajaran seni tari

yang terjadi dewasa ini hanya menitikberatkan kepada pembelajar dan pengajar,

sedangkan bahan ajar sedikit terabaikan.

Hampir di seluruh jenjang pendidikan jarang sekali yang mempunyai

bahan ajar untuk seni tari. Bahan ajar yang ada saat ini hanya sebatas buku teks,

sedangkan media audio visualnya tidak dilampirkan. Idealnya contoh video audio

visual disertakan dalam buku teks, mengingat substansi tari adalah gerak.

Sementara ini, guru pendidikan seni menggunakan video tari bentuk yang terdapat

di pasaran, sehingga kemasannya tidak disiapkan khusus untuk media

pembelajaran pendidikan seni di sekolah. Oleh karena itu, media pembelajaran ini

kurang optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan pertimbangan: 1)

Pengemasan materi kurang menarik minat siswa; 2) Durasi materi kurang sesuai

dengan lama waktu tatap muka; dan 3) Pengemasan materi kurang sesuai dengan

tujuan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam

KTSP. Dapat dikatakan bahwa perlu adanya satu kesatuan kinerja antara

(8)

Ada juga beberapa buku teks untuk pembelajaran tari yang dilengkapi

dengan Video Compact Disc (VCD). VCD tersebut menampilkan tarian utuh tanpa

mempertimbangkan aspek pendidikan di dalamnya. VCD digunakan sebagai

bahan apresiasi yang sulit untuk ditiru oleh anak. Pembuat VCD belum

mempertimbangkan latar belakang pendidikan anak-anak yang menjadi objek dari

pendidikan tari. Tidak semua siswa yang bersekolah di sekolah umum yang

memiliki latar belakang dalam berkesenian, sehingga proses pembelajaran dan

tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai maksimal.

Penerapan pembelajaran seni dengan memberikan tarian bentuk juga

terjadi pada beberapa sekolah di Kabupaten Bandung. Lebih khusus lagi,

berdasarkan pengalaman yang dirasakan bahwa pada level Sekolah Dasar pun

tarian bentuk juga diberikan. Guru mencontohkan gerak-gerak tari, kemudian

siswa berada di belakang dan meniru serta melatihkan gerakan tersebut sampai

sesuai dengan standar tuntutan estesis (wiraga, wirama, dan wirasa). Proses

pembelajaran seperti ini lebih berpusat pada guru atau teacher centered dan bukan

student centered (Masunah dan Narawati, 2003: 271). Hal ini membuat motivasi

anak untuk lebih kreatif dan inovatif dalam berkesenian kurang berkembang,

sehingga kebanyakan mereka menganggap bahwa pembelajaran seni yang sesuai

dengan kurikulum dan tujuan pembelajaran dianggap tidak penting. Tentunya

fenomena ini tidak bisa disamakan dengan sekolah kejuruan (seni tari) yang

memang mewajibkan peserta didiknya untuk menguasai tarian bentuk.

Sebelumnya telah ada lembaga yang mengembangkan multimedia

(9)

2011. CD interaktif tersebut dirancang untuk mata pelajaran SBK kelas 3 SD

semester 2 yang berjudul “Ekspresi Diri Melalui Seni Tari-Tari Pendek”. CD

interaktif ini menggunakan animasi tari Merak dari Jawa Barat sebagai pengantar

sebelum masuk ke materi inti. Materinya bersumber dari Buku Sekolah Elektronik

(BSE) (http://bse.kemendiknas.go.id) yang terdiri dari: 1) gerak simbolis, 2)

iringan tari, dan 3) busana dan properti. Antara pengantar dan isi materi tidak

saling berhubungan, tidak ada keterkaitan sama sekali. Pada materi gerak

simbolis, penyusun CD interaktif tidak mengambil contoh gerak yang ada pada

tari Merak. Begitupun dengan materi iringan musik dan juga busana serta properti.

Pada salah satu materi gerak patah-patah, penyusun multimedia memberikan

contoh gerak Kuda Lumping yang geraknya tidak patah-patah. Kemudian pada

salah satu materi iringan tari, penyusun memberikan definisi bahwa untuk

menggambarkan suasana semangat maka hanya menggunakan satu alat musik

yang dibunyikan secara terus-menerus. Jika melihat kondisi CD interaktif ini,

keberadaan tari Merak tidak bersifat urgen. Hal ini terlihat pada animasi geraknya,

gerak kaki pada tari Merak yang seharusnya srisik (berlari dengan berjinjit pada

jari kaki), ketika dianimasikan menjadi seperti berjalan biasa. Hal ini tentu

mengaburkan informasi tentang tari Merak tersebut pada siswa, sehingga contoh

yang seharusnya dapat meningkatkan kompetensinya, tetapi malah mengakibatkan

kebingungan. Sangat disayangkan mutlimedia interaktif yang sudah dirancang

dengan sangat menarik, tetapi memberikan infromasi yang tidak benar.

Penelitian tentang bahan ajar juga dilakukan oleh Surahmat (2010) tentang

(10)

seni budaya kelas 12, berdasarkan aspek apresiasi dan kreasi. Dalam dua buku

teks yang menjadi batasan masalah penelitian ini, ditemukan dua informasi materi

musik Jazz yang berbeda, kurang dalam dan luasnya cakupan materi, dan juga

ketidakakuratan konsep dan fakta. Belum lagi persoalan penyajian bahasannya

seperti: ilustrasi gambar atau foto yang kurang menarik minat siswa untuk

mempelajari seni budaya sesuai dengan perkembangan usia peserta didik.

Menyimak temuan di atas, masalah pokok bahan ajar atau media tari yang

digunakan dalam pembelajaran pendidikan seni selama ini adalah mengenai isi

dan pengemasan materi pembelajaran. Idealnya, pengemasan media pembelajaran

harus memikirkan keterkaitan antara substansi dengan standar kompetensi dan

kompetensi dasar, yang mana di dalamnya memuat tujuan pembelajaran untuk

meningkatkan potensi siswa dalam mata pelajaran tersebut. Tentunya, agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai, maka harus didukung pula oleh guru yang

berkompeten dalam bidangnya. Namun jika guru belum mampu untuk membuat

media pembelajaran, maka tidak menutup kemungkinan bahwa orang-orang yang

berada di luar sekolah yang memiliki kompetensi dapat membantu membuat

media pembelajaran. Sudah tentu pembuatan media itu didampingi oleh pakar

substansi tari yang akan dijadikan materi dalam media pembelajaran yang akan

dibuat.

Kembali kepada fungsi bahan ajar, yaitu segala sesuatu yang dapat

membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka fenomena di atas

sangat mengkhawatirkan untuk keberlanjutan pendidikan seni di sekolah. Belum

(11)

teknologi di masa sekarang ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Teknologi tidak lagi dianggap sebagai barang mahal yang hanya dapat dimiliki

oleh kalangan kelas elit saja, tetapi kalangan menengah ke bawah pun sudah tidak

asing lagi dengan benda-benda yang dinamakan teknologi. Teknologi tidak lagi

hanya memasuki dunia perkantoran yang didominasi oleh manusia dewasa, tetapi

juga merambah ke sekolah-sekolah yang dihuni oleh kalangan remaja hingga anak

usia dini. Berbagai macam jenis teknologi yang ditawarkan di pasaran, termasuk

di dalamnya komputer sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat secara

luas. Tidak heran jika ternyata teknologi mendapatkan perhatian khusus dari

masyarakat, termasuk peserta didik. Mereka berlomba-lomba memanfaatkan

komputer dan internet agar dikatakan tidak ketinggalan zaman dan kuno. Mereka

merasa “gengsi” jika tidak mengenal komputer dan internet. Tidak dapat

disalahkan bahwa ketertarikan mereka terhadap teknologi dikarenakan tampilan

program-programnya dibuat sangat menarik dan berwarna, sehingga membuat

mereka tertarik untuk mengetahuinya lebih dalam lagi.

Namun demikian, adanya teknologi tidak melulu membawa dampak yang

buruk jika kita pandai memanfaatkannya. Selama ini kita menjadi objek dari

teknologi, namun ada baiknya kita mengubah kedudukan kita sebagai subyek

yang memanfaatkan teknologi dan teknologi sebagai objek yang digunakan untuk

membantu pekerjaan kita agar menjadi lebih mudah, khususnya di dalam dunia

pendidikan. Norman dalam Mayer (2009: 16) mendukung pendekatan berpusat-ke

murid terhadap teknologi yang merujuk pada istilah human-centered technology.

(12)

menjadi sudut pandang human-centered. Teknologi harus melayani kita, bukan

kita yang melayani teknologi untuk mengembangkan kapabilitas kita.

Sanaky (2009: 3) mengatakan tentang pembelajaran, bahwa dibutuhkan

alat yang mampu menjadi penghantar dalam proses komunikasi tersebut. Dalam

dunia pendidikan alat tersebut dikenal dengan media pembelajaran. Kata media

berasal dari bahasa Latin, yakni medius yang secara harfiahnya berarti tengah,

penghantar atau perantara. Karena posisinya berada di tengah, ia bisa juga disebut

perantara atau penghubung, yakni yang menghantarkan atau menghubungkan atau

menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya (Munadi, 2009: 6). Media

juga diartikan sebagai sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara

dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam

mencapai tujuan pembelajaran (Sanaky, 2009: 4). Oleh sebab itu dibutuhkan

kreativitas guru untuk menerapkan media dalam pembelajaran di dalam kelas.

Kegunaan media di sini adalah untuk menjemput siswa dari kesenangannya

terhadap teknologi. Dengan kata lain, tanpa memisahkan mereka dengan

teknologi, guru dapat memanfaatkan dan memberdayakan teknologi untuk

meningkatkan minat mereka terhadap pembelajaran seni tari, khususnya tari

tradisi.

Sehubungan dengan pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan, yang

menjadi trend saat ini adalah menggunakan gabungan beberapa media

(multimedia), yaitu kombinasi berbagai media audio, visual, grafis dan lain

sebagainya yang diarahkan kepada komputer yang dalam perkembangannya

(13)

beberapa kelebihan yaitu memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar secara

individual maupun secara kelompok. Selain itu memberikan kemudahan bagi guru

dalam menyampaikan materi, media komputer (multimedia interaktif) juga

memberikan rangsangan yang cukup besar untuk meningkatkan motivasi belajar

siswa (Kustandi dan Sutjipto, 2011: 78). Artinya dengan adanya multimedia

interaktif anak tidak hanya belajar pada saat jam pelajaran di sekolah, tetapi juga

bisa belajar mandiri di rumah, sehingga anak dapat mengulang pelajarannya kapan

saja ia menginginkannya. Media yang sesuai dengan selera anak dapat

memberikan dampak positif. Dengan memaksimalkan peluang pembelajaran

mandiri dengan menggunakan multimedia interaktif secara terarah dapat

membuahkan pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa.

Begitu banyak manfaat multimedia bagi pendidikan yang sudah

seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran seni di

sekolah. Apalagi melihat multimedia yang menarik dirasa tepat untuk diterapkan

pada siswa Sekolah Dasar. Multimedia cocok untuk semua lapisan, termasuk

siswa Sekolah Dasar. Siswa Sekolah Dasar yang masih berada dalam tahap

pencarian memerlukan filter agar pengaruh teknologi tidak berdampak buruk bagi

perkembangan mereka. Oleh sebab itu, perlu diberikan multimedia interaktif yang

tepat dan terarah dimulai dari level Sekolah Dasar. Pengembangan media

pembelajaran multimedia interaktif akan diterapkan pada siswa Sekolah Dasar

(SD) kelas tinggi, yang dalam hal ini akan dilakukan uji coba pada siswa kelas 4

SD. Masa usia Sekolah Dasar (SD) kelas tinggi (kelas 4 sampai kelas 6) adalah

(14)

mengapresiasi bahkan mempelajari kesenian tradisi. Pada masa ini anak sudah

mulai beranjak remaja, namun belum memasuki masa remaja. Masa ini adalah

masa transisi mereka. Kelabilan emosi dan keterbatasan kematangan pengetahuan

anak harus diatasi dengan cara yang tepat. Pada masa ini mereka sangat realistis.

Mereka akan melahap segala sesuatu yang dianggap baru dan menjadi trend di

lingkungannya. Tentunya di sini mereka menyukai sesuatu yang baru dan

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Seperti yang dikatakan oleh Djamarah

(2008: 125) bahwa ada beberapa sifat khas anak pada masa usia kelas tinggi, yaitu

sebagai berikut.

1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

2. Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.

3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor.

4. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya.

5. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan mereka sendiri.

Gayle Kassing dan Danielle M. Jay (2003) mengatakan bahwa anak pada

rentang usia 9 sampai 14 tahun secara fisik lebih mengembangkan kemampuan

motorik kasar dan halus, memiliki ketertarikan terhadap aturan dan peraturan,

intens dan emosional. Pada masa usia ini anak membutuhkan kelompok atau

dukungan dari teman-temannya untuk memutuskan sesuatu. Dengan melihat

karakteristik siswa kelas 4 SD seperti yang telah dipaparkan di atas, maka Silat

(15)

mutimedia interaktif ini. Pemantapan karakter pun menjadi alasan mengapa siswa

SD perlu ditanamkan nilai-nilai ketradisian. Pemantapan karakter ini untuk

menguatkan dan memunculkan identitas mereka supaya laci-laci kosong di otak

mereka dapat dipenuhi oleh nilai-nilai ketradisian yang berharga, sehingga

pengaruh negatif dari teknologi dapat teratasi.

Peran pendidik seni adalah bagaimana menjadikan pengaruh negatif itu

menjadi sesuatu yang positif dan dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

Hobi mereka terhadap teknologi pun dapat dimanfaatkan untuk pengembangan

karakter mereka terhadap kesenian tradisi khususnya tari. Tentunya hal ini

didukung oleh sarana dan prasarana yang dapat membuat siswa tertarik untuk

mempelajari kesenian tradisi, tidak hanya dengan teori saja.

Melihat kecenderungan siswa yang saat ini menggandrungi multimedia,

maka pemilihan multimedia interaktif dirasa akan membangkitkan gairah siswa

untuk mempelajari tari tradisional. Berbagai jenis multimedia yang ditawarkan di

pasaran, baik offline maupun online. Multimedia interaktif offline yang sedang

berkembang saat ini diantaranya CD “Dora” yang menuntun anak untuk belajar

mengenal benda dan belajar bahasa Inggris. Namun pada CD “Dora” tidak

menawarkan interaktivitas. Anak hanya melihat dan mendengarkan serta memberi

respon berupa jawaban pertanyaan yang diajukan oleh Dora. Selain itu game

online yang ditawarkan oleh social network seperti facebook juga sangat banyak.

Misalnya The Smurft, My Shop, Farmville, The Sims, dan masih banyak jenis-jenis

permainan lainnya yang syarat dengan interaktivitas. Game online tidak ada

(16)

tersebut. Keberhasilan pada game online dilakukan dengan trial and error yang

dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya menemukan jawaban atas teka-teki

permainan tersebut. Penggemar games ini beragam, mulai dari anak-anak hingga

orang dewasa pun ikut terlibat di dalamnya, dan hal ini dapat mengakibatkan

candu bagi yang memainkannya. Sebagai seorang peneliti, fenomena ini

kemudian dikritisi dan kelebihan atau keunggulan dari keduanya diupayakan

ditarik ke dalam dunia pendidikan agar dapat dimanfaatkan untuk menarik

perhatian siswa untuk belajar. CD “Dora” yang menuntun dan game online yang

untuk menyelesaikannya membutuhkan percobaan berulang-ulang, kemudian

keduanya dikombinasikan menjadi sebuah multimedia ineraktif untuk

pembelajaran Seni Tari.

Kesenian tradisional lambat laun sudah mulai ditinggalkan oleh generasi

muda, baik di lingkungan formal, non formal maupun informal. Hal ini

dikarenakan belum adanya upaya yang tepat untuk melestarikan kesenian tradisi

tersebut. Dengan adanya multimedia interaktif, dengan mengambil sampel tari

Silat Pedang Bengkulu, diharapkan mampu menumbuhkan kembali kecintaan dan

minat siswa terhadap kesenian tradisi.

Selain alasan yang telah dipaparkan di atas, materi Silat Pedang

memadukan dan mengembangkan kemampuan motorik kasar dan halus dalam

gerakannya. Dengan melihat karakteristik usia 9-14 tahun pada siswa kelas tinggi

yang memiliki kekhasan ini, maka dapat dilihat bahwa proses pembelajaran tari

(17)

Tentunya disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang

sudah ditetapkan di dalam kurikulum.

Alasan lain penetapan Silat Pedang ini karena Silat Pedang belum dikenal

oleh masyarakat di luar kota Bengkulu. Selain itu jenis kesenian ini memiliki sifat

netral gender, artinya baik anak perempuan maupun laki-laki dapat menarikannya

tanpa harus merasa malu, dengan demikian materi ini dapat digunakan untuk

seluruh siswa. Tari Silat Pedang ini dipertunjukan dalam acara penyambutan

tamu-tamu penting yang dirangkaikan dengan tari Persembahan. Pada awalnya,

yang menjadi inti dari tari penyambutan adalah Silat Pedang, karena Silat Pedang

memiliki nilai yang menjadi falsafah bagi masyarakat Bengkulu, yaitu adat

datang, lembago menanti, artinya jika tamu datang dengan maksud yang baik,

maka tamu akan diterima dengan baik pula, namun jika tamu datang dengan niat

buruk, maka hulu balang sebagai penjaga daerah akan siap menghadapi tamu

tersebut.

Persoalan pewarisan dan nilai filosofi yang harus dipertahankan inilah

yang menjadi alasan lain Silat Pedang ini dipilih sebagai sampel tari untuk

pengembangan media pembelajaran melalui pendidikan formal. Dengan kata lain,

dapat disimpulkan bahwa antara siswa dan Silat Pedang terdapat sebuah hubungan

simbiosis mutualisme. Bagi siswa, Silat Pedang dapat menjadi filter untuk

pembentukan karakter. Bagi Silat Pedang, siswa dapat dimanfaatkan sebagai

sarana pewarisan Silat Pedang.

Pewarisan Silat Pedang ini tergolong cukup baik, namun teknis

(18)

ketetapan adat (wawancara dengan Samsuri Zulkifli, 6 Juli 2011). Jika ingin

mempelajari tari tradisi langsung dari Samsuri Zulkifli, maka kita harus mengikuti

rangkaian upacara adat dan memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan oleh

adat. Rangkaian upacara tersebut dinamakan belimau. Pada upacara belimau

terdapat beberapa kegiatan, yaitu membaca do’a selamat yang dihadiri oleh

ketua-ketua adat serta tetangga tempat upacara belimau diselenggarakan, ketua-ketua upacara

(Samsuri Zulkifli) kemudian memercikkan air ke tangan dan ke ubun-ubun calon

penari, kemudian dilakukan kegiatan merobek kain panjang, dan yang terakhir

menampilkan tari Kain Panjang, Tari Kecik, dan Tari Mabuk oleh

seniman-seniman tradisi. Untuk dpaat menyelenggarakan kegiatan ini, harus disiapkan

beberapa sesaji seperti: jeruk nipis, setawar sedingin, kemenyan, kain putih (2

meter), dan nasi kunyit (jambar). Peneliti mengikuti rangkaian upacara adat ini

dan terlibat langsung untuk mendapatkan data-data yang akurat tentang tari Silat

Pedang.

Melalui media multimedia interaktif dengan mengambil sampel tari Silat

Pedang ini siswa tidak hanya mempelajari gerak tari, tetapi media ini juga

disetting untuk dapat memberikan informasi apapun yang terkait dengan tari yang

akan dipelajari, seperti kostum, alat musik pengiring, properti dan perlengkapan

lainnya yang mendukung Silat Pedang. Pengembangan media pembelajaran ini

dilakukan dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design, Development,

Implementation, and Evaluation).

Ada beberapa model pengembangan multimedia interaktif yang dikenal,

(19)

Debug/Making and Edit) tidak sampai pada tahap implementasi pada peserta didik

yang akan menggunakan media tersebut. Begitu pun dengan DDD-E (Decide,

Design, Development, and Evaluate). DDD-E juga tidak sampai pada tahap

mensosialisasikan media tersebut kepada peserta didik. Setelah dikembangkan,

model multimedia tersebut dievaluasi dengan cara menganalisis flowchart,

storyboard, dan produk medianya. Adapun ADDIE memiliki tahapan yang ketat,

yaitu pada tahap pengembangan validasi dari ahli media dan materi sudah

dilakukan. Setelah mendapatkan validasi, produk tersebut disosialisasikan dan

dievaluasi lagi untuk perbaikan agar produk multimedia tersebut sempurna. Untuk

itu, pada pengembangan multimedia ini digunakan model ADDIE dikarenakan

tahapan-tahapan yang ditawarkan sangat tepat dan dirasa cocok untuk penelitian

pengembangan ini. Dalam proses pembelajaran, guru tetap memegang peranan

utama sebagai pendidik, guru juga berperan sebagai fasilitator. Tentunya

pengolahan materi multimedia interaktifnya disesuaikan dengan Standar

Kompentensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang menjadi tuntutan kurikulum

SD. Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka akan dilakukan penelitian yang

tergabung dalam payung Hibah Pascasarjana “Efektivitas Model Media

Pembelajaran Interaktif Pendidikan Seni Tari”, dan penelitian ini termasuk ke

dalam poin media pembelajaran interaktif untuk tahun pertama yang diberi judul

“Pengembangan Multimedia Interaktif dengan Model ADDIE untuk Pembelajaran

(20)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini difokuskan pada

‘pengembangan bahan ajar dengan menggunakan multimedia interaktif’. Oleh

sebab itu, untuk menjawab persoalan yang ada di latar belakang, maka

dirumuskanlah beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana tahapan pembuatan media pembelajaran seni tari berbasis

multimedia interaktif dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design,

Development, Implementation and Evaluation)?

2. Bagaimana efektivitas media pembelajaran seni tari berbasis multimedia

interaktif dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design,

Development, Implementation and Evaluation)?

C. Definisi Operasional

Menurut Hofstetter dalam Mulyanta dan Leong (2009: 1), multimedia

adalah pemanfaatan komputer untuk menggabungkan teks, grafik, audio, gambar

bergerak (video dan animasi) menjadi satu kesatuan dengan link dan tool yang

tepat, sehingga memungkinkan pemakai multimedia dapat melakukan navigasi,

berinteraksi, berkreasi, dan berkomunikasi.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, maka penelitian

(21)

1. Memahami tahapan pembuatan media pembelajaran seni tari berbasis

multimedia interaktif dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design,

Development, Implementation and Evaluation).

2. Mengetahui efektivitas media pembelajaran seni tari berbasis multimedia

interaktif dengan menggunakan model ADDIE (Analysis, Design,

Development, Implementation and Evaluation).

E. Manfaat Penelitian

Signifikansi penelitian ini berangkat dari keresahan peneliti melihat

ketersediaan bahan ajar untuk pelajaran seni tari di sekolah-sekolah umum yang

bisa dibilang jarang atau tidak ada. Maka peneliti akan membuat sebuah

pengembangan bahan ajar dengan menggunakan multimedia interaktif. Hal ini

dirasa sangat tepat karena melihat perkembangan teknologi yang sangat pesat dan

sangat diminati dalam semua kalangan.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Peneliti

Penelitian yang akan dilakukan merupakan pengalaman yang sangat berharga

dan merupakan salah satu upaya untuk membantu menambah khasanah

pengetahuan tentang pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia

interaktif serta menambah wawasan yang luas mengenai aspek-aspek

pendidikan dalam pendidikan seni pada umumnya dan pendidikan tari pada

(22)

peneliti lain dalam mengembangkan media pembelajaran seni tari berbasis

multimedia interaktif.

2. Objek yang diteliti

Peneliti berharap dengan adanya penelitian pengembangan media

pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini dapat membantu

meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Seni Budaya dan

Keterampilan dan membantu siswa mengapresiasi karya seni tari nusantara.

3. Guru dan Seniman

Pada umumnya, guru seni budaya, khususnya seni tari, hanya dengan

menggunakan media cassete tape, VCD tari atau pemodelan (guru yang

mendemonstrasikan gerakan). Dengan adanya pengembangan multimedia

interaktif ini dapat dimanfaatkan oleh para guru seni, sehingga siswa menjadi

lebih bergairah untuk mengikuti pembelajaran seni tari. Peneliti juga berharap

dengan dimanfaatkannya kesenian tradisional dalam proses pembelajaran di

sekolah, seniman pun lebih antusias untuk tetap menjaga kelestarian kesenian

tradisional, khususnya tari Silat Pedang agar proses transformasi dan

transmisi nilai-nilai tradisi yang melekat pada tari Silat Pedang akan tetap

terjaga kelestariannya.

4. Lembaga Pendidikan

Sampai saat ini beberapa lembaga pendidikan formal mulai dari pra sekolah

sampai tingkat perguruan tinggi bahkan lembaga pendidikan yang

menghasilkan calon-calon pendidik, dalam hal ini sekolah yang mengajarkan

(23)

Mereka hanya menggunakan cassete tape, VCD, atau guru langsung

bertindak sebagai model. Hasil dari penelitian ini adalah produk yang berupa

program (software) media pembelajaran, maka diharapkan dapat menjadi

bahan acuan penggunaan media pembelajaran bagi lembaga pendidikan,

sehingga kesenian tradisional lebih menarik untuk dipelajari.

5. Instansi lain

Penelitian ini adalah salah satu upaya dalam membantu pemerintah atau

instansi lain yang terkait dengan masalah seni budaya dan pendidikan, apalagi

jika media pembelajaran multimedia interaktif Silat Pedang (atau kalau

memungkinkan media pembelajaran multimedia interaktif tari lainnya) ini

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam pengembangan media

pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini adalah penelitian dan

pengembangan (Research and Development/R&D), karena R&D merupakan

metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan

menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010: 407). Selain itu,

Sukmadinata (2010) juga mengatakan bahwa:

Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen, dll.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka penelitian ini termasuk kepada

penelitian dan pengembangan (R&D), karena hasil dari penelitian ini adalah

produk media pembelajaran yang berbentuk perangkat lunak (software), yaitu CD

multimedia interaktif untuk mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan,

khususnya materi seni tari.

Media pembelajaran yang dikembangkan dalam dunia pendidikan tidak

serta-merta bisa digunakan dalam pembelajaran. Produk tersebut harus diuji

(25)

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal serupa juga dipaparkan oleh

Sugiyono (2010: 407) bahwa “untuk dapat menghasilkan produk tertentu

digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji

keefektifan produk tersebut supaya berfungsi di masyarakat, maka diperlukan

penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut”. Penelitian yang digunakan

untuk menguji keefektifan produk tersebut adalah penelitian yang menggunakan

metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian dan

pengembangan, yaitu metode deskriptif, evaluatif, dan eksperimental. Metode

penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data

tentang kondisi yang ada, yaitu mencakup: 1) kondisi produk-produk yang sudah

ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar (embrio) untuk produk yang

akan dikembangkan, 2) kondisi pihak pengguna, seperti sekolah, guru, kepala

sekolah, siswa, serta pengguna lainnya, 3) kondisi faktor-faktor pendukung dan

penghambat pengembangan dan penggunaan dari produk yang akan dihasilkan,

mencakup unsur manusia, sarana-prasarana, biaya, pengelolaan, dan lingkungan.

Metode evaluatif digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba pengembangan

suatu produk. Evaluasi dilakukan pada setiap kegiatan uji coba, dan berdasarkan

hasil uji coba tersebut diadakan penyempurnaan produk. Metode eksperimen

digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang dihasilkan (Sukmadinata,

(26)

B. Prosedur Penelitian

Brog dan Gall (Sukmadinata, 2010: 169) memaparkan sepuluh langkah

pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu:

a. Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting).

Pengukuran kebutuhan, studi literatur untuk menunjang pengetahuan peneliti

dalam pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini.

b. Perencanaan (planning). Menyusun rencana penelitian, meliputi rencana

penelitian, meliputi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam

pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian

tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian, kemungkinan pengujian

dalam skala kecil.

c. Pengembangan draft produk (develop preliminary form of product).

Pengembangan bahan pelajaran, proses pembelajaran dan instrumen evaluasi.

d. Uji coba lapangan awal (preliminary field test). Uji coba di lapangan yang

dilakukan dalam lingkup terbatas. Selama uji coba diadakan pengamatan,

wawancara dan pengedaran angket yang membantu dalam menganalisis data.

e. Merevisi hasil uji coba (main product revision). Memperbaiki atau

menyempurnakan produk berdasarkan hasil uji coba tahap awal.

f. Uji coba lapangan (main field testing). Melakukan uji coba yang dilakukan

dengan skala yang lebih luas. Hasil-hasil pengumpulan data kuantitatif berupa

pretest dan posttest kemudian dievaluasi.

g. Penyempurnaan produk hasil uji coba lapangan (operasional product revision).

(27)

h. Uji pelaksanaan lapangan (operasional field testing). Merupakan uji coba yang

dilakukan dalam skala yang lebih besar lagi. Pengujian dilakukan melalui

angket, wawancara, dan observasi dan analisis hasilnya.

i. Penyempurnaan produk akhir (final product revision). Penyempurnaan

didasarkan pada masukan dari uji pelaksanaan lapangan.

j. Diseminasi dan implementasi (Dissemination and implementation).

Melaporkan hasilnya dalam pertemuan profesional dan dalam jurnal dengan

terus melakukan monitoring penyebaran untuk pengontrolan kualitas produk.

Kesepuluh langkah penelitian dan pengembangan produk di atas jika

dilakukan dengan benar, maka akan menghasilkan produk yang dapat

dipertanggungjawabkan, siap digunakan di sekolah-sekolah. Dari sepuluh langkah

penelitian dan pengembangkan yang dikembangkan oleh Brog dan Gall tersebut

kemudian dimodifikasi oleh Sukmadinata (2010: 184-189) menjadi tiga tahap,

yaitu: 1) studi pendahuluan, 2) pengembangan produk, dan 3) uji produk. Studi

lapangan terdiri atas tiga langkah, yaitu studi kepustakaan, survai lapangan dan

penyusunan produk awal atau draft produk. Pengembangan produk dilakukan

dalam dua tahap, langkah pertama melakukan uji coba terbatas dan langkah kedua

uji coba lebih luas. Uji coba produk merupakan tahap pengujian keampuhan

produk yang dihasilkan, yaitu dengan menguji keampuhan produk baru yang

dibandingkan dengan produk lama yang biasa digunakan di sekolah. Pengujian ini

dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental.

(28)

a. Potensi dan Masalah, penelitian dan pengembangan beranjak dari potensi dan

masalah yang dikemukakan dalam bentuk data empirik. Potensi dan masalah

tidak harus dicari sendiri, tetapi bisa berdasarkan laporan penelitian orang lain,

atau dokumentasi laporan kegiatan dari perorangan atau instansi tertentu yang

masih up to date.

b. Mengumpulkan informasi. Data faktual dan up to date yang didapat dari

potensi dan masalah kemudian dikumpulkan sebagai informasi yang dapat

digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan

dapat mengatasi masalah tersebut.

c. Desain produk. Desain produk harus diwujudkan dalam bentuk gambar atau

bagan, sehingga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menilai dan

membuatnya.

d. Validasi desain, merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan

produk secara rasional akan lebih efektif dari produk lama atau tidak. Validasi

produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga

ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang dirancang

tersebut. Setiap pakar diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga

selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya.

e. Perbaikan desain. Berdasarkan validasi yang dilakukan oleh ahli (expert

judgment), jika terdapat kelemahan maka harus dilakukan perbaikan atas

desain produk tersebut.

f. Uji coba produk dilakukan pada kelompok terbatas yang telah ditentukan.

(29)

efektivitas produk lama dengan yang baru. Indikatornya adalah kecepatan

pemahaman murid pada pelajaran lebih tinggi, murid bertambah kreatif dan

hasil belajar meningkat.

g. Revisi produk dilakukan jika masih dapat kekurangan dari uji coba yang telah

dilakukan pada skala terbatas.

h. Uji coba pemakaian dilakukan untuk melihat efektivitas produk baru jika

digunakan dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi, tentunya harus tetap

dinilai kekurangan atau hambatan yang muncul guna untuk perbaikan lebih

lanjut.

i. Revisi produk dilakukan apabila dalam pemakaian pada skala lebih luas

terdapat kekurangan dan kelemahan.

j. Pembuatan produk massal. Jika produk baru telah dinyatakan efektif dalam

beberapa kali pengujian, maka produk baru tersebut dapat diterapkan pada

setiap lembaga pendidikan.

Secara visual langkah-langkah pengembangan menurut Sugiyono

tersebut adalah sebagai berikut.

(30)

C. Langkah Pengembangan Model Multimedia Interaktif (Silat Pedang)

Berdasarkan langkah-langkah research & development yang

dikembangkan oleh Brog dan Gall, Sukmadinata dan Sugiyono, maka dilakukan

beberapa modifikasi, hal ini dilakukan karena berbagai aspek pertimbangan,

diantaranya waktu dan biaya. Dalam penelitian ini, langkah-langkah penelitian

tersebut disederhanakan dibatasi hanya sampai dengan dihasilkannya produk

setelah dilakukan uji coba terbatas. Hal ini merujuk pada pemaparan Sukmadinata

(2010: 187), bahwa “untuk peneliti dari program S2 atau penyusunan tesis,

kegiatan penelitian pengembangan dapat dihentikan sampai dihasilkan draft final

tanpa pengujian hasil. Untuk peneliti dari program S3 atau penyusunan disertasi

harus dilanjutkan dengan tahap ketiga, yaitu pengujian model”. Idealnya, uji coba

produk (model) dilakukan pada sekolah atau kelompok eksperimen yang lebih

luas lagi dengan kategori baik di pusat kota, pinggiran kota, sekolah sedang di

pusat dan sekolah pinggiran kota dan sekolah kurang dari pusat dan sekolah

pinggiran kota. Persoalan belajar tentu akan tetap dibahas dalam laporan

penelitian ini, namun bukan berarti peneliti memasukkan ini bermaksud untuk uji

coba validitas pemakaian agar media ini bisa dipasarkan secara luas. Adanya

evaluasi ini merupakan rangkaian dari uji coba produk pada tahap uji coba

terbatas, karena di dalam multimedia interaktif (Silat Pedang) juga terdapat menu

evaluasi untuk menguji kompetensi siswa terhadap materi yang disajikan di dalam

multimedia interaktif.

(31)

Gambar 3.2. Desain atau Alur Penelitian Pengembangan Multimedia Interaktif (Silat Pedang)

Langkah-langkah penelitian di atas dapat diuraikan menjadi beberapa

kegiatan, yaitu sebagai berikut.

1. Penelitian dan Pengumpulan Data (Research and Information)

a. Analisis Masalah

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa pendidikan seni di

sekolah formal maupun nonformal mengalami kesulitan untuk mendapatkan

media pembelajaran seni tari yang berfungsi membantu proses pembelajaran di

dalam kelas. Selain itu melihat kondisi siswa yang kurang menaruh minat

terhadap pembelajaran seni, khususnya seni tari. Apalagi perkembangan

multimedia di kalangan anak juga berkembang semakin pesat, sehingga kesenian

tradisi menjadi semakin tersingkir dan kurang diminati. Berdasarkan masalah

tersebut, peneliti mencari cara agar kesenian tradisi ini dapat terus diminati oleh

anak dengan cara yang menyenangkan, yaitu dengan melakukan pengembangan Penelitian dan pengumpulan data

(research & information): 1.Analisis masalah

2.Studi literatur (teori dan hasil penelitian yang relevan) 3.Studi lapangan

Perencanaan (planning): 1.Desain Multimedia Interaktif

(disesuaikan dengan kebutuhan) 2.Validasi desain dan revisi oleh

(32)

media pembelajaran seni tari tradisi berbasis multimedia interaktif dan

mengkaitkannya dengan kurikulum.

Kriteria utama mengembangkan produk pendidikan, dalam hal ini adalah

media pembelajaran berbasis multimedia interaktif, merupakan produk yang

penting dan dibutuhkan dalam dunia pendidikan agar tujuan pembelajaran dapat

tercapai. Oleh sebab itu, seorang pengembang produk pendidikan harus melihat

kebutuhan dan masalah yang terdapat di lapangan.

b. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk menemukan konsep-konsep atau

landasan-landasan teoretis yang memperkuat suatu produk. Selain itu, studi ini juga

diperlukan untuk mengetahui langkah-langkah yang paling tepat dalam

pengembangan produk tersebut. Studi literatur meliputi studi dokumentasi.

Tentunya dalam penelitian dan pengembangan media pembelajaran berbasis

multimedia interaktif ini diperkuat dengan teori-teori tentang media pembelajaran,

psikologi perkembangan anak, dan juga tentang multimedia interaktif itu sendiri.

Selain teori-teori juga dikaji masalah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi

Dasar (KD), serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengembangan

media pembelajaran berbasis multimedia interaktif.

c. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui penghambat dan pendukung

di lapangan ketika produk ini diujicobakan. Sehubungan dengan multimedia

(33)

ketersediaan akan perangkat komputer yang merupakan player multimedia

interaktif ini dapat dipergunakan.

2. Perencanaan (Planning)

a. Desain Produk Multimedia Interaktif

Perencanaan ini meliputi rancangan produk yang akan dihasilkan, serta

proses pengembangannya. Rancangan produk meliputi: 1) tujuan penggunaan

produk, 2) siapa pengguna produk, dan 3) deskripsi dari komponen-komponen

produk dan pengunaannya. Tujuan dari penggunaan produk multimedia interaktif

terkait dengan kurikulum mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK),

dalam hal ini adalah mata pelajaran SBK semester 1. Kurikulum ini berfungsi

sebagai rambu-rambu untuk membuat desain produk multimedia interaktif. Oleh

sebab itu perlu dilakukan diskusi dengan pembimbing yang memahami tentang

kurikulum dan tari itu sendiri (content). Selain itu juga dilakukan diskusi dengan

pembimbing media yang mengerti tentang karakteristik media yang cocok untuk

siswa SD.

Adapun pengguna produk multimedia adalah siswa kelas tinggi. Pada uji

coba akan dilakukan pada siswa kelas 4 SD. Adapun komponen-komponen

produk yang dikembangkan adalah berupa software CD pembelajaran multimedia

interaktif yang mencakup rumusan tentang program, petunjuk penggunaan

produk, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), materi, games yang

terkait dengan materi, evaluasi, dan video pertunjukkan Silat Pedang dalam

upacara adat pernikahan, serta petunjuk penggunaan bagi guru yang mengampu

(34)

Multimedia interaktif berisikan materi tentang Silat Pedang yang berasal

dari Bengkulu. Data-data tentang Silat Pedang tersebut didapatkan dari hasil

wawancara dengan seniman tradisinya, yaitu Samsuri Zulkifli serta peneliti pun

terlibat langsung dalam kegiatan belimau dan latihan Silat Pedang itu sendiri.

Kegiatan-kegiatan tersebut didokumentasikan dengan menggunakan handycam

dan foto. Sebelum diwujudkan dalam bentuk CD pembelajaran, data-data tersebut

diidentifikasi, dianalisis, dan diramu untuk kepentingan siswa SD kelas tinggi.

Setelah mendapatkan ramuan yang tepat, kemudian perencanaan pengembangan

media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini dirancang dalam bentuk

flowchart dan disusun ke dalam storyboard yang berisikan tentang deskripsi tiap

scene dengan mencantumkan semua objek multimedia yang akan dimuat di dalam

CD pembelajaran nantinya. Selain itu, dalam tahap perencanaan peneliti harus

menentukan subjek uji coba, lokasi uji coba, biaya, orang-orang yang membantu

dan berpartisipasi dalam pelaksanaan pengembangan, alat dan bahan yang

diperlukan serta perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian

dari awal perencanaan hingga produk akhir selesai.

Selama tahap perancangan desain multimedia interaktif dilakukan

konsultasi dengan pembimbing untuk memberikan masukan dan revisi baik dari

segi content, maupun media itu sendiri, sehingga dalam proses mencapai model

media yang layak untuk diujicobakan. Pada tahapan ini terdapat beberapa kali

(35)

b. Validasi Desain dan Revisi Desain

Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah

rancangan produk secara rasional akan lebih efektif dari yang lama atau tidak.

Dikatakan demikian karena validasi masih bersifat penilaian berdasarkan

pemikiran rasional, belum fakta lapangan (Sugiyono, 2010: 414).

Menurut Sugiyono (2010: 414), validasi produk dapat dilakukan dengan

menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk

menilai produk baru yang telah dirancang. Maka untuk menilai rancangan

multimedia interaktif ini diperlukan pakar multimedia dan pakar seni tradisi yang

juga pakar dalam ilmu pendidikan, yaitu salah seorang yang mengajar di Program

Studi Pendidikan Seni Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(UPI) Bandung. Untuk memvalidasi desain produk, digunakan instrumen yang

harus diisi oleh pakar seni (content expert judgement) dan pakar media (media

expert judgemen). Instrumen untuk pakar seni meliputi aspek-aspek antara lain: a)

kejelasan tujuan pembelajaran (rumusan, realistis); b) relevansi dengan KTSP; c)

cakupan dan kedalaman materi teks dan konteks; d) ketepatan penggunaan strategi

pembelajaran; e) interaktivitas; f) kontekstualitas dan aktualitas; g) kesesuaian

materi dengan tujuan pembelajaran; h) kemudahan untuk dipahami; i) kejelasan

uraian, pembahasan, contoh, simulasi, latihan; dan j) konsistensi evaluasi dengan

tujuan pembelajaran. Aspek-aspek yang harus dinilai oleh pakar media antara lain:

a) reliabilitas (kehandalan) Program dikatakan reliable atau handal bila program

dapat berjalan dengan baik, tidak mudah hang, crash atau berhenti pada saat

(36)

media pembelajaran; c) tidak membutuhkan spesifikasi komputer yang tinggi; d)

usabilitas (mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya); e)

kejelasan sistem navigasi; f) konsistensi bentuk dan letak navigasi; g) desain

tampilan latar; h) pemilihan warna pada desain tampilan; j) ketepatan pemilihan

jenis aplikasi/software/tool untuk pengembangan; k) kompatibilitas (media

pembelajaran dapat diinstalasi/dijalankan di berbagai hardware dan software yang

ada); l) kemasan program media pembelajaran terpadu dan mudah dalam eksekusi

(format expert judgement terlampir).

Setelah divalidasi oleh para ahli, kemudian rancangan atau desain produk

tersebut direvisi sesuai dengan masukan yang diberikan oleh ahli media dan

seniman tradisi tersebut, baru kemudian desain produk tersebut dapat diproduksi

dan diujicobakan.

3. Uji Coba Produk

a. Uji coba pada kelompok kecil.

Model atau draft multimedia yang sudah mengalami revisi kemudian

diaplikasikan dalam pembelajaran kelompok kecil, yang selanjutnya siswa

diminta untuk menanggapi model multimedia interaktif. Tanggapan itu diberikan

dalam bentuk kuesioner dan evaluasi berupa pertanyaan multiple choice yang

disediakan pada multimedia interaktif. Uji coba kelompok kecil ini melibatkan 1

kelompok yang terdiri dari 5 orang siswa. Hasil dari uji coba kelompok kecil ini

digunakan sebagai dasar untuk melakukan revisi pada model multimedia, yang

(37)

b. Uji coba lapangan terbatas

Pada tahap ini, multimedia interaktif hasil revisi berdasarkan uji coba

kelompok kecil diujicobakan melalui uji coba lapangan terbatas. Uji coba

lapangan terbatas ini melibatkan satu kelas Seni Budaya dan Keterampilan yang

berjumlah 25 orang. Pada tahap uji coba lapangan terbatas, peneliti juga

menyebarkan kuesioner dan juga mengukur hasil belajar siswa berdasarkan

evaluasi yang disajikan multimedia interaktif. Kuesioner dan hasil belajar ini

untuk mengukur efektivitas multimedia interaktif tersebut berdasarkan 4 kriteria

media pembelajaran yang baik untuk pembelajaran, yaitu relevansi, kemudahan,

kemenarikan dan kebermanfaatan. Hasil dari uji coba ini akan digunakan untuk

merevisi model multimedia interaktif selanjutnya, yang kemudian siap untuk

diimplementasikan pada uji coba lapangan yang lebih luas. Namun sesuai dengan

rancangan penelitian, maka uji coba hanya dibatasi pada uji coba lapangan

terbatas saja, dan model multimedia interaktif yang sudah direvisi menjadi model

multimedia interaktif final.

c. Revisi Produk

Setelah dilakukan uji coba lapangan terbatas, kemudian dilakukan revisi

terhadap media pembelajaran multimedia interaktif berdasarkan pada

temuan-temuan yang ada di lapangan. Revisi ini tidak hanya dilakukan setelah uji coba.

Sebelum produk media ini diujicobakan juga telah dilakukan revisi-revisi

berdasarkan masukkan dari ahli media dan ahli content, sehingga revisi akhir

(38)

D. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Global Interaktif Tunas

Unggul pada siswa kelas 4, yang beralamatkan di Jalan Pasir Impun nomor 90-94

Kota Bandung. Terdapat dua alasan penetapan sekolah ini sebagai lokasi

penelitian. Alasan yang pertama dikarenakan prasyarat untuk dapat dilakukannya

penelitian pengembangan media pembelajaran seni tari berbasis multimedia

interaktif ini, sekolah yang dituju harus memiliki komputer. Kedua, siswa di

sekolah ini sudah mempelajari komputer sejak di kelas 1, sehingga

memungkinkan keterlaksanaan pengujicobaan media pembelajaran berbasis

multimedia interatif dengan menggunakan komputer. Adapun contoh tari yang

digunakan untuk pengembangan media pembelajaran animasi ini adalah Silat

Pedang yang ada di sanggar Gentar Alam Pimpinan Samsuri Zulkifli.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data adalah instrumen yang

berupa pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan respon balik sebagai data

masukan. Pertanyaan-pertanyaan ini diarahkan untuk mengetahui kecepatan

pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, apresiasi siswa terhadap materi dan

eksplorasi siswa dalam menggunakan media animasi beserta responnya.

Instrumen-instrumen tersebut berupa kuesioner untuk siswa, pedoman wawancara

untuk guru dan kepala sekolah, dan pedoman observasi. Adapun untuk tahapan

pengembangan mutlimedia interaktif ini menggunakan instrumen berupa

(39)

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Wawancara

Wawancara ditujukan untuk memperoleh data dari informan yang terkait

dengan penelitian, dalam hal ini wawancara akan ditujukan kepada kepala

sekolah, guru, dan seniman tradisi Silat Pedang. Wawancara dengan kepala

sekolah untuk mendapatkan data mengenai sarana dan prasarana yang dapat

mendukung atau pun menghambat pembelajaran dengan menggunakan

multimedia interaktif, selain itu juga untuk mengetahui pendapat kepala sekolah

tentang multimedia interaktif yang diujicobakan. Wawancara juga dilakukan

dengan guru untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran di kelas

dengan menggunakan multimedia interaktif, serta untuk mengetahui kelebihan

dan kekurangan multimedia interaktif dari sudut pandang guru. Sebelum

melaksanakan wawancara peneliti menyiapkan instrumen wawancara (interview

guide). Wawancara dapat dilakukan secara tatap muka (face to face), juga via sms

(short message service), atau telepon.

Untuk mendapatkan data tentang tahapan pengembangan media

pembelajaran, peneliti berdiskusi dengan teknisi pembuat multimedia interaktif

ini, yaitu Riyana Firly. Diskusi tersebut dilakukan untuk mengetahui software apa

saja yang digunakan, langkah-langkah apa yang harus dilakukan peneliti sebelum

(40)

2. Observasi

Observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau

cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap

kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2010: 220). Peneliti melakukan

observasi langsung pada subyek yang diteliti, yaitu siswa kelas 4 Sekolah Global

Interaktif Tunas Unggul Pasir Impun Kota Bandung. Observasi dilakukan untuk

mendapatkan data tentang kemampuan siswa dalam menggunakan komputer agar

dapat mendukung pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif.

Selain itu, observasi juga dilakukan untuk melihat aktivitas pembelajaran di dalam

kelas, melihat respon siswa terhadap multimedia interaktif yang diujicobakan, dan

melihat kemampuan siswa dapat memahami materi yang disajikan multimedia

interaktif. Pada saat observasi, peneliti membuat catatan-catatan mengenai kapan,

di mana, apa, dan siapa yang diteliti. Pada saat obervasi ini, peneliti merekam

semua kegiatan dengan handycam dan juga menggunakan foto, sehingga nantinya

hasil observasi ini dapat diamati pada kesempatan yang lain. Tentunya juga

dipersiapkan panduan observasi agar dapat mengarahkan peneliti untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

Observasi juga dilakukan dengan searching di internet dan melihat

hasil-hasil multimedia interaktif lainnya yang ada di UPI-net untuk melihat jenis-jenis

multimedia interaktif yang sudah pernah dikembangkan. Langkah ini dilakukan

untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari media-media tersebut sebagai

perbandingan dengan multimedia interaktif yang dikembangkan dalam penelitian

(41)

3. Studi Dokumentasi

Peneliti menggunakan buku-buku atau hasil penelitian yang terkait dengan

penelitian ini untuk mendapatkan data-data lain yang dianggap perlu dalam

penelitian ini. Buku-buku yang digunakan berfungsi untuk mendapatkan data

tentang multimedia interaktif dan model-model pengembangannya. Dalam hal ini

adalah untuk melihat kriteria kefektivitasan media untuk pembelajaran

pembelajaran dan juga tentang tahapan pengembangan media pembelajaran

dengan menggunakan model ADDIE.

Selain itu juga dicari buku-buku untuk mendapatkan informasi tentang

karakteristik anak yang dilibatkan di dalam uji coba multimedia interaktif. Selain

buku, data juga bisa didapatkan dari foto dan video.

4. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan

kecepatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, daya apresiasi terhadap

materi pelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif, serta efektivitas

pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif. Seperti yang

dipaparkan oleh Alwasilah (2009: 151) bahwa kuesioner adalah teknik

pengumpulan data yang sangat populer dalam penelitian deskriptif, yang mana

teknik-teknik deskriptif lazimnya dipakai untuk mengukur eksistensi dan

distribusi berbagai tingkah laku atau karakteristik yang terjadi secara alami,

frekuensi kemunculan kejadian yang terjadi secara alami, dan yang terakhir adalah

(42)

antara karakteristik, tingkah laku, kejadian, atau fenomena yang menjadi perhatian

peneliti.

5. Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar dilakukan dengan postest untuk mengetahui tingkat

pemahaman siswa di dalam pembelajaran dengan menggunakan multimedia

interaktif. Tes hasil belajar tidak dimaksudkan untuk menguji validasi produk,

tetapi ini dilakukan karena di dalam multimedia interaktif yang ditawarkan juga

terdapat menu evaluasi yang harus dieksplorasi oleh siswa, sehingga tentunya

akan muncul nilai sebagai hasil belajar siswa dengan menggunakan multimedia

interaktif.

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari kuesioner akan dianalisis dengan teknik prosentase,

sedangkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi dianalisis

dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Tes hasil belajar akan

dianalisis dengan menggunakan analisis rata-rata, prosentase ketuntasan belajar

secara klasikal dan daya serap klasikal. Berikut ini adalah rumus untuk mengukur

rata-rata, prosentase ketuntasan belajar secara klasikal dan daya serap klasikal.

1. Nilai Rata-rata

X = N

x Σ

Keterangan:

(43)

ΣX= Jumlah nilai yang diperoleh

N = Jumlah siswa (Sudjana, 2004)

2. Persentase ketuntasan belajar secara klasikal

KB = X 100%

Keterangan:

KB = Ketuntasan belajar klasikal

NS = Jumlah siswa yang mendapat Nilai ≥ 65

N = Jumlah (Depdiknas, 2006)

3. Daya Serap Klasikal

DS =

.

x

100%

Keterangan:

DS = Daya Serap

NI = Jumlah Skor Ideal

S = Jumlah Siswa

NS = Jumlah nilai seluruh (Depdiknas, 2006)

Tabel 3. 1. Kategorisasi Daya Serap Klasikal (Depdiknas)

No. Interval Kategori

1. 0 – 39 % Sangat rendah

2. 40 – 59 % Rendah

1. 60 – 74 % Sedang

2. 75 – 84 % Tinggi

(44)

Setelah mendapatkan data, maka peneliti menganalisis data tersebut yang

mengacu pada pertanyaan penelitian dan menjawab berdasarkan data-data yang

didapatkan. Kemudian peneliti melakukan triangulasi data hasil observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi. Data-data tersebut dikategorisasikan,

diberikan kode-kode (koding), dan kemudian diinterpretasi untuk mendapatkan

data kualitatif.

Triangulasi juga dilakukan untuk menganalisis data tentang media

pembelajaran, yaitu kebutuhan media pembelajaran yang sesuai dengan

karaktersitik siswa, proses ujicoba, dan juga hasil dari proses ujicoba

pengembangan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif ini.

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Pengembangan media pembelajaran multimedia interaktif untuk

pembelajaran seni tari pada siswa Sekolah Dasar dengan menggunakan model

ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation and Evaluation) terdiri

dari beberapa tahapan, yaitu tahap analisis, tahap desain, tahap pembuatan, tahap

implementasi, dan tahap evaluasi. Tahap analisis terkait dengan sasaran pengguna

media dan durasi waktu efektif yang diperlukan untuk menggunakan media dalam

proses pembelajaran. Sasaran pengguna multimedia interaktif (Silat Pedang)

dalam uji coba ini adalah siswa kelas 4 SD, namun tidak menutup kemungkinan

untuk digunakan pada siswa kelas tinggi lainnya, seperti kelas 5 dan 6 dengan

menyesuaikan materi sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap tingkatan. Waktu yang

dibutuhkan untuk menggunakan multimedia interaktif ini sangat fleksibel. Bisa

digunakan dalam satu kali pertemuan atau pun juga disetting untuk beberapa kali

pertemuan, tergantung pada kesiapan guru dan siswa yang menerima materi.

Tahap desain (design phase), yaitu tahapan menentukan tujuan pembelajaran yang

ingin dicapai dari media pembelajaran yang terkait dengan kurikulum yang

kemudian dirumuskan ke dalam SK dan KD, jenis pembelajaran yang akan

diterapkan yaitu pembelajaran mandiri, dan materi tari, yaitu Silat Pedang

Bengkulu. Pada tahap ini semua data dan informasi yang terkait dengan Silat

(46)

foto dan juga video Silat Pedang. Data-data tersebut dianalisis dengan analisis

flowchart dan storyboard.

Tahap pembuatan (development phase), yaitu tahap pengembangan

media sesuai dengan yang telah didesain sebelumnya. Dalam pengembangan

media ini perlu diingat kembali 4 kriteria media yang dianggap ideal. Pembuatan

multimedia interaktif ini menggunakan software adobe flash untuk membuat

animasi, adobe photoshop untuk memuat gambar, adobe premiere untuk memuat

video dan disatukan (compile) dengan menggunakan adobe director. Tahapan

selanjutnya adalah tahap implementasi (implementation phase), yaitu tahap

mensosialisasikan media ke peserta didik. Kemudian yang terakhir adalah tahap

evaluasi (evaluasi phase) yang mana pada tahap ini dilakukan untuk mengetahui

kefektivitasan multimedia media tersebut dengan menggunakan 4 kriteria media

yang dianggap ideal untuk pembelajaran sebagai indikatornya.

Berdasarkan hasil uji coba pada siswa kelas 4 Sekolah Global Interaktif

Tunas Unggul Nasional kota Bandung, multimedia interaktif (Silat Pedang) dapat

memenuhi 4 kriteria media pembelajaran yang dikatakan baik, yaitu materi yang

disajikan memiliki kesesuaian atau relevan dengan kurikulum dan karakteristik

siswa SD, mudah digunakan karena disetting dengan sistem navigasi yang

sederhana, tampilan yang colourfull, games, video, dan sound effect yang

membuat pembelajaran seni tari menjadi lebih menarik dan berkesan, serta siswa

dapat belajar mandiri dan pencapaian daya serap klasikal yang menurut tetapan

Depdiknas sudah dikatakan tinggi serta lebih dari separuh siswa dikatakan tuntas

(47)

(Silat Pedang) lebih bermanfaat dan bermakna. Maksud bermanfaat dan bermakna

di sini adalah siswa tidak hanya menambah pengetahuan tentang Silat Pedang,

tetapi juga dapat meningkatkan kemampuannya dalam menari dan juga dapat

siswa dapat mengadopsi nilai-nilai kehidupan yang ditawarkan oleh tari Silat

Pedang dalam kehidupan sehari-hari. Artinya ketiga ranah yang diharapkan dalam

pembelajaran, yaitu kognisi, afeksi dan psikomotor dapat tercapai. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa multimedia interaktif (Silat Pedang) penting

bagi pembelajaran seni tari.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi atau saran yang dapat diajukan berdasarkan

kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi guru, multimedia interaktif (Silat Pedang) dapat dijadikan alternatif

untuk melengkapi atau membantu siswa dalam pembelajaran seni tari untuk

meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa dalam bidang seni tari,

baik dari tekstual maupun kontekstual. Multimedia interaktif yang

menggunakan komputer dan membutuhkan keterlibatan siswa secara

langsung, dapat menumbuhkan minat, ketertarikan dan motivasi siswa

terhadap pembelajaran seni tari. Selain itu, dengan tidak mengurangi

ketertarikan siswa terhadap teknologi, multimedia interaktif yang dikemas

dengan baik dapat membuat siswa berperan aktif di dalam proses

Gambar

Tabel Penelitian terdahulu …………………………………………..
Gambar 2.1 Pola RUDE …………………………………………………………..
Gambar 3.1. Desain Prosedur Penelitian dan Pengembangan Sugiyono (Sugiyono, 2010)
Gambar 3.2. Desain atau Alur Penelitian Pengembangan Multimedia  Interaktif (Silat Pedang)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Model penelitian dan pengembangan yang digunakan dalam mengembangkan multimedia berbasis macromedia flash 8 pembelajaran seni dan budaya pokok bahasan Tari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan media pembelajaran IPA berbasis multimedia interaktif memperoleh hasil persentase dari validasi ahli materi sebesar

Hasil uji coba multimedia interaktif Silat Pedang pada siswa kelas 4 Sekolah Olus Tunas Unggul Nasional kota Bandung dapat memenuhi 4 kriteria media pembelajaran yang dikatakan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pengembangan multimedia interaktif penjumlahan pada bilangan bulat untuk siswa kelas IV sekolah dasar maka dapat ditarik

Aplikasi Multimedia Interaktif Pengenalan Software dan Hardware yang diberi nama Edukasi Komputer ini dikembangkan menggunakan model pengembangan Multimedia

Berdasarkan hasil penelitian tentang “Model Pembelajaran Interaktif Kelompok Pada Mata Pelajaran Seni Tari Kelas VII SMP Bina Sejahtera”, maka peneliti menarik

Pertama dimulai dari pendekatan disiplin ilmu meliputi menerangkan teks dan kontekstual materi seni tari berdasarkan KTSP, kedua, pendekatan multikultural meliputi pengenalan

Di samping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kualitas hasil pengembangan multimedia interaktif dengan model ADDIE pada mata pelajaran IPA kelas