• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intoksikasi Baygon IFO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Intoksikasi Baygon IFO"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Intoksikasi Baygon

Di RPI INTERNA

RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Oleh :

SUBHAN, S.Kep.

NIM : 010030170 B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

AIRLANGGA

S U R A B A Y A

(2)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA (IFO)

Oleh : Subhan, S.Kep.

A. Pengertian

Intoksikasi (keracunan) adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada dua macam insektisida yang paling banyak digunakan dalam pertanian adalah :

1. insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon) 2. insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide).

Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat - sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal (intact), juga dapat diserap di paru dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.

Macam – macam IFO adalah Malathion (Tolly), Paraathion, Diazinon, Basudin, Paraoxon dan lain – lain. IFO sebenarnya dibagi 2 macam yaitu IFO murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah baygon.

B. Patogenesis

(3)

Pada keracunan IFO, ikatan IFO –KhE bersifat menetap (irreversible), sedangkan pada keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible). Secara farmakologis efek AKh dapat dibagi dalan 3 bagian, yaitu :

1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan jantung.

2. Nikotinik, terutama pada otot – otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan.

3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang – kejang (konvulsi) sampai koma.

C. Gambaran klinik

Yang paling menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivitas kelenjar ludah, keringat dan saluran pencernaan, serta kesukaran bernapas.

Keracunan ringan : anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor lidah, kelopak mata, pupil miosis.

Keracunan sedang : nausea, muntah – muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis, fasikulasi otot dan bradikardi.

Keracunan berat : diare, pupil pi – point, reaksi cahaya negatif, sesak napas, sianosis, edema paru, inkontinensia urine dan feses, konvulsi, koma, blokade jantung, akhirnya meninggal.

D. Pemeriksaan . 1. Laboratorik.

Pengukuran kadar KhE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagosis keracunan IFO akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal).

Keracunan akut : ringan : 40 – 70 % sedang : 20 – 40 % berat : < 20 %.

(4)

2. Patologi Anatomi (PA)

Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ – organ lain.

E. Penatalaksanaan 1. Resusitasi

Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernapasan dan nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15 – 20 tts/mnt, napas buatan + oksigen, hisap lendir dalam saluran napas, hindari obat – obat depresan saluran napas, kalau perlu respirator pada kegagalan napas berat. Hindar pernapasan buatan dari mulut ke mulut sebab racun organofosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernapasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.

2. Eliminasi

Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 –30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit bila tidak berhasil.

Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila diduga racun telah sampai di usus halus dan tebal.

Kumbah lambung (KL atau gastric lavage), pada penderita yang kesadaran yang menurun, atau pada mereka yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.

Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.

Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang daari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan KL sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pneumonia.

3. Antidotum

Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada tempat penumpukan.

a. Mula –mula diberikan bolus iv 1 – 2,5 mg

(5)

c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit, selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam

d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 X 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernapasan akut yang sering fatal.

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian

Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan napas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adaya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran. Riwayat kesehatan : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.

B. Masalah keperawatan

Masalah keperawatan yang bisa timbul adalah tidak efektifnya pola napas, resiko tinggi kekurangan cairan tubuh, gangguan kesadaran, tidak efektifnya koping indicidu.

C. Intervensi

Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, mencegah penyerapan dan penawar racun (antidotum) yang meliputi resusitasi : air way, breathing dan circulation, eliminasi untuk menghambat absorbsi melalui pencernaan dengan cara kumbah lambung, emesis atau katartasis dan keramas rambut.

Berikan antidotum sesuai pesanan dokter minimal 2 X 24 jam yaitu Atropin sulfat (SA).

(6)

adanya darah. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan.

Jika pernapasan depresi, berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bias diperlukan.

(7)

SUMBER :

1. Lab./UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo, (1994), “Pedoman Diagnosis dan Terapi”, Surabaya

2. Phipps, etc. (1991), ”Medical Surgical Nursing ; Cencept and Clinical Practice”, 4th, Mosby Year Book, Toronto.

3. Departemen Kesehatan RI, (2000), “Resusistasi Jantung – Paru – Otak ; Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support)”, Jakarta.

(8)

L A P O R A N

PELAKSANAAN PRAKTEK KEPERAWATAN

(KEPERAWATAN GAWAT DARURAT)

Di Ruang RPI INTERNA/ECU RSUD Dr. Soetomo Surabaya

18JUNI - 22 JUNI 2001

Oleh : Subhan, S.Kep

NIM. 010030170 B

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Kasus ini saya ambil dari ruang RPI INTERNA/ECU

RSUD Dr. Soetomo Surabaya, pada waktu mengikuti

praktek keprofesian Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga Surabaya

Mahasiswa

Subhan, S.Kep

Nim 010030170 B

M e n g e t a h u i

Pembimbing Ruangan

Pembimbing Akademik

Tintin S, SKp

(10)

ASUHAN KEPERAWATAN Tn. R

DENGAN INTOKSIKASI INSEKTISIDA (IFO) DI RPI/ECU INTERNA II RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Nama Mahasiswa : Subhan, SKep N I M : 010030170 B

Ruangan : RPI Interna/ECU No. reg : 1005458 Tanggal dikaji : 19 Juni 2001, Pkl. 08.30 BBWI

I. PENGKAJIAN Alasan MRS : Minum baygon Keluhan sebelumnya tidak ada.

II. Nursing history

1. Riwayat penyakit sebelumnya.

Pasien dua minggu yang lalu mengeluh pusing dan sempat pingsan lalu dibawa ke dokter praktek dan diberitahukan bahwa ia menderita sakit jantung. Setelah itu dianjurkan untuk pemeriksaan lanjutan tetapi pasien tidak mau karena tidak mempunyai uang.

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien tanggal 18 Juni 2001 pukul 12.10 menenggak baygon + ¼ gelas dan langsung pingsan. Oleh keluarga dibawa ke IRD RSDS, dilakukan kumbal lambung, mandi dan keramas serta pengobatan dengan SA. Setelah keadaan umum membaik dibawa ke RPI/ECU dan pasien muntah dua kali + 1 gelas berisi makanan dan bau baygon.

(11)

1. Keadaan umum

Pasien nampak sakit sedang. Diikat karena kesadaran berubah dimana nampak gaduh gelisah.

2. Tanda – tanda vital

Suhu : 38 0 C, N : 120 x/menit, tidak teratur, kuat, T : 110/70 mmHg RR : 34

Tidak nyeri dada, palpitasi dan suara jantung normal. Tidak ada edema. 3.3 Persarafan (B3)

GCS : 4 – 5 – 6 = 15. Kesadaran kompos mentis. Pasien merasakana tenggorokan panas dan mulut terasa sakit. Sclera putih, konjungtiva merah muda dan pupil anisokor miosis. Pendengaran pada telinga kiri ada gangguan sejak kecil yaitu kurang pendengaran.

3.4 Perkemihan – Eliminasi uri (B4)

Produksi urine + 1500 cc/hari dipasang kateter. 3.5 Pencernaan – Eliminasi alvi (B5)

Mulut dan tenggorokan terasa panas. Abdomen supel, sebelumnya pasien diare 3 kali. Tidak menggunakan pencahar.

3.6 Tulang – otot – integument (B6)

Kemampuan pergerakan sendi terbatas karena diikat. Tidak mengalami parese ataupun paralise. Ekstremitas atas dan bawah tidak ad kelainan.

(12)

Body image

Pasien mengatakan pada bagian kepalanya ada benjolan yang mobil di parietal kiri, sehingga tidak mau kalau rambut digunting.

Identitas

Status pasien dalam keluarga sebagai anak puas dan terhadap jenis kelaminnya ia puas.

Peran

Terhadap perannya klien tidak mau masalahnya diketahui orang lain, merasa tidak sanggup lagi menghadapi masalah yang dihadapi.

Ideal diri

Harapan terhadap lingkungan terutama pacarnya mau mengerti dia. Harga diri

Harga dirinya klien merasa sedang. 2. Interaksi social

Keluarga dan pacar aktif dalam merawat pasien. Reaksi saat interaksi kontak mata kurang, defensif.

3. Respon terhadap kecemasan (pengkajian tgl. 19 Juni 2001).

Pasien berada pada tingkat kecemasan sedang, strategi koping yang digunakan tidak efektif. Dalam hal semangat optimisme, pasien merasa putus asa dan tidak berdaya karena cincin pertunangannya dikembalikan oleh pacarnya dan tetanga mengatakan bahwa benjolan di bawah kulit kepalanya merupakan tumor otak.

Pasien mengatakan bunuh diri adalah perbuatan yang salah.

(13)

Hb. : 16,7 g/dl Trombosit : 227 X 109/L

Leukosit : 14,3 X 109/L P C V : 0,49

5. Terapi

Dextrose 5 % 15 tts/menit SA 0,5 g/6 jam

Mahasiswa,

(14)

ANALISA DATA dan DIAGNOSA KEPERAWATAN

DO : gelisah, meronta – ronta, muka kemerahan, pupil midriasis, pembicaraan tidak punya tujuan

(15)

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan efek SA (atropinisasi)

Tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien dengan criteria evaluasi mampu orientasi terhadap orang, waktu dan tempat, arus piker koheren, tidak jatuh. Intervensi : kooperatif dalam tindakan yang diberikan

d. Observasi reaksi non verbal pasien. Melihat efek SA. e. Lakukan pengikatan untuk mencegah jatuh akibat gelisah.

2. Resiko tinggi bunuh diri berulang berhubungan dengan koping individu yang inadekuat

Tujuan : tidak akan melukai diri dengan criteria evaluasi ungkapkan perasaan, mengidentifikasi koping yang efektif, ada keterlibatan keluarga.

Intervensi :

a. Sediakan waktu untuk berkomunikasi dengan pasien.

b. Identifikasi kemampuan, gali dan kembangkan koping yang digunakan oleh pasien.

c. Terangkan semua tindakan pada pasien

d. Diskusikan alternatif pemecahan masalah bersama pasien, keluarga atau orang terdekat.

e. Libatkan keluarga atau teman dekat dalam perawatan agar pasien merasa mendapat dukungan psikologis.

3. Cemas sedang berhubungan dengan kurang pengetahuan.

Tujuan : kecemasan pasien berkurang atau hilang dnengan criteria evaluasi : memahami tentang penyakit yang diderita seseorang, tanda dan gejalanya.

a. Kaji tingkat kecemasan pasien.

(16)
(17)

TINDAKAN KEPERAWATAN perawatan seperti memberi makan dan minum.

b. Mengkaji orientasi pasien akan orang waktu dan tempat. c. Mempertahankan pengikatan selama pasien

gelisah/gaduh

a. Monitor pasien terhadap tanda – tanda seperti muka kemerahan, midriasis pupil, gelisah, respon psikologis. Ini merupakan tanda dan gejala atropinisasi.

b. Memonitor reaksi non verbal pasien. c. Memberikan injeksi SA 0,5 mg/iv

a. Mengidentifikasi kemampuan, gali dan kembangkan koping yang digunakan oleh pasien sekailgus mengkaji tingkat kecemasan pasien dan pengetahuan pasien

b. Menerangkan semua tindakan pada pasien

c. Mendiskusikan alternatif pemecahan masalah bersama pasien, keluarga atau orang terdekat.

d. Melibatkan keluarga atau teman dekat (pacar) dalam perawatan.

e. Menjelaskan kepada pasein tentang hal – hal yang berhubungan keadaan yang dialami pasien dan informasi yang kurang tepat

(18)

EVALUASI

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek SA (atropinisasi)

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek SA

Cemas sedang berhubungan dengan kurang pengetahuan.

Pasien masih gelisah, meronta – ronta, mampu mengingat nama, tgl. Lahir dan alamat, tidak bisa mengngat nama orang tua dan pacar. Intervensi dipertahankan.

Pasien tenang, tidak meronta, sudah mampu orientasi orang, waktu dan ttempat. Intervensi dihentikan.

Pasien, keluarga dan pacar saling memberikan penguatan dalam menyelesaikan masalah dan dilakukan secara bersama. Intervensi dipertahankan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, intervensi sikap kerja dengan pemberian makanan ringan disela-sela jam kerja dapat menurunkan kelelahan kerja karena pemberian makanan

Satwa mangsa sebagai komponen pakan pada habitat harimau sumatera di Taman Nasional Way Kambas yang dapat ditemukan adalah babi hutan, rusa sambar, kijang, monyet, siamang

Dapat dilihat bahwa stabilitas dinamis yang dihasilkan oleh setiap campuran yang tidak menggunakan aspal modifikasi polimer EVA akan menghasilkan nilai stabilitas

Hasil uji yang telah di hasilkan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa faktor iklim suhu yang terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa dengan penyakit diare yang

Om Shri Hrim Klim Gloum Gam- Hrudayaya Namaha (1 far right) Ganapatya Vara Varada- Sirase Swaha (2 far left).. Sarvajanam Me Vasamanaya Swaha-

Penyakit Gout adalah penyakit akibat gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan Penyakit Gout adalah penyakit akibat gangguan metabolisme purin yang ditandai